bab ii tinjauan pustaka · 2017. 4. 1. · 2.1 epidemiologi kecelakaan kerja 2.1.1 pengertian...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kecelakaan Kerja 2.1.1 Pengertian epidemiologi Epidemiologi adalah studi mengenai apa yang menimpa penduduk, dalam arti luas dimaksudkan suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan, penyakit, dan perubahan penduduk, begitu juga determinan-determinan dan akibat yang terjadi pada kelompok penduduk (Budiono, 2003). Sedangkan menurut Last dalam artikel Murti (2011), epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan keadaan dan peristiwa terkait kesehatan pada populasi, dan penerapannya untuk mengendalikan masalah kesehatan. Jadi, epidemiologi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mempelajari faktor determinan dari penyakit akibat kerja dan kejadian kecelakaan kerja dan distribusinya pada masyarakat pekerja. 2.1.2 Konsep epidemiologi kecelakaan kerja Ditinjau dari epidemiologi, kecelakaan kerja terjadi karena ketidakserasian antara tenaga kerja (host), pekerjaan (agent), dan lingkungan kerja (environment) (Tarigan, 2011) berikut penjabarannya: 1. Host, yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan a. Umur Umur mempunyai pengaruh terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Akan 7

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Epidemiologi Kecelakaan Kerja

    2.1.1 Pengertian epidemiologi

    Epidemiologi adalah studi mengenai apa yang menimpa penduduk, dalam arti

    luas dimaksudkan suatu studi mengenai terjadinya distribusi keadaan, penyakit, dan

    perubahan penduduk, begitu juga determinan-determinan dan akibat yang terjadi

    pada kelompok penduduk (Budiono, 2003). Sedangkan menurut Last dalam artikel

    Murti (2011), epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan keadaan

    dan peristiwa terkait kesehatan pada populasi, dan penerapannya untuk

    mengendalikan masalah kesehatan. Jadi, epidemiologi Keselamatan dan Kesehatan

    Kerja (K3) mempelajari faktor determinan dari penyakit akibat kerja dan kejadian

    kecelakaan kerja dan distribusinya pada masyarakat pekerja.

    2.1.2 Konsep epidemiologi kecelakaan kerja

    Ditinjau dari epidemiologi, kecelakaan kerja terjadi karena ketidakserasian

    antara tenaga kerja (host), pekerjaan (agent), dan lingkungan kerja (environment)

    (Tarigan, 2011) berikut penjabarannya:

    1. Host, yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan

    a. Umur

    Umur mempunyai pengaruh terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja.

    Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk

    mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda

    karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Akan

    7

  • 8

    tetapi umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal

    ini bisa terjadi karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Orang-orang

    muda sering tidak memiliki tanggung jawab sebagaimana orang-orang yang

    berumur lebih tua dan cenderung untuk tidak berhati-hati.

    Menurut International Labour Organization (ILO) dalam penelitian

    tarigan (2011), diungkapkan bahwa pekerja yang berumur muda lebih banyak

    mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Hal tersebut

    karena pekerja umur muda biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya.

    b. Jenis kelamin

    Jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pekerja

    pria dan wanita memiliki perbedaan fisiologis dan psikologis. Antara pekerja pria

    dan wanita memiliki perbedaan daya tahan tubuh, ukuran tubuh, dan postur tubuh

    yang dapat mempengaruhi cara kerja. Dijelaskan pada penelitian Swaputri

    (2009), kasus wanita lebih banyak daripada pria karena secara anatomis,

    fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga

    dibutuhkan penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu

    hamil dan haid.

    2. Agent, yaitu pekerjaan

    a. Jenis (unit) pekerjaan

    Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap resiko terjadinya

    kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-

    beda di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses. Contohnya pada tenaga

    kerja jasa konstruksi memiliki tingkat risiko mengalami kecelakaan kerja yang

    lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja kantoran.

  • 9

    b. Peralatan bekerja

    Peralatan bekerja yang digunakan oleh tenaga kerja juga berpengaruh

    terhadap risiko terjadinya kecelakaan kerja. Dengan peralatan yang tidak aman,

    nyaman, dan menimbulkan penyakit maka peralatan bekerja tersebut berdampak

    pada faktor penyebab kecelakaan kerja. Maka dari itu, semua peralatan kerja

    harus sesuai fungsinya dan tepat bagi orang yang mempergunakannya.

    3. Environment, yaitu lingkungan kerja

    Lingkungan kerja merupakan bagian cukup penting dari sebuah tempat

    kerja, karena lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

    tenaga kerja dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.

    2.2 Kecelakaan Kerja

    2.2.1 Pengertian kecelakaan kerja

    Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang sudah jelas tidak dikehendaki

    dan tidak terduga yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda, atau

    properti maupun korban jiwa yang terjadi dalam suatu proses kerja industri atau

    berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008). Kecelakaan kerja berdasarkan Keputusan

    Menteri Ketenagakerjaan RI no 609 tahun 2012 adalah kecelakaan yang terjadi

    berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul akibat

    hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat

    dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau

    wajar dilalui. Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai

    berikut:

    1. Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak

    terdapat unsur kesengajaan dan juga perencanaan;

  • 10

    2. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan

    selalu disertai kerugian baik fisik maupun materi;

    3. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya

    menyebabkan gangguan proses kerja;

    Berdasarkan tempat kejadiannya kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi 2

    (dua) kategori utama yaitu:

    1. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu suatu kecelakaan yang

    terjadi di tempat kerja, karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;

    2. Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan

    yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubugan

    kerja.

    2.2.2 Sebab-sebab kecelakaan kerja

    Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai fakor-

    faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses poduksi. Dari

    beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kcelakaan kerja tidak

    dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh suatu atau beberapa faktor

    penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian.

    Meski banyak teori yang mengemukakan tentang penyebab terjadinya

    kecelakaan kerja, namun secara umum penyebab kecelakaan kerja menurut Tarwaka

    (2008) dapat dikelompokan sebagai berikut :

    1. Sebab dasar atau asal mula

    Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum

    terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja di

    industri meliputi:

  • 11

    a. Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pemimpin

    perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaannya;

    b. Manusia atau para pekerjanya sendiri; dan

    c. Kondisi tempat kerja, sarana kerja, dan lingkungan kerja.

    2. Sebab utama

    Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan

    persyaratan K3 yang belum dilaksanakan secara benar (substandards). Sebab

    utama kecelakaan kerja meliputi:

    a. Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman

    (Unsafe Action)

    Faktor manusia yaitu tindakan berbahaya dari para tenaga

    kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh beberapa sebab antara lain:

    Kekurangan pengetahuan dan keterampilan (lack of knowledge

    and skill);

    Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal (inadequate

    capability);

    Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodily

    defect);

    Kelelahan dan kejenuhan (fatique and boredom);

    Sikap dan tingkah laku yang tidak aman (unsafe altitude and

    habits);

    Kebingungan dan stress (confuse and stress) karena prosedur

    kerja yang baru belum dapat dipahami;

    Belum menguasai/belum terampil dengan peralatan atau mesin-

    mesin baru (lack of skill);

  • 12

    Penurunan konsentrasi (difficulty in concentrating) dari tenaga

    kerja saat melakukan pekerjaan;

    Sikap masa bodoh (ignorance) dari tenaga kerja;

    Kurang adanya motivasi kerja (improrer motivation) dari tenaga

    kerja;

    Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction);

    Sikap cenderung mencelakai diri sendiri; dll

    Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali disebut

    sebagai “human error” dan sering disalah-artikan karena selalu

    dituduhkan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal sering kali

    kecelakaan terjadi karena kesalahan desain mesin dan peralatan kerja

    yang tidak sesuai.

    b. Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe

    conditions)

    Faktor lingkungan yaitu kondisi tidak aman dari: mesin, peralatan,

    pesawat, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat

    pekerjaan, dan sistem kerja. Lingkungan dalam arti luas dapat diartikan

    tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang berkaitan

    dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun

    sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesame

    pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi.

    c. Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja

    Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan

    sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak

    sesuai maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang

  • 13

    mengarah pada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian,

    penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan,

    dan keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain

    sistem kerja. Suatu pendekatan yang holistic, sistemic, dan

    interdisiplinary harus diterapkan untuk mencapai hasil yang optimal,

    sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah.

    2.2.3 Klasifikasi kecelakaan kerja

    Menurut International Labour Organization (ILO) dalam buku Tarwaka

    (2008), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan,

    agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka.

    Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

    a. Terjatuh

    b. Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja

    c. Tersandung benda atau objek, terbentur kepada benda, terjepit antara dua

    benda

    d. Gerakan-gerakan paksa atau perenggangan otot berlebihan

    e. Terpapar kepada atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi

    f. Terkena arus listrik

    g. Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dll.

    2. Klasifikasi menurut agen penyebabnya

    a. Mesin-mesin, seperti: mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin

    transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-

    mesin pertanian, dll.

  • 14

    b. Sarana alat angkat dan angkut, seperti: for-lift, alat angkut kereta, alat

    angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara,

    dll.

    c. Peralatan-peralatan lain, seperti: bejana tekanan, tanur/dapur peleburan,

    instalansi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas,

    tangga, perancah, dll.

    d. Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti: bahan mudah meledak, debu,

    gas cairan, bahan kimia, radiasi, dll.

    e. Lingkungan kerja, seperti: tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas

    kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah, dll.

    3. Klasifikasi menurut jenis luka dan cederanya

    a. Patah tulang

    b. Keseleo/dislokasi/terkilir

    c. Kenyerian otot dan kejang

    d. Gagarotak dan luka bagian dalam lainnya

    e. Amputasi dan enukleasi

    f. Luka tergores dan luka luar lainnya

    g. Memar dan retak

    h. Luka bakar

    i. Keracunan akut

    j. Aspixia atau sesak nafas

    k. Efek terkena arus listrik

    l. Efek terkena paparan radiasi

    m. Luka pada bayak tempat di bagian tubuh, dll.

  • 15

    4. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka

    a. Kepala; leher; badan; lengan; kaki; berbagai bagian tubuh

    b. Luka umum, dll.

    2.2.4 Tingkat keparahan kecelakaan kerja

    Berdasarkan pada standar Occupational Safety and Health Administration

    (OSHA) dalam penelitian Tarigan (2011), tingkat keparahan semua luka yang

    diakibatkan oleh kecelakaan dapat dibagi menjadi:

    1. Perawatan ringan (first aid)

    Perawatan ringan merupakan suatu tindakan atau perawatan terhadap

    luka kecil yang tidak memerlukan perawatan lebih atau perawatan medis

    (medical treatment) walaupun pertolongan pertama itu dilakukan oleh dokter

    atau paramedis. Perawatan ringan ini juga merupakan perawatan dengan

    kondisi luka ringan, bukan tindakan perawatan darurat dengan luka yang

    serius.

    2. Perawatan medis (medical treatment)

    Perawatan medis merupakan perawatan dengan tindakan atau

    perawatan untuk luka yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis

    profesional seperti dokter ataupun paramedis.

    3. Hari kerja yang hilang (lost work days)

    Lost work days atau lebih terkenal dengan lost time injury adalah

    kehilangan jam kerja akibat kecelakaan. Hari kerja yang hilang ialah hari

    kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan seluruh tugas

    rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang

    dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  • 16

    a. Jumlah hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja

    dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi

    pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang

    dideritanya.

    b. Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities),

    yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan

    kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke

    pekerjaan lain atau pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak

    dapat mengerjakan secara normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus di

    atas, terdapat pengecualian pada hari saat kecelakaan atau saat terjadinya

    sakit, hari libur, cuti, dan hari istirahat.

    4. Kematian (fatality)

    Kematian merupakan sesuatu hal yang terjadi tanpa memandang

    waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun

    sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya dan saat korban

    meninggal.

    2.2.5 Dampak akibat kecelakaan kerja

    Kecelakaan kerja akan menimbulkan dampak seperti kesakitan, cacat,

    kehilangan penghasilan, kehilangan kapasitas kerja, kekacauan dalam keluarga,

    kehidupan sosial, serta kematian. Tiap dampak yang ditimbulkan merupakan suatu

    kerugian, yang antara lain tergambar dari pengeluaran dan besarnya biaya

    kecelakaan. Dampak akibat kecelakaan kerja seringkali menyebabkan biaya yang

    dikeluarkan sangat besar, padahal biaya tersebut bukan semata-mata beban suatu

    peusahaan melainkan juga beban masyarakat dan negara secara keseluruhan

    (Suma’mur, 2009).

  • 17

    Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja menurut Tarwaka (2008)

    adalah sebagai berikut:

    1. Kerugian/biaya langsung (direct cost) yaitu suatu kerugian yang dapat

    dihitung secara langsung dari terjadinya kecelakaan sampai dengan tahap

    rehabilitasi, seperti:

    a. Penderitaan yang dialami oleh tenaga kerja yang mendapat

    kecelakaan serta keluarganya;

    b. Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;

    c. Biaya pengobatan dan perawatan;

    d. Biaya angkut dan biaya rumah sakit;

    e. Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan;

    f. Upah selama tidak mampu bekerja;

    g. Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dll.

    2. Kerugian/biaya tidak langsung (indirect cost) yaitu kerugian yang tidak dapat

    dihitung secara langsung dan merupakan kerugian berupa biaya yang

    dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa

    waktu setelah terjadinya kecelakaan, seperti:

    a. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mengalami

    kecelakaan;

    b. Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain seperti rasa ingin tahu

    dan rasa simpati untuk membantu tenaga kerja yang mengalami

    kecelakaan;

    c. Terhentinya proses prouksi untuk beberapa waktu, kegagalan dalam

    mencapai target produksi, kehilangan bonus, dll;

    d. Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas serta alat kerja lainnya;

  • 18

    e. Munculnya stres dan ketegangan serta menurunnya mental dan

    moral tenaga kerja yang mengalami kecelakaan.

    2.2.6 Pencegahan kecelakaan kerja

    Setiap kecelakaan kerja jelas akan menyebabkan kerugian yang berdampak

    buruk bagi tenaga kerja maupun pihak-pihak lainnya. Menurut Suma’mur (2009),

    metoda analisis penyebab kecelakaan harus betul-betul diketahui dan diterapkan

    sebagaimana mestinya. Selain analisis mengenai penyebab terjadinya kecelakaan,

    sangat penting dilakukan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja seperti

    mengidentifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin akan mengakibatkan insiden

    kecelakaan di perusahaan serta mengakses (assessment) besarnya risiko bahaya.

    Berikut merupakan beberapa pencegahan dari berbagai sektor, yaitu:

    1. Sektor pemerintah

    a. Menetapkan peraturan atau undang-undang untuk mengatur standar

    keamanan minimal;

    b. Memantapkan pengawasan dan/atau inspeksi;

    c. Mengumpulkan data kecelakaan kerja.

    2. Sektor pemilik dan manajemen

    a. Membuat dan menerapkan kesepakatan kebijakan keamanan;

    b. Menerapkan program keamanan secara berkesinambungan;

    c. Supervisi, review, dan implementasi program keamanan oleh staf

    manajemen.

    3. Sektor serikat pekerja dan tenaga kerja

    a. Program kesehatan masyarakat untuk keamanan;

    b. Berperan serta dalam panitia/komisi keamanan;

    c. Penyediaan dan pemakaian pakaian pengaman.

  • 19

    4. Sektor petugas keselamatan dan kesehatan kerja

    a. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja;

    b. Kontribusi penetapan program keamanan kerja;

    c. Penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja;

    d. Analisis data kecelakaan kerja;

    e. Advis perbaikan lingkungan kerja.

    f. P3K dan rehabilitasi akibat kecelakaan kerja.

    2.3 BPJS Ketenagakerjaan

    BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu salah satu institusi pelayanan

    publik dibidang jaminan sosial. BPJS Ketenagakerjaan yang sebelumnya adalah PT.

    Jamsostek (Persero) merupakan salah satu institusi pelayanan publik di bidang

    jaminan sosial. Sesuai dengan UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS berubah nama

    menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak 1 Januari 2014. PT. Jamsostek (Persero)

    dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset, liabilitas, serta hak dan kewajiban

    dari PT. Jamsostek (Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. BPJS

    Ketenagakerjaan merupakan milik badan hukum publik yang bertanggung jawab

    langsung pada presiden dengan prinsip nirlaba. Akan tetapi BPJS Ketenagakerjaan

    baru beroperasi penuh pada 1 Juli 2015.

    Program-program dari PT. Jamsostek (persero) juga dihibahkan ke BPJS

    Ketenagakerjaan karena PT. Jamsostek tetap dipercaya untuk menyelenggarakan

    program jaminan sosial tenaga kerja. Adapun program-program dari BPJS

    Ketenagakerjaan saat ini yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM),

    Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Pensiun (JP). Berikut merupakan

    pengertian dari tiap program yang dituangkan dalam Peraturan Menteri

    Ketenagakerjaan RI No. 26 Tahun 2015, yaitu : (1) Jaminan Hari Tua (JHT) adalah

  • 20

    manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia

    pension, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap; (2) Jaminan Kematian

    (JKM) adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta

    meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja; (3) Jaminan Kecelakaan Kerja

    (JKK) adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang

    diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja;

    (4) Jaminan Pensiun (JP) adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk

    mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya

    dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami

    cacat total tetap, atau meninggal dunia.

    BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan BPJS Kesehatan akan tetapi sama-

    sama merupakan program pemerintah dalam kesatuan JKN yang diresmikan pada

    tanggal 31 Desember 2013. BPJS Kesehatan ditugaskan khusus oleh pemerintah

    untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat

    Indonesia dan mulai beroperasi sejak 1 Januari 2014.

    BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan saling terikat untuk

    melakukan koordinasi pelayanan. Koordinasi pelayanan dengan program Jaminan

    Kesehatan Nasional memiliki prinsip yaitu:

    a. BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan kesehatan yang telah

    dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap Kecelakaan

    Kerja atau Penyakit Akibat Kerja (KK-PAK).

    b. BPJS Ketenagakerjaan merupakan penjamin dari program jaminan KK-

    PAK.

    c. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan koordinasi

    pelayanan dan bukan koordinasi manfaat.

  • 21

    d. Koordinasi pelayanan terkait mekanisme administrasi penjaminan

    peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat

    kerja di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

    e. Hak kelas peserta di BPJS Ketenagakerjaan adalah kelas I di Rumah

    Sakit Pemerintah atau Rumah Sakit Swasta yang setara dan hak kelas

    peserta di BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan hak rawat

    berdasarkan besaran iuran yang telah ditentukan maksimal kelas I.

    f. Peserta yang mendapatkan koordinasi pelayanan adalah peserta BPJS

    Ketenagakerjaan yang juga merupakan peserta BPJS Kesehatan.

    2.4 Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

    2.4.1 Tata cara pendaftaran

    Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015

    Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan

    Kematian Pasal 53, pemberi kerja selain penyelenggara negara pada skala usaha

    besar, menengah, kecil dan mikro yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi

    yang mempekerjakan pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu

    tertentu, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program JKK, JKM, dan JHT dengan

    mengisi formulir sebagai berikut:

    Formulir 1 yaitu pendaftaran perusahaan

    Formulir 1a yaitu pendaftaran pekerja

    Rekaptulasi rincian pembayaran iuran

    Rincian iuran pekerja

    Pemberi kerja wajib menyampaikan formulir tersebut yang telah diisi secara

    lengkap meliputi data dirinya, data pekerjaannya, dan anggota keluarganya kepada

  • 22

    BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 30 hari kerja sejak formulir pendaftaran

    diterima yang dibuktikan dengan tanda terima. BPJS Ketenagakerjaan juga wajib

    mengeluarkan nomor kepesertaan paling lambat 1 hari dan menerbitkan kartu

    kepersertaan paling lambat 7 hari sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap

    dan benar serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.

    2.4.2 Kepesertaan

    Setiap pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang yang

    bekerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta dalam program

    JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan. Peserta program JKK terdiri dari:

    1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara

    negara meliputi:

    a. Pekerja pada perusahaan;

    b. Pekerja pada orang perseorangan; dan

    c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

    2. Peserta bukan penerima meliputi:

    a. Pemberi kerja;

    b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan

    c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.

    2.4.3 Besar iuran jaminan kecelakaan kerja

    Iuran JKK tiap peserta berbeda-beda baik peserta penerima upah dan peserta

    bukan penerima upah. Iuran JKK bagi peserta bukan penerima upah didasarkan pada

    nilai nominal tertentu dari penghasilan peserta dan dipilih oleh peserta sesuai

    penghasilan peserta setiap bulan. Sedangkan bagi peserta penerima upah

  • 23

    dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja, yaitu pada

    tabel berikut:

    Tabel 2.1 besaran persentas iuaran jkk berdasarkan tingkatan risiko lingkungan kerja.

    Besarnya iuran JKK bagi setiap perusahaan ditetapkan oleh BPJS

    Ketenagakerjaan dengan berpedoman pada kelompok tingkat risiko lingkungan kerja

    sebagaimana tercantum dalam lampiran pada PP No 44 tahun 2015 yang merupakan

    bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah tersebut.

    2.4.4 Ruang lingkup kecelakaan kerja

    Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

    Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan

    Kerja dan Penyakit Akibat Kerja, suatu kasus dinyatakan kasus kecelakaan kerja

    apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu

    peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh, terpukul, tertabrak dan lain-lain) dengan

    kriteria sebagai berikut:

    1. Kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat

    kerja atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui.

    No. Tingkat risiko lingkungan

    kerja

    Besaran persentase

    1. Tingkat risiko sangat rendah 0,24 % dari upah sebulan

    2. Tingkat risiko rendah 0,54 % dari upah sebulan

    3. Tingkat risiko sedang 0,89 % dari upah sebulan

    4. Tingkat risiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan

    5. Tingkat risiko sangat tinggi 1,74 % dari upah sebulan

  • 24

    Pengertian kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

    menuju tempat kerja adalah sejak tenaga kerja tersebut keluar dari halaman

    rumah dan berada di jalan umum

    2. Pengertian kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja mempunyai arti

    yang luas, sehingga sulit untuk diberikan batasan secara konkrit. Namun

    demikian sebagai pedoman dalam menentukan apakah suatu kecelakaan

    termasuk kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari:

    a. Kecelakaan terjadi di tempat kerja;

    b. Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk

    melakukan pekerjaan;

    c. Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan;

    dan/atau

    d. Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam

    kerja atas izin atau sepengetahuan perusahaan.

    3. Penyakit Akibat Kerja yang selanjutnya disingkat PAK (Occupational

    Disease) yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan

    kerja yang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 disebut

    Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.

    Kondisi lain yang dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja di luar

    ketentuan sebagaimana dimaksud di atas yaitu:

    1. Pada hari kerja:

    a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan perjalanan dinas

    sepanjang kegiatan yang dilakukan ada kaitannya dengan pekerjaan

    dan/atau dinas untuk kepentingan perusahaan.

  • 25

    b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur

    2. Di luar waktu/jam kerja:

    a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan aktivitas lain yang

    berkaitan dengan kepentingan perusahaan dan harus dibuktikan dengan

    surat tugas dari perusahaan. Contoh: melaksanakan kegiatan olahraga

    untuk menghadapi pertandingan 17 Agustus, pelatihan/diklat, darma

    wisata dan outbound yang dilaksanakan perusahaan sebagai kegiatan

    yang telah diagendakan oleh perusahaan.

    b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan sedang

    menjalankan cuti mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, maka

    perlindungannya adalah dalam perjalanan pergi dan pulang untuk

    memenuhi panggilan tersebut.

    c. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang dari Base

    Camp atau anjungan yang berada di tempat kerja menuju ke tempat

    tinggalnya untuk menjalani istirahat.

    d. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi dan pulang melalui jalan

    yang biasa dilalui atau wajar bagi tenaga kerja yang setiap akhir pekan

    kembali ke rumah tempat tinggal yang sebenarnya (untuk tenaga kerja

    yang sehari-hari bertempat tinggal di rumah kost/mess/asrama dll).

    e. Penyakit akibat hubungan kerja/penyakit terkait kerja (work related

    disease) adalah penyakit yang dicetuskan atau diperberat oleh pekerjaan

    atau lingkungan kerja tidak termasuk PAK. Contoh: seseorang yang telah

    menderita penyakit asma sejak kecil kemudian bekerja sebagai tukang

    serut kayu. Polutan hasil kerja berupa debu partikel kayu tersebut

    memperparah penyakit astma yang dideritanya.

  • 26

    f. Meninggal mendadak di tempat kerja pada hakekatnya bukan kecelakaan

    kerja, namun karena kejadiannya sedang bekerja di tempat kerja, maka

    pemerintah memberikan suatu kebijakan perluasan perlindungan

    sehingga meninggal mendadak di tempat kerja dianggap sebagai

    kecelakaan kerja. Kepada yang bersangkutan diberikan jaminan

    kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

    14 Tahun 1993 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

    Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang perubahan

    Kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang

    Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk

    memperoleh jaminan kecelakaan kerja akibat meninggal mendadak di

    tempat kerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    a. tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja tiba-tiba meninggal

    dunia tanpa melihat penyebab dari penyakit yang dideritanya.

    b. tenaga kerja pada saat bekerja di tempat kerja mendapat serangan

    penyakit kemudian langsung dibawa ke dokter/unit pelayanan

    kesehatan/rumah sakit dan tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam

    kemudian meninggal dunia.

    2.4.5 Manfaat jaminan kecelakaan kerja

    Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak

    atas manfaat JKK. Manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan

    Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian berupa:

    1. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:

    a. pemeriksaan dasar dan penunjang;

  • 27

    b. perawatan tingkat pertama dan lanjutan;

    c. rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah

    daerah, atau rumah sakit swasta yang setara;

    d. perawatan intensif;

    e. penunjang diagnostik;

    f. pengobatan;

    g. pelayanan khusus;

    h. alat kesehatan dan implan;

    i. jasa dokter/medis;

    j. operasi;

    k. transfusi darah; dan/atau

    l. rehabilitasi medik.

    2. Santunan berupa uang meliputi:

    a. penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan

    kerja atau penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya,

    termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;

    b. santunan sementara tidak mampu bekerja;

    c. santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total

    tetap;

    d. santunan kematian dan biaya pemakaman;

    e. santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila peserta meninggal

    dunia atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat

    kerja;

    f. biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat

    pengganti (prothese);

  • 28

    g. penggantian biaya gigi tiruan; dan/atau

    h. beasiswa pendidikan anak sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta

    rupiah) bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau cacat total tetap

    akibat kecelakaan kerja.

    3. Program Kembali Bekerja (Return to Wowk) berupa pendampingan kepada

    peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

    berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di

    rumah sakit sampai peserta tersebut dapat kembali bekerja.

    4. Kegiatan promotif dan preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan

    dan kesahatan kerja dan penyakit akibat kerja.

    2.4.6 Tata cara pelaporan jaminan kecelakaan kerja

    Sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 tahun 2015

    yang dituangkan dalam BAB III yaitu tentang tata cara pelaporan dan penetapan

    jaminan kecelakaan kerja dengan Pasal 7 yaitu pemberi kerja selain penyelenggara

    negara wajib melaporkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa

    tenaga kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Laporan JKK

    dibagi menjadi dua tahapan, yaitu sebagai berikut:

    1. Tahap I

    Pemberi kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit

    akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas yang bertanggung

    jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2x24 jam sejak

    terjadinya kecelakaan kerja sebagai laporan tahap I.

  • 29

    2. Tahap II

    Peserta dan atau pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan

    atau penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi

    yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak lebih

    dari 2x24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal

    dunia sebagai laporan tahap II, ditambah dengan peserta yang masih

    melakukan perawatan di Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS

    Ketenagakerjaan. Laporan tahap II berdasarkan surat keterangan dokter

    yang menerangkan bahwa:

    a. Keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;

    b. Cacat total tetap untuk selamanya;

    c. Cacat sebagian anatomis;

    d. Cacat sebagian fungsi; atau

    e. Meninggal dunia.

    Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekaligus merupakan

    pengajuan manfaat JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan

    persyaratan yang meliputi:

    a. Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;

    b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);

    c. Surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau dokter

    penasehat;

    d. Kuitansi biaya pengangkutan;

    e. Kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan, bila fasilitas pelayanan

    kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan BPJS

    Ketenagakerjaan; dan