bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 auditing
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Auditing
Auditing merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu
pernyataan, pelaksanaan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak independen
guna memberikan suatu pendapat. Pihak yang melaksanakan auditing disebut
dengan auditor. Pengertian auditing semakin berkembang sesuai dengan
kebutuhan yang meningkat akan hasil pelaksanaan auditing. Menurut Agoes
(2004) pengertian audit adalah :
“Audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan
sistematis, oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan yang telah
disusun manajemen, berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Menurut Mulyadi (2008) ditinjau dari sudut profesi akuntan publik adalah:
“Pemeriksaan (Examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu
perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah
laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi
tersebut.”
Menurut Arens et al (2011) pengertian audit adalah :
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done
by a competent, independent person.”
14
Artinya audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang
ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh yang kompeten, orang independen.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa audit
merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak independen terhadap laporan
keuangan yang telah dibuat oleh manajemen untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti-bukti dengan tujuan memberi kewajaran atas laporan
keuangan.
2.1.1.1 Pengertian Audit Sektor Publik
Menurut Suhayati dan Rahayu (2010) pengertian audit sektor publik
adalah :
“Audit yang berasal dari lembaga pemeriksa pemerintah, di Indonesia
lembaga yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan
terhadap kekayaan atau keuangan negara adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai lembaga pada tingkat tertinggi,
BadanPengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat
Jendral (Itjen) yang ada pada departemen-departemen pemerintah.”
Menurut Rai(2008) pengertian audit sektor publik adalah:
“Audit sektor publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang
menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaanya
berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan Negara lainya dengan
tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang dikemukakan dengan
kriteria yang ditetapkan”.
Berdasarkan pengertia-pengertian diatas, audit sektor publik adalah suatu
kontrol atas organisasi pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan penyediaan
barang kepada masyarakat dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi
yang ditemukan dengan kriteria yang ditetapkan.
15
2.1.1.2 Jenis - Jenis Audit SektorPublik
Menurut Mahmudi (2011) jenis-jenis audit sektor publik antara lain
adalah:
1. Audit Keuangan
Audit keuangan adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh
dan mengavaluasi bukti secara obyektif atas asersi manajemen mengenai
peristiwa dan tindakan ekonomi, kemudian membandingkan kesesuaian
asersi manajemen tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Audit Kinerja
Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif atas kinerja suatu organisasi, program,
fungsi, atau aktivitas/kegiatan.
3. Audit dengan Tujuan Tertentu
Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan audit
investigasi.
4. Audit Forensik
Audit forensik atau yang lebih dikenal dengan akuntansi forensik
merupakan disiplin ilmu yang relatif baru dalam akuntansi. Sebagai suatu
ilmu yang baru, belum terdapat definisi baku dari akuntansi forensik.
16
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No.15 Tahun 2004, terdapat tiga
jenis audit keuangan negara, yaitu :
1. Audit Keuangan
Audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan
yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis
akuntansi yang komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Audit keuangan adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif yang bertujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan
keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2. Audit Kinerja
Audit yang dilakukan secara obyektif dan sistematis terhadap berbagai
macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal
ekonomi, efesiensi, efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja
dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik.
Audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap
berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independen
atas kinerja suatu entitas atau program atau kegiatan pemerintah yang
17
diaudit. Audit kinerja berfungsi untuk mengetahui apakah penggunaan
keuangan Negara dalam rangka mencapai target dan tujuan telah
memenuhi prinsip ekonomi, efesiensi,dan efektivitas, tidak melanggar
ketentuan hukum, peraturan perundangan, dan kebijakan manajemen.
3. Audit dengan Tujuan Tertentu
Audit khusus, diluar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan
untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit.
Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
tujuan khusus diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja yang
bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit. Termasuk
dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-
hal yang berkaitan dengan keuangan audit investigasi, maka dari itu, audit
dengan tujuan tertentu dapat disebut juga sebagai audit investigasi.
2.1.1.3 Peran dan Standar Profesional Akuntan Publik
Menurut Mulyadi (2008:12) peran profesi akuntan publik
yaitubertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuanganperusahaan-perusahaan sehingga masyarakat memperoleh
informasikeuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-
sumberekonomi. Menurut Mulyadi (2008) ada lima macam standarprofesional
yang diterbitkan oleh dewan sebagai aturan mutu pekerjaanakuntan publik, yaitu :
18
1. Standar Auditing
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporankeuangan historis.
Standar auditing terdiri dari sepuluh standar dandirinci dalam bentuk
pernyataan standar audit (PSA) yaitu :
a. Standar umum
1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memilikikeahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perilaku,
independensidalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor
3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunsn laporannya, auditorwajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat danseksama
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakanasistensi harus disupervisi dengan semestinya
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperolehuntuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkuppengujian yang akan dilakukan
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi,pengamatan, permintaan katerangan, dan konfirmasi
sebagai dasarmemadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yangdiaudit
19
c. Standar pelaporan
1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan
telahdisusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
diIndonesia
2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika
adaketidak konsistensi penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunanlaporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapanprinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandangmemadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor
4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapatmengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersibahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
2. Standar Atestasi
Standar atestasi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa
akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan
dalam jasa audit atas laporan keuangan historis maupun tingkat keyakinan
yang lebih rendah dalam nonaudit.
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi
nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan
review.
20
4. Standar Jasa Konsultansi
Standar jasa konsultan memberikan panduan bagi akuntan publik didalam
penyediaan jasa bagi masyarakat.
5. Standar Pengendalian Mutu
Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik didalam melaksanakan pengendalian mutu jasa yang dihasilkan
oleh kantornya dengan mematuhi berbagi standar yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Akuntan Publik Dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik Yang Diterbitkan Oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan
Akuntansi Indonesia.
2.1.1.4 Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Nordiawan (2006) dalam ketentuan umum pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia 58 tahun 2005 memyebutkan bahwa :
“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan keuangan
daerah, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.”
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan
transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa :
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Neraca
3. Laporan Arus Kas
4. CatatanAtas Laporan Keuangan
21
Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah adalah Prinsip-Prinsip akuntansi yang
ditetapkan dalam menyusun dan melaporkan laporan keuangan pemerintah.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2005 pasal 1 ayat (6) berbunyi bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 129
menyebutkan bahwa pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan
pengelolaan keuangan daerahkepada pemerintah daerah yang dikoordinasikan
oleh Menteri DalamNegeri.
2.1.1.5 Pengawasan Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.79 Tahun 2005
tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah
menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah
proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan
secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah
meliputi pelaksanaan urusan pemerintah di daerah kabupaten/kota terdiri dari :
1. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah yang bersifat wajib
2. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah yang bersifat pilihan; dan
3. Pelaksanaan urusan pemerintah menurut tugas pembantu.
22
Pengawasan terhadap urusan pemerintah di daerah dilaksanakan oleh
aparat pengawasan intern pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Aparat pengawas intern pemerintah adalah inspektorat jenderal departemen, unit
pengawasan lembaga pemerintah nondepartemen, inspektorat provinsi, dan
inspektorat kabupaten/kota. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan
terhadap:
1. Pelaksanaan urusan pemerintah di daerah kabupaten/kota;
2. Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah desa; dan
3. Pelaksanaan urusan pemerintah desa.
Aparat pengawas intern pemerintah melakukan pengawasan sesuai dengan
fungsi dan kewenangannya melalui:
1. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah.
2. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaanterpadu.
3. Pengujian terhadap laporan berkala dan atau sewaktu-waktu dari
unit/satuan kerja.
4. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasiterjadinya
penyimpangan, korupsi, kolusi, dan nepotisme.
5. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaanprogram
dan kegiatan.
6. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintah di daerah
danpemerintah desa.
Menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 Tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa pengawasan intern dilakukan
23
oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Aparat pengawasan intern pemerintah
melakukan pengawasan intern melalui:
a. Audit;
b. Reviu;
c. Evaluasi;
d. Pemantauan;
e. Kegiatan pengawasan lainnya.
Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasn intern pemerintah
yang bertanggungjawab langsung kepada bupati/walikota. Inspektorat
Kabupeten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
Inspektorat Kabupaten/Kota melaksanakan pengawasan intern melakukan review
atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disanpaikan
bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tujuan standar audit APIP adalah untuk:
1. Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan praktik-praktik
audit yang seharusnya;
2. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit
intern yang memiliki nilai tambah;
3. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit;
4. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi;
24
5. Menilai, mengarahkan dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan
audit;
6. Menjadi pedoman dalam pekerjaan audit;
7. Menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit.
2.1.2 Kualitas Audit
Menurut De Angelo (1981) yang dikutip oleh Rosnidah dkk (2011)
pengertian kualitas audit adalah :
“Kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probality) dimana seorang
auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam
sistem akuntansi kliennya.”
Menurut Simanjuntak (2008), pengertian kualitas audit adalah :
“Pemeriksaan yang sistematis dan independensi untuk menentukan
aktivitas, mutu dan hasilnya sesuai dengan pengaturan yang telah
direncanakan dan apakah pengaturan tersebut diimplementasikan secara
efektif dan sesuai dengan tujuan.”
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, kualitas audit merupakan
karakteristik audit yang memenuhi standar auditing dan standar pengendalian
mutu, yang menggambarkan praktik-praktik audit terbaik serta merupakan ukuran
kualitas pelaksanaan tugas untuk memenuhi tanggung jawab profesinya.
Dalam sektor publik, Good Accountability Office (GAO) mendefinisikan
kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama
melaksanakan audit (Lowershon et al, 2005). Standar audit menjadi bimbingan
dan ukuran kualitas kinerja auditor (Messier et a, 2005).
25
Menurrut PP No 70 tahun 2005 dalam pasal 27 disebutkan bahwa tugas
Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap :
1. pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabipaten / kota
2. pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan penyelengaraan
pemerintahan desa, dan
3. pelaksanaan urusan pemerintah desa.
2.1.2.1 Pengkuran Kualitas Audit
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
nomorPER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan
keuangan,khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar
PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan
PemeriksaKeuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Berdasarkan
Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN), dalam lampiran 3 SPKN paragraf
17 disebutkan bahwa:
“Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak
terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang
dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh
entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung
jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan
memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status
tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak
memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar
manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa.
Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang
material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk
menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan.”
Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh
auditee.Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga
pelaporan danpemberian rekomendasi. Berdasarkan Peraturan Badan
26
PemeriksaKeuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 mengenai
Standar PemeriksaanKeuangan Negara (SPKN), menurut Efendy (2010) kualitas
audit diukur melalui :
1. Kualitas Proses (keakuratan temuan audit, sikap skeptisme)
Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak
terletakpada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi
yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang
ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Selain itu audit harus dilakukan
dengan cermat, sesuai prosedur, sambil terus mempertahankan sikap
skeptisme.
2. Kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan laporan, manfaat audit)
Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk
menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu
proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas
rekomendasi pemeriksa
3. Kualitas tindak lanjut hasil audit
pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status
tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus-
menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta
rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin
terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan.
27
2.1.3 Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif
tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah
laku berupa rangsangan, dorongan, atau pembakit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu (Uno, 2010). Motif dapat dibedakan tiga jenisyaitu :
1. Motif biogenetis adalah motif-motif yang berasal dari kebutuhan
organisme bagi kelangsungan hidupnya, misalnya lapar, haus, bernafas
dan lain-lain.
2. Motif sosiogenetes merupakan motif yang berkembang berasal dari
lingkungan kebudayaan setempat.
3. Motif tiologis, dalam motif ini manusia sebagai makhluk yang
berketuhanan sehingga ada interaksi manusia dengan tuhannya, seperti
ibadah.
Konsep motivasi yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Seorang senang terhadap sesuatu apabila ia dapat mempertahankan rasa
senangnya makaakan termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut.
2. Apabila seorang merasa yakin mampu menghadapi tantangan maka
biasanya orang tersebut terdorong melakukan kegiatan tersebut.
Menurut Uno (2010) pengertian motivasi adalah :
“Keinginan dan kemampuan seorang untuk melakukan suatu kegiatan atau
tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.”
28
Menurut Luthans (2006) pengertian motivasi adalah :
“Proses yang dimulaidengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau
insentif.”
Menurut Hariandja (2009) pengertian motivasi adalah :
“Motivasi adalah sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong
perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang
dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah.”
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, motivasi merupakan faktor
yang menimbulkan keinginan sesorang untuk melakukan suatu kegiatan atau
tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.3.1 Teori Motivasi
Menurut Hariandja (2009:324) mengemukakan bahwa terdapat beberapa
macam teori motivasi, antara lain:
1. Teori Motivasi KebutuhanAbraham A. Maslow
Teori ini dikemukakan oleh Abraham A. Maslow yang menyatakan bahwa
manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri
setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima
jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan, dalam arti manusia
pada dasarnya pertama sekali akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat
pertama, kemudian kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya, dan pemenuhan
semua kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak menjadi unsur pemotivasi lagi.Teori
29
motivasi menurut Abraham Maslow mengemukakan adalima tingkat kebutuhan
pokok manusia yang terdiri dari:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) kebutuhan ini merupakan dasar
yang bersifat primer dan vital yang mengungkapkan fungsi-fungsi biologis
dasar dari organisasi manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan
papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan lainlain.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security), seperti
terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit,
perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya.
3. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhanakan
dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok,
rasa setia kawan, dan kerjasama.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) termasuk kebutuhan dihargai
karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat dan
sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti kebutuhan
mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri
secaramaksimum, kreatufitas dan ekspresi diri
2. Teori Motivasi Kebutuhan McClelland
Menurut McClelland, motivasi utama adalah penggabungan, kekuatan dan
prestasi ia menandai sifat-sifat orang awam dengan kebutuhan pencapaian yang
tinggi yaitu:
30
1. Selera akan keadaan yang menyebabkan seseorang dapat bertanggung
jawab secara pribadi
2. Kecenderungan menentukan sasaran-sasaran yang pantas (sedang) dan
mempertimbangkan risikonya
3. Keinginan untuk mendapatkan umpan balik yang jelas atas kinerja
2.1.3.2 Pengukuran Motivasi
Menurut Ardana dkk (2008: 31) banyak pakar yang telah menulis tentang
berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang yang masing –
masing punya eksentuasi tersendiri, tetapi bila dipilah faktor – faktor
tersebut bisa dibagi menjadi beberapa indikator yaitu :
1. Karakteristik individu
a. Minat
b. Sikapterhadapdirisendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan
c. Kebutuhan individual
d. Kemampuan dan kompetensi
e. Pengetahuan tentang pekerjaan
f. Emosi, suasana hati, perasaan keyakinan, dan nilai – nilai
2. Faktor – faktor pekerjaan
a. Faktor lingkungan pekerjaan
1) Gaji dan benefit yang diterima
2) Kebijakan – kebijakan perusahaan
3) Hubungan antar manusia (rekankerja)
31
4) Kondisi pekerjaan seperti jam kerja, lingkungan, fisik dan
sebagainya
b. Faktor dalam pekerjaan yaitu :
1) Sifat pekerjaan
2) Rancangan tugas atau pekerjaan
3) Pemberian pengakuan terhadap prestasi
4) Tingkat atau besarnya tanggungjawab yang diberikan
5) Adanya perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan
6) Adanya kepuasan pekerjaan
2.1.4 Profesionalisme
Profesionalisme pada audit internal merupakan suatu kredibilitas dan kunci
sukses dalam menjalankan fungsi dalam suatu perusahaan. Menurut Pasaribu
(2001) pengertian profesionalisme adalah :
“Keahlian yang dimiliki pada kapasitas seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan sesuai sikap dan
perilaku yang sesuai profesinya.”
Menurut Arens (2010) pengertian profesionalisme auditor adalah :
“Suatu tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar
dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan dan lebih dari memenuhi
undang-undang dan peraturan yang berlaku.”
Menurut Ratliff (2002) pengertian profesionalisme auditor internal adalah:
“Profesionalism is any endeavor connotes status and credibility. The
economic community has come to expect a high degree of professionalism
32
from internal auditor. The expectation arises from what is becoming
tradition of excellence in the profession. Many internal auditor and their
managers have made significant efforts to set and maintain high standards
for the profession and to establish internal auditing as a key management
function in the successful operation of their organization.”
Artinya profesionalisme adalah usaha apapun berkonotasi status dan
kredibilitas. Masyarakat ekonomi telah datang untuk mengharapkan tingkat
profesionalisme yang tinggi dari auditor internal. Harapan muncul dari apa yang
menjadi tradisi keunggulan dalam profesi. Banyak auditor internal dan manajer
mereka telah melakukan upaya yang signifikan untuk menetapkan dan
mempertahankan standar yang tinggi untuk profesi dan membangun audit internal
sebagai fungsi manajemen kunci keberhasilan operasi dari organisasi mereka
Menurut Sawyer yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar (2006) pengertian
profesionalisme auditor internal adalah :
“Profesionalime audit internal hendaknya memiliki kecakapan dalam
melaksanakan setiap penugasan audit, atau paling tidak memiliki akses
atas kecakapan, memiliki kecakapan dalam keahlian utama yang
diperlukan dalam melakukan audit internal yang mendalam, mampu
memahami orang lain dan memiliki apresiasi”
Berdasarkan pengertian-pengertian, profesionalisme auditor internal
adalah siakp, kemampuan, maupun kredibilitas yang dimiliki oleh audiot internal
dalam melaksanakan setiap penugasan audit sebagai tanggung jawab yang
dibebankan dan lebih dari memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.
2.1.4.1 Kriteria Profesionalisme
Menurut Ratliff (2002)terdapat lima kriteria yang harus dipenuhi auditor
internal agar dapat disebut profesional. Kelima kriteria tersebut adalah sebagai
berikut :
33
1. Kesesuaian sikap dengan standar profesi (Compliance with standard of
conduct)
Hal ini menunjukkan loyalitas, sikap objektif, kejujuran yang harus
dimiliki oleh setiap auditor internal.
2. Pengetahuan, kecakapan, dan disiplin (Knowledge, skills, and disciplines)
Ilmu yang sesuai merupakan dasar yang harus dimiliki oleh auditor
internal dalam pelaksanaan audit internal.
3. Pemampuan untuk menghadapi orang lain atau berkomunikasi secara
efektif (Human relation and communication)
Hal ini diperlukan untuk menghindari missinterprestasi dalam pelaporan
hasil audit dan menghindari konflik dengan manajemen. Pelaporan hasil
audit oleh auditor internal dengan temuan-temuannya harus disampaikan
kepada atasan mereka beserta rekomendasi untuk perbaikan.
4. Pendidikan berkelanjutan (Continuous education)
Auditor internal berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan
meningkatkan keahliannya. Mereka juga harus berusaha memperoleh
informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standar,
prosedur, dan teknik-teknik audit.
5. Ketelitian dalam melaksanakan tugas profesional (Due professional care)
Auditor internal sudah seharusnya melaksanakan tugas secar profesional
dalam menjalankan fungsi audit internal. Auditor internal harus
mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran atau pun
34
kecurangan yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, ketidakefisienan
dan konflik kepentingan.
Menurut Sawyer (2006) dalam Forum Komunikasi Satuan Pengawas
Internal Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKSPI
BUMN/BUMD), dan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA)
menyebutkanbahwa terdapat lima kriteria yang harus dipenuhi auditor internal
agar dapat disebut profesional, yaitu :
1. Pelayanan terhadap masyarakat (Services to the Public)
Auditor internal menyediakan pelayanan terhadap masyarakat dalam hal
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengguna sumber daya baik dalam
perusahaan maupun organisasi. Kode etik audit internal mewajibkan
anggota the institute of internal auditors(IIA) untuk menghindari
keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau ilegal.
2. pelatihan jangka panjang (Long specialized Training)
Auditor internal yang profesional yaitu orang-orang yang mengikuti
pelatihan, lulus dari ujian pendidikan audit internal dan telah mendapat
sertifikasi.
3. Taat pada kode etik (Subcribtion to a code of ethic)
Sebagai suatu profesi, cirri utama internal auditor adalah kesediaan
menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang
dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab yang efektif, auditor
internal perlu memelihara standar prilaku yang tinggi.
35
Kode etik bagi para auditor internal memuat standar prilaku sebagai
pedoman tingkah laku yang dikehendaki dari anggota profesi secara
individu. Para auditor internal wajib menjalankan tanggung jawab
profesinya dengan bijaksana, penuh martabat dan kehormatan.
4. Anggota dari organisasi profesi (Membership in an association and
attendance at meetings)
The institude of internal auditors (IIA) merupakan asosiasi profesi auditor
internal tingkat internasional. IIA merupakan wadah bagi auditor internal
yang mengembangkan ilmu audit internal agar para anggotanya mampu
bertanggungjawab dan kompeten dalam menjalankan tugasnya,
menjunjung tinggi standar, pedoman praktik audit internal dan etika
supaya anggotanya profesioanal dalam bidangnya.
5. Jurnal publikasi (Publication of journal aimed at upgrading ractice)
The institude of internal auditors (IIA), mempublikasikan jurnal tentang
teknik auditor internal, seperti halnya buku-buku panduan,studi penelitian,
monograf, presentasi audio visual, materi instruksi lainnya.
6. Pengembangan profesi berkelanjutan (Examination to test entrance
knowledge)
Dalam setiap pengawasan, auditor internal haruslah melaksanakan
tugasnya dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional.
salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensinya yaitu dengan
pengenbangan profesi yang berkelanjutan.
36
7. Ujian sertifikasi (Linsence by the state or certification by a board)
The institude of internal auditors pertama kali mengeluarkan program
sertifikat pada tahun 1974. Kandidat harus lulus dua hari berturut-turut
dengan subjek yang mempunyai range yang luas. Kandidat yang lulus
akan menerima certification of internal auditors (CIA).
2.1.4.2 Pengukuran Profesionlisme
Menurut Hall (1968) dalam Nugrahini (2015) terdapat lima dimensi
profesionalisme, yaitu:
1. Pengabdian pada profesi
Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam
ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total
terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya
alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,
sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah
kepuasan rohani, baru kemudian materi.
2. Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi
dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena
adanya pekerjaan tersebut.
37
3. Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang
profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada
campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara
profesional.
4. Keyakinan terhadap peraturan profesi
Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi,
bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu dan
pekerjaan mereka.
5. Hubungan dengan sesama profesi
Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok
kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi
ini para profesional membangun kesadaran profesional.
2.2 Kerangka Pemikiran
Inspektorat merupakan aparat pemeriksaan intern pemerintah yang berada
dibawah walikota yang bertugas melakukan pengawasan terhadap urusan
pemerintah baik wajib atau pilihan. Untuk itu aparat Inspektorat dituntu
kinerjanya agar dapat meningkatkan kualitas auditnya. Pada dasarnya kualitas
38
audit menurut adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan
melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya
(De Angelo, 1981; dalam Rosnidah dkk, 2011).
Untuk mencapai good governance, seorang auditor aparat Inspektorat
harus dapat menigkatkan kualitas auditnya. Peran Badan Pengawas Daerah
(BAWASDA) adalah untuk memastikan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah
telahberjalan dengan baik dan laporan keuangan daerah disajikan dengan wajar,
diluartugas–tugas awal Badan Pengawas Daerah sebelumnya sebagai aparat
pengawas. Selain itu peranan dari Badan Pengawas Daerah adalah untuk
membantu kepaladaerah menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan dapat
diterima secara umum (Bastian, 2007).
Kedudukan, tugas dan fungsi Inspektorat kabupaten/kota secara umum
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Pedoman Teknis Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan
bahwa Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawas fungsional yang
berada dibawah dan pertanggungjawab kepada bupati/walikota. Pasal 4
menyebutkan bahwa Inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menyelenggarakan
fungsi :
1. Perencanaan program pengawasan
2. Perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan
3. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
39
Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2007 mengenai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN), menurut Efendy (2010) kualitas audit diukur melalui kualitas Proses
(keakuratan temuan audit, sikap skeptisme), kualitas hasil (nilai rekomendasi,
kejelasan laporan, manfaat audit), kualitas tindak lanjut hasil audit.
2.2.1 Pengaruh Motivasi Terhadap Kualitas Audit Aparat
Inspektorat
Motivasi adalah keinginan dan kemampuan seorang untuk melakukan
suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Uno, 2010).
Hanya motivasi yang akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang
tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada (Goleman, 2001). Dengan
kata lain, motivasi akan mendorong seseorang,termasuk auditor, untuk berprestasi,
komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi.
Dalam profesi auditor dapat ditunjukkan dengan seberapa besar seorang
auditor memiliki motivasi dalam tugasnya memeriksa laporan keuangan sehingga
auditor dapat mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Respon atau tindak lanjut
yang tidak tepatterhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat
menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Jadi semakin tinggi
motivasi aparat Inspektorat dalam pelaksanaan tugas audit, maka akan semakin tinggi
pula kualitas audit aparat Inspektorat. Berdasarkan uraian tersebut , maka hipotesis
yang terbentuk adalah :
Ha1: Motivasi berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
40
2.2.2. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat
Inspektorat
Profesionalisme auditor internal merupakan siakap, kemampuan, maupun
kredibilitas dalam menjalankan profesi sebagai auditor internal (Rahadiani, 2012).
Menurut standar umum bagian pertama SA seksi 210 (SPAP, 2011) menyebutkan
bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sedangkan, dalam standar umum
bagian ketiga SA seksi 230 (SPAP, 2011) menyebutkan bahwa dalam pelaksaan
audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomorPER/05/M.PAN/03/2008,
pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan,khususnya yang dilakukan oleh
APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang
tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah: “Pemeriksa
secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan”.
Sikap profesionalisme seorang auditor sangat penting dalam menghasilkan
audityang berkualitas. Hal tersebut dikarenakan auditor yang profesional akan
mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya yaitu
berdasarkan pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan
terhadap profesi dan hubungan dengan sesama profesi (Rosnidah dkk, 2011).
Dalam hal ini seorang auditor dituntut agar bertindak profesional dalam
41
melakukan pemeriksaan. Auditor yang profesional akan lebih baik dalam
menghasilkam audit yang dibutuhkan dan berdampak pada peningkatan kualitas
audit. Dengan demikian profesionalisme perlu ditingkatkan, karena sangat penting
dalam melakukan pemeriksaan sehingga akan memberikan pengaruh pada kualitas
audit auditor (Futri dan Juliarsa, 2014). Jadi semakin tinggi profesionalisme yang
dimiliki oleh Aparat Inspektorat, maka akan semakin tinggi pula kualitas audit
aparat Inspektorat. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang terbentuk
adalah:
Ha2: Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
2.2.3. Pengaruh Motivasi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit
Aparat Inspektorat
Kualitas audit menunjukkan peluang seorang auditor untuk menemukan
temuan penyimpangan yang dilakukan oleh klien. Kualitas audit dapat diukur
dengan tiga faktor atau atribut diantara lain yaitu : kualitas proses (keakuratan
temuan audit, sikap skeptisme), kualitas hasil (nilai rekomendasi, kejelasan
laporan, manfaat audit), dan kualitas tindak lanjut hasil audit (Muh. Taufiq
Efendy, 2010). Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi
fisiologis atau psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang
ditunjukkan untuk tujuan atau insentif (Fred Luthans, 2006). Motivasi seorang
auditor dapat tercermin dari karakteristik individu, faktor lingkungan
pekerjaan dan faktor dalam pekerjaan.
Profesionalisme merupakan suatu tanggung jawab untuk berperilaku
lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya,
42
dan lebih dari sekedar memenuhi Undang – undang dan peraturan masyarakat
(Arens, 2010 :87). Sikap profesionalisme seorang auditor sangat penting
dalam meghasilkan audit yang berkualitas. Hal ini karena auditor yang
professional akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang
dimilikinya yaitu berdasarkan pengabdian pada profesi, kewajiban social,
kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan sesame
profesi.
Ha3: Motivasi dan Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit
aparat Inspektorat
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud menggambarkannya
dalam suatu bagan kerangka pemikiran sebagai bentuk alur pemikiran peneliti,
yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran
Motivasi
(Ardana dkk ; 2008)
Profesionalisme
(Hall, 1968; dalam
Nugrahini 2015)
Kualitas Audit Aparat
Inspektorat
(Peraturan BPK RI No.01
Tahun 2007 mengenai
Standar
PemeriksaanKeuangan
Negara (SPKN); dalam
Efendy 2010)
43
2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu
Dibawah ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
dan Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Ida Rosnidah,
Rawi, dan
Kamarudin
(2011)
Analisis Dampak
Motivasi dan
Profesionalisme
Terhadap
Kualitas Audit
Aparat Inspektorat
dalam
Pengawasan
Keuangan Daerah
(StudiEmpiris Pada
Pemerintah
Kabupaten
Cirebon)
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
terdapat dampak
motivasi dan
profesionalisme
secara parsial dan
simultan terhadap
kualitas audit. Hal ini
menunjukkan bahwa
profesionalisme yang
tinggi dan ditunjang
dengan motivasi
yang tinggi dari
aparat
Inspektorat akan
meningkatkan
kualitas audit yang
dilaksanakan oleh
aparat
Inspektorat.
Persamaan dalam
penelitian ini adalah
sama-sama
menggunakan
variabel independen
yaitu motivasi dan
profesionalisme.
Sednagkan variabel
dependen yaitu
kualitas audit aparat
inspektorat.
Perbedaan dalam
penelitian ini adalah
pada penelitian
sebelumnya subjek
penelitian dilakukan
pada Pemerintah
Inspektorat
Kabupaten Cirebon,
sedangkan dalam
penelitian ini
dilakukan pada
Inspektorat
Pemerintah Kota
Tasikmalaya.
2. Susilawati dan
Maya R
Atmawinata
(2014)
Pengaruh
Profesionalisme
dan Independensi
Auditor Internal
Terhadap Kualitas
Audit: Studi Pada
Inspektorat
PropinsiJawa Barat
Hasilpenelitianmenu
njukkan bahwa
profesionalisme dan
independensi
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kualitas
audit.
Persamaan dalam
penelitian ini adalah
sama-sama
menggunakan
variable independen
yaitu
profesionalisme dan
variabel dependen
kualitas audit.
Perbedaan dalam
penelitian ini adalah
pada penelitian
sebelumnya
menggunakan
variabel independen
lain yaitu
independensi,
sedangkan dalam
penelitian ini
menggunakan
variabel independen
lain yaitu motivasi.
44
3. Muh.TaufiqEfe
ndy
(2010)
Pengaruh
Kompetensi,
Independensi, dan
motivasi
Terhadap kualitas
audit aparat
inspektorat
Dalam Pengawasan
Keuangan Daerah
(StudiEmpirisPadaP
emerintah Kota
Gorontalo)
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
kompetensi dan
motivasi berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kualitas
audit, sedangkan
variabel independensi
tidak
mempunyai pengaruh
yang signifikan
terhadap kualitas
audit.
Persamaan dalam
penelitian ini adalah
sama-sama
menggunakan
variable independen
yaitu motivasi dan
variabel dependen
kualitas audit.
Perbedaan dalam
penelitian ini adalah
pada penelitian
sebelumnya
menggunakan
variabel independen
lain yaitu kompetensi
dan independensi,
sedangkan dalam
penelitian ini
menggunakan
variabel independen
lain yaitu
profesionalisme.
4. Putu Septiani
Futri dan
GedeJuliarsa
(2014)
Pengaruh
Independensi,
Profesionalisme,
Tingkat Pendidikan,
Etika Profesi,
Pengalaman, dan
Kepuasan Kerja
Auditor Pada
Kualitas Audit
Kantor Akuntan
Publik di Bali
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa independensi,
profesionalisme,
tingkat pendidikan,
etika profesi,
pengalaman, dan
kepuasan kerja
auditor berpengaruh
secara simultan
terhadap kualitas
audit. Secara parsial
hanya tingkat
pendidikan dan etika
profesi berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit.
Persamaan dalam
penelitian ini adalah
sama-sama
menggunakan
variable independen
yaitu
profesionalisme
danvariabel
dependen kualitas
audit.
Perbedaan dalam
penelitian ini adalah
pada penelitian
sebelumnya
menggunakan
variabel independen
lain yaitu
independensi, tingkat
pendidikan, etika
profesi, pengalaman,
dan kepuasan kerja
auditor sedangkan
dalam penelitian ini
menggunakan
variabel independen
lain yaitu motivasi.
2.4 Hipotesis
Hipotesis berarti pernyataan. Dengan demikian hipotesis berarti
pernyataan yang lemah, disebut demikian karena masih berupa dugaan
yang belum teruji kebenarannya. Menurut Sugiyono (2012 : 64) hipotesis
penelitian adalah : “Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif.
Pada oenelitian kuantitatif, tidak dirumuskan hipotesis, trtapi justru
diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan
diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif”.
45
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka peneliti mengajukan
hipotesis bahwa:
Ha1: Motivasi berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
Ha2: Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat Inspektorat
Ha3: Motivasi dan Profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit aparat
Inspektorat