bab ii. pdf

23
9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar 1. Definisi Isolasi sosial menurut Depkes RI (2000) yaitu suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Direja, 2011). Isolasi sosial adalah keadaan individu dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yosep, 2011). Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau mengancam (Herdman, 2012).

Upload: widiyoko-tri

Post on 15-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. PDF

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Isolasi sosial menurut Depkes RI (2000) yaitu suatu gangguan

hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak

fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

seseorang dalam hubungan sosial. Menurut Balitbang (2007), merupakan

upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena

merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam

berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan

dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi

pengalaman (Direja, 2011).

Isolasi sosial adalah keadaan individu dimana seorang individu

mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi

dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak

diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti

dengan orang lain (Yosep, 2011).

Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian secara individu dan

dirasakan segan terhadap orang lain dan sebagai keadaan yang negatif atau

mengancam (Herdman, 2012).

Page 2: BAB II. PDF

10

2. Penyebab

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi

diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat

mengkibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang

lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu

merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan

perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai

berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari hari

terabaikan, yang merupakan tanda-tanda seseorang mengalami harga diri

rendah (HDR), sehingga individu mengalami Isolasi Sosial (Kusumawati &

Hartono, 2011).

3. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya isolasi sosial menurut Direja (2011)

meliputi:

a. Faktor tumbuh kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas

perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam

hubungan sosial.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini

yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan

ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota

Page 3: BAB II. PDF

11

keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu

bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang

menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial

merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan

sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh

keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti

usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari

lingkungan sosialnya.

d. Faktor biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung

terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat

mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak.

4. Faktor Presipitasi

a. Faktor eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan

oleh faktor sosial budaya seperti keluarga (Direja, 2011). Kejadian atau

perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu kesulitan

berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku (Riyadi dan

Purwanto, 2009).

b. Faktor internal

Page 4: BAB II. PDF

12

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat

kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan

dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.

Kecemasan ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang

terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu (Direja, 2011).

5. Akibat

Pada isolasi sosial, bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,

maka akan menyebabkan perubahan peresepsi sensori: halusinasi dan resiko

menciderai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup

dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang

akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan

perawatan secara mandiri (Direja, 2011).

6. Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial

menurut (Direja, 2011)

a. Kurang spontan

b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

c. Ekspresi wajah kurang berseri

d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal

f. Mengisolasi diri

g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

h. Asupan makanan dan minuman terganggu

Page 5: BAB II. PDF

13

i. Aktifitas menurun

j. Kurang energi (tenaga)

k. Rendah diri

l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya dalam

posisi tidur)

7. Rentang respons

Manusia adalah mahluk sosial yang dalam memenuhi kebutuhan

sehari hari membutuhkan orang lain dan lingkungan sosial. Hubungan

dengan orang lain dan lingkungan sosial akan menimbulkan respons sosial

pada individu (Riyadi dan Purwanto, 2009). Rentang respon klien ditinjau

dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang

terbentang antara respons adaptif dengan respons maladaptif (Stuart

Sundeen dalam Yosep, 2011).

RENTANG RESPONS

RESPONS ADAPTIF RESPONS MALADAPTIF

- Solitude - kesepian - manipulasi- Autonomi - penarikan diri - impulsiviti- Mutualiti - terganggu - narcissism- Interdependen

(Sumber: Riyadi dan Purwanto, 2009)

a. Respons Adaptif

Page 6: BAB II. PDF

14

Menurut Riyadi dan Purwanto (2009), respons adaptif adalah

respons individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima

oleh norma norma masyarakat. Respons ini meliputi:

1) Solitude atau menyendiri

Merupakan respons yang dilakukan individu untuk merenungkan apa

yang telah terjadi atau dilakukan, dan suatu cara mengevaluasi diri

dalam menentukan rencana-rencana.

2) Otonomi

Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, perasaaan dalam hubungan sosial.

Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen dan pengaturan

diri.

3) Mutuality atau bekerjasama

Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling

memberi dan menerima dalam hubungan interpersonal. Kemampuan

individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen

Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan antar individu

dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

b. Respons Maladaptif

Page 7: BAB II. PDF

15

Menurut pendapat Riyadi dan Purwanto (2009), respon maladaptif

adalah respons individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara

yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat, antara

lain :

1) Manipulasi

Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan/

mengganggu orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada

masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi

pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai

pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat

untuk berkuasa pada orang lain.

2) Impulsivity

Merupakan respons sosial yang ditandai dengan individu sebagai

subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu

merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan

miskin penilaian.

3) Narcissism

Respons sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku

egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha

mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat

dukungan dari orang lain.

4) Isolasi Sosial

Page 8: BAB II. PDF

16

Isolasi sosial adalah keadaan individu dimana seorang individu

mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu

berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa

ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain.

8. Penatalaksanaan

a. Therapy Farmakologi

Menurut Radhi (2012) therapy farmakologi yaitu terapi dengan

menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan

gejala-gejala gangguan jiwa. Obat-obat yang sering digunakan dalam

kasus gangguan isolasi sosial antara lain:

1) Chlorpromazine (CPZ)

a) Cara Kerja Obat

Chlorpromazine merupakan obat antipsikotik. Prinsip

farmakologinya adalah sebagai psikotropik dan juga mempunyai

efek sedatif dan anti-emetik. Bekerja pada taraf susunan saraf

pusat, terutama pada tingkat subkortikal maupun pada berbagai

sistem organ. Mempunyai efek anti-andenergik kuat dan

antikolinergik perifer lemah, efek penghambat ganglion, yang

relatif lemah, efek antihistamin dan antiserotinin lemah.

Page 9: BAB II. PDF

17

b) Penggunaan

Psikosis, neurosis, gangguan saraf pusat yang membutuhkan

sedasi, anestesi, pre medikasi, mengontrol hipotensi, induksi

hipotemia, antiemetik, skizofrenia, gangguan skizoafektif, psikosis

akut, sindroma paranoid, dan stadium mania akut.

c) Efek Samping

Ikterus, dermatitis, leukopenia, hipotermia, mulut dan tenggorokan

kering, mengantuk, konstipasi, dan retensi urine.

d) Kontra Indikasi

Kelainan fungsi hati, koma, pasien dengan pengguna obat penekan

susunan saraf pusat, depresi sumsum tulang.

2) Haloperidol (HLP)

a) Cara Kerja Obat

Haloperidol merupakan obat antipsikosis dengan potensi tinggi,

memiliki efek sedasi rendah dan efek ekstrapiramidal yang besar,

menenangkan keadaan mania pada penderita psikosis.

b) Penggunaan

Skisofrenia, psikosis, kecemasan yang parah, gangguan tingkah

laku yang parah, kegugupan, gangguan emosional dan mental,

mual, dan muntah.

c) Efek Samping

Page 10: BAB II. PDF

18

Kesulitan berbicara atau menelan, kehilangan kontrol

keseimbangan, wajah terasa tebal seperti memakai masker, kejang

otot (terutama leher dan punggung), gelisah, kekakuan pada lengan

dan kaki, gemetar pada jari dan tangan, kelemahan pada lengan dan

kaki.

d) Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap haloperidol, parkinson, depresi berat

susunan saraf pusat, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau

hati berat, koma, ibu menyusui.

3) Tryhexypenidil (THP)

a) Cara Kerja Obat

Bekerja dengan menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan

eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf pusat akan

merangsang pada dosis rendah dan depresi pada dosis toksik.

b) Penggunaan

Parkinson, gangguan ekstraperimedal yang disebabkan oleh

penggunaan obat SSP.

c) Efek Samping

Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas, konstipasi, retensi

urin, takikardi, sakit kepala.

d) Kontra Indikasi

Page 11: BAB II. PDF

19

Hipersensitif terhadap tryhexypenidil, glaukoma, obstruksi

duodenal, obstruksi saluran urin, myastenia gravis, achalasia.

b. Electri Convulsive Therapy

1) Definisi

Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan

elektroshock menurut Dermawan dan Rusdi (2013) adalah suatu

terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha

pengobatannya.

2) Tujuan

ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat

memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama

15 detik. Kejang yang dimaksut adalah suatu kejang dimana seseorang

kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Biasanya ECT

ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon

kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.

3) Cara Kerja

Tentang mekanisme dari kerja ECT sampai saat ini belum dapat

dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian

menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-

Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak

responsif terhadap terapi farmakologis.

Page 12: BAB II. PDF

20

c. Terapi Aktivitas Kelompok

Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) adalah suatu upaya untuk

memfasilitasi psikotherapist terhadap sejumlah klien pada waktu yang

sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar

anggota.

Jenis TAK yang digunakan pada isolasi sosial adalah TAK

sosialisasi. Fokus TAK Sosialisasi adalah membantu klien untuk

melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien (Direja,

2011).

Tujuan umum TAK sosialisasi untuk meningkatkan hubungan

interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling

memperhatikan, memberikan tanggapan terhadap orang lain,

mengekspresikan ide serta menerima stimulus eksternal (Riyadi dan

Purwanto, 2009).

Tujuan khusus yaitu penderita mampu menyebutkan identitasnya,

menyebutkan identitas penderita lain, berespon terhadap penderita lain,

mengikuti aturan main, mengemukakan pendapat dan perasaannya

(Direja, 2011).

Kriteria klien yang dapat mengikuti TAK sosialisasi ini yaitu:klien

gangguan jiwa yang cukup kooperatif, klien yang cukup sulit

mengungkapkan perasaannya melalui komunikasi verbal, klien dengan

isolasi sosial yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain, klien dengan

Page 13: BAB II. PDF

21

kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap penyakit

fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain (Direja, 2011).

B. Fokus Pengkajian

Data yang perlu dikaji pada klien isolasi sosial menurut Direja (2011)

meliputi:

1. Data subjektif, misalnya:

a. Klien mengatakan malas begaul dengan orang lain.

b. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta

untuk sendirian.

c. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.

d. Tidak mau berkomunikasi.

e. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui

keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat).

2. Data objektif, misalnya:

a. Kurang spontan.

b. Apatis (acuh terhadap lingkungan).

c. Ekspresi wajah kurang berseri.

d. Tidak merawat diri dan kurang memperhatikan kebersihan diri.

e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.

f. Mengisolasi diri

g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

h. Asupan makanan dan minuman terganggu..

Page 14: BAB II. PDF

22

i. Aktivitas menurun.

j. Kurang berenergi atau bertenaga.

k. Rendah diri.

l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada

posisi tidur).

m. Pengkajian pada gangguan isolasi sosial: menarik diri menurut

(Kusumawati dan Hartono, 2011) adalah sebagai berikut:

3. Identitas

Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa

pubertas.

4. Keluhan utama

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya

akibat adanya kemunduran, kemauan dan kedangkalan emosi.

5. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni

keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.

6. Psikososial

a. Genogarm

Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16%

skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri kemungkinan

0,9-1,8%, saudara kandung 7-15%.

Page 15: BAB II. PDF

23

b. Konsep diri

Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi mengenai pasien akan

mempengaruhi konsep diri pasien.

c. Hubungan sosial

Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,

dan berdiam diri.

d. Spiritual

Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.

7. Status mental

a. Penampilan diri

Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju

tidak tepat, retsleting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai

manifestasi kemunduran kemauan pasien.

b. Pembicaraan

Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.

c. Aktifitas motorik

Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan

mempertahankan pada satu posisi yang dBapakatnya sendiri (katalepsia).

d. Emosi

Emosi dangkal

e. Afek

Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.

f. Interaksi selama wawancara

Page 16: BAB II. PDF

24

Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap

lawan bicara, diam.PersepsiTidak terdapat halusinasi atau waham.

g. Proses berfikir

Gangguan proses berfikir jaran ditemukan.

h. Kesadaran

Kesadaran berubah, kemampuannya mengadakan hubunga serta

pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada

taraf tidak sesuai dengan kenyataan.

i. Memori

Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.

j. Kemampuan penilaian

Tidak mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadan,

selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.

k. Tilik diri

Tak ada yang khas

8. Kebutuhan Sehari hari

Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya,

makin mundur dalam pekerjaaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk

memenuhi kebutuhan sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAK/BAB,

mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.

Page 17: BAB II. PDF

25

C. Pohon Masalah

Pohon masalah gangguan kenyamanan: Isolasi sosial

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi Akibat

Gangguan konsep diri: harga diri rendah Penyebab

Keterangan:

a) : Menyebapkan/memicu terjadinya masalah

berikutnya.

b) : Penjelasan dari masing-masing masalah.

c) : Masalah utama

D. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan dengan menggunakan tujuan umum dan tujuan

khusus menurut (Azizah, 2011):

1. Tujuan Umum

Klien dapat beinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi

isolasi sosial.

2. Tujuan khusus

a. TUK I: Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1) Kriteria Evaluasi

Isolasi Sosial Core Problem

Page 18: BAB II. PDF

26

Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa

senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan

nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan

perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

2) Intervensi

Bina hubungan saling percaya menggunakan prinsip terapeutik.

a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanya nama lengkap dengan nama panggilan yang disukai klien.

d) Jelaskan tujuan pertemuan.

e) Jujur dan tepati janji.

f) Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.

g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan klien.

3) Rasional

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi

selanjutnya.

b. TUK II: Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial : menarik diri.

1) Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial yang berasal dari

diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

2) Intervensi

a) Kaji pengetahuan klien perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.

Page 19: BAB II. PDF

27

b) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan

penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul.

c) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan

gejala.

d) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan

perasaannya.

3) Rasional

Dengan mengetahui tanda-tanda dan gejala menarik diri akan

menentukan langkah intervensi selanjutnya.

c. TUK III: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan

orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

1) Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain,

misalnya : banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi, dll.

2) Intervensi

a) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat, keuntungan berhubungan

dengan orang lain.

b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.

c) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain.

d) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan

dengan orang lain.

Page 20: BAB II. PDF

28

e) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.

f) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan

dengan oraang lain.

g) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan

perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungapn dengan orang

lain.

3) Rasional

Reinforcement dapat meningakatkan harga diri.

d. TUK IV: Klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap.

1) Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain, misalnya : Sendiri, tidak punya teman, sepi, dll

2) Intervensi

a) Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan orang

lain.

b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain

melalui: klien- perawat, klien- perawat lain, klien- perawat-

perawat lain- klien lain, klien- kelompok kecil, klien-

keluarga/kelompok/masyarakat.

Page 21: BAB II. PDF

29

c) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai di

rumah nanti.

d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan

orang lain.

e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien

dalam mengisi waktu.

f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan TAK sosialisasi.

g) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

3) Rasional

Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang berhubunga

dengan orang lain.

e. TUK V: Klien dapat mengungkapakan perasaanya setelah berhubungan

dengan orang lain.

1) Kriteria evaluasi

Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap:

klien-perawat, klien-perawat lain, klien-perawat-perawat lain- klien

lain, klien-kelompok kecil, klien- keluarga/ kelompok/ masyarakat.

2) Intervensi

a) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan

dengan orang lain.

b) Diskusikan dengan klien manfaat beruhungan dengan orang lain.

c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan

perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.

Page 22: BAB II. PDF

30

3) Rasional

a) Agar klien lebih percaya diri berhubungan dengan orang lain.

b) Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang kerugian bila

tidak berhubungan dengan orang lain.

f. TUK VI : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan

orang lain

1) Kriteria evaluasi

a) Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan

orang lain untuk: diri sendiri dan orang lain.

b) Keluarga dapat menjelaskan perasaannya, menjelaskan cara klien

menarik diri, mendemonstrasikan cara klien menarik diri,

berpartisipasi dalam parawatan klien menarik diri.

2) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.

b) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: perilaku menarik diri,

penyebab perilaku menarik diri, cara keluarga menghadapi klien

yang sedang menarik diri.

c) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien

untuk berkomunikasi dengan orang lain.

d) Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian

mengunjungi klien minimal 1 kali seminggu.

e) Beri reinforcenment atas hal hal yang telah dicapai oleh keluraga.

Page 23: BAB II. PDF

31

3) Rasional

a) Motivasi dapat mendorong klien untuk lebih semangat dan percaya

diri.

b) Dengan dukungan keluarga klien akan merasa diperhatikan.