bab ii tinjauan pustaka a. efikasi diri (self efficacyrepository.ump.ac.id/7888/3/ika rizky agustin...

26
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri (Self Efficacy) 1. Pengertian Efikasi Diri Konsep self efficacy sebenarnya adalah inti dari teori social cognitive yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar observasional, pengalaman social, dan determinisme timbal balik dalam pengembangan kepribadian. Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist, 2010) self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura juga menggambarkan Self Efficacy sebagai penentu bagaimana orang merasa, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku (Bandura,dalam Jess Feist & Feist, 2010). Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari- hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif (Santrock, 2007). Sementara itu, Baron dan Byrne mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Upload: others

Post on 14-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efikasi Diri (Self Efficacy)

1. Pengertian Efikasi Diri

Konsep self efficacy sebenarnya adalah inti dari teori social cognitive

yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar

observasional, pengalaman social, dan determinisme timbal balik dalam

pengembangan kepribadian. Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist,

2010) self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan

kejadian dalam lingkungan. Bandura juga menggambarkan Self Efficacy

sebagai penentu bagaimana orang merasa, berfikir, memotivasi diri, dan

berperilaku (Bandura,dalam Jess Feist & Feist, 2010).

Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau

self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-

hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi

individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai

suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan

dihadapi. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai

situasi dan mendapatkan hasil positif (Santrock, 2007).

Sementara itu, Baron dan Byrne mendefinisikan efikasi diri sebagai

evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

14

melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura

dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan

kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif,

dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi (dalam

Ghufron,2010).

Alwisol (2009), menyatakan bahwa efikasi diri sebagai persepsi diri

sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu,

efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki

kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi diri menurut

Alwisol (2009) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan,

melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman

menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman

vikarius (vicarious experiences), persuasi sosial (social persuation) dan

pembangkitan emosi (emotional/ physiological states). Pengalaman

performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu.

Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Persuasi sosial adalah

rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang

dipersuasikan.

Schunk (Anwar, 2009) mengatakan bahwa self efficacy sangat penting

perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat

usahanya dalam memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini

sejalan dengan yang dikemukakan Woolfolk (Anwar, 2009) bahwa self

efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

15

keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan

suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.

Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada

perilaku yang berbeda di antara individu dengan kemampuan yang sama

karena efikasi diri memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan

kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, dalam Ghufron, 2010).

Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan

sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan

seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya

tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam

situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah

menyerah. Sementara orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha

lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. Hal senada juga di

ungkapkan oleh Gist, yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri

memainkan satu peran penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk

menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan

pencapaian tujuan tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri

adalah keyakinan individu pada kemampuan dirinya sendiri dalam

menghadapi atau meyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi

hambatan untuk mencapai suatu hasil dalam situasi tertentu

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

16

2. Aspek-aspek Self efficacy

Menurut Bandura (dalam Ghufron, 2010), efikasi diri pada diri tiap

individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan

tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut, yaitu :

a. Tingkat (level)

Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika

individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu

dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya,

maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang

mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai

dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan

perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini

memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu

dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas

kemampuan yang di rasakannya.

b. Kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau

pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang

lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak

mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu

tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan

pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan

langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

17

tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

c. Generalisasi (geneality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana

individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin

terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan

situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang

bervariasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist, 2010) Self Efficacy dapat

ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat hal, yaitu:

a. Pengalaman Menguasai Sesuatu (Mastery Experience)

Pengalaman menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu. Secara

umum performa yang berhasil akan menaikan Self Efficacy individu,

sedangkan pengalaman pada kegagalan akan menurunkan. Setelah self

efficacy kuat dan berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak

negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi secara

sendirinya. Bahkan kegagalan-kegagalan tersebut dapat diatasi dengan

memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan hambatan yang

tersulit melalui usaha yang terus-menerus.

b. Modeling Sosial

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan

yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan Self

Efficacy individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

18

sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan

penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan

mengurangi usaha yang dilakukannya.

c. Persuasi Sosial

Individu diarahkan berdasarkan saran, nasihat, dan bimbingan

sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-

kemampuan yang dimiliki dapat membantu tercapainya tujuan yang

diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan

berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Namun

pengaruh persuasi tidaklah terlalu besar, dikarenakan tidak memberikan

pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Pada

kondisi tertekan dan kegagalan yang terus-menerus, akan menurunkan

kapasitas pengaruh sugesti dan lenyap disaat mengalami kegagalan yang

tidak menyenangkan.

d. Kondisi Fisik dan Emosional

Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa, saat

seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat

stress yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai ekspetasi efikasi yang

rendah. Tinggi rendahnya Efikasi Diri seseorang dalam tiap tugas sangat

bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang

berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Ada

beberapa yang mempengaruhi Efikasi Diri, antara lain: (Bandura, dalam

Anwar: 2009).

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

19

a. Budaya

Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai (value),

kepercayaan (beliefs), dan proses pengaturan diri (self-regulation

process) yang berfungsi sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga

sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.

b. Jenis Kelamin

Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy, bahwa

wanita memiliki efikasinya lebih tinggi dalam mengelola perannya.

Wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga

sebagai wanita karir akan memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan

dengan pria yang bekerja.

c. Sifat dari tugas yang dihadapi

Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh

individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap

kemampuan dirinya sendiri semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi

oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai

kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang

mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut

menilai kemampuannya.

d. Insentif eksternal

Faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy individu adalah

insentif yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor

yang dapat meningkatkan self efficacy adalah competent contingens

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

20

incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain yang

merefleksikan keberhasilan seseorang.

e. Status atau peran individu dalam lingkungan

Individu yang memiliki status lebih tinggi akan memperoleh derajat

kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimilikinya juga

tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status yang lebih rendah akan

memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya

juga rendah.

f. Informasi tentang kemampuan diri

Individu akan memiliki self efficacy tinggi, jika ia memperoleh

informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki

self efficacy yang rendah, jika ia memperoleh informasi negatif mengenai

dirinya.

B. Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Cemas dalam bahasa latin “anxius” dan dalam Bahasa Jerman

“angst” kemudian menjadi “anxiety” yang berarti kecemasan, merupakan

perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,

tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap

utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal

(Hawari,2011).

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

21

Cemas merupakan perasaan tidak menyenangkan berupa ketegangan,

kegelisahan, dan ketidaknyamanan yang tidak dapat dijelaskan disertai

dengan gejala fisiologis dan psikologis. Kecemasan adalah emosi primer

dari emosi lain seperti kemarahan, rasa bersalah, rasa malu, dan kesedihan

yang dihasilkan. Kecemasan digambarkan dengan istilah seseorang yang

mondar-mandir dengan tangannya meremas-remas dan jantung berdebar

serta bernafas cepat (Gorman & Sultan,2008).

Menurut Suliswati (2005) kecemasan merupakan respon individu

terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua

mahkluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan

pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat di observasi secara

langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik.

Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau

identitas diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan

adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam

yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa

mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Stuart (2013), faktor yang mempengaruhi kecemasan

dibedakan menjadi 2, yaitu:

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

22

a. Faktor predisposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:

1) Teori Psikoanalitik

Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id

memiliki dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan

Ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh

norma-norma budaya seseorang. Fungsi kecemasan dalam ego adalah

mengingatkan ego bahwa adanya bahaya yang akan datang

(Stuart,2013).

2) Teori Interpersonal

Teori Interpersonal menjelaskan kecemasan timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kecemasan. Individu

dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami kecemasan

(Stuart, 2013).

3) Teori perilaku

Teori perilaku menjelaskan kecemasan disebabkan oleh stimulus

lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, atau tidak produktif

dapat menyebabkan perilaku maladaptive. Individu yang mengalami

cemas cenderung menilai lebih terhadap adanya bahaya dalam situasi

tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi

ancaman (Stuart,2013).

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

23

4) Teori biologis

Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

yang dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang

berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan

dengan kecemasan. Kecemasan biasanya disertai dengan gangguan

fisik dan selajutnya menurunkan kemampuan individu untuk

mengatasi stressor.

b. Faktor presipitasi

1) Faktor Eksternal

a) Ancaman Integritas Fisik

Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap kebutuhan dasar

sehari-hari contohnya sakit, trauma fisik, kecelakaan.

b) Ancaman Sistem Diri

Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan,

dan perubahan status dan peran, tekanan kelompok, sosial budaya.

2) Faktor Internal

a) Usia

Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami gangguan kecemasan dibandingkan individu dengan

usia yang lebih tua (Kaplan & Sadock, 2007).

b) Stressor

Stressor merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan dalam

kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi. Sifat

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

24

stressor dapat berubah secara tiba–tiba dan dapat mempengaruhi

seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme

koping seseorang. Contohnya semakin banyak stressor yang

dialami mahasiswa, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh

sehingga jika terjadi stressor yang kecil dapat mengakibatkan

reaksi berlebihan (Kaplan & Sadock, 2007).

c) Jenis kelamin

Kecemasan lebih sering dialami wanita daripada pria. Wanita

memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria.

Hal ini dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya,

yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya (Kaplan

& Sadock, 2007).

d) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin

mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru.

Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam

menguraikan masalah baru (Kaplan & Sadock, 2007).

Menurut Lallo, et al., (2013) faktor pendidikan yang

mempengaruhi kelulusan mahasiswa saat menghadapi ujian OSCE

yaitu kemampuan mahasiswa. Kemampuan tersebut biasanya

dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ) atau disebut juga tingkat

kepintaran mahasiswa. Hal yang dapat mempengaruhi tingkat

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

25

kepintaran mahasiswa adalah persiapan mahasiswa tentang

pemahaman materi dan kemampuan skill yang didapat sebelum

menghadapi ujian. Jika persiapan yang dilakukan mahasiswa baik

maka hasil ujian yang akan diperoleh akan baik.

3. Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2013) dampak yang dialami individu ketika

mengalami kecemasan akan menyebabkan beberapa respon tubuh yaitu:

a. Respon Fisiologis

1. Sistem Pernapasan: napas cepat, sesak napas, napas dangkal ,

terengah-engah.

2. Sistem Gastrointestinal: hilangnya nafsu makan, perut tidak nyaman,

diare, mual.

3. Sistem Integument: wajah pucat, tubuh berkeringat, wajah kemerahan,

telapak tangan berkeringat.

4. Sistem Kardiovaskuler: tekanan darah meningkat, jantung berdebar-

debar, detak jantung meningkat.

5. Sistem Neuromuskuler: reaksi terkejut, insomnia, tremor, gelisah,

gugup, wajah tegang.

6. Sistem Saluran Perkemihan: tidak dapat menahan kencing, sering

kencing.

b. Respon Perilaku

Respon perilaku biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti:

gelisah, ketegangan fisik, gugup, menarik diri, menghindar, reaksi

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

26

terkejut, bicara cepat, mondar-mandir.

c. Respon Kognitif

Respon kognitif biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti:

tidak fokus, perhatian terganggu sulit konsentrasi, menjadi pelupa, sulit

berfikir, kreatifitas menurun, bingung, sulit memberikan penilaian.

d. Respon Afektif

Respon afektif biasanya menunjukan tanda dan gejala seperti:

khawatir, waspada, mudah cepat marah, gelisah, tegang, ketakutan, fokus

pada diri sendiri, tidak sabar, mudah terganggu.

4. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2013) tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Tanda dan gejala pada

kecemasan ringan seperti: kelelahan, lapang persepsi meningkat,

kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah

laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memfokuskan hal yang penting

dan mengesampingkan hal yang lain. Sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

27

terarah. Tanda dan gejala pada kecemasan sedang seperti: kelelahan

meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernafasan meningkat,

ketenangan otot meningkat, berbicara cepat dengan volume tinggi, lahan

persepsi menyempit, mampu belajar namun tidak optimal, konsentrasi

menurun, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan

menangis.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang. Seseorang

cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak

dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku di tujukan untuk

mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan pengarahan untuk

dapat memusatkan pada satu area lain. Tanda dan gejala kecemasan berat

seperti: sakit kepala, denyut jantung meningkat, insomnia, sering

kencing/diare, lahan persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara

efektif, berfokus pada dirinya sendiri, perasaan tidak berdaya, bingung,

disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan ketakutan akan suatu hal di tandai

dengan kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak dapat

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan dari orang lain. Panik

terjadi karena peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan

kehilangan pemikiran yang rasional. Tanda dan gejala panik seperti:

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

28

susah bernapas, pucat, dilatasi pupil, pembicaraan inkoheren, berteriak,

menjerit, mengalami halusinasi.

Gambar 2.1 rentang respon kecemasan

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1

Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan

maladaptif. Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat

membangun (kontruktif) dalam menghadapi kecemasan berupa

antisipasi. Respon maladaptif merupakan koping yang bersifat merusak

(destruktif). Seperti individu menghindar dari orang lain atau mengurung

diri dan tidak mau mengurus diri (Stuart,2013).

5. Gejala Kecemasan

Menurut Townsend (2008) kecemasan mempunyai dua gejala antara

lain:

a. Gejala Fisiologis

Gejala fisiologis kecemasan seperti gelisah, perhatian yang

berlebihan, perasaan cemas, khawatir yang berlebihan, berkeringat,

respon terkejut yang berlebihan, insomnia, pengulangan kata, mimpi

Adaptif Maladaptif

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

29

buruk, mudah tersinggung, sering marah-marah.

b. Gejala Psikologis

Sedangkan, gejala psikologis biasanya di tandai dengan tegang,

gelisah, khawatir, gugup, gemetar, kesulitan berkonsentrasi dan perasaan

tidak menentu (Hawari, 2011).

6. Alat Ukur Kecemasan

Alat ukur kecemasan dalam penelitian ini menggunakan Nursing

Skills Test Anxiety Scale (NSTAS) yang pernah digunakan untuk mengukur

kecemasan pada mahasiswa tahun pertama dari Department of Nursing,

College of Nursing, National Taipei University of Nursing andHealth

Sciences Taiwan saat menghadapi ujian skills lab. Nursing Skills Test

Anxiety Scale terdiri dari 4 pilihan pertanyaan yang mengarah ke kecemasan

dengan menggunakan skala likert. Setiap pertanyaan memiliki penilaian 1:

sangat tidak setuju, 2: tidak setuju, 3: setuju dan 4: sangat setuju (Yang, et

al.,2014).

7. Penatalaksanaan Kecemasan

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat

ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka

panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan

ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, dan berbagai

antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005).

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

30

b. Penatalaksanaan non farmakologi

1) Relaksasi

Lin (2004) dalam Siahaan (2013), menjelaskan untuk mengatasi

kecemasan dapat digunakan teknik relaksasi yaitu relaksasi dengan

melakukan pijat/pijatan pada bagian tubuh tertentu dalam beberapa

kali akan membuat peraaan lebih tenang, mendengarkan musik yang

menenangkan, dan menulis catatan harian. Selain itu, terapi relaksasi

lain yang dilakukan dapat berupa meditasi, relaksasi imajinasi dan

visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005).

2) Distraksi

Potter & Perry (2006), menjelaskan distraksi merupakan metode untuk

menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada

hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.

Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan

endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan

lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak. Salah satu

distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual

(membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat

menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin

alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari

rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh

sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan,

detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

31

pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik

menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam

dan metabolisme yang lebih baik.

3) Humor

Kemampuan untuk menyerap hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan

stress. Hipotesis fisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan

endorfin ke dalam sirkulasi dan perasaan stres dilenyapkan (Potter &

Perry, 2006).

4) Terapi spiritual

Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek positif dalam

menurunkan stress. Praktek seperti berdoa, meditasi atau membaca

bahan bacaan keagamaan dapat meningkatkan kemapuan beradaptasi

terhadap gangguan stressor yang dialami (Potter & Perry, 2006).

5) Self Efficacy

Mahasiswa dengan kepercayaan diri tinggi cenderung memiliki

kecemasan menghadapi ujian yang rendah. Sebaliknya mahasiswa

dengan kepercayaan diri rendah cenderung memiliki kecemasan

menghadapi ujian yang lebih tinggi, Rahayu (2013).

6) Aromaterapi

Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang

dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan

psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri,

dan sebagainya (Watt, Gillian, & Janca2008).

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

32

C. Objective Structure Clinical Examination (OSCE)

1. Gambaran OSCE

Objective Structure Clinical Examination (OSCE) adalah pemeriksaan

yang sering digunakan dalam ilmu kesehatan untuk menguji kinerja

keterampilan klinis dan kompetensi dalam keterampilan seperti komunikasi,

pemeriksaan klinis, prosedur medis, menulis resep, teknik pemeriksaan, dan

interpretasi hasil pemeriksaan. Ujian OSCE pertama kali diperkenalkan oleh

Dr Ronald Harden pada tahun 1975 sebagai sarana untuk menilai

keterampilan klinis mahasiswa kedokteran (Senany.A & Saif.A, 2012).

Meskipun OSCE berkembang dari pendidikan kedokteran tetapi telah

digunakan secara luas di dunia keperawatan dan institusi kesehatan lainnya

(Shadia, et al.,2010).

Ujian OSCE digunakan untuk mengevaluasi keterampilan klinis, sikap

dan perilaku standar yang digunakan oleh praktisi dalam perawatan pasien,

(Ahmed, 2009). Selain itu, ujian OSCE telah didukung sebagai metode yang

tepat dalam mengevaluasi keperawatan keterampilan klinis karena berbagai

keuntungan seperti, meningkatkan kinerja klinis mahasiswa,

mempersiapkan lulusan yang berkualitas dan kompeten, meningkatkan

pengambilan keputusan kemampuan, dan meningkatkan tingkat pengajaran

(El Darir & Abd El Hamid,2013).

2. Tujuan OSCE

Menurut Buku Panduan Penyelenggaraan ujian OSCE Pendidikan

DIII Keperawatan dan Ners (2013). Tujuan ujian OSCE yaitu:

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

33

a. Menyeleksi perawat level professional dan vokasional yang kompeten,

b. Menciptakan sistem ujian yang obyektif dan terstandar secara

nasional,

c. Melengkapi metode ujian kompetensi dari aspek psikomotor dan

afektif

3. Pelaksanaan dan Situasi OSCE

Tata cara pelaksanaan OSCE setiap mahasiswa memasuki ruangan

yang sudah ditentukan. Setiap ruangan mahasiswa diberikan waktu 5-10

menit (McCluskey, 2008). Masing-masing ruangan sudah ada dosen sebagai

penguji, pasien simulasi, alat-alat medis dan check list penilaian (Su, et al.,

2005). Ruangan ujian harus sesuai dengan kompetensi yang akan diujikan,

termasuk pencahayaan dalam ruangan, alat medis dan meja pemeriksaan

disesuaikan dengan penilaian keterampilan (James, 2001).

Keterampilan mahasiswa akan diuji di setiap ruangan dalam

menghadapi suatu kasus. Kasus tersebut berbentuk lembaran kertas yang

berisikan soal, dan mahasiswa memilih salah satu kasus dari lembaran

tersebut. Beberapa kasus sering melibatkan pasien simulasi yang sudah

berpengalaman dan terlatih yang nantinya akan memperagakan isi kasus

tersebut (Brannick, et al., 2011). Kasus bertujuan untuk menilai kemampuan

menafsirkan informasi dan berpikir kritis pada mahasiswa yang mengikuti

ujian. Pertanyaan pada kasus ujian berhubungan dengan pemeriksaan

diagnostik, rencana diagnostik dan manajemen dalam pengobatan pasien

(Junger, et al., 2005). Penilaian ujian OSCE ini berdasar check list yang

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

34

dilakukan oleh penguji (Brannick, et al., 2011). Check list tersebut berisi

tentang prosedur tindakan medis dan non medis yang akan dilakukan oleh

mahasiswa keperawatan dalam menghadapi suatu kasus yang akan di ujikan

(Bartfay, et al., 2004). Setiap akhir periode ditunjukkan dengan suara bel, di

saat itu juga mahasiswa harus menyelesaikan ujian dan berganti ke ruang

berikutnya. Mahasiswa yang nilainya kurang baik diharapkan untuk

mengikuti ujian ulang ,ujian ulang bertujuan untuk memperbaiki nilai yang

kurang dan materi yang gagal (White, et al., 2009).

D. Mahasiswa

1. Pengertian

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu

ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu

bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah

tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan

sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia

Online, kbbi.web.id)

Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai

individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri

maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.

Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan

dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

35

bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat

pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling

melengkapi.

Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang

usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja

akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas

perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup

(Yusuf, 2012).

2. Kecemasan Mahasiswa

Mahasiswa adalah kaum akademis yang berintelektual terdidik dengan

segala potensi yang memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam

lingkungan. Mahasiswa sebagai agent of change yaitu sebagai agen

pembawa perubahan dan menjadi orang yang dapat memberikan solusi bagi

permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Oleh sebab itu, mahasiswa

mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengemban tugas untuk

menjadi orang yang aktif dalam segala hal baik akademisi maupun

organisasi (Ohorela,2011).

Mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18

sampai 25 tahun (Monks, et al., 2001). Tahap ini dapat digolongkan pada

masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi

perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa yaitu pemantapan

pendirian hidup (Yusuf, 2012).

Selama menjalani pendidikan mahasiswa diharuskan mengikuti

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

36

perkuliahan, praktikum, tutorial dan ujian. Ujian adalah kegiatan untuk

mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan mahasiswa dalam proses

pembelajaran selama mengikuti perkuliahan (Arikunto & Jabar, 2009).

Tingkat keberhasilan dilihat dari penilaian dari ujian kognitif dan ujian

psikomotor. Ujian psikomotor salah satunya adalah ujian OSCE, OSCE

merupakan ujian keterampilan klinis yang terdiri dari serangkaian simulasi

yang digunakan untuk menilai keterampilan klinis dalam diagnosis dan

penatalaksanaan (Varkey, et al., 2008). Sebagian mahasiswa yang sudah

pernah mengikuti ujian OSCE, mereka mengatakan cemas.

Menurut Yang, et al., (2014) penyebab kecemasan dalam

melaksanakan ujian skill keperawatan yaitu standar kelulusan dalam tes

keterampilan keperawatan (OSCE), cara yang tidak memadahi dalam

bimbingan tes keterampilan (OSCE), keefektifan dari keterampilan (OSCE),

sikap guru yang menguji tes keterampilan (OSCE), situasi selama tes

keterampilan keperawatan (OSCE) dan tes keterampilan keperawatan

(OSCE). Kecemasan sering memunculkan respon multisistem dalam

menghadapi situasi yang mengancam, yang berpengaruh pada respon fisik,

emosional, dan kognisi. Respon tersebut saling berkaitan dengan sistem

simpatis dan parasimpatis yang akan menyebabkan mahasiswa tidak fokus,

gugup, gelisah, tegang dan denyut jantung menjadi meningkat.

Meningkatnya denyut jantung menggambarkan kegagalan dan kecemasan

mahasiswa dalam melaksanakan ujian, sehingga akan mempengaruhi hasil

ujian OSCE (Prato, 2009)

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

37

E. KerangkaTeori

Gambar 2.2 kerangka teori

Sumber: Modifikasi dari beberapa Referensi: Anwar (2009), Potter (2006),

Rahayu (2013), Stuart (2013), Watt (2008).

Tingkat Kecemasan

1. Kecemasan ringan

2. Kecemasan sedang

3. Kecemasan berat

4. Panik

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kecemasan

1. Faktor predisposisi

1. Teori Psikoanalitik

2. Teori Interpersonal

3. Teori perilaku

4. Teori bilologis

2. Faktor presipitasi

a. Faktor Eksternal

1) Ancaman Integritas Fisik

2) Ancaman Sistem Diri

b. Faktor Internal

1) Usia

2) Stressor

3) Jeniskelamin

4) Pendidikan

Kecemasan

menghadapi OSCE

Penatalaksanaan Kecemasan

1. Penatalaksanaan Farmakologi

2. Penatalaksanaan non farmakologi a. Relaksasi

b. Distraksi

c. Humor

d. Terapi spiritual

e. Self Efficacy

f. Aromaterapi

Self Efficacy

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

38

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.3 kerangka konsep

G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha: Ada hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan menghadapi

OSCE pada mahasiswa D3 Keperawatan semester 4 FIKES UMP.

Ho: Tidak ada hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan

menghadapi OSCE pada mahasiswa D3 Keperawatan semester 4 FIKES

UMP.

Variabel Bebas

self efficacy

Variabel Terikat

Tingkat kecemasan menghadapi OSCE pada

mahasiswa D3 keperawatan semester 4

FIKES UMP

Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018