bab ii pengawasan pemerintah terhadap …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27572/3/chapter...
TRANSCRIPT
BAB II
PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN PELAKSANA
PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA DI LUAR
NEGERI
A. Fungsi Pengawasan Pemerintah Secara Umum
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri beserta peraturan pelaksananya
maupun ratifikasi sejumlah konvensi PBB. Sudah menjadi kewajiban pemerintah
untuk menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya, baik yang bekerja di
dalam maupun di luar negeri. Semua berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi,
keadilan sosial, serta kesetaraan dan keadilan gender.42
Mengacu kepada pasal di atas, maka Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004
seharusnya harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya untuk memperoleh kemudahan
pelayanan penempatan yang akurat dan tetap mengutamakan keselamatan TKI dari
semua aspek.43
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang lebih besar, pemerintahan
daerah menjadi ujung tombak pelaksanaan kewajiban tersebut terhadap masyarakat
42
Muhaimin, “Perlindungan Buruh Migran harus Dijamin, ” http://bataviase
.co.id/content/perlindungan-buruh-migran-harus-dijamin. diakses tanggal 30 Maret 2010. 43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lokal di daerahnya.44
Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling
mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama
lain.
Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan
persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya
pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat
terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu
perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota
masyarakat.45
Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, bahwa tujuan
hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan
harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat,
terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan
melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan
dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang
berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari
perusahaan.46
44
Perwira, I. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2009,
hal. 89. 45
Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca
Sarjana, (Medan: USU Press), 2003, hal. 1. 46
Ibid, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Manullang, 47
pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana
semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang
sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan serta mengambil tindakan.48
koreksi yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan
Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif (preventive
controlling) dan pengawasan korektif (corrective controlling). Pengawasan preventif
adalah pengawasan yang mengantisipasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan,
sedangkan pengawasan korektif dapat dijalankan apabila hasil yang dinginkan
terdapat banyak variasi. Pengawasan itu dapat dilakukan pada bidang-bidang
produksi, waktu, kegiatan manusia, maupun keuangan.
Pengawasan di bidang ketenagakerjaan sangat penting sebagai salah satu
instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Adapun fungsi pengawasan oleh
pemerintah akan semakin penting pada masyarakat industri modern, sebagai mana
47
Sedjun Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta: Rhineka
Cipta, 1995), hal. 34 48
T. Hani Handoko, Manajemen Edisi II, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1993), hal. 291.
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan oleh Rudolf Maerker dan Christian Uhlig karena persoalan-persoalan
ketenagakerjaan akan mengarah kepada persetujuan-persetujuan yang ditetapkan
antara lain pekerja dan pengusaha.49
Menurut Ranupandojo tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki.50
Soekarno dalam Gouzali Saydam mengemukakan tujuan pengawasan antara
lain adalah:
1. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana.
2. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi.
3. Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien.
4. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam
kegiatan.
5. Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah
perbaikan. 51
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang
direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama
tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan
49
Agusmidah, ”Fungsi Pengawasan Pemerintah terhadap Perlindungan Penempatanpada
Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang,” (Tesis , Medan: Universitas Sumatera Utara) hal.
78. 50
Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen. (Yogyakarta: AMP YKPN, 1990),
hal. 109 51
Gouzali Saydam, Soal Jawab Manajemen dan Kepemimpinan. (Jakarta: Djambatan, 1993),
hal.197
Universitas Sumatera Utara
ssesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk
memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang.52
Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Hamdan Mansoer sebagai
berikut:
1. Pengawasan Pra Kerja
Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan
yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa
datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini
memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja.
2. Pengawasan Semasa Kerja
Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan
manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui.
Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang
mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini
ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan
koreksi langsung pula.
52
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2004), hal. 173
Universitas Sumatera Utara
3. Pengawasan Pasca Kerja
Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah
berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui
setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi. 53
Secara teoritis, ada tiga cara pokok untuk menciptakan kesempatan kerja atau
berusaha dalam jangka panjang. Cara pertama adalah dengan memperlambat laju
pertumbuhan penduduk yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi
penawaran tenaga kerja. Tetapi seperti dikemukakan di atas, cara ini tidak memadai
bagi Indonesia karena angka kelahiran memang tidak relatif rendah dan dampaknya
terhadap pertumbuhan tenaga kerja kurang signifikan dalam jangka pendek. Cara
kedua adalah dengan meningkatkan intensitas pekerja dalam menghasilkan output
(labour intensity of output).54
Tetapi dalam jangka panjang, cara ini tidak selalu
berhasil karena tidak selalu kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
Cara ketiga adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Cara ini bukan tanpa
kualifikasi karena secara empiris terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja tidak terdapat hubungan otomatis atau niscaya, tetapi justru
tantangannya menjadi riil, karena hubungan yang tidak otomatis itu, maka peranan
pemerintah menjadi strategis dan krusial untuk merancang strategi pertumbuhan
53
Hamdan Mansoer, Pengantar Manajemen. (Jakarta: Depdikbud, 1989). hal. 115 54
Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009, http://www.tempointeraktif.com/ hg/narasi/
2004/06/13/nrs,20040613-01,id.html, Minggu, 13 Juni 2004 00:18 WIB
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang tinggi, tetapi juga "ramah" terhadap ketenagakerjaan (employment -
friendly - growth).55
Undang-Undang Dasar 1945 telah menggariskan bahwa negara
bertanggungjawab untuk menjaga kehormatan dan harta benda warga negaranya yang
berada di luar wilayah Republik Indonesia. Amanah Undang-Undang Dasar ini sangat
relevan untuk direnungkan oleh setiap orang yang menjadi penyelenggara negara,
terutama dalam konteks globalisasi ekonomi, dimana banyak Warga Negara
Indonesia bekerja atau mencari kehidupan di luar negeri.56
Dalam melaksanakan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri
khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), negara membuka hubungan konsuler
(consular relation) dengan banyak negara lain. Namun dalam pelaksanaannya,
hubungan konsuler lebih dititik beratkan pada upaya memajukan hubungan dagang
Indonesia dengan negara lain. Sedangkan perlindungan TKI masih terkebelakang,
walaupun TKI merupakan salah satu sumber devisa negara. Perlindungan TKI hanya
bersifat responsif ketimbang struktural dan sistematis. Pada umumnya, perlindungan
TKI hanya dilakukan apabila masalah-masalah yang dialami TKI telah menjadi berita
di media masa.
Dengan terungkapnya beberapa kasus besar TKI di negara tetangga Malaysia
dan Singapura serta di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi,
seluruh komponen bangsa tersentak. Banyak orang berpendapat bahwa persoalan itu
55
Ibid, 56
Sjah Djohan Darwis, “Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri (Kabupaten Tulung Agung,
Provinsi Jawa Timur)”, Buletin Puslitbang TK No. 2/XVII/2004.
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan para TKI. Ada lagi yang mengatakan
bahwa persoalan ini terjadi karena pengusaha perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia
(PJTKI, sekarang disebut PPTKIS) tidak berwawasan nasional dan hanya mengejar
keuntungan (profit-oriented). Ada juga yang berpendapat bahwa kasus-kasus TKI
terjadi karena tidak berjalannya fungsi regulatif dan punitif Pemerintah RI.
Kejadian-kejadian yang mengenaskan terhadap TKI membuat Pemerintah
bekerja keras untuk mencari solusi atas permasalahan TKI di luar negeri. Salah satu
dari solusi yang telah diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-Undang meluruskan
perilaku menyimpang dari Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) dan memberikan fungsi kontrol kepada Pemerintah
untuk mengatur dengan baik penempatan TKI di luar negeri.
B. Peran Pemerintah dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri
Perlindungan TKI diluar negeri tak lepas dan masa persiapan, penempatan,
hingga purna kerja seorang TKI. Pengaturan atas perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri dapat dilihat dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Undang-undang ini mengatur mekanisme penempatan TKI di luar negeri hingga
Universitas Sumatera Utara
pemulangan dan penanggulangan berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi
oleh TKI.
Peran pemerintah dalam hal melakukan fungsi pengawasan terhadap
penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri terdiri dari:
1. Sebelum penempatan
Bentuk pengawasan terhadap tenaga kerja dimulai sejak sebelum penempatan
tenaga kerja Indonesia. Hal yang perlu diawasi sebelum penempatan tenaga kerja
adalah pembuatan perjanjian kerja mulai dari perekrutan, pendidikan dan pelatihan
dan lain-lain.
Perbedaan penafsiran terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri antara 2 (dua) lembaga negara yaitu Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), secara spesifik persoalannya adalah apakah
BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan
pemerintah. Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan pelayanan penempatan TKI yang
dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri.
Perjalanan sejarah penempatan TKI menjadi alasan pembenar bahkan apa
yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling benar. Penempatan dan
perlindungan TKI paling tidak harus berpedoman kepada 2 (dua) undang-undang
Universitas Sumatera Utara
yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya.
Apabila kedua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami
dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga manapun tidak akan terjebak ke
masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku kewenangan, bukanlah
menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar dalam
menjamin hak-hak TKI. Penanganan kewenangan pelayanan penempatan dan
perlindungan TKI harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
artinya pemerintah berfungsi merumuskan standar, pedoman, norma, dan kriteria
yang diwujudkan dalam berbentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
pembahasannya dengan Menteri Dalam Negeri dan pemangku kepentingan lainnya
termasuk BNP2TKI.
Pasal 38 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN mengharuskan
kepada Pelaksana Penempatan TKI swasta untuk membuat dan mendatangani
perjanjian penempatan dengan pencari kerja yang telah dinyatakan memenuhi
persyaratan administrasi dalam proses perekrutan. Dalam hal ini peran Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota, melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan, adalah untuk:
a) Mengetahui perjanjian penempatan kerja itu (Pasal 38 (ayat (2));
b) Menerima laporan perjanjian penempatan dari pelaksana penempatan TKI swasta
(Pasal 54 ayat (1));
Universitas Sumatera Utara
c) Menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja (Pasal 55 (3)).
Ketentuan yang menyangkut tentang perjanjian kerja ini sangat perlu jika
konsekuen dalam pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan suatu fenomena bahwa para
calon TKI banyak yang belum memiliki perjanjian kerja yang harus mereka pelajari
terlebih dahulu sejak pra penempatan. Bahkan menurut Aritonang, di antara mereka
baru memperoleh naskah perjanjian kerja ketika akan berangkat. Tidak sedikit pula
yang tidak betul-betul memahami perjanjian tersebut.
2. Semasa penempatan
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar
negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap perwakilan Pelaksana Penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di
luar negeri.
Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur, “Dalam
hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah
pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”. Ketentuan ini
menempatkan pemerintah daerah sebagai institusi yang turut terkena akibat atas suatu
Universitas Sumatera Utara
permasalahan terhadap pekerja migran. Jika ada masalah, pemerintah daerah harus
ikut bertanggungjawab, sementara remitan masuk kepada institusi pemerintah pusat.57
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas
menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan
terintegrasi, lebih lanjut Pasal 95 ayat (2) BNP2TKI bertugas:
a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah
dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di
negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11 ayat (1),
b. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan
mengenai:
1) Dokumen;
2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP);
3) Penyelesaian masalah;
4) Sumber sumber pembiayaan;
5) Pemberangkatan sampai pemulangan;
6) Peningkatan kualitas calon TKI;
7) Informasi;
8) Kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan
9) Meningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
57
Lestari, ”Statemen ATKI tentang Revisi UU No. 39 2004,” publikasi Front Perjuangan
Rakyat, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi BNP2TKI dapat dikatakan sebagai lembaga penempatan pemerintah
semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan
penulisan dalam satu pasal, hal ini karena ada kesamaan materi antara ayat (1) dan
ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah, penjelasan dalam angka 50 dan 59).
Perlindungan hukum selama masa penempatan di luar negeri, diwujudkan
antara lain dalam bentuk:
a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan intemasional.
b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan atau
penawaran perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
Setiap calon TKI yang bekerja ke luar negeri, baik secara perseorangan
maupun yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI swasta, wajib mengikuti
progam pembinaan dan perlindungan TKI. Ketentuan mengenai pemberian
perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dan kewajiban untuk
mengikuti program pembina dan perlindungan sebagaimana tersebut di atas, akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3. Sesudah penempatan
Setelah TKI bekerja di tempat yang dituju, bukan berarti perlindungan dari
Pemerintah berhenti. Setelah penempatan hingga masa pemulangan TKI kembali ke
negara asalnya. Bentuk perlindungan TKI yang dapat diberikan Pemerintah adalah
Universitas Sumatera Utara
berupa penyelesaian masalah, pembelaan terhadap dipenuhinya hak-hak TKI dan
pemulihan harkat (fisik dan spikis) TKI serta pengurusan kepulangan TKI
Pemerintah memberikan perlindungan dengan memberlakukan open
management dalam hal perlindungan dan penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
sejak Juni 2010. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
membebaskan para buruh migran yang pulang dari negara penempatan untuk memilih
terminal kedatangan. Langkah itu ditempuh untuk menekan angka pungutan liar
(pungli) dan ancaman penipuan pada TKI yang baru pulang dari luar negeri.
Hal yang dialami TKI selama ini, pada saat pemulangan kembali ke
Indonesia, banyak dikenai pungli. BNP2TKI telah mengambil tindakan tegas dengan
menskors 104 armada angkutan pemulangan TKI. Karena diduga terlibat pungli TKI.
Pada tahun 2009, 35 unit angkutan yang diskors selama enam bulan tidak boleh
melakukan operasi. Kemudian, pada Tahun 2010 ada 69 unit angkutan yang
diskors.58
C. Eksistensi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Karakteristik calon TKI/TKI yang sebagian besar terbatas aksesnya untuk
mendapatkan informasi disebabkan kualitas calon TKI/TKI memiliki pendidikan dan
keterampilan yang rendah, biasanya disebut sebagai tenaga kerja informal, sehingga
perlu mendapat perlindungan ekstra dari pemerintah. Fakta, tanggung jawab PPTKIS
58
Jawa Pos Nasional Network, ”TKI Boleh Pilih Bandara Kedatangan,” http://www.jpnn.com
/index.php?mib=berita.detail&id=63527, diakses tanggal 26 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
lebih besar dari pemerintah, lihatlah penjelasan Undang Undang Nomor 39 Tahun
2004 menyebutkan bahwa calon TKI/TKI yang belum dapat menikmati akses
informasi menjadi tanggung jawab pemerintah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, peran PPTKIS atau
yang biasa disebut perusahaan jasa TKI sangat menentukan kesuksesan program
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Untuk itu, perlu kerja sama yang
baik antara PPTKIS dan pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans serta Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). PPTKIS harus melakukan
penempatan dan perlindungan TKI sesuai aturan serta mekanisme dan prosedur yang
ada. Dalam aturan jelas bahwa hanya TKI yang berkualitas dan memenuhi syarat
yang akan ditempatkan ke luar negeri. Jika terdapat masalah yang menimpa TKI,
tentunya PPTKIS bersama pemerintah harus bekoordinasi untuk menyelesaikannya.
Pemerintah juga harus siap turun tangan untuk membantu jika ada hambatan-
hambatan dalam proses penempatan.
BNP2TKI membawahi 19 (sembilan belas ) organisasi Unit Pelaksana Teknis
(UPT) atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) serta 13 (tiga belas) Pos Pelayanan di embarkasi atau debarkasi yang tugas
pokoknya memberikan kemudahan pemrosesan dokumen dan penyelesaian
permasalahan TKI. Pelayanan langsung melalui pelayanan terpadu satu pintu. Dalam
pelayanan satu pintu, kedudukan Dinas ketenagakerjaan merupakan instansi yang
sangat berperan dalam pelayanan tersebut. Selain itu, keberadaan BP3TKI
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya BP2TKI, sejak diberlakukannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
yang sekarang menjadi undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, UPT tersebut tidak
diserahkan ke pemerintahan daerah. Alasannya karena bersifat lintas negara dan lintas
provinsi.
PPTKIS juga memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah adanya
TKI-TKI ilegal serta tindak-tindak pelecehan terhadap calon TKI yang biasa terjadi di
tempat penampungan. Banyaknya kasus pelacuran yang terjadi pada calon TKI
adalah karena mereka tidak disalurkan sebagaimana mestinya oleh PPTKIS liar. Oleh
karena itu, PPTKIS harus benar-benar melakukan prosedur resmi pemberangkatan
TKI, meliputi:
1. Melaksanakan proses pra pemberangkatan dan penempatan TKI sesuai
prosedur dan mekanisme yang telah digariskan oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan, yaitu antara lain:
a. Pengurusan surat ijin pengerahan
b. Perekrutan dan seleksi
c. Pendidikan dan pelatihan kerja
d. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi
e. Pengurusan dokumen
f. Uji Kompetensi
g. Pembekalan akhir pemberangkatan
h. Pemberangkatan
Universitas Sumatera Utara
2. Melakukan kerjasama dengan NGO dalam memberikan penyuluhan,
sosialisasi dan perlindungan terhadap TKI.
Kerjasama NGO dan PPTKIS dapat dilakukan dengan cara-cara:
a. Bantuan Sosial Ketenagakerjaan
Bantuan sosial ketenagakerjaan diarahkan untuk membantu tenaga kerja agar
dapat masuk ke pasar kerja memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Bantuan tersebut dilakukan baik pada tahap pre employment, employment maupun
post employment. Bantuan pada tahap pre employment diberikan antara lain dalam
bentuk bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan yang diperlukan oleh pasar kerja. Bantuan pada tahap employment antara
lain diberikan dalam bentuk informasi pasar kerja, perlindungan yang berkaitan
dengan kondisi dan kesejahteraan pekerja, tunjangan pengangguran dan sebagainya.
Sedang bantuan sosial pada tahap post employment antara lain diberikan dalam
bentuk promosi ketenagakerjaan bagi lansia produktif untuk berkarya sesuai dengan
kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya.
Bantuan sosial ketenagakerjaan dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi sebagai leading sektor dengan berkoordinasi dengan sektor-sektor
terkait lainnya.
b. Bantuan Sosial Lainnya
Selain bantuan sosial yang dilakukan oleh sektor-sektor sebagaimana
disebutkan di atas juga ada upaya bantuan sosial yang dilakukan oleh berbagai
Universitas Sumatera Utara
sektor lain seperti sektor Kependudukan dan KB (oleh Departemen Dalam Negeri
dan BKKBN), sektor agama (oleh Departemen Agama) dan sebagainya.
Berbagai bentuk bantuan sosial tersebut perlu dikoordinasikan satu sama lain
baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya. Koordinasi tersebut
sangat diperlukan sehingga tidak terjadi duplikasi baik duplikasi dalam kegiatan
maupun duplikasi dalam sasaran. Dengan demikian dana yang terbatas yang
disediakan untuk berbagai upaya bantuan sosial tersebut dapat benar-benar tepat
sasaran penggunaannya.
3). Pengembangan kearifan lokal
Upaya ini diarahkan untuk menggali, mempertahankan, dan mengembangkan
kearifan-kearifan sosial yang telah tumbuh di berbagai komunitas lokal. Secara
informal berbagai komunitas di berbagai daerah sebenarnya telah
mengembangkan berbagai skema sosial guna menanggulangi berbagai persoalan
sosial yang dihadapi anggotanya. Hanya selama ini berbagai skema sosial yang
telah berkembang secara informal tersebut tidak berada dalam jangkauan
kebijakan publik. Padahal peran berbagai skema informal tersebut sangat penting,
karena di samping tumbuh atas inisiatif masyarakat juga karena sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi sosial setempat.
Kedepan perlu dikembangkan berbagai upaya baik yang bersifat langsung
maupun tidak langsung untuk dapat menggali dan mengembangkan berbagai
Universitas Sumatera Utara
skema informal tersebut dalam sistem perlindungan sosial yang akan
dikembangkan.
4). Kegiatan berkaitan dengan upaya memperkuat dukungan keluarga dan
partisipasi masyarakat
Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat antara lain bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan membina peran keluarga dalam membantu anggota
keluarga dan anggota masyarakat lain yang memerlukan bantuan sosial baik
dalam bentuk material maupun non material
b. meningkatkan dan membina peran serta masyarakat, organisasi sosial,
lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta dalam membantu mengatasi
berbagai masalah sosial yang dihadapi
Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi
jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial
merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk
masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan
yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia,
ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi
sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang
diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada mulanya, masalah perlindungan tanaga kerja di luar negeri pada mulanya
ditempatkan dibawah Departemen Tenaga Kerja RI dan pembinaanya diserahkan
pada Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Secara sadar pula Pemerintah
Indonesia menyadari bahwa TKI yang dikirimkan ke luar negeri adalah tenaga kerja
tidak trampil dan berupaya untuk peningkatan mutu TKI ke luar negeri dan
memfokuskan pengiriman TKI yang memiliki ketrampilan semi skilled dan full
skilled. Untuk itu, sejak Tahun 2006, dibentuklah suatu lembaga khusus yang
melayani perlindungan TKI di Luar Negeri. Lembaga ini diberi narna Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting bagi kehidupan manusia,
yaitu sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya, sebagai sarana untuk mengaktualisasi dirinya. Dengan demikian, hak
atas pekerjaan merupakan hak asasi yang melekat pada diri seseorang, yang wajib
dijunjung tinggi dan dihormati. Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak urtuk memperoleh perlindungan sejak
saat pra penempatan, selama masa penempatan dan puma penempatan, seuai dengan
peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional yang dalam
hal ini dilaksanakan oleh Pejabat Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Repubhk
Indonesia di negara tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan hukum selama masa penempatan di luar negeri diwujudkan
antara lain dalam bentuk:
a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan intmasional
b. Pembelaan atas pemenuhan hak hak sesuai dengan perjanjian kerja dan atau
perundang-undangan dii negara TKI ditempatkan.
c. Perlu kiranya ditegaskan bahwa setiap calon TKI/TKI yang bekerja ke luar
negeri, baik secara perseorangan maupun yang ditempatkan oleh Pelaksana
Penempatan TKI swasta, wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan
TKI. Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan
TKI di luar negeri dan kewajiban untuk mengikuti program pembina dan
perlindungan sebagaimana tersebut di atas, akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Perlindungan TKI, yang meliputi
1. Bimbingan dan advokasi bagi TKI sejak pra penempatan, masa penempatan dan
purna penempatan
2. Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Perusahaan bermasalah
secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas
menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan
Universitas Sumatera Utara
terintegrasi, lebih lanjut ayat (2) BNP2TKI bertugas: a. melakukan penempatan atas
dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara
pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan
sebagaimana Pasal 11 ayat (1), b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan
melakukan pengawasan mengenai: 1) dokumen; 2) Pembekalan Akhir
Pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian masalah; 4) sumber sumber pembiayaan; 5)
pemberangkatan sampai pemulangan; 6) peningkatan kualitas calon TKI; 7)
informasi; 8) kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan 9) peningkatan
kesejahteraan TKI dan keluarganya. Sah-sah saja meletakkan fungsi BNP2TKI
sebagai lembaga penempatan pemerintah semata, jika memperhatikan konstruksi
Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal ini karena
ada kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak
dapat dipisahkan (Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004, penjelasan dalam angka
50 dan 59).
D. Bentuk-bentuk Pengawasan Pemerintah terhadap Perusahaan Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di
luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Hal ini ditegaskan pada Pasal 92 Undang-Undang No. 39 Tahun
2004. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan ini, Instansi yang melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
pengawasan tersebut wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap
pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya
sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri (Pasal 93 ayat (1)).
Dalam ketentuan tersebut tidak ditegaskan apakah penyelenggaraan penempatan yang
dimaksud diartikan mulai dari pra penempatan, penempatan, dan purna penempatan,
atau diartikan secara khusus pada penempatan dalam arti ketika TKI sudah berada di
negara tujuan pengiriman.
Berdasarkan ketentuan di atas, pemberian ruang bagi pemerintahan daerah
dalam Undang-Undang ini sangat bergantung kepada kehendak politik pemerintah
pusat. Kontradiksi antara kewajiban pemerintahan daerah sebagai sub sistem
penyelenggara Negara dengan ketentuan-ketentuan tersebut memunculkan suatu
ambiguitas mengenai peran pemerintahan daerah terhadap urusan TKI merupakan
kewajiban atau pilihan. Di satu sisi pemerintahan daerah memiliki peran yang cukup
penting sebagai pelayan publik yang terdekat dengan masyarakat. Di lain pihak,
pemerintahan daerah menghadapi batas-batas kewenangan.
Dalam rangka meningkatkan disiplin kerja pegawai dengan tujuan untuk
mencapai tujuan organisasi sangat perlu diadakan pengawasan, karena pengawasan
mempunyai beberapa tujuan yang sangat berguna bagi pihak-pihak yang
melaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara, Saat ini Pemerintah tengah melakukan
revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan. Upaya-upaya yang sedang dilakukan
diantaranya menitikberatkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pengawas,
Universitas Sumatera Utara
penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan, serta merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan.59
Wacana mengenai perubahan UU No. 39 Tahun 2004 Tentang PTKILN
dipahami oleh sebagian kalangan sebagai isu pergerakan untuk meratifikasi Konvensi
Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya. Hal ini tampak kontradiktif dengan persepsi Pemerintah mengenai
pertimbangan isu perubahan Undang-Undang PPTKILN, yaitu: (1) untuk melayani
kepentingan PPTKIS guna mempermudah perijinan supaya dapat menunjang
program pencapaian target pengiriman buruh migran Indonesia sebesar satu juta BMI
per tahun; (2) mengalihkan perhatian buruh migran Indonesia dari tuntutan atas
Ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan
Keluarganya yang selama ini didesakkan oleh buruh migran Indonesia .60
Tampaknya
Pemerintah Indonesia betul-betul khawatir untuk meratifikasi Konvensi tersebut
sehubungan dengan konsekuensinya. Jika permasalahan pekerja migran tergolong
sebagai fenomena perbudakan, hal tersebut menjadi salah satu yang mewajibkan
negara untuk mempertanggungjawabkan atas kelalaian atau pelanggaran dari
kewajiban hukum internasional.61
59
Hasil wawancara dengan Bapak Leppy Hutagaul, Tata Usaha Dinas Tenaga Kerja Kota
Medan Penempatan TKI Luar Negeri, tanggal 2 Juni 2010, di Kota Medan. 60
Ibid 61
C. d. Rover,. To Serve and To Protect, Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut didukung salah satunya oleh pengamatan Donny Pradana.
Menurutnya target pemerintah pada masa SBY-JK dalam hal penempatan tenaga
kerja dalah sebesar satu juta per tahun.62
Bahkan ditambahkan dalam penjelasan Sri
Palupi, pemerintah berniat untuk memberantas percaloan melalui kegiatan
pencegahan dan penindakan. Yang terjadi adalah pemerintah hanya menindak para
calo yang beroperasi di lapangan, tetapi tidak membangun sistem perekrutan yang
mampu menghilangkan peran calo. Padahal peran calo tidak akan pernah hilang
selama mayoritas PPTKIS masih berdomisili di Jakarta dan pelayanan pemerintah di
bidang ketenagakerjaan belum menjangkau sampai ke tingkat desa.
Tampak beberapa disharmoni dengan UU No. 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri. Pemerintah daerah hanya disebut sebagai bagian dari
kategori hubungan luar negeri yang bersifat regional dan internasional (Pasal 1 angka
1 UU No. 37 Tahun 1999). Jika pertanggungjawaban dalam rangka melaksanakan
pengawasan cukup kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, adalah masih signifikan. Pertimbangannya
adalah bahwa urusan TKI ketika sudah pada masa penempatan di Negara tujuan
adalah urusan “G to G” (government to government). 63
62
Donny Pradana wr, B. S. (n.d.). http://zonamigran.com/kso.php?id=62&kode=2. Retrieved
05 31 11:14:47, 2009, from http://zonamigran.com: http://zonamigran.com/kso.php?id=62&kode=2,
diakses tanggal 10 Juli 2010. 63
Syafrudin, A. (Performer), Pola Hubungan Pusat dan Daerah. (Bandung: Focused Group
Discussion, 2009), hal. . 20.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini berdasarkan ketentuan bahwa kewenangan penyelenggaraan
Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri Pemerintah Republik
Indonesia berada di tangan Presiden (Pasal 6 ayat (1)). Walaupun dapat saja Presiden
menunjuk pejabat selain Menteri Luar Negeri untuk melaksanakan tugas, tetap harus
melalui konsultasi dan koordinasi Menteri Luar Negeri (Pasal 7 ayat (1) dan (2)).
Seharusnya yang paling bertanggungjawab dalam hal pengawasan pada masa
penempatan adalah kantor perwakilan Indonesia di Negara tujuan, (Pasal 24 ayat (1)).
Selain mengatur mengenai kelembagaan dan kewenangan, UU Hubungan Luar
Negeri tersebut menegaskan kewajiban perwakilan RI (Pasal 19).
Salah satunya adalah untuk memberikan pengayoman, perlindungan, dan
bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan
internasional. Jika terjadi sengketa antara sesama warga negara atau badan hukum
Indonesia di luar negeri, maka Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban
membantu menyelesaikannya berdasarkan asas musyawarah atau sesuai dengan
hukum yang berlaku (Pasal 20). Lebih tegasnya, dalam hal warga negara Indonesia
terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan
perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta
mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara (Pasal
21).64
64
Ibid, hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk pengawasan lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan
memberlakukan sanksi bagi penyalur tenaga kerja Indonesia yang melanggar
peraturan. Salah satu bentuk sanksi adalah sanksi skors atau penghentian sementara
penyalur tenaga kerja Indonesia dengan jalan skor. Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemen-nakertrans) menskors tujuh perusahaan pelaksana penempatan
tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS] atau biasa disebut pelaksana penempatan
TKI swasta (PPTKIS). Ketujuh PPTKIS ini terbukti melakukan berbagai pelanggaran
dalam proses penempatan TKI. 65
Sanksi yang dikenakan berupa penghentian sementara izin operasional, baik
hanya sebagian atau untuk seluruh kegiatan penempatan TKI ke luar negeri.
Sebanyak tujuh PPTKIS yang dijatuhi sanksi ini meliputi PT Amanitama Berkah
Sejati, PT Aqbal Duta Mandiri, PT Tritama Megah Abadi, PT Karya Pesona Sumber
Rejeki, PT Duta Ampel Mulia. PT Abdi Bela Persada, dan PT Dasa Graha Utama.66
Kedua lembaga masih bersikukuh dengan pendiriannya masing-masing untuk
menangani TKI. BNP2TKI berdasar UU Nomor Nomor 39 Tahun 2004 mempunyai
kewenangan menangani penempatan dan perlindungan TKI dari proses
keberangkatan sampai hingga purna kerja. Dengan berdasar Permen 22 Tahun 2008
65
Langgar Aturan, Tujuh PPTKIS Diskors, http://bataviase.co.id/node/156026, diakses
tanggal 20 Juli 2010.
66
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lebih menguatkan peran Depnakertran untuk menangani proses penempatan TKI.
Meskipun Permen tersebut sudah dicabut oleh Mahkamah Agung Tahun 2009.67
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.
melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien.
Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan
penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan.
Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan
sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan
yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan
dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau
pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin
oleh inspektorat jenderal pada setiap departemen dan inspektorat wilayah untuk setiap
daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan
Departemen Dalam Negeri.
Sejak 1988-1998, pengawasan intern dikoordinasikan oleh Menteri
Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) dan Pengawasan
Pembangunan (Menko Ekuin dan Wasbang). Selain itu juga terdapat Badan
67
“Tanggung jawab Siapa Penempatan dan Perlindungan TKI,” http://us.suarapembaca.
Detik.com/read/2010/03/25/180700/1325562/471/tanggung-jawab-siapa-penempatan-dan-
perlindungan - tki, diakses tanggal 20 Juni 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan pelaksana teknis
operasional pengawasan, dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 31 Tahun
1983.
E. pengawasan preventif dan represif;
F. pengawasan aktif dan pasif;
G. pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan
kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Selain itu ada pengawasan ekstern. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan
yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang
diawasi. Sebelum perekonomian mencapai tingkat dimana semua pelaku pasar
terlibat dalam kelembagaan perekonomian modern, maka lapangan usaha informal
sama sekali tidak dapat diabaikan dalam menyerap tenaga kerja. Kekuatan lapangan
usaha informal adalah kemudahan untuk memasukinya dan barangkali yang lebih
penting di dalam era globalisasi, tidak terkait secara langsung oleh dampak negatif
globalisasi.
Khusus untuk pengawasan tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Setelah
pencabutan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia, April 2010,
perlu dibentuk lembaga pengawas gabungan antara Pemerintah RI dan Malaysia.
Tugasnya adalah mengawasi pelaksanaan kesepakatan persoalan ketenagakerjaan di
antara kedua negara. Peran lembaga tersebut sangat penting untuk menjalankan
fungsi kontrol dan sanksi hukum bagi pihak-pihak yang menyalahi perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari waktu di mana pengawasan dilaksanakan dapat dibedakan atas
dua bagian:
i. Pengawasan preventif
Adalah pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewenangan-
penyelewenang, kesalahan-kesalahan atau sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan
dengan memberikan pedoman-pedoman pelaksaanaan berupa ketentuan atau
peraturan-peraturan yang harus dipenuhi. Pengawasan ditujukan agar pelaksanaan
suatu pekerjaan memenuhi ketentuan yang berlaku.
ii. Pengawasan refresif
Adalah pengawasan yang dilakukan sesudah rencana dilaksanakan, atau
dengan kata lain hasil-hasil yang telah dicapai, dinilai/diukur dengan alat pengukur
standar yang telah ditentukan terlebih dahulu. Jadi pengawasan ini dilakukan setelah
kesalahan atau penyimpangan terjadi.
Lembaga itu nantinya akan mewadahi setiap pengaduan, baik dari majikan di
Malaysia maupun TKI. Selama ini, mekanisme aturan perlindungan tenaga kerja di
Malaysia sebenarnya sudah ada, tetapi penegakan hukumnya belum optimal. Ada
beberapa kasus pengiriman TKI ilegal selama moratorium berlangsung. Kebanyakan
modus pengiriman TKI ilegal dengan penyalahgunaan dokumen imigrasi. Misalnya,
masuk Malaysia dengan paspor pelancong, tetapi ternyata justru bekerja. Sejauh ini
hal-hal prinsip dalam kesepakatan baru perjanjian pengiriman TKI ke Malaysia telah
disepakati kedua belah pihak. Kesepakatan itu di antaranya paspor dipegang TKI,
Universitas Sumatera Utara
waktu libur bagi tenaga kerja satu hari seminggu, perhitungan gaji awal, dan
perlindungan hukum.68
Dengan melihat begitu kompleks permasalahan yang dihadapi oleh para
tenaga kerja Indonesia ini, pemerintah harus mampu menjalankan kewajibannya
terhadap rakyat khusunya buruh migran yang sudah banyak membantu negara dengan
sumbangan devisanya.
Pertama, pemerintah memperketat pengawasan terhadap perusahaan
pelaksana penempatan tenaga kerja agar penyelewengan dapat dikurangi seminimal
mungkin. Pemerintah dapat membuat undang-undang yang benar-benar melindungi
hak-hak buruh serta mensosialisasikannya terhadap masyarakat luas khusunya para
calon tenaga kerja dan para agen penyalur. Jika ada pihak yang tidak mentaatinya
maka pemeritah harus menindak tegas para pelaku agar pelanggaran-pelanggaran
semacam itu tidak meluas dan berlanjut.
Kedua, pembekalan berupa training-training dan semacamnya terhadap calon
tenaga kerja tetap intens dilakukan bekerja sama dengan perusahaan penyalur. Ketiga,
pengawasan terhadap tenaga kerja harus tetap berjalan dari semenjak mereka
diberangkatkan sampai mereka kembali lagi ke tanah air. Dalam hal ini kedutaan-
68
RI-Malaysia Perlu Bentuk Lembaga Pengawas, http://digilib.umm. ac.id/gdl
.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-2005-nailiariya-4680&PHPSESSID= 42d6ee65b
827a38f44956092d28ba985, diakses tanggal 20 Juni 2010. Satu-satunya hal yang belum disepakati
terkait nilai penebusan (cost structure) TKI di antara asosiasi perusahaan jasa tenaga kerja dari dua
negara. Da’i Bachtiar meminta supaya pengusaha penyalur TKI tidak mengambil untung terlalu besar
dari penebusan TKI. Menurut dia, agen TKI dari Indonesia menuntut 7.000 ringgit untuk biaya
penebusan. Namun, agen tenaga kerja di Malaysia hanya menyanggupi sekitar 5.000 ringgit
Universitas Sumatera Utara
kedutaan di negara tujuan harus proaktif memberikan akomodasi terhadap tenaga
kerja Indonesia bekerja sama dengan Deplu dan Depnaketrans. Keempat, pemerintah
harus bekerja sama dengan pemerintah negara tujuan para buruh migran.
Kesepakatan-kesepakat yang bersifat mengikat harus ditegakkan dengan
pemerintah negara tujuan melalui kerjasama bilateral. Kesepakatan-kesepakatan ini
harus mampu menyentuh hak-hak dasar para tenaga kerja sebagai manusia, bukan
sebagai budak yang bebas diperdagangkan dan tenaganya dimanfaatkan sesuka hati.
Peranan pemerintah dalam menangani tekanan upah buruh sangat krusial, di
satu sisi pemerintah berkewajiban menyediakan sistem pengaman atau jaring sosial
yang efektif untuk menjamin tidak ada buruh yang "terjatuh" dan diabaikan hak-hak
hidup layaknya, disisi lain pemerintah harus realistis bahwa akibat krisis dan sebab
yang lain yang lebih bersifat struktural dan kultural, bagi sebagian pengusaha situasi
yang dihadapi masih belum kondusif untuk memberikan balas jasa pekerjaan yang
layak.
Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah terus mendorong dialog yang
cerdas antara pihak buruh dan pengusaha untuk mencapai konsensus dalam penetapan
upah buruh. Pemerintah juga "memiliki kewajiban moral" untuk menyediakan acuan
normatif dalam penetapan upah layak yang berbasis empiris serta memperoleh
pengakuan sepenuhnya dari pihak buruh dan pengusaha.
Selain itu pemberian bantuan hukum bagi golongan masyarakat kurang
mampu yang berperkara di pengadilan terus dilanjutkan. Kegiatan tersebut dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan menyediakan pelayanan bantuan hukum melalui pemanfaatan dana APBN
yang disalurkan melalui pengadilan negeri setempat. Saat ini juga terus
diselenggarakan pemberian bantuan konseling dan pendampingan bagi perempuan
korban kekerasan.
E. Pihak-pihak yang dikatagorikan sebagai Pemerintah Yang
Bertanggungjawab dalam Pengawasan
1. Pemerintah Pusat
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintah
pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari
presiden beserta para menteri, namun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah serta PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintahan antara pemerintah,pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota.
secara tegas disebutkan bahwa pemerintah pusat selanjutnya disebut
pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Istilah pemerintah harus dipahami sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 dan PP Nomor 38 Tahun 2007 bukan atas dasar Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2004. Karena Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 harus menyesuaikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan perintah Pasal 18
ayat (7) Undang-Undang Dasar RI 1945. Dengan demikian, haruslah menjadi
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan, bahwa BNP2TKI merupakan pemerintah pusat yang berbentuk
lembaga pemerintah non-kementerian.
Mencari upaya hukum yang tepat melalui pertimbangan das sollen dan das
sein. Tindakan serta merta melalui peraturan menteri tidaklah mendasar sama sekali
serta dipaksakan. Buktinya, seharusnya terlebih dahulu membuat PP tentang
penempatan pemerintah sebagai perintah Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004. Selain itu, perlu dipahami bahwa secara hirarkhi, peraturan menteri
tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, alasannya untuk lebih mengedepankan peraturan
daerah, sehingga hierarkhi Permen lemah dan apalagi tanpa memperhatikan prosedur
penetapannya.
Pengawasan pemerintah dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar
negeri dilakukan oleh Badan Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia yang
mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga
ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
2. Pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
Kondisi yang dialami oleh TKI menyebabkan perlunya disikapi oleh
pemerintah daerah dengan menyusun sebuah kebijakan yang berbentuk Perda.
Sehubungan dengan pembentukan perda dimaksud, dibutuhkan suatu pemetaan
kewenangan, prosedur dan substansi perda yang akan disusun. Keberadaan Perda
dimaksud mengatur tentang perlindungan dan pelayanan. Orientasi perlindungan
mengarah pada upaya untuk meniadakan pelanggaran dan memberikan jaminan
kepastian atas perolehan hak-hak buruh migran. Sedangkan orientasi pelayanan
mengarah pada penyederhanaan dan sebagai landasan legitimasi pelayanan yang
menjadi kewenangan otonom pemerintah daerah
Selain itu juga, diharapkan agar perda mampu menjadi instrumen untuk
mengubah perilaku birokrasi dan masyarakat yang tidak ramah kepada buruh migran.
Setidaknya ada dua hal yang bisa diraih pemerintah dengan adanya Perda
perlindungan ini. Pertama, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dibuat
secara rasional. Kedua, pelayanan dan perlindungan terhadap kepentingan buruh
migran terkait birokratisasi, mahalnya biaya pengurusan, calo, perdagangan orang
(trafficking) dan lain-lain
Adanya Perda berperspektif perlindungan, sangat strategis dalam
meningkatkan perlindungan TKI, mengingat 80 persen akar permasalahan TKI yang
mengemuka selama ini ada di dalam negeri dan berawal dari proses perekrutan di
desa. Dengan mewujudkan Perda tersebut, kita menggeser perspektif perlindungan,
dari perlindungan yang berorientasi pada penanganan kasus TKI di luar negeri ke
Universitas Sumatera Utara
perlindungan yang lebih berorientasi pada pencegahan/ pengurangan terjadinya kasus.
Ada tujuh persoalan yang dihadapi buruh migrant dan diantisipasi dalam Draft Perda
tersebut, yaitu:
1. Persoalan perekrutan tak sah,
2. Pendidikan dan pelatihan,
3. Pembiayaan,
4. Penanganan dan layanan bantuan hukum,
5. Reintegrasi,
6. Data base, dan
7. Pengurusan dokumen dengan mudah dan aman.
Dari tujuh itu, lima di antaranya adalah preventif, karena berada di dalam
negeri. Pasal 92 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) mengatur bahwa:
1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh
instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota.
2. Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh
Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Jika Pemerintah daerah diikutsertakan melalui instansi terkaitnya untuk turut
dalam pengawasan di Negara tujuan, maka sedikitnya akan terdapat dua . Pertama,
terjadi penghamburan anggaran Negara/Daerah untuk memberangkatkan aparat
pemerintah daerah untuk berkeliling ke luar negeri dengan mata anggaran
pengawasan pelaksanaan penempatan TKI. Pengawasan terhadap penempatan TKI
akan terkait dengan hubungan diplomatik antar Negara. Tentunya, aparat pemerintah
daerah yang berangkat tidak akan dapat berkapasitas sebagai penentu hubungan
diplomatik. Kedua, pencantuman satuan pemerintahan daerah dalam pelaksanaan
pengawasan penempatan yang demikian itu akan menjadikan ketentuan ini sebagai
hukum yang tidak hidup. Artinya, bahwa ketentuan ini tidak memenuhi asas dapat
dilaksanakan.
3. Perwakilan RI
Penempatan TKI ke luar negeri masih didominasi TKI pada jabatan non
formal yang jumlahnya mencapai 75,3% dari keseluruhan penempatan selama Tahun
Universitas Sumatera Utara
2005. Ke depan komposisi penempatan TKI ke luar negeri harus digeser pada
jabatan-jabatan formal.69
Ke depan perwakilan RI didorong untuk :
1. Aktif memberikan informasi mengenai lowongan kerja yang tersedia di luar
negeri dan promosi mengenai potensi TKI. Diversifikasi penempatan TKI
perlu dilakukan untuk memperkecil permasalahan TKI selama bekerja di luar
negeri.
2. Mengkoordinir dan memfasilitasi segala kewajiban PPTKIS dalam
perlindungan TKI. Hal-hal lain yang cukup strategis dalam perlindungan bagi
TKI yang dapat dilakukan perwakilan RI antara lain adalah melakukan
penelitian dan pendaftaran Mitra Kerja PPTKIS di luar negeri, melegalisir
perjanjian kerjasama penempatan PPTKIS dengan mitranya serta meneliti dan
mengesahkan setiap setiap permintaan TKI yang ditujukan baik melalui agen
PPTKIS maupun secara langsung kepada calon TKI.
Sejalan dengan semakin besarnya permintaan jasa Tenaga Kerja Indonesia
dari berbagai negara, dirasakan ada kemajuan kerjasama sektor ketenagakerjaan
dengan perwakilan RI. Ke depan koordinasi dan kerjasama perlu ditingkatkan agar
upaya perluasan kesempatan kerja di luar dapat diwujudkan. Setiap calon TKI
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sejak saat pra penempatan, selama
masa penempatan dan purna penempatan, sesuai dengan peraturan perundang-
69
I. Gusti Made Arka, “Peran dan Tanggungjawab Departemen Tenaga Kerja dalam Proses
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri,” makalah Seminar tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, diselenggarakan oleh BPHN dan Kantor
Wilayah Separtemen Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur, Surabaya, 2005, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
undangan serta hukum dan kebiasaan internasional yang dalam hal ini dilaksanakan
oleh Pejabat Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Repubhk Indonesia di negara
tujuan.
Pengiriman TKI dan penempatannya di negara pengguna jasa TKI, tidak lepas
dari peranan dan tanggung jawab pelaksana dan Penempatan TKI Diluar Negeri,
sebagai mitra kerja Departemen Tenaga Kerja yang harus dilakukan secara terpadu
dan lintas sektoral antara instansi pemerintah baik pusat maupun daerah serta
partisipasi masyarakat dalam suatu sistem hukum yang mampu melindungi tenaga
kerja. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan sehubungan dengan pengawasan
perusahaan penyedia tenaga kerja Indonesia:
1. Meningkatan kerjasama luar negeri dengan negara-negara tujuan
penempatan, diarahkan untuk mempromosikan potensi tenaga kerja
profesional kerjasama antara Depnakertrans dengan Deplu dan BNP2TKI
untuk merealisasikan perundingan dan penandatanganan MOU dengan
negara Kuwait, Uni Emirat Arab, Syria dan Yordania dan mendorong
pembentukan citizen services di negara yang belum mempunyai atase
ketenakerjaan serta mengoptimalkan peran atase ketenagakerjaan di
perwakilan RI di luar negeri sebagai Market Inteligent.
2. Penggunaan Kartu Tenaga Kerja luar negeri (KTKLN), Implementasi
KTKLN sudah dimulai sejak tanggal 20 November 2007 yang tersebar di
20 (dua puluh) Lokasi pelayanan KTKLN Pelaksanaan pembuatan
KTKLN dilakukan pada hari yang sama dengan pelaksanaan Pembekalan
Akhir Pemberangkatan (PAP). KTKLN akan berlaku sebagai pengganti
BFLN dan identitas penting/dokumen yang wajib dimiliki oleh setiap
TKI sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004. Dengan penggunaan KTKLN akan secara mudah dilakukan
pengecekan identitas dan merecord keberangkatan TKI di embarkasi.
3. Pelayanan bursa kerja luar negeri dalam pelayanan Informasi dan
fasilitasi kesempatan kerja ke luar negeri di wilayah
Kabupaten/Kota/Kecamatan. Pelayanan bursa kerja luar negeri yang
digagas oleh BNP2TKI dengan didukung oleh oleh Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri R.I Nomor: 560/345/SJ, tanggal 12 Pebruari 2008, perihal:
Universitas Sumatera Utara
Bursa Kerja Luar Negeri. Pada Bursa Kerja Luar Negeri upaya
menghentikan praktek percaloan dalam perekrutan CTKI dengan modus-
modus yang digunakan mirip dengan perdagangan manusia. Pelaksanaan
pendataan di Kecamatan yang melibatkan aparat Kecamatan dan
Lurah/Kepala Desa di maksudkan untuk menghindari pemalsuan
dokumen Kependudukan (KTP dll). Untuk lebih memperluas cakupan
layanan Bursa Kerja luar negeri, Sistem ini akan diintegrasikan dengan
sistem Bursa Kerja On-Line dan sistem informasi yang dimiliki oleh
Dinas Tenaga Kerja di daerah rekrut dan Dinas Kependudukan. 70
Saat ini Kemenakertrans memiliki 10 atase ketenagakerjaa di sembilan negara
yaitu Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia (Riyadh dan Jeddah), Persatuan Emirat
Arab, Brunei Darussalam, Kuwait, Korea Selatan, Singapura dan Qatar.71
Sementara
peranan atase ketenagakerjaan itu sangat penting karena mereka bertugas untuk
membantu menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang dihadapi TKI seperti
gaji tidak dibayar, kecelakaan kerja, kontrak kerja tidak sesuai, pemulangan TKI,
penganiayaan dan banyak hal lainnya.
Selain itu, atase mempunyai tugas pelayanan tenaga kerja yang meliputi
pendataan tenaga kerja asing (TKA) yang masuk Ke Indonesia dan data TKI di
negara penempatan, pemantauan keberadaan TKI, melakukan penilaian terhadap
mitra usaha atau agen dalam pengurusan dokumen TKI, upaya advokasi TKI serta
legalisasi perjanjian atau kontrak kerja. Berbagai tugas pelayanan dan perlindungan
TKI tersebut, memang diperlukan adanya penguatan organisasi perwakilan RI
70
Hasil wawancara dengan Bapak Leppy Hutagaul, Tata Usaha Dinas Tenaga Kerja Kota
Medan Penempatan TKI Luar Negeri, tanggal 2 Juni 2010, di Kota Medan. 71
Menkentrans, “Indonesia Tambah Atase Ketenagakerjaan di Empat Negara,”
http://www.antaranews.com/berita/1278590458/indonesia-tambah-atase-ketenagakerjaan-di-empat-
negara, diakses tanggal 10 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
dibidang ketenagakerjaan yang dapat dilakukan dengan pengembangan penempatan
dan peningkatan peranan atase.
4. Perwakilan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta di Luar
Negeri
PPTTKIS merupakan badan yang telah memperoleh izin tertulis dari
Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. TKI
yang akan bekerja, biasanya memerlukan informasi. Informasi tersebut dapat
diperoleh melalui Depnakertrans setempat atau melalui Pelaksana Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang ada.
Pelaksana penempatan TKI di luar negeri terdiri dari:
a. Pemerintah;
b. Pelaksana penempatan TKI swasta PPTKIS.
Tanggungjawab PPTKIS yang berkaitan dengan perlindungan TKI :
1. Bertanggung jawab kepada TKI yang ditempatkan sejak dari daerah asal
sampai kembali ke daerah asal.
2. Untuk melakukan rekrut calon TKI, harus mempunyai surat permintaan
tenaga kerja dari pengguna di luar negeri (job order).
3. Calon TKI yang direkrut oleh PPTKIS harus mempunyai :
a. Perjanjian Penempatan; perjanjian penempatan antara TKI dan
PPTKIS untuk menjamin kepastian keberangkatan calon TKI serta
hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Universitas Sumatera Utara
b. Perjanjian Kerja; perjanjian antara TKI dan pengguna untuk
menetapkan hak dan kewajiban TKI dan pengguna di luar negeri.
c. PPTKIS wajib memberangkatkan calon TKI selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak diterbitkannya Kartu Identitas Tenaga Kerja
Indonesia (KI TKI)
d. Sebagai upaya pembinaan PPTKIS dan perlindungan calon TKI
serta TKI. Dirjen atas nama Menteri Tenaga Kerja dapat
menjatuhkan sanksi :
a. Teguran tertulis.
b. Penghentian kegiatan sementara (skorsing).
c. Pencabutan SIUP-PPTKIS.
Dalam hal PPTKIS dicabut SIUP-PPTKISnya maka PPTKIS wajib
melakukan hal-hal :
a. Mengembalikan seluruh biaya yang telah diterima berangkatkan calon TKI yang
telah memiliki dokumen pemberangkatan
b. Menyelesaikan permasalahan yang dialami TKI
c. Deposito jaminan dapat dicairkan setelah 2 tahun TKI diberangkatkan terakhir
Universitas Sumatera Utara