bab ii tinjauan pustaka a. dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/bab ii.pdf · obat...

33
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1. Definisi Dismenore Menurut Judha (2012) dismenore merupakan suatu kondisi yang terjadi saat menstruasi yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit pada perut bagian bawah dan panggul, yang dapat mengganggu aktivitas serta memerlukan pengobatan. Dismenore merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkatan usia (Bobak, 2004). Menurut Varney (2007) dismenore merupakan menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram. Dismenore merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Dismenore berat adalah nyeri haid yang sering disertai mual, muntah diare, pusing, nyeri kepala dan kadang-kadang sampai pingsan (Anurogo, 2011) 2. Klasifikasi Dismenore a. Dismenore Primer Dismenore primer adalah nyeri haid yang dapat dijumai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah haid pertama. Sifat rasa nyeri biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang. Bersama dengan rasa nyeri dapat dijumai rasa mual, muntah, sakit kepala, daire dan sebagainya. Tidak ada permasalahan ginekologi yang

Upload: others

Post on 07-Jun-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dismenore

1. Definisi Dismenore

Menurut Judha (2012) dismenore merupakan suatu kondisi yang terjadi

saat menstruasi yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit pada perut bagian

bawah dan panggul, yang dapat mengganggu aktivitas serta memerlukan

pengobatan.

Dismenore merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum

dialami wanita dari berbagai tingkatan usia (Bobak, 2004). Menurut Varney

(2007) dismenore merupakan menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama

terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram.

Dismenore merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Dismenore

berat adalah nyeri haid yang sering disertai mual, muntah diare, pusing, nyeri

kepala dan kadang-kadang sampai pingsan (Anurogo, 2011)

2. Klasifikasi Dismenore

a. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang dapat dijumai tanpa kelainan

pada alat-alat genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu

setelah menarche biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah haid pertama.

Sifat rasa nyeri biasanya terbatas pada perut bagian bawah, tetapi dapat menyebar

ke daerah pinggang. Bersama dengan rasa nyeri dapat dijumai rasa mual, muntah,

sakit kepala, daire dan sebagainya. Tidak ada permasalahan ginekologi yang

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

10

mendasari yang menyebabkan rasa nyeri. Dismenore berasal dari kontraksi rahim

yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri yang dirasakan semakin hebat ketika

bekuan atau potongan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama

jika saluran serviks sempit (Sukarni, 2013)

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder merupakan dismenore yang disebabkan oleh kelainan

genekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita usia 20-30 tahun,

setelah tahun-tahun normal dengan siklus tanpa nyeri (Anurogo, 2011).

Dismenore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti

endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau

uterus dan polip uteus. (Bobak, 2004)

3. Patofisiologi Dismenore

Secara patofisiologis, dismenore terjadi karena peningkatan sekresi

prostaglandin F2a pada fase luteal siklus menstruasi. Peningkatan produksi

prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2α) dari endometrium selama

menstruasi menyebabkan kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak

teratur sehingga menimbulkan nyeri. Selama periode menstruasi, wanita yang

mempunyai riwayat dismenore mempunyai tekanan intrauteri yang lebih tinggi

dan memiliki kadar prostaglandin dua kali lebih banyak dalam darah (menstruasi)

dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami nyeri. Uterus lebih sering

berkontraksi dan tidak terkoordinasi atau tidak teratur. Akibat peningkatan

aktivitas uterus yang abnormal tersebut, aliran darah menjadi berkurang sehingga

terjadi iskemia atau hipoksia uterus yang menyebabkan timbulnya nyeri. (Reeder,

2013)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

11

4. Etiologi Dismenore

Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengalami peningkatan

prostaglandin dalam jumlah tinggi. Di bawah pengaruh progesteron selama fase

luteal haid, endometrium yang mengandung prostaglandin meningkat mencapai

tingkat maksimum pada awal masa haid. Prostaglandin menyebabkan kontraksi

myometrium yang kuat dan mampu menyempitkan pembuluh darah

mengakibatkan iskemia, disintegrasi endometrium dan nyeri (Morgan &Hamilton,

2009).

Prostaglandin F2 alfa adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos

myometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah

hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid sehingga timbul nyeri berat

(Corwin, 2009). Selain itu, kejadian dismenore primer juga dapat dipicu oleh

faktor psikogenik yaitu stress emosional dan ketegangan, kurang vitamin, atau

rendahnya kadar gula (Dianawati, 2003).

5. Faktor Penyebab Dismenore

Menurut Prawiroharjo (2010) terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi dismenore antara lain:

a. Faktor Kejiwaan

Kondisi kejiwaan yang tidak stabil pada wanita akan mengaktivasi

hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistim neuro endokrin, yaitu

sistim simpatis dan sistim korteks adrenal. Paparan ketidakstabilan kondisi

emosional ini akan meningkatkan hormon adrenalin, tiroksin dan kortisol yang

berpengaruh secara signifikan pada homeostatis. Hal inilah yang menyebabkan

vasokonstriksi pada daerah yang terkena nyeri sehingga menimbulkan efek

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

12

penekanan pembuluh darah, pengurangan aliran darah dan peningkatan kecepatan

metabolisme. Efek-efek yang terjadi inilah yang akan membuat iskemik pada sel.

b. Faktor Konstitusi

Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab

timbulnya dismenore primer yang dapat menurunkan ketahanan seseorang

terhadap nyeri. Faktor ini antara lain:

1) Anemia

Pada penderita anemia, kemampuan darah untuk mengangkut oksigen

berkurang. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan sel. Hal ini

menyebabkan kerusakan jaringan atau disfungsi jaringan.

2) Penyakit menahun

Penyakit menahun yang diderita seorang perempuan akan menyebabkan

tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang

termasuk penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migrain.

c. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis

Pada faktor ini menyebabkan aliran darah menstruasi tidak lancar sehingga

otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk melainkan kelainan

tersebut.

d. Faktor Endokrin

Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan.

Hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi

prostaglandin F2-α yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah

prostaglandin F2-α berlebih akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain

dismenore, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

13

e. Faktor Alergi

Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenore primer

dengan urtikaria, migren atau asma bronkial. Smith menduga bahwa sebab alergi

ialah toksin haid.

6. Penatalaksanaan Dismenore

a. Metode Farmakologi

Menurut Prawirohardjo (2010) penatalaksanaan dismenore seacara

farmakologi adalah sebagai berikut:

1) Pemberian obat analgesik

Dewasa ini banyak beredar obat-obata analgesik yang dapat diberikan

sebagai terapi simptomatik. Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat

kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein. Oabt-obatan paten yang beredar di

pasaran antara lain novalgin, glifanan, deparon, unagen, baralgin, ponstan,

buskopan kompositium, baserol dan sebagainya.

2) Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat

sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar

dismenore primer, atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan

penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan

pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.

3) Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin

Terapi ini memegang peranan penting terhadap dismenore primer. Kurang

lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau mengalami perbaikan dengan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

14

pemberian indometasin, ibuprofen dan naprokeson. Pengobatan diberikan

sebelum haid mulai 1-3 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid.

4) Dilatasi Kanalis servikalis

Terapi ini memberi keringanan karena memudahkan pengeluaran darah

haid dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf

sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) merupakan tindakan terakhir,

apabila usaha-usaha lain gagal.

b. Metode Non Farmakologi

Menurut Varney (2007) terdapat beberapa terapi nonfarmakologi untuk

mengurangi dismenore yaitu homeopati, akupuntur, biofeedback, teknik relaksasi,

massase, olahraga, aromaterapi, kompres hangat, akupresure dan penggunaan

herbal tertentu.

1) Konsumsi herbal

Terapi ramuan herbal dapat dilakukan dengan cara menggunakan obat

tradisional yang berasal dari bahan-bahan tanaman. Beberapa bahan tanaman

dipercaya dapat mengurangi rasa nyeri.

2) Akupuntur

Akupuntur merupakan salah satu pengobatan tradisional yang cukup

banyak digunakan, merupakan bagian dari pengobatan tradisional Cina yang telah

berumur ribuan tahun dengan cara menusukkan jarum pada bagian tubuh tertentu

dengan tujuan untuk merangsang tubuh melakukan penyembuhan dengan

mengaktifkan sistem saraf, sistem imunitas, sistem sirkulasi darah dan

menormalisasikan aktifitas fisiologi seluruh tubuh. Akupuntur mengurangi

keparahan dan durasi nyeri, mengurangi kebutuhan untuk menghilangkan rasa

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

15

sakit dan peningkatan secara keseluruhan dalam gejala menstruasi, dan

meningkatkan kualitas hidup, yang diukur dengan indeks peningkatan status

kesehatan, mengurangi waktu cuti atau dari sekolah, pembatasan kurang pada

kegiatan kehidupan sehari-hari dan kurang efek samping dari pengobatan

(Caroline et al, 2011 dikutip oleh Oktobriariani, 2016)

3) Akupresure

Akupresur adalah tekhnik penyembuhan bangsa Cina kuno yang

didasarkan pada prinsip pengobatan tradisonal Asia. Cara kerjanya mirip

akupunktur dan sering disebut akupunktur tanpa jarum. Terapis menekankan jari

pada titik-titik yang berhubungan dengan banyak titik yang digunakan dalam

akupunktur (Kozier, 2010). Rangsangan pada titik akupoin dipercaya akan

membuka sumbatan di meridian dan memperbaiki aliran energi, menghilangkan

nyeri, dan penyakit .

4) Olahraga

Olahraga merupakan suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan

terstruktur yang melibatkan gerakkan tubuh berulang ulang dan ditujukan untuk

meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi

yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Olahraga dapat memperlancar

aliran darah, menurunkan kadar lemak tubuh, dan mencegah penyakit. (Varney,

2007)

5) Relaksasi

Tekhnik relaksasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk

menurunkan cemas dan tekanan otot. Teknik relaksasi nafas dalam adalah

bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

16

abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Dalam teknik ini

merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, bagaimana perawat mengajarkan

cara melakukan teknik relaksasi nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain

dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat

meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Selain itu

manfaat yang didapat setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah

mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri yang terjadi pada individu

tersebut, ketentraman hati, dan berkurangnya rasa cemas, juga praktis dalam

melakukan teknik relaksasi nafas dalam tersebut tanpa harus mengeluarkan biaya

(Arfa, 2013 dikutip oleh Aningsih, 2018)

6) Massase (Stimulasi Kutaneus)

Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan istilah yang

digunakan untuk mengidentifikasi tekhnik yang dipercaya dapat mengaktivasi

opioid endogeneous dan sistem analgesia monoamnie. Stimulasi kutaneus efektif

dengan cara menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan

meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk menghambat serabut saraf

berdiameter kecil sebagai penyampai atau reseptor nyeri dengan menggunakan

terapi dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan (DeLaune & Ladner,

2011). Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan nyeri sementara yang

efektif. Stimulasi kutaneus mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian pada

stimulus taktil, mengalihkan dari sensasi menyakitkan sehingga mengurangi

persepsi nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus juga dipercaya dapat menghasilkan

pelepasan endorfin yang menghambat transmisi stimulus nyeri serta menstimulasi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

17

serabut saraf sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan transmisi

impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang lebih kecil (Kozier, 2010).

7) Aromaterapi

Aromaterapi merupakan suatu metode dalam relaksasi yang menggunakan

minyak esensial dalam pelaksanaan dan berguna untuk kesehatan fisik, emosi dan

spirit seseorang. Bau yang dihasilkan dari Aromaterapi berkaitan dengan gugus

steroid di dalam kelenjar keringat yang disebut osmon yang mempunyai potensi

sebagai penenang kimia alami yang akan merangsang neurokimia otak. Bau yang

menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk mengeluarkan enfaklin.

Enfaklin memiliki fungsi sebagai penghilang rasa sakit alami. Enfaklin juga

memiliki fungsi dalam menghasilkan perasaan sejahtera (Solehati, 2015 dikutip

oleh Armin, 2018)

8) Kompres Hangat

Kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologi yang

dianggap sangat efektif dalam menurunkan nyeri atau spasme otot. Panas dapat

dialirkan melalui konduksi, konveksi dan konversi. Nyeri akibat memar, spasme

otot, dan arthritis berespon baik terhadap peningkatan suhu karena dapat

melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal (Oktasari, 2014)

9) Biofeedback

Biofeedback adalah suatu proses dimana individu belajar untuk memahami

serta memberi pengaruh respon fisiologis atas diri mereka terhadap nyeri

(DeLaune & Ladner, 2011). Biofeedback adalah penatalaksanaan yang

memberikan informasi tentang bagaimana proses fisiologis dalam tubuh dapat

terpengaruh secara negatif oleh rasa sakit kronis. Biofeedback kemudian

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

18

membantu pasien dalam belajar bagaimana meningkatkan kontrol atas proses ini

dan memperkuat kemampuan untuk mempertahankan kontrol ketika terlibat

dalam kegiatan sehari-hari. Ini hanya satu alat untuk meningkatkan kontrol atas

kehidupan dan nyeri (Mayo, 2006 dikutip oleh Husna 2018)

B. Nyeri

1. Definisi Nyeri

International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri

sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang

dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (Andarmoyo, 2016)

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial.

Nyeri merupakan alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan

kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan

beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Smeltzer , 2002)

2. Teori tentang Nyeri

a. Teori Gate-Kontrol (Teori Pengendalian Gerbang)

Teori gate control merupakan teori yang mengungkapkan bahwa nyeri

memiliki komponen emosional dan kognitif serta sensasi secara fisik. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme

pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Impuls-impuls nyeri akan melewati

gerbang ketika gerbang dalam posis terbuka dan akan dihentikan ketika gerbang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

19

ditutup. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi nonfarmakologis

dalam penangan nyeri. (Potter & Perry, 2010)

Teori gate control menggambarkan ada mekanisme pintu gerbang pada

ujung saraf tulang belakang yang dapat meningkatkan atau menurunkan aliran

impuls saraf dari saraf perifer menuju sraf pusat. Menurut teori ini, sensasi nyeri

dihantarkan sepanjang saraf sensori menuju ke otak. Selain itu, teori ini

menekankan pengembangan mekanisme kendali nyeri dalam tubuh dan

memberikan penejelasan yang dapat diterima untuk pendekatan kendali nyeri non

interventif atau teknologi rendah yang mencakup metode psikologis, masase

punggung dan stimulasi saraf elektrik transkutaneus (Indrayani, 2016)

b. Endogenus opiat Theory

Teori ini mengatakan bahwa terdapat substansi seperti opiat yang terjadi

secara alami di dalam tubuh, substansi ini disebut dengan endorfine. Endorfine

mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorfine

bertindak sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat

transmisi dari pesan nyeri. Kegagaln dalam melepaskan endorfine memungkinkan

terjadinya nyeri (Andarmoyo, 2016)

c. Specificity Theory (Teori Pemisahan)

Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui

kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur

dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, berakhir di korteks sensoris tempat

rangsangan nyeri tersebut diteruskan (Andarmoyo, 2016). Teori pemisahan tidak

menunjukkan karteristik multidimensi dari nyeri, teori ini hanya melihat nyeri

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

20

secara sederhana yakni paparan biologis tanpa melihat variasi dari efek psikologis

individu (Prasetyo,2010)

d. Pattern Theory (Teori Pola)

Nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh

pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulasi reseptor yang menghasilkan pola

tertentu dari impuls saraf. Teori ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat

mengakibatkan berkembangnya gaung secara terus menerus pada spinal cord

sehingga saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif yang mana rangsangan dengan

intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri (Andarmoyo, 2016)

3. Fisiologi Nyeri

Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang

berasal dari luar sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang

berasal dari dalam dinamakan nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat

dirasakan ketika stimulus yang berbahaya mencapai serabut-serabut saraf

nyeri.Terdapat empat proses fisiologi nyeri nosiseptif yaitu transduksi, transmisi,

persepsi dan modulasi (Mc Caffery & Pasero, 1999) dalam Potter & Perry (2010):

a. Transduksi

Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga

menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Stimulasi suhu, kimia atau

mekanik biasanya dapat menyebabkan nyeri. Energi dari stimulasi-stimulasi ini

dapat diubah menjadi energi listrik. Transduksi dimulai di perifer, ketika stimulus

terjadinya nyeri mengirimkan impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer

yang terdapat di panca indera, maka akan menimbulkan potensial aksi. Kerusakan

jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

21

menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan

menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-

zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi

nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.

b. Transmisi

Setelah proses transduksi selesai, transmisi impuls nyeri dimulai.

Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu, mekanik, atau kimiawi yang

mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitatori, seperti prostaglandin,

bradikinin, kalium, histamin dan substansi P. Substansi yang peka terhadap nyeri

yang terdapat di sekitar serabut nyeri di cairan ekstraselular, menyebabkan

inflamasi. Serabut nyeri memasuki medula spinalis melalui tulang belakang dan

melewati beberapa rute hingga berakhir di gray matter (lapisan abu-abu) medula

spinalis. Substansi P dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan terjadinya

transmisi sinapsis dari saraf perifer aferen ke sistem saraf spinotalamik, yang

melewati sisi yang berlawanan. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran

impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di

medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla

spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui jalur-jaur saraf

desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla

spinalis.

c. Persepsi

Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi

merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek

psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

22

yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan

sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin

dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

d. Modulasi

Modulasi merupakan proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi

disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi

antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input

nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden

yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,

noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.

Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk

menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang

menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Perry & Potter (2005) dalam Judha (2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut:

a. Usia

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada

anak-anak dan lansia. Perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia ini

dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia terhadap nyeri. Anak yang

masih kecil mempunyai kesulitan mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

23

b. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon

terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu

faktor dalam mengekspresikan nyeri. Toleransi sejak lama telah menjadi subyek

penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri

dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap

individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Ada

perbedaan makna dan sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya.

Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologi seseorang. Dengan demikian,

hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen dan sehingga

terjadilah persepsi nyeri.

d. Makna Nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi dengan nyeri dikaitkan

dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu mempersepsikan nyeri

dengan cara berbeda jika nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, kehilangan,

hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien

berhubungan dengan makna.

e. Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

24

f. Ansietas

Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem

limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem

limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni

memperburuk atau menghilangkan nyeri.

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila

keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa lebih berat dan jika

mengalami suatu proses periode tidur yang baik maka nyeri akan berkurang.

h. Pengalam Sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan

menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Individu yang

mengalami nyeri sejak lama tanpa pernah sembuh maka akan mucul rasa takut.

i. Gaya Koping

Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa

kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.

j. Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran

orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Walaupun

nyeri dirasakan, kehadiran orang yang bermakna bagi pasien akan meminimalkan

kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali

pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

25

seseorang yang memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat

seseorang merasa lebih nyaman.

5. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung yaitu

nyeri akut dan nyeri kronis ( Potter & Perry, 2010)

a. Nyeri akut

Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat

diidentifikasi, berdurasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan jaringan serta

respon emosional. Nyeri akut ditangani dengan atau tanpa pengobatan setelah

jaringan yang rusak sembuh. Nyeri akut yang tidak tertangani akan berubah

menjadi nyeri kronis. Nyeri akut dapat mengancam proses pemulihan seseorang

yang berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan resiko komplikasi

karena imobilisasi dan tertundanya proses rehabilitasi.

b. Nyeri kronis

Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari yang diharapkan, tidak selalu

memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi dan dapt memicu penderitaan yang

teramat sangat bagi seseorang.

6. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran keparahan nyeri yang dirasakan oleh

seseorang. Pengukuran intensitas nyeri bersifat subyektif dan individual.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan subyektif dilakukan dengan menggunakan

respon fisiologi tubuh terhadap nyeri yang dirasakan seseorang (Tamsuri, 2007)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

26

7. Pengukuran Skala Nyeri

a. Numeric Rating Scale (NRS)

Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari

intensitas nyeri. Pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari

angka 0-10. 0 menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan 10 menggambarkan

nyeri yang hebat. Klasifikasi skala nyeri tersebut terbagi dalam 4 kategori dengan

gambar skala terdapat pada lampiran :

Tabel 1

Karakteristik Nyeri

Skala Karakteristik Nyeri

0 Tidak nyeri

1 Sangat sedikit gangguan, kadang terasa seperti tusukan kecil

2 Sedikit gangguan, terasa seperti tusukan yang lebih dalam

3 Gangguan cukup dihilangkan dengan pengalihan perhatian

4 Nyeri dapat diabaikan dengan beraktifitas/ melakukan pekerjaan,

masih dapat dialihkan

5 Rasa nyeri tidak bisa diabaikan lebih dari 30 menit

6 Rasa nyeri tidak bisa diabaikan untuk waktu yang lama, tapi masih bisa

bekerja

7 Sulit untuk berkonsentrasi, dengan diselingi istirahat/tidur kamu masih

bisa bekerja/berfungsi dengan sedikit usaha

8 Beberapa aktifitas fisik terbatas. Kamu masih bisa membaca dan

berbicara dengan usaha. Merasakan mual dan pusing

9 Tidak bisa berbicara, menangis, mengerang, dan merintih tak dapat

dikendalikan, penurunan kesadaran, mengingau

10 Tidak sadarkan diri/pingsan

Sumber: (Potter & Perry, 2006) dalam Armin (2018)

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

27

4-6 : Nyeri sedang

7-9 : Nyeri berat

10 : Nyeri sangat hebat

b. Visual Analog Scale

Visual Analog Scale merupakan skala nyeri yang berbentuk garis lurus

yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. VAS adalah pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif

karena klien dapat mengindentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa

memilih satu kata atau satu angka (Judha, 2012)

c. Face Pain Rating Scale

Pengukuran skala nyeri menggunakan wajah yaitu terdiri dari 6 wajah

yang tersenyum untuk tidak nyeri hingga wajah yang menangis untuk nyeri hebat.

Berikut ini skala nyeri wajah yang terdiri dari 6 ilustrasi gambar wajah yang dapat

dilihat pada gambar yang terdapat pada lampiran.

Keterangan:

1) Tidak nyeri : 0

2) Nyeri ringan : 1-3

3) Nyeri sedang : 4-6

4) Nyeri berat : 7-9

5) Nyeri hebat : 10

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

28

C. Senam Dismenore

1. Definisi Senam Dismenore

Senam dismenore merupakan aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri saat menstruasi. Saat melakukan senam, tubuh akan

menghasilkan endorhpin. Hormon endorphin yang semakin tinggi akan

menurunkan atau meringankan nyeri yang dirasakan seseorang sehingga

seseorang menjadi lebih nyaman, gembira, dan melancarkan pengiriman oksigen

ke otot (Ningsih, 2011). Senam dismenore memiliki fokus membantu peregangan

seputar otot perut, panggul dan pinggang, selain itu senam tersebut dapat

memberikan sensasi rileks yang berangsur-angsur serta mengurangi nyeri jika

dilakukan secara teratur (Badriyah, 2004 dalam Ismarozi, 2015)

Senam dismenore ini merupakan salah satu teknik relaksasi. Olahraga atau

latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorphin. Hormon ini dapat berfungsi

sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman

dan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Olahraga terbukti dapat

meningkatkan kadar β-endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Semakin

banyak melakukan senam/olahraga maka akan semakin tinggi pula kadar β-

endorphin. Pada saat melakukan senam maka β-endorphin akan keluar dan

ditangkap oleh reseptor didalam hipotalamus dan sistem limbic yang memiliki

fungsi untuk mengatur emosi dan stress agar produksi hormon penyebab nyeri

haid dalam hipotalamus dan sistem limbic yaitu adrenalin, esterogen,

progesterone dan prostaglandin dapat dikendalikan serta nyeri haid dapat

berkurang atau hilang (Harry, 2007). Kadar endorphin beragam diantara individu,

seperti halnya faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

29

endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan lebih sedikit merasakan

nyeri. Sama halnya aktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan

pembentukan endorphin dalarn sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bare,

2002).

Senam dismenore dilakukan secara teratur dengan memperhatikan

kontinuitasnya, frekuensi yang sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam satu

mingguatau 5 –7 hari sebelum menstruasi, durasi yaitu 30-45 menit setiap kali

melakukan senam. Selain hal tersebut senam dismenore dilakukan dengan waktu

yang tepat yaitu setiap sore hari karena konsentrasi endorphin terendah ditemukan

pada saat malam hari dan tertinggi pada saat pagi hari (Wirakusumah, 2004).

2. Manfaat Senam Dismenore

Sallika (2010) dalam Sadjarwo (2016) mengatakan bahwa senam

dismenore dapat membantu mengurangi dismenore dapat diatasi dengan

melakukan senam khusus yaitu senam dismenore yang fokusnya membantu

peregangan seputar otot perut, panggul dan pinggang dengan senam tersebut dapat

memberikan sensasi rileks yang berangsur-angsur dapat mengurangi nyeri sebab

dengan melakukan senam dismenore dapat menghasilkan hormon endorphin.

Endorphin yang disekresikan ini berhubungan dengan teori “gate control” dari

yang mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka

dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup

mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorphin

(penghilang nyeri alami) yang akan menghambat pelepasan impuls nyeri.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

30

3. Metode Senam Dismenore

Menurut Marlinda (2013) dalam Puspitasari (2018) menyatakan bahwa

frekuensi dan lama latihan senam menggunakan pola yang sama dengan takaran

olahraga secara umum yaitu prinsip frekuensi, intensitas dan time (FIT) yang

meliputi:

a. Frekuensi latihan 2-4 kali dalam 1 minggu

b. Intensitas latihan 60-90% dari DNM

c. Lama latihan 20-60 menit dalam satu kali latihan

Gerakan senam dismenore adalah sebagai berikut:

a. Gerakan Pemanasan

1) Tarik nafas dalam melalui hidung, sampai perut menggelembung dan

tangan kiri terangkat. Tahan sampai beberapa detik dan hembuskan nafas

lewat mulut

2) Kedua tangan berada di perut samping, anggukkan kepala ke bawah dan

ke atas sebanyak 8 kali dan ulangi sebanyak 2 kali

3) Kedua tangan berada di perut samping, patahkan leher ke kiri dan ke

kanan sebanyak kali lalu ulangi sebanyak 2 kali

4) kedua tangan berada di perut samping, tengokkan kepala ke kanan-kiri

sebanyak 8 kali dan ulangi sebanyak 2 kali

5) Putar bahu secara bersamaan ke arah depan sebanyak 8 kali dan ulangi

sebanyak 2 kali

6) Putar bahu secara bersamaan ke arah belakang sebanyak 8 kali dan ulangi

sebanyak 2 kali

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

31

b. Gerakan Inti

1) Gerak Badan I

a) Berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki

direnggangkan kira-kira 30 sampai 35 cm

b) Bungkukkan badan ke arah pinggang dan berputar ke arah kiri, lalu

gerakkan tangan kanan menyentuh kaki kiri tanpa membengkokkan

lutut

2) Gerak Badan II

a) Berdiri dengan tangan berada di samping dan kaki berada ada posisi

sejajar

b) Angkat tangan sampai melewati kepala dengan posisi lurus ke depan

bersamaan lakukan posisi kuda-kuda dengan satu kaki berada di depan

dan satu kaki berada di belakang.

c) Lakukan gerakkan secara bergantian dari kanan ke kiri

d) Lakukan gerakkan sebanyak 4 kali pada masing-masing posisi

c. Gerakan Pendinginan

1) Lengan dan tangan, genggam tangan kerutkan lengan dengan kuat tahan

dan lepaskan.

2) Tungkai dan kaki, luruskan kaki (dorso fleksi)

3) Seluruh tubuh, kontraksikan/ kencangkan semua otot sambil nafas dan

pelan pelan lalu relaks (bayangkan hal yang menyenangkan)

4. Hubungan Senam Dismenore terhadap Dismenore

Senam dismenore merupakan salah satu metode non farmakologi yang

dapat mengurangi dismenore. Senam Dismenore termasuk teknik relaksasi.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

32

Olahraga atau senam dapat merangsang produksi hormon endorfin. Hormon

endorfin berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang

melahirkan rasa nyaman dan mampu mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.

Olahraga terbukti dapat meningkatkan hormon endorfin empat sampai lima kali di

dalam darah. Semakin banyak melakukan senam atau olahraga maka akan

semakin tinggi kadar endorfin dalam tubuh. Seseorang yang melakukan senam

atau olahraga akan mengeluarkan endorfin dan ditangkap oleh reseptor dalam

hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi. (Potter &

Perry, 2010 dalam Puspitasari , 2018)

Penelitian Suparto (2011) dalam Luthfia (2014) tetang efektifitas senam

dismenore dalam mengurangi dismenore pada 15 siswi sebagai responden

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan, bahwa senam dismenore

mampu mengurangi dismenore. Hal ini didukung juga penelitian oleh Martchelina

(2011) dalam Marlinda (2013) dengan “Pengaruh Senam Dismenore terhadap

Penurunan Tingkat Nyeri Saat Menstruasi Pada Siswi Usia 12-17 Tahun SMA 31

di Cipedak Kecamatan Jagakarsa” yaitu rata-rata penurunan tingkat nyeri pada

pengukuran pertama sebesar 5,6%. Rata-rata penurunan tingkat nyeri pada

pengukuran kedua sebesar 3,2%, dari kedua hasil tersebut dapat diketahui

terdapat selisih penurunan sebesar 2,4%. Hasil dari p-value sebesar 0,000

sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh senam Dismenore terhadap

penurunan tingkat nyeri saat menstruasi pada siswi di SMA 31 Cipedak

Kecamatan Jagakarsa.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

33

D. Stimulasi Kutaneus

1. Definisi Stimulasi Kutaneus

Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan istilah yang

digunakan untuk mengidentifikasi tekhnik yang dipercaya dapat mengaktivasi

opioid endogeneous dan sistem analgesia monoamnie. Stimulasi kutaneus efektif

dengan cara menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan

meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk menghambat serabut saraf

berdiameter kecil sebagai penyampai atau reseptor nyeridengan menggunakan

terapi dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan (DeLaune & Ladner,

2011).

Stimulasi kutaneus dapat memberikan peredaan nyeri sementara yang

efektif. Stimulasi kutaneus mendistraksi klien dan memfokuskan perhatian pada

stimulus taktil, mengalihkan dari sensasi menyakitkan sehingga mengurangi

persepsi nyeri. Selain itu, stimulasi kutaneus juga dipercaya dapat menghasilkan

pelepasan endorfin yang menghambat transmisi stimulus nyeri serta menstimulasi

serabut saraf sensorik A-beta berdiameter besar, sehingga menurunkan transmisi

impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C yang lebih kecil (Kozier, 2010).

Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk meredakan

nyeri. Stimulasi yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya pelepasan

endorphin yang akan memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate-control

mengungkapkan bahwa stimulasi kutaneus dapat mengaktifkan transmisi dari

serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan cepat. Hal ini menutup “gerbang

“sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dengan diameter yang

kecil (Potter & Perry, 2010).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

34

2. Manfaat Stimulasi Kutaneus

Stimulasi kutaneus memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut :

a. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di

dalam jaringan sehingga penyaluran zat asam dan bahan makanan ke

sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak dipakai akan

diperbaiki. Aktivitas dari sel yang meningkat dapat mengurangi rasa

sakit dan akan menunjang proses penyembuhan luka, radang setempat

seperti bisul yang besar, radang sendi, abses, dan radang empedu

b. Memberikan efek mengurangi ketegangan pada otot-otot yang kaku

c. Meningkatkan perasaan yang rileks baik fisik maupun psikologis

d. Pemberian stimulasi kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi

terhadap nyeri dan membantu meredakan ketegangan otot yang dapat

meningkatkan intensitas nyeri

e. Menurunkan kecemasan, intensitas nyeri, tekanan darah, dan denyut

jantung secara bermakna (Mook & Chin, 2004 di dalam Putri, 2013).

3. Metode Stimulasi Kutaneus

Teknik untuk stimulasi kutaneusini dilakukan dengan beberapa

pendekatan, salah satu metode yang dilakukan ialah mengusap kulit klien secara

perlahan dan berirama dengan gerakan sirkular dengan kecepatan 60 kali usapan

per menit selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2010 dalam Muawanah, 2018).

Gerakan dimulai pada bagian tengah punggung bawah kemudian kearah atas area

belahan bahu kiri dan kanan (Ester, 2005).

Menurut Lindquist (2014) dalam adapun cara pemijatan stimulasi kutaneus

adalah sebagi berikut :

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

35

a. Pengaturan Ruangan

1) Pastikan suhu ruangan yang nyaman

2) Atur pencahayaan,pastikan cahaya tidak terlalu terang/redup

3) Pastikan ruangan tenang dan jauh dari kebisingan

b. Pasien

1) Sebelum memulai pemijatan ajarkan kepda pasien untuk relaksasi atau

berikan kesempatan kepada pasien jika ingin ke kamar mandi

2) Bantu pasien untuk mengatur posisi yang nyaman

3) Minta pasien untuk membuka pakaian agar bagian belakang terbuka

4) Jaga privasi pasien

c. Stimulasi kutaneus

1) Gunakan telapak tangan dan jari untuk pemijatan

2) Pastikan tangan pemijat hangat

3) Gunakan lotion nonallergenic

4) Letakkan telapak tangan di daerah sacral pada setiap sisi tulang belakang

5) Tekan secara lembut dan perlahan

6) Lambat, berirama, lakukan pemijatan secara sirkuler ke atas pada setiap

sisi tulang belakang menuju area sakral

7) Kemudian lambat, berirama, pemijatan melingkat digunakan untuk

pemijatan dari atas ke bawah pada setiap sisi tulang belakang menuju area

sakral

8) Pemijatan dilakukan sebanyak 3 kali pijatan dengan 60 kali usapan untuk

1 kali pijatan selama 3-5 menit

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

36

9) Pemijatan harus dilakukan sampai selesai tanpa melepaskan tangan dari

area punggung belakang

d. Penyelesaian

1) Lepaskan tangan secara perlahan dari tulang belakang

2) Bantu pasien merapikan pakaianya kembali

3) Rapikan kembali temppat tidur

4) Beritahu pasien untuk tetap terhidrasi

4. Pengaruh Stimulasi Kutaneus Terhadap Dismenore

Stimulasi Kutaneus (Slow Stroke back Massage) adalah tindakan masase

punggung dengan usapan yang perlahan. Efek dari Stimulasi Kutaneus (Slow

Stroke back Massage) ini, menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok

transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih

cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang

berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup transmisi implus nyeri.

Stimulasi kutaneus pada tubuh secara umum sering dipusatkan pada punggung

dan bahu (Smeltzer, 2002).

Stimulasi kutaneus akan merangsang serabut-serabut perifer untuk

mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medulla spinalis, saat impuls yang

dibawa oleh serabut A-Beta mendominasi maka mekanisme gerbang akan

menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan ke otak.Tidak terjadinya

penurunan nyeri pada responden yang mengalami nyeri berat, dikarenakan pada

saat dilakukan intervensi responden sudah tidak mampu lagi mengatasi nyeri yang

dialaminya karena nyerinya bersifat berat. Akibat nyerinya berat menimbulkan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

37

ketegangan, sehingga konsentrasi responden hanya terpusat pada nyeri yang

dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayakusuma (2006) sumber

ketegangan otot dapat memicu timbulnya rasa nyeri. Sedangkan yang tidak

mengalami penurunan nyeri pada nyeri sedang dan ringan karena responden sudah

sering mengalami nyeri haid dan jarak antara masase dengan pertama timbul rasa

nyeri agak lama. Masase akan merangsang serabut-serabut perifer untuk

mengirimkan impuls melalui dorsal horn pada medulla spinalis, saat impuls yang

dibawa oleh serabut A-Beta mendominasi maka mekanisme gerbang akan

menutup sehingga impuls nyeri tidak dihantarkan ke otak (Potter & Perry, 2010)

Teori Gate Control menyatakn bahwa impuls nyeri dapat diatur dan juga

dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme

pertahanan ini dapat ditemukan pada sel-sel gelatinosa substansia yang berada

dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik (Potter &

Perry, 2010).

Teori ini mengungkapkan bahwa impuls nyeri akan dihantarkan apabila

sebuah pertahanan dibuka dan impuls nyeri akan dihambat apabila pertahanan

ditutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi untuk

mengurangi nyeri. Keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol

desenden dari otak akan mengatur proses pertahanan. Melalui mekanisme

pertahanan, neuron delta-A dan C akan melepas substansi P untuk

mentransmisikan impuls. Penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2015) tentang

pengaruh stimulasi kutaneus terhadap intensitas nyeri haid di SMA

Muhammadiyah Yogyakarta sebelum dilakukan intervensi didapatkan 53,3% (16

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

38

orang) dengan nyeri sedang dan setelah dilakukan intervensi didapatkan 50% (15

orang) dengan skala nyeri ringan.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah

yang penting. Kerangka teori yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan

antar variabel yang akan diteliti. Kerangka teori dalam penelitian ini dapat dilihat

pada gambar 1.

Sumber: Prawirohardjo (2010), Varney (2007)

Gambar 1. Kerangka Teori

Penurunan

dismenore

Terapi Farmakologis

1. Obat-obatan analgetik

2. Terapi hormonal

3. Obat nonsteroid

prostaglandin

4. Dilatasi kanalis sevikalis

Terapi Non Farmakologis

1. Kompres hangat

2. Konsumsi herbal

3. Akupuntur

4. Akupresure

5. Olahraga (Senam

Dismenore)

6. Relaksasi

7. Massase (Stimulasi

Kutaneus)

8. Homeopati

9. Aromaterapi

10. Biofeedback

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

39

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suatu uraian dan

visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,

atau antar variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti (Notoadmodjo, 2018). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

dilihat pada gambar 2.

Gambar 2.

Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya.

Berdasarkan hubungan fungsional atau peranannya variabel dibedakan menjadi

variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan

variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel dependen adalah variabel yang

dipengaruhi. (Notoadmodjo, 2018). Penelitian ini menggunakan variabel

independen yaitu senam dismenore dan stimulasi kutaneus serta variabel

dependen yaitu penurunan dismenore.

Senam Dismenorea

Stimulasi Kutaneus

Penurunan

Dismenore

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

40

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan

penelitian yang berperan mengarahkan dalam mengidentifikasi variabel-variabel

yang akan diteliti (diamati) (Notoatmodjo, 2018). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah “Ada perbedaan efektifitas senam dismenore dengan stimulasi kutaneus

terhadap penurunan dismenore”.

I. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan ada variabel-variabel yang diteliti agar

variabel tersebut dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2018). Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 2.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/539/4/BAB II.pdf · Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein

41

Tabel 2

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara

Ukur

Alat

Ukur

Hasil

Ukur Skala Ukur

Senam

Dismenore

Gerakan yang

dilakukan oleh

seseorang pada saat

nyeri menstruasi yang

terdiri dari 3 macam

gerakkan yaitu

gerakkan pemanasan,

gerakan inti (berfokus

pada peregangan otot

perut, panggul dan

pinggang) serta

gerakkan pendinginan

yang dilakukan selama

30-45 menit dengan

frekuensi 1 kali sehari

selama 2 hari

Observasi Checklist Melakukan

senam

Dismenore

Nominal

Stimulasi

Kutaneus

Usapan yang dilakukan

pada seseorang saat

nyeri menstruasi

dengan usapan secara

melingkar yang

dipusatkan di

punggung dan bahu

dilakukan secara

perlahan selama 3-5

menit sebanyak 60 kali

usapanuntuk satu kali

pijatan dan diberikan

sebanyak 3 kali pijatan

dilakukan 1 kali sehari

selama 2 hari

Observasi Checklist Melakukan

stimulasi

kutaneus

Nominal

Dismenore Rasa sakit yang

dirasakan oleh siswi

saat menstruasi pada

punggung dan perut

bagian bawah

Observasi NRS

(Numeric

Rating

Scale)

Skala nyeri

0-10

Rasio