bab ii pendekatan teoritis 1.1. tinjauan pustaka …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2442/2/bab...

18
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 1.1. TINJAUAN PUSTAKA 1.1.1. Teknologi Komunikasi A. Telepon Telepon merupakan salah satu alat komunikasi yang paling menonjol dan terbanyak menguasai kehidupan masyarakat di kota-kota besar atau kota terbilang besar. Penyaluran informasi melalui telepon diperkirakan melebihi kecepatan model komunikasi apapun, disamping hemat, tepat, mudah dan murah, juga dapat memperkecil resiko bagi pemakainya. Terwujudnya komunikasi dua arah melalui telepon, jarak dan waktu sudah bukan persoalan lagi, sehingga dirasakan bahwa peran telepon sebagai media transportasi informasi benar-benar telah mempu menjadi substitusi alat transportasi benda yang sudah ada selama ini. Keinginan untuk saling berlomba dengan waktu dapat dilihat dari terjadinya polusi udara disebabkan asap, dan bunyi kendaraan yang memekakkan telinga di jalan-jalan raya. Alat pengangkutan manusia tersebut semakin hari semakin mempersempit alur jalan raya. Akibatnya, sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan juga kemacetan. Di sinilah terasa sekali bahwa kecapatan waktu mengalahkan kecepartan kendaraan model apapun. Dalam siuasi demikian pulalah diperlukan peran sebuah pesawat telepon. Pesawat telepon dapat mengatasi rantai kemelut di atas dengan tepat dan efisien. Telepon bukan saja dapat mengirim dan menerima informasi dengan cepat, bahkan

Upload: hahanh

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

1.1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1.1. Teknologi Komunikasi

A. Telepon

Telepon merupakan salah satu alat komunikasi yang paling menonjol

dan terbanyak menguasai kehidupan masyarakat di kota-kota besar atau kota

terbilang besar. Penyaluran informasi melalui telepon diperkirakan melebihi

kecepatan model komunikasi apapun, disamping hemat, tepat, mudah dan

murah, juga dapat memperkecil resiko bagi pemakainya. Terwujudnya

komunikasi dua arah melalui telepon, jarak dan waktu sudah bukan persoalan

lagi, sehingga dirasakan bahwa peran telepon sebagai media transportasi

informasi benar-benar telah mempu menjadi substitusi alat transportasi benda

yang sudah ada selama ini.

Keinginan untuk saling berlomba dengan waktu dapat dilihat dari

terjadinya polusi udara disebabkan asap, dan bunyi kendaraan yang

memekakkan telinga di jalan-jalan raya. Alat pengangkutan manusia tersebut

semakin hari semakin mempersempit alur jalan raya. Akibatnya, sering terjadi

kecelakaan lalu lintas dan juga kemacetan. Di sinilah terasa sekali bahwa

kecapatan waktu mengalahkan kecepartan kendaraan model apapun. Dalam

siuasi demikian pulalah diperlukan peran sebuah pesawat telepon. Pesawat

telepon dapat mengatasi rantai kemelut di atas dengan tepat dan efisien. Telepon

bukan saja dapat mengirim dan menerima informasi dengan cepat, bahkan

sedikit banyak dapat pula mengurangi kemacetan lalu lintas jalan raya. Pada

kondisi demikian, setiap orang tidak perlu lagi mengeluarkan kendaraan dan

memacunya di jalan raya, tetapi untuk menghubungi seseorang guna

mendapatkan infomari cukup memanfaatkan jasa telepon. Sehingga kepadatan

jalan raya dapat dikurangi sedikit demi sedikit.

Dengan demikian, dikatakan bahwa trasnportasi informasi (melalui

percakapan telepon) akan mampu menggantikan sebagian transportasi benda

(orang dan barang). Orang tidak perlu lagi bersusah payah menghabiskan waktu

dan tenaganya untuk saling berkunjung mencari inforasi, akan tetapi cukup

dengan mengangkat ganggang telepon. Oleh sebab itu, penggunaan telepon

semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Komunikasi melalui telepon

diperkirakan jauh lebih hemat daripada cara lain yang selama ini digunakan.

Saling mendengarkan atau saling bertukar informasi antara dua orang

yang menggunakan jasa telepon adalah contoh nyata dari berlangsungnya

komunikasi dua arah (two way communication). Komunikasi antara seseorang

dengan orang lain melalui telepon dapat berlangsung dalam jarak puluhan,

ratusan bahkan ribuan kilometer. Dengan demikian pesawat telepon dapat

mempertautkan bagian dari jaringan hubungan antarpribadi manusia yang kian

banyak urusan dan kurang mempunyai waktu itu, dengan demikian urusan

penting dapat diselesaikan dengan mudah melaui penggunaan pesawat telepon.1

B. Telepon Bergerak (Mobile Telephone)

1 Gouzali Saydam, Teknologi Telekomunikasi Perkembangan Dan Aplikasi, (Bandung, CV. Alfabeta, 2005), hlm 3-7.

Sambungan jasa telepon bergerak, sama saja dengan jasa sambungan

telepon biasa, hanya di sini pelanggan dengan pesawat teleponnya dapat

berpindah-pindah kemana yang ia ingini.

Gambar 2.1. Jenis Telepon Bergerak

Pada kendaran bermotor misalnya, sambungan ini digunakan untuk

berhubungan dengan pangkalannya, yang biasa disebut telepon mobil.

Sementara handphone, atau telepon genggam atau telepon seluler yang kini

semakin banyak dimiliki orang termasuk dalam sambungan telepon bergerak.

Sedangkan TelkomFlexi, merupakan sambungan telepon yang dikelola oleh PT

Telkom, yang sebenarnya termasuk juga dalam telepon bergerak, karena

terminal telepon pada sistem ini dapat dibawa-bawa sepanjang masih dalam

cakupan BTS (Base trancevier Station) yang ada, walaupun ia kadang-kadang

disebut juga sebagai fix telephone wireless (telepon rumah tanpa kabel). Pada

sambungan telepon bergerak ini, untuk media penyalur (pulsa-pulsa telepon)

dipakai gelombang-gelombang radio, sehingga pelanggan bebas bergerak. Pada

TELEPON

BERGERAK

KENDARAAN

BERMOTOR SELULER TELKOM

FLEKSI

dasarnya gelombang radio yang digunakan dalam sambungan telepon bergerak

ini ada yang berfrekuensi: a) analog, seperti AMPS (Analog Mobile Telephone

System), menggunakan band frekuensi 800 MHz, atau NMT (Nordic Mobile

Telephone System) dengan band frekuensi 450 MHz, dan b) digital seperti

digunakan oleh sistem GSM (Globel System for Mobile Communication) yang

menggunakan gelombang radio dengan frekuensi 900 MHz.2

C. Ponsel

Komunikasi melalui penggunaan ponsel (telepon seluler) hampir sama

saja dengan komunikasi melalui penggunaan telepon rumah biasa. Komunikasi

itu akan dapat berlangsung sepanjang antara pesara pemanggil terhubung

dengan pesawat yang dipanggil. Bila pada telepon rumah biasa, media yang

menghubungkan kedua pesawat tersebut berupa kabel fisik biasa, dalam telepon

seluler yang menghubungkannya adalah gelombang-gelombang radio yang

dilewatkan dari pesawat ke BTS (Base Tranciever Station – stasiun induk kirim

terima) dan MSC (Mobile Switching Center – pusat sentral telepon bergerak)

yang bertebaran di sepanjang jalur perhubungan kemudian diteruskan ke

pesawat yang dipanggil. Oleh sebab itu setiap operator ponsel berbeda

kemampuannya dalam hal daerah liputan (coverage), ada yang luas, ada yang

hanya menjangkau kota-kota tertentu saja.

Jaringan BTS dan MSC sangat berperan dalam penyajian mutu dan

keandalan bagi pelanggan, karenanya perusahaan ini menggelar jaringan dengan

2 Ibid., hlm 101-102.

penempatan BTS yang sesuai dengan kebutuhan, untuk daerah pinggiran

dengan lalu lintas percakan rendah misalnya, digunakan BTS jenis payung

(umbrella) sedangkan untuk lingkup pemukiman atau kota dengan tipe tertentu

digunakan BTS dengan antena omni.

Daerah liputan merupakan kebutuhan pelanggan, karena tanpa

couverage yang memadai, layanan jasa seluler menjadi kurang berarti banyak

bagi pelanggan. Karena pelayanan inilah yang menjadi pertimbangan seorang

calon pelanggan untuk memilih operator seluler. Bila tingkat teknologinya sama,

konsumen akan mncari operator yang memiliki pelayanan lebih unggul.3

D. Smartphone

Smartphone adalah telepon yang memiliki kemampuan seperti

komputer, biasanya memiliki layar yang besar dan sistem operasinya mampu

menjalankan tujuan aplikasi-aplikasi yang umum (Kamus Oxford Online,

2013). Backer (2010), menyatakan bahwa smartphone adalah telepon yang

menyatukan kemampuankemampuan terdepan; ini merupakan bentuk

kemampuan dari Wireless Mobile Device (WMD) yang dapat berfungsi seperti

sebuah komputer dengan menawarkan fitur- fitur seperti Personal Digital

Assistant (PDA), akses internet, email, dan Global Positioning System (GPS).

Smartphone juga memiliki fungsi- fungsi lainnya seperti kamera, video, MP3

players, dan fungsi yang telepon serta berkirim pesan. Dengan kata lain,

3 Ibid., hlm 113-114.

smartphone dapat dikategorikan sebagai mini-komputer yang memiliki banyak

fungsi dan penggunanya dapat menggunakannya kapanpun dan dimanapun.4

Menurut Ally (2009, p.10), nirkabel, mobile, portable, perangkat

genggam perlahan- lahan sedang berkembang dan menganekaragamkan

pendidikan di berbagai sektor, baik di negara maju maupun negara yang sedang

berkembang. Nielsen (2012) melaporkan pengguna smartphone di 39 negara di

dunia dan 13 di antaranya yaitu negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Di

negara kita, penggunaan smartphone sangat populer dan familiar. Smartphone

tentu saja memiliki dampak positif dan negatif pada para siswa. Dampak adalah

suatu efek yang kuat yang dimiliki sesuatu terhadap sesuatu atau seseorang.5

1.1.2. Interaksi Sosial

A. Definisi Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut

hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,

maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.6

Proses sosial pada hakikatnya adalah pengaruh timbal balik antara

berbagai bidang kehidupan bersama. Lebih lanjut menurut Soerjono Soekanto,

hakikat hidup bersama itu sebenarnya adalah terdiri dari relasi-relasi yang

mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama dalam aksi dan tindakan

yang berbalas-balasan. Sehingga orang saling menanggapi tindakan mereka.

4 Jurnal oleh Dijey Pratiwi Barakati, Dampak Penggunaan Smartphone Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris . 2013.

Hal 2. 5 Ibid., hal 3.

6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan DIskursus Teknologi Komunikasi di

Masyarakat,(Jakarta, Kencana Pranadamedia Group, 2006), hlm 55.

Dengan demikian, dapat pula diartikan bahwa masyarakat merupakan

jaringan relasi-relasi hidup yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain

mendengarkannya; yang satu bertanya, yang lain menjawab; yang satu

memberi perintah, yang lain menaati; yang satu berbuat jahat, yang lain

membalas dendam; dan yang satu mengundang, yang lainnya datang. Jadi

selalu tampak bahwa orang saing mempengaruhi, dan hasil interaksi inilah

yang sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interprestasi yang diberikan

oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interkasi ini.7

B. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Syarat terjadinya interkasi sosial adalah adanya kontak sosial (social

contact), dan adanya komunikasi (communication)8.

1. Kontak Sosial

Menurut Soeryono Soekanto (2002: 65), kontak sosial berasal dari

bahasa latin con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh), jadi,

artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik,

kontak sosial baru terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala

sosial. Hal itu bukan semata-mata hubungan badaniah, karena hubungan

sosial terjadi tidak hanya secara menyentuh seseorang, namun orang dapat

berhubungan dengan orang lain tanpa harus menyentuhya. Misalnya

7 Dewi Wulansari, Sosiologi (Konsep dan Teori), (Bandung, PT Refika Aditama, 2009), hlm 35.

8 Ambar Kusumastuti. Skripsi, Peran Komunitas Dalam Interaksi Sosial Remaja Di Komunitas Angklung Yogyakarta ,

(Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014) hlm 19-20.

kontak sosial sudah terjadi ketika seseorang berbicara degan orang lain,

bahkan kontak sosial juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi,

seperti melalui telepon, telegraf, radio, surat, televisi, internet, dan

sebagainya.

Kontak sosial dapat berlangsung melalui lima bentuk, yaitu:

a. Dalam bentuk proses sosilasisasi yang berlangsug antara pribadi orang

per orang. Proses sosialisasi ini memungkinkan seseorang mempelajari

norma-norma yang terjadi di masyarakat. Berger dan Luckmann

(Bungin, 2001: 14), mengatakan proses ini terjadi melalui proses

objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia

intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses

institusionalisasi.

b. Antara orang per orang dengan suatu kelompok masyarakat atau

sebaliknya.

c. Antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya

dalam sebuah komunitas.

d. Antara orang per orang dengan masyarakat global di dunia

internasional.

e. Antara orang per orang, kelompok, masyarakat, dan dunia glonal,

dimana kontak sosial terjadi secara simultan di antara mereka.

Kehidupan seseorang saat ini telah masuk pada dunia yang serba

pilihan, seseorang dapat memilih ia hidup dalam kelompok atau ia hidup

dalam sebuah masyarakat, bahkan ia boleh hidup dalam dunia yang secara

global. Seseorang juga dapat memilih hidup dalam masyarakat lokal atau

memilih hidup dalam masyarakat global, bahkan boleh hidup di dalam

kedua kehidupan itu yang glokal (global- lokal), maka kotak-kontak sosial

menjadi sangat majemuk dan rumit. Kerumitan ini pula dipacu dengan

perkembangan teknologi informasi, sehingga dimanapun ia berada, ia

dapat melakukan kontak sosial dengan siapa saja dan dimana saja yang ia

inginkan. Kontak sosial bukan saja menjadi kebutuhan namun juga

menjadi pilihan dengan siapa ia melakukannya.

Secara konseptual kontak sosial dapat dibedakan antara kontak sosial

primer dan kontak sosial sekunder. Kontak sosial primer yaitu kontak

sosial yang terjadi secara langsung antara seseorang dengan orang atau

kelompok masyarakat lainnya secara tatap muka. Sedangkan kontak sosial

sekunder terjadi melalui perantara yang sifatnya manusiawi maupun

dengan teknologi. Ketika masyarakat saat ini telah berkembang dengan

tingkat kemajuan teknologi informasi semacam ini, maka kontak-kontak

sosial primer dan sekunders emakin sulit dibedakan satu dengan lainnya.

Seperti, kontak telepon yang menggunakan teknologi teleconference di

mana kontak terjadi antara orang per orang (orang dengan kelompok dan

sebagainya), secara tatap muka dan saling dapat menyapa namun dari

tempat yang sangat jauh, juga umpamanya kontak-kontak pribadi yang

saling terjadi dengan internet juga dapat langsung menyapa dan saling

tatapmuka walaupun tempat mereka berjauhan. Semua ini menjadi

fenomena yang mengacaukan konsep-konsep lama tentang kontak sosial

tersebut.

2. Komunikasi

Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai

yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku

orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau

sikap, perilaku dan peradaan-perasaan sehingga seseorang membuat

reaksi-reaski terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan

pada pengalaman yang pernah dia alami. Fenomena komunikasi

dipengaruhi pula oleh media yang digunakan, sehingga media kadang kala

juga ikut memengaruhi isi informasi dan penafsiran, bahkan menurut

Marshall McLuhan (1997: 7) bahwa media adalah pesan itu sendiri.

Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu hadirdalam

setiap komunikasi, yaitu sumber informasi (receiver), saluran (media), dan

penerima informasi (audience). Sumber informasi adalah seseorang atau

institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan

kepada masyarakat luas. Saluran adalah media yang digunakan untuk

kegiatan sumber berita oleh sumber berita, berupa media interpersonal

yang digunakan secara tatap muka maupn media massa yang digunakan

untuk khalayak umum. Sedangkan audience adalah per orang atau

kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau menerima

informasi.

Selain tiga unsur ini, yang terpenting galam komunikasi adalah

aktivitas memaknakan informasi yang disampaikan oleh sumber informasi

dan pemaknaan yang dibuat audience terhadap informasi yang diterimanya

itu. Pemaknaan dalam informasi bersifat subjektif atau kontekstual.

Subjektif, artinya masing-masing pihak (sumber informasi dan audience)

memiliki kapasitas untuk memaknakan informasi yang disebarkan atau

yang diterimanya berdasarkan apa yang ia rasakan, ia yakini dan yang ia

mengerti serta berdasarkan pada tingkat pengetahuan kedua pihak.

Sedangkan sifat kontekstual adalah bahwa pemaknaan itu berkaitan erat

dengan kondisi waktu dan tempat dimana informasi itu ada dan dimana

kedua belah pihak itu berada. Dengan demikian konteks sosial budaya ikut

mewarnai kedua pihak dalam memaknakan informasi yang disebarkan dan

yang diterima itu. Oleh karena itu, maka sebuah proses komunikasi

memiliki dimensi yang sangat luas dalam pemaknaannya, karena

dilakukan oleh subjek-objek yang beragam dan konteks sosial yang

majemuk pula.

C. Proses-Proses Interaksi Sosial

1. Proses Asosiatif

Dimaksud dengan proses asosiatif adalah sebuah proses yang terjadi

saling pengertian dan kerja sama timbal balik antara per orang atau

kelompok satu dengan lainnya, dimana proses ini menghasilkan

pencapaian tujuan-tujuan bersama.

a. Kerja sama (cooperation) adalah usaha bersama antara individu atau

kelompok untuk mencpaai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses

terjadinya cooperation terjadi apabila di antara individu atau kelompok

tertentu menyadari adanya kepentingan dan ancaman yang sama.

Tujuan-tujuan yang sama akan menciptakan cooperation di antara

individu dan kelompok yang bertujuan agar tujuan-tujuan mereka

tercapai. Begitu pula apabila individu atau kelompok merasa adanya

ancaman dan bahaya dari luar, maka proses cooperation ini akan

bertambah kuat antara mereka.9

b. Accomodation

Accomodation adalah proses sosial dengan dua makna, pertama adalah

proses sosial yang menunjukkan pada suatu keadaan yang seimbang

(equilibrium) dalam interaksi sosial antara individu dan antar

kelompok di dalam masyarakat, terutama yang ada hubungannya

dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam

masyarakat tersebut. Kedua adalah menuju pada suatu proses yang

sedang berlangsung, dimana accommodation menampakkan suatu

proses untuk meredakan suatu pertentangan yang terjadi di masyarakat,

baik pertentangan yang terjadi di antara individu, kelompok dan

9 Burhan Bungin, op. cit., hlm 58-59

masyarakat, maupun dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat

itu. Proses accommodation ini menuju pada suatu tujuan yang

mencapai kestabilan.10

2. Proses Disosiatif

Proses disosiatif merupakan proses proses perlawanan (oposisi) yang

dilakukan oleh individu- individu dan kelompok dalam proses sosial di

antara mereka pada suatu masyarakat. Oposisi diartikan sebagai cara

berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan nilai

yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang diinginkan. Bentuk-bentuk proses disosiatif adalah persaingan,

kompetisi, dan konflik.11

1.1.3 Anak Usia Sekolah Dasar

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2010,

sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang menyelenggarakan

pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.

Di Indonesia, kisaran usia sekolah dasar berada diantara 6 tahun hingga 12

tahun. Sekolah dasar ditempuh dalam kurun waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1

sampai kelas 6.

Periode anak sekolah dasar adalah periode dimana seseorang mulai memasuki

lingkungan masyarakat di luar lingkungan keluarga. Dimana ketika bayi lahir, dia

merupakan “subyek dengan dunianya sendiri” yang melingkupi diri sendiri saja.

10

Ibid., hlm. 60-61. 11

Ibid., hlm. 62.

Pada masa sekolah dasar, sikap anak yang mulanya sangat subyektif terhadap

kenyataan faktual lambat laun gambaran yang diperolah tentang alam nyata akan

makin bertambah sempurna dan semakin obyektif. Hubungan antara benda-benda

dengan diri sendiri tidak lagi didasarkan pada penghayatan yang subyektif, akan

tetapi berubah menjadi pengamatan yang obyektif. Dengan begitu anak mulai

merebut atau menguasai dunia sekitar secara obyektif. Dalam fase inilah anak

menceburkan diri ke dalam masyarakat luas; yaitu masyarakat diluar keluarga,

Taman Kanak-kanak, sekolah, dan kelompok-kelompok sosial lainnya.

Pada usia sekolah ini, emosional anak menjadi semakin berkurang; sedang

unsur intelek dan akal busi (rasio, fikir) jadi semakin menonjol. Minat anak yang

obyekif terhadap dunia sekitar menjadi besar. Sehubungan dengan ini, masa sekolah

rendah disebut pula sebagai periode intelektual.

Pada masa ini anak mulai belajar menjadi seorang realis-kecil, yang berhasrat

seklai mempelajari dan “menguasai” dunia secara obyektif. Untuk aktivitas tersebut

ia memerlukan banyak informasi. Karenanya dia selalu “haus-bertanya”, meminta

bimbingan, menuntut pengajaran, serta menginginkan pendidikan.

Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat

penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann,

Stern dan Oswald Kroh.12

12

Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung, Penerbit Mandar Maju, 1995), hlm. 133-137.

1. Teori Meumann: Ia membedakan tiga fase perkembangan fungsi pengamatan,

yaitu:

a) Fase sintese fantastis. Semua pengamatan atau penghayatan anak

memberikan kesan total. Hanya beberapa onderdil/bagian saja yang bias

ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan

tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun.

b) Fase analisa, berlangsung pada saat anak berusia 8-9 tahun. Pada fase ini

ciri-ciri dari macam-macam benda diperhatikan oleh anak. Bagian atau

onderdilnya mulai ditangkap, namun belum dikaitkan dalam kerangka

keseluruhan atau totalitasnya. Sekarang fantasi anak mulai berkurang, dan

diganti dengan pemikiran yang lebih rasional.

c) Fase sintese logis. Pada fase ini ana mulai memahami benda-benda dan

peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau insight. Bagian atau

onderdil-onderdilnya sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan

totalitasnya. Fase ini terjadi saat anak berusia lebih-kurang 12 tahun.

2. Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan

anak; yaitu:

a) Stadium-keadaan; berlangsung pada usia 0-8 tahun. Pada stadium ini

disamping mendapatkan gambaran total yang samar-samar, anak kini

mengamati benda dan beberapa orang secara lebih teliti.

b) Stadium-perbuatan, berlangsung pada rentang usia 8-9 tahun. Pada stadium

ini anak menaruh minat besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang

dewasa serta tingkah laku binatang.

c) Stadium-hubungan. Pada stadium ini anak mengamati relasi atau hubungan

dalam dimensi ruang dan waktu; juga hubungan kausal dari benda-benda

dan peristiwa. Stadium ini berlangsung pada rentang usia 9-10 tahun dan

selanjutnya.

d) Stadium-perihal (sifat). Pada stadium ini anak mulai menganalisa hasil

pengamatannya, dengan mengkosntatir ciri-ciri/sifat dari benda-benda,

orang, dan peristiwa.

3. Teori Oswald Kroh menyatakan adanya empat periode dalam perkembangan

fungsi pengamatan anak, yaitu:

a) Periode sintese-fantastis, berlangsung pada rentang usia 7-8 tahun. Artinya,

segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas atau global sedang

sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan tersebut dilengkapi

dengan dengan fantasi anak. Asosiasi dengan ini, anak suka sekali dengan

dongeng-dongeng, sage, mythe, legenda, kisah-kisah dan cerita khayalan.

b) Periode relisme naïf, berlangsung pada rentang waktu 8-10 tahun. Pada

periode ini anak sudah bias membedakan bagian atau onderdil, tetapi belum

mampu menghubung-hubungkan satu dengan lain dalam hubungan totalitas.

Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan pengamatan konkrit.

c) Periode realism-kritis. Pada periode ini pengamatan anak bersifat realistis

dan kritis. Anak sudah bias mengadakan sintese logis, karena munculnya

pengertian, insight atau wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf

kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi satu

kesatuan atau menjadi satu struktur. Periode ini berlangsung pada rentang

usia 10-12 tahun.

d) Fase subyektif. Fase ini berlangsung pada usia 12-14 tahun. Pada fase ini

usur emmosi atau perasaan muncul kembali, dan kuat sekali mempengaruhi

penilaian anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini dibatasi gejala

puberts kedua.

Ringkasnya, pengamatan anak selama periode sekolah dasar berlangsung

sebagai berikut:

1. Dimulai dari pengamatan kompleks-totalitas, menuju pada bagian-bagian atau

onderdil.

2. Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pemahaman; aktif,

mendekati, dan mencoba mengerti.

3. Bertitik tolak dari aku, menuju obyek-obyek dunia sekitarnya.

4. Dari dunia fantasi menuju dunia realitas.13

1.2 Kajian Penelitian Sebelumnya

Sebagai patokan atau pembanding dengan penelitian terdahulu, dalam penelititan ini

penulis membandingkan penelitian dari pustaka milik Ina Astari Utaminingsih dari Institut

Pertanian Bogor yang berjudul Pengaruh Penggunaan Ponsel Pada Remana Terhadap

Interaksi Sosial Remaja (Kasus SMUN 68, Salemba Jakarta Pusat, DKI Jakarta). Penelitian

tersebut memfokuskan pada sejauh mana smartphone dapat mempengaruhi interaksi sosial

13

Ibid., hlm 137.

pada remaja. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat penggunaan ponsel pada

remaja cenderung tinggi sebagai media komunikasi dan juga media hiburan dan dianggap

menjadi kebutuhan sehari-hari yang penting bagi remaja baik laki- laki dan perempuan.

Namun, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa penggunaan ponsel tidak mempengaruhi

interaksi remaja secara tatap muka.

Persamaan penelitan tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin mencari

tahu pengaruh pengunaan smartphone terhadap interaksi sosial. Namun terdapat pula

perbedaan dari kedua penelitian ini. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini

adalah jika pada penelitian tersebut, peneliti lebih memfokuskan penelitiannya kepada

remaja, pada penelitian ini penulis memfokuskan pengaruh penggunaan smartphone

terhadap interaksi sosial anak dalam hal ini anak kelas 4 dan kelas 5 SDN Puren

Yogyakarta. Selain itu, analaisis data yang penulis gunakan pun berbeda dengan analisis

data dari penelitian terdaulu. Jika pada penelitian milik Ina Astari Utaminingsih

menggunakan sistem SPSS maka pada penelitian ini, selain menggunakan system SPSS

penulis menggunakan sistem Korelasi Pearson Pruduct Moment.