bab ii landasan teori - repository.bsi.ac.idkinerja karyawan (performance gap analysis). misalnya,...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pelatihan
2.1.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah suatu proses di mana karyawan mencapai kemampuan
tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi dan merupakan bagian dari
pendidikan yang menyangkut proses pembelajaran untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu
yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik dari pada
teori. Dalam penelitian ini metode pelatihannya adalah metode On The Job Training.
Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan pelatihan dapat di pandang
secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para karyawan
dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang
digunakan dalam pekerjaan yang sebenarnya. Menurut Kaswan dalam Chaerudin
(2018:263)“pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
karyawan. Pelatihan mungkin juga meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan
dapat melakukan pekerjaannya lebih efektif.”
Menurut Amstrong dalam Chaerudin (2018:264) mengemukakan pendapatnya
bahwa pelatihan adalah konsep terencana yang terintegrasi, yang cermat, yang
dirancang melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud
pelaksanaan program yang ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program
yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan
baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Oleh karenanya,
evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi
bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan
melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program. Ditinjau dari
beberapa bentuk evaluasi, maka evaluasi terdiri atas :
1. Evaluasi formatif bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan.
2. Evaluasi sumatif bertujuan untuk pertanggung jawaban, keterangan, seleksi dan
lanjutan.
Menurut Siagian dalam Tobari (2015:20), mempertegas tentang pelatihan
sebagai suatu keseluruhan proses, teknik dan metode belajar mengajar dalam
kerangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka
proses pendidikan dan pelatihan harus mengandung unsur-unsur pokok kurikulum,
metode dan teknik pembelajaran, instruktur (guru) dan sarana/prasarana serta dana
yang memadai.
Menurut Noe dalam (Ataunur & Ariyanto, 2016) pelatihan adalah upaya yang
direncanakan oleh suatu perusahaan untuk mempermudah pembelajaran para
karyawan tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku-perilaku yang
sangat penting atau berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan. Sasaran
pelatihan bagi karyawan adalah menguasai pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang ditekankan pada program-program pelatihan serta menerapkannya kedalam
aktivitas-aktivitas sehari-hari.
1. Penilaian kebutuhan. Penilaian kebutuhan yang mengacu pada proses yang
digunakan untuk menentukan apakah pelatihan diperlukan.
2. Kesiapan terhadap pelatihan. Mengevaluasi apakah para karyawan sudah siap untuk
belajar.
3. Menciptakan lingkungan pembelajaran. Memastikan peserta pelatihan dapat
memperoleh pengetahuan dan berbagai keterampilan pada program pelatihan serta
menerapkan informasi tersebut pada pekerjaannya.
4. Memastikan Peralihan Pelatihan. Mengacu pada penggunaan pengetahuan ,
keterampilan, dan perilaku yang dipelajari pada pelatihan di tempat kerja.
5. Memilih Metode Pelatihan. Terkait dengan pemilihan metode pelatihan untuk
mencapai pelatihan yang efektif.
6. Mengevaluasi Program Pelatihan. Memeriksa hasil suatu program pelatihan dalam
mengevaluasi kefektifannya.
Menurut Mathis dalam Massie (2015), pelatihan adalah suatu proses dimana
orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan
organisasi. Proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat
dipandang secara sempit maupun luas.Secara terbatas, pelatihan menyediakan
para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta
keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan pelatihan merupakan kegiatan dari
perusahan/instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari
pegawainya, sesuai dengan keinginan dari perusahaan/instansi yang
bersangkutan.
Menurut (Purwanto, 2017) disini tujuan dari pendidikan dan pelatihan atau
sering kita sebut dengan “Training” merupakan salah satu program sebuah organisasi
yang sangat strategis dalam rangka mempertahankan dan memberikan motivasi
kepada karyawan. Tujuan dari diberikanya pendidikan dan pelatihan adalah pelatihan
dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, sikap dan perilaku serta
kinerja karyawan. Pelatihan berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang harus
dilakukan dalam peusahaan.
Menurut Mathis dalam Larasati (2018:111) terdapat 4 tahap pada proses
pelatihan yaitu; penilaian, perancangan, penyampaian dan evaluasi. Penggunaan dari
proses tersebut akan mengurangi terjadinya usaha-usaha pelatihan yang tidak
terencana, tidak terkoordinasi, dan serampangan, empat (4) tahap tersebut dapat
dilihat dalam gambar berikut.
Sumber : Mathis dalam Larasati (2018:112)
Gambar II.1
Tahap Proses Pelatihan
2.1.2. Jenis-jenis pelatihan
Menurut Wispandono (2018:60) sifatnya pelatihan dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu :
a. Pelatihan keahlian
Yaitu pelatihan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
disyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan termasuk didalamnya
pelatihan ketalaksanaan.
a.Penilaian
- Menganalisis kebutuhan pelatihan
- Mengidentifikasikan tujuan dan
kriteria pelatihan
b. Rancangan pelatihan
- Memilih metode pelatihan
- Merencanakan isi pelatihan
d. Evaluasi
- Mengukur hasil-hasil pelatihan
- Membandingkan hasil pada
tujuan/kriteria
c. Penyampaian
- Menjadwalkan pelatihan
- Melaksanakan pelatihan
- Memantau pelatihan
b. Pelatihan dalam jabatan (Inservice Training)
Adalah suatu pelatihan tenaga kerja yang dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan kualitas, keahlian, kemampuan dan keteramplan para tenaga
kerja yang bekerja dalam perusahaan.
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Menurut Carrell dan Kuzmits dalam Larasati (2018:115) tujuan utama
pelatihan dapat dibagi menjadi 5 :
1. Untuk meningkatkan keterampilan karyawan sesuai dengan perubahan
teknologi.
2. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
3. Untuk membantu masalah operasional.
4. Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi.
5. Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.
Menurut Procton dan Thornton dalam Larasati (2018:115) menyatakan
bahwa tujuan pelatihan adalah :
1. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional
industri sejak hari pertama masuk kerja.
2. Memperoleh kemajuan sebagi kekuatan yang produktif dalam perusahaan
dengan jalan mengembangkan kebutuhan keterampilan, pengetahuan dan sikap.
Beberapa manfaat nyata dari program pelatihan menurut Dalah dalam Larasati
(2018:115) adalah : Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas ;
1. Mengurangi waktu pembelajaran yang diperlakukan karyawan untuk mencapai
standar kerja yang dapat diterima.
2. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan.
3. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.
2.1.4 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Menurut Wijaya (2015:105) ada dua jenis analisis kebutuhan pelatihan dana
atau pembinaan yang dapat dilakukan, yakni: pertama, analisis kesenjangan
kinerja karyawan (performance gap analysis). Misalnya, telah ditentukan sejak
awal bahwa dalam 1 bulan produk yang cacat (rusak) maksimum 1%, namun
faktanya produk cacat mencapai 5% atau lebih. Kondisi seperti ini jelas
memerlukan program pengarahan atau pelatihan (coaching).
Dua, analisis bisnis (business analysis), yaitu analisis yang berhubungan
dengan evaluasi biaya dan manfaat dari suatu program pelatihan dana atau
pembinaan. Bila biaya pelatihan terlalu besar sementara manfaatnya kurang
dirasakan atau manfaatnya tidak jelas, maka program pelatihan itu tidak diperlukan.
Sebagai penggantinya, misalnya bisa dilakukan program pendampingan (mentoring),
yang biayanya lebih murah dan manfaatnya lebih nyata.
2.1.5 Metode Pelatihan
Menurut Cascio dalam Wispandono (2018:62), metode pelatihan dan
pengembangan dapat dikelompokan menjadi tiga cara yaitu sebagai berikut :
1. Teknik Presentasi Informasi
Metode dimana peserta pelatihan menjadi penerima informasi yang pasif.
Informasi ini mungkin meliputi fakta atau informasi, proses dan pemecahan masalah.
Metode Presentasi Informasi terdiri atas :
a. Metode Ceramah.
b. Metode Diskusi.
c. Audiovisual.
d. Pembelajaran Jarak Jauh.
e. Pelatihan Berbasis Internet.
2. Metode Simulasi
Metode simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu
sedemikian rupa sehingga, para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti
keadaan sebenarnya, Metode simulasi terdiri atas :
a. Metode Studi Kasus.
b. Metode Bermain Peran.
c. Behaviour Modelling.
d. Permintaan bisnis dan simulasi.
e. Teknik In-Basket.
3. Metode Latihan Sambil Kerja (On The Job Training)
Metode ini bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam
pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerja tersebut. Dalam
metode ini terdiri atas :
a. Program orientasi.
b. Magang.
c. Penugasan Understudy.
d. Conseling.
e. Pembinaan (Coaching).
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Dalam praktek manajemen sumber daya manusia banyak terminology yang
muncul dengan kata kinerja yaitu evaluasi kinerja (performance evaluation), dikenal
juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal, performance rating,
performance assessment, employee evaluation, rating, efficiency rating, service
rating) pada dasarnya merupakan proses yang digunakan perusahaan untuk
mengevaluasi job performance. Kinerja pegawai dalam organisasi mengarah kepada
kemampuan pegawai dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator
keberhasilan yang sudah ditetapkan. Hasilnya akan diketahui bahwa seseorang
pegawai masuk dalam tingkatan kinerja tertentu.
Menurut Mustopadidjaja dalam Nofriansyah (2018:18)“kinerja adalah
kemampuan dalam usaha mencapai hasil kerja yang lebih baik atau yang lebih
menonjol kearah tercapainya tujuan lembaga atau perusahaan.”
Menurut Mahsun dalam Nofriansyah (2018:19)“kinerja merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan strategi
organisasi.”
Istilah kinerja atau prestasi kerja berasal dari kata Inggris yaitu
“performance”. Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson dalam Fattah
(2017:8) performance the desired results of behaviour (kinerja adalah hasil yang
diinginkan dari perilaku). Maksudnya adalah bahwa kinerja pegawai/karyawan
merupakan hasil unjuk kerja dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Menurut Ainsworth, Smith dan Millership dalam Fattah (2017:9) bahwa
“kinerja berarti suatu hasil akhir. kinerja adalah titik akhir orang, sumber daya, dan
lingkungan tertentu yang dikumpulkan bersama-sama dengan maksud untuk
mengha-silkan hal-hal tertentu, apakah produk yang kasatmata atau jasa yang kurang
terlihat langsung.” Sejauh interaksi ini memberikan hasil dalam tingkat dan mutu
yang dikehendaki, pada level biaya yang disepakati, kinerja akan dinilai memuaskan,
baik, atau mungkin luarbiasa. Sebaliknya, apabila hasil itu mengecewakan, apapun
alasannya, kinerja akan dinilai buruk atau merosot.
Menurut Rivai dalam Ariyanto (2016), kinerja merupakan suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan
seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan.
2.2.2 Indikator Kinerja Pegawai
Menurut Rivai dalam Ariyanto (2016) terdapat 6 (enam) dimensi dalam
menentukan kinerja seseorang yaitu :
1. Kemampuan atas pekerjaan, hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
dalam melaksanakan tugas yang diberikan atau yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Kuantitas kecepatan menyelesaikan pekerjaan, yaitu jumlah pekerjaan yang
mampu diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditetapkan atau sesuai dengan
target yang ditetapkan untuk tiap karyawan.
3. Ketelitian/keakuratan, hal ini berkaitan dengan kecermatan, kerapihan,
kebenaran dan kecakapan dalam bekerja sehingga hasil kerja secara
menyakinkan sesuai dengan tugas yang diberikan.
4. Loyalitas, yaitu berkaitan dengan kesediaan karyawan untuk lebih
mengutamakan penyelesaian tugas yang diberikan untuk kepntingan perusahaan
yang disertai dengan penggunaan waktu yang baik yang dijadwalkan maupun
yang tidak, baik di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan untuk
kemajuan perusahaan.
5. Inisiatif, yaitu berkaitan dengan kemampuan dan mau meningkatkan serta
memutahirkan hasil kerja untuk kepentingan perusahaan yang dapat dibuktikan
ada tidaknya inisiatif dari karyawan dalam memperbaiki hasil kerja, baik diminta
ataupun tidak oleh perusahaan.
6. Kerjasama, yaitu kemampuan menjalin hubungan baik pada unit kerjanya atau
unit kerja lainnya atau dengan pihak lain di luar perusahaan dalam melaksanakan
tugas, bersedia memberikan pendapat dan mau menerima pendapat orang lain
serta bersedia menerima keputusan yang bertentangan dengan pendapatnya.
2.2.3 Kriteria-Kriteria Kinerja Pegawai
Menurut Darma dalam Pianda (2018:18), beberapa kriteria kinerja sebagai
berikut :
1. Pengetahuan professional dan teknis
2. Pengertian organisasional dan bisnis
3. Antar pribadi dan komunikasi
4. Keahlian-keahlian untuk memengaruhi
5. Berpikir kritis, mengelola diri sendiri dan belajar
6. Pencapaian dan tindakan
7. Inisiatif dan tindakan
8. Sudut pandang strategis
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Maisah dalam Hasan (2016), menjabarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang meliputi :
1. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh tiap
individu.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan team leader dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja pada bawahannya.
3. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan
keeratan anggota tim.
4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja yang diberikan oleh
pimpinan, proses organisasi dan kultur kerja dalam organisasi.
2.2.5 Penilaian Kinerja Pegawai
Menurut Mathis dan Jackson dalam Rangkuti (2017:111), penilaian kinerja
pegawai memiliki 2 penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya bisa
menjadi konflik yang potensial.
1. Penggunaan Administratif
Sistem penilaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang
diharapkan diterima oleh pegawai dengan produktivitas yang dihasilkan oleh
mereka. Pegawai menerima kenaikan berdasarkan performa mereka. Pimpinan
berperan sebagai evaluator dari kinerja pegawai, kemudian mengarahkan pada
rekomendasi kompensasi pegawai atau keputusan lainnya. Apabila ada pegawai
yang paling produktif tidak menerima imbalan yang lebih besar maka akan
timbul persepsi adanya ketidakadilan dalam kompensasi pegawai. Penilaian
kinerja juga dapat digunakan untuk membuat keputusan promosi, pemecatan
pengurangan, dan pemindahan tugas. Keputusan pengurangan pegawai dapat
dilakukan berdasarkan penilaian kinerja, dengan catatan hasil dari penilaian
kinerja harus didokumentasikan dengan jelas dan memperlihatkan perbedaan-
perbedaan dari kinerja seluruh pegawai. Keputusan untuk mempromosikan,
memberhentikan, atau membayar orang secara berbeda berdasrkan penilaian
kinerja dapat dilakukan dengan catatan penilaian kinerja harus
didokumentasikan sebagai alat pembelaan yang kuat apabila ada pegawai yang
menuntut keputusan tersebut.
2. Penggunaan untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik bagi
pegawai yang merupakan kunci bagi pengembangan diri pegawai di masa
mendatang. Saat pimpinan mengidentifikasi kelemahan, potensi, dan kebutuhan
pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, pimpinan dapat memberitahu
pegawai mengenai kemajuan mereka, mendiskusikan keterampilan apa yang
perlu pegawai kembangkan, dan melaksanakan perencanaan pengembangan.
Peran pimpinan di sini adalah sebagai pembina, dan tugas pembina adalah
memberikan penghargaan kinerja yang baik berupa pengakuan, menerangkan
tentang peningkatan yang diperlukan, dan menunjukkan pada pegawai
bagaimana caranya meningkatkan diri, tujuan dari umpan balik pengembangan
adalah untuk mengubah atau mendorong tingkah laku seseorang dan bukan
membandingkan individu-individu sebagaiman dalam kasus penggunaan
administrative untuk penilaian kinerja. Fungsi pengembangan dari penilaian
kinerja juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi pegawai mana yang ingin
berkembang.
2.2.6 Tujuan Penilaian Kinerja Pegawai
Tujuan penilaian kinerja pegawai secara umum menurut Veithzal dalam
Susanto (2017:53) diuraikan sebagai berikut; Mengendalikan perilaku pegawai
dengan menggunakannya sebagai instrument untuk memberikan ganjaran, hukuman
dan ancaman. Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai
karyawan secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai
efektivitas manajemen sumber daya manusia. Mengambil keputusan mengenai
kenaikan gaji dan promosi. Menempatkan pegawai agar dapat melaksanakan
pekerjaan tertentu. Penilaian kinerja pegawai bertujuan untuk mengenali Sumber
Daya Manusia (SDM) yang perlu dilakukan pembinaan, menentukan kriteria tingkat
pemberian kompensasi, memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan, memperoleh
umpan balik atas hasil prestasi karyawan, membantu persiapan pegawai untuk
memegang pekerjaan yang jenjangnya lebih tinggi, dengan peningkatan kualitas
kerja dan perilaku.
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1 Kisi-Kisi Operasional Variabel
Di dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas (Independent Variabel).
Menurut Sugiyono dalam Lansing, & Minarsih (2016) variable Independen atau
variable bebas adalah variable yang dapat berdiri sendiri dan tidak tergantung pada
variable lainnya. Dinamakan demikian karena variable ini bebas dalam
mempengaruhi variable lain. Sebelum menguji hipotesis penelitian, maka terlebih
dahulu dilakukan pengidentifikasian variable-variabel yang akan dilibatkan dalam
penelitian. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian berupa :
X = Pelatihan.
Kisi-kisi operasional variabel yang penulis gunakan untuk menentukan
dimensi dan indikator variabel pelatihan, bersumber dari Noe dalam Ariyanto (2016).
Tabel II.1
Kisi-kisi Operasional Pelatihan.
Variabel Dimensi Indikator No. Butir Skala
Pelatihan
Kesiapan
tehadap
pelatihan
a.Kemampuan
dalam menyerap
materi pelatihan
b.Lingkungan
pekerjaan
1,2
Likert
Lingkungan
pembelajaran
a.Materi
pelatihan
b.Pelatih
c.Sarana
pelatihan
3,4,5
Peralihan
pelatihan
a.Iklim peralihan
b.Dukungan dari
atasan dan rekan
kerja 6,7
Metode
pelatihan
a.Metode
pelatihan yang
diterapkan 8
Evaluasi hasil
pelatihan
a.Hasil kognitif
b.Hasil berbasis
keterampilan
c.Hasil afektif 9,10,11
Sumber : Noe dalam Ariyanto (2016).
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel).
Menurut Sugiyono dalam Lansing, & Minarsih (2016). Variabel dependen atau
variable terikat adalah variable yang tidak dapat berdiri sendiri dan tergantung
pada variabel lainnya. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah :
Y = Kinerja.
Sedangkan kisi-kisi operasional variabel yang penulis gunakan untuk
menentukan indikator variabel kinerja, dikemukakan oleh Rivai dalam Ariyanto
(2016).
Tabel II.2
Kisi-kisi Operasional Kinerja.
Variabel Dimensi Indikator No. Butir Skala
Kinerja
Kemampuan atas
pekerjaan
a.Mampu
menyelesaikan
pekerjaan sesuai target
b.Tanggung jawab
terhadap pekerjaan
1,2
Likert
Kuantitas
kecepatan
menyelesaikan
pekerjaan
a.Jumlah pekerjaan
yang mampu
diselesaikan
b.Ketepatan waktu
dalam penyelesaian
pekerjaan
3,4
Ketelitian/
Keakuratan
a.Tidak ada kesalahan
dalam pekerjaan
b.Hasil kerja yang
dihasilkan sesuai
dengan tugas yang
diberikan
5,6
Loyalitas a.Selalu
mengutamakan
kepentingan
perusahaan
b.Kesediaan bekerja
diluar jam kerja
7,8
Inisiatif a.Kesadaran dalam
meningkatkan hasil
kerja
b.Kemauan untuk aktif
9,10
dalam
Kerjasama a.Mampu untuk
menjalin kemitraan
dengan internal dan
eksternal
b.Kemauan dalam
memberikan bantuan
kepada orang lain
11,12
Sumber : Rivai dalam Ariyanto (2016).
2.3.2 Uji Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang pengaruh pelatihan
terhadap kinerja pegawai. Instrumen yang digunakan untuk menyaring data
dipergunakan angket (kuesioner) data yang terkumpul relatif lebih cepat, mudah dan
akurat. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reabilitasnya bila digunakan untuk
penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya keberadaannya.
1. Uji Validitas.
Menurut Sujianto dalam Yuliantari & Ulfa (2016), “validitas bertujuan untuk
menguji apakah tiap item atau instrument benar-benar mampu mengungkapkan
faktor yang akan diukur atau konsisten terhadap internal tiap item alat ukur
dalam mengukur suatu faktor”. Metode yang sering digunakan terhadap validitas
kuisioner adalah korelasi antara skor tiap butir pernyataan dengan skor total,
sehingga sering disebut dengan inter-item total correlation. Nilai korelasi yang
diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai korelasi (r). Pengujian validitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 25.
Kriteria penilaian uji validitas yang dapat dikatakan valid atau tidaknya, yaitu :
a. Apabila r hitung > r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut valid.
b. Apabila r hitung < r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut tidak valid.
2. Uji Reliabilitas.
Menurut Sujianto dalam Yuliantari & Ulfa (2016) “reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan pengukuran”.
Instrumen yang reliabel berarti instrumen tersebut bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Untuk
mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode
Alpha Cronbach’s diukur berdasarkan Skala Alpha Cronbach’s 0 sampai 1.
Berikut ini adalah Skala Alpha Cronbach’s.
Tabel II.3
Skala Alpha Cronbach’s
Nilai Alpha Cronbach’s Keterangan
0,00-0,20 Kurang reliable
0,21-0,40 Agak reliable
0,41-0,60 Cukup reliable
0,61-0,80 Reliable
0,81-1,00 Sangat reliable
Sumber : Triton dalam Yuliantari & Ulfa (2016).
2.3.3 Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Populasi dan Sampel.
a. Pengertian Populasi dan Sampel.
Menurut Sugiyono dalam Yuliantari & Ulfa (2016), “Populasi ialah wilayah
genelisasi yang terdiri atas, objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.”.
b. Teknik Pengambilan Sampel.
Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Menurut Sugiyono
dalam Yuliantari & Ulfa (2016), “Sampel jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penulis
menggunakan sampel jenuh dikarenakan jumlah populasi 81 orang.
2. Skala Likert.
Menurut Singarimbun dan Effendi dalam Artaya & Arimbawa (2018), Skala
Likert yaitu suatu pengukuran skala dengan lima respon kategori pernyataan dari
sangat tidak setuju sampai sangat setuju digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial.
Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh
peneliti, yang selanjutnya disebutkan sebagai variabel penelitian. Jawaban setiap
item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradiasi dari sangat
positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain :
Tabel II.4
Klasifikasi Jawaban dan Besarnya Skor.
Alternatif Jawaban Kode Nilai
Sangat Setuju SS 5
Setuju S 4
Cukup Setuju CS 3
Tidak Setuju TS 2
Sangat Tidak Setuju STS 1 Sumber: Singarimbun dan Effendi dalam Artaya & Arimbawa (2018).
3. Korelasi Product Moment.
Dalam penelitian yang dipakai adalah rumus korelasi product moment dengan
penjelasan sebagai berikut :
Korelasi Product Moment
Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan memberi interpretasi
terhadap kuatnya hubungan dua variabel itu yaitu hubungan antara pelatihan
terhadap kinerja. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien korelasi menurut Sugiyono (2016:183), yaitu :
𝑟𝑥𝑦 = ∑ 𝑥𝑦
√(∑ 𝑥2). (∑ 𝑦2)
Dimana :
𝑟𝑥𝑦= koefisien korelasi.
x = jumlah variabel bebas, yaitu pelatihan.
y = jumlah variabel terikat, yaitu kinerja.
Untuk mengetahui tingkat hubungan yang ada maka koefisien korelasi
dikonsultasikan pada tabel pedoman (dapat dilihat pada tabel II.6) untuk memberikan
interpretasi.
Tabel II.5
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi.
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Cukup
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono dalam Yuliantari & Ulfa (2016).
4. Koefisien Determinasi.
Koefisien determinasi (KD) atau Koefisien penentu (KP), Merupakan ukuran
untuk mengetahui kesesuaian atau ketepatan antara nilai dugaan atau garis
regresi dengan data sampel. Apabila nilai koefisien korelasi sudah diketahui,
maka untuk mendapatkan koefisien determinasi dapat diperoleh dengan
mengkuadratkannya. Besar koefisien determinasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐾𝐷 = 𝑟2. 100%
Dimana :
KD = koefisien determinasi.
r² = koefisien korelasi.
5. Regresi Linier Sederhana.
Manfaat dari hasil analisis regresi adalah untuk membuat keputusan apakah naik
dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui peningkatan
variabel independent atau tidak. Persamaan regresi dirumuskan sebagai berikut :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋
Dimana untuk melihat hubungan antar variabel dengan menggunakan persamaan
regresi tersebut, maka nilai a dan b harus dicari terlebih dahulu dengan rumus
sebagai berikut :
𝑏 =𝑛(∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋). (∑ 𝑌)
𝑛. (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋)2
𝑎 =(∑ 𝑌). (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋). (∑ 𝑋𝑌)
𝑛. (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋)2
Keterangan :
Y = subjek atau nilai variabel dependen yang diprediksikan, yaitu kinerja.
a = nilai konstanta harga Y jika X=0
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angk peningkatan
ataupun penurun variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan.
X = subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu, yaitu
pelatihan.