bab ii teori dan perumusan hipotesis a. tinjauan ...eprints.umm.ac.id/46583/3/bab 2.pdf · langkah...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Saramawati dan Lubis (2014) mengenai Analisis
pengungkapan sharia complience dalam pelaksanaan Good corporate
governance pada Bank Syariah di Indonesia yang mengambil objek Objek
penelitian pada Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia pada periode 2011
menyatakan bahwa 6 (enam) dari 10 (sepuluh) BUS di Indonesia telah
mengungkapkan sharia compliance dalam pelaksanaan Good corporate
governance dengan prosentase lebih dari 50%. Dan pada penelitian Mulazid
(2016) mengenai Pelaksanaan Sharia Complienca pada Bank syariah di
Indonesia ( Studi kasus pada Bank syariah Mandiri, Jakarta) menyatakan bahwa
Bank syariah Mandiri telah menerapakan sharia complience dengan baik namun
hal itu tidak menghindarkan Bank syariah Mandiri dari temuan fraud.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada penelitian Najib dan Rini
(2016), Faridah (2011), Lidyah (2018), Marheni (2017) dan Rahmayani dan
Rahmawaty (2017). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Najib dan Rini
(2016) terdapat pada tahun penelitian yang di ambil dan Lidyah (2018) pada
variabel independen yang digunakan . Perbedaan penelitian ini dengan Faridah
(2011) yaitu mengenai pengukuran sharia complience yang menggunakan
tanggung jawab DPS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran
kuantitatif yaitu Islamic Disclosure Index (IDI). Perbedaan
11
11
penelitian ini dengan Marheni (2017) terdapat pada variabel independen yang
menggunakan variabel kesehatan financial dalam menguji pengaruh fraud dan
pada penelitian Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang menggunakan variabel
internal control sebagain variable independennya.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Najib dan Rini (2016)
mengenai pengaruh sharia complience dan islamic corporate governance
terhadap fraud perbankan syariah menunjukkan hasil dimana sharia compliance
yang diproksikan oleh Islamic Income Ratio tidak berpengaruh terhadap
kecurangan pada bank syariah. Sedangkan dalam penelitian yang sama
menggunakan proksi lain, sharia compliance yang diproksikan oleh Profit
Sharing Ratio berpengaruh negatif terhadap fraud dan pada proksi selanjutnya
tidak ditemukan adanya pengaruh sharia compliance yang diproksikan oleh
Islamic Investment Ratio terhadap fraud dan pada Faridah (2015) yang
menggunakan variabel good corporate governance, sharia complience dan
komplesitas bank menyatakan bahwa sharia complience yang di proxy kan dari
total rapat DPS menyatakan bahwa sharia complience tidak berpengaruh
terhadap fraud.
Sedangkan dalam penelitian Sula dan Alim (2014) menyatakan kepatuhan
terhadap prinsip syariah menjadi indikasi bahwa entitas tersebut tidak
melakukan fraud. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Marheni (2017)
yang menggunakan proxy Islamic Income Ratio dan pembiayaan bagi hasil
berpengaruh negatif terhadap terjadinya fraud di perbankan syariah dan Hasanah
(2015) yang meneliti pengaruh sharia complience terhadap kesehatan financial
12
12
yang merupakan indikasi terjadinya fraud menggunakan islamic income ratio,
bagi hasil dan investasi menyatakan bahwa proxy sharia complience tersebut
berpengaruh terhadap fraud.
Dalam penelitian Najib dan Rini (2016) menggunakan variabel islamic
corporate governance dalam menguji fraud menyatkan bahwa Islamic
corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud pada bank syariah
penelitian ini mendukung Penelitian yang dilakukan oleh In’airat (2015) yang
menyatakan bahwa keberadaan dan penerapan tata kelola perusahaan tidak
cukup untuk mengurangi tingkat fraud. Hal ini konsisten seperti hasil penelitian
Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab DPS tidak berpengaruh terhadap indikasi terjadinya fraud
dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi tidak berpengaruh terhadap
indikasi terjadinya fraud dan penelitian Lidyah (2015) yang menyatakan bahwa
islamic corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud.
Sedangkan penelitian Saputra (2017) pada bank syariah mengatakan bahwa
Penerapan Good corporate governance (GCG) berpengaruh negative dan
signifikan terhadap kecurangan (Fraud). Seperti hal nya dalam penelitian yang
diungkapkan oleh Anugerah (2014) jika masing-masing tatakelola internal dan
eksternal mempunyai elemen-elemen yang kalau semua elemen tatakelola
eksternal dan internal tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka fraud dapat
dicegah atau dikurangi. Menurut Maradita (2014) Dewan Pengawas Syariah
merupakan elemen pendukung bagi implementasi prinsip GCG pada bank
syariah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pelaksanaan tugas dan tanggung
13
13
jawab DPS dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi merupakan
indikator penting untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah dan terhindar
dari indikasi terjadinya fraud pada perbankan syariah. Sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) bahwa Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab dewan pengawas syariah berpengaruh positif signifikan
terhadap kesehatan finansial dan Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan
direksi/direktur berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesehatan
finansial.
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori agency
Teori agensi merupakan hal dasar yang digunakan untuk memahami
hubungan antara principle dan agent. kontrak antara satu orang atau lebih yang
mempekerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambila keputusan kepada agen tersebut
Dalam hal ini merupakan hubungan keagenan (Jensen dan Meckling,1976).
Berdasarkan teori ini, agency problem terjadi akibat pemisahan antara
pemilik (principal) dan pengelola perusahaan (agent). Selanjutnya ini
menimbulkan asimetri informasi yaitu suatu keadaan dimana agent memiliki
akses informasi yang tidak dimiliki oleh pihak principle. ketika agent lebih
banyak mengenal (mengetahui) informasi internal dan prospek masa yang akan
14
14
datang, dibandingkan pengetahuan tentang informasi yang di kenal/diketahui
oleh principal dan stakeholder lainnya maka Asimetri informasi akan muncul
(Anugerah,2014).
Perbedaan kepentingan menyebabkan agen menyalahgunakan
kewajibannya dalam penyampaian informasi kepada prinsipal dengan cara
memberikan atau menahan informasi yang diminta prinsipal bila
menguntungkan bagi agen (Jensen dan Meckling,1976). Untuk mengatasi hal
tersebut, penerapan Good CorporateGovernance beserta prinsip-prinsip dan
mekanismenya diperlukan untuk dapat memastikan hak dan hubungan di antara
seluruh stakeholder ini terjamin (Anugerah,2014).
Fraud atau kecurangan merupakan akibat yang mungkin timbul dari adanya
agency problem yaitu asimetri informasi, dimana informasi yang dimiliki oleh
age digunakannya untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri atau
orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi prinsipal maupun
perusahaan. Meskipun bank syariah menggunakan prinsip-prinsip Islam, tetapi
tidak menjamin bank syariah terbebas dari adanya tindakan fraud karena fraud
bisa saja terjadi dan berasal dari lingkungan internal bank syariah sendiri.
2. Teori legitimasi (Legitimacy Theory)
Teori legitimasi (Legitimacy Theory) sebagai suatu kondisi yang ada
ketika suatu sistem nilai perusahaan yang sejalan dengan sistem nilai yang
berlaku. Perusahaan menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku.
15
15
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi
bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas merupakan tindakan yang
diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan
definisi yang dikembangkan secara sosial. Legitimasi dianggap penting bagi
perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi
faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan (Hasanah,2015).
Tujuan perbankan syariah ini dapat terwujud jika para manajemen
menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan norma dan aturan yang
berlaku dan dapat menjalankan fungsinya secara baik, termasuk fungsi dari
Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Syariah. Dewan Direksi/Direktur
bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan BUS/UUS berdasarkan
prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah dan berkewajiban mengelola BUS /
UUS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sedangkan Dewan
Pengawas Syariah bertugas memberikan nasehat.
3. Islamic corporate governance
Corporate governace (CG) sendiri adalah sebuah konsep yang didasarkan
pada teori keagenan, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai suatu alat untuk
memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima
return atas dana yang telah mereka investasikan (Macey dan O’hara,2003).
Pengertian GCG sendiri menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia
No.8/4/ PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good corporate governance Bagi Bank
Umum. Disebutkan bahwa good corporate governance adalah tatakelola bank
yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas
16
16
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi
(independency), dan kewajaran (fairness). Secara umum, fungsi bank syariah
sama dengan perbankan konvensional yakni sebagai lembaga intermediasi
(intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Karena itu, prinsip-
prinsip pokok GCG yang dikembangkan secara umum untuk sistem perbankan
berlaku pula pada bank syariah.
Corporate governance mengandung prinsip-prinsip yang melindungi
kepentingan stakeholder. Prinsip-prinsip tersebut adalah melalui penerapan
fairness, transparancy, accountability dan responsibility. Prinsip-prinsip yang
terdapat di dalam CG ini bukanlah hal yang asing dalam Islam. Dalam konteks
CG dalam perspektif syariah, pemenuhan prinsip syariah menjadikan konsep CG
yang lebih luas dari CG konvensional. Dalam Islam, kepentingan utama yang
lebih utama adalah penjagaan Islam itu sendiri. Dengan kata lain, konsep CG
dalam Islam lebih komprehensif dari Franco-German Model (Mardian,
Sekiyama, dan Fukuda 2011).
. Menurut Maradita (2014), dalam perbankan syariah dikenal adanya
prinsip-prinsip syariah yang mendukung bagi terlaksananya prinsip GCG
dimaksud, yakni keharusan bagi subjek hukum termasuk bank untuk
menerapkan prinsip kejujuran (shiddiq), edukasi kepada masyarakat (tabligh),
kepercayaan (amanah), dan pengelolaan secara profesional (fathanah). Shiddiq
berartimemastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas
17
17
yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan dana
masyarakat akan dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang
diperkenankan (halal) serta menjauhi caracara yang meragukan (subhat) terlebih
lagi yang bersifat dilarang (haram). Tabligh berartisecara berkesinambungan
melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip,
produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya
tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga
harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa
perbankan syariah. Amanah berarti menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian
dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul
maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dan pihak
pengelola dana investasi (mudharib) . Sedangkan Fathanah berarti memastikan
bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga
menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang ditetapkan oleh
bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan
dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).
Menurut Padmantyo dan Muqorrobin (2011) bahwa GCG dalam Islam
harus pada prinsip-prinsip tauhid, taqwa dan ridha, ekuilibrium (keseimbangan
dan keadilan), dan kemaslahatan. Anugerah (2014) mengatakan bahwa
corporate governance juga mempunyai 7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan,
fungsi manajerial, fungsi internal audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan,
fungsi audit eksternal dan fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai
perpanjangan tangan komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit
18
18
mempunyai tanggung jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang;
tatakelola perusahaan, bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan.
Untuk mewujudkan good corporate governance pada perusahaan/organisasi,
dan untuk mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme
tatakelola internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.
Selain itu dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan
GCG, Bank diwajibkan secara berkala melakukan self assessment secara
komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan GCG. Yang mana dalam Surat
Edaran BI No. 12/13/DPbS tentang Pelaksanaan Good corporate governance
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah didalamnya menjelaskan
tentang self assessment bagi BUS dilakukan dengan penilaian terhadap 11
faktor, yaitu:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
d. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah
e. Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
f. Penanganan benturan kepentingan
g. Penerapan fungsi kepatuhan
19
19
h. Penerapan fungsi audit intern
i. Penerapan fungsi audit ekstern
j. Batas Maksimum Penyaluran Dana
k. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS laporan
pelaksanaan GCG serta pelaporan internal.
4. Sharia complience
Pemenuhan terhadap nilai-nilai syariah (sharia compliance) menjadi
salah satu aspek mendasar yang membedakan perbankan Islam dengan
konvensional (Maradita,2014). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/2/PBI/2011tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum,
yang dimaksud Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-
langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa
kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha yang
dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Prinsip Syariah bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta memastikan kepatuhan
Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia
dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang. Menurut Adrian Sutedi
(2009) dalam Maradita (2014) makna kepatuhan syariah dalam bank syariah
secara konsep sesungguhnya adalah penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah
dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain
yang terkait secara konsisten dan menjadikan syariah sebagai kerangka kerja
20
20
bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumber daya,
manajemen,produksi, aktivitas pasar modal dan distribusi kekayaan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan
syariah (sharia compliance) merupakan penerapan prinsip-prinsip Islam
dalam kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usahayang
dilakukan oleh Bank Syariah.
Dalam pasal 1 ayat 18 Undang-undang No. 10 tahun 1998 Prinsip
Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum Islam antara bank
dengan pihak lain unuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan
kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip
jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah qa iqtina). Dari penjelasan diatas, indikator
prinsip-prinsip syariah yang akan digunakan yaitu:
a. Islamic Income Ratio
Islamic income ratio/ Islamic Income Ratio adalah pendapatan yang
berasal dari investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Menurut Hammed et al (2004) prinsip-prinsip syariah melarang
transaksi yang melibatkan riba, gharar dan perjudian tetapi mendorong
21
21
transaksi yang halal. Dengan demikian, bank syariah hanya menerima
pendapatan dari sumber yang halal. Rasio Islamic Income Ratio
menunjukkan presentase dari seberapa banyak pendapatan halal yang
didapatkan.
b. Profit Sharing Ratio
Pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip
syrariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Oleh karena itu,
kita bisa melihat bagaimana bank syariah telah menggunakan aktivitas
bagi hasil dalam kegiatannya dengan total pembiayaan. Rasio untuk
menghitung bagi hasil dari pembiayaan yang dilakukan bank syariah
meliputi mudharabah dan musyarakah.
c. Islamic Investment Ratio
Investasi islam merupakan aktivitas penempatan dana sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah yang dalam kegiatan penghimpunan
dana,pembiayaan dan 33 kegiatan jasa BPRS lainnya adalah kegiatan
usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan
zalim. Rasio untuk menghitung Investasi islam bisa dilihat dengan cara
membandingkan investasi syariah dengan total investasi yang telah
22
22
dilakukan. Investasi islam yang menunjukkan presentase dari investasi
yang dilakukan bank pada produk halal.
5. Fraud
Statement On Auditing Standard (SAS) No 82 (AU 316) dalam
Amin Widjaya Tunggal (2004: 8) mengemukakan tentang perbedaan antara
dua jenis kesalahan dalam perusahaan yaitu kekeliruan (errors) dan
kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material.Suatu
kekeliruan (error) adalah kesalahan penyajian atas laporan keuangan yang
tidak disengaja, sementara kecurangan (fraud) merupakan kesalahan
penyajian yang disengaja.
Di Indonesia fraud yang terkait dengan perbankan dijelaskan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/28/DPNP tentang penerapan strategi
anti fraud bagi bank umum, yang menyatakan bahwa fraud adalah tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga
mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau
pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan definisi di atas, pengertian fraud
adalah suatu tindakan ilegal yang di sengaja, ditandai dengan tipu daya,
penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan yang dilakukan dengan
mengelabui, menipu atau memanipulasi untuk memperoleh keuntungan
(Najib dan Rini,2016)
23
23
Penelitian ini fokus pada fraud yang terjadi di dalam hubungan kerja
(occupational fraud) atau yang disebut juga internal fraud sebab menurut
riset yang dilakukan oleh ACFE pada penelitian Najib dan Rini (2016)
menunjukkan bahwa jenis fraud yang memiliki risiko terbesar bagi
perusahaan di seluruh dunia ialah korupsi dan billing scheme yang mana
keduanya termasuk dalam kategori occupational fraud, selain itu
occupational fraud menjadi ancaman terbesar terutama bagi perusahaan
yang memiliki control yang lemah seperti perusahaan kecil.
Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu (Tuanakotta,
2012):
a. Corruption (korupsi), yang terdiri dari empat ranting yaitu conflicts of
interests (benturan kepentingan), bribery (penyuapan), illegal gratuities
(pemberian hadiah atau gratifikasi) dan economic extortion.
b. Asset Misappropriation (penyalahgunaan aset), merupakan pencurian
aset perusahaan yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang
untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, misalnya pencurian kas,
persediaan dan pengeluaran yang bersifat fraud. Cabang ini terdiri dari 2
(dua) ranting yaitu cash dan inventory and all other assets.
c. Financial Statement Fraud yang meliputi fraudulent financial statements
(fraud laporan keuangan) dan fraudulent non-financial statements. Fraud
dalam laporan keuangan merupakan bentuk salah saji atau kelalaian yang
disengaja atas jumlah atau pengungkapan yang menyesatkan pengguna
laporan keuangan tersebut, seperti menyajikan aset atau pendapatan lebih
24
24
tinggi dari yang sebenarnya (asset/revenue overstatements) atau
menyajikan aset dan revenue lebih rendah dari yang sebenarnya
(asset/revenue understatements).
Menurut Anugerah (2014), Misappropriation (penyalahgunaan aset)
dan fradulent statement (laporan yang dimanipulasi) merupakan bentuk
fraud yang banyak terjadi di perusahaan/organisasi swasta. Good corporate
governance merupakan tata kelola perusahaan yang dapat diandalkan untuk
mengurangi serta mencegah terjadinya dua jenis fraud tersebut
(Anugerah,2014).
Pada bank syariah, tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya
fraud tersebut. Sehingga dengan diterapkannya tata kelola perusahaan
secara Islam (Islamic corporate governance) dan pelaksanaan prinsip-
prinsip syariah secara baik dan benar dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya praktik fraud pada bank syariah.
6. Hubungan sharia complience dengan fraud perbankan syariah.
Salah satu pilar penting dalam pengembangan bank syariah adalah
sharia compliance. Pilar inilah yang menjadi pembeda utama antara bank
syariah dengan bank konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya prinsip-
prinsip syariah di lembaga perbankan, diperlukan pengawasan syariah yang
diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) El Junusi (2012)
Kepatuhan dan kesesuaian Bank terhadap prinsip syariah sering
dipertanyakan oleh para nasabah. Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank
Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank
25
25
Syariah sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah
antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah (El
Junusi,2012). Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik
perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah
yang menjadi salah satu hal yang dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan masyarakat pada bank syariah, hal ini juga akan berdampak
pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah El Junusi (2012).
Oleh sebab itu kepatuhan entitas bisnis syariah terhadap prinsip
syariah mutlak untuk dilakukan Sula dan Alim (2014). Karena hal inilah
menjadi salah satu bentuk indikasi bahwa entitas tersebut tidak melakukan
tindakan fraud Sula dan Alim (2014).
7. Hubungan islamic corporate governance dengan fraud perbankan
syariah
Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi
sebuah institusi, termasuk di dalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih
ditujukan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)
berkaitan dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar
mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif.
Di samping itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap
prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al Quran,
Hadist, dan Ijmak para ulama Maradita (2014).
Krisis Perbankan yang melanda Indonesia tersebut bukan sebagai
akibat merosotnya nilai tukar rupiah, melainkan karena belum berjalannya
26
26
praktik Good corporate governance di kalangan perbankan. Menurut
(Maradita 2014), Terjadinya pelanggaran batas maksimum pemberian
kredit, rendahnya praktek manajemen resiko, tidak adanya transparansi
terhadap informasi keuangan kepada nasabah, dan adanya dominasi para
pemegang saham dalam mengatur operasional perbankan menyebabkanm
rapuhnya industri perbankan yang mengindikasikan mudahnya muncul
kecurangan (fraud).
Menurut Anugerah (2014) corporate governance juga mempunyai
7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan, fungsi manajerial, fungsi internal
audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan, fungsi audit eksternal dan
fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai perpanjangan tangan
komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit mempunyai tanggung
jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang; tatakelola perusahaan,
bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan. Untuk mewujudkan
good corporate governance pada perusahaan/organisasi, dan untuk
mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme tatakelola
internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.
B. Pengembangan hipotesis
1. Pengaruh sharia complience terhadap fraud perbankan syariah
Kepatuhan dan kesesuaian Bank terhadap prinsip syariah sering
dipertanyakan oleh para nasabah. Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank
Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank
Syariah sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah
27
27
antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah (El
Junusi 2012). Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik
perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah
yang menjadi salah satu hal yang dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan masyarakat pada bank syariah, hal ini juga akan berdampak
pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah (El Junusi,2012).
Oleh sebab itu kepatuhan entitas bisnis syariah terhadap prinsip
syariah mutlak untuk dilakukan Sula dan Alim (2014). Karena hal inilah
menjadi salah satu bentuk indikasi bahwa entitas tersebut tidak melakukan
tindakan fraud (Sula dan Alim,2014).
Pada penelitian ini pengaruh sharia compliance di uji menggunakan
indikator yang termasuk dalam Islamicity Disclosure Index (IDI) yang
dikembangkan oleh Hameed et al. (2004), indikator tersebut yaitu, Islamic
Income Ratio (IsIR), Profit Sharing Ratio (PSR), Islamic Investment Ratio
(IIR).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Najib dan Rini
(2016) menunjukkan hasil dimana sharia compliance yang diproksikan oleh
Islamic Income Ratio tidak berpengaruh terhadap kecurangan pada bank
syariah. Sedangkan dalam penelitian yang sama menggunakan proksi lain,
sharia compliance yang diproksikan oleh Profit Sharing Ratio berpengaruh
negatif terhadap fraud dan pada proksi selanjutnya tidak ditemukan adanya
28
28
pengaruh sharia compliance yang diproksikan oleh Islamic Investment
Ratio terhadap fraud dan pada Faridah (2015) sharia complience yang di
proxy kan dari total rapat DPS menyatakan bahwa sharia complience tidak
berpengaruh terhadap fraud. Sedangkan dalam penelitian Sula dan Alim
(2014) menyatakan kepatuhan terhadap prinsip syariah menjadi indikasi
bahwa entitas tersebut tidak melakukan fraud. Hal ini sejalan seperti yang
diungkapkan oleh Marheni (2017) yang menggunakan proxy Islamic
Income Ratio dan pembiayaan bagi hasil berpengaruh negatif terhadap
terjadinya fraud di perbankan syariah dan Hasanah (2015) yang meneliti
pengaruh sharia complience terhadap kesehatan financial yang merupakan
indikasi terjadinya fraud menggunakan islamic income ratio, bagi hasil dan
investasi menyatakan bahwa proxy sharia complience tersebut berpengaruh
terhadap fraud.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Islamic Income Ratio (IsIR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank
Syariah.
H2 : Profit Sharing Ratio (PSR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank
Syariah.
H3 : Islamic Investment Ratio (IIR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank
Syariah.
2. Pengaruh islamic corporate governance terhadap fraud perbankan
syariah
29
29
Krisis Perbankan yang melanda Indonesia tersebut bukan sebagai
akibat merosotnya nilai tukar rupiah, melainkan karena belum berjalannya
praktik Good corporate governance di kalangan perbankan. Menurut
(Maradita 2014), Terjadinya pelanggaran batas maksimum pemberian
kredit, rendahnya praktek manajemen resiko, tidak adanya transparansi
terhadap informasi keuangan kepada nasabah, dan adanya dominasi para
pemegang saham dalam mengatur operasional perbankan menyebabkanm
rapuhnya industri perbankan yang mengindikasikan mudahnya muncul
kecurangan (fraud).
Oleh sebab itu dengan menerapkan tata kelola perusahaan dengan
baik apalagi memiliki nilai tambah dengan berlandaskan prinsip prinsip
Islam, memberikan indikasi dan kesan kepada masyarakat bahwa lembaga
syariah terutama bank terhindar dari praktik kecurangan, walaupun
kecurangan sendiri dapat terjadi dimana saja (Najib dan Rini,2016).
Menurut Anugerah (2014) corporate governance juga mempunyai
7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan, fungsi manajerial, fungsi internal
audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan, fungsi audit eksternal dan
fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai perpanjangan tangan
komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit mempunyai tanggung
jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang; tatakelola perusahaan,
bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan. Untuk mewujudkan
good corporate governance pada perusahaan/organisasi, dan untuk
30
30
mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme tata kelola
internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.
Implikasi dari teori legitimasi adalah eksistensi Dewan
Direksi/Direktur, dimana Direksi menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya sesuai dengan prinsip syariah. Direksi dapat dipercaya untuk
bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun
stakeholder sehingga disinilah kepercayaan terhadap perbankan syariah
dapat ditumbuhkan (Hasanah,2015).
Hasil penelitian Najib dan Rini (2016) menyatakan bahwa bahwa
variabel Islamic corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud
pada bank syariah, penelitian ini mendukung Penelitian yang dilakukan oleh
In’airat (2015) yang menyatakan bahwa keberadaan dan penerapan tata
kelola perusahaan tidak cukup untuk mengurangi tingkat fraud. Hal ini
konsisten seperti hasil penelitian Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang
menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS tidak
berpengaruh terhadap indikasi terjadinya fraud dan pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab direksi tidak berpengaruh terhadap indikasi terjadinya
fraud dan penelitian Lidyah (2015) yang menyatakan bahwa islamic
corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud. Namun dalam
penelitian Saputra (2017) pada bank syariah mengatakan bahwa Penerapan
Good corporate governance (GCG) berpengaruh negative dan signifikan
terhadap kecurangan (Fraud). Seperti hal nya dalam penelitian yang
diungkapkan oleh Anugerah (2014) jika masing-masing tatakelola internal
31
31
dan eksternal mempunyai elemen-elemen yang kalau semua elemen
tatakelola eksternal dan internal tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka
fraud dapat dicegah atau dikurangi.
Maradita (2014) mengatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah
merupakan elemen pendukung bagi implementasi prinsip GCG pada bank
syariah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab DPS dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi
merupakan indikator penting untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah
dan terhindar dari indikasi terjadinya fraud pada perbankan syariah. Sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) bahwa
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah
berpengaruh positif signifikan terhadap kesehatan finansial dan
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan direksi/direktur berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap kesehatan finansial.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H4: Islamic corporate governance berpengaruh terhadap fraud pada
perbankan syariah