jurnal penelitian dan pengembangan daerah … pinisi...issn : 2442-3939

83
VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017 JURNAL PENELITIA Implementasi K Pe Agri T Pener Pemanfa BADAN P KABUP Jurnal Pinisi Research Vol. 1 7 AN DAN PENGEMBANGAN DAER Kualitas Pendidikandan Berintegritas di K Menuju Sertifika eningkatan Keterampilan Menulis Cerpen pada Peserta Didik SMA Evaluasi Penyelenggaraan Program Pend Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat Pelatihan Pertanian ( Ekonomi Idolaku Bersemi Le Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Kelompok Tani Pard Kecamatan Bajeng B rapan Model Pembelajaran Recall Memor Gaple Card Da aatan Teknik Arusbertambahuntuk Menin Guru dalam Proses Belajar PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN D PATEN BULUKUMBASULAWESI SELA 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Buluku Mei 2 ISSN : 2442-3939 RAH BULUKUMBA Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai asi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani melalui Teknik Batuk A Negeri 9 Bulukumba Arafah didikan dan Pelatihan t SLTA di Balai Besar (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani ewat Ekonomi Dinding Hadmawati Pemasaran Telur Itik de’de Desa Gentungan BaratKabupaten Gowa Rachmat Seno Adji ry dengan Penggunaan alam Belajar Ekonomi Ermiwati ngkatkan Kemampuan r Mengajar di Sekolah Muhammad Amir DAERAH ATAN umba, 2017 ISSN 2442-3939

Upload: tranquynh

Post on 08-May-2019

278 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai

Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba

Arafah

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa

Rachmat Seno Adji

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi

Ermiwati

Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah

Muhammad Amir

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN

JurnalPinisi Research

Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017

ISSN2442-3939

ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai

Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba

Arafah

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa

Rachmat Seno Adji

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi

Ermiwati

Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah

Muhammad Amir

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN

JurnalPinisi Research

Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017

ISSN2442-3939

ISSN : 2442-3939VOL.10NO. 2EDISI MEI 2017

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

Implementasi Kualitas Pendidikandan Berintegritas di Kabupaten BulukumbaBaharuddin Patangngai

Menuju Sertifikasi Pertanian OrganikJamaluddin Al Afgani

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batukpada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba

Arafah

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan PelatihanAgri Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) BatangkalukuWulansari Apriani

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi DindingHadmawati

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur ItikKelompok Tani Parde’de Desa GentunganKecamatan Bajeng BaratKabupaten Gowa

Rachmat Seno Adji

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan PenggunaanGaple Card Dalam Belajar Ekonomi

Ermiwati

Pemanfaatan Teknik Arusbertambahuntuk Meningkatkan KemampuanGuru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah

Muhammad Amir

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAHKABUPATEN BULUKUMBASULAWESI SELATAN

JurnalPinisi Research

Vol. 10 No. 2 Hal. 65 – 132 Bulukumba,Mei 2017

ISSN2442-3939

Page 2: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

VOL.10 NO. 2 ISSN: 2442-3939MEI2017

Pelindung : BupatiBulukumba

Pembina : KepalaBadanPenelitiandanPengembangan Daerah KabupatenBulukumba

Penanggungjawab : Hj. A. Ruhaya, S.Pd.

DewanRedaksi : A. RakhmatSyarif, S.E.A. Nurhayati B., S.E.Hj. Nuraeni, S.E., M.Si.Abdul Rajab, SP., M.Si.

PemimpinRedaksi : Dr. Drs. Baharuddin P., SE,M.Si.

Penyunting/Editor : Drs. Abd. Rajab, M.Si.Drs. Rusli Umar, M.Pd.Muh.Jafar, S. Pd, M.Pd.H. Arafah, S. Pd, M.Pd.Jihad Talib,S.Pd.,M.Hum.

Design Grafis&Fotografer : Ani, SP., M.AP.MakrausNursyam, S.ST.

PemimpinSekretariat : Muhammad Yunus, S.Sos.

UrusanAdministrasi : A. Aswan, S.Sos.KedurvianHeryanto

UrusanKeuangan : Hj. NurAeni, S.E.

UrusanSirkulasidanDistribusi : MansurWatiIswati, S.E.Irdana, S.E.

UrusanArtistikdan Multimedia : Abd. Wahid S., S.E.

AlamatSekretariat :BadanPenelitiandanPengembangan Daerah

Jl. Durian No. 2 Bulukumba Sulawesi SelatanTelp. +62413 81102, Faks. +62413 81102

Email :[email protected]

JurnalPinisi Research memuatpemikiranilmiah, hasil-hasilkajianpenelitian, atautinjauankepustakaanbidangpenelitiandanpengembangan yang terbitempat kali dalamsetahun

(Februari, Mei, Agustus, dan November)

Redaksimenerimakaryailmiahatauartikelkajian, gagasan di bidangpenelitiandanpengembangan.Redaksiberhakmenyuntingtulisantanpamengubahmaknasubstansitulisan.

Page 3: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

ISSN : 2442-3939

RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)

KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511

Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]

ISSN : 2442-3939

RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)

KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511

Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]

ISSN : 2442-3939

RedaksiJurnalPinisi Research:BadanPenelitiandanPengembangan Daerah (BALITBANGDA)

KabupatenBulukumbaProvinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 Bulukumba 92511

Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102e-mail: [email protected]

Page 4: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

SAMBUTANKEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

DAERAHKABUPATEN BULUKUMBA

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Jurnal “PINISI RESEARCH”

dapat diselesaikan terbitan Volume 10 Nomor 2 Edisi Mei 2017 ini, yang

merupakan lanjutan penerbitan Edisi Februari tahun 2017.

Sebagai media yang cukup sederhana, Jurnal“PINISI RESEARCH”senantiasa berbenah

dan memperbaiki tampilannya, baik materi maupun penyajian. Hal itu dilakukan semata-mata

untuk memenuhi harapan para pembaca. Untuk itu, kami dari tim penyusun akan selalu

berusaha berbuat yang terbaik, demi terwujudnya sebuah media baca yang cukup

representatif dalam menghimpun karya anak bangsa. Jurnal“PINISI RESEARCH” yang

bertujuan menghadirkan sebuah media wahana dalam menuangkan kreasi dan kreativitas bagi

para pemangku kepentingan, baik yang bermukim di dalam maupun di luar wilayah

Kabupaten Bulukumba. Suksesnya penerbitan edisi Mei tahun 2017 ini, akan menambah

keyakinan kami untuk terus berkarya dan berinovasi.

Keberhasilan tim penyusun dalam menyelesaikan Jurnal “PINISI RESEARCH” ini,

bukanlah semata-mata atas kemampuan tim penyusun, melainkan atas bantuan, bimbingan,

serta motivasi dari berbagai pihak, yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ini.

Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih.

Wabillahi Taupiq Walhidayah,

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Bulukumba, Mei2017

MUHAMMAD AMRAL, S.E., M.Si.

VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017

Page 5: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH

KABUPATEN BULUKUMBA

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai

media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan

penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat

memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan

Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau

komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi

berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai

prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.

Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10

Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,

dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.

Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)

akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,

dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi

kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau

kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan

lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas

eksistensi Jurnal Pinisi Research.

Bulukumba, Mei 2017

Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.

VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017

PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH

KABUPATEN BULUKUMBA

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai

media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan

penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat

memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan

Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau

komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi

berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai

prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.

Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10

Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,

dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.

Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)

akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,

dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi

kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau

kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan

lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas

eksistensi Jurnal Pinisi Research.

Bulukumba, Mei 2017

Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.

VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017

PENGANTARPEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH

KABUPATEN BULUKUMBA

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Hadirnya “Jurnal Pinisi Research” yang dikelola oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai

media penyaluran informasi dan sosialisasi hasil-hasil kajian dan

penelitian, serta karya tulis ilmiah menghadirkan wadah yang dapat

memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan

Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya, dunia pendidikan masyarakat atau

komunitas akademik pada umumnya, diharapkan dapat mengagregasi dan mengelaborasi

berbagai potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dalam berbagai

prespektif, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.

Kumpulan tulisan yang secara berkala diterbitkan khususnya pada Jurnal Volume 10

Nomor 2 Edisi Mei 2017 telah melalui proses yang selektif, dirangkum dalam bentuk kajian,

dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi setiap pembaca.

Dalam konteks kali ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)

akan hadir dengan konfigurasi baru yang fokus pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan,

dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi

kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau

kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi di kalangan

lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas

eksistensi Jurnal Pinisi Research.

Bulukumba, Mei 2017

Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E.,M.Si.

VOL. 10NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI2017

Page 6: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

i

PengantarRedaksiMembangunKemitraan

Profesionalisme

uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Badan Penelitian dan PengembanganDaerah Kabupaten Bulukumba telah berhasil menerbitkan Jurnal Pinisi Research padaVolume 10 Nomor 2 Edisi Mei 2017. Sebuah upaya yang dilandasi komitmen paraPenulis maupun Dewan Redaksi untuk senantiasa bersama-sama

meningkatkan profesionalisme kelitbangan bidang pemerintahan daerah. Dalam upayamembangun kemitraan profesionalisme, redaksi senantiasa melakukan perluasan komunitasprofesionalisme, intelektual, dengan memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka untukberpartisipasi dalam Jurnal Pinisi Research.

Pada edisi kali ini redaksi menyajikan 8 (delapan) artikel yang membahas tentang :ImplementasiKualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba*), Menuju Sertifikasi PertanianOrganik*), Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batuk pada Peserta DidikSMA Negeri 9 Bulukumba*), Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan AgriTraining Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)Batangkaluku*), Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding*), Analisis PendapatanUsaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de Desa Gentungan KecamatanBajeng Barat Kabupaten Gowa*), Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory DenganPenggunaan Gaple Card Dalam Belajar Ekonomi*), Pemanfaatan Teknik Arus bertambah untukMeningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah*).

Pada bulan Mei tahun 2017, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah KabupatenBulukumba kembali berinisiatif menerbitkan Jurnal Pinisi Research Volume 10 No. 2 Edisi Mei2017 yang menjadi icon media berkala ilmiah yang mampu mendorong kuriositas parapeneliti/perekayasa.

Selain itu demi terwujudnya para calon peneliti/perekayasa di bidang pemerintahan,pendidikan dan kesehatan yang berkiprah secara profesional, sehingga mempercepat terwujudnyatata kelola pemerintahan yang lebih baik.

Akhir kata, segenap staf redaksi Jurnal Pinisi Research mengucapkan selamat berkaryadan salam sejahtera sukses bahagia selalu.

Salam Redaksi

VOL.10NO.2 ISSN : 2442-3939 MEI2017

Page 7: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

ii

Daftar Isi ]

Pengantar Redaksi i

Daftar Isi ii

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas

di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen melalui Teknik Batuk pada

Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri

Training Camp (ATC) bagi Pelajar Tingkat SLTA di Balai Besar

Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku

Wulansari Apriani

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok

Tani Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory Dengan Penggunaan

Gaple Card Dalam Belajar Ekonomi Ermiwati

Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan

Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir

i

ii

65 - 76

77 - 86

87 - 94

95 - 106

107 - 114

115 - 122

123 - 128

129 - 132

VOL. 10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017

Page 8: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 65

PENDAHULUAN

Sudah merupakan pendapat umum bahwa

kemakmuran suatu bangsa berkaitan erat

dengan kualitas atau mutu pendidikan bangsa

yang bersangkutan. Bahkan lebih spesifik lagi,

bangsa-bangsa yang berhasil mencapai

kemakmuran dan kesejahteraan dewasa ini

adalah bangsa-bangsa yang melaksanakan

pembangunan berdasarkan strategi

pengembangan sumber daya insane. Artinya,

melaksanakan pembangunan nasional dengan

menekankan pada pembangunan pendidikan

guna pengembangan kualitas sumber daya

manusia. Pengembangan sumber daya

manusia, dari aspek pendidikan berarti

IMPLEMENTASI KUALITAS PENDIDIKAN DAN BERINTEGRITAS

DI KABUPATEN BULUKUMBA

Baharuddin Patangngai *)

Bidang Pembangunan Inovasi dan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

(Balitbangda) Kabupaten Bulukumba

Email: [email protected],id

Abstrak

Layanan pendidikan penduduk usia 7-12 tahun untuk tingkat Sekolah Dasar telah terlayani tuntas

sesuai APM yang dihasilkan sebesar 100%, tetapi pada jenjang itu memberikan informasi bahwa APK

sebesar 109,05% maka 9,05 % terlayani pendidikan pada jenjang itu bukan umur 7-12 tahun ini

memberi gambaran bahwa butuh akses sekolah pada tingkat umur itu. Selanjutnya jumlah penduduk

13 – 15 tahun mencapai 22.743 jiwa sedang jumlah siswa SMP/MTs/paket B pada umur itu sebanyak

18.224 jiwa sedang jumlah siswa seluruhnya pada jenjang itu sebanyak 21.990 jiwa, maka Angka

Partisipasi Murni (APM) adalah 80,13 %; maka dapat dijelaskan bahwa ada 19,87% belum terlayani

pendidikan pada usia sekolah 13-15 tahun, ini dimungkinkan karena salah satunya akibat putus

sekolah, karena tekanan sosial pada batas kemiskinan jika itu terjadi maka dapat dilakukan

pelaksanaan program Retrival atau memanggil kembali kesekolah dengan bantuan penuntasan hak

dasar masyarakat pada usia tersebut, tetapi jika umur telah melebihi usia jenjang itu maka diarahkan

pada jenjang kesetaraan. Angka Partisi Kasar (APK) 96,73%. Ini memberi gambaran bahwa tingkat

partisipasi bersekolah pada usia 13-15 tahun masih rendah dengan ini membutuhkan percepatan

penuntasan wajib belajar bagi tingkat umur tersebut. Kegagalan pembinaan dalam hal ini nantinya

tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu

diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah

ketidakmerataan tersebut.

Kata Kunci: Kualitas Pendidikan dan Integritas

Abstract *)

The education service of aged 7-12 years old for Elementary School level has been completely

fulfilled according to the APM that produced by 100%, and at that level gives APK 109.05%, 9.05% is

served by education at that level is not age 7-12 year gives an idea of the school's needs at that age.

Furthermore, the number of population 13 - 15 years reached 22,743 people while the number of

students of SMP / MTs / package B at that age as many as 18,224 people the number of students in the

level of 21,990 inhabitants, then Pure Participation Rate (APM) is 80.13%; so it can be explained

there are 19,87% not yet served by education at school age 13-15 year, this is possible because of

wrong due to dropping out of school, because social pressure at poverty limit if that happened then

can be done retrival program or return school with aid Basic society at that age, but if it is age old

level it is directed at the level of equality. Rough Partition Rate (APK) 96.73%. This illustrates the

enrollment rate at the age of 13-15 is still low and therefore requires an accelerated completion of

compulsory education for that age. Failure of coaching in this case will certainly hinder the

development of human resources as a whole. Therefore, appropriate education equality policy and

strategy is needed to overcome the problem of inequality.

Keywords: Quality of Education and Integrity

Page 9: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

66 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

mengembangkan pendidikan baik aspek

kuantitas maupun kualitas. Aspek kuantitas

menekankan pada perluasan sekolah sehingga

penduduk memilki akses untuk bisa

mendapatkan pelayanan pendidikan tanpa

memandang latar belakang kehidupan mereka.

Dari aspek kualitas, pengembangan sumber

daya manusia berarti pendidikan dalam hal ini

kualitas sekolah harus selalu ditingkatkan dari

waktu ke waktu. Kualitas sekolah memiliki

tekanan bahwa lulusan sekolah sebagai

lembaga pendidikan formal memiliki

kemampuan yang relevan dan diperlukan

dalam kehidupannya. Peningkatan mutu pendidikan melalui

standarisasi dan profesionalisasi yang sedang

dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman

berbagai pihak terhadap perubahan yang

terjadi dalam berbagai komponen sistem

pendidikan. Perubahan kebijakan pendidikan

dari sentralisasi menjadi desentralisasi telah

menekankan bahwa pengambilan kebijakan

berpindah dari pemerintah pusat (top

government) ke pemerintahan daerah (district

government), yang berpusat di pemerintahan

kota dan Kabupaten. Dengan demikian,

kewenangan-kewenangan penyelenggaraan

pendidikan, khususnya pendidikan dasar

berada di pundak Pemerintah Kota dan

Kabupaten, sehingga implementasinya akan

diwarnai oleh political will pemerintah daerah,

yang dituangkan dalam Peraturan Daerah

(Perda). Dalam hal ini, tentu saja yang paling

menentukan adalah Bupati/Walikota, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan

Kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya.

Oleh karena itu, merekalah yang paling

bertanggungjawab terhadap peningkatan

mutu/kualitas pendidikan di daerahnya,

meskipun tidak selamanya demikian, karena

dalam pelaksanaannya tidak sedikit

penyimpangan dan salah penafsiran terhadap

kebijakan yang digulirkan, sehingga

menimbulkan berbagai kerancuan bahkan

penurunan kualitas.

Dalam konteks otonomi daerah dan

desentralisasi pendidikan, keberhasilan dan

kegagalan pendidikan di sekolah sangat

bergantung pada guru, kepala sekolah dan

pengawas, karena ketiga figur tersebut

merupakan kunci yang menetukan serta

menggerakan berbagai komponen dan dimensi

sekolah yang lain (Mulyasa, 2012). Dalam

posisi tersebut baik buruknya komponen

sekolah yang lain sangat ditentukan oleh

kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas,

tanpa mengurangi arti penting tenaga

pendidikan yang lain. Implementasi

desentralisasi pendidikan menuntut kepala

sekolah dan pengawas untuk mengembangkan

sekolah yang efektif dan produktif, dengan

penuh kemandirian dan akuntabilitas, sesuai

tiga pilar pendidikan nasional yaitu : 1).

Perluasan dan pemerataan akses pendidikan;

2). Peningkatan mutu, relevansi, dan daya

saing pendidikan; 3) Penguatan tata kelelola,

akuntabilitas, dan pencitraan publik

pendidikan.

Pendidikan bangsa Indonesia sekarang

ini sangat memprihatinkan banyak kasus-kasus

yang terjadi di setiap penjuru negeri termasuk

di Kabupaten Bulukumba. Masalah pendidikan

yang ada semakin hari semakin rumit,

bertambah banyak dan komplek. Salah satu

permasalahan pendidikan yang dihadapi adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap

jenjang dan satuan pendidikan, meskipun

mungkin telah banyak upaya dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan nasional,

misalnya kurikulum nasional dan lokal,

peningkatan kompetensi guru melalui

pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan

dan perbaikan sarana dan prasarana dan

peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun

demikian, berbagai indikator mutu pendidikan

belum menunjukkan peningkatan yang berarti.

Sebagian sekolah, terutama di kota

menunjukkan peningkatan mutu pendidikan

yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian

lainnya masih memprihatinkan. Kasus di

Kabupaten Bulukumba Ujian Nasional

Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2017,

hanya tiga SMP dan sederajat yang dapat

menjalankan Ujian Nasional Berbasis

Komputer (UNBK) tahun pelajaran 2016/2017

dari 113 sekolah yaitu SMPN 2 Bulukumba,

SMPN 4 Bulukumba, dan MTsN 2 Tanete

yang lainnya masih menggunakan ujian

berbasis kertas (Radar Selatan; rabu, 03-mei-

2017).

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan dapat diperoleh rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa hakekat dari mutu pendidikan?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab

rendahnya mutu pendidikan di sekolah?

3. Bagaimanakah Model dan strategi

peningkatan mutu pendidikan di sekolah?

4. Apa yang menjadi Tantangan upaya

Peningkatan Mutu pendidikan di sekolah?

Page 10: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 67

PEMBAHASAN

Hakekat Mutu Pendidikan

Secara umum, mutu dapat diartikan

sebagai gambaran dan karakteristik

menyeluruh dari barang dan jasa yang

menunjukkan kemamapuannya dalam

memuaskan kebutuhan yang diharapakan atau

yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,

pengertian mutu mencakup input, proses, dan

output pendidikan (Depdiknas, 2001).

Input pendidikan adalah segala sesuatu

yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk

berlangsungnya proses. Sesuatu yang

dimaksud berupa sumber daya dan perangkat

lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu

bagi berlangsungnya proses. Input sumber

daya meliputi sumber daya manusia (kepala

sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan

siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan,

perlengkapan, uang, bahan dan sebagainya).

Input perangkat lunak meliputi struktur

organisasi sekolah, peraturan perundang-

undangan, deskripsi tugas, rencana dan

program. Input harapan-harapan berupa visi,

misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin

dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat

diperlukan agar proses dapat berlangsung

dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu

input dapat diukur dari tingkat kesiapan input.

Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin

tinggi pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan

berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.

Sesuatu yang berpengaruh terhadap

berlangsungnya proses tersebut disebut input,

sedang sesuatu hasil dari proses disebut output.

Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah),

proses yang dimaksud adalah proses

pengambilan keputusan, proses pengelolaan

kelembagaan, proses pengelolaan program,

proses belajar mengajar, dan proses monitoring

dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses

belajar mengajar memilki tingkat kepentingan

tertinggi dibandingkan dengan proses-proses

lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila

pengkoordinasian dan penyerasian serta

pemaduan input sekolah (guru, siswa,

kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya)

dilakukan secara harmonis, sehingga mampu

menciptakan situasi pembelajaran yang

menyenangkan (enjoyable learning), mampu

mendorong motivasi dan minat belajar dan

benar-benar mampu memberdayakan peserta

didik. Kata memberdayakan mengandung arti

bahawa peserta didik tidak sekedar menguasai

pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya,

tetapi pengetahuan tesebut juga telah menjadi

muatan nurani peserta didik, dihayati,

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan

yang lebih penting lagi peserta didik tersebut

mampu belajar cara belajar (mampu

mengembangkan potensi dirinya). Atau

paradigma sekolah diubah tidak hanya tempat

dimana guru mengajar dan tempat siswa

belajar melainkan Learning Schooling “tempat

belajar bersama”

Output pendidikan adalah merupakan

kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah

prestasi sekolah yang dihasilkan dari

proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat

diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,

produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya,

kualitas kehidupan kerjanya dan moral

kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu

output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output

sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu

tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi

siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi

dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai

ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah,

lomba-lomba akademik; dan (2) prestasi non-

akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,

kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan

dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan

kegiatan yang saling berhubungan (proses)

seperti misalnya perencanaaan, pelaksanan,

dan pengawasan.

Hasil pendidik dipandang bermutu jika

mampu melahirkan keunggulan akademik dan

ekstrakurikuler pada peserta didik yang

dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan

tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan

dengan nilai yang dicapai peserta didik.

Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan

aneka jenis keterampilan yang diperolah siswa

selama mengikuti program ekstrakurikuler.

Faktor Penyebab Rendahnya Mutu

Pendidikan di sekolah

Penyebab rendahnya mutu pendidikan

di Bulukumba pada hakekatnya adalah

akumulasi dari penyebab rendahnya mutu

pendidikan di sekolah yang mengabaikan alat

ukur mutu AKREDITASI yang isinya

mengukur 8 standar pendidikan dan Evaluasi

Diri Sekolah yang mengukur kebutuhan

perioritas kebutuhan sekolah. Berikut ini

dipaparkan secara khusus beberapa masalah

yang menyebabkan rendahnya kualitas

pendidikan di Kabupaten Bulukumba.

Page 11: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

68 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Rendahnya kualitas sarana fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak

sekali sekolah kita yang gedungnya rusak,

kepemilikan dan penggunaan media belajar

rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.

Sementara laboratorium tidak standar,

pemakaian teknologi informasi tidak memadai

dan sebagainya. Rendahnya kualitas sarana

fisik tentu mengakibatkan tidak efektifnya

proses belajar mengajar, kondisi sarana dan

prasarana pendidikan dasar hingga saat ini

masih banyak menuai persoalan. Persolan

ruang kelas yang rusak di lapangan

menimbulkan penderitaan bagi siswa dan guru.

Meskipun pengajuan rehabilitasi kelas rusak

sudah lama diajukan dengan alasan anggaran

daerah dan pusat terbatas.

Rendahnya kualitas guru

Keadaan guru di Bulukumba juga

memprihatinkan disebabkan relevasi

pendidikan . Kebanyakan guru belum memiliki

profesionalisme yang memadai untuk

menjalankan tugasnya sebagaimana disebut

dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu

merencanakan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan, melakukan

pelatihan, melakukan penelitian dan

melakukan pengabdian masyarakat.

Walaupun guru dan pengajar bukan

satu-satunya faktor penentu keberhasilan

pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik

sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai

cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan

andil sangat besar pada kualitas pendidikan

yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas

guru di Bulukumba secara keseluruhan

dikatakan rendah hasil Uji Kompetensi Guru

(UKG) yang dilaksanakan secara daring

(online), dengan nilai standar yang ditetapkan

Kemdikbud minimal 70, tetapi hasil UKG di

Bulukumba hanya memproleh skor 40, padahal

guru yang mengikuti UKG adalah guru yang

telah tersertifikasi. UKG dilaksanakan sebagai

pemetaan penguasaan kompetensi guru (

kompetensi pedagogik dan professional) dan

pertimbangan pelaksanaan program pembinaan

dan pengembangan profesi guru dalam bentuk

kegiatan pengembangan keprofesian

berkelanjutan (Asnawin Bloghospot

Bulukumba); Dan diantaranya masih ada yang

mengajar bukan pada bidangnya.

Pada tahun 2015 jumlah guru yang

memenuhi tingkat pendidikan atau ijazah yang

dimiliki dan kompetensi mengajar

dibandingkan dengan jumlah guru yang ada di

Kabupaten Bulukumba yang berijazah S-1/D-

4 sebanyak 5.374 orang dari jumlah guru

6.214 orang. Berdasarkan angka tersebut yang

memenuhi kualifikasi sebesar 86,48%

(Laporan LPPD Kab. Bulukumba 2016); maka

ada 13,52% guru membutuhkan peningkatan

kualifikasi untuk layak mengajar.

Kurangnya pemerataan kesempatan

pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan

masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daeraah

tahun 2016. Mencatat bahwa urusan wajib

Pendidikan bahwa paradigm pembangunan

pendidikan didasarakan pada penyelenggaraan

yang terjangkau dan bermutu dalam rangka

mencerdasakan kehidupan bangsa

sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai lasalah

satu tujuan bernegara. Berdasarkan prinsip

dasar tersebut tujuan pembangunan pendidikan

di Kabupaten Bulukumba menitikberatkan

pada peningkatan kesempatan belajar pada

semua jalur, jenis dan jejang pendidikan secara

adil, demokratis dan tidak deskriminitif serta

menuntaskan program wajib belajar 9

(Sembilan) tahun secara optimal, sekaligus

memprogramkan wajib belajar 12 tahun.

Melalui pendidikan juga diharaapkan

meningkatnya daya saing masyarakat dengan

upaya menghasilkan lulusan yang mandiri,

bermutu, terampil, ahli dan professional,

sehingga memiliki kecakapan hidup yang

dapat membantu dirinya dalam menghadapi

berbagai tantangan dan perubahan baik secara

regional maupun secara global.

Capaian kinerja penyelenggaraan urusan

dasar pendidikan di Kabupaten Bulukumba

tahun 2016 adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pengembangan Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) untuk mempersiapkan

anak untuk memasuki bangku sekolah.

Berdasarkan jumlah penduduk anak usia 4-

6 tahun di Kabupaten Bulukumba sesuai

Statistik Bulukumba dalam angka tahun

2016 sebanyak 22.892 jiwa dengan rincian

Sparugue ( umur 4 tahun : 7.597 jiwa;

umur 5 tahun : 7.629 jiwa; umur 6 tahun :

7.666 jiwa), dan anak yang mendapat

layanan pendidikan pada usia pra sekolah

sebanyak 10.793 jiwa dengan capaian

47,15% artinya 52,85 % penduduk usia dini

belum terlayani secara optimal dan ada

boleh jadi sesuai APK Sekolah Dasar

109.05 %, telah terlayani umur < 7 tahun

Page 12: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 69

sebesar 9,05 % usia PAUD di jenjang

Sekolah Dasar.

b. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni (APM)

menggambarkan tingkat partisipasi

penduduk usia sekolah kelompok usia 7-18

tahun di Kabupaten Bulukumba dengan

formulasi perbandingan antara jumlah

penduduk usia sekolah yang bersekolah

dengan jumlah penduduk usia sekolah pada

semua jenjang pendidikan pada waktu

tertentu. Pada tahun 2016, jumlah penduduk

Kabupaten Bulukumba yang berusia 7-12

tahun sebanyak 46.279 jiwa, sedangkan

siswa yang bersekolah pada usia tersebut

atau jenjang SD/MI/Paket A sebanyak

46.279 jiwa jumlah siswa seluruhnya pada

jenjang itu sebanyak 50.466 jiwa. Dengan

demikian pencapaian APM sebesar 100%

dan APK sebesar 109.05% artinya bahwa

layanan pendidikan penduduk usia 7-12

tahun untuk tingkat Sekolah Dasar telah

terlayani tuntas sesuai APM yang

dihasilkan sebesar 100%, tetapi pada

jenjang itu memberikan informasi bahwa

APK sebesar 109,05% maka 9,05 %

terlayani pendidikan pada jenjang itu

bukan umur 7-12 tahun ini memberi

gambaran bahwa butuh akses sekolah pada

tingkat umur itu. Selanjutnya jumlah

penduduk 13 – 15 tahun mencapai 22.743

jiwa sedang jumlah siswa SMP/MTs/paket

B pada umur itu sebanyak 18.224 jiwa

sedang jumlah siswa seluruhnya pada

jenjang itu sebanyak 21.990 jiwa, maka

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah

80,13 %; maka dapat dijelaskan bahwa ada

19,87% belum terlayani pendidikan pada

usia sekolah 13-15 tahun, ini dimungkinkan

karena salah satunya akibat putus sekolah,

karena tekanan sosial pada batas

kemiskinan jika itu terjadi maka dapat

dilakukan pelaksanaan program Retrival

atau memanggil kembali kesekolah dengan

bantuan penuntasan hak dasar masyarakat

pada usia tersebut, tetapi jika umur telah

melebihi usia jenjang itu maka diarahkan

pada jenjang kesetaraan. Angka Partisi

Kasar (APK) 96,73%. Ini memberi

gambaran bahwa tingkat partisipasi

bersekolah pada usia 13-15 tahun masih

rendah dengan ini membutuhkan

percepatan penuntasan wajib belajar bagi

tingkat umur tersebut. Kegagalan

pembinaan dalam hal ini nantinya tentu

akan menghambat pengembangan sumber

daya manusia secara keseluruhan. Oleh

karena itu diperlukan kebijakan dan strategi

pemerataan pendidikan yang tepat untuk

mengatasi masalah ketidakmerataan

tersebut.

c. Angka Putus Sekolah (APS)

Angka Putus Sekolah Kabupaten

Bulukumba untuk jenjang SD/MI 0,03%

yang merupakan hasil perbandingan antara

jumlah siswa yang putus sekolah pada

jenjang SD/MI yang mencapai 14 orang

dengan jumlah siswa yang bersekolah pada

jenjang SD/MI sebanyak 50.466 orang.

Dan untuk jenjang SMP/MTs sejumlah

siswa sebanyak 9 orang putus sekolah dari

jumlah siswa seluruhnya 21.990 orang,

maka APS SMP/MTs sebesar 0,05%

Model dan Strategi Peningkatan Mutu

Pendidikan di Sekolah

Teori dan model peningkatan mutu

pendidikan

Teori merupakan serangkaian konsep,

variabel dan proposisi yang memiliki

keterkaitan kausalitas sehingga merupakan satu

kesatuan yang utuh yang dapat menjelaskan

suatu fenomena. Model merupakan

terminologi yang seringkali dipergunakan

untuk menunjuk teori.

a. Teori Total Quality Management (TQM)

Teori ini menjelaskan bahwa mutu

sekolah mencakup dan menekankan pada

tiga kemampuan, yaitu kemampuan

akademik, kemampuan sosial, dan

kemampuan moral. Menurut teori ini, mutu

sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni

kultur sekolah, proses belajar mengajar dan

realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan

nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-

upacara, slogan-slogan, dan berbagai

perilaku yang telah lama terbentuk di

sekolah dan diteruskan dari satu angkatan

ke angkatan berikutnya baik secara sadar

maupun tidak. Kultur ini diyajini

mempengaruhi perilaku komponen sekolah,

yaitu guru, kepala sekolah, staf

administrasi, siswa, dan juga orang tua

siswa. Kultur yang kondusif bagi

peningkatan mutu akan mendorong perilaku

warga sekolah kea rah peningkatan mutu

sekolah, sebaliknya kultur sekolah yang

tidak kondusif akan menghambat upaya

menuju peningkatan mutu sekolah.

Kultur sekolah dipengaruhi dua

variabel, yakni variabel pengaruh eksternal

dan realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh

Page 13: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

70 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

eksternal dapat berupa kebijakan

pendidikan yang dikeluarkan pemerintah,

perkembangan media massa dan lain

sebagainya. Realitas adalah keadaan dan

kondisi faktual yang ada di sekolah, baik

kondisi fisik seperti gedung dan

fasilitasnya, maupun non fisik seperti;

hubungan antar guru yang tidak harmonis

dan peraturan sekolah yang kelewat kaku.

Realitas sekolah mempengaruhi mutu

sekolah. Sekolah yang memilki peraturan

yang diterima dan dilaksanakan oleh warga

sekolah akan memiliki dampak atas mutu

yang berbeda dengan sekolah yang memliki

peraturan tetapi tidak diterima warga

sekolah.

Kualitas kurikulum dan proses

belajar mengajar merupakan variabel ketiga

yang mempengaruhi mutu sekolah.

Variabel ini merupakan variabel yang

paling dekat dan paling menentukan mutu

lulusan. Kualitas kurikulum dan PBM

memilki hubungan timbal balik dengan

realitas sekolah. Di samping itu juga

dipengaruhi oleh faktor internal sekolah.

Faktor internal adalah aspek kelembagaan

dari sekolah seperti struktur organisasi,

bagaimana pemilihan kepala sekolah,

pengangkatan guru. Faktor internal ini akan

mempengaruhi pandangan dan pengalaman

sekolah. Selain itu, pandangan dan

pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi

oleh faktor eksternal.

b. Teori Organizing Business for Excelency

Teori ini dikembangkan oleh Andrew

Tani (2004), yang menekankan pada

keberadaan sistem organisasi yang mampu

merumuskan dengan jelas visi, misi dan

strategi untuk mencapai tujuan yang

optimal. Teori ini menjelaskan bahwa

peningkatan mutu sekolah berawal dari dan

dimulai dari dirumuskannya visi sekolah.

Dalam rumusan visi ini terkandung mutu

sekolah yang diharapakan di masa

mendatang. Visi sebagai gambaran masa

depan dapat dijabarkan dalam wujud yang

lebih konkrit dalam bentik misi. Yakni

suatu statatement yang menyatakan apa

yang akan dilakukan untuk dapat

mewujudkan gamabaran masa depan

menjadi realitas. Konsep misi mengandung

dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konrit.

Misi mengandung aspek abstrak dalam

bentuk perlunya kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak

tampak. Kepemimpinan yang hidup di

sekolah akan melahirkan kultur sekolah.

Bagaimana bentuk dan sifat kultur sekolah

sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di

sekolah. Jadi kepemimpinan dan kultur

sekolah merupakan sisi abstrak dari konsep

misi. Gambar dari teori ekselensi dpat

dilihat di bawah ini.

Mutu sekolah merupakan hasil dari

pengaruh langsung proses belajar mengajar.

Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan

menunjukkan seberapa tinggi kualitas

sekolah. Kualitas sekolah berawal dari

adanya visi sekolah, yang kemudian

dijabarkan dalam misi sekolah.

Sebagaimana dijelaskan dalam teori

ekselansi organisasi, maka misi

mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak

dan konkrit. Misi mengandung nilai-nilai

seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja

keras, kebersamaan. Pada tahap berikutnya

nilai-nilai itu akan berpengaruh pada

terhadap kultur sekolah. Karena memiliki

nilai-nilai kejujuran maka interkasi antar

warga sekolah didasari pada saling percaya

mempercayai, sehingga suasana sekolah

enak, harmonis dan nyaman. Karena

memiliki nilai kerja keras, maka kultur

sekolah menunjukkan adanya kebiasaan

untuk tidak menunda-nunda pekerjan.

Disisi lain juga, misi juga mengandung

aspek konkrit, yakni berupa strategi dan

program, yang menuntut keberadaan

infrastruktur. Berbeda dengan teori

ekselensi organisasi, pada teori ini baik

aspek abstrak maupun konkrit dari misi

berpengruh langsing terhadap

kepemimpinan. Dalam kaitan ini

kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu

kepemimpinan dengan kemampuan untuk

menggerakkan, menanamkan dan

mempengaruhi aspek abstrak, dan juga

aspek manajerial yang merupakan

kemampuan konrit dalam mengorganisir,

mengeksekusi, memonitor dan mengontrol.

Dua variabel kepemimpinan dan manajerial

inilah yang akan menentukan kualitas

PBM bersama-sama dengan keberadaan

kultur sekolah dan infrastruktur yang

dimilki sekolah. Jadi, pada “Model Empat”

ini kualitas proses belajar mengajar

ditentukan oleh kultur sekolah,

kepemimpinan, manajerial dan infrastruktur

yang ada.

c. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

MBS di pandang sebgai alternatif

dari pola umum pengoperasian sekolah

yang selama ini memusatkan wewenang di

Page 14: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 71

kantor pusat dan daerah. MBS adalah

strategi untuk meningkatkan pendidikan

dengna mendelegasikan kewenangan

pengambilan keputusan dari pusat dan

daerah ke tingkat sekolah. Dengan

demikian, MBS pada dasarnya merupakan

system manajemen dimana sekolah

merupakan unit pengambilan keputusan

penting tentang penyelenggaraan

pendidikan secara mandiri. MBS

memberikan kesempatan pengendalian

lebih besar kepada kepala sekolah, guru,

murid dan orang tua atas proses pendidikan

di sekolah mereka.

Dalam pendekatan ini, tanggung

jawab pegambilan keputusan tertentu

mengenai anggaran, kepegawaian dan

kurikulum ditempatkan ditingkat sekolah

dan bukan di tingkat daerah apalagi pusat.

Melaui keterlibatan guru, orang tua dan

anggota masyarakat lainnya dalam

keputusan-keputusan penting, MBS

dipandang dapat menciptakan lingkungan

belajar yang efektif bagi para murid.

Dengan demikian, pada dasrnya MBS

adalah upaya memandirikan sekolah

dengan memberdayakannya. Para

pendukung MBS berpendapat bahwa

prestasi belajar murid lebih mungkin

meningkat jika manajemen pendidikan

dipusatkan di sekolah ketimbang di tingkaat

daerah. Para kepala sekolah cenderung

lebih peka dan sangat mengetahui

kebutuhan murid dan sekolahnya

ketimbang para birokrat di tingkat pusat

dan daeraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa

reformasi pendidikan yang bagus sekalipun

tidak akan berhasil jika para guru yang

harus menerapkannya tidak berperan serta

dalam merencanakannya.

Berdasarkan MBS maka tugas-tugas

manajemen sekolah ditetapkan menurut

karakteristik dan kebutuhan sekolah itu

sendiri. Oleh karena itu, sekolah

mempunyai otonomi dan tanggung jawab

yang lebih besar atas penggunaan sumber

daya sekolahguna memecahkan masalah

sekolah dan menyelenggarakan aktivitas

pendidikan yang efektif demi pekembangan

jangka panjang sekolah. Model MBS yang

diterapkan di Indonesia adalah Manajemen

Peningkatan Mutu Berbasai Sekolah

(MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah

adanya otonomi dan pengambilan

keputusan partispatif. Artinya MPMBS

memberikan otonomi yang lebih luas

kepada masing-masing sekolah secara

individual dalam menjalankan program

seklahnya dan dalam menyelesaikan

permasalahan yang terjadi.

Sebagai suatu sistem, MPMBS

memiliki komponen-komponen yang saling

terkait secara sistematis satu sama lain,

yaitu contxt, input, process, output, dan

outcome (Depdiknas,2003: 52). Muara dari

semua kegiatan sekolah adalah mutu hasil

belajar siswa. Kemajuan suatu sekolah akan

dilihat dari sejauh mana kualitas hasil

belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator

keberhasilan pelaksanaan MPMBS di

sekolah adalah kualitas kinerja siswa atau

kualitas hasil belajar siswa. Hasil belajar

siswa dapat bersifat akademik maupun non-

akademik. Dalam hal ini, sekolah harus

dapat menunjukkan sejauh mana kinerja

siswa ini meningkat (secara kuntitatif dan

kualitatif) setelah program MPBMS

dilakukan. Dalam mengukur keberhasilan

kinerja siswa ini, sekolah hendaknya

memiliki indikator-indikator yang jelas,

diketahui oleh semua pihak, dan dapat

diukur dengan mudah. Selain terdapat

keluaran (output), sekolah juga harus

memiliki kriteria keberhasilan yang jelas

terhadap dampak (outcome) program-

program sekolah terhadap sekolah sendiri,

lulusannya, dan masyarakat.

Setelah berlangsung sejak 1999,

kiranya efektivitas implementasi MPMBS

di sekolah rintisan sudah layak untuk di

evaluasi. Evaluasi efektivitas MPMBS

perlu dilakukan terhadap komponen-

komponen context, input, proses, output,

dan outcome. Evaluasi ini akan menunjukan

tingkat efektivitas dari masing-masing

komponen serta aspek-aspek dari

komponen itu. Berkaitan dengan inilah,

penelitian evaluatif efektivitas MPMBS di

sekolah perlu dilakukan.

Tabel 1. Komponen MPMBS

Komponen

MPMBS. Indikator

Komponen

Kontect

1. Kebijakan dalam bidang

pendidikan

2. Kondisi geografis dan sosial

ekonomi masyarakat

3. Tantangan masa depan bagi

lulusan

4. Aspirasi pendidikan

masyarakat sekitar sekolah

5. Daya dukung masyarakat

terhadap program

pendidikan

Komponen 1. Kebijakan, tujuan, dan

Page 15: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

72 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Input sasaran mutu.

2. Sumber daya manusia

3. Sumber daya lain(dana,

peralatan, perlengkapan,

bahan)

4. Harapan prestasi tinggi

5. Fokus pada pelanggan

6. Manajemen yang terdiri dari

tugas, rencana, program,

regenerasi.

Komponen

Process

1. Proses belajar mengajar

yang efektif

2. Kepemimpinan sekolah

yang kuat

3. Penciptaan lingkungan

sekolah yang aman dan

tertib

4. Pengelolaan tenaga

pendidikan yang efektif

5. Budaya mutu

6. Kerjasama tim

7. Partisipasi warga sekolah

dan masyarakat

8. Keterbukaan

9. Kemauan untuk berubah

(inovasi)

10. Evaluasi dan perbaikan

11. Responsiv terhadap

kebutuhan

12. Komunikasi yang baik

13. Akuntabilitas

14. Sustainabilitas

Komponen

Produc:

Output

Outcome

1) Hasil belajar yang bersifat

akademik

2) Imam dan taqwa

3) Masalah dan hambatan yang

dihadapi siswa

4) Siswa yang diterima di PT

5) Popularitas Sekolah

6) Gaji/pengasilan Guru

7) Masa tunggu mencarai

pekerjaan

8) Kesesuaian dengan pasar

kerja

Tujuan MBS

Tujuan penerapan MBS adalah untuk

memandirikan atau memberdayakan sekolah

melalui kewenangan/otonomi kepada sekolah

dan mendorong sekolah untuk melakukan

pengambilan keputusan secara partisipatif.

Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:

a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui

kemandirian dan inisiatif sekolah dalam

mengelola dan memberdayakan sumber

daya yan tersedia.

b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah

dan masyarakat dalam penyelenggraan

pendidikan melalui pengambilan

keputusan bersama.

c) Meningkatkan tanggung jawab kepala

sekolah kepada orang tua, masyarakat dan

pemerintah tentang mutu sekolahnya.

d) Meningkatkan kompetensi yang sehat

antar sekolah tentang mutu pendidikan

yang akan dicapai.

Prinsip dan implementasi MBS

a) Fokus pada mutu

b) Bottom up planning dan decision making

c) Mnajemen yang transparan

d) Pemberdayaan masyarakat

e) Peningkatan mutu yang berkelanjutan

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di

Sekolah

Strategi merupakan penentuan suatu

tujuan jangka panjang dari suatu lembaga dan

aktivitas yang harus dilakukan guna

mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi

sumber yang ada sehingga tujuan dapat

diwujudkan secara efektif dan efesien.

Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan

bermula dari kondisi saat ini yang ada dan

kondisi yang akan dicapai masa depan sebagai

tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis

yang berkaitan dengan peningkatan mutu

sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada

hasil (the output oriented strategy), strategi

yang menekankan pada proses (the process

oriented strategy), dan strategi komprehensif

(the comprehensive strategy).

Strategi yang menekankan pada hasil

bersifat top down, di mana hasil yang akan

dicapai baik kuantitas maupun kualitas telah

ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat,

pemerintah daerah propinsi, ataupun

pemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di

Indonesia saat ini, hasil yang herus dicapai

telah dirumuskan dalam Standar Kopetensi

Lulusan dan Standar Kompetensi Dasar. untuk

mencapai standar yang telah ditetapkan

pemerintah juga akan menetapkan berbagai

standar yang lain , seperti standar proses,

standar pengelolaan, standar fasilitas, dan

standar tenaga pendidik.

Strategi yang menekankan pada hasil ini

akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan

umum, sehingga apabila diikuti dengan

pedoman, pengendalian dan pengorganisasian

yang baik serta kebijakan yang memberikan

dorongan sekaligus ancaman bagi yang

menyimpang, strategi ini akan akan sangat

efesien. Namun, dibalik kebaikan tersebut

Page 16: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 73

strategi ini juaga mengandung sisi kelemahan

yakni akan terjadi kesenjangan yang semakin

besar antara sekolah yang maju dan sekolah

yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap

untuk mencapai hasil yang ditentukan akan

dengan mudah mencapainya, sebaliknya

sekolah yang tidak siap sulit untuk mencapai

hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-

upaya yang tidak sehat atau muncul keputus-

asaan.

Untuk Strategi yang menekankan pada

prosesi muncul, tumbuh berkembang dan

digerakkan mulai dari bawah, yakni sekolah

sendiri. Pelaksanaan strategi ini sangat

ditentukan oleh inisiatif dan kemampuan dari

sekolah. Karena sekolah memilki peran yang

sangat menentukan dan sekaligus pengambil

inisiatif, maka akan muncul semangat dan

kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari

masing-masing sekolah. Gerakan untuk

memperkuat diri dengan bekerjasama diantara

sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan

munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari

bawah. Namun, strategi ini memiliki

kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah

tidak seragam, sehingga sulit untuk melihat

dan meningkatkan kualitas secara nasional.

Layaknya, kalau ada dua pendapat yang

bertolak belakang akan muncul pendapat ke

tiga yang merupakan perpaduan diantaranya.

Demikian pula dalam kaitan dengan strategi,

muncul strategi peningkatan mutu sekolah

yang ketiga yang merupakan kombinasi dari

dua strategi yang sudah ada. Strategi ini disebit

strategi yang komprehensif (the comprehensive

strategy).

Strategi ini menggariskan bahwa hasil

yang akan dicapai sekolah ditentukan secara

nasional, yang diwujudkan dalam dalam

standar nasional. Untuk mencapainya maka

berbagai standar yang berkaitan dengan hasil

juga ditentukan sebagai jaminan hasil akan

dicapai. Maka lahir lah pula standar proses,

standar pengelolaansekolah, standar guru,

kepala sekolah dan pengawas, standar

keuangan, standar isi kurikulum, serta standar

sarana prasarana. Di balik standar yang telah

ditentukan dari atas tersebut, sekolah memiliki

kekuasaan dan otoritas yang besar untuk

mengelola sekolah dalam rangka mencapai

standar hasil di atas. Berdasarkan strategi ini

diperkiarakan akan muncul berbagai inovasi

kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahi

akan muncul kenekaragaman dalam

pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi

dan kebutuhan lokal terakomodasi dengan

strategi komprehensif. Tujuannya bersifat

nasional tetapi cara mencapainya sesuai

dengan kondisi lokal.

Setiap strategi mengandung kegiatan

yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan

tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan ini pada

intinya adalah menggerakkan semua

komponen sekolah yang bermuara pada

peningkatan kualitas lulusan. Strategi untuk

meningkatkan mutu mencakup membangun

kapasitas level birokrat, sekolah dan kelas.

Membangun kapasitas level birokrat

Membangun kapasitas (capacity

building) adalah sesuatu yang berkaitan

dengan penciptaan kesempatan bagi siapa saja

untuk mengambil manfaat dari bekerjasama

dalam suatu sistem kerja yang baru (Harris &

Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada

kerja sama sebagai prinsip dalam organisasi

untuk mencapai tujuan bersama yang telah

ditetapkan. Capacity building yang diperlukan

mencakup tiga hal:

a) Pengembangn nilai-nilai atau budaya kerja

yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan

b) Infrastruktur yang menjadi landasan untuk

melaksanakan kerja

c) Pengembangn tenaga pendidik, khususnya

guru, sebagai inti pelaksana kegiatan yang

harus dilaksanakan.

Membangun kapasitas level birokrat

berarti mengembangkan suasana kerja di

kalangan staf dan pegawai kantor pendidikan

di segala jenjang, yang menenkankan pada

penciptaan kondisi kerja yang didasarkan pada

saling percaya mempercayai untuk dapat

melayani sekolah sebaik mungkin, agar

sekolah dapat mengelola proses belajar

mengajar (PBM) dan meningkatkan mutunya

masing-masing sesuai dengan kondisi dan

situasi yang ada. Variable yang diperluakan

dalam pengembangan kapasitas birokrat

kantoran antara lain visi, skills, incentive,

sumber daya, dan program.

Di bidang infrastruktur, pembangunan

kapasitas pada level birokrat kantoran,

keberadaan operation room mutlak diperlukan.

Pada operation room paling tidak memiliki

peta sekolah dan kualitasnya, peta guru,

jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan

kualifikasi pendidikannya dan data yang

senantiasa dimutakhirkan dari tahun ke tahun.

Disamping itu diperlukan juga suatu system,

mekanisme dan dan prosedur pelatihan,

pemilihan , pengangkatan dan pemberhentian

kepala sekolah dan pengawas. Berdasarkan

data dan fakta yang ada pada operation room

Page 17: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

74 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

bias dikembangkan berbagai scenario

peningkatan mutu sekolah, mutu kepala

sekolah, mutu guru, di suatu daerah atau

wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan

kapasitas sekolah pada level birokrat kantoran

perlu dikaji dan ditentukan skenario

bagaimana pemberdayaan guru,

pengembangan dan peningkatan kemampuan

guru secara berkesinambungan dilaksanakan.

Dalam peningkatan mutu guru harus

ditekankan pada pemberdayaan dan

pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS.

Dinamisasi ini ditujukan bentuk dua hal, yaitu:

a) meningkatkan interaksi akademik antara

guru dan kepala sekolah, b) untuk

mengembangkan kemampuan di kalangan guru

melalui refleksi secara sistematis atas apa yang

dilakukan dalam proses belajar mengajar.

Dalam aspek pengembangan tenaga

pendidikan ini pula birokrat kantoran harus

mempersiapkan rancangan pengadaan gueu,

baik karena lingkaran proses pensiun sudah

mulai muncul maupun perluasan pelayanan

pendidikan yang semakin lebar, sehingga

penambahan lembaga pendidikan baru tidak

dapat ditunda lagi. Peningkatan kemapuan

profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh

guru ada emapat sasaran, yaitu: 1)

Kemampuan melaksanakan PBM secara

individual, 2) Kemampuan

melaksanakan PBM dan mengembangkan

kurikulum secara berkelompok, 3)

Kemampuan mengorganisir, memimpin,

menjalin, hubungan, dan memecahkan masalah

secara individual dan, 4) Kemampuan untuk

bekerjasama memajukan sekolah.

Membangun kapasitas level sekolah

Membangun kapasitas berarti

membangun kerjasama, membangun trust, dan

membangun kelompok atau masyarakat

sehingga memiliki persepsi yang sama kemana

akan menuju dan dapat bekerjasama untuk

mewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas

diarahkan pada sekolah sebgai suatu system

dan jug alevel kelas sebagai inti dari sekolah.

Secara teoritis dalam membangun kapasaitas

sekolah ada beberapa konsep yang

diidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002),

yaitu; pertama, dalam membangun kapasitas

sekolah individu memegag peranan penting.

Individu dalam hal ini bias kepala sekolah,

guru ataupun siswa. Kedua, hubungan dan

kaitan kerja diantara individu-individu yang

dirangkum dalam suatu aturan sehingga

mereka dapat bekerja sebagai suatu tim yang

solid. Ketiga , terdapat suatu system dan

meanisme yang mendorong dan memfasilitasi

terjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja

internl yang akan meningkatkan kemampuan

individu dan kauitas kerjasama. Keempat,

keberadaan pemimpin yang mampu

mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust,

keutuhan social, dan kebersamaan yang tulus.

Jadi membangun kapaistas mencakup

membangun diri idividu, kelompok dan

organisasi di satu sisi dan membangun

kepemimpinan di sisi lain. Membangun

kapasitas level sekolah mencakup;

mengembangkan visi dan misi,

mengembangkan kepemimpinan dan

manajemen sekolah, mengembangkan kultur

sekolah, mengembangkan a learning school,

dan melibatkan orang tua, alumni dna

masyarakat serta memahami tantangan yang

dihadapi kepala sekolah.

Membangun kapasitas level kelas

Inti dari mutu pendidikan terletak pada

apa yang terjadi diruang kelas. Meningkatkan

mutu sekolah pada intinya berujung pada

peningkatan mutu belajar mengajar di ruang

kelas. Oleh karenanya, membangun kapasitas

sekolah harus membangun kapasitas kelas.

Kapasitas kelas merupakan proses yang

memungkinkan interaksi akademik antara guru

dan siswa, dan antara komponen di sekolah

yang berlangsung secara positif. Interaksi

anatar guru dan siswa merupakan inti dari

kegiatan di sekolah.

Interaksi memiliki dua macam sifat,

yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang

positif akan melahirkan energy yang positif

yang akan mendukung peningkatan mutu.

Sebaliknya interaksi negatif akan

menghasilkan dampak negatif bagi upaya

penigkatan mutu. Dengan demikian, kepala

sekolah harus melakukan rekayasa agar di

kelas muncul interaksi guru dan siswa yang

bersifat positif.

Beberapa hal ihwal yang berkaitan erata

dengan pembangunan kapaistas level kelas

antara lain; a) memahami hakekat proses

belajar mengajar, b) memahami karakteristik

kerja guru, c) mengembangkan kepemimpinan

pembelajaran, d) meningkatkan kemampuan

mengelola kelas, e) tantangan guru.

Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan

di Sekolah

Di bawah ini akan diuraikan beberapa

tantangan peningkatan kualitas pendidikan di

sekolah secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan

Page 18: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Implementasi Kualitas Pendidikan dan Berintegritas di Kabupaten Bulukumba Baharuddin Patangngai 75

Efektifitas pendidikan di Indonesia

sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan

melakukan penelitian dan survey ke

lapangan, salah satu penyebabnya adalah

tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas

sebelum kegiatan pembelajaran

dilaksanakan. Hal ini menyebabkan

peserta didik dan pendidik tidak tahu

“goal” apa yang akan dihasilkan sehingga

tidak mempunyai gambaran yang jelas

dalam proses pendidikan. Mengajar dan

membelajarkan haruslah dibedakan dalam

proses belajar.

2. Efisiensi pengajaran di sekolah yang

masih bermasalah

Efisien adalah bagaimana

menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan

dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam

proses pendidikan akan jauh lebih baik

jika kita memperhitungkan untuk

memperoleh hasil yang baik tanpa

melupakan proses yang baik pula. Hal-hal

itu jugalah yang kurang jika kita lihat

pendidikan. Kita kurang

mempertimbangkan prosesnya, hanya

bagaimana dapat meraih standar hasil

yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi

pengajaran adalah mahalnya biaya

pendidikan, waktu yang digunakan dalam

proses pendidikan, mutu pengajar, sistem

pendidikan dan banyak hal lain yang

menyebabkan kurang efisiennya proses

pendidikan di Indonesia. Yang juga

berpengaruh dalam peningkatan sumber

daya manusia yang lebih baik.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan

dengan efektivitas. Efektivitas merupakan

bagian dari konsep efisiensi karena

tingkat efektivitas berkaitan erat dengan

pencapaian tujuan relative terhadap

harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia

pendidikan, maka suatu program

pendidikan yang efisien cenderung

ditandai dengan pola penyebaran dan

pendayagunaan sumber-sumber

pendidikan yang sudah ditata secara

efisien. Program pendidikan yang efisien

adalah program yang mampu menciptakan

keseimbangan antara penyediaan dan

kebutuhan akan sumber-sumber

pendidikan sehingga upaya pencapaian

tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi pendidikan

Seperti yang kita lihat sekarang ini,

standar dan kompetensi dalam pendidikan

formal maupun informal terlihat hanya

keranjingan terhadap standar dan

kompetensi. Kualitas pendidikan diukur

oleh standar dan kompetensi di dalam

berbagai versi, demikian pula sehingga

dibentuk badan-badan baru untuk

melaksanakan standardisasi dan

kompetensi tersebut seperti Badan

Standardisasi Nasional Pendidikan

(BSNP).

Peserta didik terkadang hanya

memikirkan bagaimana agar mencapai

standar pendidikan saja, bukan bagaimana

agar pendidikan yang diambil efektif dan

dapat digunakan. Tidak perduli

bagaimana cara agar memperoleh hasil

atau lebih spesifiknya nilai yang

diperoleh, dan yang terpenting adalah

memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat

disayangkan karena berarti pendidikan

seperti kehilangan makna saja karena

terlalu menuntun standar kompetensi. Hal

itu jelas salah satu penyebab rendahnya

mutu pendidikan.

4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi

pendidikan dari sikap sebagai birokrat

menjadi sikap dan perilaku sebagai

pelayan pendidikan yang masih sulit

dilaksanakan.

5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan

dengan proses belajar mengajar masih

terbatas

6. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-

sekolah akibat distribusi tenaga guru yang

timpang

7. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan

antara daerah perkotaan dengan daerah

pedesaan.

Simpulan

1. Masalah pendidikan yang ada semakin

hari semakin rumit, bertambah banyak

dan komplek. Salah satu permasalahan

pendidikan yang dihadapi adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap

jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai

indikator mutu pendidikan belum

menunjukkan peningkatan yang berarti.

Sebagian sekolah, terutama di kota-kota

menunjukkan peningkatan mutu

pendidikan yang cukup menggembirakan,

tetapi sebagian lainnya masih

memprihatinkan.

2. Rendahnya mutu pendidikan di sekolah

desebabkan oleh berbagai factor antara

lain:

a. Rendahnya sarana fisik sekolah

Page 19: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

76 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

b. Rendahnya kualitas guru

d. Kurangnya kesempatan pemerataan

pendidikan

e. Rendahnya relevansi pendidikan

dengan kebutuhan

f. Mahalnya biaya pendidikan.

3. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di

sekolah dapat ditempuh berbagai model

manajemen dan strategi peningkatan

mutu antara lain:

a. Teori Total Quality Management

b. Teori Organizing Business For

Excelency

c. Model Peningkatan Mutu Faktor

Empat

d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui

Manajemen Berbasis Sekolah.

Strategi peningkatan mutu

pendidikan di sekolah dapat dilakukan

dengan cara: yaitu strategi yang

menekankan pada hasil (the output

oriented strategy), strategi yang

menekankan pada proses (the process

oriented strategy), dan strategi

komprehensif (the comprehensive

strategy). Dengan mempertimbangkan

pilar tiga pilar pendidikan perluasan

akses dan pemerataan pendidikan;

peningkatan mutu dan relevasi

pendidikan; tata kelola, pencitraan

publik, serta akuntabilitas pendidikan.

4. Upaya peningkatan mutu pendidikan di

sekolah sangat diperlukan dengan prinsip,

memahami perubahan paradigma

pendidikan; memahami dan dapat

menjalankan kebijakan pemerintah;

memahami dan menjalankan kebutuhan

masyarakat.

Saran

1. Disarankan kepada pihak pembuat

kebijakan agar dapat mengubah pola fikir

mereka dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan, khusunya dalam hal

komitmen untuk peningkatan mutu

pendidikan itu sendiri.

2. Disarankan juga dalam upaya peningkatan

mutu pendidikan di sekolah, agar mutu

guru yang paling diutamakan.

Sehubungan dengan hal ini maka

disarankan kepada pemerintah agar

senantiasa memberikan fasilits untuk

peningkatan mutu guru yang sudah ada

dan melakukan seleksi ketat terhadap

pengangkatan guru baru.

3. Disarankan kepada kepala sekolah sebagai

pemegang kunci manajemen di sekolah

agar senantiasa menekankan pentingnya

penigkatan mutu pendidikan dalam proses

perencanaan pengembangan sekolah.

4. Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk

menjawab kebutuhan Akreditasi sekolah

dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Asnawin Aminuddin, 2012, Guru di

Bulukumba Umumnya Tidak

Kompeten, Kabupaten Bulukumba.

bloghospot.co.id /2012/08/ guru - di -

bulukumba - tidak - kompoten.html?=1

diaakses pada hari Rabu, 3 – Mei

2017, jam 13.07

Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan

Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1.

Koonsep Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis

Sekolah: Konsep, strategi, dan

implementasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2012. Manajemen &

Kepemimpinan Kepala Sekolahi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nanang, F. 2000. Manajemen Berbasis

Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam

rangka Peningkatan Mutu dan

Kemandirian Sekolah. Bandung: CV

Andira.

Rivai, V & Murni, S. 2010. Education

Management: Analisis Teori dan

Praktik. Jakarta: Rajawali Pers

Sudarwan, Danim. 2008. Visi Baru Manajemen

Sekolah dari Unit Birokrasi ke

Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi

Aksara.

Syaifuddin, M, dkk. 2008. Manajemen

Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Syaodih, N, dkk. 2007. Pengendalian Mutu

Pendidikan Sekolah Menengah

(Konsep, Prinsip dan Instrumen).

Bandung: Refika Aditama.

Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah,

Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta:

PSAP Muhammadiyah.

Harian Radar Selatan, Hanya Tiga SMP

Laksanakan UNBK, terbit rabu 03 Mei

2017.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(LPPD) tahun 2016, Pemerintah

Kabupaten Bulukumba,2016.

Page 20: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 77

PENDAHULUAN

Memasuki abad ke 21, masyarakat dunia

mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan

oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam

proses budidaya pertanian. Masyarakat secara

umum sudah semakin arif dalam memilih

bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan

ramah lingkungan. Kesadaran akan bahaya

yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia

sintetis dalam pertanian menjadikan pertanian

organik menarik perhatian baik di tingkat

produsen maupun konsumen.

Kebanyakan konsumen akan memilih

bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan

ramah lingkungan sehingga mendorong

meningkatnya permintaan produk organik.

Pola hidup sehat yang ramah lingkungan sudah

menjadi trend baru dan telah melembaga

secara internasional yang mensyaratkan

jaminan bahwa produk pertanian harus

beratribut aman dikonsumsi (food savety

atributtes), kandungan nutrisi tinggi

(nutritional atributtes) dan ramah lingkungan

(eco-labelling atributtes). Kondisi inilah yang

membuat masyarakat beralih untuk

MENUJU SERTIFIKASI PERTANIAN ORGANIK

Jamaluddin Al Afgani *)

Kementerian Pertanian, UPT. Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku

Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

Email: [email protected]

Abstrak

Salah satu agenda pemerintah dalam Nawacita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, dengan sub agenda peningkatan kedaulatan pangan

yang salah satu sasarannya yaitu “1.000 desa pertanian organik” yang sejalan dengan program “go

organik” yang dicanangkan Kementerian Pertanian pada tahun 2010. Organik adalah istilah pelabelan

yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pertanian organik

dan disertifikasi oleh lembaga sertifikasi organik yang telah terakreditasi. Sistem pertanian organik

adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan

agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Beberapa hal

yang perlu menjadi fokus perhatian dalam pelaksanaan program desa organik adalah : 1) penyiapan

lahan; 2) penyiapan benih tanaman; 3) pemeliharaan kesuburan tanah; 4) Pengendalian OPT; 5)

penyiapan sumber air; 6) pencegahan kontaminasi; 7) Penggunaan sarana produksi; 8) pengelolaan

panen dan pascapanen; dan 9) Dokumentasi atau pencatatan. Jika ke sembilan unsur tersebut sudah

dilaksanakan berdasarkan standar sistem pertanian organik sesuai dengan SNI 6729 tahun 2013, maka

proses sertifikasi akan berjalan dengan lancar.

Kata Kunci: Sertifikasi, Pertanian Organik, Desa Organik

Abstract *)

One of the government's agenda in Nawacita is to achieve economic independence by moving the

strategic sectors of the domestic economy, with sub-agenda of the increase in food sovereignty that

one of its targets is "1,000 villages organic farming" which is in line with the program "go organic"

launched by the Ministry of Agriculture in 2010. organic is a labeling term that states that a product

has been manufactured in accordance with the standards of organic agriculture and certified by an

organic certification body accredited. Organic farming systems is a holistic production management

system to improve and develop the agro-ecosystem health, including biodiversity, biological cycles,

and soil biological activity. Some things to be the focus of attention in the implementation of organic

village program are: 1) preparation of the land; 2) preparation of plant seed; 3) maintenance of soil

fertility; 4) Control of the pest; 5) preparation of water resources; 6) prevention of contamination; 7)

The use of production facilities; 8) harvest and post-harvest management; and 9) documentation or

record keeping. If all nine of these elements have been implemented based on the standards of organic

farming systems in accordance with ISO 6729 in 2013, the certification process will go smoothly.

Keywords: Certification, Organic Farming, Organic Village

Page 21: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

78 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

mengkonsumsi produk organik sebagai bahan

pangan yang dianggap bebas dari residu kimia.

Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat

diperoleh salah satunya dengan menerapkan

sistem pertanian organik. Sistem pertanian

organik adalah sistem manajemen produksi

yang holistik untuk meningkatkan dan

mengembangkan kesehatan agro-ekosistem,

termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan

aktivitas biologi tanah. Pertanian organik

menekankan penerapan praktek-praktek

manajemen yang lebih mengutamakan

penggunaan input dari limbah kegiatan

budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan

daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi

setempat. Jika memungkinkan hal tersebut

dapat dicapai dengan penggunaan budaya,

metoda biologi dan mekanik, yang tidak

menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi

kebutuhan khusus dalam sistem.

Indonesia mempunyai potensi yang cukup

besar untuk bersaing di pasar internasional

walaupun secara bertahap. Hal ini karena

berbagai keunggulan komparatif, antara lain 1)

masih banyak sumberdaya lahan yang dapat

dibuka untuk mengembangkan sistem

pertanian organik, 2) teknologi untuk

mendukung pertanian organik cukup tersedia

seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah

tanah, pestisida hayati, dan lain-lain.

Menyadari peluang tersebut, maka salah

satu agenda pemerintah dalam Nawacita adalah

mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan sektor strategis ekonomi

domestik, dengan sub agenda peningkatan

kedaulatan pangan yang salah satu sasarannya

yaitu “1.000 desa pertanian organik” yang

sejalan dengan program “go organik” yang

dicanangkan Kementerian Pertanian pada

tahun 2010. Pengembangan 1.000 desa

pertanian organik membuka peluang yang baik

bagi komitmen jajaran Kementerian Pertanian

untuk memperbaiki lahan kritis dan

menumbuhkan petani mandiri.

Organik adalah istilah pelabelan yang

menyatakan bahwa suatu produk telah

diproduksi sesuai dengan standar sistem

pertanian organik dan disertifikasi oleh

lembaga sertifikasi organik yang telah

terakreditasi. Pertanian organik didasarkan

pada penggunaan bahan input eksternal secara

minimal serta tidak menggunakan pupuk dan

pestisida sintetis. Praktek pertanian organik

tidak dapat menjamin bahwa produk yang

dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu karena

adanya polusi lingkungan secara umum seperti

cemaran udara, tanah dan air, namun beberapa

cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi

lingkungan. Untuk menjaga integritas produk

pertanian organik, operator, pengolah dan

pedagang pengecer pertanian organik harus

mengacu pada Standar Nasional Indonesia No

6729 tahun 2013. Tujuan utama dari pertanian

organik adalah untuk mengoptimalkan

produktivitas komunitas organisme di tanah,

tumbuhan, hewan dan manusia yang saling

tergantung satu sama lain.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam

menerapkan pertanian organik di masayarakat

adalah masih rendahnya pemahaman tentang

konsep pertanian organik. Apalagi, tujuan

akhir dari program 1000 desa organik adalah

tersertifikasinya produk pangan yang dikelola

oleh masyarakat pelaksana program menjadi

produk organik. Oleh karena itu, tulisan ini

akan lebih difokuskan pada pembahasan

prinsip pertanian organik menuju “Sertifikasi

Pertanian Organik”.

PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI

PERTANIAN ORGANIK

Pertanian organik merupakan salah satu

dari sekian banyak cara yang dapat mendukung

pelestarian lingkungan. Sistem produksi

pertanian organik didasarkan pada standar

produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan

untuk menciptakan agroekosistem yang

optimal dan lestari berkelanjutan baik secara

sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika.

Peristilahan seperti biologi dan ekologis juga

digunakan untuk mendiskripsikan sistem

organik secara lebih jelas. Persyaratan untuk

pertanian yang diproduksi secara organik

berbeda dengan produk pertanian lain,

dimana prosedur produksinya merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi

dan pelabelan, serta pengakuan dari produk

organik tersebut.

Sistem pertanian organik adalah sistem

manajemen produksi yang holistik untuk

meningkatkan dan mengembangkan kesehatan

agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati,

siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.

Pertanian organik menekankan penerapan

praktek-praktek manajemen yang lebih

mengutamakan penggunaan input dari limbah

kegiatan budidaya di lahan, dengan

mempertimbangkan daya adaptasi terhadap

keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan

hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan

budaya, metoda biologi dan mekanik, yang

tidak menggunakan bahan sintesis untuk

memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

Sistem produksi pertanian organik dirancang

untuk:

Page 22: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 79

(a) Mengembangkan keanekaragaman

hayati secara keseluruhan dalam

sistem;

(b) Meningkatkan aktivitas biologi

tanah;

(c) Menjaga kesuburan tanah dalam

jangka panjang;

(d) Mendaur-ulang limbah asal

tumbuhan dan hewan untuk

mengembalikan nutrisi ke dalam

tanah sehingga meminimalkan

penggunaan sumberdaya yang

tidak dapat diperbaharui;

(e) Mengandalkan sumberdaya yang

dapat diperbaharui pada sistem

pertanian yang dikelola secara

lokal;

(f) Meningkatkan penggunaan tanah,

air dan udara secara baik, serta

meminimalkan semua bentuk

polusi yang dihasilkan dari

kegiatan pertanian;

(g) Menangani produk pertanian

dengan penekanan pada cara

pengolahan yang baik pada

seluruh tahapan untuk menjaga

integritas organik dan mutu

produk ; dan

(h) Bisa diterapkan pada suatu lahan

pertanian melalui suatu periode

konversi, yang lamanya

ditentukan oleh faktor spesifik

lokasi seperti sejarah

penggunaan lahan serta jenis

tanaman dan hewan yang akan

diproduksi.

Pangan organik berasal dari suatu lahan

pertanian organik yang menerapkan praktek-

praktek pengelolaan yang bertujuan untuk

memelihara ekosistem dalam mencapai

produktivitas yang berkelanjutan, dan

melakukan pengendalian gulma, hama dan

penyakit, melalui berbagai cara seperti daur

ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi

dan pergiliran tanaman, pengelolaan air,

pengolahan lahan dan penanaman serta

penggunaan bahan hayati. Kesuburan tanah

dijaga dan ditingkatkan melalui suatu sistem

yang mengoptimalkan aktivitas biologi tanah

dan keadaan fisik serta mineral tanah yang

bertujuan untuk menyediakan suplai nutrisi

yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan

ternak serta untuk melindungi sumberdaya

tanah. Produksi harus berkesinambungan

dengan menempatkan daur ulang nutrisi

tumbuhan sebagai bagian penting dari strategi

penyuburan tanah.

Manajemen hama dan penyakit

dilakukan dengan merangsang adanya

hubungan seimbang antara inang dengan

predator, peningkatan populasi serangga yang

menguntungkan, pengendalian biologi dan

kultural serta pembuangan secara mekanis

hama maupun bagian tumbuhan yang

terinfeksi. Dasar dari budidaya ternak secara

organik adalah pengembangan hubungan

secara harmonis antara lahan, tumbuhan dan

ternak, serta memperhatikan kebutuhan

fisiologis dan kebiasaan hidup ternak. Hal ini

dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan

pakan yang ditumbuhkan secara organik yang

berkualitas baik, pengaturan kepadatan

populasi ternak, sistem budidaya ternak yang

sesuai dengan tuntutan kebiasaan hidupnya,

serta cara pengelolaan ternak yang baik yang

dapat mengurangi stress dan berupaya

mendorong kesejahteraan serta kesehatan

ternak, mencegah penyakit dan menghindari

penggunaan obat hewan kelompok sediaan

farmasetikal jenis kemoterapetika (termasuk

antibiotika).

Suatu produk dianggap memenuhi

persyaratan produksi pertanian organik, apabila

dalam pelabelan atau pernyataan

pengakuannya, termasuk iklan atau dokumen

komersil menyatakan bahwa produk atau

komposisi bahannya disebutkan dengan istilah

organik, biodinamik, biologi, ekologi, atau

kata-kata yang bermakna sejenis, yang

memberikan informasi kepada konsumen

bahwa produk atau komposisi bahannya sesuai

dengan persyaratan produksi pertanian organik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

budidaya organik adalah:

Sejarah Lahan (Masa Konversi)

Lahan yang akan digunakan sebagai

tempat bertani secara organik harus dijelaskan

riwayatnya, kapan terakhir menggunakan

asupan bahan kimia sintetis yang dilarang

dalam pertanianorganik, cara bertani yang

selama ini dilakukan pada lahan tersebut, dan

informasi lainnya.

Pertanian organik memerlukan masa

konversi (peralihan), dimana masa konversi

diperlukan untuk membentuk kesuburan tanah

dalam menunjang sistem pertanian organik.

Selain itu, masa konversi diperlukan agar

petani/pelaku usaha melewati masa

adaptasi/penyesuaian dari bertani secara

konvensional menjadi bertani secara organik.

Page 23: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

80 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Masa konversi untuk tanaman semusim

minimal dua tahun dan masa konversi untuk

tanaman tahunan minimal tiga tahun.

Jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi

secara bersamaan, maka boleh dikerjakan

secara bertahap dengan menerapkan standar

konversi, dimulai pada bagian lahan yang

dikehendaki. Konversi dari pertanian

konvensional kepada pertanian organik harus

efektif menggunakan teknik yang ditetapkan

dalam standar Nasioanl Indonesia 6729. Areal

pada masa konversi dan yang telah dikonversi

menjadi areal organik tidak boleh digunakan

secara bergantian antara metode produksi

pertanian organik dan konvensional.

Otoritas kompeten atau lembaga

sertifikasi dapat memutuskan penambahan atau

pengurangan masa konversi tersebut, tetapi

masa konversi tersebut paling sedikit harus 12

bulan. Jika seluruh lahan tidak dapat

dikonversi secara bersamaan, maka boleh

dikerjakan secara bertahap, namun harus

dibagi dalam beberapa unit sehingga jelas

batasannya.

Penyiapan lahan dengan cara pembakaran

dibatasi. Pembakaran lahan menjadi salah satu

isu penting, sehingga apabila ditemukan

adanya indikasi pembakaran pada lahan yang

sudah menerapkan pertanian organik atau

sedang dalam tahap konversi, maka statusnya

dapat dikembalikan menjadi lahan

konvensional.

Benih

Benih yang digunakan dalam pertanian

organik harus berasal dari tanaman yang

dibudidayakan secara organik, namun jika

benih organik tidak tersedia, maka lembaga

sertifikasi dapat mengizinkan penggunaan

benih yang bukan berasal dari tanaman

organik, teapi bukan benih yang berasal dari

hasil rekayasa genetik atau genetically

modified organism (GMO). Jika benih tersebut

telah berproduksi, maka hasilnya yang sudah

dikelola secara organik dapat dijadikan benih

yang sudah berstatus organik.

Ototritas kompeten pangan organik dapat

menetapkan kriteria untuk membatasi

pengecualian-pengecualian tersebut. Apabila

benih lokal tidak tersedia, dan operator/petani

dapat membuktikannya dan hanya dapat dibeli

di toko pertanian, maka dalam hal ini masih

diperbolehkan dengan syarat membuat

perlakuan khusus untuk menghilangkan bahan

pengawet pada benih tersebut, misalnya

dengan melakukan pencucian terlebih dahulu

sebelum disemai.

Benih hibrida diperbolehkan untuk

digunakan dalam pertanian organik, akan tetapi

hasil dari benih hibrida tidak dapat dijadikan

benih karena salah satu sifat dari benih hibrida

adalah tidak dapat diturunkan atau turunannya

tidak dapat dijadikan benih.

Rekayasa Genetik

Semua produk hasil rekayasa enetik dan

turunannya (benih, pupuk, bahan aditif, dan

lainnya) tidak diperbolehkan dalam pertanian

organik. Kontaminasi produk organik dengan

produk hasil rekayasa genetik dapat

menggugurkan status keorganikan suatu

produk. Budidaya pertanian organik tidak

boleh bersebelahan dengan budidaya pertanian

yang menggunakan hasil rekayasa genetik.

Pengelolaan Tanah

Untuk meningkatkan kesuburan tanah

dalam sistem pertanian organik, maka

beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:

Penanaman kacang-kacangan

(leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman

berakar dalam melalui program rotasi

tahunan yang sesuai.

Mencampur bahan organik ke dalam

tanah baik dalam bentuk kompos

maupun segar, dari unit produksi yang

sesuai dengan standar SNI.

Untuk aktivasi kompos dapat

mengggunakan mikroorganisme atau

bahan lain yang berbasis tanaman yang

sesuai.

Bahan biodinamik dari stone meal (debu

atau bubuk karang tinggi mineral),

kotoran hewan atau tanaman boleh

digunakan untuk tujuan penyuburan,

pembenahan dan aktivitas biologi tanah.

Sisa-sisa tanaman dan bahan lainnya

harus dikomposkan dengan baik dan

tidak boleh dibakar

Pengendalian Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT)

Dalam sistem pertanian organik,

pengendalian Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) memegang peranan yang

sangat penting. Hal ini karena OPT dapat

menurunkan hasil yang signifikan bahwkan

menggagalkan panen. Sementara disisi lain,

penggunaan pestisida sintetis dalam budidaya

organik tidak diijinkan. Oleh karena itu hama,

penyakit dan gulma harus dikendalikan.

Diantara cara yang dapat dilakukan untuk

mengendalikan OPT adalah dengan

Page 24: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 81

menggunakan salah satu atau kombinasi dari

cara berikut:

(a) Pemilihan varietas yang sesuai;

(b) Program rotasi/pergiliran tanaman yang

sesuai;

(c) Pengolahan tanah secara mekanik;

(d) Penggunaan tanaman perangkap;

(e) Penggunaan pupuk hijau dan sisa

potongan tanaman;

(f) Pengendalian mekanis seperti

penggunaan perangkap, penghalang,

cahaya dan suara;

(g) Pelestarian dan pemanfaatan musuh

alami (parasit, predator dan patogen

serangga) melalui pelepasan musuh

alami dan penyediaan habitat yang cocok

seperti pembuatan pagar hidup dan

tempat berlindung musuh alami, zona

penyangga ekologi yang menjaga

vegetasi asli untuk pengembangan

populasi musuh alami penyangga

ekologi;

(h) Ekosistem yang beragam. Hal ini akan

bervariasi antar daerah. Sebagai contoh,

zona penyangga untuk mengendalikan

erosi, agroforestry, merotasikan

tanaman dan sebagainya;

(i) Pengendalian gulma dengan pengasapan

(Flame weeding);

(j) Penggembalaan ternak (sesuai dengan

komoditas);

(k) Penyiapan biodinamik dari stone meal,

kotoran ternak atau tanaman;

(l) Penggunaan sterilisasi uap bila rotasi

yang sesuai untuk memperbaharui tanah

tidak dapat dilakukan.

(m) Memanfaatkan mulsa untuk menekan

pertumbuhan gulma dan mencegah

serangan hama yang meletakkan telurnya

pada perakaran, seperti hama lalat buah.

Mulsa yang digunakan dalam pertanian

organik dapat berupa mulsa dari tanaman

pertanian organik. Namun apabila tidak

tersedia dapat digunakan mulsa dari

pertanaman yang bukan berasal dari

pertanian organik, baik berupa tanaman

hidup (living mulch) seperti tumput

Arachis dan sejenisnya, maupun sisa

panen, seperti jerami padi ataupun bagian

tanaman lainnya.

(n) Jika ada kasus yang membahayakan atau

ancaman yang serius terhadap tanaman

di mana tindakan pencegahan di atas

tidak efektif, maka dapat digunakan

bahan lain yang dibolehkan sebagaimana

dicantumkan dalam Tabel 1.

Tabel 1.

Bahan yang dibolehkan dan dilarang

untuk pengendalian OPT

(Sumber : SNI 6729 tahun 2013)

No

Jenis bahan

A Bahan yang dibolehkan

Polisorbat sebagai pengemulsi

1. Pestisida nabati (kecuali nikotin murni)

2. Propolis

3. Minyak tumbuhan dan binatang

4.

Rumput laut, tepung rumput laut/agar-agar, akestrak rumput

laut, garam laut dan air laut

5. Gelatin

6. Lecitin

7. Casein

8. Asam alami / asap cair (wood vinegar)

9. Produk fermentasi dari aspergillus

10. Ekstrak jamur (jamur shitake)

11. Ekstrak Chlorella

12. Teh tembakau (kecuali nikotin murni)

13. Senyawa anorganik (campuran bordeaux,tembakau hidroksida,

tembaga oksiklorida)

14. Campuran burgundy

15. Garam tembaga

16. Belerang (sulfur)

17. Bubuk mineral (stone meal, silikat)

18. Tanah yang kaya diatom (diatomaceous earth)

19. Silikat, clay (bentonit)

20. Natrium silikat

21. Natrium bikarbonat

22. Kalium permanganate

23. Minyak parafin

24. Mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) misalnya Bacillus

thuringiensis 25. Karbondioksida dan gas nitrogen

26. Sabun kalium (sabun lembut)

27. Etil alkohol

28. Serangga jantan yang telah disterilisasi

29. Preparat pheromone dan atraktan nabati

30.

Obat-obatan jenis metaldehyde yang berisi penangkal untuk

spesies hewan besar dan sejauh dapat digunakan untuk

perangkap

B Bahan yang dilarang

1

.

Semua pestisida kimia sintetis

2

.

Semua bahan yang berasal dari produk GMO

3

.

Urea

4

.

Kotoran segar baik dari manusia maupun hewan

5. Zat perangsang makan sistesis

6. Asam amino murni

7

.

Anti oksidan sintetik

8

.

Antibiotik

9

.

Hormon sintetis

10. Perangsang tumbuh sintetis

11. Transquillisers sintetis

12 Tepung tulang dan daging

Page 25: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

82 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Sumber Air

Sumber air yang digunakan dalam

proses budidaya pertanian organik sangat

menentukan status keorganikan produk

pertanian yang dihasilkan. Idealnya, air yang

digunakan untuk pertanian organik adalah air

yang berasal dari mata air pegunungan ataupun

sumber air alami lainnya yang tidak tercemar.

Namun demikian, bukan berarti bahwa

kegiatan bertani organik hanya dapat dilakukan

di kawasan pegunungan yang memiliki air

bersih ataupun di daerah yang memiliki

sumber mata air, akan tetapi kegiatan pertanian

organik juga dapat dilakukan di semua lokasi

sentra-sentra produksi pertanian. Hal ini karena

semangat pertanian organik yang dibangun di

Indonesia adalah untuk memperbaiki

lingkungan serta edukasi kepada petani agar

mengubah tradisi bertaninya dari

menggunakan bahan kimia sintetis menjadi

bertani secara organik yang ramah lingkungan.

Salah satu perlakuan terhadap sumber

air dalam rangka mengurangi kontaminan

adalah dengan membuat kolam/embung

penampungan sebelum dialirkan ke lokasi

pertanian. Beberapa LSO menetapkan bahwa

kolam penampungan luasnya minimal 0,1%

dari luas lahan yang akan diairi dan paling

sedikit 2 m x 2 m dengan kedalaman 60 cm.

Setelah diisi air, kolam tersebut kemudian

ditanami tanaman yang mampu menyerap

logam berat ataupun berbahaya, seperti eceng

gondok atau tanaman lainnya yang mempunyai

sifat sejenis.

Pencegahan Kontaminasi

Sistem pertanian organik mengharusnya

agar proses budidaya dapat memastikan bahwa

produk yang dihasilkan teraga dari kontaminasi

bahan-bahan terlarang. Kontaminasi dapat

terjadi dari alat-alat pertanian yang digunakan,

dan lahan bersebelahan yang masih

konvensional ataupun dari hal lain yang

beresiko menimbulkan kontaminasi. Beberapa

usaha yang dapat dilakukan adalah:

Penggunaan pembatas fisik/barrier

(termasuk buffer zone). Pembatas dapat

berupa tanaman yang tumbuh rapat dengan

ketinggian yang memadai, sehingga dapat

meminimalkan kontaminan yang masuk ke

areal pertanian organik. Pada tahap awal

pembatas fisik berupa plastik, pagar bambu

dan sejenisnya dapat digunakan, namun

harus diikuti oleh penanaman pagar hidup

yang bersifat permanen, karena pembatas

berupa bambu, plastik dan lainnya suatu

saat akan rusak dan menimbulkan

kontaminan yang masuk ke areal organik.

Tidak ada standar baku tentang ukuran

(tinggi, lebar) pembatas ini, namun hal ini

dapat dilihat dari potensi kontaminasi dan

keseriusan dari operator dalam

membuatnya. Buffer zone atau daerah

penyangga adalah areal atau lahan untuk

membatasi dan mencegah atau

meminimalkan masuknya kontaminan ke

lahan organik.

Semua alsintan yang dipakai dalam

pertanian organik sebaiknya khusus dan

tidak digunakan dalam pertanian

konvensional. Jika tidak tersedia alsin

khusus, maka semua alsin bisa digunakan

dengan catatan harus dibersihkan sebelum

digunakan dalam pertanian organik.

Konservasi tanah dan air

Pertanian organik harus memperhatikan

konservasi tanah dan air. Erosi tanah tanah

harus diminimalkan dengan cara-cara

konservasi seperti pengolahan tanah minimal,

penggunaan penutup tanah, penterasan, dan

lainnya. Pembakaran lahan untuk

mempersiapkan lahan organik harus dihindari,

kecuali tidak ada cra lain dikarenakan lokasi

yang terisolir atau sulit dijangkau sehingga

menyulitkan alalt mesin pertanian masuk, sulit

dan mahalnya tenaga kerja, atau sudah

merupakan kearifan lokal di daerah tersebut.

Produk Asal tanaman yang tumbuh secara

alami

Produk ini dapat dianggap menerapkan

sistem budidaya organik apabila :

Produk berasal dari lahan yang jelas

batasannya sehingga dapat dilakukan

tindakan sertifikasi/inspeksi.

Lahan tidak mendapatkan perlakuan dengan

bahan yang dilarang dalam pertanian

organik selama minimal tiga tahun sebelum

pemanenan.

Pemanenan tindak mengganggu stabilitas

habitat alami.

Produk asal dari pengelola/unit usaha yang

melakukan pemanenan atau pengumpulan

produk yang jelas identitasnya dan

mengenal benar lahan asal produk.

Beberapa contoh produk yang tidak

dibudidayakan (will products) antara lain

adalah jamur, buah-buahan, dan beberapa jenis

tanaman lainnya.

Page 26: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 83

Sarana Produksi

Sarana produksi untuk menunjang

kegiatan pertanian organik, khususnya pupuk

dan pestisida sebaiknya sudah disertifikasi oleh

Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO)

yang sudah terakreditasi oleh Komite

Akreditasi Nasional (KAN) dan sudah terdaftar

di Ototritas Kompeten Pertanian Organik

(OKPO). Namun demikian, apabila sarana

produksi tersebut belum disertifikasi oleh

LSPO, maka paling tidak LSPO yang

mensertifikasi mengetahui dan dapat

membuktikan bahwa bahan-bahan yang

digunakan serta proses produksinya sesuai

dengan peraturan dalam sistrm pertanian

organik.

Suatu pupuk ataupun pestisida tidak

dapat mengklaim organik hanya berdasarkan

hasil uji di laboratorium walaupun memenuhi

persyaratan sesuai dengan Permentan No 70

tahun 2011 tentang pupuk orgnaik. Hal ini

karena yang diperkenankan digunakan dalam

kegiatan pertanian organik harus berdasarkan

pada bahan yang digunakan dan proses

produksinya, bukan hasil akhirnya. Pengujian

laboratorium dilakukan hanya jika terdapat

kecurigaan LSPO terhadap penggunaan bahan-

bahan yang dilarang dalam pertania organik.

Panen dan Pascapanen

Sistem pertanian organik mensyaratkan

pengelolaan panen dan pascapanen harus

mampu menjaga integritas produk organik.

Beberapa hal yang tidak boleh digunakan pada

hasil pertanian organik adalah radiasi ion

(ionizing radiation) untuk pengendalian hama,

pengawetan makanan, penghilangan patogen

atau sanitasi. Produk organik harus disimpan

dan diangkut secara hati-hati agar tidak

tercemar atau tercampur dengan produk non

organik.

Pemrosesan hasil produk organik harus

dilakukan secara mekanis, fisik, atau biologis

(seperti fermentasi, pengasapan) serta

meminimalkan penggunaan penggunaan

bahan-bahan tambahan/pembantu kimia.

Bahan kimia sebaiknya dipilih dari bahan

dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-

degradable materials), atau bahan yang dapat

didaur ulang (recyclable materials).

Sistem Rekaman

Kegiatan pertanian organik tidak hanya

bertumpu pada kegiatan lapangan saja, tetapi

juga harus ditunjang oleh sistem rekaman data

kegiatan dan dokumentasi sistem mutu. Data

atau dokumen harus disimpan sehingga

memungkinkan lembaga sertifikasi merunut

asal, sifat, dan kuantitas semua bahan yang

dibeli, serta penggunaan bahan-bahan tersebut.

Sebaiknya setiap pelaku usaha mengupayakan

adanya catatan kegiatan harian sehingga

memudahkan dalam pemantauan dan

penelusuran kegiatan. Meskipun demikian,

kegiatan ini tentunya tidak bisa dibebankan

kepada petani, tetapi jika kegiatan sertifikasi

dilakukan secara berkelompok, maka kegiatan

pencatatan cukup dilakukan oleh pengurus

kelompok.

SERTIFIKASI PRODUK ORGANIK

Konsep hubungan erat antara konsumen

dengan produsen merupakan praktek yang

sudah ada sejak lama. Tuntutan pasar yang

lebih besar, efisiensi dalam produksi, dan

meningkatnya jarak antara produsen dan

konsumen telah mendorong dikembangkannya

prosedur sertifikasi dan pengawasan eksternal.

Komponen integral dari sertifikasi adalah

inspeksi terhadap sistem manajemen produk

organik. Prosedur sertifikasi operator terutama

didasarkan pada diskripsi tahunan usaha tani

yang disiapkan oleh operator dan disertifikasi

oleh lembaga sertifikasi. Demikian juga pada

tahap pengolahan, standar juga disusun agar

kegiatan dan kondisi tempat pengolahannya

dapat disertifikasi.

Sebagian besar produk pertanian

mengalir menuju konsumen melalui jalur

perdagangan yang telah ada. Untuk

meminimalkan praktek manipulasi di pasar,

diperlukan tindakan khusus untuk menjamin

bahwa perusahaan perdagangan dan

pengolahan dapat diaudit secara efektif.

Regulasi yang mengatur tanggung jawab

semua pihak terkait dalam proses produksi

produk organik diatur lebih lanjut oleh

Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO).

Sertifikasi merupakan prosedur di mana

lembaga sertifikasi pemerintah, atau lembaga

sertifikasi yang diakui pemerintah,

memberikan jaminan tertulis atau yang setara,

bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan

sesuai dengan persyaratan. Apabila diperlukan

sertifikasi pangan juga dapat berdasarkan

suatu rangkaian kegiatan inspeksi yang

mencakup inspeksi terus menerus, audit

sistem jaminan mutu dan pemeriksaan produk

akhirnya.

Sertifikasi produk organik adalah suatu

proses untuk mendapatkan pengakuan secara

tertulis bahwa proses produksi pangan atau

sistem pengawasan pangan sesuai dengan

Page 27: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

84 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

persyaratan sistem pertanian organik yang

diatur dalam SNI 01-6729-2013. Apabila

memenuhi prinsip dan kaidah organik,

produsen atau pengolah akan mendapatkan

sertifikat organik dan berhak mencanytumkan

label organik pada produk yang dihasilkan dan

pada bahan-bahan publikasinya.

Tujuan kegiatan sertifikasi pertanian organik

antara lain adalah:

a. Melindungi konsumen dari manipulasi

dan penipuan yang terjadi di pasar serta

kalim dari produk organik yang tidak

benar;

b. Melindungi produsen dan produk pangan

dari penipuan produk pertanian lain yang

mengaku sebagai produk organik;

c. Memberikan jaminan bahwa seluruh

tahapan produksi, mulai dari penyiapan,

pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,

dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai

dengan SNI 6729 tahun 2013.

Agar sertifikasi yang dimaksud terealisasi,

maka setidaknya ada empat pemangku

kepentingan yang terlibat dalam sertifikasi

pertanian organik, yaitu:

a. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan

Hortikultura sebagai Otoritas Kompeten

Pangan Organik (OKPO);

b. Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang

bertugas untuk mengakreditasi Lembaga

Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO)

c. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

(LSPO) yang bertugas melakukan proses

sertifikasi.

d. Pelaku usaha organik atau produsen

organik, baik perorangan, kelompok

ataupun gabungan kelompok yang ingin

mendapatkan sertifikat produk organik.

Beberapa hal yang telah oleh Otoritas

Kompeten Pangan Organik (OKPO) terkait

dengan sertifikasi pertanian organik adalah:

a. Operator organik yang menerapkan sistem

pertanian organik pada kegiatan budidaya,

pascapanen, pengolahan, dan pemasaran

harus diinspeksi oleh Lembaga Sertifikasi

Pertanian Organik (LSPO). Penilaian

dilakukan oleh Inspektor Pangan Organik.

b. Operator organik yang memenuhi

persyaratan sistem pertanian organik

dapat diberikan sertifikat organik, dan

berhak menggunakan tulisan dan logo

organik.

c. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

yang memberikan sertifikasi organik

harus diakreditasi oleh KAN.

d. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

yang berasal dari luar Indonesia yang

melakukan kegiatan sertifikasi di wilayah

Indonesia untuk produk yang diedarkan di

dalam negeri harus disertifikasi oleh

KAN.

e. Produk pangan hasil pertanian yang

beredar di wilayah negara Republik

Indonesia harus didaftar (Permentan 20

tahun 2010).

f. Operator yang mendapatkan sertifikat

organik secara otomatis terdaftar dan

mendapatkan nomor pendaftaran organik

dari OKPO.

g. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

yang telah diakreditasi oleh KAN harus

terdaftar di OKPO.

h. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

yang berasal dari luar Indonesia yang

melakukan sertifikasi di wilayah

Indonesia untuk produk yang diedarkan di

dalam negeri maupun di luar negeri harus

terdaftar di OKPO Indoensia.

i. Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik

harus melaporkan hasil kegiatan

sertifikasi setiap tahun kepada OKPO

Indonesia paling lambat 31 Januari tahun

berikutnya.

j. Tata cara pemberian nomor pendaftaran

pertanian organik diatur dan ditetapkan

oleh Ketua OKPO.

k. Operator pertanian organik yang

bersertifikat organik berhak menggunakan

tulisan organik dan Logo Organik

Indonesia pada label dan iklan.

l. Keterangan dan atau pernyataan tentang

organik dalam label harus benar dan tidak

menyesatkan, baik mengenai tulisan,

gambar, atau bentuk apapun lainnya,

sesuai dengan peraturan pemerintah

nomor 69 Tahun 1999 tentnag label dan

iklan pangan.

LEMBAGA SERTIFIKASI ORGANIK

(LSO) DI INDONESIA

Salah satu realisasi dari fungsi OKPO

adalah terbentuknya LSPO. Sampai saat ini

telah terbentuk delapan Lembaga Sertifikasi

Pertanian Organik yang sudah disertifikasi oleh

KAN. Berikut ini adalah daftar Lembaga

Sertifikasi Pertanian Organik yang sudah

disertifikasi oleh KAN.

Page 28: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Menuju Sertifikasi Pertanian Organik Jamaluddin Al Afgani 85

Tabel 2.

Daftar nama Lembaga Sertifikasi Pertanian

Organik di Indonesia

TATA CARA SERTIFIKASI

Setiap Lembaga Sertifikasi memiliki

aturan tersendiri dalam melakukan sertifikasi

pangan organik. Namun meskipun demikian,

secara garis besar tata cara sertifikasi oleh

LSPO dilakukan dengan urutan sebagai

berikut:

a. Operator/Petani/Kelompok Tani

mengajukan permohonan kepada LSPO

agar dilakukan proses sertifikasi terhadap

unit usahanya dengan mengisi formulir

yang telah disiapkan oleh LSPO. Kegiatan

ini biasanya diawali dengan konsultasi

terlebih dahulu dengan LSPO secara non

formal, baik melalui e-mail, telp, surat

ataupun datang langsung ke kantor LSPO.

Selanjutnya bersamaan dengan pengajuan

permohonan kepada LSPO, operator juga

sudah melampirkan kelengkapan

dokumen yang meliputi:

1) Riwayat/sejarah lahan;

2) Peta lahan;

3) Daftar anggota dan struktur organisasi;

4) Catatan produksi;

5) Catatan penjualan/pembelian;

6) SOP Budidaya;

7) Ruang lingkup yang diajukan (sayuran,

padi, perkebunan, dll).

b. LSPO akan melakukan audit kecukupan

terhadap formulir pengajuan, dan apabila

ada kekurangan data, maka akan

diinformasikan kepada pemohon untuk

melengkapinya.

c. Apabila semua dokumen telah lengkap,

maka LSPO membicarakan jadwal

kunjungan dan besarnya biaya yang

diperlukan

d. Apabila jadwal dan biaya telah disepakati,

maka LSPO akan mengirim inspektor ke

pemohon untuk “memotret” atau melihat

keadaan pemohon untuk dicocokkan

dengan SNI pertanian organik.

e. Apabila pada hasil

inspeksi ditemukan

beberapa ketidak

sesuaian (temuan), maka

hal tersebut harus ditulis

dan didokumentasikan

pada lembar

ketidaksesuaian dan

ditandatangani oleh

kedua belah pihak, yang

selanjutnya dilakukan

tindakan koreksi.

Temuan dapat berupa major (kesalahan

besar yang mungkin dapat menggugurkan

keorganikan dan harus segera diperbaiki

dalam waktu dekat), minor (kesalahan

yang perlu diperbaiki dalam kurun waktu

yang ditentukan oleh LSPO) dan observer

(kesalahan kecil yang perlu diperbaiki

pada waktu kunjungan berikutnya/

surveilance).

f. Apabila kegiatan inspeksi telah selesai,

maka LSPO mengadakan rapat melalui

komisi sertifikasi untuk membahas status

keorganikan operator.

g. Hasil keputusan LSPO dapat berupa :

lulus dan dinyatakan organik; konversi

(masa peralihan) dan harus disurvey

kembali pada tahun mendatang dan tidak

lulus/ditolak yang akan segera

disampaikan kepada operator/kelompok

tani/ petani.

PENUTUP

Salah satu indikator kesuksesan program

1000 desa organik adalah tersertifikasinya

masyarakat penerima program oleh Lembaga

Sertifikasi Pertanian Organik (LSPO) yang

telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi

Nasional (KAN). Agar proses sertifikasi dapat

berjalan dengan lancar, maka setiap penerima

program desa organik harus menerapakan

prinsip-prinsip pertanian organik.

Pemahaman akan prinsip pertanian

organik oleh operator pertanian organik sangat

menentukan keberhasilan penerapan pertanian

organik. Dengan menerapkan seluruh prinsip-

prinsip pertanian organik, maka proses

sertifikasi akan lebih mudah.

Beberapa hal yang perlu menjadi fokus

perhatian dalam pelaksanaan program desa

organik adalah : 1) penyiapan lahan; 2)

penyiapan benih tanaman; 3) pemeliharaan

kesuburan tanah; 4) Pengendalian OPT; 5)

Kode LPK Nama LSPO Email

LSPO-001-

IDN

LSPO-002-

IDN

LSPO-003-

IDN

LSPO-004-

IDN

LSPO-005-

IDN

LSPO-006-

IDN

LSPO-007-

IDN

LSPO-008-

IDN

Sucofindo (Jakarta)

Mutu Agung Lestari (Jakarta)

Indonesia Organic Farming

Certification (Bogor)

LSPO Sumatera Barat

Lembaga Sertifikasi Organik

Seloliman (Mojokerto)

Biocert (Bogor)

Persada (Yogyakarta)

Sistainable Development

Services (Jember)

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

Page 29: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

86 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

penyiapan sumber air; 6) pencegahan

kontaminasi; 7) Penggunaan sarana produksi;

8) pengelolaan panen dan pascapanen; dan 9)

Dokumentasi atau pencatatan. Jika ke delapan

unsur tersebut sudah dilaksanakan berdasarkan

standar sistem pertanian organik sesuai dengan

SNI 6729 tahun 2013, maka proses sertifikasi

akan berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. Ahmad. (2014). Sertifikasi Pertanian

Organik

Kardinan. Agus. (2014) . Prinsip-Prinsip dan

Teknologi Pertanian Organik

Standar Nasional Indonesia (SNI). (2013).

SNI No. 6729-2013 tentang Sistem

Pertanian Organik

Menteri Pertanian Republik Indonesia. (2013).

Permentan No. 64/OT.140/5/2013

tentang Sistem Pertanian Organik

KAN (2006). Pedoman KAN 901-2006 tentang

Parsyaratan Umum Lembaga

Sertifikasi Pangan Organik

Page 30: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK

pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 87

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, menulis

merupakan salah satu aspek penting dari empat

aspek pembelajaran bahasa yaitu

mendengarkan, membaca, berbicara dan

menulis. Aspek mendengarkan dan membaca

merupakan aspek reseptif dalam kegiatan

berbahasa, sedangkan berbicara dan menulis

termasuk ke dalam aspek produktif. Dari hasil

mendengarkan dan membaca akan diproduksi

suatu hasil unjuk kerja (psikomotorik) melalui

aspek berbicara dan menulis.

Keterampilan menulis adalah kemampuan

menggunakan bahasa secara tertulis untuk

menyampaikan informasi suatu peristiwa

sehingga timbul komunikasi (Tarigan, 1982:9).

Menurut Gie (2002:3) “mengarang atau menulis

adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang

mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya

melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca

untuk dipahami”. Sedangkan menurut Titik

(2003:22) menulis adalah berekspresi,

menuangkan pikiran dan perasaan,

mengungkapkan pendapat. Dengan demikian,

kompetensi menulis adalah kemampuan atau

kecakapan seseorang berupa segenap rangkaian

kegiatan untuk mengungkapkan gagasan dan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MELALUI TEKNIK BATUK

PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 9 BULUKUMBA

Arafah *)

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan

Guru SMA Negeri 9 Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Menulis adalah merupakan keterampilan berbahasa pembelajaran yang kompleks, karena di dalam

aspek keterampilan menulis sangat berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya. Menulis

sesungguhnya dalah merupakan pembiasaan dalam mengungkapkan pikiran. Pada prinsipnya semua

orang dapat menulis hanya saja ada yang terlatih dan yang belum terlatih.

Cerpen merupakan karya sastra yang lahir dari kreasi menulis seseorang. Untuk menulis cerpen

sesungguhnya bukan hal yang susah karena tidak ada manusia di dunia ini yang tidak memiliki

pengalaman atau kisah hidup baik yang dialami sendiri maupun yang di dengar dari orang lain. untuk

menulis cerpen memang memerlukan teknik atau cara tertentu. Salah satu teknik yang penulis

perkenalkan lewat tulisan ini adalah teknik “BATUK” . Dengan penerapan teknik ini penulis telah

membuktikan betapa efektifnya dalam meningkatkan baik minat maupun prestasi belajar peserta didik

di sekolah tempat penulis mengabdi, yakni di SMA Negeri 9 Bulukumba. Teknik “BATUK”

sesungguhnya dapat diterapkan pada mata pelajaran apa saja tinggal mengatur dan mendesain

pelaksanaannya yang disesuaikan dengan indicator mata pelajaran yang dicapai.

Kata kunci: Teknik BATUK

Abstract *)

Writing is a complex language learning skill, because in the aspect of writing skills is closely related

to other aspects of language skills. Writing is actually a habituation in expressing the mind. In

principle everyone can write only that there are trained and untrained.

Short story is a literary work that was born from one's writing creations. To write a short story is

actually not a difficult thing because no human being in this world who has no experience or story of

life either experienced alone or who heard from others. To write a short story does require a certain

technique or way. One of the techniques that the author introduced through this paper is the technique

"CUBE". With the application of this technique the author has proven how effective in improving both

interest and learning achievement of students in the school where the author served, namely in SMA

Negeri 9 Bulukumba. The "CUBE" technique can actually be applied to any subject just organize and

design the implementation that is tailored to the subject indicator achieved.

Keywords: CUBE technique

Page 31: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

88 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada

masyarakat pembaca.

Kompetensi menulis cerpen sebagai

salah satu dari aspek berbahasa harus dipelajari

oleh peserta didik SMA. Dalam KTSP, hal ini

secara tegas dinyatakan dalam Standar Isi yang

dituangkan ke dalam Standar Kompetensi butir

16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri

dan orang lain ke dalam cerpen. Standar

Kompetensi ini terurai menjadi Kompetensi

Dasar ke 16.1 yaitu Menulis karangan

berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam

cerpen (pelaku, peristiwa, latar) dan

Kompetensi Dasar ke 16.2 yaitu Menulis

karangan berdasarkan pengalaman orang lain

dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar).

Kompetensi Dasar ini diperuntukkan bagi

peserta didik kelas XI pada semester 2.

Selain itu, tertuang juga dalam Standar

Kompetensi butir 8. Mengungkapkan

pendapat, informasi, dan pengalaman dalam

bentuk resensi dan cerpen. Standar Kompetensi

ini terurai menjadi Kompetensi Dasar 8.2 yaiu

Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang

lain (pelaku, peristiwa, dan latar). Kompetensi

Dasar ini diperuntukkan bagi peserta didik

kelas XII semester 5.

Pada Kurikulum 2013, semua materi

Bahasa Indonesia harus menghasilkan produk

dalam bentuk tulisan. Karena penerapan

Kompetensi Inti 3 yang menekankan pada

ranah kognitif harus berpasangan dengan

Kompetensi Inti 4 yang menekankan pada

ranah keterampilan. Boleh dikatakan

Kurikulum 2013 menekankan pada pencapaian

keterampilan berbahasa yang berupa menulis.

Harapannya peserta didik terbiasa

mengungkapkan pikiran dan idenya dalam

bentuk tulisan, baik itu tulisan ilmiah maupun

sastra. Sehingga budaya menulis dapat

terwujud. Oleh karena itu, sebagai seorang

guru harus mencari teknik-teknik pembelajaran

menulis yang mampu meningkatkan

kompetensi menulis peserta didik.

Tujuan pembelajaran Kompetensi

Menulis Cerpen adalah agar peserta didik

dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan

pengalaman sendiri maupun orang lain melalui

kegiatan menulis kreatif (dalam hal ini menulis

cerpen). Agar tujuan pembelajaran menulis

kreatif ini tercapai, idealnya pembelajaran

menulis cerpen dirancang dan dilaksanakan

untuk menumbuhkan kebiasaan berpikir

produktif dengan lebih banyak memberi

kesempatan dan pengalaman belajar kepada

peserta didik melalui kegiatan yang bersifat

apresiatif, rekreatif, ekspresif dan unjuk

kinerja. Tetapi pada kenyataannya, selalu

muncul beberapa hambatan untuk menulis.

Hambatan pertama berasal dari peserta

didik karena sebagian besar peserta didik tidak

berminat pada kompetensi menulis, terutama

sastra. Hambatan tersebut dikarenakan mindset

peserta didik bahwa menulis cerpen sulit.

Kesulitan peserta didik rata-rata dalam

merangkai kata, kurangnya perbendaharaan

kata, diksi yang terbatas, kekurangpahaman

unsur-unsur cerpen. Selain itu, dari sisi

imajinasi (karena sastra merupakan proses

menulis kreatif) peserta didik juga mengalami

kesulitan untuk mendapatkan sumber ide,

stagnan dalam mengembangkan ide. Kalaupun

memilih pengalaman sebagai sumber ide,

peserta didik terjebak pada format laporan

perjalanan. Hal ini disebabkan kekurangpekaan

peserta didik untuk melihat sekelilingnya

bahwa pada dasarnya ide itu ada di hadapan

peserta didik.

Proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai

dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik.

Pemilihan teknik pembelajaran yang

tepat dan variatif diharapkan akan mampu

mengurangi kebosanan peserta didik sehingga

terjadi perubahan perilaku menjadi lebih

positif. Pemilihan contoh cerpen yang lebih

kontekstual dengan kehidupan dan

perkembangan peserta didik, sepertinya lebih

mengena di hati peserta didik. Oleh karena itu,

akan lebih menarik bagi peserta didik bila guru

memberikan contoh cerpen yang ditulis secara

langsung dengan mengikutsertakan peserta

didik dalam proses penulisan.

Berpijak dari kenyataan tersebut, maka

dalam tulisan ini akan memaparkan bagaimana

usaha guru untuk menyelesaikan permasalahan

yang menyangkut peningkatan kompetensi

menulis cerpen bagi peserta didik dalam

pembelajaran Kompetensi Menulis Cerpen.

Hal ini menarik untuk dilakukan. Teknik

pembelajaran yang penulis tawarkan adalah

teknik pembelajaran BATUK (Baca, Analisis,

Tirukan, Unjuk Kreasi) untuk meningkatkan

Kompetensi menulis cerpen bagi peserta didik

di SMA N 9 Bulukumba.

Teknik pembelajaran BATUK (Baca,

Analisis, Tirukan, Unjuk Kreasi) sudah

diterapkan sejak tahun 2012. Pada

pelaksanaaannya, peserta didik memanfaatkan

pengalaman pribadinya untuk memodifikasi

Page 32: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK

pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 89

cerpen master. Atau peserta didik

memanfaatkan pengalaman orang lain atau

kearifan lokal di daerahnya untuk

memodifikasi cerpen master. Dan harapannya,

peserta didik dapat membuat cerpen dengan

ide dan imajinasi sendiri, sehingga tahap unjuk

kreasi dapat tercapai.

Paparan di atas dapat memberikan

gambaran penerapan teknik pembelajaran

BATUK (Baca, Analisis, Tirukan, Unjuk

Kreasi). Teknik pembelajaran tersebut

diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah

di atas.

PEMECAHAN MASALAH

Menulis cerpen adalah proses kreatif

yang memerlukan proses berpikir yang berliku.

Butuh ketekunan dan pantang putus asa untuk

selalu berlatih dan berlatih terus, sampai

menghasilkan satu karya. Sehingga

memerlukan motivasi yang terus-menerus.

Motivasi ini seharusnya merupakan gabungan

yang harmonis antara motivasi dari dalam dan

luar. Artinya, ada dorongan dari diri peserta

didik sendiri untuk mulai tertarik dan berminat

untuk menyukai materi menulis cerpen. Dari

guru selalu memberikan ruang dan kondisi

yang kondusif untuk terciptanya sebuah ide

kreatif. Dapat diibaratkan seperti gayung

bersambut. Baik peserta didik maupun guru

mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencapai

ketuntasan pembelajaran kompetensi menulis

cerpen.

Hasil belajar merupakan indikator

tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Dalam

pembelajaran menulis cerpen, pencapaian hasil

belajar yang bersifat kognitif menjadi dasar

yang kuat untuk mencapai hasil belajar yang

bersifat produk. Artinya pencapaian akhir dari

kompetensi menulis cerpen adalah

keberhasilan seorang peserta didik untuk

menghasilkan satu karya atau lebih yang

berupa cerpen, berdasarkan pengalaman

pribadi dan orang lain.

Pencapaian ini sekaligus memberi

gambaran pencapaian ranah kogitif dan afektif.

Artinya bila peserta didik telah berhasil

mencipta karya, maka secara konsep dan teori

tentang cerpen dan proses kreatif sudah

dikuasai. Proses kreatif membutuhkan motivasi

dan ketertarikan peserta didik terhadap cerpen,

baik secara apresiatif maupun daya cipta.

Hakikat Kompetensi Menulis Cerpen

Hakikat cerpen adalah fiksi yang pendek

terdiri dari 10.000 – 20.000 kata atau bahkan

kurang dari itu. Ada cerpen yang terdiri dari

5.000 kata. Di Indonesia, cerita pendek rata-

rata terdiri dari 10 halaman, maksimal. Cerpen

mengutamakan penulisan yang hemat kata.

Cerita harus tuntas karena itu harus sangat

selektif dalam pemilihan kata dan

pembentukan kalimat, agar masalah/konflik di

dalamnya dapat diatasi oleh penulisnya

sekaligus pada saat itu. (Titik dalam Soenardi

(ed), 2003:38,54). Secara umum, cerpen

diartikan sebagai cerita yang habis dibaca

sekali duduk. Artinya dalam sekali membaca,

pembaca langsung dapat memahami isi dan

alur cerita. Ini dikarenakan masalah yang

diungkapkan tunggal dengan alur yang

sederhana dan memusat pada satu tokoh saja.

Secara singkat dapat didefinisikan

cerpen adalah cerita fiksi atau cerita rekaan

yang relatif pendek dengan penceritaan yang

memadat dan memusat pada satu peristiwa

atau masalah dan/atau pada satu tokoh dengan

kesan tunggal, dengan alur cerita tidak bertele-

tele, sehingga masalah yang timbul dapat

selesai atau dianggap selesai.Untuk dapat

menulis cerpen, harus lebih dulu memahami

apa arti menulis dan fiksi serta mengenal

unsure-unsur sebuah cerita. Sebuah cerita

pendek memiliki unsure-unsur yang saling

mengikat, membentuk kebersamaan dalam

penyajiannya. Menurut Kenney (Nuryatin,

2009:92) menyatakan bahwa unsur pembangun

cerpen meliputi plot/alur, penokohan, latar,

pusat pengisahan, gaya dan nada, struktur dan

teknik, tema.

Menurut Korrie Layun Rampan dalam

Titik W.S. (2003:90) sebuah cerita akan

menjadi menarik jika semua elemen kisah

dibina secara seimbang di dalam struktur yang

isi-mengisi sehingga tidak ada bagian yang

terasa kurang atau terasa berlebihan.

Pembelajaran Kompetensi Menulis Cerpen

dengan Teknik “BATUK”

Proses belajar mengajar merupakan

proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan peserta didik atas dasar

hubungan timbal balik yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Usman dalam Yuniasih (2009:105)

interaksi atau hubungan timbal balik antara

guru dan peserta didik itu merupakan syarat

utama bagi berlangsungnya proses belajar

mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru

bukan lagi sebagai satu-satunya

narasumber. Pembelajaran yang baik adalah

pembelajaran yang berdasar pada proses belajar

dari berbagai sumber, baik dari guru maupun

peserta didik.

Page 33: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

90 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Seorang guru harus bijak dalam

menentukan strategi, memilih metode,

menerapkan teknik pembelajaran serta selalu

berinovasi dalam menciptakan teknik

pembelajaran. Hal itu harus dilakukan sebagai

salah satu wujud dari bentuk profesionalitas

seorang guru. Dengan berlaku bijak dalam

menjalankan profesinya maka peserta didik

akan mudah menerima informasi maupun

pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Peserta didik tidak mempunyai rasa jenuh

ataupun bosan dalam mengikuti proses

pembelajaran. Guru yang kreatif akan

mendorong peserta didik untuk berlaku kreatif

pula.

Salah satu teknik pembelajaran yang

mampu merangsang kreativitas peserta didik

dalam mengembangkan kompetensi menulis

cerpen adalah pembelajaran dengan teknik

“BATUK”. Teknik ini merupkan hasil

pengembangan teknik Copy of Master yang

pernah diterapkan oleh Ismail Marahimin dalam

bukunya “Menulis secara Populer”. Teknik ini

awalnya berasal dari teknik melukis. Pada

zaman dahulu orang yang ingin menjadi pelukis

akan diberi sebuah lukisan yang sudah jadi dan

baik, biasanya yang dilukis oleh ahlinya.

Lukisan itu harus ditiru semirip mungkin,

sampai seseorang tersebut mampu melukis

berdasarkan bentuk yang khas dan sesuai

dengan kepribadiannya (Marahimin, 1994:11).

Pembelajaran menulis cerpen dengan

teknik “BATUK” adalah pembelajaran menulis

cerpen dengan menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Baca. Peserta didik membaca intensif

contoh cerpen teknik yang disiapkan

fasilitator.

2. Analisis. Peserta didik mencermati dan

mengamati contoh cerpen teknik kemudian

menganalisis bagian-bagian dari cerpen,

terutama yang berhubungan dengan pilihan

kata, susunan unsure-unsur intrinsi, alur,

masalah.

3. Tirukan. Peserta didik menirukan susunan

cerita dalam cerpen yang dijadikan teknik

dengan mengganti tokoh, masalah, latar

cerita sesuai dengan pengalaman sendiri

maupun orang lain.

4. Unjuk kreasi. Peserta didik mencoba

menulis cerpen baru sesuai dengan

pengalaman sendiri ataupun pengalaman

orang lain.

5. Proses pembelajaran dilaksanakan atas dasar

pendekatan Keterampilan Proses dengan

menghubungkan pengalaman peserta didik

atau pengalaman orang lain yang diserap

peserta didik untuk diangkat sebagai tema

atau permasalahan dalam menyusun cerpen.

6. Penilaian dalam pembelajaran menulis

cerpen ini tidak semata-mata menilai

pengetahuan dan pemahaman konsep (ranah

kognitif) saja melainkan aspek

psikomotorik dan sikap (ranah afektif) juga

tidak lepas dari penilaian. Adapun media

yang digunakan dalam teknik pembelajaran

ini adalah cerpen yang dijadikan master.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Setting dan Subjek Penelitian

Teknik pembelajaran BATUK ini

sudah dilakukan selama tiga tahun, yaitu

dari tahun pelajaran 2012/2013 s.d.

2014/2015 di SMA Negeri 1 9 Bulukumba

tempat penulis aktif sebagai guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia.

Subjek penelitian adalah peserta didik

kelas X, XI dan kelas XII. Kelas X berkaitan

dengan KD 16.1 dan 16.2. Kelas XII dengan

KD 8.2 tentang menulis cerpen.

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Motivasi dan Hasil Belajar Peserta didik

Rendahnya motivasi peserta didik

terhadap pembelajaran menulis cerpen pada

kondisi awal dikumpulkan dengan teknik

dokumentasi. Alatnya berupa dokumen

catatan tentang motivasi belajar peserta

didik kelas X. Ketertarikan peserta didik

terhadap pembelajaran menulis cerpen

dikumpulkan menggunakan teknik

observasi, dengan lembar observasi sebagai

alatnya.

Untuk produk ranah psikomotorik,

alatnya berupa portofolio hasil unjuk kreasi

peserta didik yang berupa cerpen bersumber

pada pengalaman pribadi. Termasuk di

dalamnya ranah kognitif pada tahap analisis

dan tirukan cerpen master.

HAMBATAN PELAKSANAAN DAN

PENGEMBANGAN TEKNIK

PEMBELAJARAN BATUK

Pemilihan teknik pembelajaran yang

tepat memang tidak luput dari hambatan. Ada

beberapa hambatan yang ditemui penulis

ketika menerapkan teknik pembelajaran

BATUK. Hambatan-hambatan yang ditemui

penulis adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan cerpen master

Cerpen master yang dipilih harus sesuai

dengan lingkungan dan tingkat pemahaman

peserta didik. Selain memenuhi kriteria

Page 34: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK

pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 91

contoh cerpen yang lengkap, tetapi juga

mudah ditiru baik dari segi pilihan kata

maupun pilihan masalahnya. Diusahakan

masalah yang diangkat adalah masalah

yang sering dihadapi peserta didik, tetapi

dapat diungkapkan dengan gaya bahasa dan

alur yang menarik.

2. Penulis cerpen

Cerpen yang dipilih sebagai master

harapannya ditulis oleh peserta didik juga.

Sehingga ada motivasi dari peserta didik

bahwa temannya saja bisa mengapa saya

tidak. Pertanyaan itu dapat memotivasi

peserta didik untuk mau mencoba menulis

cerpen. Lebih diutamakan lagi penulis

cerpen tersebut dikenal oleh peserta didik.

Apakah dari teman sendiri, kakak kelas,

atau guru yang mereka kenal. Karena bila

mereka mengambil cerpen master dari

penulis-penulis yang sudah mapan, secara

otomatis kualitasnya sudah baik.

Ditakutkan justru timbul kurang percaya

diri dari peserta didik untuk mulai menulis,

terutama bagi pemula.

3. Untuk peserta didik yang sudah terbiasa

menulis, mereka merasa langkah-langkah

dalam BATUK terlalu bertele-tele. Hanya

saja, teknik ini memang diperuntukkan

untuk penulis pemula.

PENGEMBANGAN LEBIH LANJUT

Teknik BATUK awalnya penulis

terapkan pada pembelajaran menulis cerpen

tahun 2011/2012. Teknik ini penulis terapkan

dalam penelitian tindakan kelas pada kelas X.2

dengan berbagai pertimbangan. Ternyata teknik

ini dapat meningkatkan motivasi dan hasil

belajar peserta didik untuk kompetensi menulis

cerpen. Hasil yang demikian mendorong

penulis terus menerapkan teknik BATUK untuk

kompetensi menulis cerpen.

Pada kenyataannya, kegiatan menulis

merupakan kompetensi yang wajib ada dalam

pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena

itu, penulis mencoba menerapkan teknik

BATUK untuk kompetensi menulis sastra

lainnya, seperti puisi modern dan lama, menulis

cerita rakyat. Kemudian merambah pada

kompetensi menulis artikel dan berita. Khusus

untuk karya tulis ilmiah, penulis menekankan

pada sistematika penulisan dan inti setiap

bagiannya. Sedangkan bila kita mengambil satu

atau beberapa pernyataan dan data harus

menggunakan teknik kutipan atau catatan kaki

yang benar. Hal ini untuk menghindari praktik

plagiat.

Ketika penulis presentasikan teknik

pembelajaran BATUK ke rekan-rekan sekolah

dan MGMP, ada beberapa guru mapel di

sekolah bahasa Indonesia dan maple lainnya

yang tertarik untuk menerapkan teknik BATUK

pada pembelajarannya. Hal ini menjadi bukti

bahwa teknik BATUK dapat diintegrasikan

pada kegiatan menulis sebagai produk peserta

didik, baik itu sastra maupun ilmiah populer.

HASIL YANG DICAPAI

Setelah menggunakan teknik BATUK

untuk kompetensi menulis cerpen, seperti yang

telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka

hasil yang diperoleh akan dipaparkan sebagai

berikut.

Deskripsi Motivasi Belajar Peserta didik

Hasil Pengamatan Motivasi Peserta didik

Peserta didik yang tidak memperhatikan

guru dan melakukan kegiatan lain seperti

bergurau, corat-coret, izin ke belakang masih

tinggi yaitu mencapai 69%. Termasuk kurang

berpartisipasi dalam pembelajaran dan pasif

serta malas bertanya juga tinggi. Hasilnya

mereka tidak dapat menyelesaikan tugasnya

tepat waktu. Dari hasil di atas dapat disimpulkan

bahwa membutuhkan suatu tindakan untuk

memperbaiki motivasi belajar peserta didik.

Terjadi peningkatan motivasi belajar peserta

didik setelah menerapkan teknik BATUK yang

mencapai 90%.

No Aspek pengamatan Kondisi

awal

Kondisi

Akhir

1

Memperhatikan dan

merespon dengan antusias

(bertanya, menanggapi, dan

membuat catatan)

32% 90%

2

Berpartisipasi secara aktif

dalam kegiatan

pembelajaran

30% 79%

3 Senang terhadap

pembelajaran 50% 100%

4

Aktif menjawab dan

bertanya jika mengalami

kesulitan

33% 95%

5 Menyelesaikan tugas tepat

waktu 34% 100%

Page 35: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

92 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Deskripsi Hasil Belajar Peserta didik

Hasil Belajar Peserta didik

Kompetensi Menulis Cerpen

Dari hasil belajar di atas untuk kondisi

awal masih ada 12 anak yang belum tuntas dari

32 peserta didik, nilainya masih di bawah KKM.

Artinya daya serap hanya 62,5%. Simpulannya,

untuk kompetensi menulis perlu dilakukan

sebuah tindakan untuk memperbaiki

pembelajaran dan hasil belajar peserta didik.

Dari nilai peserta didik di tabel atas dapat

dipaparkan bahwa pada kondisi awal dari 32

peserta didik yang mengikuti pembelajaran,

sebanyak 32 peserta didik dinyatakan tuntas dan

0 peserta didik dinyatakan tidak tuntas. Dari

nilai peserta didik di tabel atas dapat dipaparkan

bahwa pada kondisi akhir dari 32 peserta didik

yang mengikuti pembelajaran, semua peserta

didik dinyatakan tuntas 100%.

Dari hasil nilai di atas dapat disimpulkan

bahwa semua peserta didik tuntas pada

kompetensi menulis cerpen setelah menerapkan

teknik pembelajaran BATUK. Walaupun ada

beberapa peserta didik yang hanya standar

KKM saja. Pencapaian hasil rata-rata juga

mengalami kenaikan dari kondisi awal hanya

70,4 naik menjadi 90,7 setelah menerapkan

teknik BATUK.

Hasil Pencapaian Aspek Cerpen

Dari paparan di atas dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar dan aspek penulisan peserta

didik untuk kompetensi menulis cerpen

berdasarkan pengalaman sendiri hanya 74%.

Hasil analisis yang penulis lakukan masih

banyak aspek yang perlu ditingkatkan. Termasuk

fungsi cerpen master dan tahap analisis dan

tirukan. Sedangkan untuk menulis cerpen

berdasarkan pengalaman orang lain atau kearifan

lokal dengan menerapkan

BATUK, terjadi

peningkatan hasil belajar

untuk pencapaian aspek

cerpen.

Simpulan Dari hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan penerapan teknik belajar BATUK

(Baca, Analisis, Tirukan, Unjuk Kreasi) dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta

didik menulis cerpen, baik bersumber dari

pengalaman pribadi maupun pengalaman orang

lain. Hal ini dibuktikan terjadi perubahan

motivasi belajar dari kondisi awal hanya 36% ke

meningkat menjadi 93%. Hal ini menunjukkan

perubahan keaktivan dan ketertarikan peserta

didik terhadap kompetensi menulis, khususnya

menulis cerpen.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna

Alwasilah. 2008. Pokoknya Menulis :

Cara Baru Menulis dengan metode

Kolaborasi. Bandung : PT Kiblat Buku

Utama.

Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi

Pembelajaran. Bandung : CV Wacana

Prima.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) untuk Guru SMP, SMA, SMK.

Zaenal Aqib, M. Maftuh, Sujak,

Kawentar. Cetakan 1. Bandung :

Yrama Widya.

Doyin, Mukh (ed). 2009. Cara

(Pengalaman) Saya

Mengajar Sastra. Semarang :

Bandungan Institute.

Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan

Gaya Bahasa. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Haling, Abdul. 2006. Belajar

dan pembelajaran. Makassar:

Badan Penerbit UNM.

Marahimin, Ismail. 1994. Menulis secara

Populer. Jakarta : Pustaka Raya.

Nuryatin, Agus. 2009. Tujuh Tahap

Pembelajaran Menulis Cerpen

Berbasis Pengalaman dengan

No Pembelajaran

Hasil Belajar Peserta didik

Rata-

Rata Tuntas Persentase Belum Persentase

1 Kondisi Awal 60,4 20 62.5% 12 37,5%

2 Kondisi Akhir 90,7 32 100% 0 0%

No Aspek Indikator I II

1

Kelengkapan

aspek formal

cerpen

a. Judul 77 83

b. Nama Pengarang 92 98

c. Dialog 75 80

d. Narasi 77 83

2

Kelengkapan

unsur intrinsik

cerpen

e. Fakta cerita 78 81

f. Sarana cerita 76 81

g. Pengembangan tema 72 77

3

Keterpaduan

unsur/struktur

cerpen

h. Kaidah plot 77 82

i. Dimensi tokoh 74 79

j. Dimensi latar 74 77

4

Kesesuaian

penggunaan

bahasa cerpen

k. Kaidah EYD 73 75

l. Keajekan penulisan 74 77

m. Ragam bahasa 74 74

Page 36: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penigkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Teknik BATUK

pada Peserta Didik SMA Negeri 9 Bulukumba Arafah 93

Pendekatan Kontekstual. Semarang :

Bandungan Institute.

Pranoto, Naning. 2009. Penulisan Kreatif

untuk Anak : Kiat Dahsyat bagi Orang

Tua dan Guru Memandu Anak

Menulis. Solo : Tiga Serangkai.

Rampan, Korrie Layun. 2003. Dasar-Dasar

Penulisan Cerita Anak-Anak.

Yogyakarta : Penerbit Pinkbooks,

Pusbuk, Taman Melati.

Rasyid, Harun dan mansur. 2007. Penilaian

Hasil Belajar. Bandung : CV Wacana

Prima.

Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi

Belajar mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil tentang

Menulis Cerpen. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Suyadi. 2011. Panduan Penelitian Tindakan

Kelas : Buku Wajib bagi Para

Pendidik. Yogyakarta : DIVA Press.

Titik W.S. 2003. Penulisan Kreatif.

Yogyakarta : Penerbit Pinkbooks,

Pusbuk, Taman Melati.

Yuniasih. 2009. Peningkatan Kompetensi

Menulis Puisi Melalui Teknik

Pembelajaran “Simpan Pinjam” pada

Peserta didik Kelas X-1 SMAN 2

Kendal. Jurnal Penelitian. Vol.

Semarang : HPBI Jawa Tengah &

Bandungan Institute.

Page 37: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

94 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Page 38: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 95

EVALUASI PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN AGRI

TRAINING CAMP (ATC) BAGI PELAJAR TINGKAT SLTA DI BALAI BESAR

PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) BATANGKALUKU

Wulansari Apriani *)

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan

Staf Pengajar SMKN 2 Somba Opu Gowa

Email: [email protected]

Abstrak

Dewasa ini, minat generasi muda untuk terlibat dalam bidang pertanian sangat rendah, padahal

pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan nasional. Studi ini

akan mendeskripsikan tentang pandangan dan minat peserta Diklat sebagai representasi dari generasi

muda terhadap pertanian. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Studi ini

menemukan bahwa penyebab rendahnya minat generasi muda terhadap pertanian adalah karena

pertanian masih dianggap belum menjanjikan buat masa depan generasi muda. Selain itu keterbatasan

informasi terkait peluang-peluang di bidang pertanian juga menjadi salah factor rendahnya minat

generasi muda untuk terlibat di bidang pertanian. Setelah mengikuti Diklat Agre Training Camp

(ATC), 65% Peserta Diklat berpandangan bahwa pertanian menjanjikan buat masa depan generasi

muda, 81,7% menyatakan berminat terhadap Jurusan pertanian, dan 89,9% menyatakan berminat

mengembangkan dunia pertanian meskipun tidak memilih Jurusan Pertanian. Dari sisi input program,

83,3% peserta Didik masuk dalam peringkat 10 besar, akan tetapi 80% tidak aktif dalam kegiatan

ekstrakurikuler. Semua fasilitator sudah memenuhi seluruh persyaratan untuk menjadi fasilitator,

sedangkan panitia penyelenggara 30% masih harus mengikuti Diklat Training Of Cource (TOC).

Aspek sarana prasarana masuk dalam kategori sangat memenuhi persyaratan sebagai tempat

pelaksanaan Diklat. Proses penyelenggaraan Diklat secara umum berjalan dengan baik, dan setiap

komponen yang terlibat dalam proses penyelenggaraan dapat melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya dengan baik. Dari aspek produk peserta Diklat berpandangan bahwa Diklat ATC sangat

bermanfaat dan mampu merubah cara pandang terhadap dunia pertanian.

Kata kunci: Diklat, Generasi muda, Pertanian

Abstract *)

Today, interest in young people to engage in agriculture is very low, whereas agriculture has a

strategic role in supporting national development. This study will describe about the views and

interests of participants Training as a representation of the younger generation to farm. This study

uses quantitative and qualitative approaches. The study found that the cause of the low interest of the

younger generation of agriculture is because agriculture is still considered not promising for the

future of the younger generation. In addition to lack of information related opportunities in

agriculture is also one factor of low interest of young people to engage in agriculture. After following

Agre Training Training Camp (ATC), 65% Workshop Participants argued that agricultural promise

for future generations, 81.7% expressed interest in the Department of agriculture, and 89.9%

expressed interest in developing world agriculture although not pick Department of Agriculture. From

the input side of the program, 83.3% of participants Educate entry in the top 10, but 80% are not

active in extracurricular activities. All facilitators have fulfilled all the requirements to become a

facilitator, while the organizers 30% still have to follow the Training Training Of Cource (TOC).

Aspects of infrastructure into the category of highly qualifies as a place of training. Training the

implementation process generally went well, and every component involved in the implementation

process can perform their duties and responsibilities well. From the aspect of product training

participants argued that ATC training is very useful and is able to change the perspective of

agriculture.

Keywords: Training, the young generation, Agriculture

Page 39: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

96 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

PENDAHULUAN

Sejalan dengan pesatnya laju

pembangunan, jumlah penduduk Indonesia dari

tahun ke tahun juga mengalami peningkatan

yang cukup berarti. Hal ini berarti bahwa

kebutuhan akan pangan semakin hari juga

semakin meningkat. Akhir-akhir ini

kecenderungan generasi muda untuk terlibat

secara langsung dalam dunia pertanian

semakin menurun. Beberapa indicatornya

adalah terjadinya urbanisasi di kalangan

generasi muda, menurunnya minat calon

mahasiswa untuk memilih jurusan pertanian,

serta rata-rata usia petani yang banyak terlibat

dalam proses budidaya pertanian adalah di atas

45 tahun.

Upaya meningkatkan kompetensi

sumberdaya manusia pertanian (SDM)

pertanian melalui pendidikan dan pelatihan di

bidang manajemen, kepemimpinan,

kewirausahaan dan teknis agribisnis

merupakan salah satu solusi untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi saat

ini, yaitu menurunnya minat generasi muda di

bidang pertanian. UPT Badan Penyuluhan dan

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pertanian berperan penting dalam

meningkatkan kapasitas sumber daya manusia

pertanian melalui pelatihan guna mengatasi

permasalahan di atas. Melalui SK

No.20/Permentan/OT.140/II/2007 tertanggal

19 Pebruari 2007, Balai Besar Pelatihan

Pertanian Batangkaluku memiliki tugas pokok

melaksanakan dan mengembangkan teknik

pelatihan teknis, fungsional dan kewirausahaan

di bidang pertanian bagi aparatur dan non

aparatur.

Salah satu Program Pendidikan dan

Pelatihan (Diklat) bagi non aparatur adalah

dengan digulirkannya Diklat Agri Training

Camp (ATC) bagi pelajar tingkat SLTP dan

SLTA di seluruh Balai Besar Pelatihan

Pertanian yang ada di Indonesia dan salah satu

diantaranya adalah Balai Besar Pelatihan

Pertanian Batangkaluku. Salah satu hal penting

untuk diketahui seiring dengan penurunan

minat generasi muda terhadap dunia pertanian

adalah pandangan generasi muda terhadap

dunia pertanian. Diantara asumsi yang

berkembang adalah terjadinya penurunan

minat generasi muda terhadap pertanian, salah

satunya diakibatkan oleh pandangan generasi

muda yang kurang positif terhadap dunia

pertanian. Dengan demikian, maka sangat

penting untuk mengetahui pandangan generasi

muda terhadap dunia pertanian. Generasi muda

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

siswa-siswi yang menjadi peserta Diklat ATC

tahun 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh deskripsi tentang

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

ATC bagi pelajar tingkat SLTA tahun 2014 di

Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku,

sedangkan secara khusus penelitian ini

bertujuan untuk (1) Memperoleh gambaran

tentang pandangan dan minat peserta Diklat

terhadap dunia pertanian sebelum dan setelah

mengikuti Diklat ATC; (2) Memperoleh

gambaran tentang karakteristik Peserta,

Fasilitator, Panitia Penyelenggara dan sarana

dan prasarana Diklat ATC; (3) Memperoleh

gambaran tentang proses pelaksanaan Diklat

ATC; (4) Memperoleh gambaran tentang

tanggapan peserta Diklat terhadap Diklat ATC;

dan (5) Memperoleh gambaran tentang

manfaat Diklat ATC terhadap peserta Diklat.

Menurut Arikunto (2004:1) evaluasi

adalah kegiatan untuk mengumpulkan

informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang

selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk

menentukan alternative yang tepat dalam

mengambil sebuah keputusan. Sedangkan

Edwind Wandt dan Brown dalam Sudijono

(2007:1) mengemukakan bahwa “Evaluation

refer to the act or process to determining the

value of something”. Dari kutipan tersebut

diperoleh pengertian bahwa istilah evaluasi itu

mengandung pengertian sebagai suatu tindakan

atau suatu proses untuk menentukan nilai dari

sesuatu.

Sedangkan Stufflebeam dalam Worthen

dan Sanders (1973: 129) menyatakan bahwa

“Evaluation is the process of delineating,

obtaining, and providing useful information for

judging decision alternatives”. Dari kutipan

tersebut diperoleh pengertian bahwa evaluasi

adalah proses menggambarkan, memperoleh

dan menyediakan informasi yang bermanfaat

untuk menilai alternatif-alternatif keputusan.

Definisi evaluasi Stufflebeam mengandung

pengertian sebagai berikut: (1) Proses, adalah

sebuah aktivitas tertentu, berkelanjutan dan

bersifat siklis yang menggabungkan banyak

metode dan melibatkan sejumlah tahapan; (2)

Menggambarkan, yakni memfokuskan

kebutuhan-kebutuhan informasi yang akan

dipenuhi oleh evaluasi dengan melakukan

spesifikasi, pendefinisian dan penegasan; (3)

Memperoleh, yakni mengadakan informasi

melalui proses pengumpulan,

pengorganisasian, penganalisaan, dan dengan

menggunakan metode formal seperti statistik

dan pengukuran; (4) Menyediakan, yakni

memadukan informasi secara bersama-sama ke

Page 40: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 97

dalam sistem atau subsistem dengan

menggunakan cara yang terbaik untuk

memenuhi kebutuhan atau tujuan evaluasi; (5)

Bermanfaat, yakni tepat dalam menentukan

kriteria awal yang disusun melalui interaksi

antara evaluator dan kliennya; (6) Informasi,

yakni data deskriptif atau interpretatif tentang

sesuatu (baik yang bersifat nyata maupun tidak

nyata) dan hubungannya; (7) Menilai, yakni

menentukan bobot berdasarkan kerangka nilai

yang spesifik, kriteria, dan informasi yang

menghubungkan kriteria dengan sesuatu yang

dinilai; (8) Alternatif-alternatif keputusan,

yakni serangkaian jawaban yang dapat dipilih

terhadap pertanyaan keputusan yang telah

ditentukan.

Secara umum istilah “program” dapat

diartikan sebagai “rencana”. Arikunto (2004:3)

mengemukakan bahwa istilah program jika

langsung dikaitkan dengan evaluasi maka

program didefinisikan sebagai suatu unit atau

kegiatan yang merupakan realisasi atau

implementasi dari suatu kebijakan,

berlangsung dalam proses yang

berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu

organisasi yag melibatkan sekelompok orang.

Ralph Tyler dalam Robert, et al.

(1983:25) mengatakan bahwa “evaluation as

the process of determining to what extent the

educational objectives are actually being

realized”. Kalimat tersebut dapat diartikan

bahwa evaluasi program adalah suatu proses

untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan

sudah dapat terealisasikan. Sedangkan definisi

yang lebih diterima oleh masyarakat luas

dikemukakan oleh Stufflebeam dan Cronbach

dalam Arikunto (2004:4) bahwa evaluasi

program adalah upaya menyediakan

informasi untuk disampaikan kepada

pengambil keputusan. Dari definisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa evaluator hanyalah

sebagai penyedia informasi yang selanjutnya

hasil dari evaluasi program tersebut diberikan

kepada pengambil keputusan untuk kemudian

dibuat menjadi sebuah kebijakan.

Menurut Arikunto (2004: 13) evaluasi

program diarahkan pada perolehan

rekomendasi sehingga tujuan evaluasi program

tidak boleh terlepas dari tujuan program yang

akan dievaluasi. Keduanya saling terkait

karena tujuan program itu merupakan dasar

untuk merumuskan tujuan evaluasi program.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan

evaluasi program harus dirumuskan dengan

titik tolak tujuan program yang akan

dievaluasi.

Stufflebeam (1985: 151) menyatakan

bahwa “The most important purpose of

evaluation is not to prove, but to improve“.

Kalimat ini menjelaskan bahwa tujuan evaluasi

adalah untuk meningkatkan, bukan untuk

membuktikan.

Pernyataan ‘meningkatkan’ mengandung

makna bahwa penilaian harus dilakukan

berkaitan dengan sesuatu yang memberikan

manfaat atau nilai. Dengan kata lain, seperti

yang dikemukan oleh Wirawan (2011:9)

bahwa istilah evaluasi berhubungan secara

khusus dengan pertanyaan tentang kualitas

(merit) dan manfaat (wort): “seberapa baik

buruknya atau tinggi rendahnya kualitas atau

kinerja program yang dievaluasi dan seberapa

tinggi atau rendahnya manfaat program dalam

kaitan dengan suatu tujuan atau standar

tertentu.

Menurut Arikunto (2004:13) ada dua

macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada

program secara keseluruhan, sedangkan tujuan

khusus diarahkan pada masing-masing

komponen. Agar dapat melakukan tugasnya

maka seorang evaluator program dituntut untuk

mampu mengenali komponen-komponen

program.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program

adalah untuk memperoleh informasi yang

tepat, terkini dan objektif berkaitan dengan

penyelenggaraan sebuah program. Informasi

yang digali dapat berupa input, proses, atau

produk dari sebuah program. Arikunto

(2004:8) mengemukakan bahwa ada empat

kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan

berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah

program keputusan yaitu:

1. Menghentikan program, karena dipandang

bahwa program tersebut tidak ada

manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana

sebagaimana diharpkan;

2. Merivisi program, karena ada bagian-

bagian yang kurang sesuai dengan harapan

(terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit);

3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan

program menunjukkan bahwa segala

sesuatu sudah berjalan sesuai dengan

harapan dan memberikan hasil yang

bermanfaat;

4. Menyebarluaskan program (melaksanakan

program di tempat-tempat lain atau

mengulangi lagi program di lain waktu),

karena program tersebut berhasil dengan

baik, maka sangatbaik jika dilaksanakan

lagi di tempat dan waktu yang lain.

Page 41: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

98 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Metode penelitian

Jenis penelitian ini dikategorikan

sebagai penelitian evaluasi. Penelitian ini

bertujuan mengumpulkan informasi yang dapat

digunakan untuk pengambilan keputusan lebih

lanjut guna memperbaiki dan meningkatkan

kualitas penyelenggaraan Program pendidikan

dan pelatihan ATC di masa yang akan datang.

Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan

ketersediaan informasi yang akurat dan

menyeluruh dari berbagai komponen yang ada

dalam penyelenggaraan program pendidikan

dan pelatihan ATC tersebut, sehingga model

evaluasi yang cocok digunakan dalam

penelitian evaluasi ini adalah model evaluasi

Context-Input-Process-Product (CIPP) dari

Daniel L Stuflebeam.

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

dengan didukung pendekatan kualitatif.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

mendapatkan hasil evaluasi yang mendalam

dan komprehensif. Pendekatan ini digunakan

untuk menangani data-data yang bersifat

kuantitatif (angka). Dengan pendekatan

tersebut diharapkan dapat diperoleh

pemahaman dan penafsiran yang lebih

menyeluruh mengenai Program Diklat ATC.

Pendekatan kualitatif digunakan dengan

didasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini

merupakan proses kajian terhadap perilaku

atau aktivitas para pelaku yang terlibat dalam

Program Diklat ATC.

Menurut Patton (1991:5) keuntungan

pendekatan kuantitatif adalah dapat mengukur

reaksi atas banyak orang ke dalam seperangkat

pertanyaan yang terbatas, kemudian

memfasilitasi perbandingan dan menghitung

secara statistik atas agregrasi data.

Fokus evaluasi ditujukan untuk lebih

mempertajam deskripsi obyek evaluasi yang

dilakukan berdasarkan tahapan evaluasi

Context-Input-Process-Product. Berikut ini

adalah uraian fokus evaluasi sesuai tahapan

Context-Input-Process-Product:

Pertama, fokus evaluasi context ditujukan

untuk mendeskripsikan pandangan minat

generasi muda terhadap dunia pertanian secara

nyata.

Kedua, fokus evaluasi input ditujukan untuk

mendeskripsikan karakteristik peserta Diklat,

fasilitator, penyelenggara, kurikulum

pembelajaran, serta sarana dan prasarana.

Deskripsi karakteristik peserta Diklat akan

berfokus pada jenjang sekolah tingkat SLTA,

prestasi belajar, dan keaktifan dalam

organisasi. Deskripsi karakteristik fasilitator

akan difokuskan kepada pengalaman

mengikuti Diklat, Pengalaman Mengajar,

pengetahuan tentang metode dan strategi

pembelajaran partisipatif dan teknik

memotivasi peserta Diklat, penguasaan

keterampilan menggunakan teknologi media

pembelajaran, serta komitmen terhadap tugas

dan kewajibannya sebagai fasilitator. Deskripsi

karakteristik penyelenggara akan berfokus

pada pengalaman mengikuti Diklat,

pengalaman menjadi pengelola Diklat,

kemampuan memberikan pelayanan prima

sesuai dengan indikator penyelenggaraan

Diklat yang telah ditetapkan. Deskripsi

karakteristik kurikulum pembelajaran akan

difokuskan pada tujuan, materi, strategi

pembelajaran, dan sistem penilaian. Deskripsi

tentang sarana dan prasarana akan berfokus

pada tempat belajar, perlengkapan belajar dan

bahan belajar.

Ketiga, fokus Evaluasi process ditujukan untuk

mengungkapkan proses pelayanan

penyelenggara terhadap peserta Diklat, proses

pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.

Deskripsi proses pelayanan penyelenggara

akan berfokus pada aktivitas penyelenggara

dalam melayani peserta Diklat, Deskripsi

proses pembelajaran akan berfokus pada

aktivitas peserta Diklat, aktivitas fasilitator,

serta aktivitas penyelenggara. Dan keempat

fokus Evaluasi product ditujukan untuk menilai

hasil yang dicapai oleh peserta Diklat setelah

mengikuti program pendidikan dan pelatihan

ATC.

Hasil Penelitian

Rendahnya minat generasi muda

khususnya calon mahasiswa untuk memilih

jurusan pertanian saat melanjutkan ke

Pendidikan Tinggi menjadi sebuah tanda tanya

besar pada bangsa yang dikenal sebagai

Negara agraris. Pandangan generasi muda yang

menganggap dunia pertanian sebagai suatu

yang kotor, penuh dengan lumpur, cangkul,

sabit, rumput, miskin dan keterbelakangan

perlu segera dirubah. Beberapa Negara maju

bahkan menjadikan sektor pertanian sebagai

unggulan dalam memacu pertumbuhan

ekonominya.

Demikian pula halnya dengan bangsa

Indonesia, disadari ataupun tidak oleh generasi

muda, peranan pertanian tetap penting dalam

pembangunan ekonomi nasional. Hasil analisis

data menunjukkan bahwa mayoritas generasi

muda masih menganggap pertanian belum

menjajikan masa depan yang lebih baik.

Meskipun mereka tetap memandang bahwa

Page 42: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 99

pertanian memegang peranan yang penting

dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini

dibuktikan dengan pilihan responden yang

memilih kecenderungan setuju sebanyak 40

orang atau 66% dan sangat setuju sebanyak 11

orang atau 18,3% bahwa pertanian memiliki

peranan yang penting dalam menopang

pembangunan ekonomi nasional. Hal ini tentu

dimaklumi mengingat mayoritas penduduk

negeri ini masih menjadikan nasi sebagai

makanan utama dalam memenuhi kebutuhan

karbohidratnya. Artinya, apabila terjadi

kelangkaan beras, maka negeri ini akan

mengalami ketidakstabilan secara ekonomi.

Meskipun memiliki peranan yang sangat

penting dalam menopang pembangunan

ekonomi nasional, mayoritas generasi muda

tetap beranggapan bahwa pertanian belum

menjanjikan bagi masa depan generasi muda.

Pandangan ini tentu ada benarnya jika melihat

kondisi kehidupan petani secara umum.

Dimana mayoritas petani yang ada di republik

ini masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa

sebanyak 43 orang atau 71,7% responden

memilih kecenderungan tersebut dan hanya 17

orang atau 28,3% yang beranggapan bahwa

pertanian tetap menjanjikan bagi masa depan

generasi muda.

Kondisi eknomi petani secara umum

memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

cara pandang generasi muda pada dunia

pertanian. Dan hal inilah yang akan membuat

generasi muda lebih tertarik untuk bekerja di

sektor non pertanian. Hasil pengumpulan data

menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan

responden adalah 46 orang atau 76,7%

memiliki kecenderungan tanggapan bahwa

generasi muda lebih tertarik bekerja pada

bidang non pertanian. Padahal jika ditelaah

lebih mendalam, maka diketahui bahwa

sesungguhnya pertanian memiliki peluang

yang besar. Ada banyak factor yang membuat

generasi muda tidak tertarik bekerja pada

sektor pertanian, diantaranya adalah masih

tingginya anggapan bahwa pertanian identik

dengan lumpur, kotor, dan kumuh. Padahal

bekerja pada sektor pertanian bukan berarti

harus turun ke sawah bermandikan lumpur,

atau harus berpakaian compang camping

sehingga nampak serba kumuh.

Saat ini adalah era modern, era

mekanisasi, era dimana mesin-mesin pertanian

memegang peranan yang dominan dalam

proses budidaya pertanian, sehingga bekerja

pada sektor pertanian sebagai praktisi

sangatlah mudah. Bahkan saat ini sudah sering

kita dengar bahwa banyak petani yang bisa

memperoleh penghasilan puluhan bahkan

ratusan juta rupiah dalam sekali musim tanam.

Mereka adalah para pemilik teknologi, mereka

adalah orang yang mampu memanfaatkan

peluang dengan mengambil keuntungan

melalui pemanfaatan teknologi pertanian

dalam proses budidaya, pascapanen dan

pengolahan hasil pertanian.

Dengan demikian persepsi bahwa

pertanian identik dengan lumpur tidaklah

benar. Meskipun demikian fakta yang ada

menunjukkan bahwa dari 60 responden yang

menjadi objek penelitian memiliki

kecenderungan pandangan yaitu 42 responden

atau 70% memiliki kecenderungan pandangan

bahwa pertanian identik dengan lumpur, kotor,

dan kumuh, dan hanya 18 responden atau 30%

yang memiliki kecenderungan tanggapan

bahwa pertanian tidak identik dengan lumpur,

kotor, dan kumuh.

Persepsi yang negative terhadap

pertanian di kalangan generasi muda ternyata

tidak berbanding lurus dengan persepsi

terhadap penampilan petani. Ini tentunya satu

hal yang positif, karena bisaanya generasi

muda sangat perhatian terhadap penampilan.

Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa

terdapat 48 responden atau 80% memiliki

kecenderungan tanggapan bahwa orang yang

bekerja di bidang pertanian tetap memiliki

penampilan yang menarik, sedangkan 12

responden atau 20% memiliki kecenderungan

tanggapan bahwa bahwa orang yang bekerja di

bidang pertanian memiliki penampilan yang

kurang menarik. Artinya jika patokan minat

adalah penampilan, maka sudah dimungkinkan

di masa yang akan datang banyak generasi

muda yang terjun de dalam dunia pertanian.

Salah satu harapan besar bangsa ini

adalah generasi muda yang akan menjadi

pelanjut pembangunan. Kualitas sebuah bangsa

sangat dipengaruhi oleh kualitas generasi muda

yang mereka miliki. Bahkan sejarah

perjuangan bangsa pun sangat identik dengan

generasi muda. Mengelola pertanian bukan

hanya membutuhkan modal fisik tanpa

ditunjang dengan pendidikan yang memadai.

Pengalaman bangsa ini sudah jelas, bahwa

mayoritas petani di negeri ini hidup di bawah

garis kemiskinan karena rata-rata tingkat

pendidikan yang kurang memadai. Bangsa

yang besar adalah bangsa yang memiliki

sumber daya manusia yang berkualitas.

Indonesia sebagai Negara agraris, sudah

semestinya memiliki fokus perhatian terhadap

pembangunan kualitas sumberdaya manusia

(SDM) yang akan terlibat pada sector

pertanian. Pandangan terkait pentingnya

Page 43: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

100 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

kualitas SDM dalam pembangunan pertanian

juga diaminkan oleh para generasi muda. Hasil

analisis data menunjukkan bahwa dari 60

responden, sebanyak 56 orang atau 93,3%

yang memiliki kecenderungan tanggapan

bahwa pertanian akan menjanjikan secara

ekonomi jika dikelola oleh SDM professional.

Pandangan tentang pertanian akan

menjanjikan secara ekonomi jika dikelola oleh

SDM professional tentu sangat

menggembirakan, karena ada sebuah kesadaran

bahwa untuk terlibat dalam dunia pertanian

secara serius tetap harus mempersiapkan diri

dengan bekal pendidikan yang memadai, baik

formal maupun informal. Pendidikan secara

formal tentu sudah dipahami oleh masyarakat

umum bahwa harus ditempuh melalui sekolah

mulai dari tingkat Pendidikan Dasar sampai ke

Perguruan Tinggi. Tapi mempelajari pertanian

melalui pendidikan non formal masih sangat

jarang di pahami oleh masyarakat, padahal

Kementerian Pertanian sudah menyiapkan

sarananya melalui Unit Pelaksana Teknis

(UPT) Diklat yang berada di bawah naungan

Badan Penyuluhan dan Pengembangan

Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP)

ataupun melalui Pusat Pelatihan Pertanian

Perdesaan Swadaya (P4S) yang dikelola oleh

petani dengan jenis kegiatan Diklat atau

magang.

Simpulan akhir dari penelitian ini

ditinjau dari aspek pandangan generasi muda

terhadap dunia pertanian sebelum mengikuti

Diklat ATC adalah sebanyak 39,79% memiliki

kecenderungan pandangan yang negative dan

60,21% memiliki kecenderungan pandangan

yang positif. Meskipun pandangan positif lebih

besar, tetapi aspek-aspek yang menjadi kunci

keterlibatan secara langsung dalam dunia

pertanian masih memiliki pandangan negative

yang lebih besar, yaitu persepsi tentang

“pertanian identik dengan lumpur” yang masih

mencapai angka 70%.

Kondisi yang berkembang di masyarakat

bahwa saat ini mayoritas yang banyak terlibat

secara langsung dalam dunia pertanian adalah

orang yang sudah berusia 45 tahun ke atas. Hal

ini menunjukkan bahwa mayoritas generasi

muda sudah tidak tertarik untuk bekerja di

bidang pertanian. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 73,3% responden

menyatakan kecenderungan tidak tertarik

bekerja pada bidang pertanian dan sebanyak

23,7% responden menyatakan kecenderungan

tertarik menjadikan dunia pertanian sebagai

pekerjaan utama. Hal ini tentu

memprihatinkan, karena kebutuhan akan

pangan setiap tahun semakin tinggi, sehingga

keterlibatan generasi muda yang berkualitas

untuk memajukan pertanian sangat dibutuhkan.

Hasil akhir dari penelitian pada aspek

minat generasi muda terhadap pertanian

sebelum mengikuti Diklat ATC adalah

sebanyak 55,23 memiliki kecenderungan tidak

berminat dan 44,7% memiliki kecenderungan

minat yang positif. Hal ini menunjukkan

bahwa minat generasi muda terhadap dunia

pertanian masih rendah.

Proses kegiatan pembelajaran

merupakan kegiatan inti dalam pelaksanaan

Diklat ATC. Kegiatan evaluasi proses

pembelajaran meliputi aktivitas peserta Diklat,

aktivitas fasilitator, dan aktivitas panitia

penyelenggara. Aktivitas peserta Diklat yang

menjadi domain evaluasi adalah tingkat

kehadiran setiap Peserta Diklat lebih dari 90%;

keaktifan peserta Diklat dalam mengemukakan

pendapat, ide atau pertanyaan dan komunikasi

yang timbal balik antara peserta Diklat dengan

fasilitator.

Evaluasi aktivitas panitia penyelenggara

Diklat meliputi aspek penyiapan daftar hadir

peserta, penyiapan dan pendistribusian bahan

belajar, penyiapan bahan praktek dan

koordinasi dengan fasilitator untuk kelancaran

proses pembelajaran.

Pada aspek penyiapan daftar hadir

peserta saat proses pembelajaran, hasil

penelitian menunjukkan bahwa 100%

responden menjawab dengan kecenderungan

bahwa panitia penyelenggara menyiapkan

daftar hadir saat proses pembelajaran.

Sedangkan pada aspek penyiapan dan

pendistribusian bahan belajar saat proses

pembelajaran, hasil penelitian menunjukkan

bahwa 100% responden menjawab dengan

kecenderungan bahwa panitia penyelenggara

menyiapkan dan mendistribusikan bahan

belajar.

Pada aspek penyiapan bahan praktek,

hasil penelitian menunjukkan bahwa 100%

responden menjawab dengan kecenderungan

bahwa panitia penyelenggara menyiapkan

bahan prektek saat proses pembelajaran

praktek. Sedangkan pada aspek kordinasi

dengan fasilitator, hasil penelitian

menunjukkan bahwa 100% responden

menjawab dengan kecenderungan bahwa

panitia penyelenggara melakukan koordinasi

dengan fasilitator untuk kelancaran proses

pembelajaran.

Pada keseluruhan aspek yang dievaluasi

dapat disimpulkan bahwa 100% responden

menjawab dengan kecenderungan bahwa

panitia penyelenggara melakukan kegiatan

dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa staf

Page 44: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 101

BBPP Batangkaluku sudah masuk dalam

standard yang dipersyaratkan untuk menjadi

panitia dalam kegiatan Diklat.

Pandangan peserta Diklat terhadap dunia

pertanian setelah mengikuti Diklat ATC adalah

sebanyak 16,26% memiliki kecenderungan

pandangan yang negative dan 84,74%

memiliki kecenderungan pandangan yang

positif terhadap dunia pertanian. Sedangkan

data pandangan peserta Diklat terhadap dunia

pertanian sebelum mengikuti Diklat ATC

adalah sebanyak 60,21% memiliki

kecenderungan pandangan yang negative dan

39,79% memiliki kecenderungan pandangan

yang positif terhadap dunia pertanian. Hal ini

menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan

cara pandang atau persepsi terhadap dunia

pertanian kea rah yang positif sebesar 17,53%.

Dari sisi ketertarikan terhadap jurusan

pertanian jika kelak melanjutkan di Perguruan

Tinggi, data menunjukkan bahwa 18,3%

responden menyatakan kecenderungan tidak

tertarik terhadap jurusan pertanian jika kelak

melanjutkan di Perguruan Tinggi dan sebanyak

81,7% responden menyatakan kecenderungan

tertarik terhadap jurusan pertanian jika kelak

melanjutkan di Perguruan Tinggi.

Dari sisi harapan mengembangkan dunia

pertanian, data menunjukkan bahwa 10,10%

responden menyatakan kecenderungan tidak

tertarik mengembangkan dunia pertanian dan

sebanyak 89,9% responden menyatakan

kecenderungan tertarik mengembangkan dunia

pertanian sekalipun tidak kuliah di jurusan

pertanian. Dari sisi ketertarikan untuk bekerja

pada bidang pertanian, data menunjukkan

bahwa 23,3% responden menyatakan

kecenderungan tidak tertarik bekerja pada

bidang pertanian dan sebanyak 76,7%

responden menyatakan kecenderungan tertarik

menjadikan dunia pertanian sebagai pekerjaan

utama. Selain itu juga diketahui bahwa data

minat peserta Diklat terhadap dunia pertanian

setelah mengikuti Diklat ATC adalah sebanyak

19,19 memiliki kecenderungan tidak berminat

terhadap dunia pertanian dan 80,81% memiliki

kecenderungan berminat terhadap dunia

pertanian. Sedangkan data minat sebelum

mengikuti diklat ATC diketahui sebanyak

55,23% memiliki kecenderungan tidak

berminat terhadap dunia pertanian dan 44,7%

memiliki kecenderungan berminat terhadap

dunia pertanian.

Evaluasi pandangan peserta Diklat

terhadap Diklat ATC meliputi urgensi Diklat

ATC dalam memahami dunia pertanian,

jumlah peserta, manfaat Diklat ATC, waktu

pelaksanaan, kemitraan pelaksanaan, dan

efektivitas Diklat. Hasil penelitian tentang

pentingnya Diklat ATC bagi generasi muda

dalam memahami dunia pertanian

menunjukkan bahwa 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC

sangat penting bagi generasi muda dalam

memahami dunia pertanian. Hal ini lebih jelas

lagi bila melihat hasil pilihan responden yang

pada kecenderungan sangat setuju yang

mencapai 81,7%.

Pada aspek jumlah peserta, hasil

penelitian menunjukkan bahwa 98,3%

responden memiliki kecenderungan bahwa

peserta Diklat ATC perlu ditingkatkan

jumahnya agar lebih banyak generasi muda

yang memahami dunia pertanian dan 1,7%

responden memiliki kecenderungan bahwa

peserta Diklat ATC tidak perlu ditingkatkan

jumahnya. Pada aspek manfaat Diklat ATC,

hasil penelitian menunjukkan bahwa 98,3%

responden memiliki kecenderungan bahwa

Diklat ATC sangat bermanfaat bagi generasi

muda dan 1,7% responden memiliki

kecenderungan bahwa Diklat ATC sangat

bermanfaat bagi generasi muda.

Pada aspek waktu pelaksanaan Diklat

ATC, hasil penelitian menunjukkan bahwa

91,7% responden memiliki kecenderungan

bahwa waktu pelaksanaan Diklat ATC

sebaiknya ditambah dan 8,3% responden

memiliki kecenderungan bahwa waktu

pelaksanaan Diklat ATC tidak perlu ditambah.

Pada aspek kemitraan dan sharing

pembiayaan, hasil penelitian menunjukkan

bahwa 98,3% responden memiliki

kecenderungan bahwa Sebaiknya

penyelenggara Diklat ATC bekerjasama

dengan Dinas Pendidikan Provinsi atau

Kabupaten dalam hal pembiayaan sehingga

jumlah peserta bisa ditingkatkan dan 1,7%

responden memiliki kecenderungan bahwa

penyelenggara Diklat ATC tidak perlu

bekerjasama dengan Dinas Pendidikan

Provinsi atau Kabupaten dalam hal

pembiayaan.

Pada aspek efektivitas diklat ATC dalam

mengubah cara pandang generasi muda

terhadap dunia pertanian, hasil penelitian

menunjukkan bahwa 98,3% responden

memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC

sangat efektif dalam mengubah cara pandang

generasi muda terhadap dunia pertanian dan

1,7% responden memiliki kecenderungan

bahwa Diklat ATC tidak efektif dalam

mengubah cara pandang generasi muda

terhadap dunia pertanian.

Pada aspek ilmu yang diterima saat

pelaksanaan diklat ATC, hasil penelitian

Page 45: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

102 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

menunjukkan bahwa 96,6% responden

memiliki kecenderungan bahwa Diklat ATC

banyak memberikan ilmu pengetahunan yang

tidak diperoleh di bangku sekolah.dan 3,4%

responden memiliki kecenderungan tidak

sepakat dengan pernyataan tersebut. Pada

keseluruhan aspek pandangan peserta Diklat

terhadap Diklat ATC yang dievaluasi dapat

disimpulkan bahwa 97,4% responden

menjawab dengan kecenderungan pandangan

yang positif dan 2,6% responden dengan

kecenderungan pandangan yang negative.

Dengan demikian maka penting untuk

dipertimbangkan oleh semua elemen yang

terkait agar ikut berpartisipasi dalam

pelaksanaan Diklat ATC di masa yang datang,

sehingga beberapa aspek yang perlu

ditingkatkan seperti jumlah peserta, aspek

kemitraan dan sharing pembiayaan dapat

direalisasikan.

Dari keseluruhan tanggapan peserta

terhadap diklat ATC dapat disimpulkan bahwa

Diklat ATC sangat penting bagi benerasi muda

dalam mengubah cara pandang dan minat

terhadap dunia pertanian.

Evaluasi manfaat Diklat ATC terhadap

peserta meliputi pemahaman terhadap dunia

pertanian, keterampilan yang diperoleh setelah

mengikuti Diklat ATC. Pada aspek

pemahaman terhadap dunia pertanian, hasil

penelitian menunjukkan bahwa 98,3%

responden memiliki kecenderungan lebih

memahami dunia pertanian setelah mengikuti

Diklat dan 1,7% responden memiliki

kecenderungan tidak memahami dunia

pertanian meskipun telah mengikuti Diklat

ATC. Pada aspek pemahaman terhadap

peluang yang ada pada bidang pertanian, hasil

penelitian menunjukkan bahwa 100%

responden memiliki kecenderungan memahami

bahwa banyak peluang yang menjanjikan di

bidang pertanian setelah mengikuti Diklat

ATC.

Pada aspek keterampilan teknis bidang

pertanian, 98,3% responden memiliki

kecenderungan bahwa mereka memiliki

tambahan keterampilan teknis budidaya

pertanian setelah mengikuti diklat ATC dan

1,7% responden memiliki kecenderungan

bahwa mereka tidak memiliki tambahan

keterampilan teknis budidaya pertanian

meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada

aspek pemahaman tentang perbanyakan

tanaman dengan cara okulas, 98,3% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

memahami cara perbanyakan tanaman dengan

cara okulasi setelah mengikuti Diklat ATC dan

1,7% responden memiliki kecenderungan

bahwa mereka tidak memahami cara

perbanyakan tanaman dengan cara okulasi

meskipun telah mengikuti diklat ATC.

Pada aspek keterampilan teknis bidang

pertanian, 98,3% responden memiliki

kecenderungan bahwa mereka dapat

melakukan perbanyakan tanaman dengan cara

okulasi setelah mengikuti Diklat ATC dan

1,7% responden memiliki kecenderungan

bahwa mereka tidak melakukan cara

perbanyakan tanaman dengan cara okulasi

meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada

aspek pemahaman tentang cara membuat

pupuk orgnik, 100% responden memiliki

kecenderungan bahwa mereka memahami cara

membuat pupuk organic setelah mengikuti

diklat ATC.

Pada aspek keterampilan tentang cara

membuat pupuk orgnik, 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

mampu membuat pupuk organic setelah

mengikuti diklat ATC. Pada aspek pemahaman

terhadap budidaya buah naga, 98,3%

responden memiliki kecenderungan bahwa

mereka memahami cara budidaya buah naga

setelah mengikuti diklat ATC. dan 1,7%

responden memiliki kecenderungan bahwa

mereka memahami cara budidaya buah naga

meskipun telah mengikuti diklat ATC. Pada

aspek pemahaman terhadap budidaya jamur

tiram, 100% responden memiliki

kecenderungan bahwa mereka memahami cara

budidaya jamur tiram setelah mengikuti diklat

ATC. Pada aspek pemahaman tentang cara

membuat keripik jamur tiram, 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

memahami cara membuat keripik budidaya

jamur tiram setelah mengikuti diklat ATC.

Pada aspek keterampilan tentang cara

membuat keripik jamur tiram, 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

mampu membuat keripik budidaya jamur tiram

setelah mengikuti diklat ATC. Pada aspek

pemahaman tentang cara mengolah kotoran

ternak menjadi biogas, 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

memahami cara mengolah kotoran ternak

menjadi biogas setelah mengikuti diklat ATC.

Pada aspek pemahaman tentang cara budidaya

sayuran secara organik, 100% responden

memiliki kecenderungan bahwa mereka

memahami budidaya sayuran secara organik

setelah mengikuti diklat ATC.

Pada aspek pemahaman tentang cara

mengoperasikan mesin tractor, 96.7%

responden memiliki kecenderungan bahwa

mereka memahami cara mengoperasikan mesin

tractor setelah mengikuti diklat ATC. dan 3,3%

Page 46: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 103

responden memiliki kecenderungan bahwa

mereka tidak memahami cara mengoperasikan

mesin tractor meskipun telah mengikuti diklat

ATC.

Pada aspek keterampilan teknis tentang

cara mengoperasikan mesin tractor, 95%

responden memiliki kecenderungan bahwa

mereka tidak mampu mengoperasikan mesin

tractor meskipun telah mengikuti diklat ATC.

Dan 5% responden memiliki kecenderungan

bahwa mereka tidak mampu mengoperasikan

mesin tractor meskipun telah mengikuti diklat

ATC. Pada keseluruhan aspek produk Diklat

ATC yang dievaluasi dapat disimpulkan bahwa

98,89% responden menjawab dengan

kecenderungan yang positif dan 1,11%

responden dengan kecenderungan yang

negative.

Dari keseluruhan tanggapan peserta

terhadap manfaat diklat ATC dapat

disimpulkan bahwa Diklat ATC sangat

bermanfaat bagi peserta Diklat khususnya

dalam merubah pandangat dan minat peserta

Diklat terhadap pertanian. Selain itu Diklat

ATC juga efektif dalam membekali

keterampilan teknis pertanian peserta Diklat.

Dengan demikian, maka kegiatan Diklat ATC

perlu terus dikembangkan oleh pihak pelaksana

kegiatan dalam rangka terus berperan aktif

dalam meningkatkan minat generasi muda

terhadap pertanian.

Salah satu tugas dan fungsi BBPP

Batangkaluku sebagai lembaga pemerintah

adalah memaksimalkan segala pemanfaatan

sumberdaya dalam meningkatkan kualitas dan

kuantitas sumberdaya manusia pertanian, baik

aparatur maupun non aparatur. Maka sejalan

dengan hal tersebut, maka sudah semestinya

kegiatan Diklat ATC yang dianggap mampu

memberikan kontribusi positif dalam rangka

meningkatkan minat generasi muda untuk

terlibat dalam dunia pertanian yang saat ini

kondisinya sangat memprihatinkan.

Sejalan dengan beberapa alas an yang

diungkapkan oleh peserta Diklat terkait hal-hal

yang menyebabkan mereka tidak tertarik

terhadap dunia pertanian adalah karena

pertanian masih dianggap belum menjanjikan

secara ekonomi bagi masa depan generasi

muda. Hal ini tentunya tidak terlepas dari

kondisi kehidupan petani yang ada saat ini, di

mana mayoritas masyarakat yang berprofesi

sebagai petani memilih tingkat penghidupan

yang kurang layak dari sisi ekonomi. Kondisi

ini tentu sangat memprihatinkan, karena posisi

petani yang sangat strategis dalam mendukung

keberhasilan pembangunan nasional.

Hampir seluruh kalangan masyarakat

Indonesia, bahkan masyarakat internasional

sangat menyadari pentingnya ketahanan

pangan. Dan elemen masyarakat yang menjadi

garda terdepan dalam mensukseskan ketahanan

pangan adalah petani. Oleh karena itu,

pemerintah sudah semestinya memberikan

regulasi yang lebih berpihak kepada

peningkatan kesejahteraan masyarakat petani

dalam rangka lebih meningkatkan minat

generasi muda terhadap pertanian.

Simpulan

Secara umum peserta Diklat sebelum

mengikuti Diklat ATC memiliki

kecenderungan pandangan bahwa dunia

pertanian belum menjanjikan buat masa depan

generasi muda. Tetapi setelah mengikuti Diklat

ATC mereka sudah berpandangan bahwa

pertanian menjanjikan buat masa depan

generasi muda.

Minat generasi muda terhadap dunia

pertanian secara umum masih rendah

khususnya pada aspek memilih jurusan

pertanian saat melanjutkan pendidikan ke

Perguruan Tinggi dan mengembangkan

pertanian sekalipun tidak memilih jurusan

pertanian dan bekerja secara professional di

bidang pertanian. Tetapi setelah mengikuti

Diklat ATC, terjadi perubahan minat kearah

yang lebih baik, baik pada aspek memilih

Jurusan Pertanian saat melanjutkan ke

Perguruan Tinggi maupun pada aspek

keinginan mengembangkan bidang pertanian

sekalipun kelak tidak kuliah di Jurusan

Pertanian.

Karakteristik Peserta Diklat secara

umum telah memenuhi kriteria karena berasal

dari 10 sekolah yang tersebar di 7

kabupaten/kota dan mayoritas peserta masuk

dalam peringkat 10 besar. Kecuali pada aspek

keaktifan dalam kegiatan ekstrakurikuler di

sekolah, data menunjukkan bahwa rata-rata

peserta Diklat tidak aktif dalam kegiatan

ekstrakurikuler sekolah, padahal ini merupakan

salah satu persyaratan yang diminta oleh

penyelenggara.

Karakteristik Fasilitator telah memenuhi

kriteria yang dipersyaratkan untuk menjadi

seorang fasilitator, seperti tingkat pendidikan,

pengalaman mengikuti Diklat, pengalaman

mengajar dan pemahaman terhadap program

diklat.

Karakteristik Panitia Penyelenggara

secara umum telah memenuhi kriteria yang

dipersyaratkan untuk menjadi seorang panitia,

mulai dari tingkat pendidikan, pengalaman

menjadi panitia dan pemahaman terhadap

Page 47: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

104 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

program Diklat. Hanya satu aspek yang belum

terpenuhi secara maksimal, yaitu masih

terdapat 30 % panitia yang belum memiliki

sertifikat Diklat Training of Course (TOC).

Aktivitas peserta diklat dalam proses

pembelajaran secara umum berada dalam

kategori baik, baik dari aspek kehadiran,

keaktifan maupun kerja kelompok.

Aktivitas fasilitator dalam proses

pembelajaran secara umum berada dalam

kategori baik mulai dari kegiatan dinamika

kelompok sampai dengan pemberian evaluasi

akhir. Metode yang banyak digunakan adalah

ceramah, tanya jawab dan praktek dengan

komposisi 20% teori dan 80% praktek,

Aktivitas Panitia penyelenggara dalam

proses pembelajaran secara umum berada

dalam kategori baik mulai dari proses registrasi

peserta sampai penutupan kegiatan Diklat.

Tanggapan peserta Diklat terhadap

Diklat ATC sangat positif, mereka

menganggap bahwa kegiatan yang

dilaksanakan selama Diklat berlangsung telah

memberikan banyak manfaat, mulai dari

budidaya pertanian, pengolahan limbah

pertanian, pengolahan hasil pertanian,

membuat analisa usaha sampai dengan

pemasaran hasil.

Tanggapan peserta Diklat terhadap dunia

Pertanian setelah mengikuti Diklat ATC sangat

positif, mereka menganggap bahwa ternyata

dunia pertanian memiliki banyak peluang yang

selama ini tidak terpikirkan.

Manfaat Diklat ATC terhadap peserta

Diklat adalah peserta Diklat bisa memiliki

keterampilan teknis dalam budidaya pertanian,

keterampilan dalam membuat pupuk organic,

keterampilan dalam mengoperasikan mesin

traktor, keterampilan dalam membuat keripik

jamur dan keterampilan teknis dalam budidaya

jamur tiram dan buah naga. Selain itu peserta

juga memiliki teman dan sahabat baru yang

berasal dari kabupaten kota yang berbeda.

Saran

Sebaiknya Diklat ATC dilaksanakan

secara kontinyu. Hal ini penting mengingat

manfaat yang dirasakan oleh peserta Diklat

terkait Diklat ATC dan di sisi lain adanya

wacana dari pihak BBPP Batangkaluku untuk

tidak lagi melaksanakan Diklat ATC di masa

yang akan datang.

Pelaksanaan Diklat ATC di masa yang

akan datang sebaiknya BBPP Batangkaluku

melakukan kerjasama dengan pihak

Kementerian Pendidikan Nasional melalui

Dinas Pendidikan Propinsi atau Dinas

Pendidikan Kabupaten Kota dalam hal

pembiayaan kegiatan. Hal ini dilakukan agar

jumlah peserta Diklat dapat ditingkatkan

sehingga semakin banyak generasi muda yang

berminat mengembangkan dunia pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Gusti Ngurah. (2004). Manajemen

Penulisan Skripsi, Tesis, dan

Disertasi. Jakarta. PT RajaGrafindo

Perkasa.

Anonym (2010). Standar Operasional

Prosedur Pelaksanaan Diklat. Balai

Besar Pelatihan Pertanian

Batangkaluku.

Anonym (2011). Laporan Penyelenggaraan

Agri Training Camp (ATC) Tahun

2011. Balai Besar Pelatihan Pertanian

Batangkaluku.

Anonym (2009). Buletin Pa’biritta Media

Informasi dan Komunikasi

Pendidikan. Makassar. LPMP

Sulawesi Selatan.

Arikunto, Suharsimi & Safruddin. (2004).

Evaluasi Program Pendidikan,

Pedoman Teoritis Praktis Bagi

Praktisi Pendidikan. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

BPPSDMP Kemtan. (2007). Pedoman

Penyelenggaraan Agri Training

Camp (ATC). Pusat Pelatihan

Pertanian. Jakarta

Brinkerhoff, Robert O, et al. (1983). Program

Evaluation, A practitioners Guide for

Trainers & Educators. Boston The

Hague Dordrecht Lancaster. Kluwer-

Nijhoff Publishing

Hasbi, Muhammad. (2006) Evaluasi

Penyelenggaraan Program

Pendidikan Berorientasi Kecakapan

Hidup dalam Bidang Pendidikan

Luar Sekolah. Tesis Magister, tidak

diterbitkan, Universitas Negeri

Yogyakarta, Yogyakarta.

Purwanto, Suparman. (1999). Evaluasi

Program Diklat. Jakarta: Penerbit

STIA-LAN Press.

Stufflebeam, Daniel L., & Shinkfield, Anthony

J. (1985). Systematic evaluation : a

self-instructional guide to theory and

practice. Boston: Kluwer-Nijhoff

Publishing.

Page 48: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Evaluasi Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pelatihan Agri Training Camp (ATC) Bagi Pelajar

Tingkat SLTA di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Wulansari Apriani 105

Stufflebeam, Daniel L., & Shinkfield, Anthony

J. (2007). Evaluation Theory, Models,

& Aplications.Jhon Wiley & Sons,

Inc.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian

Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung.

Penerbit Alfabeta.

Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan, Prinsip

dan Operasionalnya. Yogyakarta. PT

Bumi Aksara.

Uno, Hamzah B. & Mohamad, Nurdin. (2011).

Belajar dengan Pendekatan

PAILKEM. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Weiss, Carol H. (1972). Evaluation research.

New Jersey: Prentice Hall Inc.

Wirawan. (2011). Evaluasi Teori, Model,

Standar, Aplikasi, dan Profesi.

Jakarta. PT RajaGrafindo Perkasa.

Worthen, Blaine R. & Sanders, James R.

(1973). Educational Evaluation: Theory and

Practice. New York: Longman Inc.

Page 49: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

106 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Page 50: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 107

EKONOMI IDOLAKU BERSEMI LEWAT EKONOMI DINDING

Hadmawati *)

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan

Guru SMA Negeri 9 Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Pelajaran ekonomi merupakan pelajaran yang wajib dipahami oleh peserta didik khususnya yang

memilih peminatan IPS. Dalam kurikulum 2013 semua mata pelajaran berpotensi untuk dijadikan

sebagai pilihan bagi peserta didik dalam bentuk lintas minat. dalam ilmu ekonomi secara umum

banyak membicarakan tentang bagaimana fungsi dan peranan perekonomian dalam membangun

peradaban bangsa. Manusia sebgai mahluk sosial tentunya memerlukan interaksi, salah satu bentuk

interaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah di bidang perekonomian.

Dalam pendidikan formal materi ini disajikan mulai sejak kelas X sampai kelas XII bagi mereka yang

memilih peminatan IPS, tetapi dengan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang digulirkan oleh pemerinta

kepada sekolah sasaran sebagai bentuk perhatian dalam meningkatkan mutu dan karakter peserta

didik. Dalam mengajarkan mata pelajaran ekonomi perlu strategi yang tepat agar tujuan pembelajaran

dapat tercapai dengan baik. salah satu upaya yang penulis terapkan dalam tulisan ini adalah

memanfaatkan majalah dinding yang ada di sekolah yang selanjutnya diberi nama ekoding atau

ekonomi dinding.

Melalui kegiatan ini menarik bagi peserta didik dibuktikan dengan antusias mereka dalam mengikuti

perkembangan informasi yang berkaitan dengan mata pelajaran ekonomi dalam bentuk kegiatan “info

ekonomi”. kegiatan ini juga dilengkapi quis dan beberapa aktivitas lainnya yang kesemuanya

bertujuan untuk memotivasi dan meningkatkan aktivitas belajar kreatif bagi peserta didik.

Kata kunci: Teknik pembelajaran ekoding (ekonomi dinding).

Abstract *)

Economic lesson is a lesson that must be understood by the students especially who choose IPS

specialization. In the 2013 curriculum all subjects have the potential to serve as an option for learners

in cross-interest form. In economics in general a lot of talk about how the function and role of the

economy in building civilization of the nation. Humans sebgai social beings of course require

interaction, one form of interaction is mostly done by the community is in the field of economy.

In formal education this material is presented starting from class X to class XII for those who choose

IPS specialization, but with Curriculum 2013 which is currently being rolled out by the government to

target schools as a form of attention in improving the quality and character of learners. In teaching

economic subjects need the right strategy for the purpose of learning can be achieved well. One of the

efforts that writers apply in this paper is to use the wall magazine in the school which is then given the

name ekoding or economic wall.

Through this activity of interest to learners is evidenced by their enthusiasm in following the

development of information relating to economic subjects in the form of "economic info" activities.

This activity also features quis and some other activities which all aim to motivate and enhance the

creative learning activities for learners.

Keywords: Ecoding learning technique (economic wall).

Page 51: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

108 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

PENDAHULUAN

Sudah menjadi ketetapan bahwa pada

setiap jenjang pendidikan formal setiap

peserta didik wajib mengikuti pembelajaran

sampai tuntas. Peserta didik mengalami

kesulitan belajar yang dilatarbelakangi oleh

berbagai faktor, antara lain lingkungan,

social, serta lembaga pendidikan yang

ditempati peserta didik sehingga peserta didik

menjadi malas, tidak disiplin, dan tidak

antusias mengikuti pelajaran dan berdampak

pada prestasi belajar yang rendah. Seperti

halnya di SMA Negeri 9 Bulukumba karena

latar belakang input peserta didik yang sangat

heterogen sehingga karakter serta kemampuan

akademik peserta didiknya juga sangat

beragam, disamping itu pada pergantian jam

pelajaran yang berpotensi terjadi “loss time”

terlebih bagi peserta didik yang kurang

antusias mengikuti pelajaran selanjutnya.

Ketika guru belum sampai di kelas peserta

didik sudah meninggalkan kelas dengan

berbagai alasan.

Dari kondisi di atas peran gurulah yang

paling dominan untuk menjawab tantangan

tersebut, guru diharapkan bukan hanya

sekadar penguasan materi dengan performa

yang tinggi namun juga piawai melakukan

berbagai pendekatan, metode, cara serta siasat

yang mumpuni untuk mengantar peserta didik

menguasai materi ajarnya sebagai

tanggungjawab profesionalismenya sebagai

seorang pendidik. Inilah yang mengilhami

penulis untuk mengkaji berbagai pendekatan

sehingga menjatuhkan pilihannya kepada

“Ekonomi Dinding” tentu dilatarbelakangi

berbagai pendekatan yang lain sebelumnya

dan akhirnya lewat “Ekonomi Dinding”

masalah yang timbul setiap saat dapat penulis

atasi.

Masalah-masalah seperti di atas yang

kerap kali dihadapi oleh rekan rekan guru

yang penulis pandang merupakan hal yang

sangat esensial untuk dicarikan pemecahan

masalah karena dapat berdampak pada hasil

belajar peserta didik yang tertunya dapat

berakibat pada out cam peserta didik itu

sendiri dan juga reputasi lembaga atau sekolah

yang melakukan proses tersebut.

Persoalan seperti tersebut di atas jika

dibiarkan berlarut-larut maka akan

menimbulkan dampak yang dapat merugikan

serta berakibat buruk baik pada proses

terlebih-lebih lagi hasil belajar khususnya

mata pelajaran Ekonomi. Sebelum metode

Ekonomi dinding ini digunakan ada asumsi

dan opini yang berkembang pada diri peserta

didik yakni rasa benci terhadap pelajaran

Ekonomi, pelajaran Ekonomi membosankan,

dan berbagai asumsi serupa yang pada

umumnya menunjukkan ketidak tertarikan

pada mata pelajaran tersebut.

Berangkat dari asumsi tersebut di atas,

yang sebenarnya secara langsung penulis

dapatkan dari beberapa pernyataan peserta

didik ketika mereka berbincang-bincang

dengan temannya pada saat istrahat. Selain

itu, penulis secara sengaja mencari informasi

pada diri peserta didik mengenai tanggapan

mereka terhadap mata pelajaran Ekonomi.

Dengan demikian maka penulis beranggapan

bahwa ada hal yang perlu diluruskan

mengenai pemikiran peserta didik terhadap

mata pelajaran Ekonomi. Dengan dasar itulah

Ekonomi dinding ini mulai penulis terapkan

dan dikembangkan secara perlahan-lahan

dengan mengacu pada tujuan pembelajaran

yang diinginkan.

Dari permasalahan yang penulis hadapi

di SMA Negeri 9 Bulukumba, sebelumnya

telah dilakukan berbagai pendekatan, strategis

serta cara, diantaranya pemberian sangsi bagi

peserta didik yang terlambat masuk saat

perpindahan kelas dilakukan, remedial khusus

setelah pulang sekolah bagi peserta didik yang

belum memenuhi KKM pemberian tugas

tambahan dan berbagai cara lainnya.

Pendekatan yang penulis lakukan belum

membuahkan hasil yang harapkan, namun

penulis senantiasa berinovasi dan bertukar

informasi dan pengalaman dengan guru

lainnya. Penulis mencoba berinovasi yang pada

akhirnya menemukan ”Ekonomi Dinding”

yang menjadi solusi yang jitu, sederhana,

inovatif juga ekonomis tapi lestari, dengan

sedikit meluangkan waktu dari sebelumnya.

PEMILIHAN STRATEGI PEMECAHAN

MASALAH

Dalam kegiatan belajar mengajar

merupakan hal yang wajar jika terdapat

masalah yang ditemukan baik pada saat

perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.

Demikian pula halnya dengan mata pelajaran

Ekonomi yang memerlukan analisa dan

perhitungan sehingga lebih komleks. Dalam

memahami sebuah mata pelajaran tertentu

dapat dilihat dari berbagai asumsi antara lain

minat peserta didik sebagaimana yang

dikemukakan oleh Frymeir (dalam Rahim,

2008:28) mengidentifikasi enam faktor yang

memengaruhi perkembangan minat anak.

Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:

Page 52: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 109

1) Pengalaman sebelumnya; peserta didik

tidak akan mengembangkan minatnya

terhadap sesuatu jika mereka belum

pernah mengalaminya.

2) Konsepsinya tentang diri; peserta didik

akan menolak informasi yang dirasa

mengancamnya, sebaliknya peserta didik

akan menerima jika informasi itu

dipandang berguna dan membantu

meningkatkan sendirinya.

3) Nilai-nilai; minat peserta didik timbul jika

sebuah mata pelajaran disajikan oleh yang

berwibawa.

4) Mata pelajaran yang bermakna; informasi

yang mudah dipahami oleh anak akan

menarik minat mereka

5) Tingkat keterlibatan tekanan; jika peserta

didik merasa dirinya mempunyai beberapa

tingkatan pilihan dan kurang tekanan,

minat membaca mereka mungkin akan

lebih tinggi.

6) Kompleksitasan materi pelajaran; peserta

didik yang lebih mampu secara intelektual

dan fleksibel secara psikologis lebih

tertarik kepada hal yang lebih kompleks.

Ekonomi Dinding adalah wadah kreatif

dan inovatif yang dihadirkan oleh penulis

selaku guru Ekonomi di SMA Negeri 9

Bulukumba yang diharapkan untuk memancing

peserta didik sehingga timbul rasa cinta

terhadap mata pelajaran Ekonomi, pandangan

peserta didik yang selama ini melihat pelajaran

Ekonomi adalah momok bagi hampir semua

peserta didik dapat berubah menjadi

menyenangi dan bahkan mencintai.

Persepsi yang tertanam pada diri peserta

didik disebabkan oleh banyak hal seperti yang

telah penulis uraikan di atas, akan berubah

dengan sendirinya apabila seorang guru dengan

sabar dan penuh kreativitas menganalisa serta

meyakinkan peserta didik bahwa apa yang

mereka pikirkan itu tidak benar. Peserta didik

diperkenalkan secara sederhana dan

menyenangkan mengenai persoalan ekonomi

dengan cara dan metode yang menyenangkan

lewat ekonomi dinding.

Dalam wadah ekonomi dinding ini

dipandang oleh penulis dapat meminimalkan

masalah-masalah yang dihadapi oleh setiap

peserta didik terhadap mata pelajaran ekonomi

diantaranya, tidak tertariknya peserta didik

terhadap mata pelajaran ekonomi desebabkan

kurangnya pemahaman peserta didik terhadap

peran ekonomi terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan kemajuan suatu negara. Oleh

karena itu, dengan menyajikan informasi-

informasi terkini mengenai persoalan ekonomi

lewat media ”ekonomi dinding” ini dapat

menumbunhkan ketertarikan peserta didik

untuk mempelajari ekonomi lebih serius.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Eanes (dalam Rahim,

2008:24) menyarankan berbagai kegiatan yang

bisa memotivasi peserta didik dalam belajar.

Kegiatan yang dimaksud mencakup sebagai

berikut:

1) Menekankan kebersamaan dan kebaruan

(novelty)

2) Membuat isi pelajaran relevan dan

bermakna melalui kontroversi.

3) Mengajar dengan fokus antarmata

pelajaran

4) Membantu peserta didik memprediksi dan

melatih mereka membuat sendiri

pertanyaan tentang yang dipelajarinya.

5) Memberikan wewenang kepada peserta

didik dengan memberikan pilihan-pilihan

6) Memberikan pengalaman belajar yang

sukses dan menyenangkan

7) Memberikan kesempatan belajar mandiri

8) Memberikan umpan balik yang positif

sesegera mungkin

9) Meningkatkan tingkat perhatian

10) Meningkatkan keterlibatan peserta didik

dalam belajar.

Guru seharusnya terus-menerus

mengingatkan dirinya sendiri bahwa

kebersamaan sebenarnya bumbu kehidupan,

khususnya dalam kelas. Adakalanya beberapa

peserta didik di kelas membutuhkan

keberagaman. Oleh karena itu, peserta didik

yang senang dengan kegiatan yang rutin dan

menolak membuat perubahan-perubahan bisa

bosan mendapatkan hal yang sudah usang

berulang kali. Dengan menggunakan berbagai

strategi dan kegiatan bisa menjadi cara yang

mudah dan efektif untuk memotivasi peserta

didik.

Gagasan membuat pelajaran relevan dan

bermakna untuk kehidupan peserta didik itu

sendiri tidak perlu dilaksanakan terlalu

berlebihan. Guru bisa saja mendemostrasikan

hubungan topik pelajaran dengan segala

sesuatu tentang peserta didik, namun yang

labih penting ialah untuk selalu memotivasi

peserta didik. Dalam ekonomi dinding ini,

peserta didik dieksplorasi dengan kontroversi.

Sajikan isu kontroversi dengan segera pada

awal pelajaran, kemudian berikan kesempatan

kepada peserta didik menaggapinya dan

mengemukakan pendapatnya tentang isu

tersebut. Selanjutnya peserta didik diminta

untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan

mereka sebelumnya, yang mengarahkan

Page 53: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

110 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

mereka pada pendapat mereka sendiri. Biarkan

peserta didik mengemukakan sudut pandang

mereka yang berlawanan dari peserta didik

lain. Dengan demikian, peserta didik akan

terlibat secara aktif. Setelah peserta didik

memusatkan perhatian mereka, jelaskan

dengan cermat bagaimana topik hari itu

berhubungan terhadap isu yang sedang

didiskusikan.

Dengan berdasar pada hal tersebut

penulis meramu cara belajar yang sederhana

dan menyenangkan dengan memanfaatkan

mading atau majalah dinding yang selanjutnya

penulis beri nama Ekonomi dinding. Lewat

Ekonomi dinding gairah dan semangat belajar

peserta didik semakin meningkat demikian

pula hasil belajar yang memuaskan.

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

Untuk menjadi professional, seorang

guru dituntut memiliki lima hal, yakni:

Pertama, guru mempunyai komitmen pada

peserta didik dan proses belajarnya. Ini berarti

bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada

kepentingan peserta didiknya.

Kedua, guru menguasai secara mendalam

bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara

mengajarkannya kepada peserta didik. Bagi

guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak

dapat dipisahkan.

Ketiga, guru bertanggung jawab memantau

hasil belajar peserta didik melalui berbagai

teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam

perilaku peserta didik sampai tes hasil belajar.

Keempat, guru mampu berpikir sistematis

tentang apa yang dilakukannya, dan belajar

dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada

waktu untuk guru guna mengadakan refleksi

dan koreksi terhadap apa yang telah

dilakukannya. Untuk bisa belajar dari

pengalaman, ia harus tahu mana yang benar

dan salah, serta baik dan buruk dampaknya

yang ditimbulkan proses belajar peserta didik.

Kelima guru seyogyanya merupakan bagian

dari masyarakat belajar dalam lingkungan

profesinya, misalnya PGRI dan organisasi

profesi lainnya (Supriadi, 1999:98).

Peran seorang guru mengantarkan

peserta didik menjadi pembelajar adalah guru

harus bertindak sebagai ”facilitation”

memfasilitasi untuk mempermuda setiap

peserta didik memahami materi yang

diampuhnya, disamping itu guru harus

bertindak sebagai ”championing” memiliki

persepsi dan pernyataan positif serta

mendorong dan memotivasi setiap peserta

didik untuk belajar sungguh sungguh dari

materi yang diampuhnya, disamping itu guru

harus selalul memposisikan dirinya sebagai

”Inspiring” memberikan inspirasi atau

gambaran yang mendorong setiap peserta didik

untuk mempelajari materi yang diampuhnya.

Untuk memecahkan persoalan yang ada

dalam mata pelajaran Ekonomi di SMA Negeri

9 Bulukumba penulis melakukan beberapa

langkah kongkrit, sistematis, berencana, dan

edukatif (ekonomi dinding). Dalam penerapan

Ekonomi dinding dilakukan dengan empat

tahap yang bersinergi antara satu dengan yang

lainya. Keempat tahap tersebut yang dimaksud

adalah:

Info Ekonomi

Info yang dimaksud disini adalah setiap

saat saya selalu membuat tulisan berupa

informasi tentang ekonomi yang menarik untuk

dibaca para peserta didik. Dalam info ekonomi

dilengkapi dengan gambar serta cara kerjanya

dengan memberikan contoh yang kongrit

dalam kehidupan sehari-hari.

Info ekonomi bertujuan untuk menarik

perhatian pesrta didik memahami secara

mendasar filosofi ilmu ekonomi, dengan

harapan menumbuhkan rasa cinta kepada

peserta didik terhadap mata pelajaran ekonomi.

Dalam info ekonomi ini ditampilkan semenarik

mungkin yang sifatnya bisa mempengaruhi

atau memancing siapa saja yang melintas di

“ekonomi dinding” tersebut untuk

membacanya. Dengan membaca ekonomi

dinding, maka secara tidak langsung telah

mendapatkan informasi tentang pelajaran

ekonomi. Pada bagian bawa info ekonomi

penulis memberikan catatan yakni Sampaikan

kepada yang lain kalau ternyata ekonomi itu

Asyik.

Kuis Ekonomi

Cara lain yang juga dihadirkan penulis

lewat media ekonomi dinding adalah quiz

ekonomi yang pertanyaan-pertanyaannya

diambil dari materi yang berhubungan dengan

materi yang dibahas di kelas sehingga

diharapkan peserta didik akan semakin

cenderung bersungguh sungguh mempelajari

materi tersebut.

Kuisi ekonomi yang dimaksudkan

adalah berupa pertanyaan tentang materi

pelajaran yang telah diajarkan dalam beberapa

pertemuan yang sekaligus berfungsi sebagai

evaluasi. Soal dibuat berdasarkan tujuan yang

Page 54: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 111

ingin dicapai dengan menyesuaikan materi

yang telah diajarkan kepada peserta didik.

Bentuk soal disesuikan dengan jenis evaluasi

kadang berbentuk esai, pilihan ganda,

menjohkan dan yang lainnya tergantung

kesesuain materi yang akan dievaluasi.

The best student

The best studen merupakan langkah

ketiga dalam penerapan ekonomi dinding di

SMA Negeri 9 Bulukumba Provinsi Sulawesi

Selatan. Pada tahap ini penulis memeriksa hasil

pekerjaan peserta didik dan dan yang

memperoleh nilai paling tinggi dipajang di

”ekonomi dinding”. Dengan cara ini, ada

motivasi yang terbangun dari mereka untuk

mendapatkan nilai yang terbaik. Ada

kebanggan tersendiri bagi peserta didik ketika

mereka diberi selamat kepada teman-

temannya. Bahkan, salah satu bukti bahwa hal

atau kegiatan ini sangat dinantikan oleh peserta

didik apabila saya terlambat memasang nilai

mereka di ekonomi dinding ada rasa penasaran

dan tidak segan menagi kepada saya kapan

hasil evaluasinya di ekonomi dindingkan.

Kenyataan ini merupakan bukti nyata bahwa

ekonomi dinding sangat menarik untuk

diterapkan dan sudah terbukti meningkatkan

motivasi dan hasil belajar peserta didik di

SMA Negeri 9 Bulukumba.

Untuk lebih menambah semangat dan

motivasi belajar peserta didik saya

mengapresiasi peserta didik yang mendapatkan

nilai terbaik pada kegiatan tersebut. Demikian

pula dengan peserta didik lain diberi penguatan

bahwa mereka semua masih berkesempatan

yang sama untuk menjadi yang terbaik pada

kegiatan selanjutnya atau pada materi yang lain

dan tidak perlu berkecil hati tetapi sebaliknya

berusaha dengan lebih giat untuk menjadi yang

terbaik.

Pada kegiatan ini terjadi kompetisi yang

sifatnya edukatif dan hal ini tentunya menjadi

salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam

kegiatan proses belajar-mengajar dalam mata

pelajaran apapun. Bahkan tidak jarang ketika

ada momen tertentu mengumumkan nama

peserta didik yang mendapatkan nilai terbaik

pada saat upacara bendera atau menjelang

pelaksanaan ibadah salat bagi peserta didik

muslim. Hal ini dilakukan sebagai bentuk

reinforcemen skill dalam pembelajaran

ekonomi di SMA Negeri 9 Bulukumba

Provinsi Sulawesi Selatan.

Kenali aku (memajang gambar yang

berkaitan dengan ekonomi).

Untuk lebih menunjang keberhasilan

ekonomi dinding penulis juga

memperkenalkan sejumlah gambar yang terkait

dengan materi yang dibahas pada kegiatan

belajar-mengajar yang bertujuan agar peserta

didik semakin memahami dan mengenali

materi yang dimaksud seperti gambat kartu

ATM, cek, dan alat pembayaran tunai lainnya.

Dalam sesi kenali aku yang dipajang

adalah benda asli jika memungkinkan untuk

dipajang. Tetapi jika tidak memungkinkan

maka penulis cukup memajang gambar atau

maket dari benda yang dimaksud yang

dilengkapi dengan keterangan gambar.

HASIL YANG DICAPAI

Penerapan ekonomi dinding di SMA

Negeri 9 Bulukumba telah membawa

perubahan pada paradigma berpikir peserta

didik. Asumsi yang selama ini tertanap pada

peserta didik bahwa ekonomi itu susah berubah

menjadi ekonomi itu mudah dan

menyenangkan. Motivasi peserta didik juga

semakin meningkat seiring dengan prestasi

yang dicapai dalam mata pelajaran ekonomi.

Sebelum penerapan ekonomi dinding

kehadiran peserta didik hanya sekitar 90-98%

setiap pertemuan selalu ada peserta didik yang

mangkir dari pelajaran dengan berbagai alasan,

namun dengan ekonomi dinding kini telah

mencapai 100% bahkan mereka aktif mencari

informasi diberbagai sumber mengenai

pelajaran ekonomi. Kenyataan ini tentunya

merupakan bukti nyata yang dapat

dibanggakan dan dikembangkan untuk masa

yang akan datang.

Prestasi peserta didik secara terpadu

tampak jelas baik apektif, maupun kognitif.

Saat ekonomi dinding diterapkan di SMA

Negeri 9 Bulukumba semua peserta didik

memperoleh nilai di atas KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan tiga aspek

diantaranya kesukaran materi, kemampuan

peserta didik, dan daya dukung.

Antusias peserta didik terhadap ekonomi

dinding sangat tinggi karena mereka sudah

aktif dalam berbagai hal dan menganggap

bahwa ekonomi dinding itu sebuah kebutuhan.

Tidak ada lagi keterpaksaan karena sekadar

ikut belajar tetapi benar-benar karena rasa

ingin tahu yang tinggi.

Sebuah usaha yang sungguh–sungguh

dan maksimal akan menghasilkan buah yang

baik dan tentu berdampak pada peningkatan

prestasi peserta didik SMA Negeri 9

Bulukumba terkhusus mata pelajaran ekonomi,

Page 55: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

112 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Meski hanya sebuah wadah sederhana berupa

ekonomi dinding ternyata memberikan

pengaruh yang luar bisa terhadap sikap dan

perilaku setiap peserta didik terhadap mata

pelajaran ekonomi sehingga dapat dilihat dan

dirasakan hasilnya sungguh luar biasa seperti

berikut:

a. Peserta didik semakin hari semakin tertarik

dengan belajar ekonomi berkat suguhan

tulisan atau artikel lewat info ekonomi

b. Ekonomi menjadi perbincangan di berbagai

kesempatan terhadap peserta didik baik di

kantin maupun saat berada di tempat lain

dengan antusias ingin berpartisipasi dalam

menjawab quiz ekonomi

c. Ada pola sikap yang nyata terhadap diri

peserta didik terhadap antusiasme peserta

didik saat menghadapi tes atau evaluasi

karena tidak hanya sekedar hendak

memperoleh nilai baik tetapi semuanya ada

keinginan kuat hendak keluar sebagai

peserta hasil tes atau ulangan terbaik

dengan harapan keluar sebagai pemenang

pada media ”The Best Student” hal ini juga

menekan tingkat kerja sama peserta didik

saat tes atau ulangan.

d. Setiap peserta didik semakin mengenali

sejumlah informasi penting masalah

ekonomi lewat pajangan sejumlah benda

atau gambar yang diganti setiap saat.

Hal yang penulis lakukan ini dipandang

cukup inovatif karena selama ini pemanfaatan

majalah dinding untuk informasi umum dapat

menyedot perhatian setiap peserta didik namun

tidak pernah guru menangkap moment ini dan

tidak terpikir untuk mencoba memanfaatkan

pada mata pelajaran yang diampuhnya, setelah

penulis mencoba untuk melakukannya ternyata

hasilnya sungguh luarbiasa dan mengundang

perhatian setiap peserta didik.

Dari hasil dan berbagai pengalaman

yang diperoleh peserta didik tersebut lewat

media ekonomi dinding merupakan

pengalaman yang tak terlupakan mengingat

setiap moment-moment tersebut memiliki

makna tersendiri oleh setiap peserta didik,

misalnya bagaimana perjuangannya sehingga

dapat menjuarai quiz yang penulis hadirkan

lewat ekonomi dinding tersebut dan atau

bagaimana bangganya seorang peserta didik

jika hasil pekerjaan ulangannya menjadi

terbaik dan dipajang di wadah ekonomi

dinding dan dibaca oleh setiap peserta didik

yang lain. Hasil yang diperoleh yang luar biasa

tersebut menjadi sangat efisien karena guru

cukup menjadi ”Pacilitation, Championing dan

Inspiring’’ dan peserta didiklah yang lebih

banyak berusaha, disamping ekonomis karena

hanya bermodalkan kreativitas menghadirkan

media ekonomi dinding-nya sedangkan

materinya sama sekali tidak membutuhkan

biaya.

KENDALA YANG DIHADAPI DALAM

PENERAPAN STRATEGI

Setiap perubahan pasti akan

menimbulkan tantangan serta riak–riak yang

dapat bermuara pada frustrasi jika tidak

dikelola secara cermat dan berterima. Pada

dasarnya setiap orang dalam hidupnya

menginginkan perubahan kearah yang lebih

baik. Demikian pula juga seorang guru

senantiasa mengharapkan peserta didiknya

berprestasi namun terkadang niat baik tersebut

tertutupi oleh ”zona nyaman” yang

menimbulkan rasa malas sehingga guru bekerja

apa adanya.

Kondidsi di atas juga awalnya terjadi

pada diri penulis selaku guru ekonomi di SMA

Negeri 9 Bulukumba. Kondisi ini sangat

dirasakan ketika di lingkungan kerja tidak ada

tantangan dari pimpinan sekolah belum lagi

sebahagian guru-guru yang lain merasa cukup

dengan penyajian yang selama ini dilakukan

sehingga tidak berusaha memunculkan

kreativitas untuk mengantar setiap peserta

didik meraih prestasi terbaiknya terkhusus

pada mata pelajaran yang menjadi

tanggungjawabnya.

SIMPULAN

Pada SMA Negeri 9 Bulukumba dengan

majalah dinding yang representatif sehingga

sangat memungkinkan penulis untuk

mengembangkan ide dan kreativitas melalui

ekonomi dinding. Bahkan kegiatan ini setelah

penulis lakukan dan dikembangkan secara

bertahap peserta didik benar-benar bisa

mendapatkan referensi yang bermakna dan

menarik. Kondisi ini menjadi sebuah wahana

tersendiri bagi penulis untuk senantiasa

berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran

khususnya mata pelajaran Ekonomi yang

penulis ajarkan sesuai dengan latar belakang

pendidikan yang penulis miliki.

Ekonomi dinding sangat berpotensi

besar untuk dikembangkan dengan membuat

program yang terencana dan melengkapi

sarana dan prasarana yang dibutuhkan

sehingga prosesnya semakin menarik dan

bermanfaat. Sumber belajar bukan hanya guru

atau buku, melainkan lingkungan dan

sekitarnya dapat dijadikan referensi positif bagi

peserta didik.

Page 56: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Ekonomi Idolaku Bersemi Lewat Ekonomi Dinding Hadmawati 113

Peserta didik menyenangi hal-hal yang

baru sehingga sangat berpotensi besar jika

ekonomi dinding ini dikembangkan dengan

sentuhan teknologi seperti mendesain ekonomi

dinding dalam bentuk yang menarik layaknya

iklan-iklan yang sudah memanfaatkan

teknologi moderen ibarat sedang menonton

televisi atau layar lebar.

Apabila hal tersebut dapat diwujudkan

maka penulis sangat berkeyakinan ekonomi

akan menjadi pelajaran yang disenangi, dicintai

bahkan akan menjadi mata pelajaran yang

dibanggakan oleh peserta didik. Selain itu,

kesan mendalam akan tertanam pada peserta

didik serta menjadi media penyambung lida

bahawa ekonomi itu asik dan menyenangkan.

Berdasarkan hasil pengalaman penulis dapat

menyimpulkan bahwa:

1. Dengan Info ekonomi melalui ekonomi

dinding peserta didik dapat menumbuhkan

ketertarikan menekuni ekonomi lebih

lanjut sehingga muncul kesungguhan

dalam mengikuti proses KBM ekonomi di

kelas.

2. Dengan quiz ekonomi melalui media

ekonomi dinding peserta didik semakin

semangat mempelajari ekonomi terbukti

banyaknya peserta didik yang

memasukkan jawaban dari quiz ekonomi

tersebut.

3. Dengan dipajangnya “The Best Student”

lewat wadah ekonomi dinding peserta

didik semakin bersungguh-sungguh saat

dilakukan evaluasi serta budaya nyontek

juga semakin terkikis karena setiap

peserta didik berusaha selalu menjadi

“The Best Student” dan menjadi

kebanggaan tersendiri jika pekerjaan hasil

ulangannya terpajang di ekonomi dinding

tersebut.

4. Dengan memajam beragam gambar

ekonomi lewat kenali aku melalui

ekonomi dinding peserta didik semakin

tumbuh rasa penasaran ingin mengetahui

dan mengenali lebih jauh setiap alat yang

dipajang sehingga forsi Ekonomi saat

peserta didik membuka internet juga

mendapatkan bagian akibat adanya rasa

penasaran ingin mengenali lebih jauh

mengenai gambar yang dipajang.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan

Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:

Depdiknas.

Depdiknas. 2010. Supervisi Akademik; Materi

Pelatihan Penguatan Kemampuan

Kepala Sekolah; Jakarta: Depdiknas.

Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis

Kompetensi: Konsep, Karakteristik,

dan Implementasi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Sapari, Achmad. 2002. Pemahaman Guru

Terhadap Inovasi Pendidikan.

Artikel. Jakarta: Kompas (16 Agustus

2002).

Usman, Moh. Uzer. 1994. Menjadi Guru

Profesional. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Wahidin; 13 Faktor untuk menjadi Kepala

Sekolah Yang Efektif, 2008

Page 57: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

114 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Page 58: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 115

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal salah satu negara

agraris yang di dukung oleh dua musim yaitu

musim penghujan dan musim kemarau, maka

cocoklah untuk usaha pertanian. Itik salah satu

komoditi di bidang peternak yang merupakan

bagian dari pertanian, dimana ternak itik yaitu

ternak yang membutuhkan air untuk hidupnya.

Maka tak mengherankan bila usaha ternak itik

sangat cocok untuk dibudidayakan di negeri

ini. Apalagi ternak itik sebagai ternak yang

mudah untuk dipelihara karena tidak terlalu

menuntut terhadap perlakukan yang berlebih

dan tahan terhadap penyakit.

Selain dari kesesuaian dan kemudahan

pemeliharaan ternak itik, ada hal yang lebih

penting ialah adanya permintaan telur dan

daging itik yang terus mengalami peningkatan.

Kebutuhan ini tidak lepas oleh meningkatnya

pengetahuan konsumen terhadap nilai gizi

produk itik seperti telur itik. Tabel 1.

Tabel 1.

Kandungan Nutrisi Telur Itik dalam 100 gram

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI DAN PEMASARAN TELUR ITIK KELOMPOK

TANI PARDE’DE DESA GENTUNGAN KECAMATAN BAJENG BARAT

KABUPATEN GOWA

Rachmat Seno Adji *)

Widyaiswara Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku

Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

Email: [email protected]

Abstrak

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang diterima kelompoktani

Pparde’de, mengetahui saluran pemasaran, margin serta efisiensi pemasaran. Pengkajian ini

dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Febuari 2017, bertempat pada kelompoktani

Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Berdasarkan jumlah responden yang

berjumlah 15 orang peternak dan 3 pedagang pengumpul, maka semua pelaku menjadi responden

pengkajian. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerimaan usaha itik sebesar 111.700.000 dan

rata-rata pendapatan kelompok sebesar 40.731.000. Pada hasil pemasaran menunjukkan bahwa saluran

pemasaran telur itik di kelompoktani parde’de melalui satu saluran yaitu : petani pedagang

pengumpul; pedagang pengumpul pedagang pengecer. Hasil analisis margin pemasaran ditingkat

pedagang pengumpul pedagang pengecer besarannya 16,67 dan pedagang pengecer konsumen

sebesar 18%.

Kata Kunci: Pendapatan dan Pemasaran Telur Itik, Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan Gowa

Abstract *)

This study aims to determine how much revenue received KELOMPOKTANI Pparde'de, knowing the

marketing channels, margin and marketing efficiency. The assessment was conducted in January to

February 2017, held at the Desa Gentungan kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Based on the

respondents amounted to 15 farmers and 3 traders, which going to be source of information. The

assessment showed that “itik” business income amounted to 111.700.000 and the average income of

the group amounted to 40.731.000. In marketing results show that the marketing channels of duck

eggs in KELOMPOKTANI Parde'de through one channel, namely: farmers traders; traders

retailers. The results of the analysis of the marketing margin level traders magnitude retailer

16.67 and retailer customers by 18%.

Keywords: Revenue and Marketing Duck Eggs, kelompoktani Parde'de Gentungan village Gowa

No Kandungan Unsur Prosentasi Kandungan

1 Energi 189 kkal

2 Protein 13,1 gr

3 Lemak 14,1 gr

4 Karbohidrat 0,8 gr

5 Kalsium 56 mg

6 Fosfor 175 mg

7 Zat Besi 3 mg

8 Vitamin A 1230 IU

9 Vitamin B1 0,18 mg

10 Vitamin C 0 mg

Page 59: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

116 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Sumber Informasi Gizi: Berbagai

Publikasi Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia serta Sumber lain.

Kelebihan gizi telur itik, mendorong

banyaknya konsumen yang berminat untuk

mengkonsumsi telur itik baik dikonsumsi

secara langsung maupun sebagai bahan kue.

Meningkatnya peminat penggunaan telur itik

menjadi dasar para peternak memilih itik

sebagai komoditi dalam berusahatani, sehingga

tidaklah mengherankan peternakan itik mulai

mengalami perkembangan dari tahun ketahun.

Desa Bantimurung yang terletak di Kabupaten

Maros juga tidak ketinggalan para petaninya

mulai menggeluti akan ternak itik sebagai

usahatani dalam meningkatkan pendapatan

keluarga. Pilihan yang dilakukan oleh petani

bukan asal hanya memilih atau menetapkan,

tetapi didasarkan banyak hal seperti

bantimurung sebagai daerah yang cukup

didukung oleeh sumber air, letak lokasi yang

strategis karena tidak jauh dari kota

metropolitan Makassar dan daerah tersebut

juga merupakan daerah pertanian sehingga

didukungan oleh kebutuhan pakan yang cukup.

Dari keadaan tersebut, maka tak

mengherankan bila pertumbuhan ternak itik di

propinsi Sulawesi Selatan terus mengalami

peningkatan dari tahu ketahun. Pertumbuhan

populasi ternak itik ini berpengaruh terhadap

jumlah produksi telur seperti tertera pada

tabel 2.

Tabel 2.

Produksi Telur Itik Propinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2011 – 2015

Sumber Data Statistik

Tabel diatas menunjukkan produksi telur

itik dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan sejalan dengan peningkatan

konsumen terhadap permintaan telur itik. Dari

data tersebut menunjukkan betapa potensinya

kegiatan usaha ternak itik khususnya

kebutuhan telur itik yang terus meningkat.

Kondisi tersebut menunjukkan adanya peluang

usaha dalam budidaya itik petelur dalam

memenuhi kebutuhan telur itik masyarakat

Sulawesi Selatan.

Berdasarkan perkembangan populasi itik

yang terus mengalami peningkatan tidak

seirama dengan tingkat pendapatan peternak

itik. Kondisi ini tidak lepas dari pola

pemasaran produk telur itik yang begitu

panjang serta harga telur itik yang berfluktuasi

serta penetapan harga dilakukan secara sepihak

oleh para pedagang telur. Rendahnya harga

telur itik tidak lepas panjangnya mata rantai

pemasaran telur itik menyebabkan margin

pendapatan petani menjadi rendah.

Berdasarkan kondisi yang ada, maka

perlu dilakukan suatu pengkajian secara

mendalam tentang kurangnya margin

pendapatan peternak itik telur. Dalam

pengkajian ini pengkaji ingin melihat

sejauhmana panjang rantai pasar serta besarnya

margin pendapatan masing-masing saluran

pemasaran. Berkaiatan dengan hal tersebut

maka pengkaji akan melakukan kajian tentang

“Analisis Pendapatan Usaha Itik Petelur dan

Saluran Pemasaran Pada Kelompoktani

Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa.

Rumusan Masalah

Ternak itik sebagai ternak unggas yang

mempunyai kemampuan dalam menghasilkan

telur dan daging cukup tinggi dan mempunyai

daya adaptasi yang tinggi sehingga tidak

mengherankan bila ternak itik ini menjadi

pilihan para peternak. Pada pemeliharaan

ternak itik ini masih dilakukan secara

sederhana dan diusahakan secara tradisional

dengan jumlah yang tidak begitu besar

menyebabkan usaha ini masih sebatas usaha

sampingan.

Dalam usaha sampingan berpengaruh

terhadap margin pendapatan yang diperoleh

oleh peternak dimana terkait dengan harga jual

produk (telur) yang berkisar Rp 1,250/butir

cukup jauh dari bedanya

dengan harga ditingkat

konsumen yang mencapai

Rp 1.800/butir. Hal ini

menyebabkan margin

yang diterima oleh peternak menjadi rendah,

sehingga perumusan masalah yang perlu dikaji

dalam pengkajian ini adalah :

1. Berapa besar tingkat pendapatan peternak

itik petelur di daerah pengkajian dan faktor-

faktor apa yang mempengaruhinya?

2. Bagaimana bentuk pemasaran, saluran

pemasaran telur itik dari peternak sampai

konsumen di daerah pengkajian?

3. Apakah sistem pemasaran, saluran

pemasaran mulai dari produsen kepada

konsumen akhir pada setiap lembaga sudah

efisien?

No Jenis

Produk

Produksi/Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1. Telur 17.262 22.808 23.990 27.298 28.007

2. Daging

Page 60: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 117

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka

pengkajian ini diharapkan bertujuan untuk :

1. Mengetahui pendapatan peternak peternak

itik petelur di daerah pengkajian dan faktor-

faktor apa yang mempengaruhinya?

2. Mengetahui bentuk pemasaran, saluran

pemasaran telur itik dari peternak sampai

konsumen di daerah pengkajian?

3. Menganalisis sistem pemasaran, saluran

pemasaran mulai dari produsen kepada

konsumen akhir pada setiap lembaga sudah

efisien?

Manfaat Pengkajian

Pengkajian yang dilaksanakan diharapkan

dapat memberikan :

1. Sebagai bahan informasi dan bahan

pertimbangan bagi pihak dalam mengambil

keputusan untuk melakukan kegiatan

beternak itik petelur

2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang

ingin mengetahui saluran pemasaran telur

itik di Kelompoktani Parde’de Desa

Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa.

3. Sebagai bahan informasi bagi pelaku dalam

memilih saluran pemasaran serta menjadi

bahan pertimbangan bagi pengambilan

keputusan dalam menentukan kebijakan

yang berkenaan dengan pemasaran telir itik.

METODOLAGI PENELITIAN

1.1. Waktu dan Tempat

Pengkajian ini dilaksanakan selama

tiga bulan dari bulan januari sampai

dengan bulan Maret 2017. Adapun

Jadwal pelaksanaan pengkajian tertera

dalam lampiran 1. Lokasi pengambilan

data dilakukan pada kelompok tani

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten

Gowa.

1.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam

pengkajian ini berupa data primer dan

data skunder baik yang bersifat kualitatif

maupun kuantitatif. Data primer adalah

data yang diperoleh dari hasil

pengamatan (observasi) dan wawancara

langsung dilapangan dengan pelaku

lembaga-lembaga pemasaran seperti

petani, pedaganng pengumpul, pedagang

pengecer, suplier dan konsumen telur

itik. Kegiatan wawancara dilakukan

dalam usaha mengetahui kondisi dan

kegiatan yang dilakukan petani sampai

ketingkat pemasaran.

Sedangkan data skunder diperoleh

dari laporan atau catatan setiap petani,

dinas Pertanian dan Peternakan

Kabupaten Maros, BPS, artikel dan

literatur yang relevan dengan tujuan

kajian.

1.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh petani peternak itik petelur pada

kelompoktani Kelompoktani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa dengan populasi

itik 500 ekor.

1.4. Analisa Data

Analisa data yang digunakan untuk

mengetahui pendapatan usaha ternak itik

petelur di Kelompoktani Parde’de Desa

Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa dengan analisis

deskriptif. Adapun rumus biaya dan

pendapatan sebagai berikut (Hastuti dan

Rahim, 2007) :

1. Pendapatan

I = TR-TC

Keterangan :

I = Income

(Pendapatan usahatani itik)

TR = Total Revenue

(Total penerimaan)

TC = Total Cost

(Total biaya)

2. Total Penerimaan :

TR = P x Q – (TFC-TVC) Keterangan :

P = Price (Harga)

Q = Quantitas (Jumlah)

TFC = Total Fixed cost

(Total biaya tetap)

TVC = Total Variabel Cost

(Total biaya variabel).

3. Efisiensi Usaha

Untuk mengetahui efisiensi usahatani

digunakan rumus :

R/C Ratio = TR

TC Dengan kriteria keputusan sebagai

berikut :

Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani

buah naga efisien atau layak untuk

diusahakan.

Jika R/C Ratio ≤ 1, maka usahatani

buah naga tidak efisien atau tidak

layak untuk diusahakan.

Page 61: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

118 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

4. Saluran Pemasaran

Dalam mengetahui saluran

pemasaran dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif

yaitu dengan menelususri saluran

pemasaran telur itik dari tingkat

produsen ke tingkat konsumen.

5. Efisiensi Pemasaran

Untuk mengetahui efisiensi

pemasaran digunakan indikator:

margin pemasaran, distribusi

keuntungan, share harga, dan volume

penjualan.

a. Margin Pemasaran Margin

pemasaran dapat dihitung dengan

rumus:

MP = Pr-Pf

Keterangan :

MP = Margin Pemasaran

Pr = Harga konsumen akhir

Pf = Harga dari produsen

b. Distribusi Keuntungan

Besarnya distribusi keuntungan

tiap saluran pemasaran dapat

diukur dengan rumus :

DK = ((π/C) terendah)

((π/C) tertinggi)

Keterangan :

DK = Distribusi keuntungan

π = Keuntungan pemasaran

C = Biaya pemasaran

Kriteria keputusan :

Jika DK ≥ 0,5 berarti distribusi

keuntungan antar lembaga

pemasaran adil.

Jika DK < 0,5 berarti distribusi

keuntungan antar lembaga

pemasaran tidak adil.

c. Share Harga

Besarnya share harga yang

diterima petani/produsen (%)

dan harga eceran yang dapat

dihitung dengan menggunakan

rumus :

Sp = Pf x 100%

Pr Keterangan :

Sp = Bagian harga yang

diterima produsen

Pf = Harga ditingkat produsen

Pr = Harga ditingkat

konsumen

Kriteria keputusan :

Jika X > 60% berarti pemasaran telur

itik adil.

Jika X < 60% berarti pemasaran telur

itik tidak adil.

d. Volume Penjualan

Besarnya penjualan dapat dilihat

dari jumlah produksi telur itik yang

dijual produsen maupun lembaga

pemasaran yang dinyatakan dalam

kilogram/butir.

6. Kendala Usahatani

Dalam mengetahui kendala usahatani

dan pemasaran telur itik dianalisis secara

deskriptif dengan cara mengidentifikasi

setiap kendala usahatani telur itik yang

ditemukan pada saat penelitian

berdasarkan data yang diperoleh setelah

ditabulasi terlebih dahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendapatan Usaha Analisis pendapatan dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui besarnya

pendapatan yang diperoleh petani responden

pada usaha peternakan itik Kelompoktani

Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa. Untuk mengetahui

besarnya pendapatan yang diperoleh petani

responden, maka perlu diketahui terlebih

dahulu besarnya tingkat penerimaan yang

diperoleh serta biaya-biaya yang dikeluarkan

dalam melakukan suatu usaha peternakan itik

tersebut.

Pendapatan merupakan bagian yang

sangat penting dalam keberlangsungan usaha

pembuatan garam bagi petani responden.

Pendapatan usaha peternakan itik

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.

Penerimaan merupakan total nilai yang

diperoleh dari hasil kali antara jumlah produksi

dengan harga jual yang berlaku ditingkat

petani. Jadi, besar kecilnya penerimaan

ditentukan oleh besar kecilnya produksi dan

harga jual (Daniel, 2002).

Rata-rata produksi telur itik yang

dihasilkan petani responden usaha peternakan

itik di Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

selama satu kali produksi berbeda-beda

berdasarkan luas lahan yang diusahakan. Biaya

produksi adalah jumlah dari biaya tetap dan

biaya variabel, dimana setiap kegiatan usaha

peternakan itik tidak pernah terlepas dari biaya

Page 62: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 119

untuk mengelola usaha pemeliharaan itik agar

memperoleh hasil yang diharapkan.

Biaya tetap adalah biaya yang tidak

berpengaruh pada volume produksi, misalnya

pajak lahan. Biaya variabel adalah biaya yang

besar kecilnya di pengaruhi oleh besarnya

volume produksi, misalnya tenaga kerja. Pada

usaha ternak itik pendapatan/keuntungan

petani berasal dari selisih penerimaan

dikurangi biaya usaha (Rp 117.700.000 - Rp

76.969.000) yang nilainya sebesar Rp

40.731.000 sedang R/C ratio sebagai alat untuk

menghitung besarnya keuntungan usaha dan

merupakan hasil pembagian penerimaan dibagi

biaya usaha yang dikalikan 100 % , dengan

hasi 1,45 %

Tingkat pembagian margin pendapatan

dalam pemasaran telur itik dilakukan dengan

melakukan tingkatan tersebut maka dapat

ditentukan R/C ratio besarnya dengan tingkat

keuntungan besarannya. Pada tingkat

pendapatan peternak itik dengan jumlah ternak

500 ekor diperoleh rata-rata total penerimaan

sebesar Rp 111.700.000 dengan rata-rata total

biaya Rp 76.360.000, maka rata-rata

pendapatan Rp 34.731.000 pada Kelompoktani

Parde’de Desa Gentungan Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa.

Saluran Pemasaran Pemasaran merupakan sebagai proses

yang mengakibatkan aliran produk suatu

sistem dari produsen ke konsumen. Saluran

pemasaran terdiri dari sekelompok individu

atau lembaga yang mempunyai hak

kepemilikan atas barang-barang yang

dipasarkan dan membantu dalam penyampaian

hak kepemilikan tersebut dari produsen ke

konsumen. Dalam proses pengaliran atau

pergerakan barang dari tangan produsen

sampai ke tangan konsumen terdapat banyak

kegiatan-kegiatan yang saling bekerjasama

(Antara, 2012).

Lembaga pemasaran telur itik di

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

adalah individu yang menyelenggarakan

pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditinya

dari produsen ke konsumen akhir serta

mempunyai hubungan dengan individu

lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

maka lembaga pemasaran yang terlibat di

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

dalam menyalurkan komoditi telur itik dari

produsen ke konsumen terdiri dari:

1. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul merupakan

pedagang yang membeli telur itik langsung

dari petani di Kelompoktani Parde’de Desa

Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa. sebagai produsen. Hasil

pembelian tersebut dikumpulkan dan dijual

kembali kepada konsum.

Kelompoktani Parde’de Desa

Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa. hanya terdapat satu

saluran pemasaran telur itik yang meliputi

petani ke pedagang pengumpul, dan

konsumen akhir.

2. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer merupakan

pedagang yang membeli telur dari

pedagang besar, pengumpul atau langsung

dari peternak yang kemudian disalurkan

kepada konsumen.

Pedagang pengecer umumnya tersebar

di berbagai tempat mulai dari lokasi

peternakan itik, kota kecamatan/kabupaten

sampai kota kota Makassar.

Margin Pemasaran

Margin pemasaran garam adalah selisih

harga yang dibayarkan petani atau produsen

garam dengan harga yang dibayarkan oleh

konsumen. Dari hasil analisis margin

dimaksudkan untuk mengetahui biaya pada

lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran

pemasaran dalam proses produksi jual beli

telurbitik. Harga yang dibayar konsumen akhir

merupakan harga di tingkat pedagang

pengumpul. Perhitungan margin pemasaran

digunakan untuk mengetahui aliran biaya

pemasaran pada lembaga yang terlibat dalam

proses pemasaran (Bagus, 2011).

Dari hasil analisis margin dimaksudkan

untuk mengetahui penyebaran biaya pada

lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran

pemasaran dalam proses produksi jual beli

telur itik. Untuk menghitung margin

pemasaran pada saluran pemasaran telur itik

digunakan rumus sebagai berikut:

a) Harga Penjualan Pedagang Pengumpul

ke Konsumen – Harga Pembelian

ditingkat Petani

MP1 = Pr– Pf

= Rp 1.500/butir – Rp 1.250/butir

= Rp 250

b) Harga Penjualan Pedagang Pengumpul

ke Konsumen – Harga Pembelian

ditingkat Petani

MP2 = Pr - Pf

= Rp 1.800/butir – Rp 1.500/butir

= Rp 300

Page 63: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

120 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

c) Margin Total = M1 + M2

= Rp 250 + Rp 300

= Rp 550

Saluran pemasaran telur itik

Kelompoktani Parde’de Desa

Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa, harga jual ditingkat

petani sebesar Rp 1250 dan harga jual

pedagang pengumpul ke pedagang

pengecer sebesar Rp 1500, sehingga

margin yang diterima pedagang

pengumpul sebesar Rp 300. Sedang

biaya pemasaran ditingkat pedagang

pengumpul sebesar Rp 110/butir,

sehingga profit margin yang diterima

ditingkat pedagang pengumpul (Rp 250

– Rp 110 = Rp 140/butir). Selanjutnya

harga pembelian pedagang peengecer

sebesar Rp 1500 dan harga jual pada

tingkat konsumen sebesar Rp 1800,

sehingga profit margin yang diterima

pedagang pengecer sebesar Rp

300/butir. Sedang biaya pemasaran

ditingkat pedagang pengecer sebesar Rp

80/butir, sehingga profit yang diterima

pedagang pengecer sebesar (Rp 300 –

Rp 80 = Rp 220/butir).

Margin pemasaran telur itik adalah

selisih harga yang dibayarkan petani

atau produsen dengan harga yang

dibayarkan konsumen. Dari analisis

margin untuk mengetahui penyebaran

biaya setiap lembaga pemasaran dalam

kegiatan jual beli telur itik. Harga yang

dibayar konsumen adalah harga

ditingkat pengecer. Margin pemasaran

digunakan untuk mengetahui aliran

biaya pemasaran pada setiap lembaga

yang terlibat dalam proses pemasaran

(Bagus, 2011)

Efesiensi Tataniaga Efisienai pemasaran diukur berdasarkan

pada perbandingan dua harga dalam persamaan

nilai presentasi (%), maka besar efisiensi

pemasaran, makin besar bagaia yang diterima

petani (Sisfahyuni, dkk, 2008). Untuk

mengetahui efisiensi pemasaran telur itik di

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

pada saluran pemasaran digunakan rumus

sebagai berikut :

a. Saluran pemasaran Petani Pedagang

Pengumpul

Sp = Pf/Pr x 100 %

= (250 / 1.250) x 100 %

= 16,67 %

b. Saluran pemasaran Pedagang pengumpul

Pedagang Pengecer

Sp = Pf/Pr x 100 %

= (300 / 1.800) x 100 %

= 17,997 % = 18 %

Berdasarkan data tentang share harga

menunjukkan ni;ai besaran 16,67pada tingkat

pengumpul dan tingkat pedagang pengecer

sebesar 18%, dimana nilai ini lebih kecil dari

60 % maka nilai pemasaran ini tidak adil.

Sedang Sudiyono (2004), mengatakan

rendahnya efisiensi system pemasaran

ditunjukkan dari tingginya biaya pemasaran.

Secara konseptual, system pemasaran dapat

dianggap efisien apabila memenuhi

persyaratan antara lain mampu menyampaikan

hasil dari petani produsen kepada konsumen

dengan biaya murah, dan mampu mengadakan

pembagian keuntungan secara adil pada

keseluruhan harga yang dibayarkan oleh

konsumen akhir kepada pihak yang ikut serta

dalam kegiatan pemasaran. Dari hasil

perhitungan menunjukkan Sp lebih kecil dari

60,

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Usaha Peternakan itik Kelompoktani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa memberikan beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pendapatan rata-rata yang diperoleh petani

usaha ternak itik di Kelompoktani

Parde’de Desa Gentungan Kecamatan

Bajeng Barat Kabupaten Gowa. dari yang

diusahakan dalam peternakan itik produksi

sebesar Rp 111.700.000

2. Pedagang pengumpul membeli telur itik

dengan petani mulai dari harga Rp

1.200/butir sampai Rp 1300/butir,

3. Saluran Pemasaran telur itik di

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten

Gowa. terdiridari 1 saluran, yaitu : Petani

ke Pedagang Pengumpul ke Konsumen,

4. Hasil perhitungan bahwa total margin

pemasaran di Desa Gentungan Kecamatan

Bajeng Barat Kabupaten Gowa. pada

saluran pemasarannya adalah sebesar Rp

550

5. Hasil perhitungan efisiensi pemasaran

menunjukkan bahwa pemasaran

Kelompoktani Parde’de Desa Gentungan

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten

Gowa. di tingkat petani → pedagang

pengumpul sebesar 100% dan di tingkat

Page 64: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Pemasaran Telur Itik Kelompok Tani Parde’de

Desa Gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa Rachmat Seno Adji 121

pedagang pengumpul → konsumen sebesar

16,67dan 18%.

SARAN Melalui penelitian ini, penulis berharap

pemerintah perlu menetapkan harga telur itik

sehingga tidak merugikan kedua belah pihak

karena harga yang diterima petani terkadang

tidak sesuai dengan yang diinginkan petani

dalam menjalankan usahanya sehingga petani

dapat meningkatkan pendapatannya dan

memiliki keberlanjutan yang pada akhirnya

dapat meningkatkan posisi tawar petani.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. Setiajie, I. 2008. Analisis

Perkembangan Harga dan Rantai

Pemasaran Komoditas Cabai Merah di

Provinsi Jawa Barat. Pusat analisis social

ekonomi dan kebijakan pertanian

Departemen Pertanian.

Antara, M. 2012. Agribisnis dan

Penerapannya dalam Penelitian. Edukasi

Mitra Grafika. Palu.

Bagus, N. G. 2011. Analisis Pendapatan dan

Pemasaran Usahatani Cabai Merah

Keriting Di Desa Sidera Kecamatan Sigi

Biromaru Kabupaten Sigi. Skripsi Jurusan

Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Tadulako. Palu.

Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi

Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

http://www.organisasi.org/1970/01/isi-

kandungan-gizi-telur-bebek-komposisi-

nutrisi-bahan-makanan.html

Sisfahyuni, Ludin, Taufik dan M.R. Yantu,

2008. Efisiensi Tataniaga Komoditi

Kakao Biji Asal Kabupaten Parigi

Moutong Propinsi Sulawesi Tengah. J.

Agribisnis 9 (3) : 150 –159.

Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian.

Universitas Muhammadiyah Malang

Press. Malang.

Widodo. S. dan Ihsannudin. 2010. Pengelolaan

Sumberdaya Lahan Guna Pencapaian

Swasembada Garam Nasional. Prosiding.

Seminar Nasional Reformasi Pertanian

Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan.

Surabaya.

Page 65: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

122 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Page 66: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan

Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 123

PENDAHULUAN

Revolusi di bidang Pendidikan ditandai

dengan adanya pergeseran paradigma belajar.

Paradigma tradisional percaya bahwa belajar

yang baik adalah penuh disiplin, patuh, guru

sebagai satu-satunya sumber ilmu. Sementara

itu nampak bahwa hasil dari proses

pembelajaran semacam itu menciptakan siswa

dan guru monoton, statis dan oleh karena itu

saat ini guru sebagai pengelola kegiatan

pembelajaran dituntut hendaknya lebih

mengacu kepada pembelajaran aktif, inovatif,

kreatif, efektif, efisien, menyenangkan dan

bermakna bagi siswa. Maka guru harus

memilih metode dan teknik pembelajaran yang

dapat menghindarkan keadaan DDCH (Duduk

Dengar Catat dan Hapal), penggunaan media

pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat

mempermudah proses penerimaan materi

pelajaran yang disampaikan pendidik dan

sudah barang tentu akan mempermudah

pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran

dikarenakan peserta didik akan lebih

termotivasi dalam mempelajari materi bahasan.

Pada saat tiba kegiatan ulangan, baik itu

ulangan harian dan ulangan umum

(semesteran), siswa dituntut untuk menguasai

banyak materi sekaligus, kadang-kadang dapat

membuat anak terbebani merasa tertekan yang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RECALL MEMORY DENGAN PENGGUNAAN

GAPLE CARD DALAM BELAJAR EKONOMI

Ermiwati *)

Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan

Guru SMA Negeri 7 Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Dalam membicarakan kajin proses belajar-mengajar khususnya teknik, metode, strategi dan model pembelajaran sering diartikan tumpang tindih karena definisi yang sulit untuk dibedakan. Meskipun demikian, keempat istilah tersebut pada dasarnya memiliki perbedaan yang mendasar dalam penerapannya. Dalam kajian ini dibicarakan tentang metode recall memory. Pendekatan memori adalah suatu model pembelajaran yang secara khusus berupaya memusatkan diri dalam mengembangkan kemampuan mengingat dan menghafal pada diri subjek belajar, tujuannya untuk meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar. Metode recall memory diterapkan dengan menggunakan media Gaple Card atau yang lasim disebut kartu domino. Pemakaian Gaple Card ini prinsipnya sama dengan permainan kartu gaple (Domino) yang berjumlah 28 kartu.Kegiatan pemakaian Gaple Card ini dapat dilakukan diluar ruangan seperti taman sekolah, dilapangan atau ditempat-tempat terbuka lainnya. Hanya saja, gaple yang dimaksud dalam tulisan ini tidak sama dengan gaple yang sering ditemukan di mana-mana sebagai alat bermain bagi anak-anak hingga dewasa. Gaple ini dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan pembelajaran ekonomi di jenjang SMA. dengan menggunakan metode recall memory dengan media gaple ternyata hasil belajar dan aktivitas belajar ekonomi mengalami peningkatan yang signifikan.

kata kunci: Metode recall memory dengan media Gaple Card

Abstract *)

In discussing the process of teaching and learning, especially techniques, methods, strategies and learning models are often interpreted as overlapping because the definitions are difficult to distinguish. Nevertheless, these four terms basically have a fundamental difference in its application. In this study talked about the method of recall memory. The memory approach is a learning model that specifically attempts to focus on developing the ability to remember and memorize on the subject of learning, the goal is to improve the memory for the subject of learning. The recall memory method is applied by using Gaple Card or lasim media called dominoes. The use of Gaple Card is in principle the same as the game gaple card (Domino) which amounted to 28 cards. Activities Gaple Card usage can be done outside the room like a school park, field or other open places. However, the gaple in this paper is not the same as the gaple that is often found everywhere as a playground for children to adulthood. Gaple is specially designed in accordance with the needs of economic learning in SMA. By using the method of memory recall with gaple media turns out the learning and learning activities of the economy experienced a significant increase.

Keywords: Recall memory method with Gaple Card media

Page 67: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

124 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

akhirnya dampaknya hasil ulangan dan

semesteran jatuh atau kurang memuaskan dan

dibawah KKM.

Upaya dari guru sendiri dalam rangka

merecall memory mereka dari waktu ke waktu,

guru terjebak dengan kegiatan yang itu-itu saja,

kebanyakan yang dilakukannya yaitu dengan

jalan membahas soal, dan walaupun ada

pengayaan metodenya masih konvensional,

dengan pendekatan ceramah dan

mengharapkan siswa menjadi pendengar tanpa

banyak melakukan aktivitas yang melibatkan

dirinya dalam proses pembelajaran.

METODE RECALL MEMORY

Pendekatan memori adalah suatu model

pembelajaran yang secara khusus berupaya

memusatkan diri dalam mengembangkan

kemampuan mengingat dan menghafal pada

diri subjek belajar, tujuannya untuk

meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar

(Joyce and vocil dalam Sudjana, 1989). Dalam

pembelajaran Memory menekankan pada

upaya memperkuat dorongan internal subyek

belajar untuk memahami, menggali dan

penguasaan konsep, siswa dituntut untuk

bertanggung jawab pada diri sendiri, bahwa

dalam kurun waktu tertentu. Setelah proses

pembelajaran, siswa harus Merecall Memory

konsep-konsep yang sudah mereka terima.

Pembelajaran Recall Memory dilandasi

oleh pandangan Konektionisme yang

menyatakan bahwa pembentukan hubungan

antara stimulus dan respon akan terjadi suatu

hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat

latihan yang terus menerus, hubungan antara

stimulus dan respon itu akan menjadi terbiasa,

Modul PTBK 2004:20. Guru selain

memberikan pengetahuan juga harus

mengupayakan suatu proses pembelajaran

yang menyenangkan, sehingga siswa merasa

terespon dan mau melibatkan dirinya di dalam

proses pembelajaran. Berhasil tidaknya suatu

proses faktor dari dalamlah yang

mempengaruhi, karena jika semula sudah

tertarik maka guru akan dengan mudah untuk

belajar bersama.

MEDIA GAPLE CARD

Alat peraga Gaple Card termasuk alat

peraga dua dimensi, artinya alat yang

mempunyai ukuran panjang dan lebar (Nana

Sudjana, 1999:101). Agar penggunaan alat

peraga tersebut dapat mencapai hasil yang

baik, maka perlu memperhatikan sejumlah

prinsip tertentu (Sudjana, 1997) yaitu :

1. Menentukan jenis alat peraga yang tepat

artinya sebaiknya guru memiliki terlebih

dahulu alat peraga manakah yang sesuai

dengan tujuan dan bahan pelajaran yang

hendak diajarkan.

2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek

dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan

apakah penggunaan alat peraga itu sesuai

dengan tingkat kematangan/kemampuan

anak didik.

3. Menyajikan alat peraga dengan tepat,

artinya teknik dan metode penggunaan alat

peraga dalam pengajaran disesuaikan

dengan tujuan bahwa metode, waktu dan

sarana yang ada

4. Menempatkan atau memperlihatkan alat

peraga pada waktu, tempat dan situasi yang

tepat, artinya kapan dan situasi apapun

dapat menggunakan alat peraga, tentu saja

tidak setiap saat atau selama proses belajar

mengajar terus menerus memperlihatkan

atau menyajikan sesuatu dengan alat

peraga.

Penggunaan Gaple Card (alat peraga) ada

enam tahapan yaitu :

1. Menetapkan tujuan mengajar.

2. Persiapan guru, memilih dan menetapkan

alat peraga.

3. Persiapan kelas, siswa atau kelas harus

mempunyai persiapan. Mereka harus

dimotivasi agar dapat menilai,

menganalisis, menghayati pembelajarannya

dengan alat peraga.

4. Langkah penyajian pembelajaran dan

peragaan.

5. Langkah kegiatan belajar pada tahap ini

siswa dalam pemakaian alat peraga dapat

dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas.

6. Langkah evaluasi, sejauh mana alat peraga

sebagai alat pembelajaran dapat menunjang

keberasilan proses pembelajaran.

Pemakaian Gaple Card ini prinsipnya

sama dengan permainan kartu gaple (Domino)

yang berjumlah 28 kartu.Kegiatan pemakaian

Gaple Card ini dapat dilakukan diluar ruangan

seperti taman sekolah, dilapangan atau

ditempat-tempat terbuka lainnya. Pemakaian

kartu Domino ini dipakai karena kartu ini

sangat akrab dengan keseharian mereka yang

berada di lingkungan Kumis (Kumuh dan

Miskin) pada waktu penulis observasi ke

lingkungan mereka penulis sering menemukan

Page 68: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan

Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 125

sekelompok orang yang bermain kartu domino

yang kelihatannya sangat menyenangkan,

semakin kartu itu dibanting semakin puaslah

mereka.

Penulis berfikir mungkin anak-anak pun

demikian mereka sebenarnya ingin mencoba

tetapi karena imej selama ini kartu domino itu

digunakan utuk hal-hal yang negatif semisal

berjudi sehingga biasanya para orang tua tidak

memperbolehkan anak-anaknya bermain kartu

Domino. Penulis ingin memberikan nuansa

yang baru pada mereka bahwa dengan kartu

Domino dapat dipakai untuk pembelajaran

siswa, sehingga yang tadinya merupakan

permainan yang tabu bagi mereka berubah

menjadi permainan yang sarat dengan

pembelajaran dan dapat dilakukan dimana saja,

kapan saja, dan tentunya menyenangkan dan

mengasyikkan.

KELEBIHAN METODE RECALL

MEMORY DENGAN PENGGUNAAN

GAPLE CARD

Kelebihan metode ini baru dapat kita

rasakan saat kita mempraktekkannya sesuai

dengan aturan main yang ditetapkan.

Kelebihan itu antara lain :

( 1 ) Bagi Guru

Guru hanya sebagai fasilitator

Dapat mempermudah pengelolaan

kelas

Dapat menilai kemampuan anak

Dapat mendeteksi kelas mana yang

lamban dan kelas mana yang cepat

menyelesaikan pertanyaan (kelas

akselerasi)

( 2 ) Bagi Siswa

Digunakan sebagai latihan (Trial

and error) dalam menjawab soal

ulangan

Dapat mengetahui potensi diri pada

kelasnya (self assesment)

Meningkatnya monifasi belajar

siswa

Meningkatkan atensi dan

konsentrasi siswa (bisa terjebak

pada kesalahan yang sama yang

dilakukan oleh orang lain)

Dapat mengembangkan sikap

kontrol penelitian

( 3 ) Situasi dan kondisi belajar mengajar

Dapat menciptakan situasi belajar

yang child centered

Meningkatkan situasi pembelajaran

dua arah

Terlaksana situasi pembelajaran

yang menyenangkan

PENDAPAT SISWA TENTANG METODE

RECALL MEMORY DENGAN MEDIA

GAPLE CARD

Tabel diatas menunjukan bahwa

sebagian besar anak yakni 83% anak suka

pelajaran ekonomi dengan metode Recall

Memory dengan media Gaple Card dan hanya

17% anak yang kurang senang.

LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Model pembelajaran Recall Memory

dengan permainan Gaple Card dapat

meningkatkan mutu pembelajaran, karena

menurut Rochman Natawijaya dalam Buku

Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan

Sosial (Hal 29) faktor keberhasilan dalam

melaksanakan proses pembelajaran

dipengaruhi antara lain:

1) Diri siswa sendiri sebagai pelaku utama

dalam proses pembelajaran.

2) Diri guru sebagai pengelola proses belajar

mengajar dengan segala keunikannya.

NO PERTANYAAN

JAWABAN

Ya Tidak

1 Apakah kamu tertarik

mempelajari materi

Uang, Bank dan Lembaga

Keuangan Bukan Bank

dengan menggunakan

metode Recall Memory

dengan media Gaple Card

87,5% 12,5%

2 Apakah belajar ekonomi

dengan metode Recall

Memory dengan media

Gaple Card dapat

memenuhi kebutuhan

yang kamu harapkan

75% 25%

3 Apakah belajar ekonomi

dengan menggunakan

metode Recall Memory

dengan media Gaple Card

dapat menumbuhkan rasa

percaya diri bahwa kamu

punya kemampuan

85% 15%

4 Apakah kamu mendapat

kepuasan saat belajar

ekonomi dengan

menggunakan metode

Recall Memory dengan

media Gaple Card

85% 15%

Page 69: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

126 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

3) Tujuan pembelajaran yang menjadi sasaran

kecapaian dari proses pembelajaran.

4) Bahan pengajaran sebagai penunjang

pokok bagi tercapainya tujuan

5) Pemudahan untuk mencapai sumber bahan

pengajaran.

6) Suasana sekitar pada waktu belajar.

Disamping itu juga dipengaruhi oleh

bagaimana guru mengelola peserta didik dalam

bentuk interaksi belajar mengajar yang

diciptakan. Da1am bentuk interaksi atau

hubungan timbal balik antara siswa dengan

guru dan antar sesama siswa dalam proses

pembelajaran. Pengertian interaksi

mengandung unsur saling memberi dan

menerima. Belajar bagi siswa berarti suatu

perubahan sikap dan tingkah laku setelah

terjadi interaksi dengan sumber belajar,

sedangkan mengajar bagi guru adalah

menciptakan situasi yang mampu merangsang

siswa untuk belajar. Hal ini tidak harus berupa

transformasi dari guru kepada siswa.

Guna meningkatkan kreativitas siswa,

maka penulis mencoba untuk menggunakan

metode permainan Gaple Card ini diharapkan

dengan permainan ini siswa tidak merasa

terbebani oleh aturan yang ada mereka akan

terlihat gesit, menyenangkan, bersemangat dan

penuh gairah. Siswa bahkan akan sering

meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak

dengan laluasa dan berfikir keras (moving

about and thinking aloud) menurut Melvin L.

Silberman dalam bukunya Active Learning

(Hal 10).

Hasil Pengamatan Kelas

Tabel perubahan sikap pemakaian

metode konvensional lama dan model

pembelajaran Recall Memory dengan Gaple

Card.

Pencapaian Hasil Belajar

Setelah model pembelajaran Recall

Memory dengan Gaple Card dilaksanakan

kemudian dievaluasi untuk melihat pencapaian

hasil belajar dan dibandingkan dengan

pencapaian hasil belajar siswa. terdapat

perbedaan yang signifikan seperti pada tabel

berikut. Tabel perbedaan unsur pencapaian

hasil belajar siswa kelas IX Is 1 SMAN 7

Bulukumba yang penulis jadikan subjek dalam

penelitian (pembelajaran Recall Memory)

dengan (konvensional)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan rata-rata nilai tes dan

ketuntasan belajar antar model pembelajaran

Recall Memory dalam penggunaan Gaple Card

dengan model pembelajaran konvensional. Hal

ini membuktikan bahwa penggunaan model

pembelajaran Recall Memory dengan

penggunaan Gaple Card cukup handal dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data yang

ditampilkan dalam penelitian tindakan kelas ini

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran dengan

menggunakan metode Recall Memory

dengan Gaple Card dapat meningkatkan

hasil belajar jika dilaksanakan secara

optimal.

b. Keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar dengan menggunakan metode ini

sangat besar, sehingga dapat membantu

dan memotivasi belajar mereka baik

disekolah maupun diluar sekolah.

c. Sebagian siswa menguasai materi

pelajaran secara tuntas dan tidak ada

unsur paksaan sebab apabila ingin

memenangkan permainan, maka mau

tidak mau mereka harus menguasai

materi, sedangkan siswa dengan jiwa

mudanya ia akan sekuat tenaga untuk

memenangkan permainan.

d. Bagi siswa, model atau metode ini

dapat mengukur kemampuan dirinya

dikelas (Self assesment)

e. Penerapan metode ini juga dapat

mengurangi kejenuhan anak dalam

mengikuti pelajaran ekonomi.

Sikap Memakai Metode

Konvensional

Sikap Sesudah Memakai

Model Recall

Memory Dengan Gaple

Card

Siswa

1. Jemu (kurang bergairah)

2. Pasif

3. Cenderang menyepelekan

4. Tidak ada kerja sama

5. Terbebani

6. Tidak terlibat

Guru

1. Motivasi kurang

2. Tidak ada tantangan

3. Guru Centris

4. Tidak ada interaksi

Siswa

1. Semangat tinggi

2. Aktif

3. Perhatian penuh

4. Rileks

5. Bekerja sama

6. Terlibat penuh

Guru

1. Motivasi tinggi

2. Antusias

3. Sebagai fasilitator

4. Ada interaksi

No. Unsur Pencapaian Hasil

Belajar Konvensional

Recall

Memory

1.

2.

Rata-rata nilai tes

Prosentase ketuntasan belajar

61,44

57,90 %

70,13

94,74 %

Page 70: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Penerapan Model Pembelajaran Recall Memory dengan Penggunaan

Gaple Card dalam Belajar Ekonomi Ermiwati 127

DAFTAR PUSTAKA

Melvin L.Silberman, 2004, Active Learning,

101 Cara Belajar Siswa Aktif, Nusa

Media, Bandung.

Suroso, 2004, Pengetahuan Sosial Ekonomi,

PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

Solo.

Suyanto, Nurhadi, 2004, EKONOMI Ekonomi,

PT. Erlangga, Gelora Aksara Pratama,

Jakarta.

M.Nur Rochman dan Tim, 2004, Materi

Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan

Sosial, Departemen Pendidkan

Nasional, Jakarta.

M. Purwanto, Ngalim. 1991, Prinsip-Prinsip

dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT.

Remaja Rosda Karya, Bandung.

Sudjana,Nana. 1987, Dasar-Dasar Proses

Belajar Mengajar, Sinar Baru,

Bandung.

Page 71: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

128 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Page 72: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan

Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir 129

PENDAHULUAN

Permasalahan pendidikan khususnya di

Kabupaten Bulukumba pada saat ini masih

seputar perencanaan dan kegiatan proses

belajar-mengajar di kelas. Dengan adanya

permasalahan yang dimaksud, maka

membutuhkan solusi yang tepat, Oleh karena

itu, selaku pengawas perlu menangani

persoalan pendidikan tersebut dengan

melibatkan seluruh komponen. Permasalahan

tersebut salahsatunya bersumber dari guru dan

peserta didik sebagai orang yang terlibat

langsung, Indikasi ada ‘sesuatu’ yang kurang

tepat di dalam komponen pendidikan untuk

segera dibenahi, yaitu diduga kualitas guru

sebagai orang paling bertanggungjawab

terhadap masalah ini banyak menyimpan

persoalan ibarat api di dalam sekam.

Kondisi tersebut dapat dibuktikan

melalui hasil supervisi penulis ke sekolah-

sekolah yang merupakan wilayah kerja penulis

dan menemukan banyak guru yang tidak/belum

melaksanakan kegiatan belajar mengajar

seperti yang diamanatkan dalam kurikulum,

kalaupun membuat hanya bersifat rutinitas

sebatas melaksanakan beban dan

tanggungjawab sebagai seorang guru. Hal ini

tentu akan berimbas terhadap hasil pencapaian

dan penguasaan materi siswa yang pada

gilirannya nanti berkaitan erat dangan kualitas

pendidikan, seperti yang diamanatkan dalam

Permendiknas No. 22 tentang standar isi dan

No. 23 tahun 2006 tentang kompetensi

kelulusan yang di dalamnya ditegaskan agar

guru mempedomani peraturan tersebut.

Sesuai dengan tupoksinya seorang

pengawas memiliki tugas kepengawasan

meliputi :

1) Inspecting (mensupervisi)

2) Advising (member advis atau saran

maupun nasehat)

3) Monitoring (memantau)

4) Reporting (melaporkan hasil-hasil

kepengawasan)

5) Coordinating (mengkoordinir)

PEMANFAATAN TEKNIK ARUSBERTAMBAH UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH

Muhammad Amir *)

Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba

Pengawas SD Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Tulisan ini bersifat Kualitatif Deskriptif Analitik dengan tujuan untuk memaparkan pengalaman

penulis ketika masih menjadi guru di SD. Berdasarkan pengalaman yang telah penulis alami,

menunjukan bahwa seorang guru mesti kreatif untuk menemukan pola-pola pengajaran baik ketika

bertatapmuka, dengan model dan pendekatan pengajaran, maupun secara administrasi membantu

tugas-tugas seorang guru. Salah satu bentuk kreatifitas tersebut adalah merancang dan membuat

pemetaan materi pelajaran, yang di dalamnya tercantum hal-hal prinsip yang harus ada dalam kegiatan

belajar mengajar misal, materi pelajaran, nama peserta didik, nilai siswa, dan seterusnya, sehingga

tujuan akhir dari belajar mengajar akan tercapai sesuai harapan kita semua.

Kata kunci: Teknik arusbertambah

Abstract *)

This paper is Qualitative Descriptive Analytic with the aim to describe the author's experience while

still a teacher in elementary. Based on the experience that the author has experienced, it shows that a

teacher must be creative to find good teaching patterns when facing, with teaching models and

approaches, as well as administratively assisting the tasks of a teacher. One form of creativity is to

design and create a mapping of subject matter, in which listed the principles that must exist in

teaching and learning activities such as subject matter, the name of the students, the value of students,

and so on, so that the ultimate goal of learning to teach will Achieved as expected of us all.

Keywords: Current technique adds

Page 73: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

130 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

Sedangkan Kompetensi seorang pengawas adalah seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang harus dikuasai dan ditampilkan oleh pengawas sekolah dalam melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial pada sekolah-sekolah binaannya

Menyikapi permasalahan ini penulis sebagai salah satu komponen yang merasa ikut bertanggungjawab berupaya memberikan alternatif solusinya dengan memberikan pengalaman terbaik ketika masih menjadi guru, bersentuhan langsung dengan peserta didik, dan diimplementasikan kepada guru yang merupakan mitra penulis di sekolah, yaitu membuat teknik/model administrasi guru yang praktis dan sederhana ,sehingga guru sangat terbantu ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran berbasis masalah, dan dapat dipergunakan ke bentuk pembelajaran lainnya.

Beranjak dari persoalan ini penulis tertarik untuk menuangkan pengalaman penulis tersebut ke dalam bentuk jurnal ilmiah tentang administasi guru yang sederhana, lengkap, praktis dan memiliki nilai tambah karena tidak semua guru membuat model administrasi yang akan penulis paparkan pada bagian berikutnya.

ARUSBERTAMBAH DAN KEMAMPUAN

GURU

Arusbertambah merupakan akronim

yang penulis gunakan dalam tulisan ini, yang

bermakna A (administrasi), ru (guru), S

(sederhana/ simpel), ber (bernilai), dan tambah

(kelebihan/kreatifitas). Jadi Arusbertambah

menurut penulis adalah Administrasi guru yang

bentuknya praktis, sederhana dan simpel,

memiliki nilai kreativitas bagi pembuatnya

dan sepatutnya mendapat apresiasi.

Kemampuan guru dalam kegiatan

belajar mengajar (KBM) adalah guru dapat

membuat perangkat pembelajaran (administrasi

guru), melaksanakan kegiatan pembelajaran,

dan melakukan evaluasi (penilaian kelas) dan tindaklanjut setelah dilaksanakannya proses KBM, berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional serta Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Guru, (2013:4).

Secara umum guru, khususnya mitra penulis dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar kurang memiliki kreativitas maupun upaya yang paling gampang untuk menyampaikan materi pelajaran yang diajarkan, indikasinya dapat diketahui bahwa, mereka memiliki pola seragam dalam hal administrasi guru/perangkat pembelajaran, artinya perangkat pengajaran didapat dari sumber yang nyaris sama. Sumber tersebut diperoleh melalui penataran, pendidikan dan pelatihan, media massa atau sumber-sumber lainnya, mereka terima seutuhnya tanpa diutak-atik, Sementara di sisi lain” sumber” tersebut jika diaplikasikan dalam situasi tertentu kurang cocok sehingga akan memperoleh hasil kurang optimal, faktor inilah membuat pendidikan jalan di tempat.

Beranjak dari pemikiran inilah penulis berinisiatif untuk menuangkan ide-ide tersebut dan mengimplementasikan pada guru sebagai mitra di sekolah. Ide yang dimaksud ialah guru membuat Arusbertambah, yakni guru membuat dan memiliki administrasi guru sebagai pedoman dalam mengajar yang bentuknya refresentasi, praktis, mudah dipahami dan diterapkan namun tetap merujuk pada kurikulum dan silabus, sehingga guru sangat terbantu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sekaligus guru tersebut memiliki kreativitas yang patut memperoleh apresiasi.

Lembaran Arusbertambah ini memuat hal-hal prinsip dan pasti akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya nama siswa, materi yang akan diajarkan, pertemuan keberapa akan/telah dilaksanakan, penilaian kelas (Kognitif, Psikomotor, Afektif), Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar ke berapa, remedial dan pengayaan, serta tindaklanjut yang harus dilakukan yakni:

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA

Nama sekolah

ADMINISTARI GURU PELAJARAN ………………………….

KELAS……................…. SEMESTER …………………. TAHUN AJARAN………………..

NO NAMA

SISWA

MATERI

PELAJARAN

PERT.

KE

REKAPITULASI NILAI

TDLJT SK...KD.. SK...KD.. SK...KD.. Mod/ Pend.

RMD PGYN

K P A K P A K P A

Format dapat disesuiakan dengan situasi dan kondisi

Sistematika Arusbertambah

Page 74: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Pemanfaatan Teknik Arusbertambah untuk Meningkatkan Kemampuan

Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Muhammad Amir 131

Format arusbertambah ini berisikan No

urut, Nama-nama siswa, Materi Pelajaran

(memuat materi pelajaran yang akan diajarkan

guru dengan mempedomani kurikulum/sliabus

mata pelajaran), Rekapitulasi Penilaian

(berisikan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar ke berapa yang akan dan

telah dilaksanakan, dan jenis penilaian

kognitif, psikomotor dan afektif.

Model/Pendekatan yang digunakan dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran,

Remidial dan pengayaan (tinggal

menandai/menconteng nama-nama siswa yang

mengikuti remedial dan pengayaan),

Tindaklanjut (merupakan tindakan yang akan

diambil guru terhadap hasil-hasil belajar

siswa), KKM permatapelajaran perjenjang.

Jadi di dalam format arusbertambah ini

seorang guru akan sangat terbantu ketika

melaksanakan pembelajaran, karena semua

hal-hal prinsip secara administrasi yang mesti

ada pada seorang guru ketika melaksanakan

kegiatan pembelajaran di kelas terwakili di

dalam lembaran ini. Dan yang terpenting

adalah dengan bentuknya yang praktis, dan

sederhana merupakan arsip terotentik dan

paling objektif ketika timbul permasalahan,

misalnya saat ada pihak-pihak yang komplain

akan hasil belajar siswa, atau terjadi musibah

sekolah terbakar maka format ini tidak akan

hilang sebab dipegang oleh guru yang

bersangkutan.

Disamping itu juga melalui lembaran

ini secara tersirat membantu kepala sekolah

untuk menilai kinerja guru, sebab ketika kepala

sekolah menandatangani lembaran ini dapat

langsung menanyakan bukti fisik hal-hal

yang termuat dalam Arusbertambah tersebut.

HASIL ARUS BERTAMBAH

Dari beberapa kali pembinaan yang telah

dilakukan, dengan mengecek administrasi guru

pada sekolah mitra penulis yakni wilaya satu

Ujungbulu, dapatlah diperoleh hasil sebagai

berikut :

KENDALA YANG DIALAMI

Dalam perjalanannya untuk

merealisasikan arusbertambah kendala yang di

jumpai penulis pertama belum meratanya

pengopresaian dan penguasaan komputer yang

dikuasai guru, kedua belum adanya jaringan

internet ke sekolah, namun hal itu dapat

tertutupi oleh motivasi, kemauan untuk

mendapat predikat guru kreatif, sehingga

harapan penulis tercapai meskipun belum

seluruhnya membuatnya. Sebab kata kuncinya

ialah kemauan dan penguasaan komputer.

SIMPULAN

Dari apa yang telah dijelaskan pada

bagian terdahulu dapatlah diambil kesimpulan,

bahwa teknik Arusbertambah dapat membantu

tugas-tugas seorang guru, karena modelnya

yang singkat, padat, jelas dan lengkap. serta

dapat dipergunakan oleh seluruh jenjang dan

mata pelajaran. Namun perlu diingat dalam

pembuatan Arusbertambah ini haruslah tetap

berpedoman pada silabus dan kurikulum, yang

terpenting model ini sifatnya tidaklak kaku,

sesuai kebutuhan dan hanyalah untuk

membantu meringankan tugas-tugas guru yang

sangat banyak secara administrasi..

Sudah sepatutnyalah seorang guru

kreatif untuk terus mengasah kompetensinya,

sehingga tercipta suasana belajar kondusif dan

menyenangkan, sehingga tujuan pendidikan

yang kita harapkan bukanlah hanya sebatas

angan-angan.

No Hasil Deskripsi

1 Kinerja Guru

semakin baik

1) Guru membuat

Arusbertambah

2) Pola mengajar guru lebih

baik karena tidak monoton

3) Motivasi guru untuk

membuat perangkat

pembelajaran semakin

baik, karena untuk

membuat Arusbertambah

harus, membaca,

memahami silabus dan

kurikulum

2

Sikap guru

terhadap

pengawas lebih

Terbuka

Guru mengemukakan

permasalahan di dalam

melaksanakan kegiatan

pembelajaran

Page 75: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

132 Jurnal Pinisi Research | Volume 10 Nomor 2 | Edisi Mei 2017

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, 2013. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Permen nomor 22 tahun 2016.

Permen nomor 23 tahun 2016.

Permen nomor 24 tahun 2016.

Page 76: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Dr. Drs. Baharuddin

Patangngai., SE, M. Si.

Lahir Bulukumba pada

tanggal 10 nopember 1967,

pendidikan SDN. 10 Ela-

Ela Tahun 1980, SMPN 2

Bulukumba 1983, SMAN 1

Bulukumba 1986, S1 Kimia

(IKIP UP), S1 Ekonomi

(STIE W.Bakti), S2

Magister Manajemen

(UMI-Makassar), S3 Doktor Ilmu Manajemen

Ekonomi (UMI Makassar). Bekerja sebagai staf

pegawai Badan Penelitian, Pengembangan,

Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bulukumba

Jabatan Kepala Bidang Litbang. Terlibat dibeberapa

penelitian dan pengkajian ke Litbangan Daerah,

sebagai pemerakarsa terbitan Jurnal Pinisi Research

BP3K dan sebagai dosen di beberapa Perguruan

Tinggi di Bulukumba (Akper, STKIP

Muhammadiyah, STAI Algazali) telah menulis kajian

di berbagai terbitan jurnal antara lain:

1. Work Stress : Tinjauan Teoritis & Pengaruhnya

Terhadap Kinerja Individu Organisasi

2. Korelasi NEM SLTP dengan Prestasi belejar di

Kabupaten Bulukumba

3. Analisis Peningkatan Kinerja Pegawai Dinas

Pemukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten

Sinjai

4. Human Resources Dalam Manajemen

Perubahan Paradigma Keunggulan Kompetitif

Daerah

5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah,

Motivasi kerja, Kemampuan Terhadap Kualitas

Kekaryaan Guru Sekolah Dasar di Kabupaten

Bulukumba

6. Analisis Sumber Daya Demografi Kabupaten

Bulukumba dalam Meningkatkan Pembangunan

Berbasis Potensi Lokal

7. Upaya Bank Syari’ah Mendorong Tumbuhnya

Sektor Riil di Kabupaten Bulukumba

8. Pola Pemanfaatan Anggaran Berbasis Akrual di

Tingkat Satuan Pendidikan di Kabupaten

Bulukumba

9. Potensi Ekowisata dalam Kawasan Kebun Raya Kahayya Kabupaten Bulukumba

Dan pernah mengikuti pelatihan antara lain : Pelatihan yang diikuti : • Latihan Kepemimpinan IV oleh Badan Diklat

Prop. Sulawesi Selatan 2004 • Pendidikan Latihan Kepemimpinan III (Diklatpim

III pola baru angk.II tahun 2014 Kemdagri) • Pelatihan Perbendaharaan dan Perpajakan

Depdiknas 2006 • Pelatihan Pengembagan dan Analisis Kurikulum

Nasional Depdiknas 2004 • Pelatihan Modelin Pembelajaran Depdiknas 2004 • Pelatihan Pembuatan Renstra Unit Kerja

Depdiknas • Pelatihan Pembuatan Lakip Unit Kerja Depdiknas • Pelatihan Pemodelan data SIMPEG Depdiknas • Pelatihan ICT dan TV Education Dikmenjur

Depdiknas • Pelatihan KTSP Melalui BSNP Depdiknas 2006 • Pelatihan pembuatan Rencana Pengembangan

Pendidikan Kabuapten (RPDK) Se Indonesia 2009.

• Trainer Word Bank Operational Budgeting School by programing sucses study pundamental education 9 years of Indonesian 2009

• Training and Advocation PUG Round Table and Discussion Education Planning Budgeting Program Depdiknas 2009

• Pelatihan Peningkatan Kompotensi Teknis Sumber Daya Manusia Fungsional Pendataan Pendidikan dari PSP Balitbang Depdiknas 2009

• Pelatihan Peningkatan Kemampuan Penyusunan Profil Pendidikan Tahun 2009 Depdiknas Setjend Biro Perencanaan dan Kerja sama Luar Negeri (KLN) Jakarta

• Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) PSP-Balitbang- Depdiknas 2009

• Pelatihan pengelolaan pendataan pendidikan dan ICT, Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang Kemendiknas 2010

• Training From The American People USAID for Improving Public Services Performance 2011

Biodata Penulis

VOL. 10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017

Page 77: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Jamaluddin Al Afgani,

ST., M.PT. Lahir pada tanggal 1 Mei

1977 di Solonga Kabupaten

Takalar Provinsi Sulawesi

Selatan. Menyelesaikan

pendidikan S1 di Univeristas

Negeri Yogykakarta Jurusan

Pendidikan Teknik Elektro

tahun 2001 dan S2 di

Universitas Gadjah Mada Jurusan Mekanisasi

Pertanian tahun 2004. Sejak tahun 2008 sampai

sekarang bekerja di Kementerian Pertanian, UPT.

Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku sebagai

Widyaiswara dengan Spesialisasi Pengolahan Limbah

Pertanian dan Pupuk Organik. Di BBPP

Batangkaluku, penulis diamanahi sebagai

Penanggungjawab Unit Pembelajaran Pengolahan

Limbah Pertanian dan Pupuk Organik. Beberapa

pengalaman diklat yang pernah diikuti adalah Diklat

pengolahan limbah ternak menjadi biogas di PT.

Swen Inovasi Transfer Bogor; Magang Pengolahan

Limbah Pertanian dan Pupuk Organik di Balai

Penelitian Lingkugan Pertanian Pati, Jawa Tengah;

Diklat Inspektor Pertanian Organik di Indonesia

Organik Certification (INOFICE) Bogor; Bimbingan

Teknik Asesor Pertanian Organik di Bogor; Magang

Pembuatan pupuk organik dan Pestisida Nabati di

Brebes Jawa Tengah; Training Course on Awareness

ISO 9001:2008 & ISO 14001:2004 sebagai auditor

ISO Lingkungan. Selain pengalaman Diklat, beberapa

pengalaman sebagai narasumber kegiatan adalah 1)

Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah

pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab.

Sinjai; 2) Narasumber bimbingan teknis pengolahan

limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di

Kab. Soppeng; 3) Narasumber bimbingan teknis

pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk

organik di Kab. Mamuju Tengah; sebagai narasumber

bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan

pembuatan pupuk organik di Privinsi Maluku Utara;

4). Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah

pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab.

Luwu Utara; 5) Narasumber bimbingan teknis

Penerapan Program Desa Organik di Provinsi

Sulawesi Selatan. Sejak tahun 20016 sampai sekarang

penulis menjadi Sekretaris Tim Teknis Program Desa

Organik Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan.

Selain itu saat ini penulis juga diamanahi sebagai

konsultan pengembangan pertanian organik di

Celebes Techno Park dan sebagai Asesor Pertanian

Organik di Kementerian Pertanian.

H. Arafah, S. Pd., M. Pd.

Lahir pada tanggal 11

Desember 1976 di Kabupaten

Bulukumba Provinsi

Sulawesi Selatan. Anak

pertama dari empat

bersaudara, pasangan H.

Muh. Ali Mahmud dan Hj.

St. Manuara. Pendidikan

formal yang ditempuh adalah

tamat Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1989, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Tahun 1992, Sekolah

Menengah Atas (SMA) Tahun 1995, dan melanjutkan

studi pada STKIP Muhammadiyah Bulukmba dan

meraih gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada Tahun

2000 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya memperoleh gelar Magister Pendidikan

(M.Pd.) pada program pascasarjana UNM Makassar

pada program studi pendidikan bahasa Indonesia pada

tahun 2004.

Saat ini penulis berprofesi sebagai PNS

(guru) di lingkup dinas pendidikan pemuda dan

olahraga Kabupaten Bulukumba dan ditugaskan pada

SMA Negeri 9 Bulukumba mengajar mata pelajaran

bahasa dan sastra Indonesia. Selain sebagai seorang

guru penulis juga berprofesi sebagai dosen luar biasa

pada perguruan tinggi yang ada di Kabupaten

Bulukumba.

Selama menjadi guru penulis telah menunjukkan

berbagai prestasi baik di tingkat kabupaten, lokal,

maupun nasional diantaranya panelis penulisan media

pembelajaran tingkat nasional di Bogor tahun 2010,

best practice guru tingkat nasional 2011 di Bandung,

2012 di Bandung, dan 2013 di Bogor. Selain itu,

penulis juga terpanggil menjadi peserta kongres

bahasa Indonesia ke X di Jakarta. Demikian pula

dengan berbagai pelatihan dan workshop kebahasaan

serta kependidikan di Jakarta. Tahun 2014 penulis

menjadi peserta Simposium Internasional Bahasa,

Sastra, dan Budaya yang diikuti beberapa Negara

diantaranya Austalia, Sudan, dan Amerika, Iran,

Portugal dll. Peserta Konferensi Guru ambassador

pada pembelajaran e-learning Quipper School 2015 di

Jakarta. Panelis inobel 2016.Saat ini penulis menjabat

sebagai ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA/MA se

Kabupaten Bulukumba.

Page 78: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Wulansari Apriani, S.Pd.,

M.Pd. Lahir 02 April 1977 di

Ciwidey, Kab. Bandung,

Provinsi Jawa Barat.

Menyelesaikan pendidikan

S1 di Univeristas Pendidikan

Indonesia (UPI) Bandung

Program Studi Pendidikan

Teknik Elektro tahun 2002

dan S2 di Universitas Negeri Makassar Program Studi

Penelitian dan Evaluasi Pendidikan tahun 2014. Sejak

tahun 2009 Bekerja sebagai Guru di SMKN 2

Kendari. Sejak tahun 2015 sampai sekarang bekerja di

SMKN 2 Somba Opu sebagai tenaga pengajar di

Program Studi Outomotif. Selain sebagai staf

pengajar, penulis juga aktif pada beberapa kegiatan

seminar khususnya yang terkait dengan parenting.

Diantara hasil karya penulis yang sudah diterbitkan

adalah Buku Antologi “Bangga Menjadi Ibu” yang

diterbitkan oleh BiTREAD Bandung, dan buku Solo

yang sedang siap Terbit “Melukis Pelangi Bersama

Delapan Bintang”.

Hadmawati, S.Pd., M.Si. Lahir pada tanggal 10 Maret

1980 di Kabupaten

Bulukumba Provinsi

Sulawesi Selatan. Anak

bungsu dari delapan

bersaudara, pasangan Alm H.

Badering dan Hj. Boddong.

Pendidikan formal yang

ditempuh adalah tamat

Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1992 Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Tahun 1995, Sekolah

Menengah Atas (SMA) Tahun 1998, dan melanjutkan

studi pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

IKIP Ujung Pandang (sekarang UNM Makassar) pada

jurusan pendidikan ekonomi akuntansi dan meraih

gelar Sarjana Pendidikan (S1) pada Tahun 2003.

Selanjutnya memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.)

pada program pascasarjana UIT Makassar pada

program studi administrasi Negara pada tahun 2010.

Saat ini penulis berprofesi sebagai PNS (guru)

di lingkup dinas pendidikan provinsi Sulawesi Selatan

dan ditugaskan pada SMA Negeri 9 Bulukumba

mengajar mata pelajaran ekonomi. Selama menjadi

guru penulis telah menjadi panelis best practice guru

tingkat nasional 2014 di Jakarta.

Ir. Racmat Seno Adji,

MM. Lahir di Banyumas 7 Juli

1959, adalah pejabat

fungsional (widyaiswara) di

Balai Besar Pelatihan

Pertanian (BBPP)

Batangkaluku. Gelar sarjana

di peroleh dari Fakultas

Peternakan Universitas,

Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto, jurusan

Produksi Ternak, tahun 1986. Sedang gelar Magister

Managemen (MM) diperoleh dari Universitas Muslim

Indonesia Makassar, program study Pemasaran tahun

2005.

Dra. Hj. Ermiwati Lahir pada tanggal 27 Maret

1967 di Kabupaten Selayar

Provinsi Sulawesi Selatan

anak bungsu dari dua

bersaudara pasangan

almarhum Baso Jumpandang

dan Barakiah. pendidikan

formal telah yang ditempuh

adalah tamat Srekolah Dasar

(SD pada tahun 1980. Sekolah Menegah Pertama

(SMP) 1983. melanjutkan pendidikan di IKIP Ujung

Pandang sekarang UNM Makassar pada jurusan

pendidikan koperasi dan meraih gelar S1 pada tahun

1991. sejak tahun 1996 penulis diangkat menjadi

pegawai negeri sipil (PNS) oleh dinas pendidikan dan

ditempatkan pada SMA Negeri 1 Gangking sekarang

mengalami perubahan namenklatur menjadi SMA

Negeri 7 Bulukumba. Penulis adalah anggota aktif

MGMP mata pelajaran ekonomi tingkat SMA

Kabupaten Bulukumba.

Drs. Muhammad Amir

T, M.Si. Lahir pada Tanggal 24

Oktober 1964 di Bulukumba

Provinsi Sulawesi Selatan.

Anak pertama dari 6

bersaudara, dari pasangan

Tare dan Hj.Rupi.

Pendidikan formal yang

pernah dilalui yaitu SD

Negeri 21 Seppang

Tahun 1979, SMP 3 Ujungloe Tahun 1982, SPG

Bulukumba Tahun 1985, S1 STKIP Muhammadiyah

Bulukumba tahun 1991, S2 STIA YAPPANN Jakarta

tahun 2005.

Penulis terangkat menjadi CPNS sejak tahun 1986

pada SDN 171 Loka Kec.Ujungulu dan pada tahun

1996 di Mutasi ke SDN 221 Tanah Kongkong

Page 79: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

Kec.Ujungbulu masih sebagai Guru dan pada tahun

2003 di Mutasi menjadi Kepala SDN 1 Terang-

Terang selama 5 tahun kemudian di Mutasi kembali

ke SDN 221 Tanah Kongkong sebagai Kepala

Sekolah, dan terakhir tahun 2013 di mutasi sebagai

Pengawas Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kab.Bulukumba dengan pangkat/Gol:

Pembina TK.I/IVb.

Sejak penulis diangkat jadi PNS sebagai Guru Kelas

telah mengikuti berbagai jenis diklat fungsional

sebagai berikut :Diklat SD Binaan (1990),Diklat Guru

SD Bidang studi Matematika dan IPA(1990)Diklat

SPP CBSA(1990),Diklat Perpustakaan(1992),Diklat

Guru Kelas 1-3 Bid.Studi Matematika(1993),Diklat

Pelatih PMR (1993),Diklat PKLH (1994),Diklat Guru

Bina SMP Terbuka(1995),Diklat KTI (1997), Diklat

Bahasa Inggris guru Kelas Unggulan

(1997,1998,2002,2003) dan sebagai Kepala Sekolah

yaitu Diklat Kepala Sekolah,Diklat KTSP SD

(2007),Penulis soal US SD/MI (2008-sekarang)Diklat

Implementasi Kur 2013 (2013),sedangkan untuk

Pengawas Diklat yang pernah diikuti yaitu Diklat

pelatih dan penilai Kinerja Guru(2011),Bintek E

Pembelajaran SD (2013-& 2014),Diklat Penguatan

Penagawas (2014),Diklat Instruktur Kabupaten Kur

2013 (2016),Bintek Tim Penilai Angka Kredit

Pengawas (2016),Pelatihan Pemetaan Mutu

Pendidikan (2016),Pelatihan Asesor SD/MI(2016).

Penghargaan yang pernah diterima yaitu sebagai Guru

Teladan Terbaik 1 Tingkat Kabupaten sekaligus

mewakili Kabupaten ke Tingkat Propinsi

(1996),Kepala Sekolah Berprestasi Terbaik 1 Tingkat

Kabupaten (2009) dan mewakili di Tingkat Propinsi

dan Telah menerima Tanda kehormatan Satyalancana

Karya Satya XX tahun dari Presiden tahun 2017, saat

ini penulis aktif di Kelompok Kerja Pengawas

Sekolah dan APSI Kab.Bulukumba dengan membina

6 Sekolah Dasar dengan jumlah Guru 97 orang.

Page 80: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

PEDOMAN PENULISANJURNAL PINISI RESEARCH

1. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris dalam bidang kajian pemerintahandaerah.

2. Substansi artikel diharapkan sejalan dengan panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan olehBadan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba.http://[email protected]

3. Artikel ditulis dengan kaidah tata bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia yang baku, baik, danbenar.

4. Sistematika PenulisanSistematika penjengjangan atau peringkat judul artikel dan bagian-bagiannya dilakukan dengan caraberikut :(1) Judul ditulis dengan huruf besar semua, di bagian tengah atas pada halaman pertama(2) Sub Bab Peringkat 1 ditulis dengan huruf pertama besar semua di tengah/center(3) Sub Bab Peringkat 2 ditulis dengan huruf besar-kecil rata tepi kiri@ Sistematika artikel hasil penelitian adalah : judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); nama

dan alamat institusi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata) yang berisi tujuan,metode, dan hasil penelitian; kata kunci (4-5 kata kunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul)yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasilpenelitian dan pembahasan; simpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yangdirujuk).

JUDUL (ringkas dan lugas; maksimal 14 kata, hindari kata “analisis”, “studi”, “pengaruh”)Penulis 11 danPenulis 22

1 Nama instansi/lembaga Penulis 1Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis2 Nama instansi/lembaga Penulis 2Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis(Jika nama instansi penulis 1 dan 2 sama, cukup ditulis satu saja)E-mail penulis 1 dan 2:

Abstract: Abstract in English (125-150 words)Keywords: 4 – 5 words/phrase

Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata)Kata kunci: 4 – 5 kata/frase

PENDAHULUAN(Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian, yang dimasukkan dalamparagraf-paragraf bukan dalam benutk subbab)

VOL.10 NO. 2 ISSN : 2442-3939 MEI 2017

Page 81: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

METODE PENELITIANSubbab…HASIL DAN PEMBAHASAN(Hasil adalah gambaran lokus, pembahasan adalah analisis dan interpretasi)Subbab…

SIMPULAN(Simpulan adalah hasil dari pembahasan yang menjawab permasalahan peneliti)

DAFTAR PUSTAKA@ Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); dan

alamat instansi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata); kata-kata kunci (4-5 katakunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruanglingkup tulisan; bahasa utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-judul); simpulan; daftarrujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

JUDUL

Penulis

Nama instansi/lembaga penulisAlamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulisE-mail penulis

Abstract: Abstrack in English (125-150 words)Keywords: 4 – 5 words / phrase

Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata)

PENDAHULUANPEMBAHASANSIMPULANDAFTAR PUSTAKA

5. Artikel diketik pada kertas ukuran A4 berkualitas baik. Dibuat sesingkat mungkin sesuai dengansubyek dan metode penelitian (bila naskah tersebut ringkasan penelitian), biasanya 20-25 halamandengan spasi satu, untuk kutipan paragraf langsung diindent (tidak termasuk daftar pustaka).

6. Abstrak, ditulis satu paragraf sebelum isi naskah. Abstrak dalam bentuk bahasa yaitu bahasaIndonesia dan bahasa Inggris. Abstrak tidak memuat uraian matematis, dan mencakup esensi utuhpenelitian, metode dan pentingnya temuan dan saran atau kontribusi penelitian.

7. a. Penulisan numbering kalimat pendek diintegrasikan dalam paragraf, contohnya:Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah CSR berpengaruhpositif terhadap nilai perusahaan, (2) Untuk mengetahui apakah persentase kepemilikanmanajemen berperan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara CSR dengannilai perusahaan, dan (3) Untuk mengetahui apakah tipe industri berperan sebagai variabelmoderating dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan?

b. Penulisan bullet juga diintegrasikan dengan dalam paragraf dengan menggunakan tanda komapada antar kata/kalimat tanpa bullet.

8. Tabel dan gambar, untuk tabel dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halamansesudah teks. Sedangkan tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomorurut.a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul table diletakkan di atas tabel sedangkan judul

gambar diletakkan di bawah gambar.b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.

Page 82: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis bagian paling bawah tabelsedangkan untuk garis-garis vertikal pemisah kolom tidak dimunculkan.

d. Tabel atau gambar bisa diedit dan dalam warna hitam putih yang refresentatif.

9. Cara penulisan rumus, Persamaan-persamaan yang digunakan disusun pada baris terpisah dan diberinomor secara berurutan dalam parentheses (justify) dan diletakkan pada margin kanan sejajar denganbaris tersebut. Contoh:wt = f (yt, kt, wt-1)

10. Keterangan rumus ditulis dalam satu paragraf tanpa menggunakan symbol sama dengan (=) masing-masing keterangan notasi rumus dipisahkan dengan koma. Contoh:

Dimana w adalah upah nominal, yt adalah produktivitas pekerja, kt adalah intensitasmodal, wt-1 adalah tingkat upah periodes ebelumnya

11. Perujukan sumber acuan di dalam teks (body teks) dengan menggunakan nama akhir dan tahun.Kemudian bila merujuk pada halaman tertentu, penyebutan halaman setelah penyebutan tahun dengandipisah titik dua.Untuk karya terjemahan dilakukan dengan cara menyebutkan nam apengarangaslinya.Contoh: Buiter (2007:459) berpendapat bahwa….. Nuraeni dan Daryoky (1997) menunjukkan adanya….. Yunus dkk (2007) berkesimpulan bahwa….. Untuk meningkatkan perekonomian daerah….. (Rizky, Mentari, dan Dhirga Bramurti, 2009) Indah (2009) berpendapat bahwa…..

12. Setiap kutipan harus diikuti sumbernya (lihat poin no. 11) dan dicantumkan juga dalam daftarpustaka. Contoh:Di dalam paragraf isi (Body Text) ada kutipan:

Buiter (2007:459) berpendapat bahwa…..Maka sumber kutipan tersebut wajib dicantumkan/disebutkan di dalam daftar pustaka:

Buiter, W. H. 2007. The Fiscal Theory of Price Level: A Critique, Economic Journal, 112(127) : 459

13. Sedapat mungkin pustaka-pustaka yang dijadikan rujukan adalah pustaka yang diterbitkan 10tahun terakhir dan diutamakan lebih banyak dari Jurnal Ilmiah (50 persen). Penulis disarankanuntuk merujuk artikel-artikel pada Jurnal-jurnal yang sudah terakreditasi.

14. Unsur yang ditulis dalam daftar pustak secara berturut-turut meliputi: (1) nama akhir pengarang,nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik. (2) tahun penerbitan.(3) judul buku termasuksubjudul. (4) tempat penerbitan, (5) nama penerbit.Contoh cara penulisan:a. Format rujukan dari buku: Nama pengarang. (tahun). Judul Buku. Edisi Kota penerbit: Nama

Penerbit.Jika penerbit sebagai editor tunggal, ditulis (Ed.) di belakang namanya. Ditulis (Eds.) jikaeditornya lebih dari satu orang. Kemudian bila pengarang lebih dari 3 orang, dituliskan namapengarang pertama dan yang lain disingkat “dkk” (pengarang domestik) atau “et.al” (pengarangasing)

Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Second edition. New York: John Wiley &Son.Purnomo, Didit (Ed.) 2005. The Role of Macroeconomic Factors in Growth. Surakarta:Penerbit Muhammadiyah University Press

b. Format rujukan dari artikel dalam buku ditulis: Nama Editor (Ed.), (tahun) judultulisan/keterangan, Judul Buku..hlm atau pp. kota penerbit: nama penerbit.

Daryoky (Ed.). 2005. Concept of Fiscal Decentralization and Worldwide Overview (hlm.12-25).Bulukumba: Penerbit Muhammadiyah University Press.

Page 83: JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH … Pinisi...issn : 2442-3939

c. Format rujukan dari artikel dalam jurnal/majalah/Koran: Nama pengarang (tahun). Judultulisan/karangan. Nama jurnal/majalah/Koran. Volume (nomor): halaman. Jika rujukan Korantanpa penulis, nama koran ditulis di awal

Yunus, MC. 2002. The Dilemma of Fiscal Federalism: Grants and Fiscal Performance aroundthe world. Amerirican Economic jurnal. 46 (3) : 670. Nashville: American EconomicAssociation.

Tridian. 2008. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksana DesentralisasiFiskal Efek. Warta Ekonomi. Vol. 4,. Agustus : 46-48

Harwanto, S. 2007, 13 November, Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Ekonomi, HarianRadar Bulukumba, hlm,7.

Harian Makassar. 2009, 1 April, Hubungan Keuangan Pusat - Daerah di Indonesia hlm, 4.

15. Referensi Online yang dianjurkan dalam penggunaan bahasa Indonesia:a. Glosarium kata baku dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia:

http://pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/b. Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia: http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/c. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD):

http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/lamanv4/sites/default/files/EJD-KKP-PBN-BID.PENGEMBANGAN.pdf

Pengiriman Artikel1. Atikel dikirim sebanyak 2 eksemplar hardcopy, dan softcopy berupa file. File bisa dikirim melalui e-

mail [email protected] atau dalam media cd.2. Artikel yang dikirim wajib dilampiri biodata ringkas pendidikan termasuk catatan riwayat karya-

karya ilmiah sebelumnya yang pernah dipublikasikan, institusi dan alamatnya, nomor telepon kontakatau e-mail penulis.

3. Penulis yang menyerahkan artikelnya harus menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak melanggarhak cipta, belum dipublikasikan atau telah diterima untuk dipublikasikan oleh jurnal lainnya.

4. Kepastian naskah dimuat atau tidak, akan diberitahukan secara tertulis atau melalui telepon. Artikelyang tidak dimuat tidak akan dikembalikan.

Alamat Jurnal Pinisi Research:Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BALITBANGDA)Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi SelatanJl. Durian No. 2 BulukumbaTelepon/Faks: +62413 81102 / +62413 81102e-mail: [email protected]