bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/bab ii.pdf · jadwal pembuatan,...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasan Las (welding) merupakan suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan (Widharto, 2007). Pengelasan juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyambungan dua bahan logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas (Bakhori, 2017). Pengelasan tidak hanya memanaskan dua bagian benda hingga mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan sesuai dengan mutu. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Sehingga las (welding) dapat diartikan sebagai suatu teknik menyambungkan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan logam kontinue. Salah satu fungsi dari pengelasan adalah sebagai penyambung dua komponen yang berbahan logam, sebagai media atau alat pemotongan (Prastita, 2014). Dimana pada penyambung dua komponen yang berbahan logam, beberapa faktor yang diperhatikan dalam proses pengelasan adalah prosedur pengelasan, yaitu suatu perencanaan pelaksanaan penelitian yang meliputi cara pembuatan konstruksi las yang sesuai rencana dan spesifikasi dengan menentukan semua hal yang diperlukan

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Las (welding) merupakan suatu cara untuk menyambung benda padat dengan

jalan mencairkannya melalui pemanasan (Widharto, 2007). Pengelasan juga dapat

diartikan sebagai suatu proses penyambungan dua bahan logam sampai titik

rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan dan

menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas (Bakhori, 2017).

Pengelasan tidak hanya memanaskan dua bagian benda hingga mencair dan

membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara

memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga

mempunyai kekuatan sesuai dengan mutu. Berdasarkan definisi dari Deutche

Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau

logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Sehingga las

(welding) dapat diartikan sebagai suatu teknik menyambungkan logam dengan cara

mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa logam

penambah dan menghasilkan logam kontinue.

Salah satu fungsi dari pengelasan adalah sebagai penyambung dua komponen

yang berbahan logam, sebagai media atau alat pemotongan (Prastita, 2014). Dimana

pada penyambung dua komponen yang berbahan logam, beberapa faktor yang

diperhatikan dalam proses pengelasan adalah prosedur pengelasan, yaitu suatu

perencanaan pelaksanaan penelitian yang meliputi cara pembuatan konstruksi las

yang sesuai rencana dan spesifikasi dengan menentukan semua hal yang diperlukan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

8

dalam pelaksanaan tersebut. Selanjutnya faktor produksi pengelasan yang meliputi

jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses

pengelasan, persiapan pengelasan (meliputi: pemilihan mesin las, penunjukan juru

las, pemilihan elektroda, penggunaan jenis kampuh) (Wiryosumarto et al., 2000).

Pengelasan memiliki sisi kelebihan dan sisi kekurangan, kelebihan dari

pengelasan diantaranya adalah biaya terjangkau, proses relatif lebih cepat, lebih

ringan, bentuk konstruksi lebih variatif, sambungan las bersifat permanen, dan

kekuatan hasil las lebih besar dari pada logam yang disambungkan. Sisi kekurangan

dari pengelasan adalah sambungan yang permanen, rakitan yang telah dilas tidak

dapat dilepas kembali. Sehingga metode pengelasan tidak cocok digunakan untuk

produk yang memerlukan pelepasan rakitan misalnya untuk perbaikan atau

perawatan. Sambungan las juga dapat menimbulkan bahaya akibat adanya cacat

yang sulit dideteksi, sehingga mengurangi kekuatan sambungan, dan dijumpai

distorsi akibat pemuaian dan penyusutan yang tidak seragam (Widodo & Suheni,

2016).

2.2 Klasifikasi Pengelasan

Berdasarkan klasifikasi cara kerja, pengelasan dapat dibagi dalam tiga

kelompok yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian. Pengelasan cair

adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan

sumber panas dari busur listrik atau semburan api yang terbakar. Pengelasan tekan

merupakan suatu cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan kemudian ditekan

menjadi satu. Pematrian merupakan cara pengelasan dimana sambungan diikat dan

disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

9

dan logam induk tidak turut mencair. Namun cara pengelasan yang paling banyak

digunakan adalah pengelasan cair dengan busur (las busur listrik) dan gas (Santoso

et al., 2015).

Pengelasan dibedakan pada cara kerja alat tersebut bekerja dan bentuk

pemanasannya (Wiryosumarto et al., 2000). Klasifikasi pengelasan menurut

(Wiryosumarto et al., 2000) dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Klasifikasi Pengelasan

(Sumber: Okumura, 2000)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

10

2.3 Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

Shielding Metal Arc Welding (SMAW) merupakan salah satu mesin las yang

paling sering digunakan dalam suatu pengerjaan proses pengelasan. Shielding

Metal Arc Welding (SMAW) adalah suatu proses pengelasan busur listrik dimana

perpaduan pengelasan logam yang dihasilkan panas yang diperoleh dari busur

listrik yang dikeluarkan diantara ujing elektroda terbungkus dan permukaan logam

dasar yang dilas (Mizhar & Pandiangan, 2014). Bentuk rangkaian proses Shielding

Metal Arc Welding (SMAW) dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Bentuk rangkaian proses Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

(Sumber : Tira, 2016)

Menurut Iswanto et al., (2017) daerah pengelasan Shielding Metal Arc

Welding (SMAW) umumnya dibagi menjadi 3 daerah utama yaitu base metal(BM),

weld metal(WM), dan daerah terpengaruh panas (HAZ).

2.3.1 Proses Pengelasan Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

Proses pengelasan Shielding Metal Arc Welding (SMAW) menurut Santoso

(2006) adalah dimana logam induk saat pengelasan mengalami pencairan akibat

pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan

benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang

digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Selama

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

11

pengelasan elektrode akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan

membeku bersama menjadi bagian kampuh las. Proses pemindahan logam

elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang

terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka

butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka

butiran menjadi besar. Skema pengelasan SMAW dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Skema pengelasan Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

(Sumber : Widharto, 2007)

Pola pemindahan logam cair mempengaruhi sifat mampu las dari logam.

Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan

butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus

dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk

membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang

menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai

penghalang oksidasi (Santoso, 2006).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

12

2.3.2 Kelemahan Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

Proses pengelasan Shielding Metal Arc Welding (SMAW) memiliki beberapa

karakteristik dimana laju pengisianya lebih rendah dibandingkan dengan proses

pengelasan semi-otomatis atau otomatis. Panjang elektroda tetap dan pengelasan

harus dihentikan setelah sebatang elektroda terpakai habis. Puntung elektroda yang

tersisa terbuang dan estimasi waktu juga tebuang untuk mengganti elektroda. Slag

atau terak yang terbentuk harus dihilangkan dari lapisan las sebelum lapisan

berikutnya didepositkan. Langkah-langkah ini mengurangi efesiensi pengelasan

sekitar 50%. Asap dan gas yang terbentuk akibat pengelasan merupakan masalah,

sehingga diperlukan ventilasi memadai pada pengelasan didalam ruang tertutup.

Pandangan mata pada kawah las agak terhalang oleh slag pelindung dan asap yang

menutupi deposit logam. Dibutuhkan juru las yang sangat terampil untuk dapat

menghasilkan pengelasan berkualitas (Sunandar, 2012).

2.3.3 Keuntungan Shielding Metal Arc Welding (SMAW)

Shielding Metal Arc Welding (SMAW) merupakan proses las busur listrik

paling sederhana dan paling serbaguna dibandingkan dengan lainnya. Hal ini

dikarenakan Shielding Metal Arc Welding (SMAW) sederhana dan mudah dalam

mengangkut peralatan dan perlengkapanya, membuat proses Shielding Metal Arc

Welding (SMAW) ini mempunyai aplikasi luas mulai dari perbaikan perpipaan

sampai jalur-jalur perpipaan,dan bahkan untuk pengelasan dibawah laut guna

memperbaiki struktur anjungan lepas pantai (Sunandar, 2012).

Shielding Metal Arc Welding (SMAW) bisa dilakukan pada berbagai lokasi

yang bisa dijangkau dengan sebatang elektroda. Sambungan pada daerah dimana

pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan cara membengkokan elektroda.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

13

Proses SMAW digunakan untuk mengelas berbagai macam logam ferrous dan non-

ferrous, termasuk baja karbon dan baja paduan rendah, baja tahan karat, paduan

nikel, besi tuang dan berbagai paduan tembaga (Bakhori, 2017).

2.4 Parameter Pengelasan

Parameter yang digunakan untuk melihat hasil pengelasan Shielding Metal

Arc Welding (SMAW) diantaranya adalah kuat arus listrik, sambungan kampuh,

elektroda, tegangan busur, dan posisi pengelasan. Parameter tersebut memiliki

pengaruh yang besar pada performa keberhasilan lasan. Berikut ini merupakan

penjelasan dari parameter pengelasan.

2.4.1 Arus Pengelasan

Menurut Saputra et al., (2014), arus pengelasan merupakan besarnya aliran

atau arus listrik yang keluar dari mesin las. Besar kecilnya arus pengelasan dapat

diatur dengan alat yang ada pada mesin las. Arus las harus disesuaikan dengan jenis

bahan dan diameter elektroda yang di gunakan dalam pengelasan. Busur listrik yang

dihasilkan berasal dari sumber listrik arus bolak-balik (Alternating Current/AC)

atau sumber arus searah (Dirrect Current/DC) yang dihasilkan dari generator arus

searah atau accu. Proses pengelasan SMAW dilakukan dengan menggunakan

energi listrik (AC/DC), energy listrik dikonversikan menjadi energy panas dengan

membangkitkan busur listrik melalui sebuah elektroda (Bintoro, 1999).

Santoso (2006) mengemukakan bahwa besarnya kuat arus las pada

pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang

dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

14

dan posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka

diperlukan arus yang tinggi.

Kuat arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi

penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las maka

akan semakin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada

pengelasan mempengaruhi hasil las, apabila arus terlalu rendah maka perpindahan

cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang

terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar,

sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta

penembusan kurang dalam. Sedangkan apabila arus terlalu besar, maka akan

menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta

peguatan matrik las tinggi (Santoso, 2006).

Menurut Santoso dalam Risca (2018), variasi kuat arus pengelasan

memberikan pengaruh besar terhadap nilai kekuatan tarik pada sambungan las.

Rata-rata nilai kekuatan tarik dengan kuat arus rendah akan mengalami penurunan

dari bahan baku yang sudah ada. Sedangkan kuat arus pengelasan yang besar akan

mengalami peningkatan nilai rata-rata kekuatan tarik dari bahan baku material.

Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan

(Sumber : Saputra et al., 2016)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka kuat arus pengelasan yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah 60A, 70A, 80A. Karena pelat yang

Diameter kawat las (mm) Arus las (Ampere)

2.5 60 – 90

2.6 60 – 90

3.2 80 – 130

4.0 150 – 190

5.0 180 – 250

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

15

digunakan tidak terlalu tebal maka variasi arus yang saya gunakan tidak teerlalu

besar.

2.4.2 Sambungan Kampuh

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pengelasan adalah pemilihan jenis

kampuh yang sesuai dengan pembebanan yang dapat memperpanjang usia

konstruksi yang dikerjakan (Alip, 1989). Menurut Ardiyanto (2017), kampuh las

harus dirancang untuk pengelasan yang efisien secara ekonomis dan mudah

pelaksanaannya serta untuk meminimalkan cacat las. Jenis kampuh yang sesuai

dengan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kampuh V. Bentuk

kampuh V dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Bentuk kampuh V

(Sumber : Syaripuddin et al., 2014)

Sambungan tumpul V tunggal dapat dirancang secara tertutup maupun

terbuka. Sambungan ini lebih kuat dibandingkan dengan sambungan tumpul lurus

dalam penggunaannya untuk penyambungan logam dengan pembebanan tekanan

yang besar. Biaya persiapan sambungan akan lebih tinggi dan jumlah pengisian

lebih banyak jika pengisian hanya satu sisi dengan pengelasan berulang.

Berdasarkan hasil penjelasan diatas, pembuatan sudut kampuh sangat

berpengaruh pada hasil pengelasan. Maka dari itu pada penelitian kali ini akan

menggunakan kampuh V dengan dengan sudut kemiringan 60°.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

16

2.4.3 Elektroda

Pengelasan SMAW memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu

inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan campuran kimia. Fungsi dari elektroda

adalah pembangkit dan bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu

bagian berselaput (fluks) dan tidak berselaput merupakan pangkal menjepitkan tang

las. Fungsi dari fluks adalah melindungi logam cair dari lingkungan udara,

menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur (Santoso, 2006).

Menurut (Sonawan, 2003), pemilihan elektroda dalam pengelasan baja tahan

karat didasarkan pada kemiripan komposisi kimia logam induk dan dan kawat las

elektroda. Jadi sebisa mungkn, elektroda dan logam induk sejenis. Pada standar

AWS A5.4 menyatakan elektroda yang tersedia harus sesuai dengan komposisi

logam dasar, namun komposisi kimia sebenarnya dari logam pengisi secara tipikal

lebih tinggi dari logam dasar, karena beberapa elemen sering hilang dalam transfer

melinasi busur. Pada penelitian ini jenis elektroda yan akan digunakan adalah E308-

16 dengan diameter 2,6 mm. Elektrode las dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Elektroda las

(Sumber: Bintoro, 2005)

Elektroda baja tahan karat menurut klasifikasi AWS (American Welding

Society) A5.4 dinyatakan dengan tanda E XXX(X), yang artinya E menyatakan

elektroda busur listrik, XXX(X) sesudah E menyatakan komposisi stainless steel.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

17

X (angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan. Angka 1 untuk pengelasan segala

posisi. Angka 2 untuk pengelasan posisi datar dan horisontal.(Anggaretno et al.,

2012). Persyaratan komposisi kimia untuk elektroda pelindung arc staainless steel

shielded metal dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Persyaratan komposisi kimia elektroda pelindung arc staainless steel shielded metal

AWS

Clasifications

UNS

Number

Composition wt.%

C Cr Ni Mo Nb+Ta Ma Si P S N Cu

E209-XXt W32210 0,06 20,5-24,0 9,5-12,0 1,5-3,0 - 4,0-7,0 0,90 0,04 0,03 0,10-0,30 0,75 E219-XX W32310 0,06 19,0-21,5 5,5-7,0 0,75 - 8,0-10,0 1,00 0,04 0,03 0,10-0,30 0,75

E240-XX W32410 0,06 17,0-19,0 4,0-6,0 0,75 - 10,5-13,5 1,00 0,04 0,03 0,10-0,30 0,75

E307-XX W30710 0,04-0,14 18,0-21,5 9,0-10,7 0,5-1,5 - 3,30-4,75 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E308-XX W30810 0,08 18,0-21,0 9,0-11,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E308H-XX W30810 0,04-0,08 18,0-21,0 9,0-11,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E308L-XX W30813 0,04 18,0-21,0 9,0-11,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E308Mo-XX W30820 0,08 18,0-21,0 9,0-12,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E308LMo-XX W30823 0,04 18,0-21,0 9,0-12,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E309-XX W30910 0,15 22,0-25,0 12,0-14,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E309H-XX - 0,04-0,15 22,025,0 12,0-14,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E309L-XX W30913 0,04 22,0-25,0 12,14,0 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E309Cb-XX W30917 0,12 22,0-25,0 12,0-14,0 0,75 0,70-1,00 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E309Mo-XX W30920 0,12 22,0-25,0 12,0-14,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E309LMo-XX W30923 0,04 22,0-25,0 12,0-14,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E310-XX W31010 0,08-0,20 25,0-28,0 20,0-22,5 0,75 - 1,0-2,5 0,75 0,03 0,03 - 0,75 E310H-XX W31015 0,35-0,45 25,0-28,0 20,0-22,5 0,75 - 1,0-2,5 0,75 0,03 0,03 - 0,75

E310Cb-XX W31017 0,12 25,0-28,0 20,0-22,0 0,75 0,70-1,00 1,0-2M5 0,75 0,03 0,03 - 0,75

E310Mo-XX W31020 0,12 25,0-28,0 20,0-22,0 2,0-3,0 - 1,0-2,5 0,75 0,03 0,03 - 0,75 E312-XX W31310 0,15 28,0-32,0 8,0-10,5 0,75 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E316-XX W31610 0,08 17,0-20,0 11,0-14,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E316H-XX W31613 0,04-0,08 17,0-20,0 11,0-14,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E316L-XX W31613 0,04 17,0-20,0 11,0-14,0 2,0-3,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E317-XX W31710 0,08 18,0-21,0 12,0-14,0 3,0-4,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E317L-XX W31713 0,04 18,0-21,0 12,0-14,0 3,0-4,0 - 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E318-XX W31910 0,08 17,0-20,0 11,0-14,0 3,0-4,0 6 x %C min,

1,00 max

0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E320-XX W88021 0,07 19,0-21,0 32,0-36,0 3,0-4,0 8 x %C min, 1,00

0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E320LR-XX W88022 0,03 19,0-21,0 32,0-36,0 2,0-3,0 8 x %C min

0,40 max

1,50-2,50 0,30 0,020 0,015 - 3,0-4,0

E330-XX W88331 0,18-0,25 14,0-17,0 33,0-37,0 0,75 - 1,0-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E330H-XX W88335 0,35-0,45 14,0-17,0 33,0-37,0 0,75 - 1,0-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E347-XX W34710 0,08 18,0-21,0 9,0-11,0 0,75 8 x %C min,

1,00

0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E349-XXefg W34910 0,13 18,0-21,0 8,0-10,0 0,35-0,65 0,75-1,2 0,5-2,5 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E383-XX W88028 0,03 26,5-29,0 30,0-33,0 3,2-4,2 - 0,5-2,5 0,90 0,02 0,02 - 0,6-1,5

E385-XX W88904 0,03 19,5-21,5 24,0-26,0 4,2-52 - 1,0-2,5 0,75 0,03 0,02 - 1,2-2,0

E410-XX W41010 0,03 11,0-13,5 0,75 0,7 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E410NiMo-XX W41016 0,06 11,0-12,5 4,0-5,0 0,40-0,70 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E430-XX W43010 0,10 15,0-18,0 0,6 0,75 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E502-XX1/2 W50210 0,10 4,0-6,0 0,4 0,45-0,65 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75 E505-XX1/2 W50410 0,10 8,0-10,5 0,4 0,45-0,65 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E630-XX W37410 0,05 16,0-16,75 4,5-5,0 0,75 0,15-0,30 0,25-0,75 0,75 0,04 0,03 - 3,25-4,0

E16-8-2-XX W36810 0,10 14,5-16,5 1,0-2,0 - 0,5-2,5 0,60 0,03 0,03 0,03 - 0,75 E7Cr-XX1/2 W50310 0,10 6,0-8,0 0,4 0,45-0,65 - 1,0 0,90 0,04 0,03 - 0,75

E2209-XX W39209 0,04 21,5-23,5 8,5-10,5 2,5-3,5 - 0,5-2,0 0,90 0,04 0,03 0,08-0,20 0,75

E2553-XX W39553 0,06 24,0-27,0 6,5-8,5 2,9-3,9 - 0,5-1,5 1,0 0,04 0,03 0,10-0,25 1,5-2,5 E2593-XX W39593 0,04 24,0-27,0 8,5-11,0 2,9-3,9 - 0,5-1,5 1,0 0,04 0,03 0,08-0,25 1,5-3,0

(Sumber: Wiryosumarto et al., 2000)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

18

Tabel 2.3 Jenis welding Curerent dan posisi Welding

AWS Classification Welding Current Welding Position

EXXX(X)-15 dcep Alld

EXXX(X)-25 dcep H,F

EXXX(X)-16 dcep or ac Alld

EXXX(X)-17 dcep or ac Alld

EXXX(X)-26 dcep or ac H,F

(Sumber: Wiryosumarto et al., 2000)

2.4.4 Tegangan Busur

Tingginya tegangan busur las tergantung pada panjang busur yang digunakan

dan jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis tingginya

tegangan busur yang diperlukan perbandingan lurus dengan panjang busur. Panjang

busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah elektroda (Simanlab,

2017). Selain itu, stabilitas tegangan busur dapat dirasakan dari suara pengelasan

yang stabil (Daryanto, 2012).

Tegangan busur tidak banyak mempengaruhi besarnya masukan panas,

melainkan mempengaruhi bentuk manik las. Pada umumnya tegangan rendah akan

menghasilkan manik las yang sempit, sedangkan tegangan tinggi menghasilkan

manik las yang lebar dan datar (Risca, 2017).

2.4.5 Posisi pengelasan

Posisi pengelasan merupakan pengaturan posisi atau letak gerakan elektrode

las. Posisi pengelasan yang digunakan biasanya tergantung dari letak kampuh-

kampuh atau celah-celah benda kerja yang akan dilas. Posisi-posisi pengelasan

terdiri dari 4 macam posisi, diantaranya adalah posisi pengelasan dibawah tangan

(down hand position), posisi pengelasan mendatar (horizontal position), posisi

∗) Arti simbol: F = datar

V = vertikal

OH = atas kepala

H = horizontal

H-S = horizontal las sudut

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

19

pengelasan tegak (vertical position), dan posisi pengelasan di atas kepala (over

head position) (Bintoro, 2000). Berikut adalah pengertian posisi-posisi pengelasan:

Posisi dibawah tangan (down hand position)

Gambar 2.6 Posisi dibawah tangan (down hand position)

(Sumber : Prasetyadi, 2016)

Posisi pengelasan yang dilakukan pada permukaan rata/datar dan dilakukan

dibawah tangan. Kemiringan elektroda las sekitar 10º-20º terhada garis vertikal dan

70º-80º terhadap benda kerja (Gunawan et al., 2017).

Posisi pengelasan mendatar (horizontal position)

Gambar 2.7 Posisi pengelasan mendatar (horizontal position)

(Sumber :Gunawan et al., 2017)

Posisi pengelasan secara horizontal biasa disebut dengan proses pengelasan

merata dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti

horizontal. Saat proses pengelasan, elektroda dibuat miring sekitar 5º-10º terhadap

garis vertikal dan 70º- 80º kearah benda kerja (Gunawan et al., 2017).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

20

Posisi pengelasan tegak (vertical position)

Gambar 2.8 Posisi pengelasan tegak (vertical position)

(Sumber : Gunawan et al., 2017)

Posisi pengelasan tegak dilakukan arah pengelasannya keatas atau kebawah.

Posisi pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair yang

mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan kemiringan

elektroda sekitar 10º-15º terhada garis vertikal dan 70º-85º terhadap benda kerja

(Gunawan et al., 2017).

Posisi pengelasan diatas kepala (over head position)

Gambar 2.9 Posisi pengelasan diatas kepala (over head position)

(Sumber : Gunawan et al., 2017)

Posisi pengelasan diatas kepala sangat susah dan berbahaya karena bahan

cair banyak berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan

perlengkapan yang serba lengkap antara lain: baju las, sarung tangan, sepatu kulit

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

21

dan sebagainya. Mengelas dengan posisi ini benda kerja terletak pada bagian atas

juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5º-20º terhadap garis vertikal dan 75º-85º

terhadap benda kerja.

Menurut Tarkono (2010) mengemukakan bahwa posisi pengelasan yang

baik adalah dengan menggunakan posisi down hand dan posisi vertikal, karena

kampuh akan terisi penuh oleh logam las. Pada penelitian ini akan menggunakan

posisi down hand (1G).

2.5 Distorsi Spesimen

Wibowo et al., (2016) mengemukakan bahwa distorsi merupakan suatu

perubahan bentuk atau kontur yang diinginkan. Distorsi yang terjadi pada hasil

lasan biasanya berupa bentuk yang sangat rumit. Macam distorsi dapat dibedakan

transverse shrinkage, longitudinal shrinkage, anguler. Adanya proses penyusutan,

pembukuan dan kontraksi termal dari logam las selama proses pengelasan,

spesimen mempunyai kecenderungan untuk menyimpang yang menyababkan

distorsi (Arifin & Hendrianto, 2018).

Arifin & Hendrianto (2018) juga mengemukakan bahwa distorsi mampu

menyebabkan dimensi sambungan las spesimen tidak sesuai dengan dengan desain

yang dibuat, bahkan jika distorsi ini melebihi batas penerimaan standar yang telah

ditentukan, maka sambungan las harus diperbaiki. Gambar 10. Menggambarkan

beberapa macam distorsi yang terjadi saat prosess pengelasan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

22

Gambar 2.10 Macam distorsi saat pengelasan

(Sumber : Arifin & Hendrianto, 2018)

Beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya distorsi spesimen saat proses

pengelasan yaitu 1) pengikatan (tack weld) bagian yang disambung, 2) pemilihan

bentuk kampuh yang tepat sesuai ketebalan benda kerja, 3) teknik weaving, 4) heat

input disesuaikan dengan ketebalan benda kerja, dan 5) penerapan pengelasan

intermiten pada sambungan las yang panjang (Kusdiyarto & Djatmiko, 2018).

2.6 Kekuatan Tarik

Cara mengetahui sifat-sifat suatu bahan maupun mutu hasil lasan, tentu kita

harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba

yang biasa dilakukan, salah satunya adalah uji kekuatan tarik (tensile test). Menurut

Saputra et al., (2014), pengujian kekuatan tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-

sifat mekanik dan perubahan-perubahannya dari suatu logam terhadap gaya tarik

yang diberikan. Pengujian ini paling sering di lakukan karena merupakan dasar

pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

23

Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini

sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,

misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan

menarik suatu bahan maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi

terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah

panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip)

yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff) (Risca, 2017).

Spesimen uji kekuatan tarik yang digunakan untuk sambungan las harus

diambil dari hasil sambungan las yang dianggap dapat mewakili dari proses

pengelasan. Untuk menentukan sifat-sifat mekanis dari daerah las.

Gambar 2.11 Spesimen uji tarik ASTM E8/E8M

(Sumber: ASTM, 1993)

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan

bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan-regangan

(Risca, 2017).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

24

Gambar 2.12 Kurva tegangan-regangan

(Sumber : Wiryosumarto, 2000)

Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang

mula benda uji.

σu = 𝐹𝑢

𝐴𝑜

Dimana:

σu = Tegangan nominal (kg/mm2)

Fu = Beban maksimal (kg)

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan

membagi perpanjangan panjang ukur (L) dengan panjang ukur mula-mula benda

uji.

ε = LoL Χ100% = L Lo

−Lo Χ100 %…………………..(2-6)

L = Panjang akhir (mm)

Lo = Panjang awal (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban

sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups pertambahan

panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada

beban. Persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai

berikut:

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

25

q = ∆𝐴

𝐴𝑜 𝑋100% =

𝐴𝑂−𝐴1

𝐴𝑂𝑋100% … … … … …

Dimana:

q = Reduksi penampang (%)

Ao = Luas penampang mula (mm2)

A1 = Luas penampang akhir (mm2)

Gambar 2.13 Batas elastis dan tegangan luluh 0,2%

(Santoso, 2006)

2.7 Stainless Steel 304

Stainless Steel merupakan salah satu jenis baja telah banyak digunakan dan

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Stainless steel banyak menawarkan

proteksi fisik yang sangat bagus, mudah dibentuk, dekoratif serta dapat didaur ulang

tanpa harus mengurangi kualitas senyawa penyusunnya. Campuran stainless steel

mengandung senyawa kromium dengan presentase sedikitnya 11% yang cukup

untuk dapat membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan baja (Ojahan, 2017).

Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi seperti logam baja yang

lain. Stainless steel berbeda dari baja biasa dari kandungan kromnya. Baja karbon

akan terkorosi ketika diekspos pada udara yang lembab. Besi oksida yang terbentuk

bersifat aktif dan akan mempercepat korosi dengan adanya pembentukan oksida

besi yang lebih banyak lagi. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

26

memadahi sehingga akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang

akan mencegah terjadinya korosi lebih lanjut (Sumarji, 2011).

Menurut Sumarji (2011), ada berbagai macam jenis dari stainless steel.

Ketika nikel ditambahkan sebagai campuran, maka stainless steel akan berkurang

kegetasannya pada suhu rendah. Apabila diinginkan sifat mekanik yang lebih kuat

dan keras, maka dibutuhkan penambahan karbon. Salah satu jenis stainless steel

yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah stainless steel tipe 304.

Stainless steel tipe 304 merupakan jenis baja tahan karat yang serbaguna. Stainless

steel tipe 304 ini banyak digunakan dalam dunia industri maupun skala kecil.

Penggunaannya antara lain untuk: tanki dan container untuk berbagai macam cairan

dan padatan, peralatan pertambangan, kimia, makanan, dan industri farmasi.

2.7.1 Karakteristik Stainless Steel 304

Stainless steel tipe 304 merupakan salah satu jenis stainless steel yang banyak

dipakai pada dunia industri. Hal ini dikarena stainless steel tipe 304 memiliki sifat

mekanik yang cukup kuat, tahan terhadap korosi, mampu mencegah kontaminasi

dan mudah dibersihkan (Ojahan, 2017). Bentuk stainless steel tipe 304 dapat dilihat

pada Gambar 2.17

Gambar 2.14 Stainless steel tipe 304

(Sumber : Sandra, 2013)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

27

Sumarji (2011) mengemukakan bahwa beberapa sifat mekanik yang dimiliki

stainless steel tipe 304 diantaranya adalah kekuatan tarik 646 Mpa, yield strength

270 Mpa, elongation 50%, dan kekerasan 82 HRB. Penggunaan stainless steel tipe

304 meningkat secara signifikan seperti alat kesehatan, kaleng pengemas makanan

dan minuman, mesin produksi pengolah makanan dan minuman, bidang automotif

serta peralatan rumah tangga bahkan fasilitas-fasilitas umum maupun bidang

konstruksi (Ojahan, 2017).

Karakteristik lain dari stainless steel tipe 304 yang menguntungkan adalah

berpenampilan menarik (attractive), tahan korosi (corrosion resistance),

berkekuatan tinggi (high strength) dan rendah perawatan (low maintenance).

Pemilihan bahan dalam penelitian ini dipilih stainless steel 304 tujuannya dalam

hal ini untuk mengimbangi laju korosi. Kelebihan dari bahan stainless steel 304

banyak, murah dan mudah diperoleh dipasaran, sedangkan kelemahan stainless

steel 304 adalah ketahanan korosi dan kekerasan stainless steel 304 lebih rendah

daripada stainless steel 316L (Perdana, 2016).

2.7.2 Komposisi Kimia Stainless Steel 304

Stainless steel 304 mengandung sedikitnya 18% kromium dan 8% nikel, dan

dikombinasikan dengan paling banyak 0,08% karbon. Penambahan unsur-unsur

tertentu dalam paduan stainless steel tipe 304 memiliki tujuan untuk mendapatkan

sifat-sifat yang diinginkan (Mulyaningsih et al., 2014). Sumarji (2011)

menambahkan stainless steel tipe 304 merupakan jenis baja tahan karat austenitic

stainless steel yang memiliki komposisi 0.042%C, 1.19%Mn, 0.034%P, 0.006%S,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasaneprints.umm.ac.id/57574/3/BAB II.pdf · jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang dibutuhkan, proses pengelasan, persiapan pengelasan

28

0.049%Si, 18.24%Cr, 8.15%Ni, dan sisanya Fe. Komposisi kimia stainless steel

tipe 304 dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Komposisi kimia stainless steel tipe 304

Unsur Minimum (% berat) Maksimum (% berat)

C 0,04 0,04

Si 1,00 1,00

Mn 2,00 2,02

Ni 8,00 10,50

Cr 18,00 20,00

(Sumber : Setiawan & Sungkono, 2017)

Berdasarkan Tabel 2.4 Chromium (Cr) merupakan elemen yang paling

penting dalam stainless steel tipe 304. Keberadaan elemen ini yang menyebabkan

stainless steel menjadi tahan terhadap korosi. Walaupun demikian kondisi

lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan lapisan pelindung tersebut. Tetapi

jika lapisan pelindung sudah tidak lagi terbentuk, maka korosi akan terjadi

(Mulyaningsih et al., 2014). Korosi terjadi akibat adanya oksida logam tersebut

tidak akan terbentuk pada pH rendah (Harmami & Wardhani, 2014).