bab ii tinjauan pustaka 2.1syarat tumbuh tanaman …
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Keberhasilan pengusaha kelapa sawit berkaitan erat dengan tingkat produksi yang
dapat dicapai.Tingkat produksi yang dapat dicapai ditentukan oleh potensi genetik
bahan tanaman, potensi lahan, tingkat pengelolaan tanaman.Berkaitan dengan
potensi lahan yang dimaksud adalah bahwa perkembangan tanaman kelapa sawit
akan berhasil dengan baik jika dilakukan pada lahan yang memenuhi syarat
tumbuh untuk tanaman kelapa sawit tersebut. Syarat tumbuh tanaman kelapa
sawit utamanya berkaitan dengan syarat iklim dan tanah.
Tabel 2.1.Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Kelapa Sawit
Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria
Kelas S1 (Sangat Sesuai) Lahan yang tidak memiliki tidak lebih dari satu
pembatas ringan (optimal).
Kelas S2 (Sesuai)
Lahan yang memiliki tidak lebih dari satu
pembatas ringan dan/atau tidak memiliki lebih
dari satu pembatas sedang.
Kelas S3 (Kurang Sesuai)
Lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas
sedang dan/atau tidak memiliki lebih dari satu
pembatas berat.
Kelas N1
(Tidak Sesuai Bersyarat)
Lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas
berat yang masih dapat diperbaiki.
Kelas N2
(Tidak Sesuai Permanen)
Lahan yang memiliki pembatas berat yang
tidak dapat diperbaiki.
Sumber : Lubis, 2008.
Kelas kesesuaian lahan di nilai dari karateristik lahan di lapangan. Karateristik
kelas kesesuaian lahan untuk kelapa sawit dapat disajikan pada table 2.2.
Tabel 2.2. Karateristik LahanKelapa Sawit
N
o Karakteristik lahan
Sim
ol Intensitas Factor Pembatas
Tanpa
( 0 )
Ringan
( 1 )
Sedang
( 2 )
Berat
( 3 )
1 Curah hujan (mm)
H 1.750-3.000 1.750- 1.500
>3.000
1.500-1.250 <1.250
2 Bulan kering (bln) K <1 1-2 2-3 >3
3 Ketinggian DPL (m) L 0-200 200-300 300-400 >400
4
Bentuk wilayah/
kemiringan lereng
(%)
W
Datar-
berombak <8
Berombak-
bergelombang
8-15
Bergelomban
g- berbukit
15-30
Berbukit-
bergunun
g >30
5
Batuan di
permukaan dan di
dalam tanah (%
volume)
B <3 3-15 15-40 >40
6 Kedalaman efektif (
cm ) S >100 100-75 75-50 <50
7
Tekstur tanah
T
Lempung
berdebu,
lempung liat
berpasir
lempung liat
berdebu
lempung
berliat
Liat, liat
berpasir,
lempung
berpasir,
lempung
Pasir
berlempung,
debu
Liat
berat,
pasir
8 Kemasaman tanah (
pH) A
5,0-6,0 4,0-5,0
6,0-6,5
3,5-4,0
6,5-7,0
<3,5
>7,0
Sumber : Buku Pintar Mandor Kelapa Sawit, LPP.
2.2 Karakteristik Lahan Gambut
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organic (C-
organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih.Tanah gambut terbentuk di
dataran rendah berawa-rawa.Sebagian kecil,ditemukan pada dataran pasang surut
yang umumnya berupa gambut topogendangkal sampai sedang.Sebagian besar
tanah gambut dijumpai di dataranrendah sepanjang pantai di antara sungai-sungai
besar dan umumnya berupagambut ombrogen dengan kedalaman gambut sedang
sampai sangat dalam.Luasnya di Indonesia diperkirakan sekitar 18,586 juta
ha,bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang
belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara.
Tanah gambut sangat berbeda dengan tanah mineral atau tanah organik lainya
(Agus dan Subiksa, 2008).
2.2.1 Pembentukan Gambut
Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya
akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Proses
pembentukan gambut hampir selalu terjadi pada hutan dalam kondisi tergenang
dengan produksi bahan organik dalam jumlah yang banyak. Gambut terbentuk
dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun
belum.Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya
tingkat perkembangan biota pengurai.Pembentukan tanah gambut merupakan
proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi
dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dkk,
2008).
Menurut Najiyati dkk (2005), berdasarkan proses pembentukannya, lahan
gambut dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
a. Gambut Topogen
Merupakan gambut yang terbentuk karena pengaruh topografi.Gambut ini
terbentuk dalam depresi topografi rawa, baik dataran rendah maupun
pergunungan tinggi. Gambut topogen relatif kaya akan unsur hara, karena
adanya sirkulasi hara mineral dari bagian bawahnya oleh kegiatan akar-akar
tanaman maupun pengaruh pasang surut sungai di sekitarnya.Pembentukan
gambut topogen dapat disajikanpada Gambar 2.1.
sumber : GoogleGambar 2.1. Pembentukan Gambut Topogen
b. Gambut Ombrogen
Gambut yang terbentuk karena pengaruh curah hujan yang airnya
tergenang.Gambut ombrogen terjadi setelah terbentuknya gambut topogen,
dimana sirkulasi hara mineral hampa terjadi, mengikat akar tanaman tidak lagi
mencapai tanah mineral di bawahnya.Pembentukan gambut ombrogen disajikan
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Pembentukan Gambut Ombrogen
Sumber : Google
2.2.2 Klasifikasi Gambut
Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol
atau Histosols yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat
jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3
dengan tebal > 60 cm atau lapisan
organik dengan Bulk Density> 0,1 g cm-3
dengan tebal > 40 cm (Soil Survey
Staff, 2003 I Nyoman dkk., 2005).
Menurut Najiyati dkk (2005), gambut diklasifikasikan berdasarkan tingkat
kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
a. Fibrik, yaitu gambut dengan tingkat pelapukan awal (masih muda) dan lebih
dari ¾ bagian volumenya berat serat segar (kasar). Cirinya, bila gambut
diperas dengan telapak tangan dalam keadaaan basah, maka kandungan serat
yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah tiga
perempat bagian atau lebih (> ¾);
b. Hemik, yaitu gambut yang mempunyai tingkat pelapukan sedang (setengah
matang), sebagian bahan telah mengalami pelapukan dan sebagian lagi berupa
serat. Bila diperas dengan telapak tangan dalam keadaan basah, gambut agak
mudah melewati sela-sela jari-jari dan kandungan serat yang tertinggal di
dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah antara kurang dari tiga
perempat sampai seperempat bagian atau lebih (¼ dan < ¾);
c. Saprik, yaitu gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang). Bila
diperas, gambut sangat mudah melewati sela jari-jari dan serat yang tertinggal
dalam telapak tangan kurang dari seperempat bagian (< ¼).
Menurut Agus dan Subiksa (2008), gambut diklasifikasikan berdasarkan
kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
a. Gambut dangkal (50 – 100 cm),
b. Gambut sedang (100 – 200 cm),
c. Gambut dalam (200 – 300 cm), dan
d. Gambut sangat dalam (> 300 cm)
Menurut Agus dan Subiksa (2008), berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut
dibedakan menjadi:
a. Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral
dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatife suburbiasanya
adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.
b. Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki
kandungan mineral dan basa-basa sedang.
c. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral
dan basa-basa.
2.2.3 Sifat Fisik Gambut
Tanah gambut mempunyai sifat fisik yang sangat dipengaruhi oleh tingkat
dekomposisinya. Tanah gambut memiliki berat isi yang rendah berkisar antara
0,05 – 0,25 gr/cm3, semakin lemah tingkat dekomposisinya semakin rendah
berat isi (Bulk Density), sehingga daya topangnya terhadap beban di atasnya
(seperti tanaman, bangunan irigasi, jalan dan mesin-mesin pertanian) juga
rendah. Gambut yang sudah direklamasi biasanya permukaannya lebih padat
dengan berat isi antara 0,1 – 0,4 gr cm-3 (Agus dan Subiksa, 2008).
Porositas tanah gambut tergolong tinggi, penyusutan volume tanah gambut
(subsiden) juga tinggi, dan apabila didrainase secara berlebihan (over drain)
akan terjadi kering tak balik (irriversible) sehingga mudah terbakar, dan apabila
tergenang akan mengembang dan hanyut terbawa arus. Karakteristik biofisik
lahan gambut mengalami perubahan pada profil horizon, ketebalan, kadar air,
kadar abu, tingkat dekomposisi, pH, C-organik dan biomassa akibat aktifitas
pembukaan lahan (Sundoko dkk.,2010).
2.2.4 Sifat Kimia Gambut
Sifat kimia yang penting terhadap dinamika lahan gambut adalah ketersedian
unsur hara yang rendah atau miskin hara dan kandungan asam-asam organik
yang tinggi yang dapat meracuni tanaman.Lahan gambut umumnya mempunyai
tingkat kemasaman kisaran pH 3-5, kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia
bagi tanaman karena C/N yang tinggi juga, kandungan unsur hara Mg tinggi
sementara P dan K rendah, kandungan unsur hara mikro terutama Cu, B, dan Zn
yang sangat rendah (Rustam dkk., 2011).
2.3 Pengelolaan Air DiLahan Gambut
2.3.1 Tujuan dan Kendala Pengelolaan Air
Pengelolaan air (water manajement) atau sering disebut tata kelola air lahan rawa
bertujuan bukan hanya semata-mata untuk menghindari terjadinya banjir atau
genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga harus dimaksudkan untuk
menghindari kekeringan di musim kemarau.Hal ini penting disamping untuk
memperpanjang musim tanam, juga untuk menghindari bahaya kekeringan lahan
sulfat masam dan lahan gambut. Pengelolaan air yang hanya semata-mata
dimaksudkan untuk mengendalikan banjir di musim hujan dengan membuat
saluran drainase saja akan menyebabkan kekeringan di musim kemarau. Ini
prinsip penting yang harus diterapkan untuk keberhasilan pertanian di lahan
gambut (Najiyati dkk., 2005).
Secara lebih rinci, pengelolaan air di lahan gambut dimaksudkan untuk (Agus
dan Subika, 2008) :
1. Mencegah banjir di musim hujan dan menghindari kekeringan di musim
kemarau;
2. Mencuci garam, asam-asam organik, dan senyawa beracun lainnya di dalam
tanah;
3.Mensuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman;
4.Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu cepat;
5. Mencegah pengeringan dan kebakaran gambut serta oksidasi pirit;
6.Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan tanaman
dengan cara mengatur tinggi muka air tanah.
Dibandingkan dengan tata air di lahan lainnya, tata air di lahan rawa terutama
gambut lebih sulit karena hal-hal sebagai berikut(Agus dan Subika, 2008) :
a. Lahan menghasilkan senyawa-senyawa beracun sehingga saluran irigasi perlu
dipisahkan dengan saluran drainase dengan sistem aliran satu arah;
b. Kecenderungan terjadinya banjir lebih besar dibandingkan di lahan kering
sehingga tata air harus dapat menjamin tidak terjadinya banjir di musim
hujan;
c. Gambut dan lapisan pirit (jika ada) membutuhkan suasana yang senantiasa
lembab. Oleh sebab itu, pada musim kemarau suplai air harus terjaga paling
tidak untuk mempertahankan kelembaban gambut dan lapisan pirit;
d. Gambut bersifat sangat boros sehingga laju kehilangan air di saluran melalui
rembesan jauh lebih tinggi dibandingkan di lahan kering yang tanahnya liat.
Hal ini menuntut adanya teknik khusus untuk mempertahankan keberadaan
air.
2.3.2 Sumber air
Air di lahan rawa berasal dari sungai dan limpahan air hujan yang
terakumulasi.Di lahan rawa lebak, air berasal dari akumulasi air hujan yang tidak
terdrainase dan limpahan air sungai di sekitarnya yang meluap di musim
hujan.Di lahan pasang surut, selain berasal dari limpahan hujan air juga berasal
dari sungai yang masuk ke lahan ketika pasang.Pada musim kemarau, air
umumnya hanya berasal dari sungai, tetapi di lokasi tertentu volume air sungai
mengalami penyusutan di musim kemarau sehingga air pasang tidak mampu
mencapai lahan seperti ketika musim hujan (I Nyoman dkk., 2005).
Sumber : google Gambar 2.3. Siklus Hidrologi Sumber Air
Hal ini menyebabkan perubahan tipe luapan air. Lahan yang tadinya memiliki
tipe luapan A berubah menjadi tipe luapan B atau C, yang tadinya memiliki tipe
luapan B berubah menjadi tipe C atau D, demikian pula tipe C berubah menjadi
tipe D. Adanya perubahan dari tipe luapan pada akhirnya akan menyebabkan
adanya perubahan kualitas air. Kadar garam biasanya akan meningkat pada
musim kemarau, dan menurun di musim hujan (I Nyoman dkk.,2005).
2.4 Tata Kelola Air Dilahan Gambut
Tata kelola air pada perkebunan kelapa sawit bergantung pada topografi areal.
Salah satu bentuk tata kelola air pada areal datar adalah dengan aplikasi long
storage, yaitu bangunan air yang berfungsi menyimpan air didalam sungai,
kanal, dan parit pada lahan yang relatife datar dengan cara menahan aliran untuk
menaikan permukaan air dan dialiri kelahan melalui kanal irigasi. Pada
umumnya bangunan air ini berupa tanggul, pintu air dan chek-dam.
Oleh sebab itu, pengelolaan air harus disesuaikan dengan tingkat pelapukan
bahan gambut. Untuk dapat mempertahankan muka air,maka saluran-saluran
drainse harus selalu memiliki cadangan air sesuai dengan pengaturan permukaan
air. Parit drainase dilahan gambut terdiri dari saluran primer, saluran skunder,
dan saluran tersier (Sulistyo dkk.,2010).
2.4.1 Tata Air Makro
Tata air makro adalah pengelolaan air dalam suatu kawasan yang luas dengan
cara membuat dan mengatur jaringan reklamasi sehingga keberadaan air bisa
dikendalikan. Bisa dikendalikan di sini berarti di musim hujan lahan tidak
kebanjiran dan di musim kemarau tidak kekeringan.Karena kawasannya yang
luas, maka pembangunan dan pemeliharaannya tidak dilaksanakan secara
perorangan melainkan oleh pemerintah, badan usaha swasta, atau oleh
masyarakat secara kolektif. Kegiatan pembangunan sarana tata air makro sering
sering disebut sebagai reklamasi lahan (Najiyatidkk.,2005).
a.Bangunan dalam Tata Air Makro
Bangunan-bangunan yang terdapat dalam tata air makro diantaranya adalah
tanggul penangkis banjir, waduk retarder, saluran intersepsi, saluran drainase,
dan saluran irigasi bisa lihat Gambar 2.4. (Najiyati dkk., 2005).
Gambar 2.4.Tata Air Makro Dilahan Gambut
Keterangan :
IP : Saluran Irigasi Primer
It: Saluran Irigasi Tersier
Ik: Saluran Irigasi Kuarter
Dp: Saluran Drainase Primer
Ds : Saluran Drainase Skunder
Dt: Saluran Drainase Tersier
Is : Saluran Irigasi Sekunder
Dk : Saluran Drainase Kuarter
R : Retarder/Tendon Air
T : Tanggul Penangkis Banjir
Si : Saluran Intersepsi
: Pintu Air
Pengelolaan air (water manajement) atau sering disebut tata kelola air lahan
gambut bertujuan bukan hanya semata-mata untuk menghindari terjadinya
banjir atau genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga harus
dimaksudkan untukmenghindari kekeringan di musim kemarau.Hal ini
penting disamping untukmemperpanjang musim tanam, juga untuk
menghindari bahaya kekeringanlahan sulfat masam dan lahan gambut.Oleh
sebab itu, pengelolaan bangunan tata air sangat penting baik yangberasal
dari sungai, waduk, atau tandon-tandon air lainnya.Letak saluran irigasi
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan saluran drainase, untuk dapat
melakukan pengaturan secara baik, setiap ujung saluran diberi pintupengatur
airyang bisa dibuka dan ditutup setiap saat dikehendaki.Namun demikian,
kondisi ini sering terkendala karena saluran primer sering digunakan untuk
sarana transportasi.Bendungan penahan air dapat dilihat pada gambar
2.5.tanggul penahan air kanal (Suryadiputra dkk., 2005).
Gambar 2.5. Tanggul Penahan Air Kanal
Gambar.2.6.Pintu Air Waktu Pasang-Surut
Bila ini terjadi, minimal pada ujung saluran sekunder, pintu air harus
berfungsi.Pintu air drainase biasanya dibuka di musim hujan dan ditutup di
musim kemarau kecuali bila air berlebihan. Pintu saluran irigasi, dibuka dan
ditutup sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi air di lahan.
Ketinggian bendungan lebih rendah dari pada tanggul handil sehingga
padawaktu hujan, air masih dapat melintasi bagian atas bendungan dan
tidakmenerobos tanggul.Dan Ketinggian bendungan lebih rendah dari
ketinggian air pasang kecil ketikamusim kemarau. Dengan demikian, air
pasang masih dapat masuk kehandil melintasi bagian atas bendungan
(Suryadiputra dkk., 2005).
Gambar.2.7. Pengaturan Pintu Air Masuk Pasang dan Surut
Dalam merancang dan mendesain sistem drainase kanalisasi dilahan gambut,
hal yang dilakukan adalah(Husen dkk., 2013) :
a. Menentukan Jenis, Bentuk, Panjang dan Volume Kanal
Agar sistem kanal dapat dipergunakan untuk kelancaran transportasi dan
drainase secara efektif dan efesien. Pada umumnya dinamakan kanal
primer, kanal sekunder, kanal tertier dan kolektor sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
b. Mendesain dan Merancang Sistem Tata Air Sedemikian Rupa
Sehingga akan mudah mendapatkan dan memonitor water level atau
watertable yang sesuai untuk kebutuhan tanaman (misalnya tanaman
sawit berkisar 60-80 cm).
c. Melakukan Pembagian Zona Tata Air (Water Zone)
Pembagian zona suatu wilayah ditentukan oleh tinggi rendahnya
(topografi) dan garis kontur. Tujuan utama dibentuknya pembagian zona
air wilayah ini untuk mencegah zona over drain dan water log yang
dapat menetapkan tinggi water table yang baik.
d. Penempatan Outlet
Outlet adalah saluran air yang berfungsi untuk membuang kelebihan air
dari suatu areal menuju keluar areal yaitu biasanya menuju sungai atau
laut.Pada outlet ini dibuat bangunan air. Data curah hujan adalah faktor
penting untuk mengetahui berapa debit air yang harus dibuang dan
dipertahankan.
Prinsip pengaturan tata air di lahan gambut yang dibudidayakan untuk
tanaman pertanian adalah harus mampu menekan terjadinya penurunan
fungsi lingkungan dari lahan gambut akibat dilakukanya proses drainase
atau penurunan muka air tanah, namun tetap bisa memenuhi syarat tumbuh
tanaman yang dibudidayakan. Tinggi permukaan air harus diatur sampai
batas maksimal,artinya tinggi muka air tanah harus diatur supaya tidak
terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam. Hal ini dapat dilakukan jika tersedia
fasilitas pengendali berupa pintu air di setiap saluran, terutama jika
pengembangan lahan gambut dilakukan dalam skala luas (Najiati dkk.,
2006).
1. Tanggul Penangkis Banjir
Saluran drainase saja sering tidak mampu mengatasi meluapnya air di
musim hujan terutama pada rawa.Oleh sebab itu, perlu dibuat tanggul
penangkis di kanan-kiri saluran.Secara alami, sungai sudah memiliki
tanggul alam, tetapi di tempat-tempat tertentu tanggul ini mengalami
erosi.Tanggul alam yang tererosi sering menjadi jalan bagi meluapnya air
sungai yang tidak terkendali.Oleh sebab itu, pada tempat-tempat tersebut
perlu dibuat tanggul penangkis banjir terutama yang berbatasan dengan
kawasan reklamasi.
Gambar 2.8. Tanggul Penangkis Banjir Dan Tinggi Permukaan Air
2. Waduk Retarder
Waduk retarder atau sering disebut chek-dam atau waduk umumnya dibuat
di lahan rawa lebak atau lebak peralihan.Waduk dapat terjadi secara alami
maupun dibuat manusia, waduk buatan dibangun dengan cara membuat
bendungan dan pintu air. Fungsi bangunan ini untuk menampung air di
musim hujan, mengendalikan banjir, dan menyimpannya untuk disalurkan
di musim kemarau.Waduk retarde dapat dilihat pada gambar 2.9.di bawah
ini:
Dok.Samsuar, 2016.
Sumber : Google Gambar 2.9.Waduk Atau Chek-Dam
3. Saluran Intersepsi
Saluran intersepsi dibuat untuk menangkap dan menampung aliran
permukaan dari lahan kering di atas lahan rawa sehingga tidak masuk ke
lahan rawa.Letaknya pada perbatasan antara lahan kering dan lahan
rawa.Saluran ini sering dibuat cukup panjang dan lebar sehingga
menyerupai waduk panjang. Kelebihan airnya disalurkan melalui bagian
hilir ke sungai sebagai air irigasi.
Dok.Samsuar,2016.
Gambar 2.10. Saluran Intersepsi di PT. Meskom Agro Sarimas
4. Saluran Drainase dan Irigasi
Saluran drainase dibuat guna menampung dan menyalurkan air yang
berlebihan dalam suatu kawasan ke luar lokasi.Sebaliknya, saluran irigasi
dibuat untuk menyalurkan air dari luar lokasi ke suatu kawasan untuk
menjaga kelembaban tanah atau mencuci senyawa-senyawa beracun.Oleh
sebab itu, pembuatan saluran drainase harus dibarengi dengan pembuatan
saluran irigasi.Dalam sistem tata air makro, saluran drainase dan irigasi
biasanya dibedakan atas saluran primer, sekunder, dan tersier (Agus dan
Subika., 2008).
a. Saluran Primer
Saluran primermerupakan saluran terbesar yang menghubungkan sumber
air atau sungai dengan saluran sekunder. Saluran primer berfungsi
mengalirkan air langsung ke daerah pembuangan akhir antara lain sungai
dan kanal. Saluran primer di PT. Meskom Agro Sarimas lebar 12m dan
dapat berupa sungai besar atau berupa kanal utama.Pada saluran primer
sering digunakan sebagai jalur transportasi baik untuk pengangkutan
TBS, pupuk, dan kebutuhan kantor Divisi lainya.Jenis saluran primer
dapat dilihat pada gambar 2.11.diPT. Meskom Agro Sarimas dibawah ini.
Gambar 2.11. Saluran Drainase Primer di PT. Meskom Agro Sarimas
b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder bermuara ke saluran primer, saluran sekunder berfungsi
menampung air dari saluran tersier dan juga sebagai batas blok. Jarak
antara saluran sekunder adalah 8m untuk di PT.MAS dengan panjang
tergantung pada keadaan areal.Saluran sekundermerupakan cabang
saluran primer dan menghubungkannya dengan saluran tersier.Saluran
drainase sekunder dapat dilihat pada gambar 2.12.diPT. Meskom Agro
Sarimas.
Dok.Samsuar, 2016.
Gambar 2.12. Saluran Sekunder di PT.Meskom Agro Sarimas
c. Saluran Tersier
Saluran tersier bermuara ke saluran sekunder, saluran tersier berfungsi
mengalirkan air ke saluran sekunder dan menampung air dari areal
tanaman.Jarak saluran tersier di PT. MAS adalah 4m dengan interval
saluran tersier tergantung kondisi drainase di lapangan.Sedangkan saluran
tersier merupakan cabang saluran sekunder dan menghubungkannya
dengan saluran yang lebih kecil yang terdapat dalam sistem tata air
mikro.Dengan demikian, saluran tersier merupakan penghubung tata air
makro dengan tata air mikro.Saluran drainase tersier dapat dilihat pada
gambar 2.13. Saluran TersierPT. Meskom Agro Sarimas.
Gambar 2.13.Saluran Tersier di PT.Meskom Agro Sarimas
2.5 Panen Kelapa Sawit
Dok.Samsuar, 2016.
Dok.Samsuar, 2016.
Panen merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman
kelapa sawit menghasilkan.Selain bahan tanaman dan pemeliharaan tanaman
panen juga salah satu faktor yang penting dalam menampung produksi.
Keberhasilan panen akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman.
Sebaliknya, kegagalan panen akan menghambat pencapaian produktivitas
tanaman kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit secara umum sudah mulai dialihkan dari tanaman
belum menghasilkan (TBM) menjadi tanaman menghasilkan (TM) setelah
berumur 30 bulan.Parameter lain yang sering digunakan dalam penentuan
katagori tanaman menghasilkan adalah persentase jumlah pohon yang sudah
berbuah matang panen yakni sebesar >60%. Pada keadaan ini rata-rata berat
tandan sudah mencapai 3 kg dan pelepasan brondolan dari tandan terlebih
dahulu.Keberhasilan panen didukung oleh pengetahuan pemanen tentang
persiapan panen, kreteria matang panen, rotasi panen, sistem panen, dan
sasaran panen. Keseluruhan faktor ini merupakan kombinasi yang terpisah
satu sama lain (Sulistyo dkk,2010).
2.5.1 Kriteria Matang Panen
Kriteria umum untuk pemanenan tandan buah dilakukan berdasarkan
perubahan warna pada buah dan jumlah brondolan buah yang terlepas dari
tandan. Proses perubahan warna terjadi pada buah adalah dari hijau berubah
ke kehitaman menjadi merah mengkilap/orange.Untuk brondolan adalah 2
brondolan (sudah ada 2 brondolan lepas dari tandannya atau jauh ke piringan
pohon) untuk tiap Kg tandan.Pemanenan buah dapat dilakukan apabila
memenuhi beberapa kriteria fraksi matang panen (Lubis,2008).
Tabel 2.3. Kriteria matang panen
Fraksi Panen kriteria matang Panen Derajat
Kematangan
00 Tidak ada buah memberondol, buah
berwarna hitam pekat Sangat mentah
0 1-12,5% buah luar memberondol buah
berwarna hitam kemerahan Mentah
1 12,5-25% buah luar memberondol, buah
berwarna kemerahan Kurang matang
2 25-50% buah luar memberondol , buah
berwarna merah mengkilap Matang
3 50-75% buah luar membrondol, buah
berwarna orange Matang
4 75-100% buah luar membrondol, buah
berwarna dominan orange Lewat matang
5 Buah bagian dalam ikut membrondol Lewat matang
Sumber : PPKS, 2010.
Tabel 2.4.Fraksi Panen
Fraksi Panen Rendemen Minyak (%) Kadar ALB (%)
0 16,0 1,6
1 21,4 1,7
2 22,1 1,8
3 22,2 2,1
4 22,2 2,6
5 22,9 3,8
Sumber : PPKS,2010.
2.5.2 Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit
Umur ekonomis tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan umumnya 25
tahun.Pengelompokan berdasarkan umur tanaman 3-8 tahun (muda), 9-13
tahun (remaja), dan 14-20 tahun (tua).Pengelompokan berdasarkan masa
berbuah TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 0-3 tahun dan TM
(Tanaman Menghasilkan) >3 tahun.Berikut adalah tabel potensi
produktivitas tanaman kelapa sawit jenis tenera secara umum pada lahan
kelas S1, S2 dan S3 disajikan pada tabel 2.5 dibawah ini.
Umur
(Th)
Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3
T RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS
3 22 3,2 9 18 3,0 7 17 3,0 7
4 19 6,0 15 18 6,0 14 17 5,0 12
5 19 7,5 18 17 7,0 16 16 7,0 14
6 16 10,0 21 15 9,4 18 15 8,5 17
7 16 12,5 26 15 11,8 23 15 11,1 22
8 15 15,1 30 15 13,2 26 15 13,0 25
9 14 17,0 31 13 16,5 28 13 15,5 26
10 13 18,5 31 12 17,5 28 12 16,0 26
11 12 19,6 31 12 18,5 28 12 17,0 26
12 12 20,5 31 11 19,5 28 11 18,5 26
13 11 21,1 31 11 20,0 28 10 20,0 26
14 10 22,5 30 10 21,8 27 10 20,0 25
15 9 23,0 28 9 23,1 26 9 21,0 24
16 8 24,5 27 8 23,1 25 8 22,0 24
17 8 25,0 26 8 24,1 25 7 23,0 22
18 7 26,0 25 7 25,2 24 7 24,0 21
19 7 27,5 24 7 26,4 22 6 25,0 20
20 6 28,5 23 6 27,8 22 5 27,0 19
21 6 29,0 22 6 28,6 22 5 27,0 18
22 5 30,0 20 5 29,4 19 5 28,0 17
23 5 30,5 19 5 30,1 18 4 29,0 16
24 4 31,9 18 4 31,0 17 4 30,0 15
25 4 32,4 17 4 32,0 16 4 43,0 14
Rata-
Rata 11 21 24 10 20 22 10 19 20
Sumber : buku pintar mandor, LPP
Keterangan :
T :Jumlah Tandan /Ph/Th; RBT : Rata- rata Berat Tandan
(Kg)
TBS : Ton TBS/Ha/Thn
2.5.3 Rotasi Panen
Rotasi panen adalah selang waktu antara panen yang satu dengan panen
berikutnya pada satu ancak panen.Rotasi panen tergantung pada kerapatan
panen (produksi), kapasitas panen, dan keadaan pabrik, tetapi yang ideal
adalah 7 hari.Jika rotasi panen semakin panjang maka kerapatan panen
meningkat, tetapi kualitas panen cenderung menurun.Rotasi panen juga
dipengaruhi iklim yang menimbulkan adanya panen puncak dan panen
kecil.Jadi, rotasi panen 5/7 dapat dirubah dan disesuaikan dengan keadaan
produksi.
Senin sampai jumat (4x7 jam ) + (1x5 jam ) = 33 jam.
Persentase (%) luas areal panen adalah :
Senin sampai kamis : 7/33 x 100 % = 21 %
Jumat : 5/33 x 100 % = 16 %
Jadi luas areal panen pada hari jumat harus lebih sedikit yaitu 16/21 kali
luas areal panen senin kamis.
Luas areal panen harian disesuaikan dengan tenaga panen, efesiensi
pengangkutan, dan kapasitas olah pabrik.Pengaturan hari panen perlu
dilaksanakan guna penyediaan hari istirahat pabrik(Lubis,2008).
Umumnya rotasi dengan menggunakan sistem panen tersebut sangat sesuai
dan tidak membuat buah lewat matang.Panen yang terlambat, dengan
rotasi lebih dari 7 hari mengakibatkan peningkatan persentase buah yang
terlalu matang.Panen kelapa sawit dikenal dengan adanya panen puncak
dan panen kecil, dengan demikian rotasi panen dapat dirubah menjadi 9-12
hari pada panen rendah dan pada panen puncak 5-7 hari panen.
2.5.4 Sistem Ancak Panen
Ancak panen adalah luasan areal yang menjadi tanggung jawab dari setiap
pemanen pada setiap hari.Pemberian ancak kepada pemanen didasarkan
kepada kerapatan tandan matang tanaman kelapa sawit. Sistem ancak
panen tergantung pada keadaan topografi lahan dan ketersediaan tenaga
kerja. Sistem panen terdiri dari dua yaitu ancak tetap dan ancak giring
(Lubis, 2011).
a. Ancak tetap adalahancak yang diberikan kepada pemanen cukup luas
untuk dapat memenuhi borong serta dapat diselesaikan pada hari itu
tanpa harusberpindah ancak. Setiap pemenen melakukan panen pada
areal yang sama dikerjakan secara rutin dan pemanen harus
bertanggung jawab menyelesaikan sesuai dengan luas yang ditentukan
setiap hari tanpa ada yang tertinggal.
Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit
topografi terbuka atau curam, dan dengan tahun tanam yang
berbeda.Dengan sistem ancak ini menjamin diperolehkanya TBS
dengan kematangan yang optimal.Rendemen minyak yang dihasilkan
tinggi, namun kelemahanya sistem ini lebih lambat keluar sehingga
lambat pula TBS sampai ke pabrik.
Kelebihan ancak tetap :
Mudah membagi ancak harian, sehingga mandor tidak terlalu
banyak menyediakan waktu membagi ancak.
Pemanen tidak perlu berpindah-pindah sehingga kemungkinan
jalan-jalan terlalu banyak dapat dihindari.
Mandor mempunyai waktu untuk kontrol kegiatan panen.
Pencatatan hasil panen relatife sederhana.
Kelemahan ancak tetap.
Span of control areal terlalu besar sehingga kemungkinan adanya
bagian-bagian yang tidak terkontrol oleh mandor lebih banyak.
Mandor kurang efektif dalam mengusahakan pengaturan kerja
pemanen yang lebih efektif.
Pada pengaturan yang kurang tepat dapat terjadi ancak sebagian
tidak tembus, sementara yang lain ada kekurangan ancak.
Pada panen puncak, pekerja kurang memperhatikan kebersihan
ancak untuk mengejar hasil panen.
Pengangkutan buah yang kurang cepat,terutama bila tidak ada
keharusan untuk segera mengangkut buah ke TPH.
b. Ancak giring adalahancak yang bisa berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan lapangan. Pada ancak ini pemanen akan berpindah ancak2
atau 3 kali. Pelaksanaan ancak giring dimaksudkan agar pemanen
diberikan ancak tertentu dengan pengertian apabila ancak I sudah
selesai dikerjakan kemudian pemanen pindah ke ancak berikutnya.
Kelebihan ancak giring :
Pengawasan lebih intensif karna span of control ancak diperkecil.
Buah dapat dipastikan akan sampai ke TPH sebelum perpindahan
ancak panen.
Dapat diharapkan areal ancak akan lebih bersih, karna pengawasan
yang lebih intensif walaupun karyawan panen kurang bertanggung
jawab terhadap ancak.
Kekurangan ancak giring :
Perpindahan akan menambah beban waktu dan jarak tempuh bagi
pemanen.
Keharusan segera mengangkat buah he TPH kurang disenangi
apabila pekerja tidak mempunyai anggota.
Pemanen akan lebih memilih buah yang mudah dipanen sehingga
ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal karena pemanen
menggunakan sistem borongan.
2.5.5 Kerapatan Panen
Angka kerapatan panen (AKP) adalah jumlah pohon yang dapat dipanen
(jumlah tandan matang panen) dari suatu luasan tertentu.AKP dilakukan
untuk meramal produksi panen, kebutuhan tenaga panen dan kebutuhan
pengangkutan TBS keesokan harinya(Sulistyo, 2010).
Perhitungan ramalan produksi panen kelapa sawit :
Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan sehari sebelum pelaksanaan
panen, didapatkan data jumlah AKP dan produksi yang akan menentukan
jumlah angkutan, tonase panen dan tenaga panen yang dibutuhkan pada
keesokan harinya. Kerapatan panen adalah penaksiran jumlah pohon yang
akan dipanen dari suatu blok yang ditentukan dalam satu hari. Perhitungan
angka kerapatan panen (AKP) dilakukan sehari sebelum panen. Rumus
yang digunakan untuk menghitung AKP yaitu :
Produksi Harian =
AKP =
Jumlah Pokok Areal Yang Dipanen X Berat Tandan
Angka Kerapatan Panen
Angka kerapatan panen (AKP) ini berguna untuk menentukan jumlah
tenaga panen dan produksi dari suatu mandoran.Berdasarkan perkiraan
produksi tersebut dapat diperkirakan jumlah angkutan yang dibutuhkan,
waktu yang diperlukan untuk pengangkutan.Sistem perhitungan kerapatan
panen terdiri dari 2 yaitu :
a. Sistem terpusat yakni pohon contoh ditetapkan pada 2 baris tanaman
ditengah blok, barisan tanaman dipinggir jalan atau batas blok tidak
ikut.
b. Sistem menyebar yakni pohon contoh ditetapkan secara sistematis
dengan selang baris dan pohon contoh tergantung jumlah pohon yang
akan diamati.
2.5.6 Kegiatan Panen
Kegiatan panen kelapa sawit dimulai dari memotong TBS dan
mengumpulbrondolan untuk dikumpul di TPH (Sulistyo, 2010).
a. Memotong TBS
Sebelum pemotongan tandan, pemanen terlebih dahulu mengamati buah
matang panen di pohon pada ancaknya.Tandan buah dipotong tandas
menggunakan dodos (umur 3-6 tahun) atau egrek (umur >6
tahun).Tangkai harus pendek dan rata.Jika jumlah pelepah kurang
standart, pelepah tidak perlu dipotong, namun jika jumlah pelepah
melebihi standar pelepah penyangga buah, pelepah wajib dipotong.
Pelepah yang ditunas dan potong menjadi 2-3 bagian dan disusun
digawangan mati. Buah diangkut ke TPH dan kemudian disusun
rapi.Tandan disusun menurut baris dengan tangkai menghadap keatas
arah jalan dan diberi tanda pemanen.
Jumlah Tandan Masak x 100%
Jumlah Pohon Sampel
b. Mengumpul Brondolan
Masalah yang sering timbul saat mengumpulkan brondolan adalah
banyaknya brondolan yang tertinggal dan tidak terkutip.Brondolan
dikumpukan dengan tandan buah segar di TPH, tandan buah segar dan
brondolan harus bersih dari sampah, kotoran tanah dan pasir, tangkai
harus pendek dan diberi kode pemanen.
2.6 TransportasiPengangkutan TBS
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil produksi
buah perhektar lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lainya.Karna itu,
pekerjaan transportasi di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu
pekerjaan yang sangat penting.Pengangkutan buah merupakan salah satu
mata rantai dari tiga mata rantai yang terpenting dan saling mempengaruhi
antara panen, pengangkutan dan pengolahan (Rustam, 2011).
TBS harus segera dikirim ke pabrik untuk diolah yaitu maksimal 8 jam
setelah panen. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan dan
losses,untuk kegiataan transport angkutan dibagi atas kendaraan darat dan
kendaraan air. Pemilihan jenis atau tipe alat transpotasi yang akan dipakai
disuatu perkebunan didasarkan pada faktor areal kebun dan jarak ke pabrik.
Kendaraan angkutan di lapangan atau perkebunan didarat dapat berupa dump
truck,pick up, hino duto, dan traktor (Rustam,2011).
Sumber : Google
Gambar 2.14. Pengangkutan Menggunakan Dump-Truck
Sedangkan untuk pengangkutan air dilahan pasang surut, rawa dan lahan
gambut dapat berupa sampan, getek, speed boat, pontoon dan tag boat.
Disajikan pada Gambar 2.15. Pengangkutan menggunakan ponton dilahan
gambut PT. Meskom Agro Sarimas, Bengkalis, Riau.
Gambar 2.15.Pengangkutan Menggunakan Pontoon Dengan Sistem Kanal
Menurut Rustam (2011), keberhasilan pengelolaan transportasi pengangkutan
TBS harus dapat memenuhi sasaran transport, sebagai berikut :
Menjaga FFA produksi harian (free fatty acid) 2-3%. Ketidak lancaran
transportasi ke PKS beresiko menimbulkan buah restan. Efeknya, terjadi
peningkatan FFA sehingga kualitas CPO (crude palm oil) menjadi
rendah.
Dok.Samsuar, 2016.
Menjaga kapasitas atau kelancaran pengolahan di PKS. Jam olah PKS
telah diatur berdasarkan taksasi potong buah. Ketidak lancaran
transpotasi akan menyebabkan kapasitas olah tidak terpenuhi dan
menyebabkan jam olah bertambah.
Menjaga biaya (rupiah per kilogram TBS) transport tetap minimal.
Pengelolaan transportasi TBS harus mampu menghasilakan biaya yang
kompetitif dan efesien.
Setelah buah diangkut ke pabrik kemudian diperiksa dan disortasi lalu
ditimbang.Hasil sortasi dan penimbangan dilaporkan kepada afdeling yang
bersangkutan.Tanggung jawab dan kegiatan berakhir sampai pada
pemeriksaan buah di pabrik.Pengangkutan TBS ke pabrik harus dilakukan
bersamaan dengan hari panen.
2.7 Pengelolaan Data Efektifitas Pengangkutan
2.7.1 Metode permutasi
Pemutasi adalah penggunaan banyak carayang dapat dibuat dari suatu
himpunan atau objek dari suatu grup dengan memperhatikan urutan
pemilihan. Pada permutasi urutan diperhatikan sehingga AB≠BA (Ponidi
dkk, 2005).
2.7.2 Data kualitatif dan kuantitatif
1. Data kualitatif
Data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau bukan dalam bentuk
angka. Data ini biasanya menjelaskan karakteristik atau sifat (Cholik dan
Sugijini., 2004). Sebagai contoh :
Kondisi barang (jelek, sedang, bagus), pekerjaan (petani, pengusaha,
pedagang), tingkat kepuasan (tidak puas, puas, sangat puas), dll.
2. Data kuantitatif
Data yang dinyatakan dalam bentuk angka.Merupakan hasil dari
perhitungan dan pengukuran.Data kuantitatif terdiri dari data interval dan
rasio.
3. Perbedaan penggunaan metode kualitatif dan kuantitatif
Metode kuantitafif digunakan apabila :
a. Bila masalah yang merupakan titik tolak penelitian sudah jelas.
b. Bila penelitian ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu
populasi.
c. Bila ingin diketahui pengaruh perlakuan/treatment tertentu terhadap
yang lain.
d. Bila penelitian bermaksud menguji hipotesis penelitian.
e. Bila penelitian ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan
fenomena yang empiris dan dapat diukur.
f. Bila ingin menguji terhadap adanya keragu-raguan tentang validasi
pengetahuan, teori dan produk tertentu.
Metode kualitatif digunakan apabila :
a. Bila maslah penelitian belum jelas.
b. Untuk memahami makna dibalik data yang tampak.
c. Untuk mengembangkan teori.
d. Untuk memestikan kebenaran data.
4. Persamaan metode kualitatif dan metode kuantitatif
a. Merupakan sebuah metode yang digunakan dalam penelitian guna
memecahkan sebuah masalah.
b. Memiliki objek dan subyek.
c. Memiliki variable.
d. Meneraapkan metode pengumpulan data yang sistematis dan terbuka
sehingga bisa dinilai pihak lain.
e. Melibatkan inferensi (simpulan) detail-detail pengamatan emperis ke
suatu kesimpulan umum.
f. Membandingkan data, mencari kesaman dan perbedaan untuk
menemukan pola tertentu pada data.
g. Menggunakan prosedur untuk menghindari kesalahan analisis dan
penarikan inferensi.