tugas-kegagalan fisika klasik

25
Tugas Mekanika Kuantum KEGAGALAN FISIKA KLASIK MUHAMMAD NUR SAPUTRA 12B08010 KELAS A JURUSAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA

Upload: syamsuriwal

Post on 13-Feb-2015

373 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Tugas Mekanika Kuantum

KEGAGALAN FISIKA KLASIK

MUHAMMAD NUR SAPUTRA12B08010KELAS A

JURUSAN FISIKAPROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2013

Page 2: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

KEGAGALAN FISIKA KLASIK

Fisika klasik, yakni fisika sebelum abad keduapuluh, didominasi oleh

mekanika Newton dan elektromagnetika klasik yang digambarkan oleh persamaan

Maxwell. Hal ini tidak mengherankan karena gejala-gejala alamiah yang teramati

oleh manusia pada waktu itu dapat dijelaskankan secara memuaskan dan

diprediksi (diramalkan) secara akurat oleh kedua teori itu. Keteraturan gerakan

planet-planet mengelilingi pusat suatu tatasurya (matahari untuk sistem tata surya

kita) dirumuskan secara empiris oleh Kepler melalui hukum-hukumnya. Ketiga

hukum Kepler itu dibangun dengan berdasarkan pada data-data yang telah

dikumpulkan oleh Brahe. Hukum-hukum Kepler itu ternyata secara mendasar

dapat dijelaskan oleh hukum Newton tentang gerak dan gravitasi. Ketiga hukum

Kepler itu berhasil diturunkan dari hukum-hukum Newton. Sementara itu, gejala-

gejala alamiah seperti pemantulan dan pembiasan cahaya, defraksi (pelenturan)

cahaya, interferensi cahaya, polarisasi cahaya dan lain sebagainya dapat dijelaskan

dengan baik oleh elektromagnetika klasik berdasarkan keyakinan bahwa cahaya

sesungguhnya merupakan gelombang elektromagnetik. Keyakinan manusia akan

kebenaran kedua teori tersebut meningkatkan status kedua teori itu menjadi

hukum-hukum dasar ilmu fisika, lalu membangun anggapan bahwa semua gejala-

gejala alami sudah semestinya dapat dijelaskan berdasarkan kedua teori itu. Lalu,

benarkah anggapan semacam itu? Sejarah mencatat kejadian yang lain.

Keyakinan kita bahwa fisika klasik (mekanika Newton dan

elektromagnetika Maxwell) dapat menjelaskan semua gejala alamiah itu agaknya

mulai menyusut ketika para eksperimentator berhasil mencapai kemampuan yang

mengagumkan dalam menjelajahi dunia mikroskopis, sehingga mampu

mendapatkan data-data baru dalam ranah itu. Mereka banyak menyadari adanya

gejala-gejala alamiah yang sukar bahkan sama sekali tidak dapat dijelaskan oleh

kedua teori klasik itu. Beberapa eksperimen memaksa orang mulai ragu terhadap

kebenaran mekanika Newton. Beberapa yang lain membawa kita kepada

kesangsian akan elektromagnetik klasik.

Page 3: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Melalui makalah ini kita akan gejala-gejala yang tidak dapat dijelaskan

oleh fisika klasik, dan melahirkan fisika kuantum.

1. Radiasi Termal, Hukum Stefan dan Pergeseran Wien

Gejala alamiah paling awal yang gagal dijelaskan oleh elektromagnetika klasik

adalah radiasi termal. Radiasi, seperti telah anda ketahui, adalah pemindahan

tenaga melalui pancaran gelombang elektromagnetik. Jadi, radiasi termal

adalah pemancaran gelombang elektromagnetik oleh suatu benda semata-mata

karena suhunya. Semakin tinggi temperatur benda itu semakin banyak tenaga

yang dipancarkan dalam bentuk radiasi. Untuk benda-benda yang memiliki

temperatur kurang dari kira-kira 700° C, radiasi cahaya tampak (yaitu

gelombang elektromagnetik pada daerah panjang gelombang 4000 Å < λ <

7000 Å) sebegitu lemahnya sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Radiasi pada panjang gelombang tersebut baru dapat dilihat dengan mata

telanjang pada temperatur di atas 700° C. Pada saat itu benda yang

bersangkutan berpijar. Spektrum pancarannya bersifat kontinyu (malar) dan

semua padatan menampakkan kecenderungan untuk mempunyai spektrum

pancaran yang sama pada suhu yang sama. Semuanya mendekati spektrum

pancaran benda hitam sempurna.

Page 4: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Gambar 6.1 memperlihatkan susunan peralatan guna mengukur spektrum

radiasi termal. Benda bersuhu T1 yang akan diukur spektrumnya diletakkan

dibelakang kolimator. Benda itu memancarkan radiasi elektromagnetik ke segala

arah. Adanya kolimator memungkinkan kita hanya memilih pancaran-pancaran ke

arah tertentu saja. Radiasi yang berhasil melalui kolimator kemudian dilewatkan

prisma atau peranti-peranti dispersif (pengurai) yang lain. Radiasi-radiasi dengan

panjang gelombang berbeda akan terlihat pada sudut θ yang berbeda. Oleh karena

itu dengan menggerakkan detektor dari satu sudut ke sudut yang lain kita dapat

mengukur intensitas pada masing-masing sudut, yakni intensitas masing-masing

panjang gelombang yang bersesuaian dengan sudut-sudut itu. Tetapi penampang

detektor bukanlah titik geometris, sehingga yang terukur bukan intensitas radiasi

pada sudut tunggal, melainkan intensitas radiasi pada selang sudut dθ di sekitar θ,

yakni bersesuaian dengan intensitas radiasi pada selang panjang gelombang dλ di

sekitar λ. Besaran yang terukur ini disebut rapat intensitas radiasi atau

intensitas radiasi spektral dan dilambangkan dengan Iλ. Hasil-hasil pengukuran

itu kemudian diplot sebagaimana grafik yang ditunjukkan pada gambar 6.2 untuk

dua suhu yang berbeda T2 > T1.

Dari hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan didapatkan bahwa

intensitas radiasi keseluruhan yang dipancarkan oleh sebuah benda, yakni

intensitas radiasi yang menyangkut keseluruhan panjang gelombang berbanding

lurus dengan pangkat empat dari suhu mutlak benda. Jika W(T) intensitas radiasi

keseluruhan yang dimaksud, maka

Page 5: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

W (T )=eσ T 4

dengan σ dikenal sebagai tetapan Stefan-Bolztmann yang besarnya 5,6703 × 10-

8 watt/m2.K4 dan e adalah emisivitas yang nilainya antara 0 sampai 1. Emisivitas

tergantung dari sifat-sifat permukaan benda yang ditinjau. Persamaan di atas

dikenal sebagai hukum Stefan. W(T) tidak lain adalah luas wilayah di bawah

kurva Iλ pada suhu T.

Pada grafik terlihat puncak-puncak kurva rapat intensitas. Puncak-puncak

itu bertepatan dengan panjang gelombang λmak.. Jadi, yang dimaksud dengan λmak.

adalah panjang gelombang yang dimiliki oleh komponen radiasi dengan intensitas

paling tinggi. Oleh karena itu, λmak.bukanlah panjang gelombang maksimum. Pada

grafik tampak bahwa semakin tinggi suhu benda, semakin kekiri puncaknya. Hal

ini bersesuaian dengan pergeseran λmak. Wien menemukan kaitan antara

pergeseran λmak. dengan suhu benda. Hukum pergeseran Wien diungkapkan

melalui persamaan

λmak=2,898 x1 0−3m . K

T

2. Radiasi Benda Hitam

Benda hitam sempurna (selanjutnya sebut saja benda hitam) ialah sesuatu

yang menyerap radiasi pada semua panjang gelombang. Berapapun panjang

gelombangnya, bila suatu radiasi mengenai benda hitam, maka radiasi itu akan

diserap. Dengan kata lain benda hitam adalah benda yang koefisien pantulannya

nol untuk semua panjang gelombang. Dari eksperimen diperoleh kenyataan bahwa

selain sebagai penyerap yang baik, benda hitam merupakan pemancar radiasi yang

baik pula. Salah satu contoh benda hitam adalah matahari kita (dan tentu saja

adalah bintang-bintang lain di jagad raya ini). Contoh lain yang cukup memadai

untuk benda hitam ialah lubang kecil pada suatu rongga. Semua radiasi yang jatuh

pada lubang itu tidak lagi dapat keluar melalui lubang itu. Hal ini sebagai akibat

terjadinya pantulan berulang-kali yang menyusutkan intensitas radiasi itu hingga

pudar sama sekali. Bila benda berongga itu dipanasi sampai berpijar, maka justru

lobang itulah yang paling terang.

Page 6: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Sifat-sifat permukaan suatu benda, seperti telah disinggung di depan, ikut

berpengaruh pada intensitas spektral radiasi yang dipancarkan oleh benda itu.

Lebih jauh sifat permukaan ini termasuk kemampuan memantulkan radiasi, warna

permukaan dan lain sebagainya. Jadi, intensitas radiasi keseluruhan semata-mata

bukan hanya tergantung dari suhu benda itu. Sifat-sifat permukaan benda ini pada

hukum Stefan dicerminkan oleh emisivitas benda. Tetapi pada benda hitam, sifat-

sifat itu lenyap sama sekali sehingga intensitas radiasi keseluruhan hanya

tergantung pada suhu permukaan benda hitam. Benda hitam dari bahan apapun

akan memiliki intensitas radiasi keseluruhan yang sama asalkan suhu

permukaanya sama. Hukum Stefan untuk benda hitam diberikan oleh

W (T )=σ T 4

Keistimewaan inilah yang kemudian menjadikan benda hitam sebagai acuan

dalam kajian tentang radiasi termal. Intensitas spektral benda hitam hasil

eksperimen untuk berbagai suhu diperlihatkan pada grafik di bawah

Grafik selanjutnya menyajikan ketidakcocokan antara penjelasan yang

diberikan oleh fisika klasik dengan hasil eksperimen. Pada grafik itu, lingkaran-

lingkaran kecil merupakan hasil eksperimen. Untuk menjelaskan spektrum radiasi

benda hitam secara klasik, mula-mula radiasi benda hitam dipandang sebagai

sekumpulan getaran elektromagnetik yang berada pada keseimbangan panas

dengan lingkungannya. Secara klasik, masing-masing getaran mempunyai tenaga

Page 7: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

sebesar (1/2)kT. Perhitungan selanjutnya menghasilkan rumus untuk intensitas

radiasi persatuan panjang gelombang IλRJ sebagai berikut

I λRJ=2 πckT

λ4

Persamaan di atas diturunkan pertama kali oleh Rayleigh dan Jeans

sehingga dikenal sebagai rumus Rayleigh-Jeans. Dengan adanya faktor λ−4 pada

persamaan di atas, maka kita mendapatkan masalah yang cukup pelik, yakni

munculnya ketakterhinggaan (singularitas) saat λ mengecil. Masalah ini dikenal

sebagai bencana ultraungu. Mengapa disebut bencana ultra ungu? Hal ini mudah

dipahami mengingat daya total yang diradiasikan oleh benda hitam persatuan luas

adalah

∫0

I λRJ dλ=2πckT∫

0

∞dλλ4 =luas daerahdi bawah kurva I λ

RJ

Nilai integral ini menuju ke tak terhingga. Kalau hal ini benar, tentulah

terjadi kerusakan hebat akibat adanya radiasi gelombang pendek. Itulah sebabnya

sebutan “bencana ultraviolet”. Tetapi kenyataannya tidak.

Terhadap kesulitan ini, Max Planck mengajukan gagasan yang dianggap

cukup radikal kala itu, yaitu gagasan kuantisasi tenaga yang dimiliki oleh getaran-

getaran elektromagnetik. Maksudnya, suatu getaran elektromagnetik tidak boleh

memiliki sembarang nilai tenaga, tetapi tenaga getaran merupakan kelipatan bulat

dari paket atau catu tenaga (kuanta tenaga) senilai hν , dengan tetapan Planck

senilai 6,63 × 10-34 J.dt dan ν adalah frekuensi getaran. Jadi, tenaga osilator terkait

Page 8: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

dengan frekuensinya hal yang tidak benar menurut teori klasik (sebagaimana kita

ketahui, secara klasik, tenaga suatu getaran tergantung pada amplitudonya).

Tenaga getaran juga bukan (1/2)kT sebagaimana yang dipakai dalam analisa

secara klasik, melainkan (n bilangan bulat). Berdasarkan gagasan ini, dengan cara

perhitungan yang sama, Planck mendapatkan hasil yang menakjubkan. Menurut

Planck intensitas radiasi persatuan panjang gelombang diberikan oleh

I λ=2π c2 h

λ5

1

exp( hcλkT )−1

3. Efek Fotolistrik

Efek Fotolistik adalah satu dari gejala lepasnya elektron dari permukaan suatu

benda. Bila seberkas cahaya (yang memenuhi syarat tertentu) jatuh pada

permukaan suatu benda maka elektron-elektron pada permukaan benda itu akan

terbebaskan dari ikatannya sehingga elektron-elektron tersebut terlepas. Begitulah

efek fotolistik. Skema eksperimen efek fotolistik diperlihatkan oleh gambar di

bawah.

Pada lempeng anoda (A) dijatuhkan seberkas cahaya. Jika berkas cahaya ini

memenuhi syarat, maka akan terjadi pelepasan elektron-elektron dari permukaan

anoda itu. Elektron elektron yang terlepas dari anoda itu mempunyai tenaga

kinetik sehingga berhamburan keberbagai arah. Elektron-elektron tersebut ada

Page 9: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

yang sampai di katoda (K) apabila mampu mengatasi beda potensial yang

dipasang antara katoda dan anoda. Jatuhnya elektron-elektron pada permukaan

katoda menyebabkan terjadinya arus yang dapat dibaca pada Ampermeter. Arus

ini disebut fotoarus if. Beda potensial antara anoda A dan katoda diatur dengan

potensiometer P. Dengan mengatur P kita dapat mengusahakan agar tidak ada

elektron yang mampu mencapai katoda K.

Berikut adalah beberapa gejala yang teramati :

a) Arus if mengalir hampir sesaat setelah cahaya yang memenuhi “syarat”

dijatuhkan padampada permukaan anoda A, walaupun intensitas cahaya itu

cukup rendah (10−10 W/m2). Dibutuhkan waktu tidak lebih dari 10−9 detik

untuk melepaskan elektron dari saat pertama kali cahaya dijatuhkan.

b) Untuk frekuensi cahaya v dan potensial V yang dipasang tetap pada suatu

nilai, arus if berbanding lurus dengan intensitas I.

c) Untuk frekuensi v dan intensitas I yang dibuat tetap, arus if berkurang

dengan naiknya potensial V dan akhirnya mencapai nol pada saat V sama

dengan V0. Potensial V0 disebut potensial penghenti dan nilainya sama

untuk semua nilai intensitas I, Jadi V0 tidak tergantung pada intensitas

cahaya yang dipakai.

Page 10: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

d) Untuk sembarang bahan anoda, potensial V0 tergantung pada frekuensi

sinar yang dijatuhkan pada anoda. Terdapat frekuensi batas (ambang),

katakanlah vo, agar efek fotolistrik terjadi. Bila sinar yang dijatuhkan pada

anoda memiliki frekuensi yang nilainya di bawah frekuensi ini, maka efek

fotolistrik tidak dapat berlangsung. Lalu, bila sinar yang dipakai diganti

dengan yang berfrekuensi di atas frekuensi vo , maka efek fotolistrik dapat

berlangsung. Frekuensi vo tergantung pada jenis zat (logam) yang dipakai

untuk anoda.

Penjelasan fisika klasik :

Fisika klasik memandang cahaya sebagai gelombang elektromagnetik.

Tenaganya bersifat kontinyu dan tidak tergantung pada frekuensinya. Menurut

teori klasik, intensitas adalah energi cahaya yang jatuh pada suatu permukaan

seluas satu satuan tiap satu satuan waktu. Jadi, semakin lama sinar dijatuhkan

pada permukaan anoda semakin banyak pula energi yang diterima oleh elektron-

elektron di permukaan anoda itu.

Tentang fenomena (a), teori klasik gagal memberi penjelasan. Perhitungan

secara klasik meramalkan bahwa dengan seberkas sinar berintensitas 10−10 W/m2

tidak mungkin terjadi bila waktu penyinaran kurang dari 10-9 detik. Hal ini secara

klasik disebabkan elektron membutuhkan waktu untuk mengumpulkan energi

yang dibawa oleh cahaya. Padahal secara klasik energi yang dibawa oleh cahaya

Page 11: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

berbanding lurus dengan intensitasnya. Oleh karena itu bila intensitas cahaya

rendah, maka butuh waktu yang lama untuk mendapatkan energi yang cukup.

Tentang fenomena (b), teori klasik menjelaskan bahwa semakin tinggi

intensitas sinar yang dipakai semakin banyak energi yang diterima oleh

permukaan anoda sehingga semakin banyak elektron yang dilepaskan olehnya.

Semakin banyak elektron yang dilepaskan, semakin besar pula arus if yang

mengalir. Penjelasan ini mudah sekali dan bisa diterima.

Tentang fenomena (c) teori klasik tidak mampu memberi penjelasan

mengapa untuk intensitas yang berbeda diperlukan tegangan V0 yang sama guna

menghentikan mengalirnya elektron dari anoda ke katoda?. Logikanya, secara

klasik, semakin tinggi intensitas semakin besar energi yang diterima oleh

elektron-elektron. Semakin banyak energi elektron-elektron itu semakin tinggi

potensial yang diperlukan untuk menghentikan arus elektron itu. Namun,

kenyataannya tidak : intensitas berapapun memerlukan potensial penghenti yang

sama, yakni V0.

Tentang fenomena (d), jelas sekali bahwa teori klasik menentangnya,

karena secara klasik tenaga cahaya tidak tergantung dari frekuensi melainkan

amplitudo.

Penjelasan fisika kuantum :

Teori kuantum memandang cahaya sebagai semburan paket-paket atau

partikel-partikel yang disebut foton. Tenaga tiap foton sebesar h. Intensitas

berbading lurus dengan jumlah foton yang jatuh pada suatu permukaan seluas satu

satuan secara tegak lurus tiap satu satuan waktu. Tepatnya,

Intensitas = I = nh

dengan n adalah jumlah foton yang jatuh secara tegak lurus pada permukaan

seluas satu satuan tiap satu satuan waktu. Bila sebuah foton menabrak elektron di

permukaan anoda, maka terjadi pengalihan tenaga foton kepada elektron. Tenaga

ini dipergunakan untuk melepaskan ikatan elektron itu dengan permukaan anoda.

Jika tenaga tersebut kurang dari tenaga ikat elektron dengan permukaan anoda,

maka elektron itu tidak dapat lepas. Efek fotolistrik terjadi bila tenaga yang

diterima elektron itu cukup untuk mengatasi tenaga ikatnya dengan permukaan

Page 12: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

anoda. Fraksi (bagian) tenaga yang digunakan untuk mengatasi ikatan elektron itu

disebut fungsi kerja . Fungsi kerja tergantung pada jenis logam anoda. Fungsi

kerja terkait dengan frekuensi ambang vo melalui

= h

Sisa tenaga setelah digunakan untuk mengatasi ikatan merupakan tenaga kinetik

maksimum elektron. Jadi, bila sebuah foton berfrekuensi ν menyerahkan

tenaganya sebesar hν kepada elektron, maka

hν=Φ+Energi kinetik maksimum

¿h νo+12

m νmak2

Tentang fenomena (a), teori kuantum menjelaskan bahwa karena tenaga

yang diterima elektron tidak tergantung lama penyinaran tetapi tergantung pada

frekuensi foton, maka tidaklah diperlukan waktu yang cukup lama untuk

menimbulkan efek fotolistrik asalkan frekuensi cahaya melebihi vo.

Tentang fenomena (b), dengan mudah dapat dijelaskan oleh teori kuantum.

Intensitas berbanding lurus dengan jumlah foton. Tiap foton melepaskan satu

elektron. Semakin banyak jumlah foton yang jatuh pada permukaan anoda,

semakin banyak elektron yang lepas. Dengan kata lain semakin tinggi intensitas

cahaya semakin besar arus yang mengalir.

Tentang fenomena (c), dijelaskan bahwa tenaga kinetik maksimum

elektron tergantung pada frekuensi cahaya (foton) dan tidak tergantung pada

intensitas cahaya, maka sangat layak bila potensial V0 bernilai sama untuk

berbagai intensitas pada frekuensi yang sama. Tentang fenomena (d), dengan

sendirinya telah jelas.

4. Efek Compton

Page 13: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Efek Fotolistik adalah salah satu eksperimen yang mendukung teori

korpuskuler tentang cahaya. Teori ini mengatakan bahwa cahaya merupakan

semburan butiran-butiran yang sangat kecil. Efek fotolistrik menandai bangkitnya

teori tersebut yang pada abad sebelumnya tergusur oleh teori undulasi Huygens

dan kawan-kawan. Bangkitnya teori korpuskuler ini juga ditandai oleh eksperimen

yang dilakukan oleh Compton pada tahun 1923 yang selanjutnya dikenal sebagai

effek Compton. Eksperiemn Compton termasuk eksperimen yang disebut

eksperimen hamburan, yakni jenis eksperimen yang memegang peranan penting

dalam ilmu fisika. Skema effek Compton tersaji pada Gambar di bawah.

Pada gambar di atas, terlihat sebuah foton dengan tenaga ε1

bermomentumkan k1 menabrak elektron diam bermassa me. Foton tersebut

terhambur dan elektronnya terpental. Foton yang terhambur ditangkap dengan

detektor D dan diukur panjang gelombangnya (juga frekuensinya). Secara klasik,

panjang gelombang foton setelah terhambur sama dengan panjang gelombang

foton sebelum terhambur. Sedang menurut teori kuantum, foton terhambur

mempunyai panjang gelombang yang berbeda dengan foton sebelum hamburan

tergantung dari sudut hamburannya. Pada gambar itu, foton terhambur dan

elektron terpental masing-masing memiliki (momentum, tenaga) berturut-turut

(k2, ε2) dan (p2, E2). Secara kuantum berlaku ε1 = hν1, k1 = h/λ1, k2 = hλ2, dan k2 =

h/λ2. Setelah melalui perhitungan yang tidak begitu panjang, diperoleh bahwa

λ2−λ1=h

me c(1−cosθ)

dengan θ adalah sudut hambur foton. Tetapan

λc=h

me c

Page 14: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

disebut panjang gelombang Compton. Gambar selanjutnya memperlihatkan hasil

eksperimen yang dilakukan oleh Compton untuk empat sudut θ yang berbeda,

yakni 0o, 45o, 90o dan 135o. Terlihat adanya perbedaan panjang gelombang

sebelum dan sesudah hamburan. Artinya,

λ2−λ1=Δ λ

dengan ∆λ tidak sama dengan nol. Hasil ini tentu sebuah pukulan lagi bagi teori

klasik.

5. Eksperimen Frank-Hertz

Teori klasik tak mengenal konsep kuantisasi suatu besaran. Teori klasik

beranggapan bahwa semua besaran fisis bersifat kontinyu. Model atom yang

dikemukakan oleh Bohr menentang anggapan ini dengan memasukkan kuantisasi

momentum sudut. Akibatnya diperoleh aras-aras tenaga elektron pada atom.

Adanya aras-aras tenaga tersebut dibuktikan dengan eksperimen Franck-Hertz.

Susunan alatnya sebagaimana disajikan oleh gambar 6.12.

Page 15: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

Suatu filamen digunakan untuk memanasi katoda K sehingga terjadi

pancaran termionik, yakni pancaran elektron-elektron akibat adanya pemanasan.

Elektron yang terlepas tersebut bergerak ke arah kisi yang diberi tegangan positif

lebih tinggi dari pada anoda. Pada rangkaian Gambar 6.12 itu tampak bahwa kisi

selalu memiliki potensial 0,5 volt lebih tinggai dibandingkan anoda. Elektron-

elektron itu selanjutnya menuju ke anoda. Bila elektron-elektron tersebut mampu

mencapai anoda, maka di ampermeter akan terbaca adanya arus i yang mengalir.

Sepanjang perjalanan dari katoda menuju ke kisi elektron-elektron tersebut

bertabrakkan dengan atom-atom gas yang telah dimasukkan ke dalam tabung itu.

Bila tenaga elektron diserap oleh atom-atom gas maka elektron itu bisa jadi tidak

akan mampu mengatasi beda potensial antara kisi dan anoda. Akibatnya, grafik

arus terhadap tegangan V (yakni beda potensial antara katoda dan kisi)

diperlihatkan oleh gambar 6.13. Terlihat adanya penurunan arus secara periodik.

Dalam eksperimen ini, tenaga elektron Te terkait dengan beda potensial V

melalui Te = eV. Arus i diukur untuk berbagai nilai V. Terlihat dari hasil

Page 16: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

eksperimen bahwa pada potensial V tertentu saja terjadi penurunan kuat arus i.

Artinya, hanya untuk tenaga elektron tertentu saja terjadinya penurunan kuat arus.

Karena penurunan kuat arus berarti terjadinya penyerapan tenaga elektron, maka

hal ini menandakan bahwa penyerapan tenaga elektron-lektron oleh atom-atom

gas bersifat diskret. Mengapa harus begitu? Teka-teki ini segera terjawab bila

diingat kembali model atom Bohr-Rutherford. Sebuah elektron dalam suatu atom

dapat menyerap sejumlah tenaga untuk pindah ke aras tenaga di atasnya. Karena

aras-aras tenaga yang ada tidak sembarangan, atau diskret, maka sejumlah tenaga

yang dibutuhkan oleh elektron untuk berpindah araspun tidak sembarangan. Tidak

boleh lebih tidak boleh kurang.

6. Hipotesa de Broglie

Telah terbukti bahwa teori undulasi (yang mengatakan bahwa cahaya

adalah gelombang) telah secara sempurna dapat menjelaskan gejala difraksi,

interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi dan refraksi cahaya (lihat kembali bab 2

buku ini). Sementara bagi teori kospuskuler gejala-gejala alamiah seperti itu

merupakan ganjalan yang sangat berarti, sulit bahkan gagal untuk dijelaskan.

Tetapi, sebaliknya, untuk efek fotolistrik dan efek Compton teori korpuskuler

tampak cukup memuaskan dalam memberikan penjelasannya. Kemudian,

pertanyaannya adalah yang manakah dari keduanya yang benar? Betulkah cahaya

merupakan gelombang elektromagnetik? Betulkah cahaya merupakan partikel-

partikel? Sintesa (gabungan) dua pandangan ini memunculkan padangan baru

yang dikenal sebagai paham dualisme cahaya. Paham ini mengatakan bahwa

cahaya memiliki dua aspek : aspek gelombang dan aspek partikel. Aspek

gelombang terlihat pada fenomena difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi,

dispersi dan refraksi. Aspek partikel terlihat pada efek fotolistrik dan efek

Compton.

Pada tahun 1924, L. de Broglie mencoba melihat kemungkinan berlakunya

paham dualisme untuk partikel-partikel semisal elektron, proton, netron dan lain

sebagainya. Dalam disertasi doktornya, dia mengemukakan hipotesa tersebut. Bila

Page 17: Tugas-Kegagalan Fisika Klasik

suatu partikel mempunyai momentum p, maka partikel tersebut terkait dengan

gelombang partikel yang memiliki panjang gelombang

λ= hp

Kemudian karena partikel dihipotesakan memiliki aspek gelombang, maka

logis bila kemudian ditanyakan kemungkinan partikel-partikel juga mengalami

gejala-gejala difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi, dan refraksi?

Jawabnya, “ya, betul sekali bahwa partikel-partikel itu mengalami gejala-gejala

itu“. Hal ini dibuktikan, misalnya, dengan eksperimen difraksi elektron yang

dilakukan oleh Dvisson dan Germer, difraksi neutron dan interferensi elektron.