bab ii tinjauan pustaka...5 c. individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab...

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan teori dibagi menjadi tiga kelompok yakni grand theory, supporting theory dan middle range theory. Grand theory dalam studi ini adalah knowledge based view (KBV) dengan teori pendukung yakni sosial exchange theory sedangkan middle range theory terdiri dari kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, komitmen organisasi, knowledge sharing dan kinerja karyawan. Knowledge based view theory digunakan untuk memetakan dan menjelaskan mengenai pentingnya sumber daya manusia sebagai intangible asset dalam organisasi khususnya sebagai intellectual capital. Sedangkan social exchange theory digunakan untuk menjelaskan bagaimana memperhatikan prilaku individu maupun kelompok dalam organisasi. Kajian lain yang juga mendukung penelitian ini adalah kajian empiris tentang kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, komitmen organisasi, knowledge sharing dan kinerja karyawan. Semua kajian tersebut selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut. 1.1 Grand Theory dan Supporting Theory 1.1.1 Knowledge Based View (KBV) Dalam istilah integrasi perspektif manajemen, gagasan holistik karya Penrose (1959) mengenai teori pertumbuhan perusahaan (the growth theory of the firm/GTF) menyatakan bahwa perusahaan merupakan kumpulan dari sumber daya produktif. Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber daya perusahaan terdiri

Upload: others

Post on 17-Aug-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan teori dibagi menjadi tiga kelompok yakni grand theory,

supporting theory dan middle range theory. Grand theory dalam studi ini adalah

knowledge based view (KBV) dengan teori pendukung yakni sosial exchange

theory sedangkan middle range theory terdiri dari kepemimpinan transformasional,

kepuasan kerja, komitmen organisasi, knowledge sharing dan kinerja karyawan.

Knowledge based view theory digunakan untuk memetakan dan

menjelaskan mengenai pentingnya sumber daya manusia sebagai intangible asset

dalam organisasi khususnya sebagai intellectual capital. Sedangkan social

exchange theory digunakan untuk menjelaskan bagaimana memperhatikan prilaku

individu maupun kelompok dalam organisasi. Kajian lain yang juga mendukung

penelitian ini adalah kajian empiris tentang kepemimpinan transformasional,

kepuasan kerja, komitmen organisasi, knowledge sharing dan kinerja karyawan.

Semua kajian tersebut selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.1 Grand Theory dan Supporting Theory

1.1.1 Knowledge Based View (KBV)

Dalam istilah integrasi perspektif manajemen, gagasan holistik karya

Penrose (1959) mengenai teori pertumbuhan perusahaan (the growth theory of

the firm/GTF) menyatakan bahwa perusahaan merupakan kumpulan dari sumber

daya produktif. Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber daya perusahaan terdiri

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

2

dari sumber daya manusia (SDM) dan non manusia. Teori ini kemudian menjadi

rujukan dasar bagi perkembangan teori perspektif berbasis sumber daya

(resource based view) seperti yang telah dikemukakan oleh Barney (1991).

Dalam pandangan RBV, kinerja merupakan hasil kerja seluruh sumber

daya dalam perusahaan, kapabilitas organisasi dan unik yang dimiliki oleh

perusahaan atau kinerja semua sumber daya internal dan mengisi peluang

tantangan dari eksternal perusahaan (Barney, 1991; Menguc et al., 2010).

Pandangan ini merupakan pengakuan atas cakupan teori strategi yang berbasis

pada RBV yang mengklaim bahwa perusahaan tersusun atas berbagai sumber

daya (Penrose, 1959; Barney, 1991; Rauch et al., 2005).

Sumber daya perusahaan adalah semua aset yang dimiliki oleh

perusahaan (Barney, 1991) baik yang berwujud maupun tidak berwujud

(Penrose, 1959). Sumber daya yang tidak berwujud bisa dimasukkan dalam

kategori sumber daya insani yakni manajer dan karyawan (Rauch, 2005),

sehingga kolaborasi kedua sumber daya ini menghasilkan keunggulan bersaing

yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Seiring meningkatnya

pemahaman mengenai keberadaan karyawan sebagai aset penting organisasi

maka terciptalah pandangan berbasis pengetahuan perusahaan.

Knowledge based view (KBV) adalah ekstensi baru dari pandangan

berbasis sumber daya perusahaan/ resources based theory (RBT) yang

memberikan pemahaman teoritis yang kuat dalam mendukung intellectual

capital. KBV berasal dari RBV dan menunjukkan bahwa pengetahuan dalam

berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya (Grant, 1991). Asumsi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

3

dasar teori berbasis pengetahuan perusahaan merupakan derivasi dari teori

pandangan berbasis sumber daya perusahaan. Gambar 2.1 menjelaskan

terminologi lahirnya KBV.

Gambar 2.1

Derivasi Terminologi Knowledge Based View

Sumber: Kompilasi Literatur, 2016-2017

Gambar 2.1 menunjukkan derivasi teori sehingga muncul teori berbasis

pengetahuan dalam perusahaan yang diawali dari growth theory of the firm

(Penrose, 1959) yang kemudian oleh Barney (1991) diderivasi menjadi resource

based view sampai akhirnya oleh Teece et al. (1997) dikembangkan menjadi

knowledge based view. Peran knowledge based view adalah membangun

keterlibatan modal manusia sehingga memungkinkan perusahaan untuk

beradaptasi dengan berbagai permasalahan dengan lebih efektif dan efisien (Chen

et al., 2010). Hal tersebut menjadikan pengembangan sumber daya manusia

Growth Theory of the Firm (GTF)

(Penrose, 1959)

Resource Based View (RBV)

(Barney, 1991)

Knowledge Based View (KBV)

(Teece et al., 1997)

(Eisenhardt dan Martin, 2000)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

4

menjadi lebih dominan dan terstruktur. Sebagaimana Penrose (1959) berpendapat

bahwa perusahaan merupakan integrasi dari sumber daya manusia dan non

manusia dimana sumber daya manusia berperan penting dalam mengelola yaitu

merencanakan, mengorganisir, mengkoordinir, dan mengevaluasi serta

mengorkestrasi sumber daya lainnya. Dalam pandangan berbasis pengetahuan,

perusahaan mengembangkan pengetahuan baru yang penting untuk membangun

competitive advantage dari kombinasi unik yang ada pada pengetahuan (Nelson

dan Winter, 1982) karena kembali mengingat bahwa peran teori resource based

view bahwa perusahaan harus unik sehingga sulit untuk disaingi dan ditiru.

Dewasa ini perusahaan bersaing dengan mengembangkan pengetahuan

baru yang lebih cepat daripada kompetitor (Katic et al., 2012). Hal tersebut

melibatkan peran sumber daya manusia (human capital) dalam organisasi untuk

mengembangkan pengetahuan khususnya modal intelektual untuk menghasilkan

sesuatu yang unik sebagai ciri khas organisasi yang sulit ditiru pesaing. Dari

penjelasan tersebut, menurut resource based view dan knowledge based view,

intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya yang unik

untuk menciptakan value added. Nilai tambah ini berupa adanya kinerja

karyawan yang semakin baik di perusahaan. Lebih lanjut menurut Teece et al.

(1997) teori berbasis pengetahuan perusahaan menguraikan karakteristik khas

sebagai berikut;

a. Pengetahuan memegang makna yang paling strategis di perusahaan.

b. Kegiatan dan proses produksi di perusahaan melibatkan penerapan

pengetahuan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

5

c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk

membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan.

1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

Teori pertukaran sosial adalah salah satu paradigma konseptual yang paling

berpengaruh untuk memahami perilaku kerja karyawan dalam sebuah organisasi.

Studi empiris mengenai teori pertukaran sosial dapat ditelusuri periode tahun 1920-

an (Malinowski, 1922; Mauss, 1925), teori ini juga berkembang dan berkontribusi

menjembatani disiplin ilmu seperti antropologi (Firth, 1967; Sahlins, 1972),

psikologi sosial (Gouldner, 1960; Homans, 1958; Thibault & Kelley, 1959) dan

sosiologi (Blau, 1964).

Meskipun pandangan yang berbeda dari pertukaran sosial telah muncul,

tetapi teori pertukaran sosial ini sepakat bahwa pertukaran sosial melibatkan

serangkaian interaksi yang menghasilkan kewajiban (Emerson, 1976) atau teori

yang menjelaskan hubungan antara komitmen sosial dan persepsi keadilan.

Selanjutnya, Blau (1964) menyatakan bahwa pertukaran sosial sebagai rasa yang

menyebabkan persamaan persepsi tujuan di masa depan. Dalam pandangan teori ini

pegawai akan termotivasi dan komit pada pekerjaan dan organisasi jika merasa

diperlakukan adil dan seimbang. Lebih lanjut Bass (1990) mengatakan bahwa teori

ini ditujukan untuk memahami hubungan pemimpin dengan bawahannya dan

memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan komitmen (Mowday et al., 1982).

Pertukaran positif maupun negatif dengan individu maupun organisasi (pemimpin

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

6

dan organisasi) berpengaruh pada prilaku karyawan dan perasaan sebagai

komitmen dalam pencapaian tujuan (Brown, 1996).

Dalam social exchange theory, interaksi biasanya dilihat sebagai saling

tergantung dan bergantung pada tindakan orang lain sehingga pemahaman yang

didapat adalah adanya saling mempengaruhi antar individu dalam organisasi (Blau,

1964). Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain

adalah psikolog Thibaut dan Kelley (1959), Homans (1961), Emerson (1962) dan

Blau (1964). Dalam peranannya dewasa ini, social exchange theory menjadi dasar

bagaimana pemimpin dalam perusahaan memahami prilaku kerja karyawannya

karena di dalam prilaku kerja tersebut terdapat motif-motif tertentu yang menjadi

penyebab suatu prilaku.

1.2 Middle Range Theory

1.2.1 Kepemimpinan Transformational

Bangunan ide kepemimpinan transformasional diawali oleh Weber pada

tahun 1947 yang kemudian berkembang menjadi kepemimpinan karismatik dan

lebih lanjut bertumbuh menjadi kepemimpinan yang berlandaskan keprilakuan

(behaviourally leadership). Salah satu gaya kepemimpinan yang berkembang dan

menguasai keadaan pada saat itu adalah gaya kepemimpinan transformasional.

Transformational leadership merupakan gaya kepemimpinan yang pada awalnya

diciptakan oleh Burns (1978) dalam memetakan pola kepemimpinan pada situasi

politik saat itu yang kemudian secara spesifik dikembangkan oleh Bass et al. (1985)

sampai pada dicapainya temuan penting mengenai teori kepemimpinan ini oleh

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

7

Avolio dan Yammarino (2002). Menurut Bass (1985) kepemimpinan

transformasional adalah tipe pemimpin yang memotivasi bawahan melalui

inspirasi. Para karyawan ditantang untuk mengembangkan kepribadian, konsentrasi

pada kualitas tidak terlihat (intangible value) seperti membagi ide/gagasan, nilai

dan visi dalam usaha membangun hubungan yang baik dalam organisasi.

Lebih lanjut CacioPpe (2000) mengatakan bahwa tipe kepemimpinan ini

menggerakkan organisasi menuju perspektif ideal melalui koordinasi antar pegawai

dan mengintegrasikan semua komponen dalam organisasi. Kepemimpinan

transformasional juga membantu pegawai untuk melihat masalah lama dari cara

pandang yang baru dan merangsang pegawai untuk mencoba berusaha lebih dari

kemampuan rata-rata pegawai karena kepemimpinan transformasional akan

menginspirasi untuk berpikir lebih dari tujuan karyawan dan fokus pada pencapaian

tim dan organisasi, bangsa dan perspektif global.

Menurut Sahgal & Pathak (2007), kepemimpinan transformasional ada

diantara pemimpin dan karyawan, secara bersama-sama membagi visi organisasi,

membantu karyawan untuk mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Artinya kepemimpinan transformasional menggunakan karyawan

sebagai fokus kerja pimpinan, memberikan penghargaan (reward) dan

memberdayakan karyawan melalui pengembangan serta membangun motivasi dan

kepercayaan karyawan (Boehnke et al., 2003). Berdasarkan studi empirik yang

dilakukan oleh Arachchi (2012) dijelaskan bahwa pemimpin transformasional

memiliki keberanian, mengambil risiko, percaya dengan kemampuan karyawan,

memiliki nilai-nilai yang jelas, dan memiliki kemampuan memobilisasi energi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

8

untuk melakukan perubahan. Artinya penting untuk menginspirasi dan

menstimulasi karyawan untuk mengeluarkan kemampuan terbaik untuk mencapai

tujuan organisasi (Riaz & Haider, 2010).

Studi yang dilakukan oleh Han et al. (2016) menyatakan peran penting

kepemimpinan transformasional adalah dalam meningkatkan motivasi para

karyawan untuk terlibat lebih dalam pada pekerjaan, komitmen terhadap organisasi,

dan mengembangkan kemampuan demi kemajuan organisasi. Kepemimpinan

transformasional akan mengantarkan karyawan untuk mengenal lebih dalam

keadaan karyawan terutama karena menghargai kebutuhan yang berbeda-beda dari

setiap karyawan untuk meningkatkan potensi pribadi, sehingga karyawan

cenderung akan memiliki rasa tanggungjawab pada pekerjaan dan tujuan utama.

2.2.1.1 Dimensi dan Indikator Kepemimpinan Transformasional

Sejak diciptakan oleh Burns pada era 1978 kemudian dikembangkan oleh

Bass (1985), Bass dan Avolio (1990) serta peneliti-peneliti lainnya, seperti Shibru

& Darsan, (2011), Arifin et al. (2014), Long et al. (2014) kepemimpinan

transformasional memiliki empat karakteristik (dimensi) utama. Kemudian

keempat (4) dimensi tersebut dipilih terkait dengan variabel eksogen dan endogen

dalam penelitian disertasi ini, seperti pada Gambar 2.2.

Kepemimpinan Transformasional

Burns, (1978); Bass (1985); Moghali (2002); Shibru & Darsan (2011);

Mohammad et al. (2011); Long et al. (2014); Arifin et al. (2014); Kamali (2014)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

9

Gambar 2.2

Dimensi dan Indikator Variabel Penelitian

Sumber: Kompilasi Literatur, 2016-2017

Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa para peneliti terdahulu yakni Burns, (1978);

Bass (1985); Moghali (2002); Shibru & Darsan (2011); Mohammad et al. (2011);

Long et al. (2014); Arifin et al. (2014); Kamali (2014) mengungkapkan

kepemimpinan transformasional terdiri dari empat dimensi. Dari dimensi-dimensi

tersebut diturunkan menjadi beberapa indikator. Sehingga keempat (4) dimensi dan

indikator tersebut dapat dikompilasi sebagai berikut.

a) Idealized influence adalah dimensi yang menunjukkan perspektif karyawan

yang memandang bahwa pemimpin memiliki kekuatan, kepercayaan diri,

keyakinan, konsistensi dan ide/gagasan yang mempengaruhi karyawan,

sehingga karyawan mampu mengeluarkan kinerja terbaik dan memiliki rasa

hormat, mampu menjadi teladan dan tetap mempertahankan standar tinggi

Idealized influence

Inspirational

motivation Intellectual

stimulation

Individualized

consideration

- Keyakinan

- Hadir di situasi

sulit

- Bernilai

- Menumbuhkan

kebanggan

- Mengutamakan

visi misi

- Menjadi

teladan

- Menginspirasi

- Menyelaraskan

tujuan

- Membangkitka

n semangat

- Visi

menggairahkan

- Pemikiran yang

visioner

- Logis

- Inovasi

- Improvisasi

- Identifikasi

kebutuhan

- Kesempatan

belajar

- Mengembangk

an karyawan

- Menangani

keluhan

karyawan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

10

(Mohammad et al., 2011). Adapun indikator-indikator dalam dimensi ini

adalah sebagai berikut.

(1) Keyakinan yakni karakter yang kuat terhadap pencapaian kesuksesan

individu dan organisasi

(2) Hadir di situasi sulit yakni bahwa pemimpin/manajer senantiasa hadir

terutama pada saat dibutuhkan

(3) Bernilai mengandung pengertian bahwa proses kepemimpinan

mengandung makna bagi kesuksesan organisasi

(4) Menumbuhkan kebanggan yakni pimpinan senantiasa memiliki kewajiban

membangun kebanggan kepada setiap elemen organisasi

(5) Mengutamakan visi misi yakni karakter untuk senantiasa berjuang demi

tercapainya tujuan organisasi

(6) Menjadi teladan yakni pemimpin mampu menunjukkan sikap dan sifat

yang layak ditiru

b) Inspirational motivation adalah dimensi yang menunjukkan bahwa seorang

pemimpin mampu memahami karyawan dengan sikap pengertian melalui

inspirasi, persuading dan memotivasi (Arifin et al., 2014). Adapun indikator-

indikator dalam dimensi ini menurut Moghali (2002) adalah sebagai berikut.

(1) Menginspirasi yakni pemimpin berbicara optimis tentang masa depan

(2) Menyelaraskan tujuan yakni mengekspresikan cara pandang yang mampu

meraih masa depan

(3) Membangkitkan semangat yakni berbicara antusias mengenai apa yang

harus dilakukan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

11

(4) Visi menggairahkan yakni menggambarkan masa depan yang menantang

dan hal-hal yang mesti dipertimbangkan

c) Intellectual stimulation adalah dimensi yang menunjuk pada kemampuan

pemimpin dalam menjawab pertanyaan karyawan, pemecahan masalah, dan

kemampuan berfikir mengenai pekerjaan secara detail dan tanggungjawab

secara keseluruhan (Shibru & Darsan, 2011). Lebih lanjut dimensi ini

mengatakan bahwa memimpin dengan pendekatan terbaik, mampu

menghadapi tantangan yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan,

dan membantu karyawan dalam meningkatkan kapabilitas kepemimpinan

masing-masing dan organisasi (Long et al., 2014). Adapun indikator dimensi

ini adalah sebagai berikut.

(1) Pemikiran yang visioner yakni bahwa pemimpin memiliki orientasi ke

depan

(2) Logis yakni memiliki cara pandang yang rasional, mampu menghadapi

tantangan yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan,

(3) Asumsi berinovasi yakni membantu karyawan dalam meningkatkan

kapabilitas kepemimpinan masing-masing dan organisasi

(4) Improvisasi yakni memiliki karakter untuk kreatif

d) Individualized consideration adalah dimensi yang merujuk pada kemampuan

pemimpin dalam memahami karyawan yang berbeda, menghubungkan

motivasi pribadi dan upaya-upaya meningkatkan motivasi karyawan, serta

mampu mentransfer tanggung jawab pada karyawan sebagai sebuah tujuan

utama (Kamali, 2014). Di sisi lain, menurut Bass (1985) mengungkapkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

12

bahwa dimensi ini ditunjukkan oleh sikap berani dan mendukung karyawan.

Adapun indikator-indikator dalam dimensi ini adalah sebagai berikut.

(1) Identifikasi kebutuhan karyawan yakni memahami apa yang dibutuhkan

karyawan

(2) Kesempatan belajar yakni sikap berani dan mendukung karyawan

(3) Mengembangkan karyawan menghubungkan motivasi pribadi dan upaya-

upaya meningkatkan motivasi karyawan

(4) Menangani keluhan karyawan yakni memahami pemikiran karyawan yang

berbeda dan mampu menangani permasalahan yang ada.

Signifikansi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap prilaku dan

sikap kerja karyawan telah diteliti oleh Bartram dan Casimir (2007), kemudian

ditambahkan oleh DeGroot et al. (2000) dan Lowe et al. (1996) melalui studi meta

data analisis yang menunjukkan hubungan positif antara kepemimpinan

transformasional dan outcomes karyawan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh

pada nilai-nilai dasar (values), keyakinan (belief), dan prilaku karyawan (Podsakoff

et al., 1990).

Walaupun secara umum kepemimpinan transformasional memiliki kerangka

konsep yang sangat baik seperti yang dihasilkan dari studi empiris yang dilakukan

oleh McDowelle (2009) serta peneliti-peneliti lainnya tetapi hasil studi (evaluation

of transformational concept and implementations) yang dilakukan oleh Yukl (1999)

dan selanjutnya dipertajam oleh studi yang dikembangkan oleh Odumeru & Ifeanyi

(2013) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional tidak sepenuhnya

merupakan kepemimpinan yang benar-benar baik. Kepemimpinan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

13

transformasional juga memiliki kelemahan terutama dalam dimensional practices-

nya baik terhadap karyawan maupun terhadap organisasi. Adapun tujuh (7)

kelemahan tersebut yakni;

a) Ketidakjelasan mengenai pengaruh dan proses sejak teori kepemimpinan

transformasional diciptakan. Seharusnya teori ini lebih kuat jika mampu

mengindentifikasi pengaruh dari proses secara fundamental serta dapat

dipakai menjelaskan bagaimana masing-masing tipe prilaku berpengaruh

pada masing-masing tipe hasil,

b) Fokus lebih pada pengaruh individual (karyawan) dan bukan pada pengaruh

kelompok atau proses dalam suatu organisasi,

c) Tidak ada penjelasan yang komprehensif mengenai apa yang pemimpin

katakan atau lakukan untuk mengajak atau mempengaruhi sisi kognitif atau

prilaku karyawan. Artinya bahwa untuk menjalankan keempat dimensi

tersebut tidak ada kalimat-kalimat yang pasti untuk mengajak maupun

mempengaruhi karyawan,

d) Adanya perbedaan hasil antara prilaku transformasional dengan teori asli

yang menunjukkan hal yang penting seperti inspirasi, mengembangkan dan

memberdayakan karyawan,

e) Spesifikasi yang lemah dari variabel-variabel situasional dalam

kepemimpinan transformasional. Artinya bahwa kepemimpinan

transformasional tidak bisa menjustifikasi suatu hasil dalam hubungan

variabel tetapi ada variabel-variabel situasional lain yang juga berkontribusi

terhadap variabel tersebut,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

14

f) Teori mengenai kepemimpinan transformasional ini tidak secara jelas

mendeskripsikan pada saat kondisi bagaiamana kepemimpinan dengan tipe

ini tidak layak dijalankan, dan

g) Teori ini mengasumsikan tipe pemimpin yang heroik (heroic sterotype

leader), padahal dilihat dari hasil yang diinterpretasikan menyatakan bahwa

pengaruh lebih kecil dari kinerja dan adanya keinginan yang kecil yang

menjelaskan hubungan pengaruh proses dan kepemimpinan.

Penelitian disertasi ini menggunakan empat dimensi yakni a) idealized

influence, b) inspirational motivation, c) intellectual stimulation dan d)

individualized consideration yang dipilih sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Burns (1978); Bass (1985); Moghali (2002); Shibru & Darsan (2011);

Mohammad et al. (2011); Long et al. (2014); Arifin et al. (2014); Kamali (2014).

Peneliti-peneliti tersebut menguji dan membuktikan bahwa keempat dimensi di atas

terbukti memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel

internal dalam organisasi. Keempat dimensi yang dipilih tersebut diharapkan

memberikan kontribusi positif dalam upaya membangun kepuasan kerja karyawan,

memelihara komitmen organisasional karyawan serta menciptakan praktek berbagi

pengetahuan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan.

2.2.1.2 Penelitian Sebelumnya Terkait Kepemimpinan Transformasional

Berbagai studi empiris telah dilakukan oleh para peneliti berkaitan dengan

kepemimpinan transformasional. Dari awal terbentuknya, kepemimpinan

transformasional dibangun pertama kali fondasinya oleh Weber (1947) yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

15

kemudian menjadi dasar terbentuknya kepemimpinan keprilakuan (behaviourally

leadership).

Lebih lanjut menurut Burns (1978) kepemimpinan transformasional dapat

dilihat ketika para pemimpin dan pengikut membuat kesepakatan satu sama lain

untuk meningkatkan moral dan motivasi melalui kekuatan visi dan kepribadian

mereka, pemimpin transformasional mampu menginspirasi pengikutnya untuk

mengubah harapan, persepsi dan motivasi untuk bekerja menuju tujuan bersama.

Lebih lanjut, Bass (1985) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional

bertujuan untuk membangun kesadaran para bawahannya mengenai pentingnya

nilai kerja dan tugas mereka. Dan

Kepemimpinan transformasional juga menjelaskan bagaimana seorang

pemimpin untuk berusaha memperluas dan meningkatkan kebutuhan melebihi

minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama

terutama bagaimana pemimpin lebih mengutamakan kepentingan organisasi.

Dalam Tabel 2.1 disajikan hasil studi empiris mengenai kepemimpinan

transformasional.

Tabel 2.1

Seminal work dan hasil studi empiris yang terkait dengan

variabel kepemimpinan transformasional

Peneliti Temuan Penting

Weber (1947) Membangun fondasi kepemimpinan karismatik

sekaligus menjadi dasar kepemimpinan keprilakuan

(behaviorally leadership) yang nantinya menjadi dasar

oleh Burns menciptakan kepemimpinan

transformasional/karismatik

Burns (1978) Kepemimpinan transformasional dapat dilihat ketika

para pemimpin dan pengikut membuat kesepakatan satu

sama lain untuk meningkatkan moral dan motivasi

melalui kekuatan visi dan kepribadian mereka,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

16

pemimpin transformasional mampu menginspirasi

pengikutnya untuk mengubah harapan, persepsi dan

motivasi untuk bekerja menuju tujuan bersama

Bass (1985) Kepemimpinan transformasional membangun kesadaran

para bawahannya mengenai pentingnya nilai kerja dan

tugas mereka. Pemimpin berusaha memperluas dan

meningkatkan kebutuhan melebihi minat pribadi serta

mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan

bersama termasuk kepentingan organisasi

Bass dan Avolio

(2002)

Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang

memobilisasi sumber daya intitusional, politis,

psikologis dan sumber lain untuk membangkitkan,

melibatkan dan memotivasi pengikutnya

Arachchi (2012) Kepemimpinan transformasional memiliki keberanian,

pengambil risiko, yakin dan percaya dengan bawahan,

memiliki nilai-nilai yang jelas dan memiliki kemampuan

memobilisasi energy yang diperlukan untuk melakukan

perubahan

Odumeru & Ifeanyi,

(2013)

Walaupun kepemimpinan transformasional dikatakan

memiliki struktur dimensi yang sangat baik tetapi secara

praktis kepemimpinan transformasional memiliki 7

kelemahan dalam implementasi keempat dimensinya

Sumber: Sintesa peneliti, 2016-2017

1.2.2 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan sebuah konsep yang dapat didefinisikan dari

sudut pandang yang beragam. Locke (1976) mengemukakan bahwa kepuasan kerja

adalah sebuah sikap senang atau kondisi emosi yang positif sebagai hasil dari

penilaian pekerjaan maupun pengalaman terhadap pekerjaan. Lebih lanjut, Judge

dan Klinger (2003) mengemukakan pengertian kepuasan kerja dari sudut pandang

psikologi adalah kepuasan yang berhubungan dengan tipe kepemimpinan,

menyangkut respon multidimensi untuk sebuah pekerjaan, dan masing-massing

respon memiliki ranah kognitif (evaluasi), afektif (emosional) dan komponen

prilaku (psikomotorik).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

17

Selanjutnya Weiss (2002) menyebutkan bahwa kepuasan kerja adalah

prilaku dengan penekanan penting bahwa tujuan evaluasi kognitif adalah afektif,

keyakinan dan prilaku yang jelas. Artinya bahwa kepuasan kerja mengacu pada

kepuasan dalam perasaan, keyakinan dan prilaku. Dari perspektif organisasi,

kepuasan kerja menyangkut aplikasi praktis dalam mengembangkan kehidupan

karyawan dalam efektifitas organisasi.

Kesuksesan organisasi sangat tergantung dari komitmen dan kerja keras

para karyawan, karena itu kepuasan kerja dipakai sebagai alat untuk menarik dan

mempertahankan karyawan terbaik dalam organisasi. Sedangkan Luthans (2011)

mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil persepsi tentang seberapa bagus

sebuah pekerjaan yang dibuktikan lewat pekerjaan itu sendiri. Dan Olorusola

(2012) memandang bahwa kepuasan kerja adalah konsep dualisme yang

berhubungan dengan dimensi intrinsik dan ekstrinsik karyawan.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

18

2.2.2.1 Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Beberapa penelitian tentang kepuasan kerja mengungkapkan bahwa kepuasan kerja adalah kepuasan yang menyangkut respon

multidimensi untuk sebuah pekerjaan, ranah kognitif (evaluasi), afektif (emosional) dan komponen prilaku (psikomotorik).

Gambar 2.3

Dimensi dan Indikator Variabel Penelitian

Sumber: Kompilasi Literatur, 2016-2017

Kepuasan Kerja

Fu et al, (2011); Neubert (2015); Shibru & Darsan, (2011); Luthans (2011); SushamaKhanna, 2011

Payment system

Promotion Supervision

Work it self

- Gaji sesuai

tanggungjawab

- Gaji sesuai

jabatan

- Ada peluang naik

jabatan

- System promosi yang

menantang

- Atasan memberikan

bantuan

- Aatasan memberi

waktu berdiskusi

- Karyawan menikmati

pekerjaan

- Kesempatan

mengembangkan diri

- Peluang menerima

tanggungjawab

Work condition

- Kondisi kerja yang

aman - Lingkungan kerja

mendukung

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

19

Dalam Gambar 2.3 terlihat bahwa para peneliti seperti Fu et al. (2011); Neubert

(2015); Shibru & Darsan (2011); Luthans (2011); SushamaKhanna (2011)

mengungkapkan kepuasan kerja memiliki lima dimensi yang kemudian diturunkan

menjadi beberapa indikator sehingga dapat dikompilasi sebagai berikut.

a) Payment system yaitu sistem kompensasi yang diterima yang berhubungan

dengan tanggungjawab dan jabatan yang didapat (Fu et al., 2011); Luthans

(2011). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut.

(1) gaji sesuai dengan tanggungjawab yakni kompensasi yang diterima sesuai

dengan beban/tanggungjawab yang diemban

(2) gaji sesuai dengan jabatan adalah bahwa kompensasi sesuai dengan

posisi/level hirarki dalam organisasi

b) Promotion yaitu system peningkatan level/jenjang karir dalam organisasi

Luthans (2011); (Neubert, 2015). Adapun indikatornya adalah;

(1) peluang mendapatkan promosi jabatan yang lebih tinggi adalah setiap

karyawan memiliki peluang untuk pengembangan karir

(2) system promosi yang menantang yakni adanya system operating

procedure yang jelas terkait promosi

c) Supervision yaitu kemampuan yang dimiliki oleh atasan dalam membantu

penyelesaian pekerjaan (Luthans, 2011); (SushamaKhanna, 2011); Long et al.

(2014). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut;

(1) pemberian bantuan adalah karakter pemimpin yang mau dan bersedia

memberikan bantuan baik moril maupun materiil terkait penyelesaian

pekerjaan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

20

(2) waktu berdiskusi yakni pemimpin memberikan kesempatan untuk

berdiskusi dan brainstorming

d) Work it self adalah perasaan karyawan terhadap pekerjaan, kesempatan belajar,

dan peluang menerima tanggungjawab (Luthans, 2011); SushamaKhanna

(2011); Shibru & Darsan (2011). Adapun indikatornya adalah;

(1) menikmati pekerjaan yakni perasaan bahwa karyawan menikmati tugas

dan tanggungjawabnya

(2) pengembangan diri yakni karyawan memiliki kesempatan untuk

berkembang dan belajar

(3) peluang tanggungjawab adalah karyawan berkesempatan menerima

wewenang yang lebih tinggi

e) Work condition adalah kondisi dan lingkungan kerja yang mendukung

(SushamaKhanna, 2011); Long et al. (2014). Adapun indikatornya adalah;

(1) keamanan kerja adalah sistem yang mendukung keamanan kerja karyawan

(2) lingkungan kerja yakni lingkungan pekerjaan tempat dilakukan kegiatan

rutin organisasi.

2.2.2.2 Penelitian Terdahulu terkait Kepuasan Kerja

Berbagai penelitian empiris telah dilakukan oleh para ahli berkaitan dengan

kepuasan kerja. Banyak ahli memiliki penilaian tersendiri dalam mengukur

kepuasan kerja melalui dimensi dan indikator yang bervariasi. Studi yang dilakukan

oleh Locke (1976) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan faktor krusial dari

fungsi organisasi dalam menerapkan budaya dan kepemimpinan. Kepuasan kerja

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

21

merupakan perasaan positif mengenai kondisi emosional, yang merupakan hasil

dari penghargaan karyawan terhadap pekerjaannya. Selanjutnya adalah penelitian

yang dilakukan oleh Spector (1985) dengan mengembangkan dimensi untuk

mengukur kepuasan kerja karyawan yang disebut dengan istilah JSS (Job

Satisfaction Survey). Dimensi tersebut adalah a) pay, b) promotion c) supervision

d) fringe benefits e) contingents rewards, f) operating conditions g) coworkers h)

nature of works dan i) communication. Dalam Tabel 2.2 disajikan penelitian

mengenai kepuasan kerja dan temuan penting di dalamnya.

Tabel 2.2

Seminal work dan hasil studi empiris yang terkait dengan

variabel Kepuasan Kerja

Peneliti Temuan Penting

Locke (1976) Kepuasan kerja merupakan faktor krusial dari fungsi organisasi

dalam menerapkan budaya dan kepemimpinan. Kepuasan kerja

merupakan perasaan positif mengenai kondisi emosional, yang

merupakan hasil dari penghargaan karyawan terhadap pekerjaannya

Spector (1985) Mengembangkan dimensi untuk mengukur kepuasan kerja

karyawan yang disebut dengan istilah JSS (Job Satisfaction Survey).

Dimensi tersebut adalah a) pay, b) promotion c) supervision d)

fringe benefits e) contingents rewards, f) operating conditions g)

coworkers h) nature of works dan i) communication

Kennerly (1989) Menemukan faktor-faktor yang menjadi prediksi kepuasan kerja

karyawan yaitu perilaku organisasi seperti sikap hangat antar

karyawan, saling percaya, hormat antar karyawan dan pimpinan

Billingsey dan Cross

(1992)

Menemukan faktor yang menyebabkan karyawan puas terhadap

pekerjaannya. Faktor tersebut adalah dukungan pimpinan,

keterlibatan karyawan, level konflik yang rendah

Daud et al. (2014) Kepuasan kerja merupakan derajat kesukaan karyawan terhadap

pekerjaan mereka atau dengan kata lain perasaan senang sebagai

hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan.

Sumber: Sintesa peneliti, 2016-2017

Jadi kepuasan kerja merupakan perasaan karyawan terhadap pekerjaannya

yang disebabkan oleh faktor-faktor dalam organisasi. Dimensi-dimensi yang

dipakai oleh peneliti sangat bervariasi yang ditentukan oleh internal organisasi itu

sendiri. Dalam studi disertasi ini, kepuasan kerja diukur dengan 5 indikator yakni

payment system, promotion, supervision, work it self dan work condition (Fu et al,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

22

2011); Neubert (2015); Shibru & Darsan (2011); Luthans (2011); SushamaKhanna

(2011) yang disesuaikan dengan subjek penelitian itu sendiri yakni karyawan UKM

ekspor di Provinsi Bali. Dimensi-dimensi yang dipakai dalam studi disertasi ini

merupakan dimensi-dimensi terbaik yang sudah teruji baik parsial maupun kolektif

dalam berbagai studi empiris. Dimensi disesuaikan dengan subjek penelitian

sehingga dimensi maupun indikator tidak perlu penyesuaian yang tinggi

(adaptable).

1.2.3 Komitmen Organisasional Karyawan

Komitmen organisasional karyawan merupakan ukuran seorang karyawan

terhadap organisasi tempat bernaung. Menurut Kanter (1968) komitmen organisasi

didefinisikan sebagai komitmen melekat sebagai bentuk perasaan individual

karyawan dan perasaan emosinya pada organisasi. Sementara itu Buchanan (1974)

mendefinisikan komitmen sebagai sebuah partisan, perasaan individual dalam

mencapai tujuan dan nilai-nilai organisasi yang berada dalam suatu hubungan

organisasi. Selanjutnya Porter et al. (1974) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai identifikasi kekuatan individu dengan keterlibatan dalam setiap organisasi.

Masing-masing komitmen dapat digeneralisir menjadi tiga faktor yaitu; a) kekuatan

terhadap keyakinan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, b)

perasaan untuk mengeluarkan kemampuan terbaik untuk organisasi, dan c) hasrat

dalam memelihara perasaan sebagai anggota organisasi.

Peneliti selanjutnya, O’Reilly dan Chatman (1986) mengatakan bahwa

komitmen organisasi sebagai perasaan psikologis yang dirasakan oleh seseorang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

23

untuk organisasinya, direfleksikan oleh derajat dimana karyawan mampu

mengadopsi karakter dan perspektif organisasi. Selanjutnya Matthieu & Zajac

(1990) mengemukakan bahwa definisi komitmen organisasi adalah sebagai garis

hubungan antara karyawan dengan organisasi.

2.2.3.1 Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasional Karyawan

Dimensionalitas konsep komitmen organisasional, yang dirumuskan oleh

Porter, Steers, Modway dan and Boulian pada tahun 1974 dan kemudian oleh Cook

dan Wall pada tahun 1980, digunakan untuk menjelajahi seputar pekerja-pekerja

industri di Israel dengan menggunakan skala-metrik dan non metrik. Konsep

komitmen organisasional, seperti yang diukur oleh Organizational Commitment

Questionnaire (OCQ) yang terkenal dari Porter et al. (1974) dan oleh suatu versi

yang lebih pendek oleh Cook dan Wall (1980) ditandai oleh tiga dimensi yang

saling berhubungan yaitu ; penerimaan dari nilai-nilai organisasi itu, kesediaan

untuk menggunakan usaha atas nama organisasi, dan keinginan untuk tinggal

bersama karyawan dalam satu organisasi. Luthans (2006) memandang komitmen

sebagai sebuah sikap yang memiliki beberapa definisi dan pengukuran. Komitmen

secara spesifik didefiniskan sebagai 1) hasrat yang kuat untuk bertahan sebagai

anggota organisasi, 2) hasrat untuk mencapai tujuan organisasi dan 3) kepastian

keyakinan dan penerimaan dari nilai dan tujuan organisasi. Dalam Gambar 2.4

disajikan dimensi dan indikator komitmen organisasional yang sesuai dengan

variabel dalam penelitian ini.

Komitmen Organisasional Karyawan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

24

Gambar 2.4

Dimensi dan Indikator Variabel Penelitian

Sumber; Kompilasi Literatur, 2016-2017

Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa para peneliti mengungkapkan komitmen

organisasional karyawan memiliki tiga dimensi utama yakni affective, continounce

dan normative (Porter et al., 1974); Allen & Meyer (1996) dan Luthans (2006).

Dimensi dan indikator dikompilasi sebagai berikut;

a) affective adalah dimensi yang merujuk pada keadaan emosional karyawan,

identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, adapun indikatornya adalah;

(1) ikatan emosional dengan perusahaan yakni perasaan terhadap organisasi

(2) bangga menjadi bagian organisasi yakni sikap yang menunjukkan persaan

bahagia dan bangga terhadap organisasi

Porter et al. (1974); Luthans (2006); Meyer dan Allen (1996)

Afective

Continounce Normative

- Terikat emosional

dengan perusahaan

- Bangga menjadi

bagian perusahaan

- Menjadi bagian

perusahaan dalam

waktu lama

- Merasa butuh bekerja

dalam perusahaan

- Merasa berkorban jika

meninggalkan

perusahaan

- Ingin bertahan karena

memiliki tanggungjawab

- Merasa bangga pada

pekerjaan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

25

(3) menjadi bagian dalam waktu lama yakni keyakinan karyawan untuk terus

tumbuh bersama organisasi dalam waktu yang lama.

b) continounce adalah dimensi yang merujuk pada kepekaan terhadap biaya yang

ditimbulkan jika meninggalkan organisasi. Adapun indikatornya adalah;

(1) butuh bekerja dalam organisasi yakni sikap yang ditunjukkan dengan

perasaan bahwa butuh untuk bekerja dalam organisasi dan merasa penting

menjadi bagian organisasi

(2) berkorban jika meninggalkan perusahaan adalah sikap dimana merasa

bahwa jika pergi karyawan merasa kehilangan

c) normative adalah dimensi yang merujuk pada refleksi perasaan sebagai

karyawan. Adapun indikatornya adalah;

(1) bertahan adalah sikap karyawan untuk tetap menjadi bagian organisasi

karena merasa adanya tanggungjawab

(2) bangga pada pekerjaan yakni perasaan karyawan terhadap pekerjaan yang

dimiliki dalam perusahaan.

2.2.3.2 Penelitian Terdahulu Terkait Komitmen Organisasional Karyawan

Berbagai penelitian empiris telah dilakukan para peneliti berkaitan dengan

komitmen organisasional. Dimulai dari Kanter (1968) yang mendefinisikan

komitmen organisasi sebagai komitmen melekat sebagai bentuk perasaan

individual karyawan dan perasaan emosinya pada organisasi. Leih lanjut, penelitian

Allen dan Meyer (1996) menemukan tiga dimensi untuk mengukur komitmen

organisasional yakni a) normative, b) continuance dan c) affective commitment.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

26

Lebih lanjut, dikatakan bahwa komitmen organisasi membangun loyalitas

karyawan pada organisasi dan mempertahankan prilaku positif melalui pekerjaan

(Karim, 2012) serta nilai-nilai etis pemimpin dan persepsi keadilan (Fu dan

Deshpande, 2013). Dalam Tabel 2.3 disajikan hasil studi empiris dan temuan

penting di dalamnya.

Tabel 2.3.

Seminal work dan hasil studi empiris yang terkait dengan

variabel Komitmen Organisasional Karyawan

Peneliti Temuan Penting

Kanter (1968) Komitmen organisasi didefinisikan sebagai komitmen

melekat sebagai bentuk perasaan individual karyawan

dan perasaan emosinya pada organisasi.

Porter et al. (1974) Komitmen organisasi merupakan identifikasi kekuatan

individu dengan keterlibatan dalam setiap organisasi

Allen dan Meyer

(1996)

Menemukan tiga dimensi untuk mengukur komitmen

organisasi yakni a) normative, b) continuance dan c)

affective commitment

Karim (2012) Komitmen organisasi membangun loyalitas karyawan

pada organisasi dan mempertahankan prilaku positif

melalui pekerjaan

Fu dan Deshpande

(2013)

Komitmen organisasi karyawan dapat dipengaruhi oleh

nilai-nilai etis pemimpin/manajer dan persepsi keadilan

yang diberikan oleh organisasi pada karyawannya

Sumber: Sintesa peneliti, 2016-2017

Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan komitmen organisasional

telah dimulai oleh Kanter (1968) sampai sekarang. Dalam kurun waktu tersebut

telah terjadi transformasi dimensional yang merefleksikan variabel komitmen

organisasional merupakan variabel yang cenderung bersifat subjektif sampai

akhirnya ditentukan hampir jenuhnya dimensi tersebut menjadi 3 yakni komitmen

afektif, berkelanjutan dan normatif. Artinya karya Allen dan Meyer (1996) sampai

sekarang merupakan gagasan yang paling banyak dipakai dalam mengukur

komitmen organisasional karyawan. Dalam studi disertasi ini ketiga dimensi

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

27

tersebut juga akan digunakan untuk mengukur komitmen organisasional karyawan

UKM ekspor di Provinsi Bali dan diharapkan mampu menjadi proxy variabel

komitmen organisasional karyawan UKM ekspor di Provinsi Bali.

1.2.4 Knowledge Sharing

Pengetahuan adalah hal yang sangat fundamental dalam organisasi karena

pengetahuan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kesuksesan organisasi

(Nonaka & Takeuchi, 1995). Knowledge sharing adalah proses pemindahan

keterampilan dan kemampuan antar karyawan (Lin, 2007). Hasil studi yang

dilakukan oleh Jordan & Jones (1997) mengatakan bahwa proses knowledge

sharing berpengaruh pada kesuksesan dan keuntungan organisasi terutama dalam

kepemilikan dan peningkatan modal intelektual dan kesuksesan organisasi.

Sementara itu, Pugna dan Boldeanu (2014) menyarankan bertukar modal

pengetahuan di antara orang-orang dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan

dan meningkatkan manfaat dan kinerja organisasi. Hal ini mengandung makna

bahwa knowledge sharing merupakan sumber daya terbesar bagi organisasi untuk

meningkatkan kinerja dan mendapatkan keunggulan kompetitif berkelanjutan

(Ndlela &Toit, 2001; Lin, 2007; Wang, 2009).

2.2.4.1 Dimensi dan Indikator Knowledge Sharing

Penelitian yang berhubungan dengan knowledge sharing dimulai oleh

Polanyi (1966) yang mengemukakan bahwa konsep knowledge sharing sebagai

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

28

pertukaran berbagai pengetahuan dalam organisasi. Kemudian diikuti oleh

beberapa ahli seperti Nonaka dan Takeuchi (1995) dan Lin (2007). Penelitian-

penelitian mengenai pengetahuan mulai dilakukan karena pengetahuan merupakan

hal yang sangat penting sebagai salah satu sumber daya kunci dalam menghadapi

tantangan (Obeidat et al., 2014); Masa’deh et al. (2016).

Pengetahuan didefinisikan sebagai campuran pengalaman, nilai,

kontekstual informasi, dan wawasan ahli yang memberikan kerangka untuk

mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman baru dan informasi. Dalam

organisasi, pengetahuan terletak tidak saja pada tatanan dokumen atau repositori

tetapi juga dalam rutinitas organisasi, proses, praktek, dan norma (Ma et al., 2008).

Dalam Gambar 2.4 disajikan dimensi dan indikator variabel knowledge sharing.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

29

Gambar; 2.5

Dimensi dan Indikator Variabel Penelitian

Sumber; Kompilasi Literatur, 2016-2017

Knowledge Sharing

Nonaka dan Takeuchi (1995)

Socialization

Externalization Combination

Internalization

- Karyawan

mau berbagi

pengetahuan

- Ada

kesempatan

memberikan

model

keterampilan

- Karyawan

mau berbagi

ide/gagasan

- Proses

berbagi

pengetahuan

- Menggabung

kan

pengetahuan

- Pertukaran

pengetahuan

dg tim

- Mengubah ide

menjadi

model

- Penyerapan

pengetahuan

Individual Technology Organizational

- Bersedia

membantu

proses KS

- Media

informasi

- Teknologi

informasi

- Dukungan

organisasi

- reward

Lin (2007)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

30

Gambar 2.5 menunjukkan, berdasarkan kajian empiris dapat dikatakan

bahwa knowledge sharing memiliki 7 (tujuh) dimensi utama. Nonaka dan Takeuchi

(1995) dalam studinya menjelaskan bagaimana organisasi membuat dan

menyebarluaskan pengetahuan melalui mode-mode umum yang terdiri dari

pengetahuan terpendam (tacit) maupun pengetahuan eksplisit. Ada empat dimensi

dalam proses knowledge sharing yang kemudian dikenal sebagai SECI model dan

Lin (2007) dengan IOT Model selanjutnya dapat dikompilasi sebagai berikut.

a) Socialisation adalah proses berbagi pengetahuan antara satu orang dengan

orang lain dalam organisasi, melalui penciptaan model keterampilan. Adapun

indikatornya adalah;

(1) Berbagi pengetahuan yakni sikap karyawan yang rela untuk berbagi

pengetahuan yang dimiliki

(2) Kesempatan menjadi model adalah adanya kesempatan untuk memberikan

model keterampilan

b) Externalisation adalah bagaimana mengubah pengetahuan yang terpendam

menjadi pengetahuan yang bisa dilihat dalam organisasi. Dalam hal ini dimensi

ini merujuk pada bagaimana proses individu dalam kelompoknya (Nezafati et

al., 2009). Adapun indikatornya adalah;

(1) Berbagi ide/gagasan yakni karyawan mau untuk berbagi ide/gagasan untuk

peningkatan kinerja

(2) Proses berbagi yakni proses dalam berbagi pengetahuan antar karyawan

c) Combination adalah proses pembentukan bentuk baru dari pengetahuan dengan

mengkombinasikan dua sumber pengetahuan yang ada. Lebih lanjut menurut

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

31

Lemon dan Sahota (2004) combination adalah proses pertukaran pengetahuan

oleh grup pada organisasi. Adapun indikatornya adalah;

(1) Penggabungan pengetahuan yakni proses akulturasi pengetahuan satu

dengan yang lain

(2) Pertukaran dengan tim yakni proses pertukaran pengetahuan antara

individu dengan tim dalam organisasi

d) Internalisation adalah proses mengubah pengetahuan yang terlihat (eksplisit)

menjadi pengetahuan yang tidak terlihat (tacit). Dalam proses ini pengetahuan

diserap oleh individu lain dalam organisasi. Lebih lanjut menurut Nonaka dan

Takeuchi (1995), pengetahuan tak terlihat dilakukan oleh pemilik perusahaan.

Adapun indikatornya adalah;

(1) Transformasi ide yakni proses mengubah ide/gagasan menjadi model

pengetahuan

(2) Penyerapan adalah proses penyerapan pengetahuan dalam organisasi

e) Individual factors yaitu suatu sikap karyawan yang bersedia membantu

karyawan lain dan karyawan yang memiliki knowledge self efficacy. Adapun

indikatornya adalah kesediaan membantu yakni sikap antar karyawan untuk

saling membantu suksesnya proses berbagi pengetahuan.

f) Organizational factors yaitu adanya dukungan manajemen (organisasi) dalam

proses berbagi dan transfer pengetahuan dan penghargaan dari organisasi bagi

karyawan yang melakukan praktek berbagi pengetahuan. Adapun indikatornya

adalah;

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

32

(1) dukungan organisasi yakni peran serta organisasi dalam memberikan

dukungan selama proses berbagi pengetahuan

(2) reward yakni upaya-upaya organisasi dalam memberikan pengahrgaan

pada karyawan yang mau berbagi pengetahuan

g) Technology factors yaitu informasi dan teknologi komunikasi yang digunakan.

Adapun indikatornya adalah;

(1) media adalah alat atau wahana untuk berbagi informasi

(2) teknologi informasi adalah seperangkat teknologi yang dipakai untuk

menyebarkan informasi.

2.2.4.2 Penelitian Terdahulu Terkait Knowledge Sharing

Kontribusi penting praktek knowledge sharing dalam organisasi adalah

dalam kepemilikan dan peningkatan modal intelektual (intellectual capital) dan

kesuksesan organisasi. Sehingga, Pugna dan Boldeanu (2014) menyarankan

berbagi modal pengetahuan (sharing of knowledge capital) di antara orang-orang

dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan dan meningkatkan manfaat dan

kinerja organisasi.

Knowledge sharing berperan mengubah pengetahuan organisasi menjadi

pengetahuan individu atau kelompok melalui internalisasi dan sosialisasi namun

mengubah pengetahuan individu dan kelompok menjadi pengetahuan organisasi

melalui eksternalisasi dan kombinasi. Kontribusi penting lain mengenai peran

knowledge sharing juga diungkapkan oleh O'Dell dan Hubert (2011) yang

mengatakan bahwa pemenang di pasar biasanya memiliki budaya knowledge

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

33

sharing yang terus menerus dan mampu menghargai aset intelektual organisasi.

Karena dalam organisasi yang menganut budaya knowledge sharing, individu

membuat, berbagi, dan menggunakan informasi dan pengetahuan dalam lingkungan

kolaboratif dalam mencapai tujuan pekerjaan (job performance) menuju tujuan

bersama (organisasi) dan sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan lebih cepat

dan sistematis. Wang dan Noe (2010) menyarankan knowledge sharing sebagai

pusat kegiatan dan pengetahuan dasar di mana karyawan bisa saling bertukar

pengetahuan dan berkontribusi ke aplikasi pengetahuan dan akhirnya menciptakan

keunggulan kompetitif organisasi.

Studi lain yang dilakukan oleh Yang et al. (2007) mengatakan bahwa

knowledge sharing memainkan peran penting untuk hasil yang efisien bagi

operasional organisasi, sehingga dengan menggunakan pengetahuan karyawan dan

mengelola knowledge sharing melalui cara yang efisien dan produktif, organisasi

memiliki keuntungan jangka panjang, hal ini sejalan dengan hasil studi yang

dilakukan oleh Kalseth dan Cummings (2001), Silvi dan Cuganesan (2006).

Marques dan Simon (2006). Hal ini mengandung pengertian bahwa peran karyawan

sangat penting dalam melakukan praktek knowledge sharing yang produktif dalam

organisasi.

Bukti empiris dari Hoof dan Weenan (2004) menunjukkan bahwa

knowledge sharing memainkan peran yang sangat penting dalam membawa inovasi,

keunggulan kompetitif, dan perlakuan terhadap modal intelektual. Dalam Tabel 2.4

disajikan hasil studi empiris mengenai knowledge sharing dan temuan penting di

dalamnya.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

34

Tabel 2.4.

Seminal work dan hasil studi empiris yang terkait dengan

variabel Knowledge Sharing

Peneliti Temuan Penting

Polanyi (1966) Mengemukakan konsep knowledge sharing sebagai

pertukaran berbagai pengetahuan dalam organisasi

Nonaka dan Takeuchi

(1995)

Menemukan dan mengembangkan dimensi knowledge

sharing dengan istilah SECI model (Socialization,

Externatization, Combination dan Internalization)

sekaligus menjelaskan karakteristik jenis pengetahuan

yakni implisit dan eksplisit dalam rangka proses

penciptaan pengetahuan dalam suatu organisasi

Wang dan Noe

(2010)

Knowledge sharing merupakan pusat aktivitas

pengetahuan yang fundamental dimana karyawan bisa

melakukan pertukaran yang saling menguntungkan dan

berkontribusi pada aplikasi pengetahuan dan

meningkatkan kinerja organisasi

Horvat et al. (2015) Menemukan hubungan sekaligus meningkatkan sistem

knowledge sharing dan manajemen kinerja,

meningkatkan budaya berbagi pengetahuan dan dampak

dari motivasi dalam knowledge management

Ozlen (2015) Knowledge sharing practices meningkatkan kinerja

karyawan dan kinerja organisasi

Masa’deh et al.

(2015)

Menemukan rantai penghubung antara knowledge

sharing dan knowledge sharing capability.

Sumber: Sintesa peneliti, 2016-2017

Setelah knowledge sharing practices melalui dimensi SECI model gagasan

Nonaka dan Takeuchi (1995) tumbuh dan berkembang menjadi variabel penting

dalam tatanan penelitian khususnya sebagai variabel yang berkontribusi pada

peningkatan kinerja karyawan dan kinerja organisasi. Studi empirik yang dilakukan

oleh Lin (2007) menggali dimensi-dimensi praktek knowledge sharing menjadi IOT

model yakni a) individual factors yaitu suatu sikap karyawan yang bersedia

membantu karyawan lain dan karyawan yang memiliki knowledge self efficacy, b)

organizational factors yaitu adanya dukungan manajemen (organisasi) dalam

proses berbagi dan transfer pengetahuan dan penghargaan dari organisasi bagi

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

35

karyawan yang melakukan praktek berbagi pengetahuan dan c) technology factors

yaitu informasi dan teknologi komunikasi yang digunakan).

Hasil penelitian tersebut secara tidak langsung melengkapi dimensi-dimensi

hasil studi yang dilakukan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dengan dimensi SECI

nya. Model ini walaupun lebih banyak diadopsi oleh peneliti lain dalam mengukur

knowledge sharing, tetapi gagasan Lin (2007) memberikan cara pandang baru

bahwa praktek knowledge sharing hanya akan muncul jika ada keinginan dari

dalam diri karyawan, kemudian memerlukan dukungan organisasi secara

komprehensif dan berkelanjutan serta perlunya adaptasi terhadap perkembangan

teknologi dewasa ini. Sehingga kedua model diatas jika digabungkan akan memiliki

tingkat pengukuran yang lebih holistik.

Studi disertasi ini, menjelaskan antesden knowledge sharing yakni

kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja dan komitmen organisasional

yang memiliki konsekuensi terhadap kinerja karyawan. Untuk mengukur variabel

knowledge sharing akan dilakukan penggabungan dimensi dari konsep yang

dikemukakan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dengan SECI model dan

dikombinasikan dengan konsep dari gagasan Lin (2007) dengan IOT model karena

berdasarkan berbagai kajian empiric yang tersedia disebutkan bahwa kedua konsep

tersebut memiliki berbagai kelemahan dan juga memiliki keunggulan. Sehingga

penggabungan kedua model (dimensi) ini diharapkan mampu memberikan

penjelasan yang lebih komprehensif mengenai peran knowledge sharing dalam

meningkatkan kinerja karyawan UKM ekspor di Provinsi Bali.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

36

1.2.5 Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan telah dipelajari dalam psikologi industri maupun

organisasi terutama yang berhubungan dengan tempat kerja (Abdullah et al., 2015).

Bagi organisasi yang mampu mengelola sumber daya manusia dan mampu

mengoptimalkan kemampuan SDM akan menghasilkan karyawan yang memiliki

kinerja tinggi sehingga berimplikasi pada pencapaian tujuan organisasi. Kinerja

karyawan adalah hasil dari performa karyawan yang merupakan pencapaian level

pribadi karyawan (Campbell, 1990) atau sesuatu yang telah dikerjakan. Kinerja

karyawan juga dapat diartikan sebagai hasil dari aktivitas pekerjaan yang

diharapkan oleh karyawan dan bagaimana aktivitas tersebut diselesaikan (Dharma,

1991).

1.2.5.1 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Studi empirik yang tersedia menyebutkan bahwa terdapat beberapa dimensi

dan indikator untuk mengukur variabel kinerja karyawan. Dimensi dan indikator

dari berbagai peneliti bervariasi tetapi secara umum ada dua hal penting di

dalamnya yakni kualitas yang merujuk pada mutu hasil pekerjaan karyawan dan

kuantitas yang merujuk pada jumlah hasil kerja dalam satu periode tertentu. Dari

penelusuran literatur yang ada maka dimensi dan indikator kinerja karyawan

disajikan dalam Gambar 2.6

.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

37

Gambar; 2.6

Dimensi dan Indikator Variabel Penelitian

Sumber; Kompilasi Literatur, 2016-2017

Kinerja Karyawan

Day dan Silverman (1989); Dharma (1991); Sundi (2013); Folorunso et al. (2014); Akhtar (2015)

Quantity

Quality Timeliness

Job

Knowledge

- Jumlah hasil

kerja

- Kualitas

- Sesuai

spesifikasi

- Tepat waktu - Product

knowledge

- Job

knowledge

Cooperative Initiatives&

Creativeness

Personal

qualities

- Bekerja sama

- Membantu

karyawan

- Semangat

- Gagasan

- Inisiatif

- Pribadi

- integritas

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

38

Dalam gambar 2.6 terlihat bahwa beberapa peneliti menggunakan dimensi dan

indikator kinerja karyawan dan dikompilasi sebagai berikut.

a) Quantity of work adalah kuantitas barang yang dihasilkan merupakan kesesuaian dengan

target yang telah ditentukan (Day dan Silverman, 1989); Dharma (1991). Indikatornya

adalah jumlah hasil kerja yakni jumlah/kuantitas barang yang dihasilkan selama periode

tertentu

b) Quality of work adalah kualitas barang sesuai standar mutu yang berlaku (Day dan

Silverman, 1989); Dharma (1991). Adapun indikatornya adalah;

(1) Kualitas adalah dimensi mutu yang terkandung dari produk yang dihasilkan

(2) Spesifikasi adalah kesesuaian produk dengan syarat-syarat yang sudah distandarkan

c) Timeliness adalah bahwa produk yang dipesan mampu diselesaikan dan dikirim tepat

waktu (Sundi, 2013); Folorunso et al. (2014). Indikatornya adalah tepat waktu yaitu waktu

penyelesaian produk yang sesuai dengan persyaratan

d) Job knowledge merupakan pemahaman dan pengetahuan karyawan mengenai produk yang

dibuat baik dari segi bahan, manfaat, nilai tambah, kekhususan dan perbedaan dengan

kompetitor (Sundi, 2013); Folorunso et al. (2014). Adapun indikatornya adalah:

(1) Product knowledge adalah pengetahuan karyawan mengenai produk yang dibuat

seperti material dan bahan

(2) Job knowledge adalah pengetahuan karyawan tentang pekerjaan yang dilakukannya

e) Cooperative adalah karakter karyawan yang mampu bekerjasama dalam tim serta

membangun komunikasi yang baik selama proses pengerjaan barang (Sundi, 2013);

(Akhtar, 2015). Adapun indikatornya adalah:

(1) Bekerja sama adalah sikap untuk saling mendukung satu sama lain dalam organisasi

(2) Membantu karyawan lain adalah sikap untuk rela membantu karyawan lain di luar

tanggungjawab utama

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

39

f) Personal qualities adalah nilai-nilai kepribadian, integritas karyawan, dan keramahan

yang dimiliki oleh karyawan (Akhtar, 2015). Adapun indikatornya adalah:

(1) Pribadi adalah sikap pribadi yang mewakili individu dalam organisasi

(2) Integritas adalah karakter yang menunjukkan menyatu dengan filosopi organisasi

g) Initiative dan creativeness adalah gairah melaksanakan tugas yang baru, gagasan dan

tindakan menyelesaikan masalah yang timbul sebagai bagian dari proses (Folorunso et al.,

2014). Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:

(1) Semangat adalah karakter karyawan untuk terus berjuang menunjukkan kualitas

terbaik

(2) Gagasan adalah buah pikiran yang dapat membantu peningkatan kualitas

(3) Inisiatif adalah karakter untuk mengeluarkan ragam ide dalam penyelesaian pekerjaan

1.2.5.2 Penelitian Terdahulu terkait Kinerja Karyawan

Beberapa peneliti telah mengkaji kinerja karyawan dan berbagai variabel yang

berpengaruh di dalamnya. Dimulai dari studi yang dilakukan oleh Campbell (1990) yang

mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil dari performa karyawan yang merupakan

pencapaian level pribadi karyawan atau sesuatu yang telah dikerjakan. Kinerja karyawan juga

dapat diartikan sebagai hasil dari aktivitas pekerjaan yang diharapkan oleh karyawan dan

bagaimana aktivitas tersebut diselesaikan. Studi yang dilakukan oleh Dharma (1991)

menemukan indikator untuk mengukur kinerja karyawan. Hasilnya adalah terdapat tiga

komponen utama dalam mengukur variabel kinerja karyawan yakni a) kuantitas, b) kualitas

dan c) timeliness.

Hasil studi empiric lainnya dilakukan oleh Sonnentag dan Frese (2001) yang

menemukan bahwa kinerja karyawan merupakan perbandingan antara aspek prilaku dan aspek

luaran (output). Kinerja karyawan di bagi menjadi tiga perspectif yakni a) individual differents

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

40

perspective yakni cara pandang karyawan terhadap kinerjanya, b) situational perspectives

yakni cara pandang situasional yang berkaitan dengan kinerja dan c) performance regulation

perspectives yakni cara organisasi dalam melakukan penilaian kinerja terhadap karyawan.

Dalam Tabel 2.5 disajikan hasil studi empiris mengenai kinerja karyawan da temuan penting

di dalamnya.

Tabel 2.5.

Seminal work dan hasil studi empiris yang terkait dengan

variabel Kinerja Karyawan

Peneliti Temuan Penting

Campbell, (1990) Kinerja karyawan adalah hasil dari performa karyawan

yang merupakan pencapaian level pribadi karyawan atau

sesuatu yang telah dikerjakan. Kinerja karyawan juga

dapat diartikan sebagai hasil dari aktivitas pekerjaan yang

diharapkan oleh karyawan dan bagaimana aktivitas

tersebut diselesaikan

Dharma (1991) Melakukan benchmark terhadap indikator pengukuran

kinerja karyawan. Hasilnya adalah terdapat tiga komponen

yakni a) kuantitas, b) kualitas dan c) timeliness

Sonnentag dan Frese

(2001)

Kinerja karyawan merupakan perbandingan antara aspek

prilaku dan aspek luaran. Kinerja karyawan di bagi

menjadi tiga perspectif yakni a) individual differents

perspective, b) situational perspectives dan c)

performance regulation perspectives

Viswesvaran dan

Ones (2000)

Kinerja karyawan merupakan hubungan antara task

performance, contextual performance, organizational

citizen behaviour, counterproductive work behaviour dan

penyimpangan organisasi

Husain et al. (2012) Kinerja karyawan ditunjukkan oleh beberapa faktor dan

masing-masing kinerja karyawan berbeda yang ditentukan

oleh lingkungan kerja itu sendiri

Sumber; Sintesa peneliti, 2016-2017

Walaupun pengukuran kineja karyawan melibatkan dimensi-dimensi yang beragam

tetapi pada dasarnya memiliki dua unsur yang utama yakni kualitas dan kuantitas pekerjaan.

Para peneliti mengembangkan pengukuran kinerja berdasarkan pada subjek penelitian

sehingga hampir semua penelitian dengan variabel kinerja karyawan memiliki perbedaan

pengukuran. Perbedaan pengukuran tersebut dalam arti luas tetap memiliki kekuatan untuk

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5 c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan. 1.1.2 Sosial Exchange Theory (SET)

41

merefleksikan variabel yang dijelaskan. Dalam disertasi ini akan diakomodasi beberapa hasil

penelitian sekaligus disesuaikan dengan subjek penelitian.