bab ii tinjauan pustaka 2.1 manajemen aset 2.1.1
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Aset
Pemahaman mengenai manajemen aset banyak diterapkan oleh suatu
organisasi untuk mengetahui apa yang terkait dalam pengelolaan aset. Berikut
penjelasan mengenai apa saja yang terkait dengan manajemen aset.
2.1.1 Pengertian Aset
Menurut Sugiama (2013:15) yang dimaksud dengan aset adalah “segala
sesuatu yang memiliki nilai dan/atau berguna yang dapat dimiliki baik oleh
perorangan maupun organisasi swasta atau pemerintah yang dapat dinilai secara
finansial”. Sementara itu menurut Siregar (2004:175), yang di maksud dengan
aset yaitu:
“Aset adalah barang ( thing) atau sesuatu barang (anything) yang
mempunyai nilai ekonomi ( economic value), nilai komersial
(commercial value) atau nilai tukar( exchange value) yang dimiliki
oleh badan usaha, instansi atau individu.” Ada dua jenis aset yaitu
aset berwujud (tangible ) dan aset tidak berwujud (intangible).
Selain itu Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah menjelaskan bahwa:
“Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/ atau
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat dukur dalam satuan uang, termasuk sumber
daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya.”
Sugiama (2013:15) menjelaskan bahwa aset juga dapat diartikan dari sudut
pandang atau perspektif akuntansi, berdasarkan perspektif tersebut kekayaan yang
9
dimaksud yaitu kekayaan lancer, aset jangka panjang atau aset tetap dan harta tak
berwujud
Berdasarkan definisi mengenai aset diatas, dapat disimpulkan bahwa aset
merupakan kekayaan yang dimiliki oleh individu atau kelompok yang mempunyai
nilai ekonomi, nilai tukar yang dapat memberi manfaat tersendiri bagi individu
atau kelompok sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.2 Pengertian Manajemen Aset
Menurut Ismail (2010:4) , manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses
perencanaan, pengoperasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai
sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien”.
Adapun definisi Manajemen Aset menurut Telli (2012:5) dalam jurnalnya yang
berjudul Asset Management yakni kegiatan atau praktik yang secara sistematis
serta terkoordinasi dimana suatua organisasi yang secara optimal mengelola aset
dan kinerja aset terkait pengeluaran dan resiko selama lifecycle untuk pencapaian
tujuan dari rencana strategi dari organisasi tersebut. Sedangkan menurut Sugiama
(2013:15) mendefinisikan bahwa:
“Manajemen aset adalah ilmu dan seni untuk memandu
pengelolaan kekayaan yang mencakup proses merencanakan
kebutuhan aset, mendapatkan, menginventarisasi, melakukan legal
audit, menilai, mengoperasikan, memelihara, membaharukan atau
menghapuskan hingga mengalihkan aset secara efektif dan
efesien”.
Selain itu Hastings (2010:4) menjelaskan bahwa manajemen aset itu
sebagai barikut:
“Manajemen Aset adalah serangkaian aktifitas yang berkaitan
dengan mengindentifikasi kebutuhan aset, mengidentifikasi sumber
pendanaan, mengadakan aset, menyediakan sistem pendukung
logistik dan pemeliharaan untuk aset, dan penghapusan atau
pembaharuan aset untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen aset adalah suatu kegiatan yang dilakukan mencakup dari
perencanaan aset hingga penghapusan aset yang dilakukan secara efektif dan
10
efesien. Dimana manajemen aset ini merupakan faktor penentu kinerja dari suatu
organisasi.
2.1.3 Tujuan Manajemen Aset
Tujuan manajemen aset dapat ditentukan dari berbagai dimensi atau sudut
pandang. Secara umum tujuan manajemen aset menurut Sugiama (2013) adalah
untuk pengambilan keputusan yang tepat agar aset yang dikelola berfungsi secara
efektif dan efisien. Efektif adalah pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan
sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun efisien berarti
menggunakan sumber daya serendah mungkin untuk mendapat hasil (output) yang
tinggi.
Jika tujuan aset dinyatakan lebih spesifik dibanding dengan tujuan secara
umum, maka tujuan manajemen aset yang lebih rinci adalah agar mampu :
1. Meminimisasi biaya selama umur aset.
2. Menghasilkan laba maksimum.
3. Mencapai penggunaan serta pemanfaatan aset secara optimum.
Khususnya bagi instansi pemerintah di Indonesia, pengelolaan aset
termasuk salah satu aspek yang diaudit oleh beberapa lembaga yang bersangkutan
seperti Inspektorat pemerintahan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Berkenaan dengan kepentingan pembentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian,
Wajar Dengan Pengecualian, Tidak Wajar dan Disclaimer dari BPK terhadap
instansi pemerintah yang diaudit atas laporan keuangannya.
2.1.4 Siklus Manajemen Aset
Berlandaskan pada definisi manajemen aset menurut beberapa pendapat,
siklus/ alur aset terdiri dari beberapa tahapan dan gambar berikut mencerminkan
siklus alur aset yang lebih rinci dari manajemen aset. Secara umum setiap aset
yang dikelola melewati alur:
11
Perencanaan Kebutuhan Aset
Pengadaan Aset
Pengalihan Aset (Penjualan,
Penyertaan Modal, Hibah)
Inventarisasi Aset
Penilaian Aset
Penghapusan Aset Pembaharuan/Rejuvenasi
Aset
Pengoperasian dan
Pemeliharaan Aset
Legal Audit Aset
Pemusnahan Aset
Sumber: Sugiama, 2013:27
Gambar 2.1
Siklus Aset
a. Perencanaan kebutuhan aset.
Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan dilakukan merumuskan rincian
kebutuhan organisasi atau individu untuk menghubungkan pengadaan
barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar
untuk mentukan kebutuhan yang akan datang. Penganggaran adalah
kegiatan atau tindakan untuk merumuskan penentuan kebutuhan aset
dengan memperhatikan alokasi anggaran yang tersedia.
b. Pengadaan aset
Pengadaan aset adalah serangkaian kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan
aset/barang maupun jasa baik yang dilaksanakan sendiri secara langsung
oleh pihak internal, maupun oleh pihak luar (mitra atau penyedia/pemasok
12
aset bersangkutan.) berdasarkan prinsip-prinsip efektif, efesien, transparan,
bersaing, terbuka, tertib administrasi tanpa adanya tindakan deskriminatif.
c. Inventarisasi aset
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 “Inventarisasi
adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan
hasil pendataan Barang Milik Negara/Daerah”.
d. Legal audit aset
Legal audit aset dilaksanakan untuk mengetahui secara pasti mengenai
kondisi aspek legal dari bersangkutan. Legal audit adalah pemeriksaan
(audit) untuk mendapat gambaran jelas dan menyeluruh terutama
mengenai status kepemilikan, sistem dan prosedur penguasaan
(penggunaan dan pemanfaatan), pengalihan aset, mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya berbagai permasalahan hukum, serta mencari
solusi atas masalah hukum tersebut. Tujuan dari legal audit aset adalah
mengamankan kepemilikan aset sehingga dapat mencegah terjadinya
kehilangan aset.
e. Penilaian aset
Yang dimaksud dengan penilaian aset yaitu kegiatan penilai dalam
memberikan suatu estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu
properti dengan memperhatikan metode dan prinsip penilaian, baik dalam
harta berwujud maupun harta tidak berwujud, berdasarkan hasil analisis
terhadap fakta-fakta yang objektif dan relevan..
f. Pengoperasian dan pemeliharaan aset
Aset yang telah disediakan tentu dimaksudkan untuk digunakan atau
dioperasikan, dalam penggunaan aset tersebut harus sesuai dengan tujuan
pokok dan fungsi dari aset bersangkutan. Pengoperasian aset juga harus
disertai dengan pemeliharaan aset, pemeliharaan aset adalah menjaga,
merawat dan memperbaiki seluruh bentuk aset agar dapat dioperasikan
dan berfungsi sesuai dengan harapan.
g. Pembaruan / Rejuvenasi aset
13
Rejuvenasi aset adalah membangun ulang suatu aset agar memiliki fungsi
kembali sebagaimana semula dirancang dan mempertinggi fungsi dari aset
tersebut.
h. Penghapusan aset
Penghapusan aset yaitu tindakan penghapusan barang pengguna/kuasa
pengguna dari daftar inventaris dan dapat dilakukan dengan cara
dimusnahkan atau di hibahkan, namun dalam Pemerintahan penghapusan
aset biasanya dilakukan melalui lelang dan mengacu pada peraturan yang
berlaku.
i. Pengalihan aset
Pemindahtanganan aset adalah pengalihan kepemilikan aset dari suatu
pihak kepada pihak lain sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan
cara menjual aset, mempertukarkan aset, menghibahkannya atau
disertakan sebagai modal pada pihak lain.
1.2 Konsep Dasar Perencanaan Kebutuhan
Peran perencanaan dalam setiap aktivitas ataupun kegiatan sangat
membantu dalam menyelesaikan apa yang akan dilakukan, bagaimana hasil akhir
dan bagaimana cara untuk menyelesaikannya. Menurut Hastings (2010) tahapan
yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan aset sebagai berikut:
1. Memperkirakan kebutuhan aset yang ada berdasarkan kebutuhan.
2. Mengidentifikasi aset yang telah ada
3. Melakukan analisis kesenjangan antara kebutuhan dan kondisi aset yang
telah ada.
Sehingga dalam tahapan perencanaan kebutuhan terdapat komponen yang harus
diperhatikan seperti master plan dari institusi, rencana institusi, dan Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) sehingga dapat direalisasikan ketahap pengadaan.
14
1.2.1 Pengertian Perencanaan
Menurut Sugiama (2013:163) yang dimaksud dengan perencanaan yaitu
penentuan target atau tujuan akhir suatu organisasi serta menentukan atau memilih
cara terbaik untuk mencapainya. Sedangkan menurut Agus dan Ryanto (2012)
Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan dilakukan merumuskan rincian kebutuhan
organisasi atau individu untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu
dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar untuk mentukan kebutuhan
yang akan datang. Penganggaran adalah kegiatan atau tindakan untuk
merumuskan penentuan kebutuhan aset dengan memperhatikan alokasi anggaran
yang tersedia.
Menurut Victoria Government (1995) perencanaan aset adalah panduan
untuk mengambil tindakan atau keputusan yang spesifik dalam pengadaan aset
baru dan penghapusan aset yang telah usang serta pengoperasian dan
pemeliharaan aset secara efektif. Sedangkan dalam Undang-undang No 25 Tahun
2004 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan dimasa yang akan
datang untuk mencapai target/tujuan. Dari definisi ini perencanaan mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya.
b. Adanya proses
c. Hasil yang ingin dicapai
d. Menyangkut masa depan dalam waktu tertentu
1.2.2 Tujuan Perencanaan Pembangunan
Berdasarkan dengan Undang-undang No 25 Tahun 2004 pasal 2 ayat 4
dalam rangka mendorong pembangunan secara terpadu memiliki tujuan sebagai
berikut:
15
a. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan
b. Menjamin terciptanya integrasi, singkronisasi dan sinergi antar pemerintah
pusat maupun daerah.
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan.
d. Mengotimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan
adil.
1.2.3 Proses Perencanaan Kebutuhan Aset
Secara umum proses perencanaan kebutuhan aset dapat dilihat pada
gambar 2.2 dibawah ini.
Sumber: Sugiama, 2013:163
Gambar 2.2
Proses Umum Perencanaan Kebutuhan Aset
Gambar di atas menjelaskan mengenai proses perencanaan kebutuhan aset
dengan merealisasikan melalui pagu anggaran dan proposal program setiap
kebutuhan. Tahapan dalam perencanaan kebutuhan sesuai dengan master plan
organisasi, rencana organisasi, rencana kerja tahunan, rencana anggaran dan
Master Plan Institusi
Realisasi Pengadaan Aset
Rencana Anggaran
Rencana Kerja Tahunan
Rencana Institusi
Pagu Anggaran
Proposal Program
16
realisasi pengadaan aset. Sedangkan menurut Banghart dan Trull proses
perencanaan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Mengidentifikasi permasalahan.
c. Analisis area masalah perencanaan
d. Penyusunan konsep dan rencana
e. Mengevaluasi rencana
f. Menentukan rencana
g. Penetapan rencana
h. Umpan balik dari rencana
1.2.4 Ciri-ciri Perencanaan yang Baik
Sjafrizal (2009) berpendapat bahwa ciri-ciri perencanaan yang baik
memiliki beberapa aspek sebagai berikut:
a. Tersusun Secara Lengkap Termasuk Sektor Swasta
Karena perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan usaha
pemerintah untuk mendorong proses pembangunan, maka banyak kalangan
beranggapan bahwa perencanaan tersebut hanya mencakup aspek-aspek yang
berkaitan langsung dan dibiayai oleh pemerintah saja. Anggapan ini
sebenarnya tidaklah tepat karena perencanaan pembangunan itu pada dasarnya
adalah sebuah perencanaan yang bersifat menyeluruh, tidak hanya mencakup
sektor pemerintah, tetapi juga meliputi sektor swasta dan masyarakat secara
keseluruhan.
b. Memasukkan Evaluasi Perekonomian Masa Lalu
Pembangunan merupakan proses yang berkelanjutan yang berarti
pembangunan yang akan direncanakan sangat ditentukan pula oleh hasil
pembangunan yang telah dilakukan di masa lalu. Hasil pembangunan berikut
permasalahan dan kendala yang dihadapi akan dapat diketahui melalui
evaluasi terhadap perekonomian di masa lalu.
c. Merinci Tujuan dan Prioritas Pembangunan
17
Karena tujuan pembangunan lebih bersifat prinsip dan sangat mendasar
dalam rangka mewujudkan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Agar
menjadi lebih operasional, maka tujuan pembangunan tersebut thjabarkan
iebih lanjut dalam bentuk prioritas pembangunan.
d. Menterjemahkan Tujuan Kedalam Target Pembangunan
Perencanaan yang baik haruslah terarah dan terukur sehingga sasaran
pembangunan menjadi jelas dan dapat dimonitor dan dievaluasi dikemudian
han untuk mengetahui tingkat capaian yang dapat dihasilkan. Untuk keperluan
ini, maka tujuan dan sasaran pembangunan perlu diterjemahkan lebih lanjut ke
daam berbagai target pembangunan. Target tersebut dapat ditentukan secara
makro mencakup perekonomian secara menyeluruh atau sektoral, maupun
secara mikro pada tingkat program dan kegiatan.
e. Strategi dan Kebijakan Bersifat Spesifik
Dalam perencanaan pembangunan yang dipersiapkan dengan baik,
biasanya strategi dan kebijakan yang dirumuskan adalah bersifat spesifik
sesuai kondisi, potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh negara dan
daerah bersangkutan. Strategi dan kebijakan yang bersifat spesifik biasanya
akan dapat mendorong proses pembangunan secara lebih baik dan cepat
karena sesuai dengan kondisi, dan situasi pada daerah bersangkutan.
f. Berisikan Perencanaan Kebutuhan Investasi
Perkiraan investasi tersebut selanjutnya dapat dibagi atas kebutuhan
investasi pemerintah dan kebutuhan investasi swasta dan masyarakat.
Memperhatikan kondisi keuangan yang ada, maka dan perkiraan kebutuhan
investasi ini akan dapat disusun anggaran yang sesuai dengan kebutuhan
investasi yang ditetapkan dalam rencana. Dengan cara demikian, akan terdapat
keterpaduan antara perencanaan, pemrograman dan anggaran (Planning,
Program and Budgeting).
g. Memuat Perkiraan atau Proyeksi Selama Periode Perencanaan
Perencanaan yang baik bersifat terukur melaluii penetapan sasaran dan
target pembangunan secara kongkrit. Karena itu, dalam perencanaan
pembangunan yang dipersiapkan dengan baik akan terdapat perkiraan
18
(proyeksi) masa datang yang juga dapat berfungsi sebagai sasaran dan target
pembangunan secara kuantitatif. Perkiraan dan proyeksi yang diperlukan
paling kurang adalah yang bersifat makro.
h. Mempunyai Kaitan yang Jelas dengan Perencanaan Pembangunan Lainnya
Dalam rangka mewujudkan perencanaan yang terpadu dan bersinergi antar
daerah dan tingkat pemerintahan, maka pada perencanaan yang dipersiapkan
dengan baik terlihat dengan jelas kaitan dan hubungan antara satu dokumen
perencanaan dengan dokumen perencanaan lainnya yang terkait. Untuk
mewujudkan hal ini maka penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) dan Renstra harus berhubungan dan terkait
1.3 Peramalan (forecasting)
Untuk menyelesaikan masalah di masa datang yang tidak dapat dipastikan,
orang senantiasa berupaya menyelesaikannya dengan model pendekatan-
pendekatan yang sesuai dengan perilaku aktual data, begitu juga dalam melakukan
prakiraan. Prakiraan diperlukan disamping untuk memperkirakan apa yang akan
terjadi dimasa yang akan datang juga para pengambil keputusan perlu untuk
membuat planning.
1.3.1 Definisi Peramalan (forecasting)
Menurut Heizer dan Render (2009:162) forecasting (prakiraan) adalah seni
dan ilmu untuk memperkirakan kejadian dimasa depan. Nawawi (2013) yang
dimaksud dengan Peramalan (forecasting) yaitu kegiatan untuk memperkirakan,
memproyeksi terhadap kemungkinan yang akan terjadi bila sesuatu dikerjakan.
Dengan demikian forecasting atau prakiraan dapat diartikan sebagai
memperkirakan sesuatu pada waktu yang akan datang berdasarkan data masa lalu
yang dianalisa secara ilmiah menggunakan metode statistika atau kegiatan yang
dilakukan untuk memprediksi peristiwa apa yang akan terjadi dimasa yang akan
datang.
19
1.3.2 Metode Peramalan
Secara umum metode prakiraan atau forecasting menurut Heizer dan
Render (2014) dibagi dalam dua kelompok yaitu metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode peramalan digunakan untuk mengukur atau menaksir
keadaan/situasi di masa datang.
1.3.2.1 Metode Peramalan Kualitatif
Menurut Heizer dan Render (2014) metode peramalan kualitatif yaitu
prakiraan yang menggabungkan faktor-faktor seperti intuisi pembuat keputusan,
emosi, pengalaman pribadi, dan sistem nilai. Peramalan kualitatif dapat
menggunakan teknik atau metode peramalan sebagai berikut:
a. Jury of executive opinion yaitu teknik peramalan yang menggunakan
pendapat sekelompok kecil manejer untuk perkiraan permintaan.
b. Delphi method yaitu teknik yang memprediksi kelompok dengan
menggunakan sebuah proses yang memungkinkan para pakar untuk
membuat perkiraan.
c. Sales force composite adalah sebuah teknik peralaman berdasarkan
perkiraan penjualan sales yang diharapkan.
d. Market survey yaitu metode perkiraan yang meminta masukan dari
pelanggan mengenai rencana di periode selanjutnya.
1.3.2.2 Metode Peramalan Kuantitatif
Menurut Heizer dan Render (2014) Metode peramalan kuantitatif yaitu
perkiraan yang digunakan model matematika untuk meramalkan permintaan. Ada
lima metode peramalan kuantitatif yang menggunakan data historis atau terbagi
menjadi dua kategori yaitu:
a. Time-series models
Dengan membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa yang akan datang
merupakan fungsi di masa lalu
20
1. Naïve approach
2. Moving average
3. Exponential smoothing
4. Trend projection
b. Associative model
1. Linear regression
1.3.3 Peramalan Berdasarkan Jangka Waktu
Peramalan berdasarkan jangka waktu yang dilakukan dalam
memproyeksikan kejadian masa yang akan datang terbagi dari beberapa sebagai
berikut:
a. Peramalan jangka pendek yaitu dengan jangka waktu kurang dari satu
tahun, umumnya kurang tiga bulan sering digunakan untuk rencana
pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja dan tingkat produksi
b. Peramalan jangka menengah yaitu peramalan dengan kurun waktu tiga
bulan hingga tiga tahun, sering digunakan untuk perencanaan penjualan,
perencanaan dna penganggaran produksi dna menganalisis berbagai
rencana operasi.
c. Peramalan jangka panjang yaitu peramalan yang dilakukan dengan jangka
waktu tiga tahun atau lebih, sering digunakan untuk merencanakan produk
baru, penganggaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi dan penelitian
serta pengembangan.
1.4 Parkir
Peraturan Daerah Kota Bandung No 16 Tahun 2012 menjelaskan Parkir
adalah berhentinya kendaraan untuk sementara waktu karena sementara
ditinggalkan oleh pengendaranya. Parkir dianggap sebagai penyebab kemacetan.
Pengendalian atau pengelolaan perparkiran dipergunakan untuk mencegah atau
menghilangkan hambatan lalu lintas, mengurangi kecelakaan, menciptakan
kondisi agar tempat parkir digunakan secara efektif dan efisien, memelihara
21
keindahan lingkungan untuk menciptakan mekanisme penggunaan jalan secara
efektif dan efisien terutama pada luas jalan tempat terjadinya kemacetan lalu
lintas.
Parkir merupakan salah satu komponen suatu sistem transportasi yan
gperlu dipertimbangkan. Pada kota-kota besar area parkir merupakan suatu
kebutuhan bagi pemilik kendaraan. Dengan demikian perencanaan fasilitas parkir
adalah suatu metoda perencanaan dalam menyelenggarakann fasilitas parkir
kendaraan, baik di badan jalan(on street parking) maupun di luar badan jalan (off
street parking). Secara umum parkir terdiri dari 2 jenis parkir yaitu parkir di
badan jalan (on-street parking) dan parkir di luar badan jalan (off – street
parking). Parkir di badan jalan (on-street parking) adalah parkir yang lokasi
penempatan kendaraannya di badan jalan. Sedangkan parkir di luar badan jalan
(off – street parking) adalah parkir yang lokasi penempatan kendaraannya tidak
berada di badan jalan. Parkir jenis ini menggunakan tempat diperalatan umum,
tempat parkir khusus yang juga terbuka untuk umum dan tempat parkir khusus
yang terbatas untuk keperluan sendiri, seperti : kantor pemerintahan, pusat – pusat
perbelanjaan dan sebagainya.
1.5 Satuan Ruang Parkir
Satuan ruang parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk kebutuhan satu
kendaraan termasuk ruang bebas dari bukaan pintu mobil, atau digunakan untuk
mengukur kebutuhan ruang parkir. Akan tetapi untuk menentukan satuan ruang
parkir tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan seperti halnya satuan-satuan
lain. Demikian juga halnya untuk menentukan satuan ruang parkir (SRP)
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan halnya dimensi kendaraan standar
untuk mobil penumpang.
22
Tabel 2.1
Penentuan Satuan Ruang Parkir
Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir M2
1. a. Mobil Penumpang untuk Golongan I 2,30 x 5,00
b. Mobil Penumpang untuk Golongan II 2,30 x 5,00
c. Mobil Penumpang untuk Golongan III 3,00 x 5,00
2. Bus/Truk 3,40 x 12,50
3. Sepeda Motor 0,75 x 2,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:8
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:7
Gambar 2.3
Dimensi kendaraan Standar untuk Mobil Penumpang
23
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998
Gambar 2.4
SRP Mobil Penumpang
Untuk dimensi keterangan dari gambar 2.4 diatas dapat dilihat pada tabel
2.2 dibawah ini:
Tabel 2.2
Dimensi gambar
Gol I
B = 170
O = 55
R = 5
a1 = 10
L = 470
a2 = 20
Bp = 230 = B + O + R
Lp = 500 = L + a1 + a2
Gol II
B = 170
O = 75
R = 5
a1 = 10
L = 470
a2 = 20
Bp = 250 = B + O + R
Lp = 500 = L + a1 + a2
Gol III
B = 170
O = 80
R = 50
a1 = 10
L = 470
a2 = 20
Bp = 300 = B + O + R
Lp = 500 = L + a1 + a2
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:9
Sedangkan untuk SRP kendaraan bermotor dapat dilihat pada gambar 2.5
dibawah ini:
24
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:12
Gambar 2.5
SRP Sepeda Motor
1.6 Standar Kebutuhan Ruang Parkir
Abubakar (1998) menjelaskan bahwa standar kebutuhan luas tempat parkir
berbeda antara yang satu dengan yang lain, tergantung kepada beberapa kebijakan
yang diberlakukan seperti pelayanan tarif, ketersedian ruang parkir, tingkat
pemilikan kendaraan bermotor, tingkat pendapatan masyarakat.
1.6.1 Pusat Perkantoran
Abubakar (1998) parkir di pusat perkantoran mempunyai ciri parkir jangka
panjang oleh karena itu penentuan ruang parkir dipengaruhi oleh jumlah karyawan
yang bekerja di kawasan perkantoran tersebut, tabel 2.3 menjelaskan kebutuhan
SRP untuk pusat perkantoran.
25
Tabel 2.3
Kebutuhan SRP di Pusat Perkantoran
Jumlah Karyawan 1000 1500 2000 2500 3000 4000
Kebutuhan
(SRP)
Administrasi 235 237 239 240 242 246
Pelayanan
Umum 288 290 291 293 295 298
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:57
1.6.2 Tempat Rekreasi
Kebutuhan parkir ditempat rekreasi dipengaruhi oleh daya Tarik tempat
tersebut, biasanya pada hari-hari libur, kebutuhan parkir meningkat dari hari kerja.
Perhitungan kebutuhan didasarkan pada luas area dari tempat rekreasi tersebut,
tabel berikut menjelaskan kebutuhan SRP tempat rekreasi.
Tabel 2.4
Kebutuhan SRP di tempat rekreasi
Luas Areal Total
(100 m2)
50 100 150 200 400 800 1600 3200 6400
Kebutuhan
(SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:58
1.7 Pola Parkir dan Lebar Jalur Gang
Untuk melaksanakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan parkir,
terlebih dahulu dipikirkan pola parkir yang akan digunakan, pola parkir tersebut
akan baik apabila digunakan sesuai kondisi yang ada.
26
1.7.1 Pola Parkir Kendaraan Satu Sisi
Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang di suatu tempat
kegiatan sangat sempit.
a. Bentuk sudut 90O
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:85
Gambar 2.6
Pola parkir tegak lurus
b. Bentuk sudut 30O
, 45O
, 60O
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:85
Gambar 2.7
Pola parkir sudut
27
1.7.2 Pola Parkir Kendaraan Dua Sisi
Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai.
a. Membentuk sudut 90O
Pada pola kendaraan ini, arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu
arah atau dua arah.
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:86
Gambar 2.8
Parkir tegak lurus yang berhadapan
b. Membentuk sudut 30O, 45
O, 60
O
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:86
Gambar 2.9
Parkir sudut yang berhadapan
28
2. Pola Parkir Pulau
Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup luas.
a. Membentuk sudut 90O
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:87
Gambar 2.10
Taman parkir tegak lurus dengan 2 gang
b. Membentuk sudut 45O
1. Bentuk tulang ikan type A
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:87
Gambar 2.11
Taman parkir sudut dengan 2 gang type A
29
2. Bentuk tulang ikan type B
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:88
Gambar 2.12
Taman parkir sudut dengan 2 gang type B
3. Bentuk tulang ikan type C
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1998:88
Gambar 2.13
Taman parkir sudut dengan 2 gang type C
30
2.8 Perencanaan Bangunan Gedung
Dalam proses perencanaan bangunan perlu diperhatikan beberapa aspek
yang sangat berpengaruh dalam pembangunan yang telah direncanakan.
Diantaranya terkait dengan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2002 pasal 1 ayat
1 dan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2010 pasal 1 ayat 9
tentang bangunan gedung menjelaskan bahwa
“Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
yang menyatu dengan tempat kedudukannya,, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan khusus, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus”.
Dalam pelaksanaan pembangunan gedung ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh setiap melakukan pembangunan gedung seperti:
a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah daerah setempat kepada pemilik bangunan untuk membangun
baru, mengubah, memperluas, mengurangi, membongkar dan memelihara
bangunan sesuai dengan persyaratan yang berlaku..
b. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tumbuh secara alami
maupun yang sengaja ditaman dengan luas minimal 30% dari luas lahan
yang dikuasai atau dimiliki.
c. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis pada halaman persil
bangunan gedung yang ditarik sejajar dengan garis paras jalan, tepi sungai,
atau paras pagar dengan jarak tertentu dan merupakan batas bagian
kaveling/persil yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun
bangunan gedung. GSB pada lahan bangunan yang diizinkan oleh
peraturan adalah untuk sisi depan, belakang, samping kanan dan kiri.
d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan
31
untuk pertamanan/penghijauan dan luas tanah perencanaan yang dikuasai
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota.
e. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perencanaan yang dikuasai.
f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka presentase perbandingan
antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perencanaan yang dikuasai.
2.9 Estimasi Biaya
Estimasi biaya dapat diartikan perkiraan biaya untuk reproduksi atau biaya
penggantian dari suatu aset. Seperti yang dijelaskan dalam buku KEPI dan SPI
2013, Biaya merupakan sejumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh atau
mencipatakan suatu aset. sehingga dalam melakukan estimasi biaya untuk suatu
aset baik pembangunan maupun penggantian baru ada beberapa metode yang
digunakan seperti:
1. Metode Survey Kuantitias
2. Metode Unit Terpasang
3. Metode Meter Persegi
2.10 Landasan Normatif
Landasan normatif digunakan sebagai acuan atau pedoman dasar dalam
penelitian yang dilakukan. Terdapat beberapa landasan normatif yang telah
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Permen PU Nomor : 05/PRT/M/2008 Tentang penyedia dan pemanfaatan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.
2. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 10 Tahun 2015 Tentang RDTR
dan peraturan zonasi Kota Bandung tahun 2015-2035.
3. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 18 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031.
32
4. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 05 Tahun 2010 tentang
bangunan gedung.
5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
2.11 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan konsep yang akan digagas serta dikaitkan
dengan faktor-faktor liannya dalam suatu permasalahan. Berikut adalah kerangka
berfikir pada penelitian ini yang disajikan dalam bentuk skema yang dapat dilihat
pada gambar 2.14 di bawah ini.
33
INPUT PROSES OUTPUT
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana ramalan jumlah
kendaraan yang parkir untuk 5
tahun kedepan dilihat atau
dihubungkan dengan rencana
penggunaan dan pemanfaatan
balaikota di masa depan.
2. Bagaimana bentuk rencana dan
luas lahan yang dibutuhkan
berdasarkan ramalan.
3. Berapa estimasi biaya yang
diperlukan untuk menanggulangi
parkir kendaraan.
Metode penelitian : Deskriptif
Teknik Pengumpulan Data :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Studi Dokumentasi
Perencanaan Kebutuhan Lahan Parkir di Balaikota
Bandung
Landasan normatif :
1. Permen PU No: 05/PRT/M/2008
Tentang Peyedia dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau
di kawasan perkotaan.
2. Perda Kota Bandung No:10
Tahun 2015 Tentang RDTR dan
peraturan zonasi Kota Bandung
Tahun 2015-2035
Landasan teori :
1. Perencanaan
kebutuhan aset.
2. Peramalan
(forecasting)
3. Fasilitas Parkir
4. Estimasi Biaya
Tujuan Penelitian
1. Untuk meramalkan jumlah
kendaraan yang parkir di
Balaikota 5 tahun kedepan.
2. Untuk merencanakan berapa
luas lahan yang dibutuhkan
berdasarkan ramalan.
3. Untuk mengetahui estimasi
biaya yang dibutuhkan dalam
pembangunan parkir.
Sumber : Olah data peneliti 2017
Gambar 2.14
Kerangka Berfikir