bab ii pendekatan teoritis 1.1. tinjauan pustaka …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2442/2/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
1.1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1.1. Teknologi Komunikasi
A. Telepon
Telepon merupakan salah satu alat komunikasi yang paling menonjol
dan terbanyak menguasai kehidupan masyarakat di kota-kota besar atau kota
terbilang besar. Penyaluran informasi melalui telepon diperkirakan melebihi
kecepatan model komunikasi apapun, disamping hemat, tepat, mudah dan
murah, juga dapat memperkecil resiko bagi pemakainya. Terwujudnya
komunikasi dua arah melalui telepon, jarak dan waktu sudah bukan persoalan
lagi, sehingga dirasakan bahwa peran telepon sebagai media transportasi
informasi benar-benar telah mempu menjadi substitusi alat transportasi benda
yang sudah ada selama ini.
Keinginan untuk saling berlomba dengan waktu dapat dilihat dari
terjadinya polusi udara disebabkan asap, dan bunyi kendaraan yang
memekakkan telinga di jalan-jalan raya. Alat pengangkutan manusia tersebut
semakin hari semakin mempersempit alur jalan raya. Akibatnya, sering terjadi
kecelakaan lalu lintas dan juga kemacetan. Di sinilah terasa sekali bahwa
kecapatan waktu mengalahkan kecepartan kendaraan model apapun. Dalam
siuasi demikian pulalah diperlukan peran sebuah pesawat telepon. Pesawat
telepon dapat mengatasi rantai kemelut di atas dengan tepat dan efisien. Telepon
bukan saja dapat mengirim dan menerima informasi dengan cepat, bahkan
sedikit banyak dapat pula mengurangi kemacetan lalu lintas jalan raya. Pada
kondisi demikian, setiap orang tidak perlu lagi mengeluarkan kendaraan dan
memacunya di jalan raya, tetapi untuk menghubungi seseorang guna
mendapatkan infomari cukup memanfaatkan jasa telepon. Sehingga kepadatan
jalan raya dapat dikurangi sedikit demi sedikit.
Dengan demikian, dikatakan bahwa trasnportasi informasi (melalui
percakapan telepon) akan mampu menggantikan sebagian transportasi benda
(orang dan barang). Orang tidak perlu lagi bersusah payah menghabiskan waktu
dan tenaganya untuk saling berkunjung mencari inforasi, akan tetapi cukup
dengan mengangkat ganggang telepon. Oleh sebab itu, penggunaan telepon
semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Komunikasi melalui telepon
diperkirakan jauh lebih hemat daripada cara lain yang selama ini digunakan.
Saling mendengarkan atau saling bertukar informasi antara dua orang
yang menggunakan jasa telepon adalah contoh nyata dari berlangsungnya
komunikasi dua arah (two way communication). Komunikasi antara seseorang
dengan orang lain melalui telepon dapat berlangsung dalam jarak puluhan,
ratusan bahkan ribuan kilometer. Dengan demikian pesawat telepon dapat
mempertautkan bagian dari jaringan hubungan antarpribadi manusia yang kian
banyak urusan dan kurang mempunyai waktu itu, dengan demikian urusan
penting dapat diselesaikan dengan mudah melaui penggunaan pesawat telepon.1
B. Telepon Bergerak (Mobile Telephone)
1 Gouzali Saydam, Teknologi Telekomunikasi Perkembangan Dan Aplikasi, (Bandung, CV. Alfabeta, 2005), hlm 3-7.
Sambungan jasa telepon bergerak, sama saja dengan jasa sambungan
telepon biasa, hanya di sini pelanggan dengan pesawat teleponnya dapat
berpindah-pindah kemana yang ia ingini.
Gambar 2.1. Jenis Telepon Bergerak
Pada kendaran bermotor misalnya, sambungan ini digunakan untuk
berhubungan dengan pangkalannya, yang biasa disebut telepon mobil.
Sementara handphone, atau telepon genggam atau telepon seluler yang kini
semakin banyak dimiliki orang termasuk dalam sambungan telepon bergerak.
Sedangkan TelkomFlexi, merupakan sambungan telepon yang dikelola oleh PT
Telkom, yang sebenarnya termasuk juga dalam telepon bergerak, karena
terminal telepon pada sistem ini dapat dibawa-bawa sepanjang masih dalam
cakupan BTS (Base trancevier Station) yang ada, walaupun ia kadang-kadang
disebut juga sebagai fix telephone wireless (telepon rumah tanpa kabel). Pada
sambungan telepon bergerak ini, untuk media penyalur (pulsa-pulsa telepon)
dipakai gelombang-gelombang radio, sehingga pelanggan bebas bergerak. Pada
TELEPON
BERGERAK
KENDARAAN
BERMOTOR SELULER TELKOM
FLEKSI
dasarnya gelombang radio yang digunakan dalam sambungan telepon bergerak
ini ada yang berfrekuensi: a) analog, seperti AMPS (Analog Mobile Telephone
System), menggunakan band frekuensi 800 MHz, atau NMT (Nordic Mobile
Telephone System) dengan band frekuensi 450 MHz, dan b) digital seperti
digunakan oleh sistem GSM (Globel System for Mobile Communication) yang
menggunakan gelombang radio dengan frekuensi 900 MHz.2
C. Ponsel
Komunikasi melalui penggunaan ponsel (telepon seluler) hampir sama
saja dengan komunikasi melalui penggunaan telepon rumah biasa. Komunikasi
itu akan dapat berlangsung sepanjang antara pesara pemanggil terhubung
dengan pesawat yang dipanggil. Bila pada telepon rumah biasa, media yang
menghubungkan kedua pesawat tersebut berupa kabel fisik biasa, dalam telepon
seluler yang menghubungkannya adalah gelombang-gelombang radio yang
dilewatkan dari pesawat ke BTS (Base Tranciever Station – stasiun induk kirim
terima) dan MSC (Mobile Switching Center – pusat sentral telepon bergerak)
yang bertebaran di sepanjang jalur perhubungan kemudian diteruskan ke
pesawat yang dipanggil. Oleh sebab itu setiap operator ponsel berbeda
kemampuannya dalam hal daerah liputan (coverage), ada yang luas, ada yang
hanya menjangkau kota-kota tertentu saja.
Jaringan BTS dan MSC sangat berperan dalam penyajian mutu dan
keandalan bagi pelanggan, karenanya perusahaan ini menggelar jaringan dengan
2 Ibid., hlm 101-102.
penempatan BTS yang sesuai dengan kebutuhan, untuk daerah pinggiran
dengan lalu lintas percakan rendah misalnya, digunakan BTS jenis payung
(umbrella) sedangkan untuk lingkup pemukiman atau kota dengan tipe tertentu
digunakan BTS dengan antena omni.
Daerah liputan merupakan kebutuhan pelanggan, karena tanpa
couverage yang memadai, layanan jasa seluler menjadi kurang berarti banyak
bagi pelanggan. Karena pelayanan inilah yang menjadi pertimbangan seorang
calon pelanggan untuk memilih operator seluler. Bila tingkat teknologinya sama,
konsumen akan mncari operator yang memiliki pelayanan lebih unggul.3
D. Smartphone
Smartphone adalah telepon yang memiliki kemampuan seperti
komputer, biasanya memiliki layar yang besar dan sistem operasinya mampu
menjalankan tujuan aplikasi-aplikasi yang umum (Kamus Oxford Online,
2013). Backer (2010), menyatakan bahwa smartphone adalah telepon yang
menyatukan kemampuankemampuan terdepan; ini merupakan bentuk
kemampuan dari Wireless Mobile Device (WMD) yang dapat berfungsi seperti
sebuah komputer dengan menawarkan fitur- fitur seperti Personal Digital
Assistant (PDA), akses internet, email, dan Global Positioning System (GPS).
Smartphone juga memiliki fungsi- fungsi lainnya seperti kamera, video, MP3
players, dan fungsi yang telepon serta berkirim pesan. Dengan kata lain,
3 Ibid., hlm 113-114.
smartphone dapat dikategorikan sebagai mini-komputer yang memiliki banyak
fungsi dan penggunanya dapat menggunakannya kapanpun dan dimanapun.4
Menurut Ally (2009, p.10), nirkabel, mobile, portable, perangkat
genggam perlahan- lahan sedang berkembang dan menganekaragamkan
pendidikan di berbagai sektor, baik di negara maju maupun negara yang sedang
berkembang. Nielsen (2012) melaporkan pengguna smartphone di 39 negara di
dunia dan 13 di antaranya yaitu negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Di
negara kita, penggunaan smartphone sangat populer dan familiar. Smartphone
tentu saja memiliki dampak positif dan negatif pada para siswa. Dampak adalah
suatu efek yang kuat yang dimiliki sesuatu terhadap sesuatu atau seseorang.5
1.1.2. Interaksi Sosial
A. Definisi Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut
hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.6
Proses sosial pada hakikatnya adalah pengaruh timbal balik antara
berbagai bidang kehidupan bersama. Lebih lanjut menurut Soerjono Soekanto,
hakikat hidup bersama itu sebenarnya adalah terdiri dari relasi-relasi yang
mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama dalam aksi dan tindakan
yang berbalas-balasan. Sehingga orang saling menanggapi tindakan mereka.
4 Jurnal oleh Dijey Pratiwi Barakati, Dampak Penggunaan Smartphone Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris . 2013.
Hal 2. 5 Ibid., hal 3.
6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan DIskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat,(Jakarta, Kencana Pranadamedia Group, 2006), hlm 55.
Dengan demikian, dapat pula diartikan bahwa masyarakat merupakan
jaringan relasi-relasi hidup yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain
mendengarkannya; yang satu bertanya, yang lain menjawab; yang satu
memberi perintah, yang lain menaati; yang satu berbuat jahat, yang lain
membalas dendam; dan yang satu mengundang, yang lainnya datang. Jadi
selalu tampak bahwa orang saing mempengaruhi, dan hasil interaksi inilah
yang sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interprestasi yang diberikan
oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interkasi ini.7
B. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interkasi sosial adalah adanya kontak sosial (social
contact), dan adanya komunikasi (communication)8.
1. Kontak Sosial
Menurut Soeryono Soekanto (2002: 65), kontak sosial berasal dari
bahasa latin con atau cum (bersama-sama) dan tango (menyentuh), jadi,
artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik,
kontak sosial baru terjadi apabila adanya hubungan fisikal, sebagai gejala
sosial. Hal itu bukan semata-mata hubungan badaniah, karena hubungan
sosial terjadi tidak hanya secara menyentuh seseorang, namun orang dapat
berhubungan dengan orang lain tanpa harus menyentuhya. Misalnya
7 Dewi Wulansari, Sosiologi (Konsep dan Teori), (Bandung, PT Refika Aditama, 2009), hlm 35.
8 Ambar Kusumastuti. Skripsi, Peran Komunitas Dalam Interaksi Sosial Remaja Di Komunitas Angklung Yogyakarta ,
(Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014) hlm 19-20.
kontak sosial sudah terjadi ketika seseorang berbicara degan orang lain,
bahkan kontak sosial juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi,
seperti melalui telepon, telegraf, radio, surat, televisi, internet, dan
sebagainya.
Kontak sosial dapat berlangsung melalui lima bentuk, yaitu:
a. Dalam bentuk proses sosilasisasi yang berlangsug antara pribadi orang
per orang. Proses sosialisasi ini memungkinkan seseorang mempelajari
norma-norma yang terjadi di masyarakat. Berger dan Luckmann
(Bungin, 2001: 14), mengatakan proses ini terjadi melalui proses
objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia
intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses
institusionalisasi.
b. Antara orang per orang dengan suatu kelompok masyarakat atau
sebaliknya.
c. Antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya
dalam sebuah komunitas.
d. Antara orang per orang dengan masyarakat global di dunia
internasional.
e. Antara orang per orang, kelompok, masyarakat, dan dunia glonal,
dimana kontak sosial terjadi secara simultan di antara mereka.
Kehidupan seseorang saat ini telah masuk pada dunia yang serba
pilihan, seseorang dapat memilih ia hidup dalam kelompok atau ia hidup
dalam sebuah masyarakat, bahkan ia boleh hidup dalam dunia yang secara
global. Seseorang juga dapat memilih hidup dalam masyarakat lokal atau
memilih hidup dalam masyarakat global, bahkan boleh hidup di dalam
kedua kehidupan itu yang glokal (global- lokal), maka kotak-kontak sosial
menjadi sangat majemuk dan rumit. Kerumitan ini pula dipacu dengan
perkembangan teknologi informasi, sehingga dimanapun ia berada, ia
dapat melakukan kontak sosial dengan siapa saja dan dimana saja yang ia
inginkan. Kontak sosial bukan saja menjadi kebutuhan namun juga
menjadi pilihan dengan siapa ia melakukannya.
Secara konseptual kontak sosial dapat dibedakan antara kontak sosial
primer dan kontak sosial sekunder. Kontak sosial primer yaitu kontak
sosial yang terjadi secara langsung antara seseorang dengan orang atau
kelompok masyarakat lainnya secara tatap muka. Sedangkan kontak sosial
sekunder terjadi melalui perantara yang sifatnya manusiawi maupun
dengan teknologi. Ketika masyarakat saat ini telah berkembang dengan
tingkat kemajuan teknologi informasi semacam ini, maka kontak-kontak
sosial primer dan sekunders emakin sulit dibedakan satu dengan lainnya.
Seperti, kontak telepon yang menggunakan teknologi teleconference di
mana kontak terjadi antara orang per orang (orang dengan kelompok dan
sebagainya), secara tatap muka dan saling dapat menyapa namun dari
tempat yang sangat jauh, juga umpamanya kontak-kontak pribadi yang
saling terjadi dengan internet juga dapat langsung menyapa dan saling
tatapmuka walaupun tempat mereka berjauhan. Semua ini menjadi
fenomena yang mengacaukan konsep-konsep lama tentang kontak sosial
tersebut.
2. Komunikasi
Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai
yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku
orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik, atau
sikap, perilaku dan peradaan-perasaan sehingga seseorang membuat
reaksi-reaski terhadap informasi, sikap, dan perilaku tersebut berdasarkan
pada pengalaman yang pernah dia alami. Fenomena komunikasi
dipengaruhi pula oleh media yang digunakan, sehingga media kadang kala
juga ikut memengaruhi isi informasi dan penafsiran, bahkan menurut
Marshall McLuhan (1997: 7) bahwa media adalah pesan itu sendiri.
Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu hadirdalam
setiap komunikasi, yaitu sumber informasi (receiver), saluran (media), dan
penerima informasi (audience). Sumber informasi adalah seseorang atau
institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan
kepada masyarakat luas. Saluran adalah media yang digunakan untuk
kegiatan sumber berita oleh sumber berita, berupa media interpersonal
yang digunakan secara tatap muka maupn media massa yang digunakan
untuk khalayak umum. Sedangkan audience adalah per orang atau
kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau menerima
informasi.
Selain tiga unsur ini, yang terpenting galam komunikasi adalah
aktivitas memaknakan informasi yang disampaikan oleh sumber informasi
dan pemaknaan yang dibuat audience terhadap informasi yang diterimanya
itu. Pemaknaan dalam informasi bersifat subjektif atau kontekstual.
Subjektif, artinya masing-masing pihak (sumber informasi dan audience)
memiliki kapasitas untuk memaknakan informasi yang disebarkan atau
yang diterimanya berdasarkan apa yang ia rasakan, ia yakini dan yang ia
mengerti serta berdasarkan pada tingkat pengetahuan kedua pihak.
Sedangkan sifat kontekstual adalah bahwa pemaknaan itu berkaitan erat
dengan kondisi waktu dan tempat dimana informasi itu ada dan dimana
kedua belah pihak itu berada. Dengan demikian konteks sosial budaya ikut
mewarnai kedua pihak dalam memaknakan informasi yang disebarkan dan
yang diterima itu. Oleh karena itu, maka sebuah proses komunikasi
memiliki dimensi yang sangat luas dalam pemaknaannya, karena
dilakukan oleh subjek-objek yang beragam dan konteks sosial yang
majemuk pula.
C. Proses-Proses Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif
Dimaksud dengan proses asosiatif adalah sebuah proses yang terjadi
saling pengertian dan kerja sama timbal balik antara per orang atau
kelompok satu dengan lainnya, dimana proses ini menghasilkan
pencapaian tujuan-tujuan bersama.
a. Kerja sama (cooperation) adalah usaha bersama antara individu atau
kelompok untuk mencpaai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses
terjadinya cooperation terjadi apabila di antara individu atau kelompok
tertentu menyadari adanya kepentingan dan ancaman yang sama.
Tujuan-tujuan yang sama akan menciptakan cooperation di antara
individu dan kelompok yang bertujuan agar tujuan-tujuan mereka
tercapai. Begitu pula apabila individu atau kelompok merasa adanya
ancaman dan bahaya dari luar, maka proses cooperation ini akan
bertambah kuat antara mereka.9
b. Accomodation
Accomodation adalah proses sosial dengan dua makna, pertama adalah
proses sosial yang menunjukkan pada suatu keadaan yang seimbang
(equilibrium) dalam interaksi sosial antara individu dan antar
kelompok di dalam masyarakat, terutama yang ada hubungannya
dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Kedua adalah menuju pada suatu proses yang
sedang berlangsung, dimana accommodation menampakkan suatu
proses untuk meredakan suatu pertentangan yang terjadi di masyarakat,
baik pertentangan yang terjadi di antara individu, kelompok dan
9 Burhan Bungin, op. cit., hlm 58-59
masyarakat, maupun dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat
itu. Proses accommodation ini menuju pada suatu tujuan yang
mencapai kestabilan.10
2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif merupakan proses proses perlawanan (oposisi) yang
dilakukan oleh individu- individu dan kelompok dalam proses sosial di
antara mereka pada suatu masyarakat. Oposisi diartikan sebagai cara
berjuang melawan seseorang atau kelompok tertentu atau norma dan nilai
yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan. Bentuk-bentuk proses disosiatif adalah persaingan,
kompetisi, dan konflik.11
1.1.3 Anak Usia Sekolah Dasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2010,
sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
Di Indonesia, kisaran usia sekolah dasar berada diantara 6 tahun hingga 12
tahun. Sekolah dasar ditempuh dalam kurun waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6.
Periode anak sekolah dasar adalah periode dimana seseorang mulai memasuki
lingkungan masyarakat di luar lingkungan keluarga. Dimana ketika bayi lahir, dia
merupakan “subyek dengan dunianya sendiri” yang melingkupi diri sendiri saja.
10
Ibid., hlm. 60-61. 11
Ibid., hlm. 62.
Pada masa sekolah dasar, sikap anak yang mulanya sangat subyektif terhadap
kenyataan faktual lambat laun gambaran yang diperolah tentang alam nyata akan
makin bertambah sempurna dan semakin obyektif. Hubungan antara benda-benda
dengan diri sendiri tidak lagi didasarkan pada penghayatan yang subyektif, akan
tetapi berubah menjadi pengamatan yang obyektif. Dengan begitu anak mulai
merebut atau menguasai dunia sekitar secara obyektif. Dalam fase inilah anak
menceburkan diri ke dalam masyarakat luas; yaitu masyarakat diluar keluarga,
Taman Kanak-kanak, sekolah, dan kelompok-kelompok sosial lainnya.
Pada usia sekolah ini, emosional anak menjadi semakin berkurang; sedang
unsur intelek dan akal busi (rasio, fikir) jadi semakin menonjol. Minat anak yang
obyekif terhadap dunia sekitar menjadi besar. Sehubungan dengan ini, masa sekolah
rendah disebut pula sebagai periode intelektual.
Pada masa ini anak mulai belajar menjadi seorang realis-kecil, yang berhasrat
seklai mempelajari dan “menguasai” dunia secara obyektif. Untuk aktivitas tersebut
ia memerlukan banyak informasi. Karenanya dia selalu “haus-bertanya”, meminta
bimbingan, menuntut pengajaran, serta menginginkan pendidikan.
Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat
penting. Beberapa teori mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann,
Stern dan Oswald Kroh.12
12
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung, Penerbit Mandar Maju, 1995), hlm. 133-137.
1. Teori Meumann: Ia membedakan tiga fase perkembangan fungsi pengamatan,
yaitu:
a) Fase sintese fantastis. Semua pengamatan atau penghayatan anak
memberikan kesan total. Hanya beberapa onderdil/bagian saja yang bias
ditangkap jelas oleh anak. Selanjutnya, anak akan melengkapi tanggapan
tersebut dengan fantasinya. Periode ini berlangsung pada usia 7-8 tahun.
b) Fase analisa, berlangsung pada saat anak berusia 8-9 tahun. Pada fase ini
ciri-ciri dari macam-macam benda diperhatikan oleh anak. Bagian atau
onderdilnya mulai ditangkap, namun belum dikaitkan dalam kerangka
keseluruhan atau totalitasnya. Sekarang fantasi anak mulai berkurang, dan
diganti dengan pemikiran yang lebih rasional.
c) Fase sintese logis. Pada fase ini ana mulai memahami benda-benda dan
peristiwa. Tumbuh wawasan akal budinya atau insight. Bagian atau
onderdil-onderdilnya sekarang mulai dikaitkan dengan hubungan
totalitasnya. Fase ini terjadi saat anak berusia lebih-kurang 12 tahun.
2. Teori Stern menampilkan 4 stadium dalam perkembangan fungsi pengamatan
anak; yaitu:
a) Stadium-keadaan; berlangsung pada usia 0-8 tahun. Pada stadium ini
disamping mendapatkan gambaran total yang samar-samar, anak kini
mengamati benda dan beberapa orang secara lebih teliti.
b) Stadium-perbuatan, berlangsung pada rentang usia 8-9 tahun. Pada stadium
ini anak menaruh minat besar terhadap pekerjaan dan perbuatan orang
dewasa serta tingkah laku binatang.
c) Stadium-hubungan. Pada stadium ini anak mengamati relasi atau hubungan
dalam dimensi ruang dan waktu; juga hubungan kausal dari benda-benda
dan peristiwa. Stadium ini berlangsung pada rentang usia 9-10 tahun dan
selanjutnya.
d) Stadium-perihal (sifat). Pada stadium ini anak mulai menganalisa hasil
pengamatannya, dengan mengkosntatir ciri-ciri/sifat dari benda-benda,
orang, dan peristiwa.
3. Teori Oswald Kroh menyatakan adanya empat periode dalam perkembangan
fungsi pengamatan anak, yaitu:
a) Periode sintese-fantastis, berlangsung pada rentang usia 7-8 tahun. Artinya,
segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas atau global sedang
sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan tersebut dilengkapi
dengan dengan fantasi anak. Asosiasi dengan ini, anak suka sekali dengan
dongeng-dongeng, sage, mythe, legenda, kisah-kisah dan cerita khayalan.
b) Periode relisme naïf, berlangsung pada rentang waktu 8-10 tahun. Pada
periode ini anak sudah bias membedakan bagian atau onderdil, tetapi belum
mampu menghubung-hubungkan satu dengan lain dalam hubungan totalitas.
Unsur fantasi sudah banyak diganti dengan pengamatan konkrit.
c) Periode realism-kritis. Pada periode ini pengamatan anak bersifat realistis
dan kritis. Anak sudah bias mengadakan sintese logis, karena munculnya
pengertian, insight atau wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf
kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi satu
kesatuan atau menjadi satu struktur. Periode ini berlangsung pada rentang
usia 10-12 tahun.
d) Fase subyektif. Fase ini berlangsung pada usia 12-14 tahun. Pada fase ini
usur emmosi atau perasaan muncul kembali, dan kuat sekali mempengaruhi
penilaian anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini dibatasi gejala
puberts kedua.
Ringkasnya, pengamatan anak selama periode sekolah dasar berlangsung
sebagai berikut:
1. Dimulai dari pengamatan kompleks-totalitas, menuju pada bagian-bagian atau
onderdil.
2. Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pemahaman; aktif,
mendekati, dan mencoba mengerti.
3. Bertitik tolak dari aku, menuju obyek-obyek dunia sekitarnya.
4. Dari dunia fantasi menuju dunia realitas.13
1.2 Kajian Penelitian Sebelumnya
Sebagai patokan atau pembanding dengan penelitian terdahulu, dalam penelititan ini
penulis membandingkan penelitian dari pustaka milik Ina Astari Utaminingsih dari Institut
Pertanian Bogor yang berjudul Pengaruh Penggunaan Ponsel Pada Remana Terhadap
Interaksi Sosial Remaja (Kasus SMUN 68, Salemba Jakarta Pusat, DKI Jakarta). Penelitian
tersebut memfokuskan pada sejauh mana smartphone dapat mempengaruhi interaksi sosial
13
Ibid., hlm 137.
pada remaja. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat penggunaan ponsel pada
remaja cenderung tinggi sebagai media komunikasi dan juga media hiburan dan dianggap
menjadi kebutuhan sehari-hari yang penting bagi remaja baik laki- laki dan perempuan.
Namun, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa penggunaan ponsel tidak mempengaruhi
interaksi remaja secara tatap muka.
Persamaan penelitan tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin mencari
tahu pengaruh pengunaan smartphone terhadap interaksi sosial. Namun terdapat pula
perbedaan dari kedua penelitian ini. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
adalah jika pada penelitian tersebut, peneliti lebih memfokuskan penelitiannya kepada
remaja, pada penelitian ini penulis memfokuskan pengaruh penggunaan smartphone
terhadap interaksi sosial anak dalam hal ini anak kelas 4 dan kelas 5 SDN Puren
Yogyakarta. Selain itu, analaisis data yang penulis gunakan pun berbeda dengan analisis
data dari penelitian terdaulu. Jika pada penelitian milik Ina Astari Utaminingsih
menggunakan sistem SPSS maka pada penelitian ini, selain menggunakan system SPSS
penulis menggunakan sistem Korelasi Pearson Pruduct Moment.