bab ii kajian teori -...

36
10 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Keikutsertaan dalam Organisasi 2.1.1. Pengertian Organisasi Menurut Sutarto (1985) mengatakan bahwa organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.. Organisasi merupakan suatu kesatuan yang didalamnya terdapat sejumlah komponen (berupa manusia maupun non manusia) yang saling berinteraksi dan berpengaruh, semuanya bergerak ke arah tujuan yang telah ditentukan. Organisasi adalah suatu kesatuan yang terdiri atas bagian atau orang-orang dalam suatu perkumpulan untuk mencapai tujuan tertentu. Depdiknas (1990) mengatakan organisasi juga dapat dikatakan suatu kerjasama antara orang yang satu dengan yang lain dalam suatu perkumpulan untuk mencapai tujuan bersama. Muhamad (2000) mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Bernard (1938) mengatakan bahwa “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih” (Define organization as a system cooperative of two or more persons) yang sama sama memiliki visi dan misi yang sama. Lubis dan Husaini (1987) mengatakan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial

Upload: lythu

Post on 04-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Keikutsertaan dalam Organisasi

2.1.1. Pengertian Organisasi

Menurut Sutarto (1985) mengatakan bahwa organisasi adalah

sistem yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang

bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.. Organisasi merupakan suatu

kesatuan yang didalamnya terdapat sejumlah komponen (berupa manusia

maupun non manusia) yang saling berinteraksi dan berpengaruh, semuanya

bergerak ke arah tujuan yang telah ditentukan. Organisasi adalah suatu

kesatuan yang terdiri atas bagian atau orang-orang dalam suatu

perkumpulan untuk mencapai tujuan tertentu.

Depdiknas (1990) mengatakan organisasi juga dapat dikatakan

suatu kerjasama antara orang yang satu dengan yang lain dalam suatu

perkumpulan untuk mencapai tujuan bersama. Muhamad (2000)

mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan

dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Bernard (1938)

mengatakan bahwa “ Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang

atau lebih” (Define organization as a system cooperative of two or more

persons) yang sama – sama memiliki visi dan misi yang sama. Lubis dan

Husaini (1987) mengatakan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial

11

dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu

sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-

masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan

mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas

dari lingkungannya. Sutarto (1985) mengatakan organisasi adalah sistem

yang saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama

untuk mencapai tujuan tertentu. Schein (dalam Muhammad, 2000),

mengatakan organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan

dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab.

Barnard (1938) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu sistem

aktivitas kooperatif antara dua orang atau lebih. Griffin (1959) mengatakan

organisasi merupakan penugasan orang-orang kedalam fungsi pekerjaan

yang harus dilakukan agar terjadi aktivitas kerjasama dalam mencapai

tujuan. Sedangkan pengorganisasian merupakan penyusunan dan

pengelompokan bermacam-macam pekerjaan berdasarkan jenis pekerjaan,

urutan sifat dan fungsi pekerjaan, waktu dan kecepatan.

Dari beberapa teori di atas pada penelitian ini teori yang dipakai

adalah teori Lubis dan Husaini yang mengatakan organisasi adalah sebagai

suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut

suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan

tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan

12

tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan

secara tegas dari lingkungannya.

2.1.2. Organisasi Kemahasiswaan

a. Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di Perguruan Tinggi, baik di

Universitas, Institusi atau Akademi. Takwin (2008) mengatakan mahasiswa

adalah mereka yang terdaftar sebagai murid diperguruan tinggi dapat

disebut sebagai mahasiswa. Masa mahasiswa meliputi rentang umur 18/19

tahun sampai 24/25 tahun. Winkel (1997) mengatakan rentang umur

mahasiswa ini masih dapat dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21

tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV, periode

21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai

dengan semester VIII.

b. Organisasi Kemahasiswaan

UNNES (2003) mengatakan organisasi kemahasiswaan adalah

wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan

wawasan dan peningkatan kecerdasan serta integrasi kepribadian. UNNES

(2003) mengatakan Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan mahasiswa

yang meliputi penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran serta upaya

perbaikan kesejahteraan mahasiswa di perguruan tinggi.

Schein (dalam Muhammad, 2000) mengatakan organisasi adalah

suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa

13

tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melaui hierarki

otoritas dan tanggungjawab.

Murdiyatmoko dan Handayani (2004) mengatakan interaksi sosial

adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh

mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya

memungkinkan pembentukan struktur sosial.

Berdasarkan Kepmen Dikbud nomor:155/U/1998 (dalam

Widayanti (2005) organisasi kemahasiswaan merupakan salah satu elemen

yang sangat penting dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.

Keberadaan organisasi mahasiswa merupakan wahana dan sarana

pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan, peningkatan

kecendekiawanan, integritas kepribadian, menanamkan sikap ilmiah, dan

pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama

serta menumbuhkan rasa dan kesaatuan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi

kemahasiswaan merupakan suatu bentuk kelompok dari beberapa orang atau

mahasiswa dengan suatu koordinasi yang melakukan suatu kegiatan untuk

mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan ke arah perluasan wawasan

dan peningkatan kecerdasan. Dalam organisasi terdapat adanya suatu

hubungan atau interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain

untuk melakukan suatu kerjasama demi tercapainya suatu tujuan.

14

c. Bentuk Organisasi Kemahasiswaan

Pada saat ini, dikenal dua macam organisasi mahasiswa menurut

As’ari (2007) mengatakan organisasi intera kampus dan organisasi ekstra

kampus. Organisasi intera kampus yaitu organisasi yang berada di dalam

kampus, yang ruang lingkup kegiatan dan anggotanya hanya terbatas pada

mahasiswa yang ada di kampus tersebut atau sewaktu-waktu melibatkan

peserta dari luar. Organisasi intra ini terbagi dalam dua bagian, yaitu

pertama, berdasarkan ruang lingkupnya yang terdiri dari organisasi tingkat

jurusan (ruang lingkupnya satu jurusan), organisasi tingkat fakultas (ruang

lingkupnya satu fakultas) dan organisasi tingkat universitas (ruang lingkup

tingkat universitas). Kedua, organisasi berdasarkan minat dan bakat atau

lebih dikenal dengan Kelompok Bakat Minat (KBM) dengan ruang

lingkupnya ada yang setingkat fakultas dan yang lebih banyak setingkat

universitas. Organisasi ekstra kampus merupakan organisasi yang berada di

luar kampus, di mana ruang lingkup dan anggotanya adalah mahasiswa

seperguruan tinggi atau lintas perguruan tinggi.

Pada dasarnya organisasi kemahasiswaan Widayanti, (2005)

mengatakan adalah wahana berlatih mahasiswa sepenuhnya diselenggarakan

oleh, untuk dan dari mahasiswa, oleh karena itu, keberadaan, bentuk dan

tempatnya sepenuhnya tergantung dari prakarsa dan kemauan mahasiswa.

Walaupun demikian organisasi kemahasiswaan di dalam kampus beserta

aktifitasnya harus semata – mata ditujukan untuk kepentingan pendidikan

15

dan pengembangan mahasiswa sejalan dengan misi perguruan tinggi yang

bersangkutan.

d. Bentuk Organisasi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga adalah:

KUKM UKSW, (2011). (1)Badab perwakilan Mahasiswa

Universitas (BPMU) adalah lembaga perwakilan dan permusyawaratan

mahasiswa di aras Universitas. (2) Senat Mahasiswa Universitas (SMU)

adalah lembaga eksekutif mahasiswa di aras universitas yang

mengkoordinasikan aktifitas mahasiswa di aras Universitas dan Fakultas. (3)

Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF) adalah lembaga

perwakilan dan permusyawaratan mahasiswa diaras fakultas.(4)Senat

Mahasiswa Fakultas (SMF) adalah lembaga eksekutif di aras fakultas yang

mengkoordinasikan aktivitas mahasiswa di aras fakultas dan atau program

studi. (5)Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) adalah himpunan

mahasiswa yang terdapat pada fakultas tertentu yang mempunyai program

studi. (6) Kelompok Bakat Minat (KBM) yang merupakan himpunan

mahasiswa yang memiliki satu kesamaan minat, bakat,dan perhatian pada

bidang tertentu yang terintegrasi dengan LK di atas fakultas atau universitas,

KBM ini termasuk dalam naungan SMF.

e. Tujuan organisasi di Universitas Kristen Satya Wacana adalah:

KUKM UKSW, (2011). (1)Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk

berperan serta dalam mewujudkan tujuan perguruan tinggi pad aumumnya

dan Universitas Kristen Satya Wacana pada Khususnya.(2) Menjadi wahana

untuk membina persekutuan dan persaudaraan untuk kesejahteraan

16

mahasiswa. (3)Menjadi wahana mempersiapkan calon – calon pemimpin

yang kritis-prinsipil, kreatif-realistis dan non- konformis. (4) Menjadi

saluran bicara mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi konstruktif dan

bertanggung jawab, yang hidup dikalangan mahasiswa.

f. Fungsi dan Peranan Lembaga Kemahasiswaan Universitas Kristen Satya

Wacana adalah :

KUKM UKSW, (2011). (1)Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk

berperan serta dalam mewujudkan tujuan Perguruan Tinggi pada umumnya

dan Universitas Kristen Satya Wacana pada khususnya. (2) Menjadi wahana

untuk membina persekutuan dan pesaudaraan untuk kesejahteraan

mahasiswa. (3) Menjadi wahana mempersiapkan calon-calon pemimpin

yang kritis-analitis-obyektif, kreatif-inovatif, adaptif, dinamis, dedikatif dan

terampil yang religius. (4) Menjadi wahana bagi mahasiswa untuk

menyalurkan aspirasi kontruktif dan bertanggung jawab, yang hidup di

kalangan mahasiswa.

g. Tugas dan Wewenang Organisasi yang ada di Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga

1. Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas

KUKM UKSW, (2011). (1) Memilih dan menetapkan Ketua

Umum SMU. (2) Membantu Ketua Umum SMU terpilih membentuk

kepengurusan SMU. (3) Menyusun dan menetapkan GBHPLK di aras

Universitas. (4) Menilai dan memberikan persetujuan terhadap program

kerja dan anggaran yang diajukan oleh SMU untuk selanjutnya disahkan

oleh Rektor. (5) Mengawasi dan menilai pelaksanaan program kerja dan

17

anggaran SMU. (6) Memberikan saran dan pemikiran kepada SMU baik

diminta maupun tidak diminta. (7) Meminta penjelasan kepada SMU

tentang suatu hal yang penting dan mendesak. (8) Menyalurkan usul-usul

lain yang diajukan oleh BPMF dan/atau mahasiswa kepada pihak-pihak

yang berkepentingan. (9) Memberikan saran-saran yang kritis-prinsipiil

dan kreatif-realistis kepada Pimpinan Universitas. (10) Mengatur

pembiayaan pelaksanaan tugas serta wewenang BPMF dan BPMU. (11)

Mengubah dan menetapkan KUKM dan selanjutnya diusulkan kepada

Rektor untuk disahkan. (12) Menjalankan advokasi terhadap masalah-

masalah yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak mahasiswa. (13)

Membentuk Peraturan BPMU. (14) Membentuk Keputusan BPMU. (15)

Memberhentikan Ketua Umum SMU. (16) Membahas dan mengesahkan

rancangan Peraturan BPMU yang diajukan oleh SMU.

2. Senat Mahasiswa Universitas

KUKM UKSW, (2011). (1) Menyalurkan aspirasi mahasiswa di

aras Universitas. (2) Mewakili mahasiswa dalam kegiatan di dalam dan ke

luar Universitas. (3) Mengangkat dan melantik fungsionaris BPMF dan

SMF. (4) Mengkoordinasikan struktur program dan anggaran LK dalam

Rakor. (5) Meminta laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program

kerja dan anggaran SMF melalui BPMF. (6) Menyusun dan mengajukan

program kerja dan anggaran berdasarkan GBHPLK Universitas kepada

BPMU pada awal kepengurusan untuk selanjutnya disahkan oleh Rektor.

(7) Melaksanakan program kerja dan anggaran yang telah disahkan oleh

18

Rektor. (8) Memberikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

program dan anggaran kepada Rektor melalui BPMU pada akhir

kepengurusan. (9) Memberikan saran dan pemikiran yang kritis-prinsipiil

dan kreatif-realistis kepada Pimpinan Universitas. (10) Memberikan

penjelasan kepada BPMU baik diminta maupun tidak diminta. (11)

Membuat ketentuan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas

eksekutif. (12) Membentuk Peraturan SMU. (13) Membentuk Keputusan

SMU. (14) Menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan BPMU

untuk dibahas dan disahkan oleh BPMU. (15) Mewadahi pelaksanaan

Rapat Koordinasi Lembaga Kemahasiswaan.

3. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas

KUKM UKSW, (2011). (1) Mengutus wakil mahasiswa Fakultas

untuk duduk di BPMU. (2) Menarik kembali wakil mahasiswa Fakultas

yang duduk di BPMU. (3) Memilih dan menetapkan Ketua SMF. (4)

Membantu Ketua SMF Terpilih untuk membentuk kepengurusan SMF. (5)

Mengajukan nama fungsionaris SMF Terpilih untuk diangkat oleh SMU.

(6) Merumuskan GBHPLK di aras Fakultas. (7) Memberi saran dan

pemikiran kepada SMF, baik diminta maupun tidak diminta. (8)

Mengawasi dan menilai pelaksanaan program kerja serta anggaran SMF

dan menyerahkan penilaiannya kepada SMU. (9) Memberi saran dan

pemikiran yang kritis-prinsipiil dan kreatif-realistis kepada Pimpinan

Fakultas. (10) Menyalurkan aspirasi mahasiswa Fakultas kepada pihak-

pihak yang terkait. (11) Melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan SMF

19

secara berkala. (12) Memberhentikan Ketua SMF.(13) Melakukan

advokasi terhadap masalah-masalah mahasiswa berkaitan dengan

pemenuhan hak-hak mahasiswa. (14) Membentuk Peraturan BPMF. (15)

Membentuk Keputusan BPMF. (16) Membahas dan mengesahkan

rancangan Peraturan BPMF yang diajukan oleh SMF.

4. Senat Mahasiswa Fakultas

KUKM UKSW, (2011) (1) Menyusun dan mengajukan program

kerja serta anggaran berdasarkan GBHPLK di aras Fakultas pada

permulaan tahun periode kepada SMU melalui BPMF untuk

dikoordinasikan. (2) Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan

pada Rapat LK. (3) Memberi laporan pertanggungjawaban kepada SMU

melalui BPMF pada akhir periode. (4) Menggiatkan aktivitas mahasiswa

Fakultas sebagai basis kegiatan akademik mahasiswa. (5) Mewakili

mahasiswa Fakultas dalam kegiatan ke dalam maupun ke luar

Universitas. (6) Memberi laporan berkala mengenai perkembangan

pelaksanaan program kerja dan anggaran kepada SMU melalui BPMF.

(7) Memberikan saran dan pemikiran yang kritis-prinsipiil dan kreatif-

realistis kepada Pimpinan Fakultas. (8) Menyalurkan aspirasi mahasiswa

di aras Fakultas. (9) Menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan

BPMF untuk dibahas dan disahkan oleh BPMF. (10) Membentuk

Peraturan SMF. (11) Membentuk Keputusan SMF.

20

5. Himpunan Mahasiswa Program Studi

KUKM UKSW, (2011). (1) Membentuk Badan pengurus HMP,

yang selanjutnya diangkat dengan Surat Keputusan SMF. (2) Menyusun

dan mengajukan program kerja yang berorientasi pada penalaran

mahasiswa serta anggarannya berdasarkan GBHPLK aras Fakultas pada

permulaan tahun periode kepada SMF untuk dikoordinasikan. (3)

Melaksanakan program kerja HMP yang telah ditetapkan pada Rapat

Koordinasi Lembaga Kemahasiswaan. (4) Menggiatkan aktifitas

mahasiswa program studi sebagai basis kegiatan akademik. (5)

Bertanggung jawab kepada SMF. (6) Dapat mengutus perwakilan

mahasiswa ke BPMF. (7) Menarik kembali perwakilannya di BPMF. (8)

Menghimpun dan menyalurkan aspirasi mahasiswa program studi kepada

BPMF. (9) Membentuk Keputusan HMP.

6. Kelompok Bakat Minat

KUKM UKSW, (2011). (1) Membentuk Badan Pengurus KBM.

(2) Mengajukan diri sebagai KBM pada setiap awal periode LK kepada

SMU di aras Universitas atau SMF di aras Fakultas. (3) Menyusun dan

mengajukan program kerja serta anggaran berdasarkan GBHPLK pada

permulaan periode LK kepada SMF atau SMU untuk dikoordinasikan.

(4) Melaksanakan program kerja KBM yang telah ditetapkan pada Rapat

Koordinasi Lembaga Kemahasiswaan. (5) Menggiatkan aktivitas

mahasiswa sesuai dengan bakat dan minat. (6) Bertanggung jawab

kepada SMF atau SMU. (7) Membentuk Keputusan KBM.

21

2.1.3. Keaktifan dalam Organisasi Kemahasiswaan

Suharso dan Retnoningsih, (2005) mengatakan keaktifan berasal

dari kata aktif, yang memiliki arti giat, gigih, dinamis dan bertenaga atau

sebagai lawan statis atau lamban dan mempunyai kecenderungan

menyebar atau berkembang. Keaktifan merupakan suatu perilaku yang

bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan seorang untuk aktif dalam

kegiatan. Keaktifan mahasiswa dalam organisasi merupakan suatu perilaku

atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keteraturan dan keterlibatan

seorang mahasiswa dalam kegiatan organisasi tersebut.

Sentosa, (2008) mengatakan berdasarkan data penelitian,

ditemukan bahwa motivasi seseorang ikut serta dalam organisasi untuk

mendapatkan kecakapan yang tidak mungkin didapatkan di bangku

perkuliahan. Kecakapan tersebut meliputi, kecakapan mengatur waktu,

kecakapan birokrasi, kecakapan surat menyurat, dan kecakapan lainnya,

nampak jelas bahwa kecakapan – kecakapan tersebut jarang didapatkan

dari bangku kuliah. Selain itu, motivasi lain untuk ikut dalam organisasi

adalah untuk memperoleh eksistensi dan aktualisasi diri dalam lingkungan

dimana mereka berada. Eksistensi ini terkait dengan keinginan dan ego

yang ada dalam diri mahasiswa untuk lebih dikenal oleh mahasiswa –

mahasiswa lainya. Bahkan, lingkup tersebut sampai pada keinginan untuk

lebih dikenal oleh para dosen di lingkungan fakultas atau program

studinya. Motivasi eksistensi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan

ketika mahasiswa ikut serta dalam suatu organisasi. Melalui organisasi,

22

mahasiswa percaya bahwa potensi tersebut dapat diolah dan

dikembangkan secara kreatif sehingga memberi kelebihan tersendiri bagi

mahasiswa lainnya yang tidak aktif dalam berorganisasi.

Selain untuk mengembangkan potensi, motivasi lain yang

mendasari mahasiswa untuk berorganisasi adalah untuk mencapai sebuah

prestasi, bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi, prestasi akademis

maupun non-akademis menjadi sebuah kebanggaan tersendiri karena ia

memiliki kemampuan yang tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja

tetapi ia juga bisa membuktikan kemampuan tersebut secara aplikatif dan

praktis. Inilah capaian yang dimiliki oleh mahasiswa yang tidak hanya

berorientasi kuliah tetapi juga organisasi, suatu kelebihan tersendiri yang

membedakan dengan mahasiswa yang berorientasi pada kuliah saja.

2.1.4. Manfaat mengikuti organisasi

Dengan mengikuti organisasi dapat memperoleh manfaat terutama

dalam menjalin hubungan dengan orang lain karena dalam organisasi

setiap anggota dituntut untuk saling berinteraksi dan bekerja sama satu

dengan yang lain. Dengan adanya tuntutan tersebut dapat digunakan

sebagai wadah untuk belajar dan pengalaman mahasiswa dalam menjalin

hubungan atau berinteraksi dengan orang lain, sehingga berguna dalam

kehidupan bermasyarakat.

(1) Melatih Leadership, karena dalam berorganisasi ada banyak hal

yang harus diurus seperti acara – acara organisasi yang tentu melibatkan

banyak orang, baik itu sesama mahasiswa anggota organisasi maupun

23

orang – orang diluar organisasi. (2) Belajar mengatur waktu, karena kita

harus pandai – pandai mengatur waktu antara tugas kuliah dan tanggung

jawab sebagai anggota organisasi. (3) Memperluas jaringan atau

Networking, dalam mengikuti organisasi pasti akan menambah teman –

teman baru. (4) Mengasah kemampuan sosial, orang yang mengikuti

organisasi biasanya akan lebih aktif di bandingkan dengan orang yang

tidak mengikuti organisasi. (5) Problem Solving dan Managemen Konflik,

dalam mengikuti organisasi kita dituntut untuk belajar memecahkan

masalah apabila sewaktu – waktu terjadi kendala mengenai organisasi.

Sentosa, (2008) mengatakan selain untuk mengembangkan potensi,

motivasi lain yang mendasari mahasiswa untuk berorganisasi adalah untuk

mencapai sebuah prestasi. Bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi,

prestasi akademis maupun non-akademik menjadi sebuah kebanggan

tersendiri karena ia memiliki kemampuan yang tidak hanya diukur dari

aspek kognitif saja tetapi juga bisa membuktikan kemampuan tersebut

secara aplikatif dan praktis. Inilah capaian yang ingin dimiliki oleh

mahasiswa yang tidak hanya berorientasi kuliah, tetapi mahasiswa juga

mengikuti organisasi, suatu kelebihan tersendiri yang membedakan dengan

yang berorientasi pada kuliah saja.

Seorang mahasiswa akan memperoleh nilai tambah, jika ia tidak

hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena

dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang

lain (work as ateam), memiliki jiwa kepemimpinan (work as a leader),

24

terbiasa bekerja dengan managemen (work with management).

Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia yang

sebenarnya. Firdaus, (2008) mengatakan kadang seorang mahasiswa

aktivis menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan

organisasi.

2.1.5. Teori azas-azas organisasi

Luther Gulick & Lyndall Urwick mengatakan azas-azas organisasi,

yaitu: (1) orang yang layak pada struktur organisasi; (2) pengakuan

seorang pimpinan puncak sebagai sumber wewenang; (3) yang

bersangkutan dengan kesatuan perintah; (4) memakai staf khusus dan

umum; (5) departemenisasi berdasarkan tujuan, proses, orang dan tempat;

(6) pelimpahan dan pemakaian azas pengecualian; (7) membuat tanggung

jawab sepadan dengan wewenang; (8) mempertimbangkan rentang control

yang tepat. Dan masih banyak lagi azas-azas organisasi yang dikemukakan

oleh para ahli namun pada umumnya memiliki esensi yang sama,

diantaranya Alford & Russel Beatty, Henry G. Hodges, Richard N. Owen,

Louis A. Allen,Stanley Vance, dan Franklin G. Moore dan lain-lain.

2.1.6. Optimalisasi Performa Individu Dalam Organisasi

Apapun bentuk, sifat, dan ukuran organisasi selalu diarahkan pada

keberhasilan pencapaian tujuan organisasi (organizational effectiveness) yang

telah ditetapkan, dan keberhasilan organisasi ini pada dasarnya merupakan

akumulasi dan agregat usaha-usaha sekaligus keberhasilan individu-individu

(individual effectiveness) dalam organisasi itu sendiri Gibson (1985). Dengan

25

demikian dapat diungkapkan bahwa performa individu merupakan

determinan terhadap performa organisasi. Oleh karena itu dapat diterima

bahwa berbagai upaya dan pendekatan telah dikembangkan untuk

menciptakan dan mengoptimalkan performa individu ini, baik oleh praktisi

maupun teoritis, baik yang bersifat terapan (applied) maupun teoritis

(theoritical), baik ditinjau dari perspektif mikro (micro) maupun makro

(macro). Dapat ditegaskan bahwa pendekatan apapun yang dikembangkan

baik oleh praktisi maupun teoritisi, baik berspektif mikro ataupun makro, baik

bersifat teoritis maupun applied salah satu tekanan yang senantiasa

diembannya adalah pada permasalahan bagaimana mengarahkan perilaku

individu pada pencapaian tujuan organisasi.

Dengan melihat bahwa individu merupakan determinan terhadap

efektifitas organisasi dan dengan munculnya pendekatan baru yang disebut

pendekatan perilaku organisasi, dimana pendekatan ini concern terhadap

individu (individu dinilai sebagai people, bukan thinks), maka tulisan ini

hendak mengkaji upaya-upaya secara global (makro) untuk

mengoptimalkan performa individu dalam organisasi dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi, dengan mendasarkan pada pendekatan

perilaku organisasi.

Guna membahas kajian tersebut, pada bagian awal tulisan ini akan

diuraikan perjalanan dan dinamika menuju pendekatan perilaku organisasi

untuk memperolah gambaran secara utuh, integratif, dan holistik akan

pendekatan perilaku organisasi tersebut. Bahasan berikutnya mengenai

26

tantangan manajemen. Hal ini mengingat pendekatan perilaku organisasi

tetap memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan organisasi, dan untuk

hal ini tetap berkaitan dengan upaya-upaya untuk mengarahkan dan

mengendalikan perilaku individu, dan sehubungan dengan hal ini tidak

dilepaskan dari peranan manajer. Untuk mengarahkan dan mengendalikan

perilaku individu dalam organisasi dengan melihat manusia secara utuh

(humanistic oriented) maka manajemen harus memahami berbagai

variabel yang mempengaruhi perilaku individu tersebut. Oleh karena itu

bahasan berikutnya mengenai perilaku individu dalam organisasi. Pada

bagian akhir tulisan ini akan dilakukan diskusi dan akan diberikan

beberapa rekomendasi untuk memperbaiki dan mengoptimalkan performa

individu dalam organisasi.

a. Dinamika Menuju Pendekatan Perilaku Organisasi

Satu pendekatan yang menandai perkembangan awal dari studi

perilaku yang merupakan pendekatan perspektif teoritis-makro yakni yang

dikenal sebagai pendekatan tradisional dengan tokoh-tokohnya antara lain

W. Taylor dengan Scientific Management-nya, dan Henry Fayol dengan

prinsip-prinsip administrasinya, serta Max Weber dengan teori

birokrasinya (theory of bureaucracy). Pendekatan tradisional ini telah

memberikan kontribusi dalam studi managemen antara lain : (1) Telah

mengenalkan teori-teori rasional yang sebelumnya belum ada, (2)

memusatkan perhatian pada peningkatan produktivitas dan kualitas output,

(3) Menyediakan mekanisme administratif yang sesuai bagi organisasi, (4)

27

Penerapan pembagian kerja, (5) Meletakkan landasan bagi studi

berikutnya mengenai efisiensi metode kerja dan organisasi, (6)

Mengembangkan prinsip-prinsip yang umum dalam manajemen. Namun

demikian pendekatan ini kemudian banyak ditinggalkan karena

pendekatan ini hanya menekankan aturan-aturan formal, spesialisasi,

pembagian tanggung jawab yang jelas dengan memberi perhatian relatif

kecil terhadap arti pentingnya personal dan kebutuhan sosial dari individu-

individu yang berada dalam organisasi tersebut Bennet (1994). Bennet

juga menegaskan bahwa pendekatan klasik ini memperlakukan individu-

individu dalam organisasi secara mekanistik-menilai bahwa secara

eksklusif manusia hanya termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh

penghargaan berupa finansial yang tinggi.

Dalam perkembangan selanjutnya muncullah pendekatan baru

yakni pendekatan hubungan kerja kemanusiaan (human relation

approach). Pendekatan ini muncul dengan diawali dengan eksperimen

Hawthorne (Hawthorne experiments) oleh Elton Mayo dan team Industrial

Recearch dari Universitas Harvard. Pendekatan Human Relations telah

memberikan wacana baru dalam study manajemen dengan memberikan

beberapa sumbangan pemikiran dan hipotesis baru antara lain: (1) secara

eksplisit pertama kali mengenalkan peranan dan pentingnya hubungan

interpersonal dalam perilaku kelompok, (2) secara kritis menguji kembali

hubungan antara gaji dan motivasi, (3) mempertanyakan anggapan bahwa

masyarakat merupakan kelompok individu yang berusaha untuk

28

memaksimalkan pemenuhan kepentingan personalnya sendiri, (4)

menunjukkan bahwa bagaimana sistem teknis dan sistem sosial saling

berhubungan, (5) menunjukkan hubungan di antara kepuasan kerja dan

produktivitasnya Bennet (1994). Dalam bagian yang sama Bennet

menunjukkan beberapa kelemahan dari pendekatan ini yakni pendekatan

ini mengesampingkan pengaruh struktur organisasi terhadap perilaku

individu, memandang organisasi sebagai sistem tertutup (closed system)

dan mengabaikan kekuatan lingkungan politik, ekonomi dan lingkungan

yang lain, tidak menjelaskan pengaruh kesatuan kerja terhadap sikap dan

perilaku individu, meremehkan motivasi, keinginan untuk berpartisipasi

dalam pembuatan keputusan dan kesadaran sendiri berkaitan dengan

segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, memusatkan

perhatian kepada pengaruh kelompok kecil namun mengabaikan pengaruh

struktur sosial yang lebih luas.

Kemudian pada tahun 1970-an muncul pendekatan yang berspektif

mikro teoritis yakni yang dikenal dengan istilah pendekatan perilaku

organisasi (organizational behavior approach). Berkaitan dengan ini

Thoha, (1990) mengatakan bahwa perilaku organisasi adalah secara

langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian

terhadap tingkah laku orang-orang di dalam organisasi, dan bagaimana

perilaku orang-orang tersebut mempengaruhi usaha-usaha pencapaian

tujuan organisasi.

29

Duncan juga menjelaskan bahwa (1) studi perilaku organisasi

termsuk di dalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah

laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia didalam

organisasi, (2) perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal

bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa

yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya, (3) walaupun dikenal

adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih

memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan

tugas pekerjaan bisa dijalankan.

Kesimpulannya pendekatan ini mengusulkan beberapa cara supaya

usaha-usaha individu itu bisa terkoordinir dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Lebih terperinci Gibson memberikan beberapa point yang perlu

dicatat berkaitan dengan pendekatan perilaku organisasi ini yakni bahwa

pendekatan perilaku organisasi merupakan: (1) way of thingking : tingkat

analisis pada level individu, kelompok, dan organisasi, (2) interdiciplinary

field : memanfaatkan berbagai disiplin, model, teori dan metode dari

disiplin yang ada, (3) humanistic orientation : manusia dan segala sikap,

perilaku, persepsi, kapasitas, perasaan, dan tujuannya merupakan nilai

utama, (4) performance oriented : selalu mengarahkan pada performance,

(5) external environment : lingkungan eksternal dilihat memiliki pengaruh

terhadap perilaku organisasi, (6) metode ilmiah (scientific methode)

berperanan penting dalam mempelajari variabel dan hubungan, dan (7)

30

application orientation : memusatkan perhatian untuk menjawab berbagai

permasalahan yang muncul dalam konteks manajemen organisasi.

Dengan demikian dapat digaris bawahi bahwa pendekatan perilaku

organisasi merupakan multidisipliner, integrated, comprehensive, dan

people centered approach, pendekatan yang memandang organisasi

sebagai suatu sistem sosial, sehingga tidak lagi memandang organisasi

sebagai wadah/alat semata, sehingga dalam rangka memperbaiki

produktifitas (productivity improvement) dalam arti luas guna mencapai

efektivitas organisasi (organizational effectivity) tidak cukup memberi

tekanan pada struktur dan desain organisasi (organizational structure and

design) saja tetapi hendaknya juga dan lebih pada manusianya (human).

Gambar 1. Management Skills Necessary at Various Levels of an

Organisasi

SKILL NEEDED

Executive

Managerial

Supervisory

Nonsupervisory

Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa human skill merupakan

kapasitas yang krusial dalam setiap level manajemen. Hersey juga

menegaskan bahwa human skill telah dipandang penting pada masa lalu,

namun menjadi utama pada saat ini. Untuk dapat mencapai kepemimpinan

Human Conseptual

Technical

31

yang efektif yang secara langsung juga mengarahkan perilaku individu

yang berorientasi tujuan organisasi (goal oriented behavior) maka perlu

adanya pemahaman yang jelas terhadap berbagai variabel yang

mempengaruhi perilaku organisasi.

b. Perilaku Individu

Individu dalam memasuki lingkungan barunya yakni organisasi

akan membawa beberapa unsur yang telah membentuk karakteristiknya

antara lain kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman,

pengharapan. Namun demikian lingkungan barunya pun memiliki

karakteristik sendiri yang berupa keteraturan yang diwujudkan dalam

susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang dan

tanggung jawab, sistem penggajian (reward system), sistem pengendalian

dan lain sebagainya. Kemudian dalam proses pencapaian tujuan

organisasi, kedua karekteristik ini melakuakn interaksi dan akan

membentuk suatu perilaku individu dalam organisasi (Anderson dan Anna

Kyprianou, 1994; Thoha, 36). Lebih lanjut Thoha menggambarkannya

sebagai berikut :

32

Gambar 2. Model Umum Perilaku dalam Organisasi

Oleh karena itu manajer yang efektif adalah manajer yang mampu

memahami karakteristik individu-individu yang berada dalam organisasi

tersebut, dan hal ini dapat dilakukan dengan memahami prinsip-prinsip

dasar yang mempengaruhi perilaku individu. Thoha (1990) menyebutkan

beberapa prinsip dasar tersebut yakni: (1) manusia berbeda perilakunya

karena kemampuannya tidak sama, (2) manusia mempunyai kebutuhan

yang berbeda, (3) orang berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan

tentang bagaimana bertindak, (4) seseorang memahami lingkungannya

dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya, (5)

seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang

(affective), (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku

seseorang. Dengan demikian tantangan yang dihadapi manajemen adalah

Kareakteristik

Individu

Kemampuan

Kebutuhan

Kepercayaan

Pengalaman

Pengharapan

Dan lainnya

Kareakteristik

Organisasi

Hirarki

Tugas-tugas

Wewenang Tanggungjawab

Sistem Reward

Sistem Kontrol

Dan lainnya

Perilaku

Individu

Dalam Orgnisasi

33

berkaitan dengan kemampuan untuk mengidentifikasikan setiap perilaku

individu yang berada dalam organisasi dengan berbagai historical

background-nya, dan tentunya ini perlu suatu strategi dan teknik tertentu.

Secara lebih mendetail dan lebih terperinci Gibson (1985)

mengidentifikasikan berbagai variabel yang mempengaruhi perilaku dan

performa individu dalam organisasi, dan hal ini digambarkan pada gambar

3.

Gambar 3. Variables That Influence Behavior and Performance

Dari ilustrasi di atas dapat diamati bahwa banyak variabel yang

mempengaruhi dan menentukan perilaku dan performa individu, tidak

hanya dari variabel organisasional, namun juga dari variabel individual

dan variabel psikologis, yang semuanya tentunya perlu mendapat

perhatian manajer secara menyeluruh dan terintegrasi.

Psychological

Variables

Perception

Attitude

Personality

Learning

Motivasion

Individual behavior (e.g)

What a person does

Performance (e.g)

Desired result

Individual

Variabel

Abilities and skills

Mental

Physical

Background

Family

Social Class

Experiences

Democratis

Age

Race

Sex

Organizational Variabel

Resources

Leadership

Rewards

Structure

Job desaign

34

Yakni dengan (1) partisipasi individu dalam pembuatan keputusan,

(2) kondisi kerja dan budaya organisasi yang membuat krasan

(convenient), (3) adanya program pengembangan karier yang jelas, (4)

hubungan interpersonal dan intergroup yang harmonis, (5) gaya

kepemimpina yang mendukung situasi dan kondisi yang harmonis dan

kondusif untuk mengembangkan daya kreativitas dan inovatif atau dengan

konsep Osborne dan Gaebler lebih mengarah ketimbang mengayuh, (6)

tingkat stres yang seminimal mungkin.

2.2. Pengertian Interaksi Sosial

Gerungan (2000) mengatakan interaksi sosial yaitu individu yang

satu dapat menyesuaikan secara autoplastis kepada individu yang lain, di

mana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Interaksi sosial adalah

hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu,

antara kelompok maupun antara individu. Walgito (2003) mengatakan

interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu

yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau

sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan saling timbal balik.

Ali (2004) mengatakan Interaksi sosial adalah hubungan manusia

dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok atau

hubungan kelompok dengan kelompok disebut sebagai interaksi sosial.

Mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas

yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau

hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang

35

menjadi pasangannya. Shaw (1991) mengatakan interaksi adalah suatu

pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan

perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing

perilaku mempengaruhi satu sama lain. Interaksi sosial adalah proses,

melalui tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-turut menjadi unsur

penggerak bagi tindak balas dari kelompok yang lain. Roucek dan Warren

(dalam abdul syani, 2007) mengatakan interaksi social adalah suatu proses

timbal balik, dengan dimana satu kelompok dipengaruhi oleh tingkah laku

reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia mempengaruhi tingkah

laku orang lain (Pandangan ini disampaikan oleh

Interaksi sosial menurut kajiannya ahli sosiologi Gillin dan Gillin,

(1992) mengatakan proses-proses sosial yaitu cara berhubungan yang

dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia

saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan

tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang

menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.

Bonner, ( 1992):

“Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara 2 individu atau lebih, di

mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.

Dari beberapa pengertian Interkasi sosial menurut para ahli tersebut

dapat disimpulkan bahwa, interaksi sosial adalah hubungan timbal balik

anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di

dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari

36

sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan

terjadi saling mempengaruhi.

2.2.1. Yang mendorong terjadinya interaksi sosial

menurut Gerungan (2000 ) berdasarkan pada beberapa faktor,

yaitu :

a. Faktor peniruan atau imitasi

Merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang

menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam

pandangan dan tingkah laku diantara orang banyak.

Individu yang hanya mengandalkan perilaku dari meniru dapat

mengakibatkan individu tersebut menjadi tidak berkembang dan

menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis. Imitasi dalam

interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan dimana orang mengimitasi

sesuatu tanpa kritik, mereka melakukan dari apa yang mereka lihat.

Adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-

gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia, yang

mendangkalkan kehidupannya.

b. Faktor sugesti

Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu

proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau

pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih

dahulu.

Sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri,

maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa

adanya kritik dari individu yang bersangkutan.

Wagito, (2003).

“ Misalnya seseorang sering merasa sakit-sakit saja, walaupun secara

objektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja. Tetapi karena

auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat........ dalam

lapangan psikologi sosial peranaan hetero-sugesti lebih menonjol bila

dibandingkan dnegan auto-sugesti. Dalam kehidupan sosial banyak individu

menerima sesuatu cara, pedoman, pandangan, norma, dan sebagainya dari

orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang

diterimanya “

Secara garis besar terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-

syarat yang memudahkan sugesti terjadi yaitu: sugesti karena hambatan

berfikir, sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah, segesti karena

otoritas, sugesti karena mayoritas dan sugesti karena “will to believe”.

37

c. Faktor identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi

identik (sama) dengan seorang lain.

Sebenarnya manusia itu, ketika masih berkekurangan akan norma,

sikap-sikap, cita-cita atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam

bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan

identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan

kehidupan tempat ia masih berkekurangan pegangan itu. Demikianlah

manusia itu terus menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu,

terutama didalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-

situasi kehidupannya serba ragam.

d. Faktor simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang

satu terhadap orang yang lain (Gerungan, 2000). Simpati timbul tidak atas

dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga

pada proses identifikasi. Saling mempengaruhi dalam interaksi sosial yang

berdasarkan simpati, jauh lebih mendalam akibatnya daripada yang terjadi

atas dasar imitasi atau sugesti.

Dari keterangan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

dalam interaksi sosial, saling pengaruh atau saling mengubah tingkah laku

antara manusia itu merupakan kelangsungan yang kompleks, tetapi

diantaranya dapat dibedakan faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor

imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati yang masing-masing, sendiri atau

dalam gabungan dengan yang lain, mempunyai peranannya.

Interaksi sosial dapat dibagi menjadi tiga yaitu kerjasama, persaingan dan

pertentangan atau pertikaian (Soekanto, 2002):

a. Kerja sama (Co-operation)

Kerja sama akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka

mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, mempunyai

pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi

kepentingan-kepentingan tersebut. kerja sama di sini dimaksudkan sebagai

suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia

untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

b. Persaingan (Competition)

Persaingan dapat diartikan sebagai proses bilamana perorangan

atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang

kehidupan yang pada suatu tertetnu menjadi pusat perhatian umum dengan

38

cara usaha-usaha menarik perhatian publik atau dengan mempertajam

prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

c. Pertentangan/pertikaian (Conflict)

Pertentangan merupakan suatu proses sosial dimana individu atau

kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang

pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Walaupun

pertentangan merupakan proses disosiasif yang agak tajam, akan tetapi

pertentangan sebagai salah satu bentuk proses sosial juga mempunyai

fungsi positif bagi masyarakat.

2.2.2. Aspek-aspek yang Mendasari Interaksi Sosial

a. Komunikasi

Soekanto, (2002) mengatakan komunikasi adalah bahwa

memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan, gerak-gerik badaniah, atau sikap, perasaan-perasaan apa

yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Dalam komunikasi terdapat empat unsur antara lain: adanya

pengirim dan penerima berita, adanya berita yang dikirimkan, ada media

atau alat pengirim berita, ada sistem simbol yang digunakan untuk

menyatakan berita.

Dayaksini, (2003) mengatakan verbal ataupun nonverbal

merupakan saluran untuk menyampaikan perasaan ataupun ide/pikiran dan

sekaligus sebagai media untuk dapat menafsirkan atau memahami pikiran

atau perasaan orang lain. Komunikasi tidak lepas dari kehidupan individu

karena dengan komunikasi individu dapat berhubungan dengan orang lain

untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam mengadakan kerja sama untuk mnecapai suatu tujuan

individu juga mengadakan interaksi dan dalam interaksi tersebut terdapat

39

komunikasi. Komunikasi sangat penting dalam kehidupan dan merupakan

unsur yang penting dalam menjalin interaksi sosial. Dengan adanya

komunikasi, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok atau orang

perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain.

b. Sikap

Wirawan, (1999) mengatakan Sikap adalah sesuatu yang dipelajari

(bukan bawaan). Sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi,

dan diubah, dengan demikian sikap seseorang atau individu tergantung

dimana individu tersebut tinggal. Walgito, (2000) mengatakan sikap

merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau

situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan

memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau

perilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya.

Sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara

tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap dapat bersifat positif, dan dapat

pula bersifat negatif. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah

mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap

negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,

tidak menyukai objek tertentu.

c. Tingkah Laku Kelompok

Menurut tokoh psikologi dari aliran klasik tingkah laku kelompok

adalah hubungan dari tingkah laku individu secara bersama-sama. Tingkah

laku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari

40

stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan baik stimulus

eksternal maupun stimulus internal. Dalam suatu kelompok seorang

individu akan bertingkah laku dengan individu atau sesama anggota dalam

kelompok dengan mengadakan hubungan dan kerja sama.

Menurut Walgito (2000) mengatakan tingkah laku individu dapat

mempengaruhi individu itu sendiri, maupun berpengaruh pada lingkungan,

demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu dan sebaliknya.

Dalam suatu kelompok, tingkah laku individu dapat saling mempengaruhi

dan individu juga dapat membentuk tingkah lakunya sesuai dengan

kelompok yang ada. Tingkah laku yang terjadi dalam suatu kelompok

mempengaruhi terbentuknya kerja sama dalam kelompok tersebut.

d. Norma Sosial

Gerungan, (2000) mengatakan norma sosial adalah patokan-

patokan umum mengenai tingkah laku dan sikap individu anggota

kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermacam-macam

hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan

norma-norma tingkah laku dan sikap-sikap itu mengenai segala situasi

yang dihadapi oleh anggota kelompok.

2.2.3. Komponen Interaksi Sosial

Menurut Gerungan (2000), Walgito (2003), (dalam Widayanti, 2005)

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik yang

dilakukan antara dua orang atau lebih baik secara individu maupun secara

kelompok, di mana dalam interaksi sosial tersebut tidak lepas dari

komunikasi dan penyesuaian diri. Adapun komponen-komponen interaksi

sosial dirumuskan sebagai berikut:

41

a. Hubungan timbal balik

Manusia senantiasa hidup dalam suatu lingkungan, baik lingkungan

fisik, psikis, atau spiritual, yang di dalamnya terdapat hubungan timbal

balik. Menurut Gerungan (2002) di dalam hubungan timbal balik akan

terjadi saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungannya.

Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang

lain untuk memuhi kebutuhan biologisnya. Pada perkembangan menuju

kedewasaan, interaksi sosial diantara manusia dapat merealisasikan

kehidupannya secara individual. Hal ini dikarenakan jika tidak ada timbal

balik dari interaksi sosial maka manusia tidak dapat merealisasikan

potensi-potensinya sebagai sosok individu yang utuh sebagai hasil

interaksi sosial. Potensi-potensi itu pada awalnya dapat diketahui dari

perilaku kesehariannya. Pada saat bersosialisasi maka yang

ditunjukkannya adalah perilaku sosial. Pembentukan perialku sosial

seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal

maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial

memegang pernana yang cukup penting. Gerungan (1978) Situasi sosial

diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan

antara manusia yang satu dengan yang lain). Dengan kata lain setiap

situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah dikatakan

sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di

lingkungan pasar, pada saat rapat, atau dalam lingkungan pembelajaran

pendidikan jasmani.

b. Komunikasi antara kedua belah pihak

Walgito, (1991) mengatakan komunikasi merupakan suatu proses

penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti,

baik yang berwujud informasi, pemikiran, pengetahuan ataupun yang

lainnya dari penyampai (komunikator) kepada penerima (komunikan).

Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan informasi, ide,

ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain

secara timbal balik. Dengan komunikasi manusia dapat bekembang dan

dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan mahasiswa dalam organisasi

memberikan kontribusi dan latihan pada mahasiswa dalam berkomunikasi.

Tuntutan-tuntutan yang harus dilaksanakan dalam organisasi

mengharuskan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan orang atau

anggota yang lain, sehingga memberikan pengalaman pada mahasiswa

dalam berkomunikasi secara baik.

c. Penyesuaian diri dari setiap individu

Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat

menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Walgito, (1991)

mengatakan pengertian penyesuaian disini dalam arti yang luas yaitu

bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan disekitarnya, atau

42

sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan

dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang

bersangkutan.

Penyesuaian diri sangat penting dalam membantu individu

mengadakan suatu interaksi sosial dengan lingkungannnya, karena dengan

penyesuaian diri individu dapat menempatkan dirinya sesuai posisinya.

Bergabungnya individu dalam suatu kelompok atau organisasi membantu

individu dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan-kegiatan yang

diikutinya. Mereka juga dapat belajar memahami diri sendiri dan orang

lain dengan berbagai karakteristik yang berbeda.

2.2.4. Pengaruh Organisasi Terhadap Interaksi Sosial

Seorang mahasiswa akan memperolah nilai tambah, jika ia tidak

hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi karena

dengan berorganisasi seseorang akan terbiasa bekerjasama dengan orang

lain, karena dengan mengikuti organisasi mahasiswa akan memiliki jiwa

kepemimpina, akan memiliki relasi yang banyak baik didalam kampus

maupun diluar kampus, interaksi sosial dengan orang lain pun juga akan

lebih kelihatan baik, karena dengan mengikuti organisasi kita dituntut

untuk dapat bekerja sama dengan orang lain, mahasiswa yang mengikuti

organisasi juga akan memiliki kemampuan interaksi sosial yang lebih baik

dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi .

Work as a team, memiliki jiwa kepemimpinan (works as a

leader),terbiasa bekerja dengan managemen (work with managemen)

mahasiswa yang mengikuti organisasi akan terbiasa bekerja dengan

mengatur waktu, karena dalam organisasi mahasiswa dituntut untuk bisa

mengarur waktu, tidak hanya itu saja mahasiswa yang mengikuti

organisasi juga dituntut untuk belajar memecahkan masal.

43

Hal ini dilakukan agar anggota organisasi bisa mencari jalan keluar

atau memecahkan masalah sewaktu-waktu dalam organisasi yang

diikutinya mengalami masalah. Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan

ketika memasuki dunia yang sebenarnya. Tetapi kadang seorang

mahasiswa aktif organisasi menemui kendala dalam membagi waktu

antara kuliah dan organisasi, ada mahasiswa yang beranggapan bahwa

mengikuti organisasi malah akan membuat prestasi akademisnya menurun,

sehinggan mereka mengambil keputusan tidak mengikuti organisasi saja

dan memilih untuk fokus dalam perkuliahannya. (Firdaus, 2008).

2.3. Penelitian yang Relevan

Penelitian Widayanti (2005), yang berjudul Perbedaan Interaksi

Sosial Mahasiswa S1 yang Mengikuti dan Tdak Mengikuti Organisasi

Kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Tahun Akademik 2004/2005, menemukan bahwa mahasiswa yang

mengikuti keorganisasian yang ada di kampus memiliki interaksi sosial yang

lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti

keorganisasian.

Penelitian Rusiaty (2003), yang berjudul Perbedaan Kemandirian

Siswa yang Aktif dengan yang Tidak Aktif Berpartisipasi dalam Kegiatan

Ekstra Kurikuler Di Sekolah Menengah Kebangsaan Kundasang, Ranau,

Sabah, Malaysia Tahun Pelajaran 2002/2003, menemukan bahwa

kemandirian siswa yang aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler lebih tinggi

44

dibandingkan dengan kemandirian siswa yang tidak aktif dalam kegiatan

ekstra kurikuler.

Penelitian Fitrianingsih (2003), yang berjudul Pengaruh Keaktifan

Pengurus OSIS terhadap Kepercayaan Diri (Studi tentang Pengurus OSIS

SMU Negeri Kutasari Tahun Pelajaran 2002/2003). Semarang.

Menemukan tentang pengaruh keaktifan pengurus OSIS terhadap

kepercayaan diri menunjukkan bahwa “Kepercayaan diri siswa dapat

diperoleh dari banyaknya pengalaman dalam organisasi, karena dalam

organisasi siswa akan terbiasa merencanakan dan melaksanakan sebuah

kegiatan dan melalui kegiatan siswa akan berinteraksi dengan orang lain.

2.4. Hipotesis

a. Hipotesis empirik

Ada perbedaan yang signifikan kemampuan interaksi sosial antara

mahasiswa yang mengikuti organisasi dan mahasiswa yang tidak

mengikuti organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling

angkatan 2008,2009, dan 2010 Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga.

b. Hipotesis statistik

Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : µl = µp : tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial yang

signifikan antara mahasiswa yang mengikuti

organisasi dan mahasiswa yang tidak mengikuti

45

organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling

angkatan 2008, 2009, dan 2010 Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga.

H1 : µl ≠ µp : ada perbedaan kemampuan interaksi sosial yang

signifikan antara mahasiswa yang mengikuti

organisasi dan mahasiswa yang tidak mengikuti

organisasi pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling

angkatan 2008, 2009, dan 2010 Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga.