bab ii teori dan perumusan hipotesis a. tinjauan ...eprints.umm.ac.id/46583/3/bab 2.pdf · langkah...

23
10 BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Saramawati dan Lubis (2014) mengenai Analisis pengungkapan sharia complience dalam pelaksanaan Good corporate governance pada Bank Syariah di Indonesia yang mengambil objek Objek penelitian pada Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia pada periode 2011 menyatakan bahwa 6 (enam) dari 10 (sepuluh) BUS di Indonesia telah mengungkapkan sharia compliance dalam pelaksanaan Good corporate governance dengan prosentase lebih dari 50%. Dan pada penelitian Mulazid (2016) mengenai Pelaksanaan Sharia Complienca pada Bank syariah di Indonesia ( Studi kasus pada Bank syariah Mandiri, Jakarta) menyatakan bahwa Bank syariah Mandiri telah menerapakan sharia complience dengan baik namun hal itu tidak menghindarkan Bank syariah Mandiri dari temuan fraud. Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada penelitian Najib dan Rini (2016), Faridah (2011), Lidyah (2018), Marheni (2017) dan Rahmayani dan Rahmawaty (2017). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Najib dan Rini (2016) terdapat pada tahun penelitian yang di ambil dan Lidyah (2018) pada variabel independen yang digunakan . Perbedaan penelitian ini dengan Faridah (2011) yaitu mengenai pengukuran sharia complience yang menggunakan tanggung jawab DPS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran kuantitatif yaitu Islamic Disclosure Index (IDI). Perbedaan

Upload: others

Post on 30-Oct-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Saramawati dan Lubis (2014) mengenai Analisis

pengungkapan sharia complience dalam pelaksanaan Good corporate

governance pada Bank Syariah di Indonesia yang mengambil objek Objek

penelitian pada Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia pada periode 2011

menyatakan bahwa 6 (enam) dari 10 (sepuluh) BUS di Indonesia telah

mengungkapkan sharia compliance dalam pelaksanaan Good corporate

governance dengan prosentase lebih dari 50%. Dan pada penelitian Mulazid

(2016) mengenai Pelaksanaan Sharia Complienca pada Bank syariah di

Indonesia ( Studi kasus pada Bank syariah Mandiri, Jakarta) menyatakan bahwa

Bank syariah Mandiri telah menerapakan sharia complience dengan baik namun

hal itu tidak menghindarkan Bank syariah Mandiri dari temuan fraud.

Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada penelitian Najib dan Rini

(2016), Faridah (2011), Lidyah (2018), Marheni (2017) dan Rahmayani dan

Rahmawaty (2017). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Najib dan Rini

(2016) terdapat pada tahun penelitian yang di ambil dan Lidyah (2018) pada

variabel independen yang digunakan . Perbedaan penelitian ini dengan Faridah

(2011) yaitu mengenai pengukuran sharia complience yang menggunakan

tanggung jawab DPS, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran

kuantitatif yaitu Islamic Disclosure Index (IDI). Perbedaan

11

11

penelitian ini dengan Marheni (2017) terdapat pada variabel independen yang

menggunakan variabel kesehatan financial dalam menguji pengaruh fraud dan

pada penelitian Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang menggunakan variabel

internal control sebagain variable independennya.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Najib dan Rini (2016)

mengenai pengaruh sharia complience dan islamic corporate governance

terhadap fraud perbankan syariah menunjukkan hasil dimana sharia compliance

yang diproksikan oleh Islamic Income Ratio tidak berpengaruh terhadap

kecurangan pada bank syariah. Sedangkan dalam penelitian yang sama

menggunakan proksi lain, sharia compliance yang diproksikan oleh Profit

Sharing Ratio berpengaruh negatif terhadap fraud dan pada proksi selanjutnya

tidak ditemukan adanya pengaruh sharia compliance yang diproksikan oleh

Islamic Investment Ratio terhadap fraud dan pada Faridah (2015) yang

menggunakan variabel good corporate governance, sharia complience dan

komplesitas bank menyatakan bahwa sharia complience yang di proxy kan dari

total rapat DPS menyatakan bahwa sharia complience tidak berpengaruh

terhadap fraud.

Sedangkan dalam penelitian Sula dan Alim (2014) menyatakan kepatuhan

terhadap prinsip syariah menjadi indikasi bahwa entitas tersebut tidak

melakukan fraud. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Marheni (2017)

yang menggunakan proxy Islamic Income Ratio dan pembiayaan bagi hasil

berpengaruh negatif terhadap terjadinya fraud di perbankan syariah dan Hasanah

(2015) yang meneliti pengaruh sharia complience terhadap kesehatan financial

12

12

yang merupakan indikasi terjadinya fraud menggunakan islamic income ratio,

bagi hasil dan investasi menyatakan bahwa proxy sharia complience tersebut

berpengaruh terhadap fraud.

Dalam penelitian Najib dan Rini (2016) menggunakan variabel islamic

corporate governance dalam menguji fraud menyatkan bahwa Islamic

corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud pada bank syariah

penelitian ini mendukung Penelitian yang dilakukan oleh In’airat (2015) yang

menyatakan bahwa keberadaan dan penerapan tata kelola perusahaan tidak

cukup untuk mengurangi tingkat fraud. Hal ini konsisten seperti hasil penelitian

Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang menyatakan bahwa pelaksanaan tugas

dan tanggung jawab DPS tidak berpengaruh terhadap indikasi terjadinya fraud

dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi tidak berpengaruh terhadap

indikasi terjadinya fraud dan penelitian Lidyah (2015) yang menyatakan bahwa

islamic corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud.

Sedangkan penelitian Saputra (2017) pada bank syariah mengatakan bahwa

Penerapan Good corporate governance (GCG) berpengaruh negative dan

signifikan terhadap kecurangan (Fraud). Seperti hal nya dalam penelitian yang

diungkapkan oleh Anugerah (2014) jika masing-masing tatakelola internal dan

eksternal mempunyai elemen-elemen yang kalau semua elemen tatakelola

eksternal dan internal tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka fraud dapat

dicegah atau dikurangi. Menurut Maradita (2014) Dewan Pengawas Syariah

merupakan elemen pendukung bagi implementasi prinsip GCG pada bank

syariah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pelaksanaan tugas dan tanggung

13

13

jawab DPS dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi merupakan

indikator penting untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah dan terhindar

dari indikasi terjadinya fraud pada perbankan syariah. Sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) bahwa Pelaksanaan tugas dan

tanggung jawab dewan pengawas syariah berpengaruh positif signifikan

terhadap kesehatan finansial dan Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan

direksi/direktur berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kesehatan

finansial.

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori agency

Teori agensi merupakan hal dasar yang digunakan untuk memahami

hubungan antara principle dan agent. kontrak antara satu orang atau lebih yang

mempekerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang pengambila keputusan kepada agen tersebut

Dalam hal ini merupakan hubungan keagenan (Jensen dan Meckling,1976).

Berdasarkan teori ini, agency problem terjadi akibat pemisahan antara

pemilik (principal) dan pengelola perusahaan (agent). Selanjutnya ini

menimbulkan asimetri informasi yaitu suatu keadaan dimana agent memiliki

akses informasi yang tidak dimiliki oleh pihak principle. ketika agent lebih

banyak mengenal (mengetahui) informasi internal dan prospek masa yang akan

14

14

datang, dibandingkan pengetahuan tentang informasi yang di kenal/diketahui

oleh principal dan stakeholder lainnya maka Asimetri informasi akan muncul

(Anugerah,2014).

Perbedaan kepentingan menyebabkan agen menyalahgunakan

kewajibannya dalam penyampaian informasi kepada prinsipal dengan cara

memberikan atau menahan informasi yang diminta prinsipal bila

menguntungkan bagi agen (Jensen dan Meckling,1976). Untuk mengatasi hal

tersebut, penerapan Good CorporateGovernance beserta prinsip-prinsip dan

mekanismenya diperlukan untuk dapat memastikan hak dan hubungan di antara

seluruh stakeholder ini terjamin (Anugerah,2014).

Fraud atau kecurangan merupakan akibat yang mungkin timbul dari adanya

agency problem yaitu asimetri informasi, dimana informasi yang dimiliki oleh

age digunakannya untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri atau

orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi prinsipal maupun

perusahaan. Meskipun bank syariah menggunakan prinsip-prinsip Islam, tetapi

tidak menjamin bank syariah terbebas dari adanya tindakan fraud karena fraud

bisa saja terjadi dan berasal dari lingkungan internal bank syariah sendiri.

2. Teori legitimasi (Legitimacy Theory)

Teori legitimasi (Legitimacy Theory) sebagai suatu kondisi yang ada

ketika suatu sistem nilai perusahaan yang sejalan dengan sistem nilai yang

berlaku. Perusahaan menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan norma

dan aturan yang berlaku.

15

15

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi

bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas merupakan tindakan yang

diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan

definisi yang dikembangkan secara sosial. Legitimasi dianggap penting bagi

perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi

faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan (Hasanah,2015).

Tujuan perbankan syariah ini dapat terwujud jika para manajemen

menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan norma dan aturan yang

berlaku dan dapat menjalankan fungsinya secara baik, termasuk fungsi dari

Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Syariah. Dewan Direksi/Direktur

bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan BUS/UUS berdasarkan

prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah dan berkewajiban mengelola BUS /

UUS sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya sedangkan Dewan

Pengawas Syariah bertugas memberikan nasehat.

3. Islamic corporate governance

Corporate governace (CG) sendiri adalah sebuah konsep yang didasarkan

pada teori keagenan, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai suatu alat untuk

memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima

return atas dana yang telah mereka investasikan (Macey dan O’hara,2003).

Pengertian GCG sendiri menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia

No.8/4/ PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good corporate governance Bagi Bank

Umum. Disebutkan bahwa good corporate governance adalah tatakelola bank

yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas

16

16

(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi

(independency), dan kewajaran (fairness). Secara umum, fungsi bank syariah

sama dengan perbankan konvensional yakni sebagai lembaga intermediasi

(intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan

menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang

membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Karena itu, prinsip-

prinsip pokok GCG yang dikembangkan secara umum untuk sistem perbankan

berlaku pula pada bank syariah.

Corporate governance mengandung prinsip-prinsip yang melindungi

kepentingan stakeholder. Prinsip-prinsip tersebut adalah melalui penerapan

fairness, transparancy, accountability dan responsibility. Prinsip-prinsip yang

terdapat di dalam CG ini bukanlah hal yang asing dalam Islam. Dalam konteks

CG dalam perspektif syariah, pemenuhan prinsip syariah menjadikan konsep CG

yang lebih luas dari CG konvensional. Dalam Islam, kepentingan utama yang

lebih utama adalah penjagaan Islam itu sendiri. Dengan kata lain, konsep CG

dalam Islam lebih komprehensif dari Franco-German Model (Mardian,

Sekiyama, dan Fukuda 2011).

. Menurut Maradita (2014), dalam perbankan syariah dikenal adanya

prinsip-prinsip syariah yang mendukung bagi terlaksananya prinsip GCG

dimaksud, yakni keharusan bagi subjek hukum termasuk bank untuk

menerapkan prinsip kejujuran (shiddiq), edukasi kepada masyarakat (tabligh),

kepercayaan (amanah), dan pengelolaan secara profesional (fathanah). Shiddiq

berartimemastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas

17

17

yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan dana

masyarakat akan dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang

diperkenankan (halal) serta menjauhi caracara yang meragukan (subhat) terlebih

lagi yang bersifat dilarang (haram). Tabligh berartisecara berkesinambungan

melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip,

produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya

tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga

harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa

perbankan syariah. Amanah berarti menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian

dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul

maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pihak pemilik dana dan pihak

pengelola dana investasi (mudharib) . Sedangkan Fathanah berarti memastikan

bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga

menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang ditetapkan oleh

bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan

dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).

Menurut Padmantyo dan Muqorrobin (2011) bahwa GCG dalam Islam

harus pada prinsip-prinsip tauhid, taqwa dan ridha, ekuilibrium (keseimbangan

dan keadilan), dan kemaslahatan. Anugerah (2014) mengatakan bahwa

corporate governance juga mempunyai 7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan,

fungsi manajerial, fungsi internal audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan,

fungsi audit eksternal dan fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai

perpanjangan tangan komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit

18

18

mempunyai tanggung jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang;

tatakelola perusahaan, bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan.

Untuk mewujudkan good corporate governance pada perusahaan/organisasi,

dan untuk mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme

tatakelola internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.

Selain itu dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan

GCG, Bank diwajibkan secara berkala melakukan self assessment secara

komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan GCG. Yang mana dalam Surat

Edaran BI No. 12/13/DPbS tentang Pelaksanaan Good corporate governance

bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah didalamnya menjelaskan

tentang self assessment bagi BUS dilakukan dengan penilaian terhadap 11

faktor, yaitu:

a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris

b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi

c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite

d. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah

e. Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana

dan penyaluran dana serta pelayanan jasa

f. Penanganan benturan kepentingan

g. Penerapan fungsi kepatuhan

19

19

h. Penerapan fungsi audit intern

i. Penerapan fungsi audit ekstern

j. Batas Maksimum Penyaluran Dana

k. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS laporan

pelaksanaan GCG serta pelaporan internal.

4. Sharia complience

Pemenuhan terhadap nilai-nilai syariah (sharia compliance) menjadi

salah satu aspek mendasar yang membedakan perbankan Islam dengan

konvensional (Maradita,2014). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia

Nomor 13/2/PBI/2011tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum,

yang dimaksud Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-

langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa

kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usaha yang

dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Prinsip Syariah bagi

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta memastikan kepatuhan

Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia

dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang. Menurut Adrian Sutedi

(2009) dalam Maradita (2014) makna kepatuhan syariah dalam bank syariah

secara konsep sesungguhnya adalah penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah

dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain

yang terkait secara konsisten dan menjadikan syariah sebagai kerangka kerja

20

20

bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi sumber daya,

manajemen,produksi, aktivitas pasar modal dan distribusi kekayaan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan

syariah (sharia compliance) merupakan penerapan prinsip-prinsip Islam

dalam kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur serta kegiatan usahayang

dilakukan oleh Bank Syariah.

Dalam pasal 1 ayat 18 Undang-undang No. 10 tahun 1998 Prinsip

Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum Islam antara bank

dengan pihak lain unuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan

kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah

antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip

jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaaan barang

modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan

adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak

bank oleh pihak lain (ijarah qa iqtina). Dari penjelasan diatas, indikator

prinsip-prinsip syariah yang akan digunakan yaitu:

a. Islamic Income Ratio

Islamic income ratio/ Islamic Income Ratio adalah pendapatan yang

berasal dari investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Menurut Hammed et al (2004) prinsip-prinsip syariah melarang

transaksi yang melibatkan riba, gharar dan perjudian tetapi mendorong

21

21

transaksi yang halal. Dengan demikian, bank syariah hanya menerima

pendapatan dari sumber yang halal. Rasio Islamic Income Ratio

menunjukkan presentase dari seberapa banyak pendapatan halal yang

didapatkan.

b. Profit Sharing Ratio

Pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip

syrariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau

tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi

hasil menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Oleh karena itu,

kita bisa melihat bagaimana bank syariah telah menggunakan aktivitas

bagi hasil dalam kegiatannya dengan total pembiayaan. Rasio untuk

menghitung bagi hasil dari pembiayaan yang dilakukan bank syariah

meliputi mudharabah dan musyarakah.

c. Islamic Investment Ratio

Investasi islam merupakan aktivitas penempatan dana sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah yang dalam kegiatan penghimpunan

dana,pembiayaan dan 33 kegiatan jasa BPRS lainnya adalah kegiatan

usaha yang tidak mengandung unsur riba, maisir, gharar, haram, dan

zalim. Rasio untuk menghitung Investasi islam bisa dilihat dengan cara

membandingkan investasi syariah dengan total investasi yang telah

22

22

dilakukan. Investasi islam yang menunjukkan presentase dari investasi

yang dilakukan bank pada produk halal.

5. Fraud

Statement On Auditing Standard (SAS) No 82 (AU 316) dalam

Amin Widjaya Tunggal (2004: 8) mengemukakan tentang perbedaan antara

dua jenis kesalahan dalam perusahaan yaitu kekeliruan (errors) dan

kecurangan (fraud). Kedua jenis kesalahan ini dapat bersifat material.Suatu

kekeliruan (error) adalah kesalahan penyajian atas laporan keuangan yang

tidak disengaja, sementara kecurangan (fraud) merupakan kesalahan

penyajian yang disengaja.

Di Indonesia fraud yang terkait dengan perbankan dijelaskan dalam

Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/28/DPNP tentang penerapan strategi

anti fraud bagi bank umum, yang menyatakan bahwa fraud adalah tindakan

penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,

menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di

lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga

mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau

pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Berdasarkan definisi di atas, pengertian fraud

adalah suatu tindakan ilegal yang di sengaja, ditandai dengan tipu daya,

penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan yang dilakukan dengan

mengelabui, menipu atau memanipulasi untuk memperoleh keuntungan

(Najib dan Rini,2016)

23

23

Penelitian ini fokus pada fraud yang terjadi di dalam hubungan kerja

(occupational fraud) atau yang disebut juga internal fraud sebab menurut

riset yang dilakukan oleh ACFE pada penelitian Najib dan Rini (2016)

menunjukkan bahwa jenis fraud yang memiliki risiko terbesar bagi

perusahaan di seluruh dunia ialah korupsi dan billing scheme yang mana

keduanya termasuk dalam kategori occupational fraud, selain itu

occupational fraud menjadi ancaman terbesar terutama bagi perusahaan

yang memiliki control yang lemah seperti perusahaan kecil.

Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu (Tuanakotta,

2012):

a. Corruption (korupsi), yang terdiri dari empat ranting yaitu conflicts of

interests (benturan kepentingan), bribery (penyuapan), illegal gratuities

(pemberian hadiah atau gratifikasi) dan economic extortion.

b. Asset Misappropriation (penyalahgunaan aset), merupakan pencurian

aset perusahaan yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang

untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, misalnya pencurian kas,

persediaan dan pengeluaran yang bersifat fraud. Cabang ini terdiri dari 2

(dua) ranting yaitu cash dan inventory and all other assets.

c. Financial Statement Fraud yang meliputi fraudulent financial statements

(fraud laporan keuangan) dan fraudulent non-financial statements. Fraud

dalam laporan keuangan merupakan bentuk salah saji atau kelalaian yang

disengaja atas jumlah atau pengungkapan yang menyesatkan pengguna

laporan keuangan tersebut, seperti menyajikan aset atau pendapatan lebih

24

24

tinggi dari yang sebenarnya (asset/revenue overstatements) atau

menyajikan aset dan revenue lebih rendah dari yang sebenarnya

(asset/revenue understatements).

Menurut Anugerah (2014), Misappropriation (penyalahgunaan aset)

dan fradulent statement (laporan yang dimanipulasi) merupakan bentuk

fraud yang banyak terjadi di perusahaan/organisasi swasta. Good corporate

governance merupakan tata kelola perusahaan yang dapat diandalkan untuk

mengurangi serta mencegah terjadinya dua jenis fraud tersebut

(Anugerah,2014).

Pada bank syariah, tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya

fraud tersebut. Sehingga dengan diterapkannya tata kelola perusahaan

secara Islam (Islamic corporate governance) dan pelaksanaan prinsip-

prinsip syariah secara baik dan benar dapat digunakan untuk mencegah

terjadinya praktik fraud pada bank syariah.

6. Hubungan sharia complience dengan fraud perbankan syariah.

Salah satu pilar penting dalam pengembangan bank syariah adalah

sharia compliance. Pilar inilah yang menjadi pembeda utama antara bank

syariah dengan bank konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya prinsip-

prinsip syariah di lembaga perbankan, diperlukan pengawasan syariah yang

diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) El Junusi (2012)

Kepatuhan dan kesesuaian Bank terhadap prinsip syariah sering

dipertanyakan oleh para nasabah. Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank

Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank

25

25

Syariah sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah

antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah (El

Junusi,2012). Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik

perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah

yang menjadi salah satu hal yang dapat memengaruhi reputasi dan

kepercayaan masyarakat pada bank syariah, hal ini juga akan berdampak

pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah El Junusi (2012).

Oleh sebab itu kepatuhan entitas bisnis syariah terhadap prinsip

syariah mutlak untuk dilakukan Sula dan Alim (2014). Karena hal inilah

menjadi salah satu bentuk indikasi bahwa entitas tersebut tidak melakukan

tindakan fraud Sula dan Alim (2014).

7. Hubungan islamic corporate governance dengan fraud perbankan

syariah

Penerapan prinsip-prinsip GCG menjadi suatu keharusan bagi

sebuah institusi, termasuk di dalamnya institusi bank syariah. Hal ini lebih

ditujukan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability)

berkaitan dengan kegiatan operasional bank yang diharapkan benar-benar

mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif.

Di samping itu juga berkaitan dengan kepatuhan bank syariah terhadap

prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang telah digariskan dalam al Quran,

Hadist, dan Ijmak para ulama Maradita (2014).

Krisis Perbankan yang melanda Indonesia tersebut bukan sebagai

akibat merosotnya nilai tukar rupiah, melainkan karena belum berjalannya

26

26

praktik Good corporate governance di kalangan perbankan. Menurut

(Maradita 2014), Terjadinya pelanggaran batas maksimum pemberian

kredit, rendahnya praktek manajemen resiko, tidak adanya transparansi

terhadap informasi keuangan kepada nasabah, dan adanya dominasi para

pemegang saham dalam mengatur operasional perbankan menyebabkanm

rapuhnya industri perbankan yang mengindikasikan mudahnya muncul

kecurangan (fraud).

Menurut Anugerah (2014) corporate governance juga mempunyai

7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan, fungsi manajerial, fungsi internal

audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan, fungsi audit eksternal dan

fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai perpanjangan tangan

komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit mempunyai tanggung

jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang; tatakelola perusahaan,

bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan. Untuk mewujudkan

good corporate governance pada perusahaan/organisasi, dan untuk

mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme tatakelola

internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.

B. Pengembangan hipotesis

1. Pengaruh sharia complience terhadap fraud perbankan syariah

Kepatuhan dan kesesuaian Bank terhadap prinsip syariah sering

dipertanyakan oleh para nasabah. Dalam pokok-pokok hasil penelitian Bank

Indonesia menyatakan bahwa nasabah yang menggunakan jasa Bank

Syariah sebagian memiliki kecenderungan untuk berhenti menjadi nasabah

27

27

antara lain karena keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah (El

Junusi 2012). Secara implisit hal tersebut menunjukkan bahwa praktik

perbankan syariah selama ini kurang memperhatikan prinsip-prinsip syariah

yang menjadi salah satu hal yang dapat memengaruhi reputasi dan

kepercayaan masyarakat pada bank syariah, hal ini juga akan berdampak

pada loyalitas masyarakat menggunakan jasa bank syariah (El Junusi,2012).

Oleh sebab itu kepatuhan entitas bisnis syariah terhadap prinsip

syariah mutlak untuk dilakukan Sula dan Alim (2014). Karena hal inilah

menjadi salah satu bentuk indikasi bahwa entitas tersebut tidak melakukan

tindakan fraud (Sula dan Alim,2014).

Pada penelitian ini pengaruh sharia compliance di uji menggunakan

indikator yang termasuk dalam Islamicity Disclosure Index (IDI) yang

dikembangkan oleh Hameed et al. (2004), indikator tersebut yaitu, Islamic

Income Ratio (IsIR), Profit Sharing Ratio (PSR), Islamic Investment Ratio

(IIR).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Najib dan Rini

(2016) menunjukkan hasil dimana sharia compliance yang diproksikan oleh

Islamic Income Ratio tidak berpengaruh terhadap kecurangan pada bank

syariah. Sedangkan dalam penelitian yang sama menggunakan proksi lain,

sharia compliance yang diproksikan oleh Profit Sharing Ratio berpengaruh

negatif terhadap fraud dan pada proksi selanjutnya tidak ditemukan adanya

28

28

pengaruh sharia compliance yang diproksikan oleh Islamic Investment

Ratio terhadap fraud dan pada Faridah (2015) sharia complience yang di

proxy kan dari total rapat DPS menyatakan bahwa sharia complience tidak

berpengaruh terhadap fraud. Sedangkan dalam penelitian Sula dan Alim

(2014) menyatakan kepatuhan terhadap prinsip syariah menjadi indikasi

bahwa entitas tersebut tidak melakukan fraud. Hal ini sejalan seperti yang

diungkapkan oleh Marheni (2017) yang menggunakan proxy Islamic

Income Ratio dan pembiayaan bagi hasil berpengaruh negatif terhadap

terjadinya fraud di perbankan syariah dan Hasanah (2015) yang meneliti

pengaruh sharia complience terhadap kesehatan financial yang merupakan

indikasi terjadinya fraud menggunakan islamic income ratio, bagi hasil dan

investasi menyatakan bahwa proxy sharia complience tersebut berpengaruh

terhadap fraud.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Islamic Income Ratio (IsIR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank

Syariah.

H2 : Profit Sharing Ratio (PSR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank

Syariah.

H3 : Islamic Investment Ratio (IIR) berpengaruh terhadap fraud pada Bank

Syariah.

2. Pengaruh islamic corporate governance terhadap fraud perbankan

syariah

29

29

Krisis Perbankan yang melanda Indonesia tersebut bukan sebagai

akibat merosotnya nilai tukar rupiah, melainkan karena belum berjalannya

praktik Good corporate governance di kalangan perbankan. Menurut

(Maradita 2014), Terjadinya pelanggaran batas maksimum pemberian

kredit, rendahnya praktek manajemen resiko, tidak adanya transparansi

terhadap informasi keuangan kepada nasabah, dan adanya dominasi para

pemegang saham dalam mengatur operasional perbankan menyebabkanm

rapuhnya industri perbankan yang mengindikasikan mudahnya muncul

kecurangan (fraud).

Oleh sebab itu dengan menerapkan tata kelola perusahaan dengan

baik apalagi memiliki nilai tambah dengan berlandaskan prinsip prinsip

Islam, memberikan indikasi dan kesan kepada masyarakat bahwa lembaga

syariah terutama bank terhindar dari praktik kecurangan, walaupun

kecurangan sendiri dapat terjadi dimana saja (Najib dan Rini,2016).

Menurut Anugerah (2014) corporate governance juga mempunyai

7 fungsi, meliputi fungsi pengawasan, fungsi manajerial, fungsi internal

audit, fungsi hukum dan penasehat keuangan, fungsi audit eksternal dan

fungsi pemantauan. Keberadaan komite audit sebagai perpanjangan tangan

komisaris dapat mencegah fraud karena komite audit mempunyai tanggung

jawab penting dalam tiga bidang meliputi bidang; tatakelola perusahaan,

bidang laporan keuangan dan pengawasan perusahaan. Untuk mewujudkan

good corporate governance pada perusahaan/organisasi, dan untuk

30

30

mencegah terjadinya fraud diperlukan kombinasi mekanisme tata kelola

internal dan eksternal yang dijalankan secara bersamaan.

Implikasi dari teori legitimasi adalah eksistensi Dewan

Direksi/Direktur, dimana Direksi menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya sesuai dengan prinsip syariah. Direksi dapat dipercaya untuk

bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun

stakeholder sehingga disinilah kepercayaan terhadap perbankan syariah

dapat ditumbuhkan (Hasanah,2015).

Hasil penelitian Najib dan Rini (2016) menyatakan bahwa bahwa

variabel Islamic corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud

pada bank syariah, penelitian ini mendukung Penelitian yang dilakukan oleh

In’airat (2015) yang menyatakan bahwa keberadaan dan penerapan tata

kelola perusahaan tidak cukup untuk mengurangi tingkat fraud. Hal ini

konsisten seperti hasil penelitian Rahmayani dan Rahmawaty (2017) yang

menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS tidak

berpengaruh terhadap indikasi terjadinya fraud dan pelaksanaan tugas dan

tanggung jawab direksi tidak berpengaruh terhadap indikasi terjadinya

fraud dan penelitian Lidyah (2015) yang menyatakan bahwa islamic

corporate governance tidak berpengaruh terhadap fraud. Namun dalam

penelitian Saputra (2017) pada bank syariah mengatakan bahwa Penerapan

Good corporate governance (GCG) berpengaruh negative dan signifikan

terhadap kecurangan (Fraud). Seperti hal nya dalam penelitian yang

diungkapkan oleh Anugerah (2014) jika masing-masing tatakelola internal

31

31

dan eksternal mempunyai elemen-elemen yang kalau semua elemen

tatakelola eksternal dan internal tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka

fraud dapat dicegah atau dikurangi.

Maradita (2014) mengatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah

merupakan elemen pendukung bagi implementasi prinsip GCG pada bank

syariah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pelaksanaan tugas dan

tanggung jawab DPS dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi

merupakan indikator penting untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah

dan terhindar dari indikasi terjadinya fraud pada perbankan syariah. Sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) bahwa

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah

berpengaruh positif signifikan terhadap kesehatan finansial dan

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan direksi/direktur berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap kesehatan finansial.

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H4: Islamic corporate governance berpengaruh terhadap fraud pada

perbankan syariah

32

32

C. Kerangka pemikiran

Islamic Income Ratio

Fraud ( Y ) Profit Sharing Rasio

Islamic Corporaste

Governance

Islamic Investment Ratio

H

2

H

1

H

3H

4