bab ii penentuan batas laut daerah 2.1 dasar...

19
7 BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini adalah suatu perundang-undangan yang berlaku dalam lingkup nasional. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan titik awal dilaksanakannya konsep otonomi daerah di Indonesia. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka daerah mempunyai wewenang yang relatif lebih luas dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan yang berada di wilayah lautnya. Dalam hal ini batas daerah di laut menjadi bernilai strategis sehingga penentuan dan penegasan batas daerah di laut juga menjadi semakin penting (Abidin, 2001). Namun pada kenyataannya, UU No.22/1999 dianggap tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No.22/1999 rawan terjadi salah interpretasi oleh daerah karena UU tersebut menyatakan bahwa provinsi terdiri dari wilayah daratan dan wilayah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai (Pasal 3). Ini adalah definisi membagi “teritori” bahwa ada laut provinsi dan laut kabupaten/kota sehingga dapat memicu konflik perebutan sumber daya alam di laut. Padahal yang dimaksud adalah mengatur kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini kemudian disempurnakan dalam UU No.32/2004 Pasal 18 dengan menyebutkan istilah ”kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut”. Kewenangan ini hanya berlaku untuk mengelola sumber daya laut, bukan untuk menguasai secara penuh wilayah laut seperti kekuasaan daerah atas wilayah darat (Arsana, 2005).

Upload: vutuong

Post on 05-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

7

BAB II

PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah

Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka

kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan, yang dalam hal

ini adalah suatu perundang-undangan yang berlaku dalam lingkup nasional.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah merupakan titik awal dilaksanakannya konsep otonomi daerah di Indonesia.

Dengan berlakunya undang-undang ini, maka daerah mempunyai wewenang yang relatif

lebih luas dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan yang berada

di wilayah lautnya. Dalam hal ini batas daerah di laut menjadi bernilai strategis sehingga

penentuan dan penegasan batas daerah di laut juga menjadi semakin penting

(Abidin, 2001).

Namun pada kenyataannya, UU No.22/1999 dianggap tidak sesuai dengan

perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah

sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Hal inilah yang kemudian

melatar belakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Dalam UU No.22/1999 rawan terjadi salah interpretasi oleh daerah karena UU

tersebut menyatakan bahwa provinsi terdiri dari wilayah daratan dan wilayah laut sejauh

12 mil laut diukur dari garis pantai (Pasal 3). Ini adalah definisi membagi “teritori”

bahwa ada laut provinsi dan laut kabupaten/kota sehingga dapat memicu konflik

perebutan sumber daya alam di laut. Padahal yang dimaksud adalah mengatur

kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini kemudian disempurnakan dalam UU

No.32/2004 Pasal 18 dengan menyebutkan istilah ”kewenangan daerah untuk mengelola

sumber daya di wilayah laut”. Kewenangan ini hanya berlaku untuk mengelola sumber

daya laut, bukan untuk menguasai secara penuh wilayah laut seperti kekuasaan daerah

atas wilayah darat (Arsana, 2005).

Page 2: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

8

UU No.32/2004 Pasal 18 ayat (4) menyebutkan bahwa kewenangan untuk

mengelola sumber daya di wilayah laut pada provinsi paling jauh 12 mil laut diukur dari

garis dasar ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dan sepertiganya untuk

wilayah kewenangan laut kabupaten/kota. Ditegaskan di sini bahwa tidak disebutkan

4 mil laut untuk kewenangan laut kabupaten/kota mengingat tidak mungkin bagi

kabupaten /kota mengklaim selebar 4 mil laut apabila provinsinya juga tidak bisa

mengklaim wilayah laut secara penuh hingga 12 mil laut (makna Pasal 18 ayat 5).

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka sangat penting bagi pemerintah daerah

masing-masing provinsi dan kabupaten/kota sebagai pelaksana utama otonomi untuk

memahami, mengatur, dan menetapkan wilayah kewenangannya di laut. Hal ini berkaitan

erat dengan hak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di laut

agar dapat dikelola secara maksimal (Arsana, 2005).

Agar seluruh pekerjaan penentuan batas wilayah dilaksanakan secara optimal,

maka Menteri Dalam Negeri mengeluarkan petunjuk teknis yaitu Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 (Permendagri No.1/2006) tentang “Pedoman

Penegasan Batas Daerah” yang mengacu kepada UU No.32/2004. Pedoman inilah yang

akan dijadikan petunjuk teknis terbaru di dalam pekerjaan penetapan batas daerah di

Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri tersebut,

maka setiap provinsi dan kabupaten/kota yang belum dan akan menentukan batas

kewenangan di wilayah laut, harus berpedoman pada Permendagri No.1/2006.

Di bawah ini dijelaskan lebih lanjut mengenai dasar hukum penentuan batas laut

daerah tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006.

2.1.1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ini merupakan UU terbaru yang

menggantikan UU No.22/1999 yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan

otonomi daerah. Adapun pasal dalam UU No.32/2004 yang berkaitan tentang penegasan

batas laut antara lain yaitu :

Page 3: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

9

a.Pasal 18 ayat 1. Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk

mengelola sumber daya di wilayah laut.

b.Pasal 18 ayat 2. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di

bawah dan/atau di dasar laut sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

c.Pasal 18 ayat 3. Kewenangan mengelola yang dimaksud pada ayat 1 meliputi:

eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut; Pengaturan

administratif; Pengaturan tata ruang; Penegakan hukum; Ikut serta memelihara

keamanan; Ikut serta mempertahankan kedaulatan negara.

d.Pasal 18 ayat 4. Batas kewenangan paling jauh bagi provinsi adalah 12 mil, sementara

untuk kabupaten/kota adalah sepertiganya.

e.Pasal 18 ayat 5. Apabila jarak antar provinsi kurang dari 24 mil, maka kewenangan

mengelola dibagi sama jarak atau dengan prinsip garis tengah (median line) untuk

kabupaten/kota adalah sepertiga kewenangan provinsi.

2.1.2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006

Permendagri No.1/2006 tentang “Pedoman Penegasan Batas Daerah” ini

merupakan petunjuk teknis untuk penegasan batas yang mengacu pada UU No. 32/2004.

Pasal-pasal pada Permendagri No.1/2006 yang terkait tentang penetapan batas laut antara

lain :

a.Pasal 1 ayat 6. Batas daerah di laut adalah pemisah antara daerah yang berbatasan

berupa garis khayal (imajiner) di laut dan daftar koordinat di peta yang dalam

implementasinya merupakan batas kewenangan pengelolaan sumber daya di laut.

b. Pasal 1 ayat 10. Pelacakan batas daerah di laut adalah kegiatan untuk menentukan letak

batas di laut berdasarkan kesepakatan dan penentuan lokasi titik acuan.

c. Pasal 1 ayat 11. Titik acuan adalah titik yang digunakan sebagai referensi untuk

menentukan posisi titik awal.

d.Pasal 1 ayat 12. Titik awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai dan

ditetapkan sebagai titik untuk menentukan garis dasar.

e. Pasal 1 ayat 13. Garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air

rendah dengan daratan.

Page 4: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

10

f. Pasal 15 ayat 2. Pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 meliputi :

1. Batas antara dua daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang

berdampingan , diukur mulai dari titik batas sekutu pada garis pantai antara kedua

daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota ke arah laut yang ditetapkan

berdasarkan prinsip sama jarak.

2. Batas antara dua daerah provinsi yang saling berhadapan dengan jarak kurang dari

24 mil laut , diukur berdasarkan prinsip garis tengah.

3. Batas antara dua daerah kabupaten dan daerah kota dalam satu daerah provinsi yang

saling berhadapan dengan jarak kurang dari 8 mil laut, diukur berdasarkan prinsip

garis tengah.

4. Batas wilayah laut pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi dan jaraknya

lebih dari dua kali 12 mil laut , diukur secara melingkar dengan lebar 12 mil laut.

Hasil pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut sebagaimana

dimaksud pada ayat 2 dilengkapi dengan daftar koordinat titik batas daerah di

wilayah laut.

2.2 Aspek Teknis Penetapan Batas Laut Daerah

Berdasarkan aspek hukum penetapan batas laut daerah yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai aspek teknis dalam pekerjaan

penetapan batas laut. Dimana aspek teknis yang akan dijelaskan berikut adalah aspek-

aspek geodesi.

2.2.1 Garis Pantai dan Garis Air Rendah

Garis pantai adalah garis batas antara laut dan darat. Dalam kamus hidrografi IHO

(1970) disebutkan bahwa garis pantai adalah garis pertemuan antara pantai (daratan) dan

air (lautan). Secara periodik tinggi permukaan air laut selalu berubah, sehingga terdapat

dua variasi yang ekstrim, yaitu bentuk garis pantai pada saat pasang tinggi dan pada surut

Page 5: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

11

rendah. Garis pantai yang teridentifikasi secara visual di lapangan saat survei dilakukan

adalah perpotongan bidang permukaan air sesaat terhadap topografi pantai.

Garis pantai yang tergambar di atas peta adalah perpotongan antara topografi

pantai dengan kedudukan tertentu tinggi muka laut yang ditetapkan sebagai bidang

referensi vertikal. Penggunaan garis air tinggi rata-rata, garis air tertnggi atau garis air

terendah sebagai bidang permukaan laut yang dipotongkan dengan topografi pantai akan

sangat tergantung dari aplikasi surveinya, antara lain untuk penetapan batas wilayah,

pembuatan peta navigasi atau peta perencanaan wilayah.

Dalam tugas akhir ini, garis pantai diperlukan untuk menetapkan batas wilayah

Kabupaten Selayar. Berdasarkan Permendagri No.1/2006 tentang Pedoman Penegasan

Batas Daerah dalam Pasal 1 ayat 13, dinyatakan bahwa garis pantai adalah garis yang

dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan.

Garis air rendah didefinisikan sebagai perpotongan bidang permukaan air laut

rendah dengan pantai. Dengan kata lain, garis air rendah adalah suatu garis sepanjang

pantai atau tepi laut dimana permukaan air laut berada saat kedudukan air terendah.

Secara praktis bidang pertemuan tersebut diwakili oleh muka surutan peta atau chart

datum (Djunarsjah, 1998). Chart datum digunakan sebagai referensi kedalaman suatu

titik. Selanjutnya bidang referensi kedalaman tersebut disebut datum vertikal. Dalam UU

No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, garis air rendah didefinisikan sebagai garis

air yang bersifat tetap di suatu tempat tertentu yang menggambarkan kedudukan

permukaan air laut pada surut yang terendah.

Penetapan garis air rendah secara teliti merupakan pekerjaan yang rumit karena

pertemuan antara daratan dan lautan pada dasarnya bukan merupakan suatu bidang yang

tetap (Djunarsjah, 2003). Kedudukan garis air rendah yang selalu berubah tersebut

disebabkan oleh adanya dinamika muka laut dan perubahan daratan akibat dari pengaruh

astronomis dan non astronomis. Dalam prakteknya, garis air rendah ditunjukkan dengan

ciri-ciri yang mudah dikenal pada peta, misalnya pinggir pulau. Adanya faktor skala pada

peta, menyebabkan perbedaan yang sangat kecil antara garis air rendah dengan garis air

tinggi pada saat pasang, sehingga kedua garis dapat digambarkan berimpit. Ilustrasi

mengenai garis air rendah dan garis air tinggi dapat dilihat pada gambar 2.1

Page 6: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

12

Gambar 2.1 Garis air rendah dan garis air tinggi

2.2.2 Titik Acuan (Reference points) dan Titik Awal (Basepoints)

Titik Acuan adalah titik yang digunakan sebagai referensi untuk menentukan

posisi titik-titik awal. Dalam proses penetapan dan penegasan batas di laut, hanya titik-

titik acuan yang direpresentasikan di daerah pantai dengan suatu pilar atau tugu.

Sementara titik awal dan titik batas laut tidak ditandai dengan pilar atau tugu karena

selalu berada di bawah permukaan laut.

Titik Awal atau Titik Pangkal merupakan titik-titik yang mempunyai koordinat

geografis yang dapat digunakan untuk membentuk suatu Garis Dasar dimana batas laut

suatu daerah akan ditentukan. Dalam hal ini titik awal menjadi penting karena sebagai

dasar dalam penetapan suatu garis dasar.

Dalam penetapan batas laut antara dua daerah yang bertetangga, penentuan titik

awal merupakan hal yang sangat penting, karena hal ini menjadi dasar dalam penarikan

garis dasar dari kedua daerah yang bersangkutan.

Titik awal tidak dapat terlihat secara fisik di lapangan karena tidak diberi tanda

fisik. Titik awal terletak pada air rendah, dan air rendah itu sendiri terletak di bawah

permukaan air laut. Tetapi posisi titik awal dapat diketahui atau direkonstruksi dengan

bantuan alat pengukur terhadap titik-titik acuan atau titik referensi dengan menentukan

asimut dan jaraknya.

Muka Air Tinggi

Muka Laut Rata-rata

Muka Air Rendah

Garis Air Tinggi

Garis Air Rendah

Page 7: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

13

2.2.3 Garis Dasar (Baselines)

Garis Dasar atau Garis Pangkal adalah acuan awal untuk menentukan batas

wilayah laut suatu daerah. Dalam kaitannya dengan penentuan batas laut suatu negara

pantai, dimana tertera dalam UNCLOS 1982 pasal 5, disebutkan bahwa pengertian garis

pangkal adalah mengacu kepada suatu garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang

diukur pada kedudukan Garis Air Rendah (Low Water Line) sepanjang pantai yang

ditunjukkan pada peta skala besar resmi dari suatu negara pantai. Dimana dari garis dasar

ini lebar laut suatu daerah akan ditentukan.

Pada dasarnya dalam UNCLOS 1982 dikenal beberapa macam garis dasar atau

garis pangkal, antara lain:

• Garis Dasar Normal (Normal Baseline)

• Garis Dasar Lurus (Straight Baseline)

• Garis Penutup (Closing Line)

• Garis Dasar Kepulauan (Archipelagic Baseline)

UNCLOS 1982 memberikan kebebasan kepada setiap negara pantai untuk

menentukan garis dasar yang akan digunakan untuk menetapkan batas wilayah perairan

negaranya.

Dalam hal penentuan batas laut antara dua daerah, maka diperlukan kesepakatan

mengenai penentuan garis dasar diantara daerah yang bersangkutan.

Berikut ini akan diberikan penjelasan terperinci mengenai masing masing garis

dasar tersebut.

A. Garis Dasar Normal (Normal Baseline)

Menurut UNCLOS 1982 (pasal 5, 6,11, dan 13) garis dasar normal didefinisikan

sebagai garis air rendah sepanjang tepian daratan dan sekeliling pulau, atol, dan batas

instalasi pelabuhan permanen yang ditandai dengan simbol yang sesuai pada peta laut

skala besar. Ilustrasi dari garis dasar normal dapat dilihat pada gambar 2.2

Page 8: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

14

Gambar 2.2 Garis Dasar Normal

B. Garis Dasar Lurus (Straight Baseline)

Garis Dasar Lurus merupakan alternatif lain dalam cara penarikan garis dasar

dimana dalam kondisi geografi tertentu, tidak dimungkinkan untuk menarik garis dasar

normal. Garis dasar lurus ini merupakan garis-garis lurus yang menghubungkan titik

tertentu pada garis air rendah sepanjang pantai. Titik-titik tertentu tersebut dikenal

sebagai titik-titik belok dari garis dasar lurus atau titik-titik awal.

Adapun ketentuan-ketentuan tentang Garis Dasar Lurus ini dimuat dalam pasal 7

UNCLOS 1982, yang pengaturannya antara lain sebagai berikut:

1. Di tempat tempat dimana garis pantai menjorok jauh dan menikung ke dalam, atau

jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis

dasar lurus yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam

menarik garis dasar darimana lebar laut wilayah diukur.

2. Dimana karena adanya suatu delta dan kondisi alam lainnya garis pantai sangat tidak

tetap, maka titik-titik yang tepat dapat dipilih pada garis air rendah yang paling jauh

menjorok ke laut dan sekalipun garis air rendah kemudian mundur, garis-garis dasar

lurus tersebut akan tetap berlaku sampai diubah oleh negara pantai.

Page 9: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

15

3. Penarikan garis dasar lurus tersebut tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari arah

umum dari pantai, dan zona zona maritim yang terletak di dalam garis dasar demikian

harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada rejim perairan

pedalaman.

4. Garis dasar lurus tidak boleh ditarik dari dan ke elevasi surut, kecuali jika diatasnya

didirikan mercusuar atau bangunan permanen lainnya yang selalu timbul di atas

permukaan laut, atau kalau secara umum penggunaannya sudah disepakati secara

internasional.

Ilustrasi dari garis dasar lurus dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Garis Dasar Lurus

Dalam menetapkan panjang garis dasar lurus yang akan digunakan untuk

penetapan batas wilayah laut daerah dapat ditetapkan jarak maksimum garis dasar lurus

adalah 12 mil laut. Hal yang dapat dijadikan alasan atas disarankannya dalam pemilihan

12 mil laut tersebut adalah diterapkan untuk mendapatkan batas maksimum garis batas

yang dapat diklaim oleh daerah di wilayah laut , yaitu batas wilayah laut propinsi sejauh

12 mil laut yang diukur dari garis dasar ke arah laut lepas dan perairan kepulauan.

Page 10: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

16

C. Garis Penutup (Closing Line)

Pada prinsipnya garis penutup merupakan garis pangkal lurus yang

menghubungkan titik-titik pada muara sungai, teluk, instalasi pelabuhan dan sebagainya

yang panjangnya tidak lebih dari 24 mil laut. Terdapat dua macam garis penutup, yaitu:

a. Garis Penutup Sungai

Dalam pasal 9 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa apabila terdapat suatu sungai

mengalir langsung ke laut, maka garis pangkal yang ditarik adalah suatu garis lurus

yang melintasi mulut sungai atau muara sungai antara titik-titik pada garis air rendah

kedua tepi sungai. Ilustrasi dari garis penutup sungai dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Garis Penutup Sungai

b. Garis Penutup Teluk

Ketentuan mengenai garis penutup teluk dalam UNCLOS 1982 diatur pada

pasal 10. Menurut UNCLOS 1982 tersebut, teluk didefinisikan sebagai suatu lekukan

pantai, dimana luasnya sama atau lebih luas dari luas setengah lingkaran yang

mempunyai garis tengah yang melintasi mulut lekukan tersebut. Dalam penentuan

garis penutup teluk, perlu diperhatikan dua kriteria sebagai berikut:

Page 11: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

17

• UNCLOS 1982 hanya memperbolehkan garis penutup pada teluk yang diakui

baik secara historis maupun secara yuridis, menjadi bagian dari suatu negara

pantai.

• Daerah teluk yang akan ditarik garis pangkalnya harus dilakukan pengujian secara

matematis dengan metode setengah lingkaran.

Ilustrasi dari garis penutup teluk dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Garis penutup Teluk

Pengujian dengan metode setengah lingkaran dilakukan dengan terlebih

dahulu menentukan kedua titik masuk alamiah (natural entrance point). Kedua titik

tersebut harus terletak pada kedudukan air rendah, kemudian dilakukan penghitungan

luas dengan rumus setengah lingkaran (A2) dan luas perairan bila ditarik garis

penutupnya (A1). Kategori teluk ialah apabila luas hitungan setengah lingkaran lebih

kecil dibanding luas perairan teluk. Penarikan garis penutup teluk tidak boleh

melebihi 24 mil laut.

Page 12: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

18

Gambar 2.6 Konfigurasi pantai yang merupakan teluk

Dari gambar 2.6 di atas, dapat dilihat bahwa:

A1 = Luas perairan yang dibatasi oleh garis air rendah dengan garis penutup teluk.

A2 = Luas setengah lingkaran yang berdiameter sepanjang garis penutup teluk.

Karena A1 > A2, maka bentuk konfigurasi pantai di atas merupakan suatu teluk.

Gambar 2.7 Konfigurasi pantai yang bukan berupa teluk

Page 13: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

19

Dari gambar 2.7 di atas, dapat dilihat bahwa:

A1 = Luas perairan yang dibatasi oleh garis air rendah dengan garis penutup teluk.

A2 = Luas setengah lingkaran yang berdiameter sepanjang garis penutup teluk.

Karena A2 > A1, maka bentuk konfigurasi pantai di atas bukan merupakan suatu

teluk.

D. Garis Dasar Lurus Kepulauan (Archipelagic Baseline)

Garis dasar lurus kepulauan didefinisikan sebagai garis dasar lurus yang

menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau atau karang-karang terluar. Untuk

lebih jelasnya, garis dasar lurus kepulauan diperlihatkan pada gambar 2.8

Gambar 2.8 Garis Dasar lurus Kepulauan

Dalam peraturan UNCLOS, garis dasar lurus kepulauan hanya dapat diterapkan

oleh suatu negara kepulauan yang memenuhi kriteria-kriteria serta kondisi geografi yang

sesuai dengan ketentuan ketentuan UNCLOS 1982. Adapun ketentuan-ketentuan tentang

garis dasar kepulauan ini dimuat dalam pasal 47 UNCLOS 1982 yaitu antara lain:

1. Suatu negara kepulauan dapat menarik garis dasar kepulauan apabila perbandingan

antara wilayah perairan dan wilayah daratannya adalah antara 1 : 1 sampai dengan

9 : 1.

Page 14: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

20

2. Panjang dari setiap garis dasar kepulauan tidak boleh lebih dari 100 mil laut, kecuali

3 % dari jumlah seluruh garis dasar boleh mencapai panjang maksimal 125 mil laut.

3. Garis dasar kepulauan tidak boleh ditarik dari dan ke elevasi surut (Low Tide

Elevation), kecuali kalau di tempat tersebut sudah didirikan mercusuar atau bangunan

permanen lainnya yang selalu timbul di atas permukaan laut, atau kalau elevasi surut

tersebut masih dalam kawasan Laut Wilayah dihitung dari pulau terdekat.

2.2.4 Satuan Jarak (Unit Of Distance)

Satuan jarak yang umum digunakan untuk menentukan batas-batas wilayah

perairan yang diukur dari garis dasar adalah mil laut (nautical mile). Satuan mil laut

didefinisikan sebagai suatu panjang busur meridian yang membentuk sudut satu menit

( 1’) pada titik pusat lengkungan meridian.

Pada tahun 1929, IHO sepakat untuk menetapkan satuan panjang standar dan

berlaku umum yaitu 1 mil laut sama dengan 1852 meter.

2.2.5 Penentuan Garis Batas Daerah di Laut

Penentuan garis batas daerah ke arah laut lepas dan kepulauan dilakukan dengan

memperhatikan kemungkinan batas batas wilayah daerah yang memiliki pantai yang

bebas, pantai yang berdampingan, pantai yang berhadapan, batas daerah terhadap

pulaunya di luar garis batas dan batas daerah dengan negara tetangga.

2.2.5.1 Pantai yang Bebas

Untuk pantai yang bebas, pengukuran batas sejauh 12 mil laut untuk batas

wilayah laut daerah provinsi dan 4 mil laut untuk batas wilayah kabupaten dan kota dari

garis dasar lurus, pengukuran garis batasnya dapat dilakukan seperti dijelaskan pada

gambar 2.9

Page 15: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

21

Gambar 2.9 : Pengukuran Batas pada Pantai yang bebas

Garis yang menunjukkan batas wilayah laut provinsi dan kabupaten/kota

ditentukan berdasarkan garis dasar atau garis pangkal. Pada kondisi yang memungkinkan,

garis batas wilayah ditarik sejajar dengan garis dasar yang diperoleh dengan cara diukur

tegak lurus dari garis dasar sejauh 12 mil laut untuk wilayah laut provinsi dan 4 mil laut

untuk wilayah laut daerah kabupaten dan kota.

2.2.5.2 Pantai Daerah yang Saling Berdampingan

Batas wilayah laut dari dua daerah yang saling berdampingan, ditetapkan dengan

garis tegak lurus pada garis dasar ditarik dari titik batas antara 2 daerah di darat, dan

ditetapkan berdasarkan prinsip garis tengah (median). Garis tengah merupakan garis yang

titik-titiknya mempunyai jarak yang sama terhadap titik-titik terdekat pada garis dasar

kedua daerah yang berdampingan tersebut. Pengukuran batas bersama daerah

berdampingan dapat dilihat pada gambar 2.10

Page 16: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

22

Gambar 2.10 Penarikan garis tengah pada daerah yang berdampingan

Cara penarikan garis tengah pada gambar di atas adalah sebagai berikut:

1. Sebuah garis tegak lurus terhadap garis pantai ditarik atau kemiringan garis pantai

ditarik berdasarkan titik 1. Garis tersebut merupakan perpanjangan dari garis batas

wilayah daerah di darat.

2. Titik 2 ditentukan sedemikian rupa dimana jarak titik 2 ke titik 1 ( garis 12 ) dan titik

2 ke titik awal terdekat salah satu daerah adalah sama. Dari gambar tersebut titik awal

yang terdekat adalah titik c yang terdapat pada daerah B.

3. Titik 3 berada pada garis dimana titik titik sepanjang garis tersebut mempunyai jarak

yang sama terhadap titik c dan titik 1. Titik 3 yang merupakan titik tengah berikutnya

ditentukan sedemikian rupa, dimana jarak titik 3 ke titik 1, titik 3 ke titik c, dan titik 3

ke titik a adalah sama.

4. Selanjutnya diperoleh titik 4 dan titik 5 dengan cara yang sama, sehingga garis garis

yang dihasilkan akan membentuk garis tengah.

Page 17: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

23

2.2.5.3 Pantai Daerah yang Saling Berhadapan

Untuk kondisi dimana dua daerah yang mempunyai pantai yang berhadapan, akan

terdapat masalah dalam penentuan batas wilayah perairannya apabila jarak antar kedua

provinsi kurang dari 24 mil laut atau antar kabupaten/kota kurang dari 8 mil laut, karena

apabila wilayah perairan yang demikian ditentukan secara normal, maka akan salling

tumpang tindih. Oleh karena itu penarikan garis batas wilayah untuk kasus demikian

didasarkan pada prinsip garis tengah.

Gambar 2.11 Penarikan garis tengah pada daerah yang berhadapan

Cara penarikan garis tengah pada gambar 2.11 di atas adalah sebagai berikut :

1. Dari titik awal 1 ke titik awal 2 ditarik sebuah garis lurus. Pada garis tersebut

ditentukan titik tengahnya dan ditarik garis tegak lurus dengan garis 12.

2. Titik-titik yang berada pada garis tegak lurus tersebut mempunyai jarak yang sama ke

titik 1 dan titik 2. Pada garis sumbu tersebut ditentukan titik A sedemikian rupa

dimana titik A tersebut mempunyai jarak yang sama terhadap titik 1, 2, dan 4. Maka

garis a yang didapat adalah garis sama jarak.

3. Titik tengah berikutnya yaitu titik B diperoleh dengan menarik garis sama jarak b

yaitu memiliki jarak yang sama ke titik 1,3, dan 4.

Page 18: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

24

4. Dengan cara yang sama ditentukan titik-titik tengah berikutnya. Garis yang

menghubungkan titik-titik tengah A, B, C dan seterusnya merupakan garis sama

jarak.

2.2.5.4 Batas Daerah Terhadap Pulaunya di Luar Garis Batas

Untuk mengukur batas wilayah laut pulau kecil yang berada dalam satu daerah

provinsi dan jaraknya lebih dari dua kali 12 mil laut, diukur secara melingkar dengan

lebar 12 mil laut. Hasil pengukuran dan penentuan batas daerah di wilayah laut

dilengkapi dengan daftar koordinat titik batas daerah di wilayah laut. Kemudian untuk

wilayah laut kabupatennya diukur sejauh 4 mil laut. Ilustrasinya dapat dilihat pada

gambar 2.12

Gambar 2.12 : Penarikan batas daerah terhadap pulaunya di luar garis batas

2.2.6 Peta Batas Daerah

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, daerah akan membutuhkan suatu peta yang

memuat batas-batas wilayahnya. Dalam peta tersebut terdapat data-data dan informasi

tentang wilayah daerah tersebut, sehingga dapat dijadikan acuan untuk perencanaan dan

pembangunan wilayah sesuai dengan penataan ruang wilayahnya sebagai pedoman dalam

pemanfaatan sumber daya alamnya secara optimal.

Page 19: BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar …digilib.itb.ac.id/files/disk1/689/jbptitbpp-gdl-agusirwans-34411-3... · otonomi daerah. Adapun pasal dalam ... wilayah laut suatu

25

Berbeda dengan batas daerah di darat dimana pemisah antara daerah yang

berbatasan berupa pilar batas di lapangan dan daftar koordinat di peta, batas daerah di

laut adalah pemisah antara daerah yang berbatasan berupa garis khayal (imajiner) di laut

dengan dilampirkan daftar koordinat geografis titik batas luarnya di peta. Daftar

koordinat geografis titik batas ini adalah daftar posisi titik batas yang ditulis dalam

derajat lintang dan bujur.

Dalam Permendagri No.1/2006 pasal 17 disebutkan bahwa peta batas daerah

berpedoman pada penggunaan skala minimal yaitu 1 : 500.000 untuk peta wilayah daerah

propinsi, 1: 100.000 untuk wilayah daerah kabupaten, dan 1: 50.000 untuk wilayah

daerah kota. Dalam penentuan batas wilayah laut daerah propinsi, kabupaten dan kota,

skala peta yang digunakan disesuaikan dengan berpedoman pada tingkat ketelitian

minimal yang digunakan dalam penataan ruang wilayah yang diatur dalam Permendagri

di atas.