bab ii tinjauan pustaka a. academic burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/bab...

24
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada Mahasiswa yang Bekerja 1. Pengertian Academic Burnout Menurut Yang (2004) academic burnout mengacu pada stres, beban atau faktor psikologis lainnya karena proses pembelajaran yang diikuti mahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk depersonalisasi, dan perasaan prestasi pribadi yang rendah. Kemudian menurut Schaufeli, dkk. (2002) menambahkan bahwa academic burnout mengacu pada perasaan lelah karena tuntutan studi, memiliki sikap sinis terhadap tugas-tugas perkuliahan, dan perasaan tidak kompeten sebagai mahasiswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Rad, dkk. (2017) yang mendefinisikan academic burnout sebagai kurangnya minat seseorang dalam memenuhi tugas, rendahnya motivasi, dan kelelahan karena persyaratan pendidikan sehingga munculnya perasaan yang tidak diinginkan dan perasaan tidak efisien. Pendapat lain dikemukakan oleh Muna (2013) yang mengatakan bahwa academic burnout adalah suatu kondisi mental dimana seorang mahasiswa mengalami kebosanan yang amat sangat untuk melakukan aktivitas belajar, dan kebosanan tersebut membuat motivasi belajar mahasiswa menurun, timbulnya rasa malas yang besar, dan menurunnya prestasi belajar.

Upload: dangtu

Post on 29-Jun-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Academic Burnout pada Mahasiswa yang Bekerja

1. Pengertian Academic Burnout

Menurut Yang (2004) academic burnout mengacu pada stres, beban

atau faktor psikologis lainnya karena proses pembelajaran yang diikuti

mahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional,

kecenderungan untuk depersonalisasi, dan perasaan prestasi pribadi yang

rendah. Kemudian menurut Schaufeli, dkk. (2002) menambahkan bahwa

academic burnout mengacu pada perasaan lelah karena tuntutan studi,

memiliki sikap sinis terhadap tugas-tugas perkuliahan, dan perasaan tidak

kompeten sebagai mahasiswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Rad, dkk.

(2017) yang mendefinisikan academic burnout sebagai kurangnya minat

seseorang dalam memenuhi tugas, rendahnya motivasi, dan kelelahan

karena persyaratan pendidikan sehingga munculnya perasaan yang tidak

diinginkan dan perasaan tidak efisien. Pendapat lain dikemukakan oleh

Muna (2013) yang mengatakan bahwa academic burnout adalah suatu

kondisi mental dimana seorang mahasiswa mengalami kebosanan yang amat

sangat untuk melakukan aktivitas belajar, dan kebosanan tersebut membuat

motivasi belajar mahasiswa menurun, timbulnya rasa malas yang besar, dan

menurunnya prestasi belajar.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

15

Mahasiswa yang bekerja adalah individu yang menuntut ilmu pada

jenjang perguruan tinggi dan berstatus aktif yang juga menjalankan usaha

atau sedang berusaha mengerjakan suatu tugas yang diakhiri buah karya

yang dapat dinikmati oleh orang yang bersangkutan (Dudija, 2012).

Berdasarkan data National Center for Education Statistics (NCES), pada

tahun 2007 sebanyak 40% mahasiswa bekerja lebih dari 20 jam per minggu

(Planty et al., dalam Dadgar, 2012). Mahasiswa yang bekerja harus dapat

membagi waktu dan tanggung jawab terhadap komitmen dari kedua

aktivitas tersebut. Hal inilah yang membuat mahasiswa menghabiskan

sebagian waktu, energi serta tenaga, ataupun pikirannya untuk bekerja

(Mardelina & Muhson, 2017). Kondisi tersebut membuat mahasiswa

kesulitan dalam mengatur atau membagi waktu antara bekerja dan kuliah,

sehingga aktivitas mereka bertambah dan cenderung mengabaikan tugasnya

sebagai seorang mahasiswa untuk belajar serta mengerjakan tugas-tugas

yang diberikan oleh dosen (Mardelina & Muhson, 2017).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa academic

burnout pada mahasiswa yang bekerja adalah mahasiswa yang memiliki

perasaan lelah karena tuntutan studi dari proses pembelajaran yang diikuti

sehingga memiliki kecenderungan untuk depersonalisasi, perasaan prestasi

pribadi yang rendah, dan perasaan tidak kompeten sebagai mahasiswa.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

16

2. Dimensi Academic Burnout

Menurut Yang (2004) dimensi dari academic burnout ada tiga, yaitu:

a. Kelelahan emosional, disebabkan oleh tuntutan emosional dan psikologis

yang berlebih dan biasanya berdampingan dengan perasaan frustasi dan

ketegangan.

b. Keengganan untuk studi atau sinisme, mengacu kepada ketidakpekaan

atau sikap sinis terhadap pekerjaan yang sedang dihadapi.

c. Kurangnya keinginan untuk berprestasi, berkurangnya keinginan untuk

berprestasi terjadi ketika seseorang menampilkan kecenderungan untuk

mengevaluasi diri sendiri negatif, sebuah penurunan perasaan kompetensi

kerja, dan peningkatan perasaan inefficacy.

Kemudian menurut Schaufeli, dkk. (2002) academic burnout memiliki

tiga dimensi, yaitu:

a. Exhaustion. Dimensi ini mengacu pada perasaan lelah tetapi tidak

merujuk langsung kepada orang lain sebagai sumber umum. Leiter &

Maslach (2000) menyatakan bahwa dimensi ini mengarah pada perasaan

emosional yang berlebihan dan perasaan terkurasnya sumber daya

emosional. Individu merasa kekurangan energi untuk menghadapi hari

lain atau orang lain.

b. Cynicism. Dimensi ini ditandai dengan ketidakpedulian atau sikap

menjauh terhadap perkuliahan yang dijalani, tidak harus dengan orang

lain.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

17

c. Reduce of Professional Efficacy. Dimensi ini meliputi aspek sosial dan

nonsosial dalam pencapaian akademik. Leiter & Maslach (2000)

menyatakan bahwa individu akan merasa tidak berdaya, merasa semua

tugas yang diberikan berat. Ketika merasa tidak efektif maka

mahasiswa cenderung mengembangkan rasa tidak mampu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat dimensi-dimensi

academic burnout menurut Yang dan Schaufeli, dkk. yang terdiri dari

kelelahan emosional, keengganan untuk studi atau sinisme, mengurangnya

keinginan untuk berprestasi, exhaustion, cynicism, dan reduce of

professional efficacy. Dalam hal ini peneliti memilih dimensi academic

burnout menurut Yang (2004) yang terdiri dari kelelahan emosional,

keengganan untuk studi atau sinisme, dan mengurangnya keinginan untuk

berprestasi yang akan digunakan untuk mengetahui academic burnout pada

mahasiswa yang bekerja karena indikator dari dimensi-dimensi tersebut

telah sesuai dengan subjek yang akan peneliti teliti dibandingkan dengan

dimensi yang disampaikan oleh Schaufeli, dkk. (2002).

3. Faktor yang mempengaruhi Academic Burnout

Menurut Maslach, et al., (2001) burnout terdiri dari 2 faktor, yaitu:

a. Faktor situasional. Pada faktor ini terdapat karakteristik pekerjaan,

karakteristik jabatan, dan karakteristik organisasi.

1) Karakteristik pekerjaan yaitu meliputi (a) keanekaragaman

keterampilan yaitu banyaknya keterampilan yang diperlukan untuk

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

18

melakukan pekerjaan, (b) identitas tugas adalah identitas tugas yang

memungkinkan individu untuk melaksanakan tugas seutuhnya, (c) arti

tugas yaitu tugas penting yang mengacu pada seberapa besar dampak

pekerjaan terhadap orang lain, (d) otonomi yaitu karakteristik

pekerjaan yang memberikan kebijakan dan kendali tertentu bagi

individu atas keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan (e)

umpan balik mengacu pada informasi yang memberi tahu individu

tentang seberapa baik prestasi kerja yang telah dicapai selama bekerja.

2) Karakteristik jabatan merupakan unsur dari jabatan yang dapat dilihat

dan ditentukan dari hasil kerja, bahan kerja dan perangkat yang

digunakan.

3) Karakteristik organisasi adalah suatu perilaku dan tingkah laku suatu

institusi terhadap kondisi yang ada di luar institusi itu maupun di

dalam institusi itu sendiri.

b. Faktor individual. Faktor ini meliputi karakteristik demografik,

karakeristik kepribadian, dan sikap kerja.

1) Karakteristik demografik terdiri dari jenis kelamin, latar belakang

etnis, usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan.

2) Karakeristik kepribadian terdiri dari (a) konsep diri rendah yaitu

individu yang tidak percaya diri dan memiliki penghargaan terhadap

diri sendiri yang redah (Cherniss dalam Salama, 2014), (b) kebutuhan

diri yang terlalu besar adalah aktualisasi diri, aktualisasi diri

merupakan keinginan yang dimiliki individu untuk menjadi diri

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

19

sepenuhnya, dan mengaktualisasikan potensi yang dimiliki (Maslow,

1970), (c) kemampuan yang rendah dalam mengendalikan emosi,

kemampuan mengendalikan dan mengolah emosi baik dari dalam diri

maupun orang lain merupakan pengertian dari kecerdasan emosi.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri

dengan orang lain secara efektif (Goleman, 2003), (d) locus of control

eksternal merupakan suatu keyakinan terhadap peristiwa-peristiwa

yang terjadi karena alasan-alasan yang tidak ada hubungannya dengan

tingkah laku individu sehingga di luar usaha untuk mengontrolnya, (e)

introvert merupakan kepribadian individu yang tertutup sehingga

individu cenderung memilih sendiri atau bertemu sedikit orang

(Nursyahrurahmah, 2017), (f) keyakinan akan kemampuan diri oleh

Bandura disebut sebagai self efficacy (Bandura dalam Rustika, 2016).

Ugwu, dkk. (dalam Arlinkasari & Akmal, 2017) menyarankan agar

mahasiswa memiliki self-efficacy yang memadai untuk melindungi

diri dari potensi academic burnout. Konsep self-efficacy juga berlaku

dalam konteks akademis sehingga dapat disebut juga sebagai

academic self-efficacy.

Beberapa penelitian yang dipaparkan Zimmerman (dalam

Nugraheni, 2016) mendukung pernyataan Bandura (dalam Nugraheni,

2016), yaitu academic self-efficacy dapat memprediksi pilihan

aktivitas, tingkat usaha, seberapa lama bertahan dalam usahanya, dan

reaksi emosi. Shankland, dkk. (dalam Rachmah, 2013) menemukan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

20

bahwa mahasiswa dengan academic self-efficacy yang tinggi akan

mampu mengatasi berbagai tuntutan sebagai mahasiswa di perguruan

tinggi. Mahasiswa juga menunjukkan kurangnya kecemasan,

rendahnya gejala depresi, kepuasan hidup yang lebih besar, dan

prestasi akademik yang lebih baik.

3) Sikap kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang

mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya

terhadap pengalaman masa depan (Kenneth, 1992).

Menurut Gold dan Roth (dalam Khairani & Ifdil, 2015) burnout terdiri

dari lima faktor, antara lain:

a. Lack of Social Support (Kurangnya Dukungan Sosial)

Gold dan Roth menjelaskan bahwa kurangnya dukungan sosial telah

ditemukan dapat meningkatkan burnout pada beberapa penelitian.

Enam fungsi dukungan sosial, yaitu: mendengarkan, dukungan

profesional, tantangan profesional, dukungan emosional, tantangan

emosional, dan berbagi realitas sosial. Mendengarkan dalam artian

memberikan saran atau membuat penilaian. Dukungan emosional

dimaknai dengan adanya seseorang yang selalu mendampingi dan

menghargai apa yang di lakukan. Hal tersebut merupakan fungsi yang

paling penting untuk mengurangi burnout. Dari pernyataan tersebut

dapat disimpulkan bahwa pentingnya dukungan sosial dan dukungan

emosional sehingga dapat meminimalkan burnout yang dialami.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

21

b. Demographic Factors (Faktor Demografis)

Penelitian telah secara konsisten melaporkan bahwa burnout lebih

mungkin terjadi pada pria daripada wanita dan individu yang masih

lajang. Melihat temuan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

laki-laki lebih rentan terhadap burnout daripada wanita. Laki-laki lebih

membutuhkan dukungan dan bantuan sosial. Kurangnya dukungan

sosial terhadap laki-laki dapat menyebabkan perasaan terasing dan

kekecewaan, yang mengarah ke burnout jika tidak diidentifikasi dan

langkah-langkah pencegahan yang diambil. Seseorang yang masih

single juga mengalami tingkat burnout yang lebih tinggi. Orang-orang

yang masih sendiri sering kekurangan dukungan sosial di rumah dan

menghabiskan berjam-jam dengan aktivitas di luar rumah. Ketika

imbalan diharapkan tidak konsisten dengan upaya yang dilakukan,

perasaan kekecewaan, kesepian dan bahkan kemarahan bisa menjadi

konsekuensinya. Imbalan tidak dianggap sebagai sepadan dengan

usaha, maka hasilnya adalah rasa ketidakpuasan yang ekstrim. Perlunya

dukungan sosial dan interaksi dengan orang lain sangat penting bagi

mahasiswa yang masih single.

c. Self-Concept (Konsep diri)

Studi tentang burnout menunjukkan bahwa individu dengan konsep diri

yang tinggi lebih mudah melawan stres dan lebih mungkin untuk

mempertahankan rasa prestasi pribadi saat belajar di bawah tekanan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

22

Seseorang sering merasa bahwa rasa harga diri dan rasa memiliki

terpengaruh ketika bahwa menjadi kecewa dan putus asa.

d. Role Conflict and Role Ambiguity (Peran Konflik dan Peran

Ambiguitas)

Individu memiliki rasa konflik ketika peran dan tuntutan yang tidak

pantas, tidak kompatibel, dan tidak konsisten dibebankan pada mereka.

Ketika dua atau lebih perilaku peran yang tidak konsisten ini dialami

oleh seorang individu, maka akibatnya adalah konflik peran. Ketika

individu tersebut tidak dapat mendamaikan inkonsistensi antara

perilaku peran yang diharapkan, mahasiswa mengalami konflik.

Sedangkan ambiguitas peran adalah ketika seseorang tidak memiliki

informasi yang konsisten mengenai tujuan mahasiswa, tanggung jawab,

hak, dan kewajiban dan bagaimana mereka dapat melaksanakannya

dengan baik.

e. Isolation (Isolasi)

Saat dimana individu sebagai pemula disuatu profesi dengan keyakinan

mahasiswa sekarang akan menjadi milik kelompok tersebut. Namun

kenyataannya kondisi tersebut membuat individu rentan mendapatkan

kritik. Sehingga kurangnya dukungan sosial menghasilkan perasaan

kesepian dan isolasi. Di mana individu merasa perasaan tidak ditangani,

kekecewaan adalah perkembangan alami yang akhirnya mengarah ke

burnout.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

23

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor

yang mempengaruhi academic burnout menurut Maslach, et al., dan Gold

dan Roth yang terdiri dari faktor situasional, faktor individual, lack of social

support, demographic factors, self-concept, role conflict and role ambiguity,

dan isolation. Berdasarkan uraian faktor yang mempengaruhi burnout di

atas, peneliti berfokus pada salah satu faktor yang mempengaruhi academic

burnout menurut Maslach, et al., (2001) yaitu faktor individu. Berdasarkan

faktor-faktor yang dipaparkan di atas, keyakinan akan kemampuan diri

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi academic burnout.

Keyakinan dalam kemampuan diri oleh Bandura disebut sebagai self-

efficacy (Bandura dalam Rustika, 2016). Konsep self-efficacy juga berlaku

dalam konteks akademis sehingga dapat disebut juga sebagai academic self-

efficacy. Academic self-efficacy didefinisikan sebagai penilaian diri sendiri

atas suatu kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan belajar

untuk mencapai hasil prestasi berdasarkan jenis pendidikan yang ditentukan

(Bandura, 1995).

Beberapa penelitian yang dipaparkan Zimmerman (dalam Nugraheni,

2016) mendukung pernyataan Bandura (dalam Nugraheni, 2016), yaitu

academic self-efficacy dapat memprediksi pilihan aktivitas, tingkat usaha,

seberapa lama bertahan dalam usahanya, dan reaksi emosi. Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Arlinkasari dan Akmal (2017) ditemukan

hasil uji korelasi antara Maslach Burnout Inventory-Student Survey (MBI-

SS) dengan Academic Self-Efficacy Scale diperoleh koefisien korelasi r = -

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

24

0,365 dengan taraf signifikasi p= ˂0,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan negatif antara academic self-efficacy dengan academic

burnout. Apabila academic self-efficacy pada mahasiswa rendah maka

kecenderungan untuk mengalami academic burnout tinggi dan sebaliknya

apabila academic self-efficacy tinggi maka kecenderungan untuk mengalami

academic burnout rendah.

B. Academic Self-efficacy

1. Pengertian academic self-efficacy

Menurut Zajacova, dkk. (2005) academic self-efficacy mengacu pada

keyakinan mahasiswa terhadap kemampuannya dalam melaksanakan tugas–

tugas akademik seperti mempersiapkan diri untuk ujian dan menyusun

makalah. Sedangkan Bandura (1995) mendefinisikan academic self-efficacy

sebagai penilaian diri sendiri atas suatu kemampuan untuk mengatur dan

melaksanakan kegiatan belajar untuk mencapai hasil prestasi berdasarkan

jenis pendidikan yang ditentukan. Menurut Khotimah, Carolina, dan

Handarini (2016) efikasi diri akademik diartikan sebagai keyakinan individu

terhadap kemampuannya, semakin individu yakin terhadap kemampuannya,

maka semakin besar usaha yang dilakukannya karena mahasiswa yakin

kemampuannya tersebut dapat membantu dalam mengerjakan suatu tugas

dan membantu menghadapi hambatan atau rintangan untuk mencapai

prestasi akademik yang tinggi.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

25

Mahasiswa dengan tingkat academic self-efficacy yang tinggi ketika

menghadapi masalah akademik tidak akan mudah menyerah dan mencoba

untuk menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah mereka

(Charkhabi dkk., dalam Arlinkasari & Akmal, 2017). Hal senada juga

disampaikan oleh Baron dan Byrne (dalam Lidya & Darmayanti, 2015)

yang mendefinisikan academic self-efficacy sebagai keyakinan individu

terhadap kemampuannya untuk mengerjakan tugas, untuk mengatur

aktivitas belajarnya sendiri, untuk mewujudkan harapan akademik baik

harapan akademik dari diri sendiri maupun dari orang lain.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa academic self-

efficacy adalah keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan mahasiswa

dalam mengerjakan tugas-tugas akademik, untuk mengatur aktivitas

belajarnya sendiri, untuk mewujudkan harapan akademik baik harapan

akademik dari diri sendiri maupun dari orang lain.

2. Dimensi academic self-efficacy

Menurut Zajacova, dkk. (2005) ada empat dimensi dari academic self-

efficacy, yaitu:

a. Interaction at school. Dimensi ini merupakan keyakinan tentang

kemampuan diri untuk berinteraksi dengan orang-orang yang terlibat di

perguruan tinggi seperti berbicara dengan professor/dosen, mencari

pertolongan dan informasi di kampus, berbicara dengan staf kampus,

berpartisipasi dalam diskusi kelas, dan memahami peraturan di kampus.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

26

b. Academic performance out of class. Keyakinan mahasiswa dalam

menampilkan kemampuan dirinya selama di luar perkuliahan seperti

belajar, menjaga/ fokus pada bacaan yang diperlukan, menuliskan

makalah, menyelesaikan tugas tepat waktu, persiapan untuk ujian,

meningkatkan kemampuan membaca dan menulis, meneliti makalah,

dan memahami buku yang dipelajari.

c. Academic performance in class. Keyakinan mahasiswa dalam

menampilkan kemampuan dirinya ketika mengikuti perkuliahan yaitu

mengerjakan ujian dengan baik, mengikuti beberapa ujian pada minggu

yang sama, meraih peringkat yang saya inginkan, dan mengikuti kelas

yang dianggap berat dengan baik.

d. Managing work, family, and school. Keyakinan mahasiswa dalam

mengatur pekerjaan, keluarga, dan perkuliahan secara efektif.

Menurut Bandura (1995) academic self-efficacy terdiri dari tiga

dimensi, yaitu:

a. Level (tingkat kesulitan tugas). Dimensi ini mengacu pada tingkat variasi

di berbagai tingkat tugas, variasi tingkat tugas tersebut digolongkan dari

tugas yang sederhana, cukup sulit, dan tugas yang sulit.

b. Generality (kemantapan keyakinan). Dimensi ini berkaitan dengan

keyakinan diri diseluruh kegiatan, seperti materi pelajaran yang berbeda.

c. Strength (tingkat kekuatan). Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan

mahasiswa dalam menampilkan kemampuan dirinya ketika mengikuti

perkuliahan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

27

Berdasarkan uraian di atas, academic self-efficacy memiliki berbagai

dimensi dari teori yang berbeda yang disampaikan oleh Zajacova dan

Bandura. Dimensi-dimensi academic self-efficacy meliputi interaction at

school, academic performance out of class, academic performance in class,

managing work, family, and school, level, generality, dan strength. Pada

penelitian ini, peneliti memilih dimensi academic self-efficacy dari

Zajacova, dkk. (2005) yang terdiri dari interaction at school, academic

performance out of class, academic performance in class, managing work,

family, and school yang akan digunakan untuk mengetahui academic self-

efficacy pada mahasiswa yang bekerja karena dimensi tersebut lebih jelas

dan mudah dimengerti sehingga dapat memudahkan peneliti untuk

melakukan penelitian dibandingkan dengan dimensi yang disampaikan oleh

Bandura (1995).

C. Hubungan antara academic self-efficacy dengan academic burnout

Menurut Yang (2004) academic burnout mengacu pada stres, beban

atau faktor psikologis lainnya karena proses pembelajaran yang diikuti

mahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional,

kecenderungan untuk depersonalisasi, dan perasaan prestasi pribadi yang

rendah. Menurut Law (dalam Arlinkasari & Akmal, 2017) mahasiswa yang

mengalami academic burnout akan melewatkan kelas (ketidakhadiran),

tidak mengerjakan tugas dengan baik, dan mendapat hasil ujian yang buruk

hingga akhirnya berpotensi untuk dikeluarkan dari perguruan tinggi. Ada

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

28

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi academic burnout, salah satunya

yaitu faktor individual. Faktor individual yang dapat menyebabkan burnout

adalah keyakinan dalam kemampuan diri atau disebut sebagai self efficacy

(Bandura dalam Rustika, 2016), Dalam penelitian ini self efficacy yang

dimaksud adalah academic self-efficacy.

Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Arlinkasari dan Akmal (2017) yang menunjukkan bahwa academic self-

efficacy berhubungan secara signifikan dengan academic burnout. Hasil

penelitian Ugwu dkk., Charkabi dkk., Rahmati (dalam Arlinkasari &

Akmal, 2017) menunjukkan bahwa academic self-efficacy berhubungan

secara signifikan dengan academic burnout dan kedua variabel tersebut

berkorelasi negatif. Beberapa penelitian yang dipaparkan Zimmerman

(dalam Nugraheni, 2016) mendukung pernyataan Bandura (dalam

Nugraheni, 2016), yaitu academic self-efficacy dapat memprediksi pilihan

aktivitas, tingkat usaha, seberapa lama bertahan dalam usahanya, dan reaksi

emosi. Self-efficacy dapat mempengaruhi pilihan perilaku, besar usaha yang

dikeluarkan dan seberapa lama bertahan ketika mengalami hal yang tidak

menyenangkan, pola pikiran, dan reaksi emosi. Individu dengan self-efficacy

yang tinggi cenderung memilih kegiatan menantang, terus berusaha keras

dan tetap bertahan dalam usahanya walaupun mengalami hal tidak

menyenangkan. Perilaku tersebut terpolakan dalam pikiran dan

tercerminkan dalam reaksi emosinya (Nugraheni, 2016).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

29

Menurut Komarraju dan Nadler (dalam Nugraheni, 2016) academic

self-efficacy yang baik akan membuat mahasiswa menjalankan aktivitasnya

secara optimal. Mahasiswa akan menilai bahwa dirinya mampu

menjalankan rangkaian perilaku demi tercapainya target dan menunjukkan

bahwa mahasiswa tersebut optimis. Target akademis akan diraih dengan

usaha yang tekun meskipun melalui berbagai tantangan dan kesibukan,

sehingga seorang mahasiswa yang bekerja perlu memiliki sifat pantang

menyerah dan konsisten dengan target awalnya. Jika gagal dalam mencapai

target, maka akan terus berusaha mencari ilmu agar menemukan solusi

alternatif hingga tujuan awal tercapai. Individu dengan academic self-

efficacy yang tinggi akan cenderung berusaha terus-menerus untuk

mencapai target walaupun mengalami kesulitan (Komarraju & Nadler dalam

Nugraheni, 2016). Kemudian mahasiswa dengan academic self-efficacy

yang baik dapat menghasilkan dan mampu menguji berbagai alternatif

tindakan ketika mahasiswa tidak mencapai keberhasilan pada awalnya.

Mahasiswa dengan tingkat academic self-efficacy yang tinggi ketika

menghadapi masalah akademik tidak akan mudah menyerah dan mencoba

untuk menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah mahasiswa

(Charkhabi dkk., dalam Arlinkasari & Akmal, 2017). Individu dengan self-

efficacy tinggi cenderung dapat bertahan dan terhindar dari academic

burnout (Lailani, 2015). Sedangkan menurut Zarina (dalam Fitrianti dkk.,

2011) individu dengan academic self-efficacy rendah cenderung merasa

tidak yakin akan berhasil, tidak mempunyai kegigihan dalam mencapai

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

30

tujuan, kurang memiliki tanggung jawab secara pribadi dan kurang

menginginkan hasil dari kemampuan optimalnya, dan kurang mampu

mengontrol stres dan kecemasan. Sehingga menurut Rahmati (dalam

Arlinkasari & Akmal, 2017) mahasiswa yang tidak memiliki academic self-

efficacy yang memadai menjadi rentan terhadap academic burnout.

Menurut Zajacova, dkk. (2005) academic self-efficacy mengacu pada

keyakinan mahasiswa terhadap kemampuannya dalam melaksanakan tugas–

tugas akademik seperti mempersiapkan diri untuk ujian dan menyusun

makalah. Lebih lanjut dijelaskan terdapat empat dimensi academic self-

efficacy yaitu interaction at school, academic performance out of class,

academic performance in class, dan managing work, family, and school.

Dimensi interaction at school adalah dimensi yang membahas mengenai

keyakinan individu tentang kemampuan diri untuk berinteraksi dengan

orang-orang yang terlibat di perguruan tinggi (Zajacova dkk., 2005).

Individu yang memiliki kemampuan interaction at school merupakan

individu yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya di

lingkungan pendidikan, dalam hal ini di sekolah atau perguruan tinggi. Hal

ini menandakan bahwa interaction at school dapat berupa penilaian individu

terhadap diri sendiri yang berkaitan dengan keadaan lingkungan sekolah

atau perguruan tinggi sehingga individu dapat mempersiapkan dan

memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasarnya di dalam lingkungan tersebut

(Kartasasmita, 2017).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

31

Individu dengan kemampuan interaction at school yang baik akan

mampu untuk berinteraksi dengan orang-orang di perguruan tinggi, seperti

berbicara dengan professor atau dosen saat berada di lingkungan kampus,

dapat mencari pertolongan dan mencari informasi di kampus, mampu dan

tidak malu untuk berbicara dengan staf kampus, berpartisipasi dalam diskusi

kelas secara aktif, dan memahami peraturan di kampus dengan baik

(Zajacova dkk., 2005). Sehingga individu akan membangkitkan rasa percaya

diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta

yakin kehadirannya diperlukan. Individu dengan interaction at school

sedang mempunyai kecenderungan sama dengan individu yang mempunyai

interaction at school tinggi. Perbedaannya adalah individu yang mempunyai

interaction at school sedang cenderung untuk bergantung pada penerimaan

sosial dan sangat mendukung sistem nilai di lingkungan (Tambunan, 2001).

Sebaliknya, mahasiswa dengan interaction at school yang rendah

cenderung bersikap individualitas, tidak berani mencoba hal-hal baru,

cenderung pasif dalam diskusi kelas, dan kurang mampu bergaul dengan

orang-orang di lingkungan kampus (Jasmadi & Azzama, 2016). Sehingga

individu akan memiliki perasaan yang negatif terhadap diri sendiri,

termasuk hilangnya percaya diri dan kemampuannya, merasa gagal

mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,

destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah

tersinggung dan menarik diri secara sosial (Hariyanto dalam Jasmadi &

Azzama, 2016). Maka dari itu individu yang memiliki interaction at school

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

32

rendah cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu (Tambunan, 2001),

dan hal ini dapat menyebabkan individu mengalami academic burnout.

Pada dimensi academic performance out of class mengacu pada

keyakinan mahasiswa dalam menampilkan kemampuan dirinya selama di

luar perkuliahan (Zajacova dkk., 2005). Academic performance out of class

sangat berpengaruh di dalam kehidupan. Banyak individu dalam hidupnya

kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan luarnya

(Komara, 2016). Individu dengan kemampuan academic performance out of

class yang baik akan menampilkan kemampuan dirinya dalam hal belajar

secara mandiri, membaca dan fokus pada bacaan yang diperlukan,

menuliskan makalah, menyelesaikan tugas tepat waktu, mempersiapkan

ujian dengan baik, meningkatkan kemampuan dalam membaca dan menulis,

meneliti makalah, dan memahami buku yang dipelajari (Zajacova dkk.,

2005). Sehingga mahasiswa yang memiliki academic performance out of

class yang baik memiliki keyakinan yang tinggi dan selalu berusaha

mengembangkan potensi diri secara maksimal serta menunjukan yang

terbaik dari dirinya dibuktikan dengan sebuah pencapaian prestasi. Hal ini

sangat mempengaruhi kesuksesan dalam belajar dan bekerja, dalam

lingkungan keluarga, dan hubungan sosial dengan orang lain (Komara,

2016).

Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki academic performance out of

class yang kurang baik akan belajar di bawah kendali orang lain, tidak

menyelesaikan tugas tepat waktu, tidak memiliki keyakinan untuk mampu

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

33

mengatasi masalah yang dihadapi dalam proses belajar di luar perkuliahan,

tidak merencanakan sendiri kegiatan belajarnya, tidak berusaha

melaksanakan rencana kegiatan belajar sebaik mungkin, dan cenderung

tidak yakin dengan hasil tugasnya sendiri (Saefullah, Siahaan, & Sari,

2013). Sehingga mahasiswa memiliki keyakinan yang rendah sehingga tidak

mampu mengembangkan bakat, minat, dan potensi yang ada di dalam

dirinya dan tidak mampu mengaktualisasikan diri dengan maksimal serta

bersifat pasif (Komara, 2016). Lebih lanjut dijelaskan kurangnya academic

performance out class akan menyebabkan mahasiswa tidak dapat

menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah yang rumit. Menurut

Rahman (2007) individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dan

menghadapi masalah yang ada dilingkungannya dapat dihinggapi rasa lelah

secara fisik, mental maupun emosional dan hal inilah yang dapat

menimbulkan academic burnout.

Dimensi academic performance in class adalah keyakinan mahasiswa

dalam menampilkan dirinya ketika mengikuti perkuliahan (Zajacova dkk.,

2005). Dimensi ini merupakan sarana untuk pemenuhan diri (Kartasasmita,

2017). Hal ini untuk melihat adanya kemungkinan seorang mahasiswa dapat

belajar sesuai dengan minat, kemampuan dan kebiasaan yang ada pada

mahasiswa tersebut. Pada saat yang bersamaan pula menerima umpan balik

dan juga dorongan untuk berprestasi (Kartasasmita, 2017). Individu dengan

academic performance in class yang optimal akan menampilkan

kemampuannya dalam mengerjakan ujian dengan baik, mengikuti beberapa

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

34

ujian pada minggu yang sama, meraih peringkat yang diinginkan, dan

mengikuti kelas yang dianggapnya berat dengan baik (Zajacova dkk., 2005).

Menurut Noble et al., (2008), academic performance in class yang

optimal berhubungan dengan peningkatan hasil akademik, kehadiran di

sekolah atau perguruan tinggi, perilaku prososial, keamanan sekolah atau

perguruan tinggi dan kesehatan mental. Sehingga individu dengan academic

performance in class yang tinggi akan mampu mempelajari dan memahami

informasi secara efektif serta menunjukkan keterlibatan dalam perilaku

sosial yang sehat dan memuaskan (Awartani, Whitman, & Gordon, 2002).

Kemudian individu dengan tingkat academic performance in class yang

tinggi dapat melihat dan menyikapi permasalahan dengan bijak dan penuh

pertimbangan (Rakasiswi, Zulharman, & Firdaus, 2015).

Sebaliknya, apabila academic performance in class yang dimiliki

mahasiswa tidak optimal individu akan sering melanggar peraturan kampus

ataupun kelas, membolos untuk menghindari perkuliahan yang berat, sering

tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas, tidak mengikuti ujian sesuai

jadwal, dan tampak enggan berusaha untuk mencapai hasil belajar yang

lebih baik (Pratiwi, 2015), maka mahasiswa akan kesulitan dalam

menghadapi perkuliahan atau pekerjaan, merasa tidak mampu, rendah diri,

canggung, dan bahkan tidak percaya diri dengan kemampuan yang

dimilikinya (Irawati & Hajat, 2012). Sehingga individu dengan academic

performance in class rendah cenderung akan mengevaluasi diri rendah yang

berpengaruh besar terhadap kebahagiaan dan kepuasan akademiknya

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

35

(Amato, 1994), maka individu akan menyikapi permasalahan-permasalahan

yang ada dengan kurang bijak, mudah menyerah, dan cenderung

menghindar (Rakasiswi, Zulharman, & Firdaus, 2015).

Dimensi yang terakhir yaitu dimensi managing work, family, and

school. Dimensi ini membahas mengenai keyakinan mahasiswa dalam

mengatur pekerjaan, keluarga, dan perkuliahan secara efektif (Zajacova

dkk., 2005). Menurut Wenno (dalam Fisher dkk, 2018) managing work,

family, and school merupakan hal yang dilakukan individu dalam membagi

waktu baik di tempat kerja dan aktivitas lain di luar kerja yang di dalamnya

terdapat individual behaviour dimana hal ini dapat menjadi sumber konflik

pribadi dan menjadi sumber energi bagi diri sendiri. Individual behavior

yaitu dimana individu melakukan suatu tindakan bagi dirinya sendiri yaitu

baik dalam bekerja maupun melakukan kegiatan untuk dirinya sendiri di

luar jam kerja seperti berkuliah. Hal ini dilakukan oleh individu apabila

individu telah berkeluarga maka ia akan memiliki tanggung jawab untuk

hidup berkeluarga dan menjalankan pekerjaan dan perkuliahan sebagai

tanggung jawab sehingga apabila individu tidak dapat mengatur waktu

untuk ketiga hal ini maka dapat terjadi konflik dimana individu harus

mengatur waktu untuk keluarga, pekerjaan, dan perkuliahan. Mahasiswa

yang bekerja harus dapat membagi waktu dan tanggung jawab terhadap

komitmen dari aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Hal inilah yang

membuat mahasiswa menghabiskan sebagian waktu, energi serta tenaga,

ataupun pikirannya (Mardelina & Muhson, 2017). Individu yang memiliki

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

36

managing work, family, and school yang baik dapat mengatur waktu dengan

baik, dapat menyelesaikan tugas diperkuliahan dan pekerjaan tepat waktu,

dapat mengatur waktu luang untuk keluarga, sehingga individu akan dapat

bekerja dengan baik sesuai dengan tanggung jawab yang ada dan memiliki

kedisiplinan dalam mengurus perkuliahan maupun pekerjaan (Wenno,

2018). Sedangkan apabila individu tidak dapat mengatur waktu maka

individu dapat dikatakan tidak memiliki managing work, family, and school

yang baik sehingga individu mengalami ketidakseimbangan waktu kerja,

keluarga, dan kuliah maka individu akan merasakan konflik yang membuat

dirinya tidak nyaman baik dalam bekerja maupun dalam keluarga. Sehingga

apabila dalam bekerja merasakan ketidaknyamanan maka performa kerja

individu dapat terganggu yang mengakibatkan academic burnout (Wenno,

2018).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa academic self-efficacy

dapat mempengaruhi academic burnout. Hal ini berarti semakin tinggi

academic self-efficacy maka semakin rendah academic burnout pada

mahasiswa yang bekerja. Sebaliknya, semakin rendah academic self-efficacy

maka semakin tinggi academic burnout pada mahasiswa yang bekerja.

Maka dari itu mahasiswa yang bekerja harus memiliki interaction at school,

academic performance out of class, academic performance in class, dan

managing work, family, and school yang baik sehingga dapat menghadapi

tuntutan tugas perkuliahan dan pekerjaan sehingga dapat menghindari

academic burnout.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Academic Burnout pada …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4582/3/BAB II.pdfmahasiswa sehingga menunjukkan keadaan kelelahan emosional, kecenderungan untuk

37

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis yaitu

terdapat hubungan negatif antara academic self-efficacy dengan academic

burnout pada mahasiswa yang bekerja. Semakin tinggi academic self-

efficacy maka semakin rendah academic burnout pada mahasiswa yang

bekerja. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah academic self-efficacy

maka semakin tinggi academic burnout pada mahasiswa yang bekerja.