bab ii landasan teori ii.1 dasar-dasar perpajakan ii.1.1...

39
6 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung (dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum). Sedangkan pengertian pajak menurut beberapa ahli seperti pendapat Prof Dr Adriani yang dikutip kembali oleh buku karangan Brotodihardjo (2001), definisi pajak adalah: “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang tidak mendapat prestasi kembali, dapat langsung ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (h.2). Dan menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH, yang dikutip dari buku karangan Mardiasmo (2008), pajak didefinisikan sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h.1). Berdasarkan beberapa pengertian pajak di atas, maka dapat disimpulkan ciri-ciri pajak sebagai berikut:

Upload: dinhdien

Post on 08-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

6

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Dasar-dasar Perpajakan

II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib

pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa

yang dapat ditunjuk secara langsung (dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa

timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum).

Sedangkan pengertian pajak menurut beberapa ahli seperti pendapat Prof Dr

Adriani yang dikutip kembali oleh buku karangan Brotodihardjo (2001), definisi pajak

adalah: “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terhutang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan yang tidak mendapat prestasi kembali, dapat

langsung ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan tugas

negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (h.2).

Dan menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH, yang dikutip dari buku karangan

Mardiasmo (2008), pajak didefinisikan sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h.1).

Berdasarkan beberapa pengertian pajak di atas, maka dapat disimpulkan ciri-ciri

pajak sebagai berikut:

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

7

1. Iuran / pungutan

Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara, yang dipungut baik oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah.

2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang

Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 23A yang menyatakan

"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur

dalam undang-undang".

3. Pajak dapat dipaksakan

Undang-undang memberikan wewenang kepada fiskus untuk memaksa WP agar

mematuhi dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Karena menurut undang

undang dan sanksi pidana fiskal serta sanksi administratif yang khususnya diatur

oleh Undang-Undang No 19 Tahun 2000, adalah termasuk wewenang dari

perpajakan untuk mengadakan penyitaan terhadap harta bergerak/ tetap wajib

pajak, apabila Wajib Pajak tidak melunasi hutang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Dalam hukum pajak Indonesia dikenal lembaga sandera yaitu wajib

pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun selalu menghindari

pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat menyandera WP

dengan memasukkannya ke dalam penjara.

4. Tidak menerima kontra prestasi

Ciri khas pajak dibanding dengan jenis pungutan lainnya adalah wajib pajak (tax

payer) tidak menerima jasa timbal yang dapat ditunjuk secara langsung dari

pemerintah.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

8

5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah

Pajak yang dipungut tidak pernah ditujukan untuk biaya khusus, dipandang dari

segi hukum maka pajak akan terutang apabila memenuhi syarat subjektif dan

syarat objektif .

Syarat objektif adalah syarat yang berhubungan dengan objek pajak

misalnya adanya penghasilan atau penyerahan barang kena pajak. Sedangkan

syarat subjektif adalah syarat yang berhubungan dengan subjek pajak , apakah

orang pribadi atau badan.

II.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak terdiri dari :

1. Fungsi anggaran (budgetair)

Fungsi anggaran merupakan fungsi utama pajak dimana pajak dipergunakan

sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan

undang-undang perpajakan yang berlaku. Yang dimaksud dengan memasukkan

dana secara optimal adalah sebagai berikut:

a. Jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar kewajiban

pajaknya.

b. Jangan sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada fiskus.

c. Jangan sampai ada objek pajak dari pengamatan dan perhitungan fiskus yang

terlepas.

Dengan demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tercipta atas

usaha wajib pajak dan fiskus.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

9

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Fungsi mengatur dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai

tujuan tertentu, dan sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya sebagai

pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pajak

dipakai sebagai alat kebijakan, misalnya pajak atas minuman keras ditinggikan

untuk mengurangi konsumsi minuman keras tersebut.

II.1.3 Pengelompokkan Pajak

Waluyo, (2006), mengemukakan bahwa pajak dapat dikelompokkan menjadi

beberapa kelompok, yaitu:

1. Berdasarkan pihak yang menarik pajak :

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (dalam hal ini

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak) guna membiayai rumah tangga

pemerintahan pusat dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN). Besaran pajak pusat ditetapkan melalui undang-undang dan

PP/Perpu.

Jenis-Jenis Pajak Pusat :

- Pajak Penghasilan (PPh).

- Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

- Dll.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal

ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan

untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

10

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk pajak

daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).

Contoh Pajak Daerah:

- Pajak Kendaraan Bermotor.

- Bea Balik Nama atas Kendaraan Bermotor.

- Pajak Restoran.

- Pajak Hotel.

- Dll.

2. Berdasarkan cara pembebanan pajak :

a. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak setelah

muncul atau terbit Surat Pemberitahuan / SPT Pajak yang dikenakan berulang-

ulang kali dalam jangka waktu tertentu. Contoh dari pajak langsung adalah

pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penerangan

jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak pada

saat tertentu / terjadi suatu peristiwa kena pajak seperti misalnya pajak

pertambahan nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan bermotor

(BBNKB), dan lain-lain.

3. Menurut sifatnya :

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang bersumber pada subjeknya, dalam arti

memperhatikan subjek diri wajib pajak.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang tidak memperhatikan diri wajib pajak atau

bersumber pada keadaan objek tertentu.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

11

II.1.4 Asas Pemungutan Pajak

Mardiasmo, (2008), mengemukakan bahwa salah satu asas pemungutan pajak

adalah asas domisili, yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang menentukan bahwa

negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan lebih berhak

mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang berasal

dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada di dalam negeri maupun

di luar negeri.

Selain asas domilisi, terdapat satu asas lagi yang berlaku dalam UU PPh 1984 dan

diterima secara global, yaitu asal sumber. Yurisdiksi sumber Indonesia mendasarkan

kepada dua unsur, yaitu menjalankan suatu aktivitas ekonomi secara signifikan, dan

menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.

Menurut asas sumber, negara tempat sumber itu terletak, lebih berhak

mengenakan pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu, tak pandang dimana orang yang

memiliki sumber itu berada (di luar negeri yang mengenakan pajak). Siapapun, orang

pribadi atau badan, yang menerima atau memperoleh penghasilan, baik penghasilan dari

usaha (active income) atau penghasilan dari modal (passive income), dari Indonesia dapat

dikenakan Pajak Penghasilan. Dasar hukum asas ini adalah Pasal 2 ayat (4) UU PPh

1984.

II.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem Pemungutan Pajak menurut Mardiasmo (2008), dibedakan menjadi:

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

12

1. Self Assessment System

Adalah suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan kepada Wajib

Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak

perpajakannya. Dalam hal ini dikenal 5M, yakni mendaftarkan diri di KPP untuk

mendapatkan NPWP, menghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah

pajak yang terutang, menyetor pajak tersebut ke bank persepsi/kantor giro pos dan

melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak, serta terutama

menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT dengan

baik dan benar.

2. Official assessment system

Suatu sistem perpajakan yang mana inisiatif untuk memenuhi kewajiban

perpajakan berada di pihak fiskus. Dalam sistem ini, fiskuslah yang aktif sejak

dari mencari wajib pajak untuk diberikan NPWP, sampai kepada penetapan

jumlah pajak yang terutang melalui penerbitan SKP.

3. Witholding Tax System

Suatu sistem perpajakan dimana pihak tertentu (pihak ketiga) mendapat tugas dan

kepercayaan dari undang-undang perpajakan untuk memotong atau memungut

suatu prosentase tertentu (misalnya 20%, 10% atau 5%) terhadap jumlah

pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan penerima penghasilan.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

13

II.1.6 Tax Avoidance dan Tax Evasion

Sebagai perusahaan yang berorientasi laba, suatu perusahaan domestik maupun

perusahaan multinasional berusaha meminimalkan beban pajak dengan cara

memanfaatkan kelemahan sistem ketentuan pajak dari suatu negara.

1. Tax Avoidance, adalah Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak dengan cara

menuruti aturan pajak yang berlaku (sifatnya legal dan diperbolehkan). Tax

avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema transaksi yang ditujukan untuk

meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan- kelemahan

(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Sedangkan tax planning adalah upaya

Wajib Pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang

telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak

menimbulkan dispute antara wajib pajak dengan otoritas pajak.

2. Tax Evasion, adalah Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak dengan cara

melanggar Undang-Undang Perpajakan sehingga penerimaan negara dirugikan.

Dalam hal ini WP telah melakukan penyelundupan atau pelanggaran pajak yang

tentunya sudah tidak diperkenankan oleh negara (sifatnya ilegal). Tax evasion sendiri

diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara

melanggar ketentuan perpajakan (ilegal) denganb cara tidak melaporkan sebagian

penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif.

II.2 Pajak Penghasilan Pasal 25

II.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

14

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu

periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan

penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan. Nah,

karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus

dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu

tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu

laporan keuangan selesai dibuat.

Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru

dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak

dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme

pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran

atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.

Mengacu pada pendapat Mardiasmo (2001) pengertian Pajak Penghasilan Pasal

25 dapat dikemukakan sebagai pelunasan atau angsuran pajak tentang perhitungan

besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun

berjalan.

II.2.2 Subjek Pajak dan Objek Pajak

Mengacu pada Mulyono (2007), pengertian Subjek Pajak adalah orang pribadi,

warisan, atau badan termasuk bentuk usaha tetap (BUT) baik yang berada di dalam negeri

maupun berada di luar negeri yang mempunyai atau memperoleh penghasilan dari

Indonesia. Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi:

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

15

1. Subjek Pajak dalam negeri, adalah orang pribadi atau badan yang bertempat

tinggal atau yang bertempat kedudukan di dalam Indonesia yang dapat menerima

atau memperoleh penghasilan dari Indonesia atau luar Indonesia, baik melalui

ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri dan juga warisan

yang belum terbagi.

Subjek Pajak dalam negeri terdiri dari:

a. Orang Pribadi, yang terbagi atas:

- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia

lahir di Indonesia.

- Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal

dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

b. Badan

Adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Kewajiban pajak

subjektif badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dimulai

pada saat badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir

pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Warisan Yang Belum Terbagi

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek

pajak pengganti. Adapun pihak yang digantikan adalah mereka yang berhak,

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

16

yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak

pengganti bukannya tanpa alasan. Hal ini dimaksudkan agar pengenaan pajak

atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dilaksanakan.

Warisan menjadi subjek pajak dalam negeri apabila warisan yang

ditinggalkan oleh subjek pajak dalam negeri tersebut belum terbagi dan

menggantikan kewajiban pewaris sampai warisan tersebut dibagi.

2. Subjek Pajak luar negeri

Adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat

kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia, baik melalui ataupun tanpa melalui bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek pajak luar negeri terdiri dari :

a. Orang pribadi bukan BUT

b. Badan bukan BUT

c. BUT, adalah suatu tempat usaha di mana seluruh atau sebagian usaha dari

suatu perusahaan dijalankan oleh subjek pajak luar negeri. BUT adalah suatu

sarana bagi nonresident taxpayer untuk melakukan bisnis di negara lain, yang

berupa agen, perwakilan dagang, cabang atau anak perusahaan. BUT dapat

berupa orang pribadi atau badan usaha. BUT sebagai subjek pajak luar negeri

dapat berbentuk seperti :

- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 hari.

- Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

17

Keduanya yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia

melalui suatu bentuk usaha tetap. BUT termasuk subjek pajak luar negeri yang

tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan berciri seperti berikut ini :

- Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

- Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Sebagai Subjek Pajak, orang pribadi, badan, warisan belum terbagi dan BUT

sudah mempunyai kewajiban dalam pemenuhan perpajakan. Kewajiban ini lebih

dikenal sebagai kewajiban subjektif, atau kewajiban perpajakan terkait dengan

Subjek Pajak tersebut. Kewajiban perpajakan tersebut antara lain menghitung dan

memperhitungkan, memotong, memungut, membayar dan membayarkan serta

melapor dan melaporkan pajak yang terhutang padanya atau yang terhutang pihak

lain yang harus dipotong atau dipungut.

Selain jenis-jenis subjek pajak diatas, maka yang tidak termasuk subjek pajak

adalah badan perwakilan negara asing dan pejabat perwakilan diplomatik serta organisasi

internasional lainnya.

Mengacu pada Mulyono (2007), Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan,

yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama

dan dalam bentuk apapun.

Pengenaan PPh tidak semuanya dikenakan dari Objek Pajak yang sudah berupa

penghasilan, tetapi dengan berbagai alasan seperti kemudahan, kepraktisan atau alasan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

18

adanya kemampuan maka pengenaan PPh dapat dikenakan pada saat terjadinya transaksi

penjualan bahkan pada saat terjadinya transaksi pembelian.

II.2.3 Tarif Pajak Penghasilan Badan

Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan atas

Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk menghitung Pajak

Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. Tarif umum

ini dibedakan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi

dalam negeri.

Dengan Peraturan Pemerintah dapat diterapkan tarif pajak tersendiri yang dapat

bersifat final atas Penghasilan Tertentu yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan

Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya tarif khusus ini tidak boleh

melebihi tarif umum pajak tertinggi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1). Penentuan tarif pajak

tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan dan pemerataan

dalam pengenaan pajak.

Berdasarkan Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga

Undang-undang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2001.

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak badan

dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000,00 10% Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15% Di atas Rp100.000.000,00 30%

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

19

Dan sebagaimana telah dirubah pada UU No.36 Tahun 2008 mengenai tarif PPh,

yaitu pada PPh Badan:

1. Pasal 17(1b)

Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua

puluh delapan persen).

2. Pasal 17(2)

Tarif tertinggi tersebut diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima

persen) yang diatur dengan PP yang mulai berlaku sejak tahun 2010.

3. Pasal 17(2b)

WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit

40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor

diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu

lainnya dapat memperoleh tarif 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif

diatas.

II.2.4 Pelunasan Atas PPh Terhutang

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Undang-undang

Pajak Penghasilan menentukan pelunasan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu :

1. Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.

Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan dilakukan oleh Wajib Pajak

melalui pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain dan melalui

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

20

pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak. Pelunasan pajak

dalam tahun berjalan tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan

terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan,

kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

2. Pelunasan Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak.

Pelunasan Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak dilakukan melalui

mekanisme penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan yang merupakan

penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang, yang telah dipotong/dipungut oleh

pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri, dan jumlah Pajak Penghasilan yang

masih harus dibayar untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pelunasan pajak melalui pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain dan

pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri pada hakekatnya merupakan dua cara

pemenuhan kewajiban pembayaran yang berjalan bersama dan saling melengkapi.

II.2.5 Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Pajak Penghasilan yang dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan

merupakan pelunasan/pembayaran atas perkiraan Pajak Penghasilan yang akan terutang

dalam suatu tahun pajak. Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan dilakukan oleh

Wajib Pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain maupun

pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri

Pelunasan pajak dalam tahun berjalan terdiri atas :

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

21

1. Pelunasan melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain yang dapat terdiri

atas PPh Pasal 4 ayat (2) Final, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24

serta dalam hal-hal tertentu PPh Pasal 26.

2. Pelunasan dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dapat berupa Cicilan PPh

Pasal 25, STP PPh Pasal 25. Fiskal Luar Negeri, dan Pajak atas Pengalihan Hak

atas Tanah dan Bangunan.

Mekanisme pelunasan ini dimaksudkan agar pelunasan pajak dalam tahun

berjalan mendekati jumlah pajak yang akan terhutang untuk tahun yang bersangkutan.

Pada dasarnya pelunasan pajak dalam tahun berjalan dilakukan untuk setiap bulan,

namun Menteri Keuangan dapat menentukan masa lain, seperti dilakukannya transaksi

atau saat diperolehnya penghasilan, sehingga pelunasan dalam tahun berjalan dapat

dilaksanakan dengan baik.

Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran

pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun

pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat

final. Dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak

yang tepat waktu, dan pertimbangan lainnya, maka Undang-undang Pajak Penghasilan

menentukan bahwa pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat bersifat final

untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut tidak

dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang.

II.2.6 Pelunasan Pajak Penghasilan Pada Akhir Tahun.

Pada akhir tahun pajak, atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak selama tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung Pajak Penghasilan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

22

yang terutang. Pajak Penghasilan yang harus dilunasi pada akhir tahun pajak dihitung

dengan cara : Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan (yang merupakan

objek pajak) selama tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan Kredit Pajak yaitu

Pajak Penghasilan yang dilunasi dalam tahun pajak berjalan baik yang dibayar sendiri

maupun yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain.

Hasil penghitungan Pajak Penghasilan pada akhir tahun tersebut, dapat

mengakibatkan kurang bayar atau lebih bayar, sebagai berikut :

1. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari

jumlah kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah

dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah

diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.

2. Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari

kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka kekurangan pajak

yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 25 bulan ketiga

setelah tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

disampaikan.

II.2.7 Pajak Yang Dipotong dan Dipungut Pihak Lain.

Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain mempunyai 2

(dua) macam sifat, yaitu :

1. Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain merupakan

kredit pajak, artinya dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

23

untuk tahun pajak yang bersangkutan, yaitu tahun pajak yang sama dengan tahun

yang tercantum dalam bukti pemotongan atau pemungutan.

2. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain bersifat final, artinya tidak

dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang.

Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain pada dasarnya

mempunyai 2 (dua) tujuan, yaitu :

1. Mengamankan penerimaan negara berupa Pajak Penghasilan atas jenis-jenis

penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh berdasarkan

ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Undang-undang Pajak Penghasilan.

2. Untuk memperoleh informasi/data yang berhubungan dengan Wajib Pajak, dalam

rangka menciptakan sistem informasi perpajakan yang memadai, guna mengawasi

pelaksanaan “self asessment system” sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan perpajakan.

II.3 Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada

suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan

tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan

keuangan yang lengkap biasanya meliputi :

• Laporan neraca

• Laporan laba/rugi

• Laporan Perubahan Ekuitas

• Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa Laporan arus kas

atau Laporan arus dana

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

24

• Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral

dari laporan keuangan

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah

aktiva, kewajiban,dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran

kinereja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan posisi keuangan

biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai

unsur neraca.

Laporan keuangan yang pada umumnya terdiri dari 2 macam, yaitu Laporan

Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal. Pada laporan keuangan komersial

biaya boleh dibebankan tanpa ada batasan sepanjang sesuai dengan prinsip akuntansi.

Sedangkan pada laporan keuangan fiskal disamping harus sesuai dengan prinsip

akuntansi juga harus sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

II.3.1 Laporan Keuangan Komersial

Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi

tentang keadaan yang terjadi selama periode tertentu bagi manajemen atau pihak-pihak

lain yang berkepentingan dengan tujuan menilai kondisi dan kinerja perusahaan yang

disusun dan disajikan berdasarkan SAK.

II.3.2 Laporan Keuangan Fiskal

Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan

perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak. Undang-Undang Pajak

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

25

tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan

pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya.

II.3.3 Biaya Dan Pengurangan

Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Oleh Wajib Pajak dapat dibedakan

antara pengeluaran yang boleh dibebankan sebagai biaya (deductible expense) dan

pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya (non-deductible expense). Biaya

yang boleh dikurangkan pada dasarnya adalah biaya yang berhubungan dengan

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, kecuali penghasilan yang bersifat

final dan penghasilan yang bukan objek pajak. Selain itu pengeluaran dan biaya yang

tidak dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak menurut PP

No.138/2000 atau ditentukan lain dalam peraturan perpajakan.

II.3.4 Biaya Yang Dapat Dikurangkan

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,

gaji, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk

uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi

asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal

11A.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

26

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembengan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam Laporan Laba Rugi Komersial.

b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak.

c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

Instansi Pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian

tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur

dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penertiban

umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah

dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Syarat sebagaimana dimaksud pada point ke 3(tiga) tidak berlaku

untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud

dalam pasal 4 ayat (1) huruf k. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

27

9. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan yang antara pemberi dan

penerimanya memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan.

10. Zakat atas penghasilan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 38

tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

11. Biaya sesuai dengan Kep. Dirjen Pajak No 220/PJ/2002 :

a. 50% dari biaya pemakaian telepon seluler yang meliputi beban penyusutan,

biaya berlangganan/pengisian ulang pulsa dan biaya lainnya sehubungan

dengan pengeluaran atas pemakainan telepon seluler.

b. 50% dari biaya pemakaian kendaraan sedan, yang meliputi beban penyusutan

dan biaya pemeliharaan / perbaikan rutin.

Tambahan biaya yang dapat dikurangkan Pada UU No.36 Tahun 2008 :

1. Pasal 6 ayat (1) huruf i

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pasal 6 ayat (1) huruf j

Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Pasal 6 ayat (1) huruf k

Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

4. Pasal 6 ayat (1) huruf l

Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

28

5. Pasal 6 ayat (1) huruf m

Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

II.3.5 Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk

dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu, atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak

tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk

usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang

ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,

dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika

dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi

Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman

bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan

kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

29

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas

penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi

pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki

oleh pemeluk agama Islam kepada badan amal zakat atau lembaga amil zakat

yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah atau sumbangan keagamaan yang

sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lembaga keagamaan yang dibentuk atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

8. Pajak Penghasilan

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak

atau orang yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persukutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang

perpajakan.

12. Biaya – biaya sesuai dengan PP No.138 Tahun 2000 :

a. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pasal 9

ayat (8) huruf f dan g UU PPN sepanjang tidak dapat dibuktikan benar telah

dibayar.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

30

b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan

dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana pasal 9 (1)

UU PPh.

c. PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali : PPh Pasal 26, tetapi

tidak termasuk dividen, sepanjang PPh tersebut ditambahkan dalam

perhitungan dasar untuk pemotongan pajak.

d. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan

dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang merupakan objek pajak

e. Nilai sisa buku harta yang dialihkan kepada pegawainya.

f. SE Dirjen Pajak No 20/PJ.42/1994 : Bunga pinjaman selama masa konstruksi

yang tidak dikapitalisir menjadi komponen harga pokok atau harga perolehan

asset.

g. SE Dirjen Pajak N0 27/PJ.42/1986 : Biaya entertainment / jamuan dan

sejenisnya sepanjang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha WP dan

tidak dibuatkan daftar nominatifnya dan dilampirkan pada SPT tahunan PPh.

h. SE Dirjen Pajak No. 46/PJ.45/1995 : Biaya bunga pinjaman yang tidak dapat

sepenuhnya dijadikan sebagai pengurang penghasilan neto. Hal ini disebabkan

karena Wajib Pajak pada saat meminjam uang kepada pihak lain, ternyata

uang dari hasil pinjaman tadi tidak digunakan sepenuhnya untuk kegiatan

usaha, tetapi ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan.

Tambahan biaya yang tidak dapat dikurangkan Pada UU PPh No. 36 Tahun 2008

sebagai berikut:

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

31

1. Pasal 9 ayat (1) huruf c

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang

menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang

dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

c. Cadangan penjamin untuk Lembaga Penjamin Simpanan.

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.

f. Cadangan biaya penutupan dan pemelihara tempat pembuangan limbah

industri untuk usaha pengolahan limbah industri untuk usaha pengolahan

industri.

II.4 Penyusutan Dan Amortisasi

II.4.1 Pengantar

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) memberikan penjelasan mengenai

penyusutan adalah : “ Alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa

manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan kependapatan

baik secara langsung maupun tidak langsung.”

Undang-Undang No.7 Tahun 1983 jo UU No.14 Tahun 1994 jo UU No.17 Tahun

2000 Pasal 9 ayat (2) menetapkan bahwa : “Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih,

dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

32

tidak boleh untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan memalalui penyusutuan

atau amortisasi.”

II.4.2 Penyusutan

Untuk pembebanan atas pengeluaran yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu)

tahun yang berkaitan dengan pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan,

perbaikan, atau perubahan aktiva tetap berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan kecuali tanah yang berstatus hak

milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.

Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau

dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan

untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat

labih dari satu tahun.

Penentuan harga perolehan disamping nilai pembelian dimasukkan juga biaya-

biaya perolehan : bea impor, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, setiap biaya

yang dapat diatribusikan secara langsung sampai aktiva siap digunakan, termasuk : Initial

delivery, installation cost, biaya persiapan tempat, biaya professional (arsitek, insinyur,

dsb), sedang potongan harga atau rabat mengurangi harga perolehan.

II.4.3 Harta Berwujud Yang Tidak Dapat Disusutkan

Harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut PPh

tidak dapat disusutkan adalah :

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

33

1. Aktiva yang merupakan natura dan kenikmatan bagi pegawai (rumah dinas),

kecuali :

• Hand Phone dan sedan (dinas) bisa disusutkan dengan pengakuan 50% dari

harga perolehannya.

• Kendaraan untuk antar jemput pegawai.

2. Aktiva yang masih status SGU (leasing) dengan Hak Opsi.

3. Harta yang dimiliki WP yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih,

memelihara penghasilan obyek PPh.

Pengeluaran – pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah

berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai yang pertama kali (termasuk

pengurusan hak-hak tersebut dari instansi yang berwenang) tidak dapat disusutkan,

kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan untuk perusahaan atau dimiliki untuk

memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang maka tanah

tersebut dapat disusutkan, misalnya tanah yang dipergunakan untuk perusahaan genteng,

perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.

Perlakuan penyusutan untuk tanah ini sama dengan perlakuan untuk akuntansi

komersial. Sedangkan biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak

pakai tidak dihitung penyusutannya tetapi diamortasikan selama jangka waktu hak-hak

tersebut.

II.4.4 Metode Penyusutan

Metode penyusutan yang diperbolehkan secara fiskal adalah :

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

34

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode ini menghitung penyusutan dilakukan dengan mengitung besaran %

(persentase) yang sama pada masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta atau

aktiva tersebut.

2. Metode Saldo Menurun (Double Declining Balance Method)

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga

dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang

dihitung dengan cara mengalikan besaran % (persentase) penyusutan dengan

saldo nilai buku aktiva tersebut, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku di

susutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Berikut ini adalah tabel penyusutan :

Kelompok Harta

Berwujud

Masa

Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun

I. Bukan Bangunan:

Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %

Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 %

Kelompok 3 16 Tahun 6.25% 12.5%

Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10 %

II. Bangunan

Permanen 20 Tahun 5 %

Tidak Permanen 10 Tahun 10%

Tabel II.4.5: Tabel Penyusutan

II.4.5 Saat Dimulainya Penyusutan

Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta

yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

35

pengerjaan harta tersebut. Sehingga Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro

rata.

Dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak, Wajib Pajak diperkenankan

melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai

menghasilkan (yang dimaksud mulai menghasilkan adalah saat digunakan untuk

produksi).

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 UU PPh, maka dasar penyusutan atas aktiva

adalah nilai setelah dilakukan revaluasi aktiva tersebut.

II.4.6 Amortisasi

Pada dasarnya amortisasi sama dengan penyusutan, tetapi beban amortisasi

dilakukan terhadap pengurangan nilai terhadap aktiva tidak berwujud yang digunakan

untuk kegiatan usaha. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud

dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna

usaha, dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang

dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara Penghasilan.

Untuk menghitung amortisasi, Wajib Pajak dapat menggunakan metode garis

lurus dan saldo menurun. Apabila menggunakan saldo menurun, maka ditahun terakhir

dari masa manfaat akan diamortisasi sekaligus.

Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan

sebagai berikut:

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

36

Kelompok Tak

Berwujud

Masa

Manfaat

Tarif Amortisasi

Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 Tahun 12.5% 25%

Kelompok 3 16 Tahun 6.25% 12.5%

Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

Tabel II.4.6: Tabel Amortisasi

II.5 Rekonsiliasi Fiskal

II.5.1 Pengertian

Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersil yang

berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan netto/laba yang sesuai

dengan ketentuan pajak.

Rekonsiliasi fiskal pada hakikatnya adalah merupakan proses untuk mendapatkan

angka laba fiskal atau laba kena pajak dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian

terhadap laba komersial atau laporan rugi laba. Proses rekonsiliasi fiskal ini umumnya

dilakukan oleh Wajib Pajak yang berbentuk perusahaan.

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial

dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersil yang

mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu penandingan antara pendapatan

dengan biaya-biaya, sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah penerimaan

negara.

Dalam penyusunan laporan keuangang fiskal, Wajib Pajak harus mengacu kepada

peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

37

SAK harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskalnya terlebih dahulu sebelum menghitung

besarnya penghasilan kena pajak.

II.5.2 Beda Waktu dan Beda Tetap

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal

dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu perbedaan waktu dan perbedaan tetap/permanen.

1. Beda Waktu, merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang

sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi

maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.

Beda Waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu

menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan ketentuan perpajakan.

Perbedaan ini mengakibatkan penggeseran pengakuan penghasilan dan biaya

antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.

Beda waktu biasanya timbuk karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak

dengan akuntansi dalam hal:

a. Akrual dan realisasi.

b. Penyusutan dan amortisasi.

c. Penilaian persediaan.

d. Kompensasi kerugian fiskal.

Contoh-contoh yang dapat menimbulkan beda waktu adalah

a. Perbedaan cara penyusutan atas harta yang sama menghasilkan perbedaan

besarnya penyusutan.

b. Metode pengakuan terhadap piutang usaha.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

38

c. Metode pengakuan terhadap persediaan.

d. Metode pengakuan terhadap pengakuan penghasilan dan biaya atas proyek

jangka panjang.

e. Metode pengakuan terhadap efek.

f. Metode pengakuan terhadap biaya sebelum produksi komersial.

2. Beda Tetap/Permanen, terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan

dan biaya menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan

biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut

fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi

(pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal

(taxable income).

a. Beda Tetap Penghasilan

- Penerimaan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan

penghasilan tetapi menurut UU PPh bukan merupakan penghasilan.

- Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan, tetapi

menurut UU PPh merupakan penghasilan.

- Menurut SAK, penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat

final diperhitungkan dalam laporan penghasilan, sedangkan menurut

UU PPh tidak masuk dalam laporan penghasilan.

b. Beda Tetap Biaya

- Pengeluaran yang menurut SAK merupakan beban tetapi menurut UU

PPh tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto.

- Beda Tetap Murni.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

39

- Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus.

- Beda tetap yang disebabkan praktek-praktek akuntansi yang tidak

sehat.

Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal

berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak:

a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh final (Pasal 4 ayat 2 UU PPh).

b. Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).

c. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu

mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan serta pengeluaran yang

sifatnya pemakaian penghasilan atau jumlahnya melebihi kewajaran. (Pasal 9

ayat 1 UU PPh).

II.5.3 Koreksi Positif dan Negatif

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) yang pembukuannya

menggunakan pendekatan akuntansi komersial, yang bertujuan mempermudah mengisi

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, dan menyusun laporan keuangan fiskal yang

harus dilampirkan pada saat menyampaikan SPT Tahunan PPh.

Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. Koreksi positif terjadi

apabila pendapatan menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasanya dilakukan akibat

adanya:

1. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense).

2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal.

3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

40

4. Penyesuaian fiskal positif lainnya.

Koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang. Koreksi

negatif biasanya dilakukan akibat adanya:

1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

2. Penghasilan yang dikenakan PPh final.

3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal.

4. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal.

5. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.

6. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.

II.6 Surat Pemberitahuan Tahunan PPh

II.6.1 Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Pengertian dari Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak

(WP) digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

II.6.2 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Sebagai sarana bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak terutang yang sebenarnya termasuk

perhitungan atas :

• Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau

melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain dalam 1 tahun pajak atau

bagian tahun pajak.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

41

• Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak.

• Harta dan kewajiban.

II.6.3 Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

1. SPT Tahunan PPh yaitu surat yang digunakan oleh Wajib Pajak (WP) untuk

memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.

2. SPT Masa PPh yaitu surat yang digunakan oleh Wajib Pajak (WP) untuk

memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu

saat.

Selain itu juga SPT dapat dibedakan atas :

• SPT PPh Pasal 21

• SPT PPh Pasal 23

• SPT PPh Pasal 25

• SPT PPh Pasal 26

II.7 Pengertian Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan

konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi

pengawasan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau

sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang

mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan

masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk

fisik lain.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

42

II.7.1 Tarif Jasa Konstruksi

Ketentuan perpajakan mengenai tarif jasa konstruksi pada tahun 2001 mengikuti

ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 140 Tahun 2000. Kemudian pada tanggal 20 Juli

2008 Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008,

yang merupakan pengganti PP Nomor 140 Tahun 2000. Dibawah ini akan dijelaskan

mengenai tarif jasa konstruksi pada tahun 2001 dan 2008.

II.7.2 Tarif Jasa Konstruksi pada Tahun 2001 (PP Nomor 140 Tahun 2000)

1. Bersifat Tidak Final

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima

penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi dikenakan:

a. Apabila pengguna jasanya adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam

negeri, bentuk usaha tetap atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang

ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, maka dipotong PPh pasal 23 pada saat

pembayaran uang muka dan termijn dengan tarif sebagai berikut:

Besarnya pemotongan PPh pasal 23 tersebut adalah 15% dari perkiraan

penghasilan netto yang terdiri dari:

- Atas WP penyedia jasa perencanaan konstruksi = 26 ⅔ %.

- Atas WP penyedia jasa pelaksanaan konstruksi = 13 ⅓ %.

- Atas WP penyedia jasa pengawasan konstruksi = 26 ⅔ %.

b. Apabila pengguna jasanya adalah selain dari yang disebutkan dalam huruf a,

maka wajib membayar PPh pasal 25 dengan cara perhitungan 1/12 dari PPh yang

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

43

dihitung berdasarkan tarif umum pasal 17 UU PPh atas penghasilan netto bulan

yang bersangkutan setelah disetahunkan.

2. Bersifat Final

Wajib Pajak dalam negeri dengan kualifikasi usaha kecil berdasarkan sertifikasi yang

dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, dan nilai pengadaanya sampai dengan

Rp.1.000.000.000 maka dikenakan;

a. Apabila pengguna jasanya adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam

negeri, bentuk usaha tetap atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang

ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, maka dikenakan tarif sebagai berikut:

- 4% dari jumlah bruto atas jasa perencanaan konstruksi.

- 4% dari jumlah bruto atas jasa pengawasan konstruksi.

- 2% dari jumlah bruto atas jasa pelaksanaan konstruksi.

b. Apabila pengguna jasanya adalah selain dari yang disebutkan dalam huruf a,

maka WP menyetor sendiri PPh yang terhutang pada saat menerima pembayaran

uang muka dan termijn.

II.7.3 Tarif Jasa Konstruksi pada Tahun 2008 (PP Nomor 51 Tahun 2008)

Berdasarkan peraturan terbaru mengenai jasa konstruksi maka atas penghasilan

dari usaha jasa konstruksi dikenakan pajak penghasilan bersifat final dengan tarif sebagai

berikut:

1. 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang berkualifikasi

usaha kecil.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00002-AK Bab 2.pdf · II.1.1 Definisi dan Ciri Pajak Pajak adalah iuran wajib yang

44

2. 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang tidak

berkualifikasi usaha.

3. 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang berkualifikasi

usaha menengah dan besar.

4. 4% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa

yang berkualifikasi usaha.

5. 6% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang dilakukan penyedia jasa

yang tidak berkualifikasi usaha.

Berikut ini dilampirkan bagan mengenai tarif dan dasar pengenaan PPh usaha Jasa

Kontruksi :

Gambar II.7.3 Tarif dan Dasar Pengenaan PPh Usaha Jasa Konstruksi