bab ii landasan teori ii.1 investasi ii.1.1 pengertian ...thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00100...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Investasi
II.1.1 Pengertian Investasi
Mengacu pada Sunariyah (2011, h4) Investasi dapat diartikan sebagai suatu
usaha seseorang untuk menanamkan modalnya pada 1 atau lebih aktiva dengan harapan
akan mendapatkan keuntungan dari penanaman modal tersebut.
Keinginan seseorang untuk berinvestasi didasarkan adanya kelebihan dana yang
dimiliki dan juga keinginan untuk mendapatkan keuntungan dengan harapan bahwa di
masa depan akan mengalami peningkatan finansial ataupun dapat digunakan sebagai
simpanan untuk hari tua ataupun untuk berjaga-jaga.
Menurut Sunariyah (2011, h4) investasi dibagi menjadi 2 bentuk yaitu investasi
dalam bentuk riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat – surat berharga atau
sekuritas (marketable securities atau financial assets), bentuk riil bersifat berwujud
seperti emas, rumah, barang-barang antik, sedangkan financial assets berupa surat –
surat berharga yang memiliki nilai seperti layaknya real assets yang dikuasai oleh suatu
entitas.
7
8
II.1.2 Pasar modal
Menurut Nasarudin dan Surya (2004, h13), pasar modal didefinisikan sebagai
“Pasar yang memperjualbelikan berbagai keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik
dalam bentuk hutang maupun modal sendiri yang diterbitkan perusahaan swasta.”,
sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
didefinisikan sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
Pasar modal, selain sebagai tempat bertransaksi antara penjual dan pembeli,
juga merupakan tempat untuk mencari dana bagi perusahaan ataupun pemerintah, serta
dapat digunakan sebagai tempat alternatif berinvestasi bagi masyarakat selain bank dan
jenis – jenis investasi lainnya. Instrumen – instrumen yang diperjualbelikan di pasar
modal dapat berupa saham (stock), saham preferen (preferred stock), obligasi konversi
(convertible bond), obligasi (bond), waran (warrant), kontrak berjangka (futures), opsi
(option), reksadana (mutual fund), right, SUN (Surat Utang Negara), Instrumen Syariah
(Obligasi Syariah, Reksadana Syariah).
Pasar modal memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi ekonomi
dalam suatu negara, hal itu disebabkan karena pasar modal memberikan 2 fungsi secara
langsung, yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi ekonomi, yaitu karena
pasar modal memberikan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan,
yaitu pihak yang memiliki dana yang berlebih dan pihak yang memerlukan dana,
9
sedangkan fungsi keuangan didapat karena pasar modal memberikan imbalan atas
investasi yang dilakukan.
Menurut Darmadji. T., Fakhruddin. H. M. (2011) terdapat beberapa manfaat
dari pasar modal yakni :
1. Menyediakan sumber dana bagi dunia usaha.
2. Memberikan sarana investasi bagi investor dan juga dapat memberikan
diversifikasi investasi.
3. Menyediakan indikator utama bagi tren ekonomi negara.
4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan hingga kepada
masyarakat.
5. Dapat menciptakan penyebaran kepemilikan, keterbukaan, dan
profesionalisme serta membuat iklim berusaha yang sehat.
6. Menciptakan lapangan pekerjaan yang unik.
7. Memberikan kesempatan bagi investor untuk memiliki perusahaan.
8. Sebagai alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan
dengan resiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan,
likuiditas, dan diversifikasi investasi.
9. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha.
10. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan dan
pemanfaatan manajemen profesional.
10
II.1.2 Pasar Uang
Pasar uang menurut Sunariyah (2011, h11) ialah “Titik pertemuan antara
permintaan dana jangka pendek dengan penawaran dana jangka pendek. Pengertian
jangka pendek ditafsirkan dalam kurun waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun”
perbedaan yang mencolok pada pasar uang dan pasar modal ialah jangka waktu yang
dimiliki, pasar uang cenderung memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi dan baisanya
digunakan pada kondisi yang mendesak seperti seseorang meminjam uang kepada bank
komersil untuk kebutuhan pengobatan. dalam penelitian ini penulis lebih
memfokuskan kepada pasar modal ketimbang pasar uang.
II.2 Saham
II.2.1 Pengertian Saham
Menurut Nasarudin (2004, h188), “Saham merupakan instrumen penyertaan
modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Modal ini terbagi dalam tiga
tingkat status, yaitu modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.”
Menurut Sunariyah (2011, h124), “Seberapa besar hak dan tanggung – jawab
para pesero diwujudkan dalam jumlah Rupiah yang dinyatakan dalam lembar saham.
Dengan demikian jumlah lembar saham (sero) yang dikuasai seorang pemodal,
menggambarkan suatu bentuk pemilikan pada suatu perusahaan publik yang berbadan
hukum PT.”
11
Jadi dari definisi – definisi di atas saham adalah suatu satuan nilai yang
mengacu kepada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan menerbitkan saham,
memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang.
Saham dibagi menjadi 2, yaitu saham preferen dan saham biasa.
Menurut Sunariyah (2011:48), saham biasa ialah “Tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam perusahaan”, sedangkan saham preferen ialah
“saham yang memliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena
bisa menghasilkan pendapatan tetap, tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil yang
dikehendaki investor”.
II 2.2 Keuntungan Dan Kerugian Saham
Terdapat 2 keuntungan dari memiliki saham, yakni:
1. Dividen, yakni pembagian keuntungan yang diberikan emiten atas
keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan, dividen diberikan
setelah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham.
2. Capital gain, yakni keuntungan yang didapat atas transaksi
perdagangan saham, capital gain terbentuk dari aktivitas
perdagangan saham di pasar sekunder.
Sedangkan terdapat pula berbagai resiko atas kepemilikan saham , yakni:
1. Tidak mendapatkan dividen, perusahaan hanya membagikan dividen
jika perusahaan mengalami keuntungan , akan tetapi hal ini hanya
12
berlaku terhadap pemilik saham biasa, sedangkan saham preferen
tetap mendapatkan imbal hasil.
2. Capital loss, yakni kerugian yang didapatkan atas transaksi
perdagangan saham, dalam perdagangan saham untuk menghidari
atas kerugian yang semakin besar investor rela menjual saham
dengan harga rendah, istilah tersebut dikenal dengan cut loss.
3. Emiten dilikuidasi, jika suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, maka
tentu akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan
tersebut, jika perusahaan bangkrut maka saham perusahaan tersebut
akan di-delist dari bursa saham, dan saham memiliki posisi lebih
rendah daripada kreditur dan pemilik obligasi sehingga semua aset
perusahaan yang dijual terlebih dahulu digunakan untuk melunasi
kreditur dan obligasi perusahaan jika ada sisa barulah dikembalikan
kepada pemilik saham.
4. Saham di-delist, suatu saham di delist dari bursa umumnya
disebabkan oleh kinerja yang buruk misalnya mengalami kerugian
bertahun-tahun secara berturut-turut, tidak membagikan dividen
secara berturut-turut selama beberapa tahun, saham yang di delist
tidak lagi dapat diperdagangkan.
13
II.2.3 Jenis Klasifikasi Saham
Menurut Darmadji. T., Fakhruddin. H. M. (2011) klasifikasi saham bisa dibagi
menjadi 3 jenis yaitu :
1. Klasifikasi saham berdasarkan hak tagih, yaitu :
• Saham Biasa yaitu sertifikat yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan
suatu perusahaan, pemilik akan mendapatkan hak untuk menerima
pendapatan tetap (dividen) dari perusahaan serta berkewajiban untuk
menanggung resiko kerugian perusahaan
• Saham Preferen adalah suatu saham yang pemiliknya memiliki hak lebih
dahulu dibanding hak pemilik saham biasa, serta memiliki hak suara
yang lebih besar dibanding pemegang saham biasa.
2. Klasifikasi saham berdasrkan cara peralihan kepemilikan, yaitu :
• Saham atas unjuk, di dalam saham atas unjul tidak tertera nama
pemiliknya, hal tersebut dimaksudkan agar mempermudah perpindahan
tangan dari investor ke investor lainnya
• Saham atas nama dalam saham atas nama ditulis dengan jelas siapa
nama pemiliknya, dimana perpindahan tangan harus memlalui prosedur
yang jelas.
14
3. Klasifikasi saham berdasarkan kinerja, yaitu :
• Blue Chip Stocks merupakan saham biasa dari suati perusahaan yang
memliki reputasi tinggi, ang mewakili dalam industri, memiliki
pendapatan yang stabil dan onsisten dalam membayar dividen
• Income Stocks merupakan saham dari suatu emiten yang memiliki
kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari dividen tahun
sebelumnya
• Growth Stocks dibagi 2 yaitu Well known yaitu emiten yang memiliki
pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis,
lesser known saham yang tidak menjadi leader namun memiliki ciri
gowth stock.
• Speculative stock saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara
konsisten dalam memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan
tetapi mempunyai kemungkinan berpenghasilan yang tinggi di masa
mendatang, meskipun belum pasti
• Counter cyclical stocks saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi
ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.
15
II.3 Analisis Teknikal dan Fundamental
Menurut Sunariyah (2011, h166) “Untuk menganalisis surat berharga saham
dengan pendekeatan tradisional digunakan dua analisis yaitu: (a) analisis teknikal
(technical analysis) (b) analisis fundamental (fundamental analysis)”
Menurut Darmadji. T., Fakhruddin. H. M. (2011) analisis fundamental
didefinisikan sebagai “Salah satu cara untuk melakukan penilaian saham dengan
mempelajari atau mengamati berbagai indikator yang terkait dengan kondisi macro
ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan hingga berbagai indikator keuangan dan
manajemen perusahaan” jadi dari definisi tersebut analisis fundamental digunakan
untuk mengevaluasi nilai suatu saham dengan menggunakan berbagai data yang
terdapat pada emiten.
Sedangkan analisis teknikal menurut Darmadji. T., Fakhruddin. H. M. (2011)
adalah “Salah satu metode yang digunakan untuk penilaian saham, di mana dengan
metode ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada data-data statistik yang
dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham” dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa analisis teknikal menggunakan data – data statistik dari saham tersebut dan
mencoba untuk memprediksi arah pergerakan harga saham dari data – data tersebut.
II.4 Indeks Harga Saham
Menurut Jogiyanto (2009, h100), indeks harga saham yaitu suatu indikator yang
menunjukkan pergerakan harga saham, sedangkan Menurut Antolis, T., Dossugi S.,
(2008, h147) indeks harga saham adalah “Suatu indikator yang menunjukan pergerakan
16
harga saham” jadi indeks dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap kondisi yang
terjadi di pasar apakah sedang lesu atau sedang aktif dan juga dapat mengetahui apakah
tren yang dialami sedang naik (bullish) atau turun (bearish), jika indeks saham
mengalami penurunan sebesar 30 poin dari hari sebelumnya yang berada di angka 300
maka dapat dikatakan bahwa rata-rata harga saham mengalami penurunan sebesar 10%.
Terdapat berbagai indeks harga saham di BEI, berbagai macam indeks
saham tersebut adalah :
• Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang
tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
• Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam masing-
masing sektor, misalnya sektor pertambangan , keuangan, dan lain-lain, terdapat
9 sektor yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi,
properti infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
• Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria
likuiditas dan kapitalisasi pasar, setiap 6 bulan terdapat pemilihan saham-saham
baru yang akan masuk kedalam LQ45.
• Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam
kriteria syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan
likuiditas tinggi, saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten
yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti usaha
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang terlarang,
usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi
konvensional, usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan
17
makanan dan minumam yang haram, ataupun usaha yang memproduksi
mendistribusi atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral
dan bersifat mudarat.
• Indeks Kompas100, menggunakan 100 saham yang dipilih berdasarkan kriteria
likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan
seperti telah tercatat di BEI minimal 3 bulan, saham tersebut masuk dalam
perhitungan IHSG.
• Indeks Papan Utama & Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang
masuk dalam kriteria papan utama & papan pengembang.
• Indeks Bisnis-27, yaitu indeks harga saham yang diluncurkan oleh BEI yang
berkerjasama dengan Bisnis Indonesia, indeks ini terdiri dari 27 saham pilihan
yang berdasarkan atas criteria fundamental dan teknikal. Fundamental yang
dipakai antara lain laba usaha, laba bersih, ROA, ROE dan DER, sedangkan
criteria teknikal ialah hari transaksi, nilai perdagangan, volume dan frekuensi
transaksi.
• Indeks Individual, yaitu indeks yang menggunakan harga masing-masing
saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat
di BEI.
• Indeks PEFINDO-25 yaitu indeks yang dimaksudkan untuk memberikan
tambahan pedoman untuk melakukan investasi bagi investor, yaitu dengan cara
membangun sebuah benchmark indeks harga saham baruyang secara khusus
memuat kinerja harga saham emiten kecil dan menengah melalui criteria dan
metodologi yang konsisten.
18
• Indeks SRI-KEHATI adalah sebuah indeks harga saham yang merupakan hasil
kerja sama antara BEI dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia
(KEHATI). Yang bergerak dalam bidang pelestarian dan pemanfaatan
keankeragaman hayati, indeks ini diciptakan sebagai barometer bagi investor
untuk menginvestasikan dananya kepada perusahaan yang memiliki kesadaran
terhadap lingkungan, social, dan tata kelola perusahaan yang baik.
Seluruh indeks yang ada di BEI menggunakan metode perhitungan yang sama,
yaitu metode rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat. Perbedaan utama
pada masing-masing indeks jumlah emiten dan nilai dasar yang digunakan untuk
penghitungan indeks. Misalnya untuk Indeks LQ45 menggunakan 45 saham untuk
perhitungan indeks sedangkan Jakarta Islamic Index (JII) menggunakan 30 saham untuk
perhitungan indeks. Indeks-indeks tersebut ditampilkan terus menerus melalui display
wall di lantai bursa dan disebarkan ke masyarakat luas oleh data vendor melalui data
feed.
Menurut Darmadji. T., Fakhruddin. H. M. (2010). sebuah indeks harga saham
diharapkan memiliki lima fungsi yaitu :
1. Sebagai indikator tren pasar.
2. Sebagai indikator tingkat keuntungan.
3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio.
4. Sebagai fasilitas untuk pembentukan portofolio dengan strategi pasif.
19
5. Sebagai fasilitas untuk perkembangan produk derivatif.
II.5 BI Rate
Menurut situs www.bi.go.id BI rate ialah “Suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank indonesia
dan diumumkan kepada publik” kebijakan moneter itu sendiri bertujuan untuk menjaga
dan memelihara kestabilan nilai rupiah agar tetap stabil sehingga inflasi dapat tetap
terjaga, dalam mencapai tujuannya Bank Indonesia menetapkan untuk mempengaruhi
berbagai aktivitas perekonomian, tetapi untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan
waktu tidak secara langsung tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
BI rate diumumkan setiap rapat dewan gubernur bulanan, sehingga setiap bulan
BI rate dapat berganti atau juga tetap tidak berubah, dan diimplementasikan pada
operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar
uang.
Bank Indonesia akan menaikkan BI rate bilamana inflasi ke depan akan
diperkirakan melampaui sasaran, dan sebaliknya bank Indonesia akan menurunkan BI
rate jika inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan,
berikut perkembangan BI rate dari tahun 2005 sampai 2010 :
20
Gambar II.1 BI rate periode Juli 2005 – 3 Desember 2010
II.6 Single Index Model
Berdasarkan data nilai saham dan IHSG, dapat kita lihat bahwa terjadi korelasi
pergerakan saham terhadap pergerakan pasar (IHSG) , beberapa saham mengalami
kenaikan bilamana pasar mengalami penurunan adapula beberapa saham mengikuti
pergerakan pasar jika pasar mengalami peningkatan maka saham ikut mengalami
peningkatan, hal tersebut menunjukkan bahwa return dari saham memiliki korelasi
terhadap perubahan nilai pasar, untuk menunjukkan hal tersebut maka diperlukan suatu
teknik yang dapat digunakan untuk mengukur korelasi tersebut, yaitu dengan
menggunakan single index model, yaitu mengasumsikan bahwa
Single Index Model Menurut Elton. J. E., Gruber. J. M., Brown .J .S, Goetzmann.
N. W. (2007, h132) adalah “The most widely used techinique assumes that the co-
21
movement between stocks is due to a single common influence or index. This model is
appropriately called the single-index model”, jadi single index model ialah suatu model
yang memperkirakan pergerakan saham-saham berdasarkan pengaruh dari suatu indeks,
dimana indeks yang diamsumsikan ialah beta yaitu mengukur sensitivitas return saham
dengan return market.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat satu faktor yang
mempengaruhi pergerakan arah saham yakni beta, dengan menggunakan asumsi tersebut
dapat diketahui return tambahan dari saham tersebut yang tercermin pada perhitungan
excess return to beta, yang akan dijelaskan pada hal 28.
II.7 Systemic Risk dan Unsystemic Risk
Menurut Corado, J. C., Jordan, B. D. (2002:540) systemic risk ialah “risk that
influences a large number of asset. Also called market risk” dan unsytemic risk ialah “
risk that influences a single company or a small group of companies” jadi yang
dimaksud dengan systemic risk ialah suatu resiko yang berpengaruh secara luas yang
dapat mempengaruhi terhadap aset-aset atau efeknya berdampak terhadap pasar secara
menyeluruh sebagai contoh inflasi pada suatu negara akan mempengaruhi biaya yang
dikeluarkan terhadap perusahaan, tingkat pajak pada suatu negara yang meningkat dan
membebani perusahaan, dan lain-lain. Sedangkan unsystemic risk ialah suatu resiko
yang hanya berdampak kecil atau hanya berpengaruh terhadap sebuah aset atau
kelompok kecil dari aset sebagai contoh kenaikan harga kapas mempengaruhi
perusahaan textil, kenaikan harga kedelai mempengaruhi perusahaan kecap, dan lain-
lain.
22
Unsystemic risk dapat dieliminasi dengan menggunakan diversifikasi jadi
portofolio yang memiliki banyak aset hamper tidak memiliki unsystemic risk, sedangkan
systemic risk tidak dapat dieliminasi dengan diversifikasi karena sifatnya yang
mencakup luas, jadi portofolio yang menggunakan diversifikasi, tingkat
pengembaliannya hanya ditentukan oleh systemic risk yang dimiliki.
Menurut Corado, J. C., Jordan, B. D. (2002, h540) untuk mengukur nilai
systemic risk digunakan dengan mengukur nilai Beta “Because systemic risk is the
crucial determinant of an asset’s expected return, we need some way of measuring the
level of systemic risk for different investment. The specific measure we will use is called
the beta coefficient”.
Sedangkan menurut Hartono (2009, h363) mengatakan bahwa “Beta portofolio
mengukur volatilitas (volatility) pengembalian portofolio dengan pengembalian pasar.
Dengan demikian beta merupakan pengukur resiko sistematik dari suatu sekuritas atau
portofolio relatif terhadap resiko pasar”, beta digunakan untuk mengukur nilai systemic
risk dari sebuah aset, aset yang memiliki nilai beta lebih dari 1 berarti memiliki systemic
risk yang lebih tinggi dari rata-rata, sebaliknya jika beta yang dimiliki kurang dari 1
maka systemic risk lebih kecil daripada rata-rata. Nilai beta juga digunakan untuk
mengukur tingkat volatilitas sebuah saham, jika bernilai positif maka saham bergerak
searah dengan indeks saham, jika bernilai negative maka saham bergerak berlawanan
dengan indeks saham. Berikut rumus perhitungan untuk menghitung nilai beta pada
suatu saham :
23
M
iMii RRCorr
σσβ ×= ),(
Dimana:
iβ = Beta saham i
Corr = korelasi dari saham i
iR = return dari saham i
MR = return dari market
iσ = standar deviasi saham i
Mσ = standar deviasi market
Untuk mengukur nilai Beta dapat juga dilakukan dengan Excell yaitu dengan
menggunakan formula Slope pada return saham dan return IHSG. Korelasi pada saham
berarti kecenderungan yang dimiliki untuk bergerak searah terhadap pasar (IHSG),
untuk menghitung korelasi tersebut terlebih dahulu menghitung nilai dari kovarians dan
nilai standar deviasi saham.
II.8 Portofolio Efisien
Di dalam pembentukan sebuah portofolio, investor selalu ingin memaksimalkan
return harapan dengan tingkat resiko tertenu yang bersedia ditanggungnya, atau mencari
portofolio yang menawarkan resiko terendah dengan tingkat return tertentu.
24
Karakteristik portofolio tersebut disebut juga sebagai portofolio yang efisien (Tandelilin,
2010, h157).
Sedangkan portofolio efisien menurut Fabozzi. J. F. (1999, h63), ialah “memaksimalkan
pengembalian yang diharapkan dari investasi dengan tingkat resiko tertentu yang dapat
diterima”, jadi portofolio efisien mengambil portofolio yang memiliki resiko tertentu
tetapi memliliki tingkat keuntungan yang tinggi dibanding dengan portofolio lainnya.
Dalam pemebntukan portofolio efisien juga diasumsikan bahwa investor yang
melakukan investasi masuk ke dalam kategori risk averse (penghindar resiko).
Untuk membentuk portofolio efisien tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
diversifikasi Markowitz dimana dalam diversifikasi teresbut dilakukan penggabungan
aktiva-aktiva dalam portofolio dengan pengembalian yang memiliki korelasi positif
kurang dari sempurna, dengan tujuan mengurangi risiko aktiva secara sendiri – sendiri
diversifikasi tersebut berusaha mempertahankan pengembalian yang ada, dan
mengurangi resiko melalui analisis kovarians antara pengembalian yang ada.
Diversifikasi tersebut membentuk suatu portofolio efisien yang bernama
Markowitz Efficient Portofolio, mengacu Fabozzi. J. F. (1999, h78) teori tersebut
mengasumsikan investor sebagai penghindar resiko (risk averse), menggunakan dua
model variable (expected return dan variance), diamsumsikan investor akan memilih
portofolio yang menawarkan pengembalian tertinggi dengan resiko tertentu, seluruh
investor akan memiliki pengharapan yang sama dalam hal pengembalian harapan,
varians, dan kovarians bagi aktiva beresiko, dan seluruh investor memiliki periode
waktu investasi yang sama. Dari pembentukan portofolio tersebut maka dapat dibentuk
25
kombinasi – kombinasi yang mungkin terjadi. Berikut gambaran rangkaian portofolio
yang mungkin terjadi :
Gambar II.2 Rangkaian portofolio yang mungkin terjadi
Dari gambar di atas maka dapat dilihat garis – garis pembentukan portofolio, di
antara garis II dan garis III membentuk kombinasi saham yang efektif atau disebut
Markowitz efficient frontier (MEF), garis di antara I dan II tidak termasuk ke dalam
MEF karena memiliki tingkat pengembalian yang lebih rendah dan juga resiko yang
lebih tinggi. Dari pembentukan portofolio efisien tersebut maka dilanjutkan dengan
menentukan portofolio yang optimal.
II.9 Portofolio Optimal
Menurut Tandelilin (2010, h157) Portofolio optimal merupakan : “Portofolio
yang dipilih seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan
portofolio efisien. Tentunya portofolio yang dipilih investor adalah portofolio yang
26
sesuai dengan preferensi investor bersangkutan terhadap pengembalian maupun terhadap
resiko yang bersedia ditanggungnya”.
Untuk menentukan portofolio yang manakah yang paling baik dimiliki oleh
investor yakni portofolio optimal, maka ditentukan terlebih dahulu dari preferensi
investor terhadap tingkat return dan risk yang dimiliki oleh investor atau juga disebut
sebagai kurva indeferens, berikut gambar yang memperlihatkan pemeilihan portofolio
optimal berdasarkan kurva indiferens yang ada :
Gambar II.3 Pemilihan Portofolio optimal berdasarkan kurva indiferens
Kurva – kurva indiferens yang ditunjukkan dengan simbol U3, U2, U1 ,
menunjukkan kombinasi antara risk dan return yang dimiliki. Berdasarkan gambar di
atas menunjukkan bahwa kurva indeferens tertinggi yang dapat dicapai oleh MEF (P*
MEF).
27
Menurut Elton. J. E., Gruber. J. M., Brown .J .S, Goetzmann. N. W. (2007,
h184), dalam menentukan saham yang termasuk di dalam portofolio optimal, diperlukan
beberapa langkah yakni:
1. Find the “excess return to beta” ratio each stock under consideration,
and rank from highest to lowest
2. The optimum portofolio consists of investing in all stock for which (Ri - Rf
)/ βi is greater than a particular cut-off point C*. shortly, we will define
C* and interpret is economic siginificance.
Yang dapat diartikan sebagai :
1. Menentukan terlebih dahulu “excess return to Beta” dari setiap saham
dan kemudian menyusunnya dari nilai yang tertinggi ke nilai yang
terendah
2. Menentukan nilai “cut-off point” dari saham-saham tersebut dan
mengambil dari nilai yang terbesar ke atas
Menurut Bodie. Z., Kane. A., Marcus. A. J. (2009) menyebutkan bahwa excess
return ialah “the difference in any particular period between the actual rate of return on
a risky asset and the risk-free rate” jadi excess return dapat diamsusikan dengan tingkat
pengembalian saham dikurang dengan tingkat bunga aset bebas resiko, tingkat bunga
aset bebas resiko dapat juga diartikan sebagai sebuah aset yang lepas dari resiko tertentu
seperti gagal bayar atau yang lainnya seperti tingkat suku bunga bank Indonesia (BI
rate).
28
Sedangkan Excess return to Beta menurut Elton. J. E., Gruber. J. M., Brown .J
.S, Goetzmann. N. W. (2007, h181). Menyatakan bahwa “The excess return to beta ratio
measures the additional return on security (beyond that offered by a riskless asset) per
unit of a nondiversifiable risk” jadi dapat diasumsikan bahwa excess return to beta dapat
digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian tambahan dari saham yang tidak
termasuk riskless asset dibandingkan dengan nondiversifiable risk (beta).
Berikut perhitungan dari excess return to beta :
Excess return to Beta = i
Fi RRβ−
Dimana :
iR = tingkat pengembalian laba dari saham i
FR = tingkat Risk free (BI rate)
iβ = tingkat volatilitas dari saham i (systemic risk)
Setelah mendapatkan nilai Excess return to Beta pada masing-masing saham
selanjutnya akan dilakukan rangking nilai Excess return to Beta dari yang terbesar ke
nilai yang terkecil hal ini dilakukan untuk melihat saham manakah yang memiliki nilai
Excess return to Beta yang terbesar dan juga dilakukan untuk mencari nilai C*.
Setelah melakukan rangking saham berdasarkan nilai Excess return to Beta maka
langkah selanjutnya ialah menentukan nilai C*, berikut formula untuk menghitung nilai
C*
29
∑
∑
=
=
+
−
=i
j ej
jm
i
j ej
iFim
RR
C
12
22
12
2
1
)(
*
σβ
σ
σβσ
Dimana :
iR = tingkat pengembalian laba dari saham i
FR = tingkat Risk free (BI rate)
iβ = tingkat volatilitas dari saham i (systemic risk)
C* = Nilai dari Cut-off Point
2mσ = nilai dari Variance Market (Variance IHSG)
2ejσ = nilai dari unsystemic risk dari saham
Setelah mengetahui posisi C* maka langkah selanjutnya ialah mengambil saham
yang posisinya berada di atas C* (termasuk saham C*) untuk diambil ke dalam
portofolio, setelah itu dilanjutkan dengan membentuk alokasi investasi pada tiap-tiap
saham yang terpilih.
Untuk mengukur berapa persentase yang akan diinvestasikan pada tiap saham
maka diperlukan perhitungan:
∑=
i
ii Z
ZX
Berdasarkan teori Lintner yang menyatakan bahwa nilai Xi=1, yaitu alokasi pada
tiap-tiap saham haruslah berjumlah 1 (100%).Dengan nilai Z sebagai berikut :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−= *2 CRRZ
i
Fi
ei
ii βσ
β
30
Dimana :
iR = tingkat pengembalian laba dari saham i
FR = tingkat Risk free (BI rate)
iβ = tingkat volatilitas dari saham i (systemic risk)
C* = Nilai dari Cut-off Point
2mσ = nilai dari Variance Market (Variance IHSG)
2ejσ = nilai dari unsystemic risk dari saham