bab ii tinjauan pustaka a. efikasi diri (self efficacyrepository.ump.ac.id/7888/3/ika rizky agustin...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Efikasi Diri (Self Efficacy)
1. Pengertian Efikasi Diri
Konsep self efficacy sebenarnya adalah inti dari teori social cognitive
yang dikemukakan oleh Albert Bandura yang menekankan peran belajar
observasional, pengalaman social, dan determinisme timbal balik dalam
pengembangan kepribadian. Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist,
2010) self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk
melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan
kejadian dalam lingkungan. Bandura juga menggambarkan Self Efficacy
sebagai penentu bagaimana orang merasa, berfikir, memotivasi diri, dan
berperilaku (Bandura,dalam Jess Feist & Feist, 2010).
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau
self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-
hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi
individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan
dihadapi. Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai
situasi dan mendapatkan hasil positif (Santrock, 2007).
Sementara itu, Baron dan Byrne mendefinisikan efikasi diri sebagai
evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
14
melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura
dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan
kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif,
dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi (dalam
Ghufron,2010).
Alwisol (2009), menyatakan bahwa efikasi diri sebagai persepsi diri
sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu,
efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi diri menurut
Alwisol (2009) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan,
melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman
menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman
vikarius (vicarious experiences), persuasi sosial (social persuation) dan
pembangkitan emosi (emotional/ physiological states). Pengalaman
performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu.
Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Persuasi sosial adalah
rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan.
Schunk (Anwar, 2009) mengatakan bahwa self efficacy sangat penting
perannya dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan, seberapa kuat
usahanya dalam memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan Woolfolk (Anwar, 2009) bahwa self
efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
15
keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan
suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.
Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada
perilaku yang berbeda di antara individu dengan kemampuan yang sama
karena efikasi diri memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan
kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, dalam Ghufron, 2010).
Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan
sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan
seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya
tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam
situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah
menyerah. Sementara orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha
lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. Hal senada juga di
ungkapkan oleh Gist, yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri
memainkan satu peran penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan
pencapaian tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
adalah keyakinan individu pada kemampuan dirinya sendiri dalam
menghadapi atau meyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi
hambatan untuk mencapai suatu hasil dalam situasi tertentu
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
16
2. Aspek-aspek Self efficacy
Menurut Bandura (dalam Ghufron, 2010), efikasi diri pada diri tiap
individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan
tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut, yaitu :
a. Tingkat (level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika
individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu
dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya,
maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang
mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai
dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan
perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini
memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuan yang di rasakannya.
b. Kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau
pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang
lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak
mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu
tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan
pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan
langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
17
tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
c. Generalisasi (geneality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana
individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin
terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan
situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang
bervariasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Efficacy
Menurut Bandura (dalam Jess Feist & Feist, 2010) Self Efficacy dapat
ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat hal, yaitu:
a. Pengalaman Menguasai Sesuatu (Mastery Experience)
Pengalaman menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu. Secara
umum performa yang berhasil akan menaikan Self Efficacy individu,
sedangkan pengalaman pada kegagalan akan menurunkan. Setelah self
efficacy kuat dan berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak
negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi secara
sendirinya. Bahkan kegagalan-kegagalan tersebut dapat diatasi dengan
memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan hambatan yang
tersulit melalui usaha yang terus-menerus.
b. Modeling Sosial
Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan
yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan Self
Efficacy individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
18
sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan
penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan
mengurangi usaha yang dilakukannya.
c. Persuasi Sosial
Individu diarahkan berdasarkan saran, nasihat, dan bimbingan
sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-
kemampuan yang dimiliki dapat membantu tercapainya tujuan yang
diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan
berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Namun
pengaruh persuasi tidaklah terlalu besar, dikarenakan tidak memberikan
pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Pada
kondisi tertekan dan kegagalan yang terus-menerus, akan menurunkan
kapasitas pengaruh sugesti dan lenyap disaat mengalami kegagalan yang
tidak menyenangkan.
d. Kondisi Fisik dan Emosional
Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa, saat
seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat
stress yang tinggi, kemungkinan akan mempunyai ekspetasi efikasi yang
rendah. Tinggi rendahnya Efikasi Diri seseorang dalam tiap tugas sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang
berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Ada
beberapa yang mempengaruhi Efikasi Diri, antara lain: (Bandura, dalam
Anwar: 2009).
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
19
a. Budaya
Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai (value),
kepercayaan (beliefs), dan proses pengaturan diri (self-regulation
process) yang berfungsi sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga
sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy, bahwa
wanita memiliki efikasinya lebih tinggi dalam mengelola perannya.
Wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga
sebagai wanita karir akan memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan
dengan pria yang bekerja.
c. Sifat dari tugas yang dihadapi
Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh
individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap
kemampuan dirinya sendiri semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi
oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai
kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang
mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut
menilai kemampuannya.
d. Insentif eksternal
Faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy individu adalah
insentif yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor
yang dapat meningkatkan self efficacy adalah competent contingens
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
20
incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain yang
merefleksikan keberhasilan seseorang.
e. Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status lebih tinggi akan memperoleh derajat
kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimilikinya juga
tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status yang lebih rendah akan
memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya
juga rendah.
f. Informasi tentang kemampuan diri
Individu akan memiliki self efficacy tinggi, jika ia memperoleh
informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki
self efficacy yang rendah, jika ia memperoleh informasi negatif mengenai
dirinya.
B. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Cemas dalam bahasa latin “anxius” dan dalam Bahasa Jerman
“angst” kemudian menjadi “anxiety” yang berarti kecemasan, merupakan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap
utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal
(Hawari,2011).
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
21
Cemas merupakan perasaan tidak menyenangkan berupa ketegangan,
kegelisahan, dan ketidaknyamanan yang tidak dapat dijelaskan disertai
dengan gejala fisiologis dan psikologis. Kecemasan adalah emosi primer
dari emosi lain seperti kemarahan, rasa bersalah, rasa malu, dan kesedihan
yang dihasilkan. Kecemasan digambarkan dengan istilah seseorang yang
mondar-mandir dengan tangannya meremas-remas dan jantung berdebar
serta bernafas cepat (Gorman & Sultan,2008).
Menurut Suliswati (2005) kecemasan merupakan respon individu
terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua
mahkluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan
pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat di observasi secara
langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik.
Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau
identitas diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam
yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian dimasa
mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Stuart (2013), faktor yang mempengaruhi kecemasan
dibedakan menjadi 2, yaitu:
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
22
a. Faktor predisposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan:
1) Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id
memiliki dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan
Ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma-norma budaya seseorang. Fungsi kecemasan dalam ego adalah
mengingatkan ego bahwa adanya bahaya yang akan datang
(Stuart,2013).
2) Teori Interpersonal
Teori Interpersonal menjelaskan kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kecemasan. Individu
dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami kecemasan
(Stuart, 2013).
3) Teori perilaku
Teori perilaku menjelaskan kecemasan disebabkan oleh stimulus
lingkungan spesifik. Pola berpikir yang salah, atau tidak produktif
dapat menyebabkan perilaku maladaptive. Individu yang mengalami
cemas cenderung menilai lebih terhadap adanya bahaya dalam situasi
tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk mengatasi
ancaman (Stuart,2013).
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
23
4) Teori biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
yang dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan
dengan kecemasan. Kecemasan biasanya disertai dengan gangguan
fisik dan selajutnya menurunkan kemampuan individu untuk
mengatasi stressor.
b. Faktor presipitasi
1) Faktor Eksternal
a) Ancaman Integritas Fisik
Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap kebutuhan dasar
sehari-hari contohnya sakit, trauma fisik, kecelakaan.
b) Ancaman Sistem Diri
Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan,
dan perubahan status dan peran, tekanan kelompok, sosial budaya.
2) Faktor Internal
a) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan dibandingkan individu dengan
usia yang lebih tua (Kaplan & Sadock, 2007).
b) Stressor
Stressor merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi. Sifat
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
24
stressor dapat berubah secara tiba–tiba dan dapat mempengaruhi
seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme
koping seseorang. Contohnya semakin banyak stressor yang
dialami mahasiswa, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh
sehingga jika terjadi stressor yang kecil dapat mengakibatkan
reaksi berlebihan (Kaplan & Sadock, 2007).
c) Jenis kelamin
Kecemasan lebih sering dialami wanita daripada pria. Wanita
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan pria.
Hal ini dikarenakan bahwa wanita lebih peka dengan emosinya,
yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya (Kaplan
& Sadock, 2007).
d) Pendidikan
Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin
mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru.
Kemampuan analisis akan mempermudah individu dalam
menguraikan masalah baru (Kaplan & Sadock, 2007).
Menurut Lallo, et al., (2013) faktor pendidikan yang
mempengaruhi kelulusan mahasiswa saat menghadapi ujian OSCE
yaitu kemampuan mahasiswa. Kemampuan tersebut biasanya
dikenal dengan Intelligence Quotient (IQ) atau disebut juga tingkat
kepintaran mahasiswa. Hal yang dapat mempengaruhi tingkat
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
25
kepintaran mahasiswa adalah persiapan mahasiswa tentang
pemahaman materi dan kemampuan skill yang didapat sebelum
menghadapi ujian. Jika persiapan yang dilakukan mahasiswa baik
maka hasil ujian yang akan diperoleh akan baik.
3. Respon Kecemasan
Menurut Stuart (2013) dampak yang dialami individu ketika
mengalami kecemasan akan menyebabkan beberapa respon tubuh yaitu:
a. Respon Fisiologis
1. Sistem Pernapasan: napas cepat, sesak napas, napas dangkal ,
terengah-engah.
2. Sistem Gastrointestinal: hilangnya nafsu makan, perut tidak nyaman,
diare, mual.
3. Sistem Integument: wajah pucat, tubuh berkeringat, wajah kemerahan,
telapak tangan berkeringat.
4. Sistem Kardiovaskuler: tekanan darah meningkat, jantung berdebar-
debar, detak jantung meningkat.
5. Sistem Neuromuskuler: reaksi terkejut, insomnia, tremor, gelisah,
gugup, wajah tegang.
6. Sistem Saluran Perkemihan: tidak dapat menahan kencing, sering
kencing.
b. Respon Perilaku
Respon perilaku biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti:
gelisah, ketegangan fisik, gugup, menarik diri, menghindar, reaksi
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
26
terkejut, bicara cepat, mondar-mandir.
c. Respon Kognitif
Respon kognitif biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti:
tidak fokus, perhatian terganggu sulit konsentrasi, menjadi pelupa, sulit
berfikir, kreatifitas menurun, bingung, sulit memberikan penilaian.
d. Respon Afektif
Respon afektif biasanya menunjukan tanda dan gejala seperti:
khawatir, waspada, mudah cepat marah, gelisah, tegang, ketakutan, fokus
pada diri sendiri, tidak sabar, mudah terganggu.
4. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2013) tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Tanda dan gejala pada
kecemasan ringan seperti: kelelahan, lapang persepsi meningkat,
kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah
laku sesuai situasi.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memfokuskan hal yang penting
dan mengesampingkan hal yang lain. Sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27
terarah. Tanda dan gejala pada kecemasan sedang seperti: kelelahan
meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernafasan meningkat,
ketenangan otot meningkat, berbicara cepat dengan volume tinggi, lahan
persepsi menyempit, mampu belajar namun tidak optimal, konsentrasi
menurun, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan
menangis.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang. Seseorang
cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak
dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku di tujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan pengarahan untuk
dapat memusatkan pada satu area lain. Tanda dan gejala kecemasan berat
seperti: sakit kepala, denyut jantung meningkat, insomnia, sering
kencing/diare, lahan persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara
efektif, berfokus pada dirinya sendiri, perasaan tidak berdaya, bingung,
disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan ketakutan akan suatu hal di tandai
dengan kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak dapat
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan dari orang lain. Panik
terjadi karena peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Tanda dan gejala panik seperti:
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
28
susah bernapas, pucat, dilatasi pupil, pembicaraan inkoheren, berteriak,
menjerit, mengalami halusinasi.
Gambar 2.1 rentang respon kecemasan
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Gambar 2.1
Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan
maladaptif. Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat
membangun (kontruktif) dalam menghadapi kecemasan berupa
antisipasi. Respon maladaptif merupakan koping yang bersifat merusak
(destruktif). Seperti individu menghindar dari orang lain atau mengurung
diri dan tidak mau mengurus diri (Stuart,2013).
5. Gejala Kecemasan
Menurut Townsend (2008) kecemasan mempunyai dua gejala antara
lain:
a. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis kecemasan seperti gelisah, perhatian yang
berlebihan, perasaan cemas, khawatir yang berlebihan, berkeringat,
respon terkejut yang berlebihan, insomnia, pengulangan kata, mimpi
Adaptif Maladaptif
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
29
buruk, mudah tersinggung, sering marah-marah.
b. Gejala Psikologis
Sedangkan, gejala psikologis biasanya di tandai dengan tegang,
gelisah, khawatir, gugup, gemetar, kesulitan berkonsentrasi dan perasaan
tidak menentu (Hawari, 2011).
6. Alat Ukur Kecemasan
Alat ukur kecemasan dalam penelitian ini menggunakan Nursing
Skills Test Anxiety Scale (NSTAS) yang pernah digunakan untuk mengukur
kecemasan pada mahasiswa tahun pertama dari Department of Nursing,
College of Nursing, National Taipei University of Nursing andHealth
Sciences Taiwan saat menghadapi ujian skills lab. Nursing Skills Test
Anxiety Scale terdiri dari 4 pilihan pertanyaan yang mengarah ke kecemasan
dengan menggunakan skala likert. Setiap pertanyaan memiliki penilaian 1:
sangat tidak setuju, 2: tidak setuju, 3: setuju dan 4: sangat setuju (Yang, et
al.,2014).
7. Penatalaksanaan Kecemasan
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat
ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, dan berbagai
antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005).
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
30
b. Penatalaksanaan non farmakologi
1) Relaksasi
Lin (2004) dalam Siahaan (2013), menjelaskan untuk mengatasi
kecemasan dapat digunakan teknik relaksasi yaitu relaksasi dengan
melakukan pijat/pijatan pada bagian tubuh tertentu dalam beberapa
kali akan membuat peraaan lebih tenang, mendengarkan musik yang
menenangkan, dan menulis catatan harian. Selain itu, terapi relaksasi
lain yang dilakukan dapat berupa meditasi, relaksasi imajinasi dan
visualisasi serta relaksasi progresif (Isaacs, 2005).
2) Distraksi
Potter & Perry (2006), menjelaskan distraksi merupakan metode untuk
menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada
hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.
Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan
endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan
lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak. Salah satu
distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual
(membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat
menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan,
detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
31
pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik
menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam
dan metabolisme yang lebih baik.
3) Humor
Kemampuan untuk menyerap hal-hal lucu dan tertawa melenyapkan
stress. Hipotesis fisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan
endorfin ke dalam sirkulasi dan perasaan stres dilenyapkan (Potter &
Perry, 2006).
4) Terapi spiritual
Aktivitas spiritual dapat juga mempunyai efek positif dalam
menurunkan stress. Praktek seperti berdoa, meditasi atau membaca
bahan bacaan keagamaan dapat meningkatkan kemapuan beradaptasi
terhadap gangguan stressor yang dialami (Potter & Perry, 2006).
5) Self Efficacy
Mahasiswa dengan kepercayaan diri tinggi cenderung memiliki
kecemasan menghadapi ujian yang rendah. Sebaliknya mahasiswa
dengan kepercayaan diri rendah cenderung memiliki kecemasan
menghadapi ujian yang lebih tinggi, Rahayu (2013).
6) Aromaterapi
Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak essensial yang
dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan
psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, nyeri,
dan sebagainya (Watt, Gillian, & Janca2008).
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
32
C. Objective Structure Clinical Examination (OSCE)
1. Gambaran OSCE
Objective Structure Clinical Examination (OSCE) adalah pemeriksaan
yang sering digunakan dalam ilmu kesehatan untuk menguji kinerja
keterampilan klinis dan kompetensi dalam keterampilan seperti komunikasi,
pemeriksaan klinis, prosedur medis, menulis resep, teknik pemeriksaan, dan
interpretasi hasil pemeriksaan. Ujian OSCE pertama kali diperkenalkan oleh
Dr Ronald Harden pada tahun 1975 sebagai sarana untuk menilai
keterampilan klinis mahasiswa kedokteran (Senany.A & Saif.A, 2012).
Meskipun OSCE berkembang dari pendidikan kedokteran tetapi telah
digunakan secara luas di dunia keperawatan dan institusi kesehatan lainnya
(Shadia, et al.,2010).
Ujian OSCE digunakan untuk mengevaluasi keterampilan klinis, sikap
dan perilaku standar yang digunakan oleh praktisi dalam perawatan pasien,
(Ahmed, 2009). Selain itu, ujian OSCE telah didukung sebagai metode yang
tepat dalam mengevaluasi keperawatan keterampilan klinis karena berbagai
keuntungan seperti, meningkatkan kinerja klinis mahasiswa,
mempersiapkan lulusan yang berkualitas dan kompeten, meningkatkan
pengambilan keputusan kemampuan, dan meningkatkan tingkat pengajaran
(El Darir & Abd El Hamid,2013).
2. Tujuan OSCE
Menurut Buku Panduan Penyelenggaraan ujian OSCE Pendidikan
DIII Keperawatan dan Ners (2013). Tujuan ujian OSCE yaitu:
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
33
a. Menyeleksi perawat level professional dan vokasional yang kompeten,
b. Menciptakan sistem ujian yang obyektif dan terstandar secara
nasional,
c. Melengkapi metode ujian kompetensi dari aspek psikomotor dan
afektif
3. Pelaksanaan dan Situasi OSCE
Tata cara pelaksanaan OSCE setiap mahasiswa memasuki ruangan
yang sudah ditentukan. Setiap ruangan mahasiswa diberikan waktu 5-10
menit (McCluskey, 2008). Masing-masing ruangan sudah ada dosen sebagai
penguji, pasien simulasi, alat-alat medis dan check list penilaian (Su, et al.,
2005). Ruangan ujian harus sesuai dengan kompetensi yang akan diujikan,
termasuk pencahayaan dalam ruangan, alat medis dan meja pemeriksaan
disesuaikan dengan penilaian keterampilan (James, 2001).
Keterampilan mahasiswa akan diuji di setiap ruangan dalam
menghadapi suatu kasus. Kasus tersebut berbentuk lembaran kertas yang
berisikan soal, dan mahasiswa memilih salah satu kasus dari lembaran
tersebut. Beberapa kasus sering melibatkan pasien simulasi yang sudah
berpengalaman dan terlatih yang nantinya akan memperagakan isi kasus
tersebut (Brannick, et al., 2011). Kasus bertujuan untuk menilai kemampuan
menafsirkan informasi dan berpikir kritis pada mahasiswa yang mengikuti
ujian. Pertanyaan pada kasus ujian berhubungan dengan pemeriksaan
diagnostik, rencana diagnostik dan manajemen dalam pengobatan pasien
(Junger, et al., 2005). Penilaian ujian OSCE ini berdasar check list yang
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
34
dilakukan oleh penguji (Brannick, et al., 2011). Check list tersebut berisi
tentang prosedur tindakan medis dan non medis yang akan dilakukan oleh
mahasiswa keperawatan dalam menghadapi suatu kasus yang akan di ujikan
(Bartfay, et al., 2004). Setiap akhir periode ditunjukkan dengan suara bel, di
saat itu juga mahasiswa harus menyelesaikan ujian dan berganti ke ruang
berikutnya. Mahasiswa yang nilainya kurang baik diharapkan untuk
mengikuti ujian ulang ,ujian ulang bertujuan untuk memperbaiki nilai yang
kurang dan materi yang gagal (White, et al., 2009).
D. Mahasiswa
1. Pengertian
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu
ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu
bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan
sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia
Online, kbbi.web.id)
Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai
individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan
dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
35
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat
pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling
melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang
usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja
akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas
perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup
(Yusuf, 2012).
2. Kecemasan Mahasiswa
Mahasiswa adalah kaum akademis yang berintelektual terdidik dengan
segala potensi yang memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam
lingkungan. Mahasiswa sebagai agent of change yaitu sebagai agen
pembawa perubahan dan menjadi orang yang dapat memberikan solusi bagi
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Oleh sebab itu, mahasiswa
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengemban tugas untuk
menjadi orang yang aktif dalam segala hal baik akademisi maupun
organisasi (Ohorela,2011).
Mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18
sampai 25 tahun (Monks, et al., 2001). Tahap ini dapat digolongkan pada
masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi
perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa yaitu pemantapan
pendirian hidup (Yusuf, 2012).
Selama menjalani pendidikan mahasiswa diharuskan mengikuti
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
36
perkuliahan, praktikum, tutorial dan ujian. Ujian adalah kegiatan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan mahasiswa dalam proses
pembelajaran selama mengikuti perkuliahan (Arikunto & Jabar, 2009).
Tingkat keberhasilan dilihat dari penilaian dari ujian kognitif dan ujian
psikomotor. Ujian psikomotor salah satunya adalah ujian OSCE, OSCE
merupakan ujian keterampilan klinis yang terdiri dari serangkaian simulasi
yang digunakan untuk menilai keterampilan klinis dalam diagnosis dan
penatalaksanaan (Varkey, et al., 2008). Sebagian mahasiswa yang sudah
pernah mengikuti ujian OSCE, mereka mengatakan cemas.
Menurut Yang, et al., (2014) penyebab kecemasan dalam
melaksanakan ujian skill keperawatan yaitu standar kelulusan dalam tes
keterampilan keperawatan (OSCE), cara yang tidak memadahi dalam
bimbingan tes keterampilan (OSCE), keefektifan dari keterampilan (OSCE),
sikap guru yang menguji tes keterampilan (OSCE), situasi selama tes
keterampilan keperawatan (OSCE) dan tes keterampilan keperawatan
(OSCE). Kecemasan sering memunculkan respon multisistem dalam
menghadapi situasi yang mengancam, yang berpengaruh pada respon fisik,
emosional, dan kognisi. Respon tersebut saling berkaitan dengan sistem
simpatis dan parasimpatis yang akan menyebabkan mahasiswa tidak fokus,
gugup, gelisah, tegang dan denyut jantung menjadi meningkat.
Meningkatnya denyut jantung menggambarkan kegagalan dan kecemasan
mahasiswa dalam melaksanakan ujian, sehingga akan mempengaruhi hasil
ujian OSCE (Prato, 2009)
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
37
E. KerangkaTeori
Gambar 2.2 kerangka teori
Sumber: Modifikasi dari beberapa Referensi: Anwar (2009), Potter (2006),
Rahayu (2013), Stuart (2013), Watt (2008).
Tingkat Kecemasan
1. Kecemasan ringan
2. Kecemasan sedang
3. Kecemasan berat
4. Panik
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kecemasan
1. Faktor predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
2. Teori Interpersonal
3. Teori perilaku
4. Teori bilologis
2. Faktor presipitasi
a. Faktor Eksternal
1) Ancaman Integritas Fisik
2) Ancaman Sistem Diri
b. Faktor Internal
1) Usia
2) Stressor
3) Jeniskelamin
4) Pendidikan
Kecemasan
menghadapi OSCE
Penatalaksanaan Kecemasan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
2. Penatalaksanaan non farmakologi a. Relaksasi
b. Distraksi
c. Humor
d. Terapi spiritual
e. Self Efficacy
f. Aromaterapi
Self Efficacy
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
38
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 kerangka konsep
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha: Ada hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan menghadapi
OSCE pada mahasiswa D3 Keperawatan semester 4 FIKES UMP.
Ho: Tidak ada hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan
menghadapi OSCE pada mahasiswa D3 Keperawatan semester 4 FIKES
UMP.
Variabel Bebas
self efficacy
Variabel Terikat
Tingkat kecemasan menghadapi OSCE pada
mahasiswa D3 keperawatan semester 4
FIKES UMP
Hubungan Self Efficacy..., Ika Rizky Agustin Yodyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018