bab 2 tinjauan pustaka 2.1 tanaman kelapa sawit · 2019. 1. 17. · 2.4 zat pengatur tumbuh zat...
TRANSCRIPT
-
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelepa sawit dengan nama ilmiah Elaeis guinensis Jacq, termasuk
kedalam family Palmae. Sistematika lengkap adalah sebagai berikut
(Setymidjaja,1991):
Divisi : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Palmae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis jacq.
2.1.1 Akar
Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah
radikula yang panjangny amencapai 15 cm ,mampu bertahan sampai 6 bulan. Dari
radikula ini akan muncul akar akar lainnya yang bertugas mengambil air dan hara
lainnya dari media tumbuh namun masih perlu di bantu dari cadangan maknan
yang ada pada endosperm (Lubis, 1992).
2.1.2 Batang
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pelepah daun
(frond base). Batang ini tumbuh silinderis 0,5m pada tanaman dewasa. Pada
bagian bawah umumnya lebih besar disebut bonggol batang atau bowl. Sampai
umur 3 tahun batang tidak terlihat karena masih terbungkus pelepah daun yang
belum dipangkas/ditunas (Lubis, 1992).
2.1.3 Daun
Daun kelapa sawit merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi
tanaman. Bentuk daun, jumlah daun, dan susunannya sangat berpengaruh pada
luas tangkapan sinar matahari untuk diproses menjadi energi. Pada saat kecambah,
-
5
bakal daun pertama yang muncul adalah plumula, lalu mulai membelah menjadi
dua helai daun pada umur satu bulan. Seiring bertambahnya daun sempurna.
Daun kelapa sawit terdiri dari rachis (pelepah daun), pinnae (anak daun), spines
(lidi). Panjang pelepah daun bervariasi tergantung varietas dan tipenya serta
kondisi lingkungan. Rata – rata panjang pelepah tanaman dewasa dapat mencapai
9 m. Pada satu pelepah akan dijumpai 250 – 400 pinnae (anak daun) yang terletak
dikiri dan kanan daun dan panjang anak daun yang dapat mencapai 1,2 meter atau
lebih panjang dibandingkan anak daun yang letaknya di ujung atau dipangkal.
Setiap anak daun terdiri dari lidi dan dua helaian daun (lamina). Pada tanaman
dewasa yang dikelola diperkebunan akan dijumpai 40 – 55 pelepah. Bila daun
tidak ditunas atau dipotong pada waktu panen jumlah daun akan mencapai lebih
dari 60 pelepah. Tanaman kelapa sawit tua akan membentuk 2 - 3 helai daun
setiap bulan, sedangkan yang muda menghasilkan 4 daun setiap bulan (Adi,
2010).
Pada bagian pangkal pelepah terdapat duri - duri (spine). Awalnya, spine
merupakan barisan seludang yang gagal membentuk daun sehingga penyempitan
dan membentuk duri. Urutan daun terbentuk secara teratur dan dinomori sesuai
dengan kondisi daun. Daun nomor satu ditandai dengan membuka dan
mengembangnya daun secara sempurna.
Daun kedua dihitung sesuai susunan spiral atau pola susunan daun (filotaksi). Pola
spiral ini dihitung dari titik tumbuh mengikuti sudut divergen yang besarnya
135,7º (sudut Fibonacci). Pola spiral ini dapat berupa spiral kanan atau spiral kiri,
tergantung pada genetik tanaman. Pola ini tidak mempengaruhi produktivitas atau
kecepatan tumbuh kelapa sawit.
2.1.4 Bunga
Dari setiap pelepah ketiak pelepah daun akan keluar bunga jantan atau betina
sebagian bunga ini akan gugur setelah atau sebelum antesis. Sex difensiasi terjadi
pada 17 – 25 bulan sebelum anthesis dan setelah anthesis membutuhkan 5 – 6
-
6
bulan baru matang panen. Pada bunga jantan (infloressensia) yang akan
menghasilkan jutaan tepung sari yang beratnya 40 – 60 gram, bunga betina ini lah
yang akan di serbuki dengan tepung sari yang kemudian akan menjadi buah yang
setiap tandannya terdapa 600 – 2000 buah tergantung pada besarnya tandan buah
(Lubis, 1992).
2.1.5 Buah
Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang dan membentuk buah selama 5 – 6
bulan. Daging buah terdiri atas minyak, air dan serat. Kadar dan minyak dalam
buah dapat berubah menurut kematangan buah sedangkan kadar serat pada daging
buah hampir tetap yaitu 13% terhadap berat buah sejak 3 bulan anthesis sampai
buah matang (Lubis, 1992).
2.2 Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan adalah serangkaian kegiatan untuk mempersiapkan baha tanam,
meliputi persiapan media, pemeliharaan, seleksi bibit sehingga siap untuk ditanam
yang dilaksanakan dalam satu tahapan atau lebih. Tahapan tumbuh adalah
berkecambah, tumbuh dan berkembang yang diistilahkan dengan kegiatan
perkecambahan, penyemaian dan pembibitan. Bibit yang sehat dapat diperoleh di
pembibitan utama harus dilakukan dengan baik (Lubis,1992).
Tujuan utama pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang baik dan
seragam,karena hal tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan penanaman
dilapangan dan untuk mendaptkan sesuai harapan usaha yang dapat dilakukan
untuk memperoleh pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik antara lain dengan
cara pemupukan, pengendalian hama dan penyakit,serta pemberian zat pengatur
tumbuh.
Pada budidaya kelapa sawit dikenal dengan dua sistem pembibitan,yaitu
pembibitan satu tahap dan (single stage) dan pembibitan dua tahap (double stage)
(Darmosarkoro,2008).
-
7
2.2.1 Sistem Pembibitan Kelapa Sawit
Pada dasarnya dikenal dengan dua sistem pembibitan yaitu sistem pembibitan
tahap ganda (double stage system) dan sistem pembibitan tahap tunggal (single
stage system). Pada sistem tahap ganda penanaman bibit dilakukan dua kali
sampai bibit langsung ditanam dalam polibeg kecil berumur 3 bulan, sedangkan
pada sistem pembibitan tahap tunggal bibit langsung ditanam didalam polibeg
besar berumur 12 bulan.
Dalam sistem pembibitan harus memberikan kontribusi yang nyata terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk membangun pembibitan yang
menghasilkan bibit kelapa sawit yang bermutu tinggi dan tersedia untuk
penanaman dilapangan pada saat persiapan telah selesai dilakukan dalam
melakukan bibit.
Untuk menentukan sistem pembibitan mana yang lebih menguntungkan, dengan
penghematan biaya pembibitan dan kualitas bibit yang lebih baik pada pembibitan
itu setara atau lebih murah dari pada tambahan biaya yang dikeluarkan untuk
pengangkutan bibit pada pembibitan yang terpancar.
Pada prinsipnya sistem manapun yang dipilih tujuannya sama yaitu untuk
menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi dan kemampuan
adaptasinya yang besar sehingga faktor kematian bibit di pembibitan dan setelah
dilapangan dapat ditekan sekecil mungkin.
a. Sistem pembibitan dua tahap
Melalui dua tahap yaitu tahapan pembibitan awal (pre nursery) selama tiga bulan
dan tahap pembibitan utama (main nursery) selama 9 – 12 bulan. Pada tahap
pembibitan pendahuluan kecambah ditanam selama tiga bulan sehingga
memberikan kesempatan yang cukup untuk mempersiapkan sarana dan prasarana
yang akan dikerjakan dipembibitan utama. Biaya penyiraman pada pembibitan
awal selama tiga bulan dan pembibitan utama akan lebih pendek.
-
8
Pada bedengan pembibitan pre nursery dibuat dengan panjang 10 m dan lebar 1,2
m. Tinggi bedengan berkisar 0,1 – 0,15 m dengan jarak antara bedengan 0,8 m
sedangkan polibeg kecil digunakan bewarna hitam jika terpaksa, menggunakan
polibeg kecil bewarna putih maka polibeg berukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm,
dan 0,14 cm. Selain itu juga menggunakan polibeg hitam dengan ukuran 14 cm x
22 cm x 0,007 cm.
b. Sistem pembibitan satu tahap
Pembibitan hanya dilakukan melalui tahapan yaitu kecambah dapat langsung
ditanam didalam plastik polibeg yang lebih besar, jika pertumbuhan dan
perkembangan bibit memang baik yang juga terlaksana dan dapat ditanam pada
umur 10 bulan atau selambat –lambatnya pada umur 12 bulan. Bibit tidak melalui
tahap pendahuluan tentu waktu persiapan areal, sarana dan prasarana pembibitan
yang menggunakan polibeg besar akan lebih pendek.
2.3 Keong Mas
Keong mas atau siput murbai (Pomacea canaliculata L.) termasuk golongan
mollusca (hewan bertubuh lunak dan tidak beruas). Binatang ini suka
mengeluarkan lendir, dan aktif makan pada malam hari. Pada siang hari biasanya
bersembunyi di tempat teduh dan lembab. Alat makannya berbentuk seperti lidah
dengan permukaan kasar yang disebut dengan radula (Rukmana, 1997).
Klasifikasi ilmiah menurut (Djajasasmita, 1993) untuk keong mas adalah sebagai
berikut:
Kingdom :Animalia
Filum :Mollusca
Kelas : Gastropoda
Famili : Ampullariidae
Ordo : Operculata
Genus : Pomacea
Spesies : Pomacea canaliculata L.
-
9
2.3.1 Morfologi keong Mas
Cangkang keong emas dewasa berwarna kuning keemasan. Keong muda
ukurannya sangat kecil dan dan berwarna putih. Sedangkan keong emas dewasa
mempunyai ukuran yang bervariasi, tergantung umur dan kesediaan makanan.
Perbedaan jenis kelamin dapat dikenali dari bentuk cangkangnya. Cangkang
keong emas betina melengkung ke arah dalam sedangkan keong emas jantan
cangkangnya melengkung keluar (Susanto, 1993).
2.3.2 Siklus Hidup Keong Mas
Ketersediaan makanan dan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan dan perilaku keong emas untuk menyelesaikan satu siklus. Siklus
hidup keong emas memerlukan waktu 60-80 hari dalam menghasilkan telur. Satu
induk dapat menghasilkan 10 kelompok telur dan mampu bertelur sebanyak 15
kali. Sementara 1 kelompok dapat menetas hingga 15.000 ekor keong emas.
Penetasan satu kelompok telur memerlukan waktu antara 3-5 hari. Satu kelompok
telur berukuran mencapai 1,5×10 cm. Masa berkembang biaknya dari satu telur
menetas sampai menjadi dewasa, siap kawin, dan berkembang biak memerlukan
waktu 60 hari hari terus sampai berumur 3 tahun (Budiyono, 2006).
2.3.3 Habitat Keong Mas
Habitat keong mas berada di kolam, rawa, sawah, irigasi, saluran air dan areal
yang selalu tergenang dan dapat bertahan hidup pada lingkungan yang ganas
seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen. Keong mas mengubur
diri dalam tanah yang lembab selama musim kemarau dan dapat ber- diapause
selama 6 bulan kemudian aktif kembali jika tanah diairi. Telur keong mas
biasanya diletakkan saat malam hari pada tumbuhan, pematang dan barang lain
(seperti ranting, ajir, batu, dll) di atas permukaan air (Pitojo, 1996).
2.3.4 Makanan KeongMas
Keong mas memakan beragam tumbuhan seperti ganggang, azola, rumput bebek,
eceng gondok, bibit padi dan tumbuhan berdaun sukulen lainnya. Keong mas
-
10
memilih bagian yang lunak dari tanaman muda sebab keong mas makan dengan
cara mengerok permukaan tanaman dengan lidahnya yang kasar. Keong mas ini
juga memakan bahan organik yang sedang berdekomposisi (Budiyono, 2006).
2.4 Zat pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutris, baik alamiah maupun
sintesis yang pada konsentrasi sangat rendah dapat menciptakan kondisi tanaman
menjadi lebih produktif dan bermutu. Tanaman tersebut mengalami perubahan
pertumbuhan dan berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon
tanaman adalah senyawa – senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi
rendah mempengaruhi proses- proses fisiologis. Proses – proses fisiologis ini
terutama tentang proses pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan tanaman.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi, aktif dalam jumlah
kecil yang di sentesiskan pada bagian tertentu tanaman pada umumnya diangkut
ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis (Hidayat, 2012).
2.4.1 Macam – macam Fitrohormon
Fitohormon dibagi menjadi 5 golongan yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam
absisik dan etilen. Fitohormon ini terdapat di dalam tanaman dalam berbagai
bentuk, sehingga sulit untuk mengerti cara kerja fitohormon itu dengan cara baik.
Asam absisik merupakan senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) yang
berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin. Selain itu tanaman juga
mengandung senyawa-senyawa lain yang turut aktif dalam berbagai proses
pertumbuhan dan perkembangan. Senyawa-senyawa itu, antara lain adalah asam
polifenolik, vitamin, siklitol dan berbagai senyawa lainnya (Harahap, 2012).
-
11
a. Auksin
Auksin didefinisikan sebagai zat tumbuh yang rnendorong elongasi jaringan
koleoptil pada percobaan-percobaan bio-assay dengan Avena atau tanarnan
lainnya. Indole Asetic Acid (IAA) atau auksin yang terdapat pada tanaman
sehingga disebut auksin endogen. IAA terbentuk dari triptofan yang merupakan
suatu senyawa dengan inti indole dan selalu terdapat dalam jaringantanaman.
Menurut Dwijoseputro (1992), bahwa fungsi auksin bukan hanya menambah
kegiatan pembelahan sel di jaringan meristem saja melainkan berupa
pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-sel tersebut
menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air. Auksin mempengaruhi
pengembangan dinding sel sehingga mengakibatkan berkurangnya tekanan
dinding sel terhadap protoplas karena tekanan dinding sel berkurang maka
protoplas mendapat kesempatan untuk menyerap air dari sel-sel yang terdekat
pada titik tumbuh yang mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian
didapatkan sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang
titiktumbuh.
Pengaruh pemberian ZPT dengan konsentrasi yangberbeda dapat memberikan
efek yang berlawanan. Zat pengatur tumbuh hanya efektif jika diberikan pada
konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi, ZPT dapat merusak
bagian yang terluka sedangkan jika konsentrasinya di bawah optimum tidak
efektif (Wudianto, 1998).
b. Giberelin
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain yang sering ditambahkan ke dalam medium
adalah Giberellin, ZPT yang dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah
kehilangan sifatnya sebagai ZPT. Giberellin (asam Giberellate) dalam dosis tinggi
menyebabkan gigantisme, sesuai dari penemuan awal yang menunjukkan bahwa
ZPT ini berefek meningkatkan pertumbuhan sampai beberapa kali. Giberellin
berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberellin ini
-
12
mirip dengan auksin yaitu antara lainpada pembentukan akar. Giberellin dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah auksin endogen (Harahap, 2012).
c. Sitokinin
Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.
Sitokinin yang pertama sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama
dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan.
Pada pemberian auksin dengan konsentrasi relatif tinggi, diferensiasi kalus
cenderung ke arah pembentukan primordia akar, sedangkan pada pemberian
kinetin yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan
primordia batang atau tunas (Harahap, 2012).
d. Etilen
Tumbuhan menghasilkan etilen sebagai respons terhadap berbagai stres seperti
kekeringan, kebanjiran, tekanan mekanis, cedera dan infeksi. Etilen juga
dihasilkan selama pematangan buah dan kematian sel terprogram, serta sebagai
respons terhadap auksin yang diberikan secara eksternal dalam kadar tinggi.
Bahkan banyak efek yang sebelumnya dinyatakan sebagai akibat auksin,
misalnya pengahambatan pemanjangan akar mungkin disebabkan oleh produksi
etilen yang diinduksi oleh auksin. Fitohormon auksin yang diharapkan terdapat
pada daging keong mas sebagai zat pengatur tumbuh organik.
2.5 Rancangan penelitian
Menurut Harjosuwono dkk (2011), perancangan percobaan adalah suatu pola atau
prosedur yang dipergunakan untuk mengumpulkan atau memperoleh data dalam
penelitian. Dengan kata lain perancangan percobaan adalah prosedur untuk
menempatkan perlakuan ke dalam unit-unit percobaan dengan tujuan
mendapatkan data yang memenuhi persyaratan ilmiah.
2.5.1 Rancangan acak Kelompok
Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah suatu rancangan yang melakukan
pengelompokan unit - unit percobaan ke dalam kelompokkelompok dan semua
-
13
perlakuan dicobakan pada setiap kelompok yang ada. Tujuan pengelompokan ini
adalah untuk memperoleh unit percobaan yang seseragam mungkin dalam setiap
kelompoknya, sehingga perbedaan yang diamati sebagian besar disebabkan oleh
perlakuan. Pengelompokan menjadi sesuatu yang penting karena dapat
mengendalikan dan memperkecil galat atau kesalahan percobaan. Oleh karena itu
RAK disebut juga sebagai rancangan percobaan yang memungkinkan adanya
pengendalian galat satu arah. Dengan kata lain, unit-unit percobaan yang berada
pada kelompok yang sama harus dikondisikan serba sama atau homogen.
2.5.2 Analisis data
Data yang didapatkan dari hasil percobaan tentunya akan dianalisa untuk
diketahui hasilnya. Untuk menganalisa data dari suatu rancangan acak lengkap
akan dilakukan sidik ragam berdasar tabulasi data.
2.5.3 Menyimpulkan Hasil Analisa.
Setelah dilakukan perhitungan di atas akan didapatkan tabel ANOVA, Jika
didapatkan nilai Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima pada level nyata α, artinya
perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon yang diamati. Begitu
pula sebaliknya, jika nilai Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak pada level nyata α,
artinya perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon yang
diamati.
2.5.4 Koefisien keragaman
Koefisien Keragaman (KK) adalah koefisien yang menunjukkan derajat kejituan
(accuracy/precision) serta keandalan kesimpulan suatu percobaan. Koefisien ini
juga dinyatakan sebagai persen rata-rata dari rata-rata umum percobaan
(Harjosuwono dkk, 2011). Nilai koefisien keragaman yang semakin kecil berarti
bahwa derajat kejituan dan keandalan akan semakin tinggi sehingga validitas
kesimpulan yang dihasilkan juga semakin baik.
-
14
2.6 Penelitian terdahulu
Asritanarni Munar, Dkk, 2011, Medan, Kajian ekstrak tunas Bambu dan Tauge
terhadap pertumbuhan tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada
pembibitan Pre Nursery. Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) non faktorial dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan serta diuji
menggunakan uji jarak Duncant (DMRT) untuk melihat pengaruh ekstrak tunas
bambu dan tauge terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada pembibitan pre
nursery dengan lima parameter pengukuran yaitu tinggi tanaman (cm), jumlah
daun (helai), luas daun (cm2), berat kering bibit (gram) dan berat basah bibit
(gram). Dalam penelitian ini perbedaan dosis yang digunakan pada taraf perlakuan
terlalu rendah yaitu 0,5 cc/l. Jadi perbedaan data yang diperoleh tidak terlalu
signifikan antara semua taraf perlakuan. Tetapi dari hasil penelitian dosis 1 cc/l
dalam penggunaan ekstrak rebung lebih efektif untuk pertumbuhan tinggi, jumlah
daun, luas daun, berat basah dan berat kering bibit kelapa sawit, dan dalam
penggunaan ektrak taoge efektif pada pertumbuhan tinggi tanaman dan luas daun.
Abdullah Samosir dan Gusniwati, 2014, Jambi, Pengaruh MOL Rebung Bambu
terhadap pertumbuhan pertumbuhan bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
di Pre Nursery.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan dosis MOL rebung bambu sebagai perlakuan yang terdiri dari 6 taraf :
Urea 2 g/ L air, 50 ml MOL rebung bambu/ L air, 100 ml MOL rebung bambu/ L
air, 150 ml MOL rebung bambu/ L air, 200 ml MOL rebung bambu/ L air, 250 ml
MOL rebung bambu/ L air. Pemberian MOL rebung bambu pada pembibitan
kelapa sawit (Elais guineensis Jacq) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun, luas daun, bobot kering pupus dan bobot
keringakar. Pemberian MOL rebung bambu 50 ml memberikan pertumbuhan bibit
kelapa sawit yang terbaik yaitu tinggi tanaman, luas daun, bobot kering akar,dan
bobot kering pupus di PreNursery.
Magdalena Simbolon, 2017, Yogyakarta, Pengaruh daging Keong Mas (Pomacea
canaliculata L.) sebagai zat pengetur tumbuh (ZPT) organik auksin terhadap
pertumbuhan dan hasil panen Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Var.Bima.
-
15
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10
ulangan. Faktor yang diuji yaitu daging keong mas sebagai ZPT organik dengan
konsentrasi 0%, 5%, 15% dan 25%. Pengamatan dilakukan selama 65 hari dengan
parameter waktu muncul daun pertama, jumlah daun, jumlah umbi dan berat
basah umbi bawangmerah. Hasil penelitian menunjukkan waktu muncul daun
pertama paling cepat pada konsentrasi 5% yaitu 8,9 hst dan terlama pada
konsentrasi 25% yaitu 9,6 hst. Jumlah daun paling banyak pada kontrol yaitu
sebanyak 26 helai dan yang paling sedikit pada konsentrasi 25% yaitu 22 helai.
Jumlah umbi yang paling banyak pada konsentrasi 25% yaitu sebanyak 6 umbi
dan yang paling sedikit pada konsentrasi 5% dan 15% yaitu 5 umbi. Berat basah
umbi yang paling berat pada kontrol yaitu 8,8 gram dan yang paling ringan pada
konsentrasi 25% yaitu 3,2 gram. Berdasarkan uji anova yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa pemberian ZPT organik auksin tidak berpengaruhsecara
signifikan terhadap kecepatan waktu munculnya daun pertama, jumlah daun,
jumlah umbi dan berat basah umbi bawang merah dan tidak ada konsentrasi ZPT
yang optimal bagi pertumbuhan dan hasil panen bawang merah (Allium
ascalonicum L.) varietas Bima