bab ii tinjauan pustaka 2.1 kajian pustaka 2.1.1 ... ii.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan...

27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis, yang pertama yaitu jurnal Fakultas Hukum Universitas Mulawarman volume 3 nomor 4 yang dibuat oleh Agustina dengan judul ”Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Terhadap Pengawasan Hewan Ternak di Tempat Umum atau Fasilitas Umum (Ditinjau Berdarsarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Ketertiban). Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian di kantor Satpol PP Kabupaten Malinau. Permasalahan yang terjadi dari penelitian ini adalah banyaknya hewan ternak yang berada di fasilitas atau tempat umum akibat kurangnya pengawasan dari pemilik hewan ternak, maka dibutuhkannya peran Satpol PP dalam menertibkan serta mengawasi hewan ternak yang menuju ke tempat umum. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa peran Satpol PP dalam mengawasi hewan ternak tersebut adalah dengan melakukan tindakan preventif (pembinaan) terhadap masyarakat yang memiliki hewan ternak dan melakukan tindakan represif (penertiban) terhadap hewan ternak yang meresahkan masyarakat lainnya. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah terletak pada penjelasan bagaimana peran maupun tugas Satpol PP dalam menertibkan ketertiban umum, yaitu melakukan tindakan pengawasan dan

Upload: duongphuc

Post on 10-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis, yang

pertama yaitu jurnal Fakultas Hukum Universitas Mulawarman volume 3 nomor 4

yang dibuat oleh Agustina dengan judul ”Peranan Satuan Polisi Pamong Praja

Terhadap Pengawasan Hewan Ternak di Tempat Umum atau Fasilitas Umum

(Ditinjau Berdarsarkan Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 10

Tahun 2002 Tentang Ketertiban)”. Dalam penelitiannya penulis menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian di kantor Satpol PP

Kabupaten Malinau. Permasalahan yang terjadi dari penelitian ini adalah

banyaknya hewan ternak yang berada di fasilitas atau tempat umum akibat

kurangnya pengawasan dari pemilik hewan ternak, maka dibutuhkannya peran

Satpol PP dalam menertibkan serta mengawasi hewan ternak yang menuju ke

tempat umum. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa peran Satpol PP dalam

mengawasi hewan ternak tersebut adalah dengan melakukan tindakan preventif

(pembinaan) terhadap masyarakat yang memiliki hewan ternak dan melakukan

tindakan represif (penertiban) terhadap hewan ternak yang meresahkan

masyarakat lainnya. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis

adalah terletak pada penjelasan bagaimana peran maupun tugas Satpol PP dalam

menertibkan ketertiban umum, yaitu melakukan tindakan pengawasan dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

9

penertiban, sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang akan ditertibkan

tersebut, dimana pada penelitian sebelumnya Satpol PP melakukan penertiban

terhadap hewan ternak di Kabupaten Malinau sedangkan penelitian penulis Satpol

PP melakukan penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima di Kota Denpasar.

Penelitian terdahulu yang kedua ialah Jurnal Kementrian Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia volume 3 nomor 2 yang dibuat oleh Oki

Wahju Budijanto dengan judul “Evaluasi Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong

Praja Dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Masyarakat”. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan

lokasi penelitian meliputi empat provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara (Kota

Kendari), Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram), Provinsi Kalimantan

Selatan (Kota Banjarmasin) dan Provinsi Jawa Timur (Kota Surabaya).

Permasalahan dari penelitian ini adalah peneliti ingin mengevaluasi bagaimana

pemahaman Satpol PP tentang hak asasi manusia. Hasil dari penelitian ini adalah

pemahaman Satpol PP tentang HAM masih kurang sehingga masih sering

terjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP.

Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah sama-sama

menjelaskan peran dari Satpol PP, sedangkan yang menjadi perbedaan adalah

terletak pada objek penelitian dimana pada penelitian sebelumnya meneliti tentang

evaluasi peran Satpol PP terhadap pemahaman Hak Asasi Manusia sedangkan

penelitian penulis meneliti tentang peran Satpol PP dalam menertibkan Pedagang

Kaki Lima.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

10

Penelitian terdahulu yang ketiga ialah skripsi dari Mitha Miftahul Hikmiyah

mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang pada tahun 2012 dengan

judul “Peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Dalam Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 Tentan Perizinan Penyelenggaraan

Hiburan di Kota Cilegon” Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian dikantor Satuan polisi pamong praja

kota Cilegon. Masalah dari penelitian ini adalah bagaimana peran Satpol PP

dalam implementasi peraturan daerah nomor 2 tahun 2003 tentang perizinan

penyelenggaraan hiburan di kota Cilegon. Hasil dari penelitian ini menjelaskan

bahwa peran dari Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah

tersebut belum optimal. Hal ini dikarenakan sumberdaya yang dimiliki Satpol PP

belum optimal, komunikasi pemerintah yang belum berjalan lancar, dan lemahnya

pengawasan Satpol PP mengenai perda hiburan serta dilakukannya revisi atas

perda nomor 2 tahun 2003. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan penulis adalah terletak pada penjelasan tentang bagaimana peran dari

Satuan Polisi Pamong Praja. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek

penelitiannya, dimana pada penelitian ini meneliti peran Satpol PP dalam

implementasi peraturan daerah nomor 2 tahun 2003 di Kota Cilegon sedangkan

penelitian penulis meneliti peran dari Satpol PP dalam menertibkan pedagang kaki

lima di Kota Denpasar.

Penelitian terdahulu lainnya adalah jurnal Ilmu Komunikasi volume 3 nomor 1

Universitas Mulawarman yang dibuat oleh Lidya Monalisa Francisca dengan

judul “Peran Satpol PP dalam melakukan komunikasi interpersonal untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

11

penertiban pedagang kaki lima (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada Kota

Samarinda)”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

studi kasus adalah PKL di Jalan Gajah Mada Kota Samarinda. Permasalahan pada

penelitian ini adalah bagaimana komunikasi interpersonal dari Satpol PP Kota

Samarinda dalam menertibkan PKL di Kota Samarinda. Hasil dari penelitian ini

adalah dalam melakukan komunikasi interpersonal terhadap PKL di Jalan Gaja

Mada Kota Samarinda satpol PP masih kurang baik. Hal ini ditunjukan oleh

pernyataan sebagian PKL yang menyatakan sikap Satpol PP masih cenderung

kasar dalam melakukan penertiban. Kesamaan penelitian ini terhadap penelitian

penulis adalah terletak ada objek penelitian yaitu pedagang kaki lima, sedangkan

perbendaanya ialah dimana pada penelitian ini lebih menekankan pada

komunikasi interpersonal sedangkan penelitian penulis lebih menekankan pada

peran dari Satpol PP dalam menertibkan PKL di Kota Denpasar.

Penelitian yang dilakukan penulis tidak jauh berbeda dengan beberapa

penelitian sebelumnya, penulis akan meneliti tentang Peran Satuan Polisi Pamong

Praja Dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima di Kota Denpasar Tahun 2014

dengan menggunakan metode penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif.

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Peran

Perilaku individu dalam kesehariannya hidup bermasyarakat berhubungan erat

dengan peran. Sebuah peran harus dijalankan sesuai dengan norma-norma yang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

12

berlaku juga di masyarakat. Seorang individu akan terlihat status sosialnya hanya

dari peran yang dijalankan dalam kesehariannya.

Istilah peran dalam Kamus Bahasa Indonesia Millenium penerbit Karina

Surabaya (KBI 2002: 434) mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang

lawak pada permainan ma’yung, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh

orang yang berkedudukan di masyarakat, sedangkan Friedman, M (1998 : 286)

mengemukakan peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada

seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

secara informal.

Adapun menurut Soerjono Soekanto (2002:243), peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran yang ideal, dapat

diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan

tersebut. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian

perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka disimpulkan peran merupakan

perilaku dari seseorang atau individu yang menjalankan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukan social atau posisi social yang diberikan baik secara

formal maupun informal agar memenuhi harapan orang itu sendiri maupun

harapan orang lain.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

13

2.2.2 Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)

1. Defenisi Satuan Polisi Pamong Praja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam Bab I (1) tentang ketentuan umum

disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP,

adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan daerah (Perda) dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Polisi Pamong

Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam

penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat, dimana ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu

keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.

Defenisi ini juga disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia nomor 40 tahun 2011 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Satuan

Polisi Pamong Praja.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010,

Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, di setiap

provinsi dan kabupaten atau kota dibentuk Satpol PP. Pembentukan organisasi

Satpol PP berpedoman pada Peraturan Pemerintah tersebut.

2. Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi

Pamong Praja, pada bab II (2) disebutkan Satpol PP mempunyai tugas

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

14

menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut

Satpol PP juga mempunyai beberapa fungsi, diantaranya :

a) Program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat

b) Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah

c) Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat di daerah

d) Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat

e) Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan

Kepolisian

f) Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau

aparatur lainnya

g) Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi

dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah

h) Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP

Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong

Praja, dalam Bab III (3) menjelaskan tentang wewenang, hak dan kewajiban

Satpol PP yang diatur dalam tiga pasal. Pasal 6 menjelaskan wewenang dari

Satpol PP, diantaranya :

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

15

a) Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan atau

peraturan kepala daerah

b) Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat

c) Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat

d) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau

badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan atau

peraturan kepala daerah

e) Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda atau

peraturan kepala daerah.

Selanjutnya hak dari Satpol PP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 6

tahun 2010, pada bab III (3) pasal 7, yaitu :

a) Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana serta fasilitas lain

sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b) Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus sesuai dengan

kemampuan keuangan daerah.

Selain hak Satpol PP juga memiliki kewajiban yang harus ditaati, kewajiban dari

Satpol PP diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2010, pada bab III

(3) pasal 8, yaitu :

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

16

a) Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan

norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat

b) Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja

c) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat

d) Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya

atau patut diduga adanya tindak pidana

e) Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas

ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau

peraturan kepala daerah.

4. Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.6 tahun 2010

tentang Satuan Polisi Pamong Praja dan berdarsarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Republik Indonesia no.40 tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan

Tata Kerja Satpol PP, susunan organisasi Satpol PP dibedakan menjadi Satpol PP

provinsi dan Satpol PP kabupaten atau kota. Susunan organisasi Satpol PP

provinsi terdiri atas :

a. Kepala Satuan

b. Sekretariat, terdiri atas :

Subbagian Program

Subbagian Keuangan

Subbagian Umum dan Kepegawaian

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

17

c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas :

Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan

Seksi Penyelidikan dan Penyidikan

d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas :

Seksi Operasi dan Pengendalian

Seksi Kerjasama

e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas :

Seksi Pelatihan Dasar

Seksi Teknis Fungsional

f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas :

Seksi Satuan Linmas

Seksi Bina Potensi Masyarakat

g. Kelompok Jabatan Fungsional

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah no.6 Tahun 2010 pada bab IV

(4) tentang organisasi, menjelaskan susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau

kota dibagi atas tipe A dan tipe B. Besaran organisasi Satpol PP kabupaten ata

kota tipe A dan tipe B ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi

perangkat daerah. Satpol PP kabupaten atau kota tipe A apabila variabel besaran

organisasi perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60

(enampuluh), sedangkan Satpol PP kabupaten atau kota Tipe B apabila variabel

besaran organisasi perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enampuluh).

Selain dibedakan berdarsarkan variable besaran dari organisasi tersebut, Satpol PP

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

18

di tingkat kabupaten atau kota yang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi atau

penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai Satpol PP Tipe A.

Susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau kota tipe A terdiri atas :

a. Kepala Satuan

b. Sekretariat, terdiri atas :

Subbagian Program

Subbagian Keuangan

Subbagian Keuangan dan Kepegawaian

c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas :

Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan

Seksi Penyelidikan dan Penyidikan

d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas :

Seksi Operasi dan Pengendalian

Seksi Kerjasama

e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:

Seksi Pelatihan Dasar

Seksi Teknis Fungsional

f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:

Seksi Satuan Linmas

Seksi Bina Potensi Masyarakat

g. Kelompok Jabatan Fungsional

Susunan organisasi Satpol PP kabupaten atau kota tipe B terdiri atas :

a. Kepala Bagian

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

19

b. Subbagian Tata Usaha

c. Seksi Penegakan Perundang-Undangan Daerah

d. Seksi Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

e. Seksi Pengembangan Kapasitas

f. Seksi Sarana dan Prasarana

g. Seksi Perlindungan Masyarakat

h. Kelompok Jabatan Fungsional

5. Pengangkatan dan Pemberhentian Satpol PP

Persyaratan untuk diangkat menjadi anggota Polisi Pamong Praja diatur dalam

peraturan pemerintah no.6 tahun 2010 pada bab VI (6) tentang pengangkatan dan

pemberhentian. Syarat untuk menjadi anggota Polisi Pamong Praja, yaitu :

1. Pegawai negeri sipil

2. Berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang

setingkat

3. Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter)

untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk

perempuan

4. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun

5. Sehat jesmani dan rohani

6. Lulus pendidikan dan pelatihan dasar Polisi Pamong Praja

Anggota Polisi Pamong Praja dapat diberhentikan dari tugasnya dengan ketentuan

sebagai berikut :

a) Alih tugas

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

20

b) Melaggar disiplin Pamong Praja

c) Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap

d) Tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja

Selanjutnya dalam peraturan menteri dalam negeri no.40 tahun 2011 tentang

pedoman organisasi dan tata kerja satuan polisi pamong praja disebutkan bahwa :

a. Kepala Satpol PP provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

b. Kepala Satpol PP kabupaten atau kota diangkat dan diberhentikan oleh bupati

atau walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur dengan pertimbangan

kepala Satpol PP provinsi.

c. Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP

provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul sekretaris daerah.

d. Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP

kabupaten/kota, diangkat dan diberhentikan oleh bupati atau walikota atas usul

sekretaris daerah.

e. Pejabat struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan diangkat dari pejabat

fungsional dan/atau pejabat di lingkungan Satpol PP.

2.2.3 Pedagang Kaki Lima (PKL)

1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda, dimana

peraturan pemerintah menetapkan setiap jalan raya yang dibangun hendaknya

menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

21

lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Setelah Indonesia merdeka ruas jalan

untuk pejalan kaki dimanfaatkan pedagang untuk berjualan. Sebutan untuk

pedagang tersebut adalah “pedagang emperan jalan” akan tetapi sekarang menjadi

“pedagang kaki lima”.

Banyak defenisi tentang pedagang kaki lima, menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia Kontemporer (1991), adalah pedagang yang menjual barang

dagangannya di pinggir jalan atau di dalam usahanya menggunakan sarana dan

perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan serta

memempergunakan bagian jalan atau trotoar, tempat-tempat yang tidak

diperuntukkan bagi tempat untuk berusaha atau tempat lain yang bukan miliknya.

Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), pedagang kaki lima merupakan orang-

orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan

ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.

Adapun Menurut Breman (1988), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil

yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan

mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini

termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap

dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum,

hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima

merupakan suatu pekerjaan atau usaha kecil oleh masyarakat yang berpenghasilan

rendah atau mempunyai modal kecil dengan menjual barang atau jasa di tempat

umum yang bukan miliknya.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

22

2. Ciri-Ciri Pedagang Kaki Lima

Ciri-ciri umum dari pedagang kaki lima yang dikemukakan oleh Kartono dkk.

(1980: 3-7), yaitu:

1. Merupakan pedagang yang kadang- kadang juga sekaligus sebagai produsen

2. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu

ketempat yang lain

3. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang-barang konsumsi lainnya yang

tahan lama secara eceran

4. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal

dengan mendapatakan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya

5. Kualitas barang- barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya

tidak berstandar

6. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli merupakan

pembeli yang berdaya beli rendah

7. Tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan relasi ciri yang khas

pada usaha pedagang kaki lima

3. Jenis Dagangan dan Lokasi Pedagang Kaki Lima

Jenis dagangan dari PKL sangat dipengaruhi oleh sifat pelayanan PKL itu

sendiri. Barang yang didagangkan biasanya bergantung pada lokasi dimana PKL

berdagang. Jenis dagangan yang biasa didagangkan oleh PKL, diantaranya

(McGee dan Yeung; 1977:69) :

a. Makanan dan minuman, terdiri dari pedagang yang berjualan makanan dan

minuman yang telah dimasak dan langsung disajikan ditempat maupun dibawa

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

23

pulang. Lokasi dagangan untuk barang dagangan seperti ini biasanya berlokasi

di perkantoran, tempat rekreasi, sekolah, ruang terbuka atau taman, dan

persimpangan jalan utama menuju keramaian.

b. Pakaian atau tekstil dan mainan anak. Untuk barang dagangan seperti ini

biasanya pola pengelompokan lebih berbaur dengan komoditas lain. Lokasi

dagangan cenderung sama dengan para pedagang makanan dan minuman.

c. Buah-buahan, dimana jenis buah yang diperdagangkan berupa buah-buah

segar. Komoditas perdagangkan cenderung berubah-ubah sesuai dengan

musim musim buah. Lokasi PKL yang menjual buah-buahn berada di pusat-

pusat keramaian serta cenderung berbaur dengan jenis komoditas lainnya.

d. Rokok dan obat-obatan, biasanya pedagang yang menjual rokok juga

berjualan makanan ringan, obat, dan permen. Lokasi dagangan jenis ini

cenderun berada di pusat-pusat keramaian, atau dengan kegiatan-kegiatan

sektor formal.

e. Barang cetakan seperti majalah, koran dan buku bacaan. Jenis dagangan

seperti ini cenderung berlokasi di pusat-pusat keramaian dan berbaur dengan

pedagang jenis komoditas lainnya.

f. Jasa perorangan, terdiri dari tukang kunci, reparasi jam, tukang stempel hingga

tukang pembuat figuran. Pedagang jenis ini berlokasi didaerah pertokoan dan

berbaur dengan jenis komoditas lain

4. Bentuk Sarana Perdagangan Yang digunakan Pedagang Kaki Lima

Berdarsarkan hasil penelitian oleh Waworoentoe (1973:24) bentuk sarana

perdagangan yang digunakan pedagang kaki lima dikelompokan sebagai berikut :

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

24

1. Pikulan atau Keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh pedagang keliling

atau sering berpindah-pindah. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan

mudah untuk dibawah berpindah-pindah tempat.

2. Gelaran atau alas, pedagang menjual barang dagangannya diatas kain atau

tikar. Bentuk sarana ini digunakan oleh pedagang semi menetap.

3. Meja, bentuk sarana berdagang yang menggunakan meja dan beratap maupun

tidak beratap. Sarana ini digunakan oleh PKL yang menetap.

4. Gerobak atau kereta dorong. Jenis sarana ini dibagi atas dua jenis, yaitu yang

beratap dan tidak beratap. Sarana ini dikategorikan untuk PKL yang menetap

maupun tidak menetap.

5. Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang dilengkapi dengan

meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal

atau plastik yang tidak tembus air. PKL yang menggunakan sarana ini

merupakan jenis PKL yang menetap.

6. Kios, pedagang yang menggunakan jenis sarana ini merupakan pedagang yang

menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan. Biasanya

merupakan bangunan semi permanen yang dibuat dari papan.

Selain kerangka konsep yang telah dibahas diatas, adapun teori yang dipakai

dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan peneliti tidak dapat mengembangkan

masalah yang ditemui di tempat penelitian jika tidak memiliki acuan dari sebuah

landasan teori yang mendukungnya. Peneliti juga tidak bias membuat pengukuran

atau tidak memiliki standar ukur jika tidak memiliki landasan ukur. Landasan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

25

teori perlu ditegakkan agar penelitian itu memiliki landasan yang kokoh, dan

bukan sekedar perbuatan coba-coba (Sugiyono 2012:52).

Melihat pentingnya sebuah teori dalam suatu peneltian, maka penulis

mengambil beberapa teori sebagai landasan serta pendukung dalam penelitian

tersebut, yaitu :

2.2.4 Administrasi Publik

Istilah Administrasi secara etimologi berasal dari Bahasa Latin (Yunani) yang

terdiri atas dua kata yaitu “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yang

dalam Bahasa Indonesia berarti melayani atau memenuhi. Selanjutnya menurut

pendapat A. Dunsire yang dikutip ulang oleh Keban (2008:2) administrasi

diartikan sebagai arahan, menyeimbangkan dan mempresentasikan keputusan,

pertimbangan kebijakan sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam

menghasilkan barang dan jasa public dan sebagai arena bidang kerja akademik

dan teoritik.

Administrasi public menurut Chandler dan Plano dalam Keban (2008:4)

adalah proses dimana sumber daya dan personil public diorganisir dan

dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola

keputusan-keputusan dalam kebijakan public, sedangkan menurut Keban sendiri

menyatakan bahwa istilah Administrasi public menunjukan bahwa bagaimana

berperan sebagai agen tunggal yang berkuasa atau sebagai regulator yang aktif

dalam mengambil sebuah langkah.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

26

Teori administrasi menurut William L. Morrow dibagi atas :

1. Teori Deskriptif adalah teori yang menggambarkan apa yang nyata dalam

sesuatu organisasi dan memberikan factor-faktor yang mendorong orang

berperikalu.

2. Teori Perseptif adalah teori yang menggambarkan perubahan-perubahan

didalam arah kebijakan public dengan mengeksploitasi keahlian birokrasi.

3. Teori Normatif adalah teori yang mempersoalkan peranan birokrasi dalam

pengembangan kebijakan dan pembangunan politik.

4. Teori Asumtif adalah teori yang memusatkan perhatian pada usaha untuk

memperbaiki praktik administrasi dengan memahami hakikat manusiawi

yang terjadi dilingkungan birokratis.

5. Teori Instrumental adalah teori yang bermaksud untuk melakukan

konseptualisasi mengenai cara-cara untuk memperbaiki teknik manajemen

sehingga dapat dibuat sasaran kebijakan lebih realistis.

Selanjutnya terdapat empat prinsip administrasi menurut Herbert Simon dalam

Pasolong (2011:14), yaitu :

1. Efisiensi administrasi dapat ditingkatkan melalui spesialisasi tugas di

kalangan kelompok.

2. Efisiensi administrasi ditingkatkan dengan anggota kelompok dalam suatu

hirarki yang pasti

3. Efisiensi administrasi dapat ditingkatkan dengan membatasi jarak

pengawasan pada setiap sector di dalam organisasi sehingga jumlahnya

menjadi kecil

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

27

4. Efisiensi administrasi ditingkatkan dengan mengelompokan pekerjaan,

untuk maksud-maksud pengawasan berdarsarkan tujuan, proses, langganan

dan tempat.

2.2.5 Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja

memiliki makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja,

tetapi juga proses kerja berlangsung (Wibowo, 2007 : 2).

Menurut Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2007) kinerja merupakan

hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau

kinerja sebagai berikut “performance is defined as the record of outcomes

produced on a specified job function or activity during time period.” Prestasi atau

kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-

fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari

pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan

kinerja lainnya.

Berdarsarkan beberapa pendapat tentang kinerja, dapat disimpulkan bahwa

kinerja merupakan catatan hasil pekerjaan suatu organisasi dalam kurun waktu

tertentu, yang berhubungan dengan kuat dengan tujuan strategis organisasi.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

28

2. Indikator Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat

digunakan sebagai ukuran keberhasialn suatu organisasi dalam mencapai misinya.

Untuk organisasi pelayanan public, informasi mengenai kinerja tentu sangat

berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu

memenuhi harapan dan memuaskan jasa (Dwiyanto, 2006:50).

Indikator kinerja organisasi merupakan ukuran kuantitatif maupun kualitatif

untuk menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan organisasi, baik

dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan

selesai. Indikator kinerja juga berguna untuk meyakinkan komponen organisasi

bahwa komponen kinerja organisasi menunjukan kemajuan dalam rangka menuju

pencapaian sasaran maupun tujuan organisasi yang bersangkutan (Muljadi, 2006).

Berikut ini beberapa klasifikasi pengukuran kinerja, diantaranya menurut

Arief Muljadi (2006:112) :

1. Input adalah indikator sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

dapat menghasilkan output yang ditentukan.

2. Output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan,

yang dapat berupa fisik maupun non fisik

3. Outcome/Hasil adalah sesuatu yang mencerminkan keluaran (output)

berfungsi dalam kegiatan jangka menengah (efek langsung)

4. Benefit/Manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari

pelaksanaan kegiatan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

29

5. Impact/Dampak adalah ukuran yang ditimbulkan suatu kegiatan, baik positif

maupun negative pada setiap tingkatan indikator, berdarsarkan asumsi yang

telah ditetapkan

Menurut Kumorotomo (dalam Dwiyanto,2006:52), beberapa indikator dalam

menilai kinerja organisasi pelayanan public, antara lain :

1. Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan

public mendapatkan laba, memanfaatkan factor-faktor produksi serta

pertimbangan yang berasalah dari rasionalitas ekonomis.

2. Efektivitas, yaitu apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan public

tersebut tercapai atau tidak, yang berkaitan dengan rasionalitas teknis, nilai,

misi, tujuan organiasasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan, yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan public.

4. Daya Tanggap, yaitu kriteria organisasi secara keseluruhan harus dapat

dipertanggungjawabkan secara transparan dalam memenuhi kebutuhan vital

masyarakat.

Menurut Agus Dwiyanto (2006:50-51), indikator kinerja dalam mengukur

kinerja birokrasi public, yaitu :

a) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga

efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio

antara input dengan output. Konsep produktivitas mencoba mengembangkan

satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukan seberapa besar

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

30

pelayanan public memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator

kinerja yang penting

b) Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi penting dalam

menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif

yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan

masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik.

Ketepatan waktu juga menjadi klasifikasi pengukuran kinerja seseorang atau

kelompok. Kinerja seseorang atau kelompok dapat dikatakan baik, jika dapat

menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu atau sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

c) Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan

antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja

karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi

publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

31

d) Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik

itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar, baik yang

eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu

ketika berbenturan dengan responsivitas.

e) Akuntabilitas

Akuntabilitas Publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi publik tunduk pada para pejabat public yang dipilih oleh rakyat.

Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh

rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.

Dalam konteks ini, konsep dasar akuntabilitas publik dapat digunakan untuk

melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten

dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya

bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik

atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai

dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang

tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma

yang berkembang dalam masyarakat.

2.2.6 Kerangka Berpikir

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2011 : 60) mengemukakan bahwa

kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

32

penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman

yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang

paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk

proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan indikator kinerja menurut Agus

Dwiyanto karena dianggap cocok dalam meneliti peran dari Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Denpasar sebagai salah satu organisasi public, dimana dalam melihat

berperan atau tidaknya Satpol PP Kota Denpasar, penulis mengukur kerja dari

Satpol PP Kota Denpasar dengan menggunakan indikator yang sudah dijelaskan

Berikut adalah bentuk kerangka pemikiran yang dibuat penulis untuk

melandasi pemahaman tentang penelitian penulis :

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

33

Kerangka Berpikir

Gambar 2.1

Peran Satuan Polisi Pamong Praja

Dalam Menertibkan Pedagang Kaki

Lima di Kota Denpasar Tahun 2014

Penertiban Pedagang Kaki Lima :

a. Persuasif

b. Preventif

c. Represif

Peran Satuan Polisi Pamong Praja

Dalam Menertibkan Pedagang

Kaki lima di Kota Denpasar Tahun

2014 Berjalan Dengan Baik

Klasifikasi

Pengukuran Kinerja

(Dwiyanto, 2006 : 50)

:

Produktivitas

Kualitas Layanan

Responsivitas

Responsibilitas

Akuntabilitas

Tugas Pokok dan

Fungsi Satuan Polisi

Pamong Praja

Peraturan Daerah No.13

Tahun 2001

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ... II.pdfterjadinya kasus bentrok dan kekerasan dalam menjalankan tugas Satpol PP. Kesamaan ... (studi kasus PKL di Jalan Gajah Mada

34

Berdarsarkan kerangka pemikiran diatas dapat dijelaskan peran Satuan Polisi

Pamong Praja dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima dilakukan berdarsarkan

tugas pokok dan fungsi dari Satpol PP yang diatur dalam Peraturan Daerah no.13

Tahun 2001 adalah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat. Berdarsarkan tugas pokok dan fungsi

tersebut maka Satpol PP memiliki tugas untuk menertibkan pedagang kaki lima

yang menganggu ketertiban umum. Dalam menertibkan pedagang kaki lima

Satpol PP menggunakan tiga pendekatan yaitu persuasive, preventif dan represif.

Ketiga pendekatan tersebut dilakukan berlandaskan teori klasifikasi pengukuran

kinerja dimana terdapat indikator-indikator yang dipakai untuk mengukur kinerja

dari peran Satpol PP.

Dengan menjalankan peran yang berlandaskan teori tersebut, diharapkan

Satpol PP dapat menertibkan pedagang kaki lima dapat berjalan dengan baik

sehingga terciptanya ketertiban dan ketentraman umum.