10 bab ii tinjauan pustaka 2.1 pajak 2.1.1 pengertian pajak

44
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. P.J.A. Adriani yang mewakili Eropa, memberikan pengertian pajak sebagai berikut : “Pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.” (dikutip dari buku Mohamad Zain. 2008. Manajemen Pajak) Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang mewakili Indonesia, menyatakan bahwa : “pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Definisi tersebut kemudian dikoreksi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

Upload: doanquynh

Post on 30-Dec-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak

2.1.1 Pengertian Pajak

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. P.J.A. Adriani yang

mewakili Eropa, memberikan pengertian pajak sebagai berikut :

“Pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan umum

(Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.” (dikutip

dari buku Mohamad Zain. 2008. Manajemen Pajak)

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang mewakili

Indonesia, menyatakan bahwa :

“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.”

Definisi tersebut kemudian dikoreksi sebagai berikut :

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

Page 2: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

11

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. (dikutip dari buku

Mohamad Zain. 2008. Manajemen Pajak)

Definisi Pajak menurut Sommaerfeld Ray M, Andreson Herschel M dan

Brock Horace R. yang mewakili Amerika Serikat adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun Wajib dilaksanakan,

berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang

langsung dan proposional, agar pemerintah dapat menjalankan tugas-tugasnya

untuk menjalankan pemerintah.” (dikutip dari buku Mohamad Zain. 2008.

Manajemen Pajak)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib

kepada Warga Negara yang aturan pelaksaanya harus berdasarkan ketentuan

Undang-Undang, bersifat dapat dipaksakan dan diperuntukan bagi pengeluaran –

pengeluaran pemerintah dan pembangunan.

2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi dalam meningkatkan kesejahteraan umum.

Umumnya dikenal dengan dua macam fungsi pajak, yaitu fungsi Budgetair dan

fungsi regular (Soemarso, 2007:3):

1. Fungsi penerimaan (budgetair)

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal

(fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai alat

untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-

undang perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi mengatur (reguler)

Page 3: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

12

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

dibidang sosial dan ekonomi, politik, dan tujuan tertentu. Disamping usaha

untuk memasukan uang untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan

pula sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan

bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor

swasta atau di luar bidang –bidang keuangan lainnya.

Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur yang dikutip dari

buku Siti Resmi Perpajakan, Teori dan Kasus edisi 4 antara lain:

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak

penjualan atas barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi

transaksi jual beli barang mewah. semakin mewah suatu barang maka tarif

pajak akan semakin tinggi sehingga barang tersebut akan semakin mahal

harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-

lomba untuk mengonsumsi barang-barang mewah (mengurangi gaya hidup

mewah).

2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan agar pihak

yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar

pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan yang tinggi pula.

3. Tarif pajak ekspor 0% dimaksudkan agar pengusaha terdorong mengekspor

hasil produknya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara.

4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu

seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain. ini

dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut

karena dapat menggangu lingkungan atau polusi (membahayakan

kesehatan).

5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi, dimaksudkan

untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

6. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar

menanamkan modalnya di Indonesia.

2.1.3 Asas dan Sistem Pemungutan

2.1.3.1 Asas Pemungutan Pajak

Menurut Adam Smith yang dikutip oleh Waluyo (2007:6), pemungutan

pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:

Page 4: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

13

1. Equity atau Equality

Keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun

sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya

dilakukan seimbang dengan kemampuannya. Negara tidak boleh

melakukan diskriminasi diantara sesama pembayar pajak.

2. Certainty

Di sini, pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak

mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus

tercermin mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan juga

ketentuan mengenai pembayaran.

3. Convenience

Pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi pembayar

pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.

4. Economy

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya. Biaya

pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya.

2.1.3.2 Sistem pemungutan Pajak

Menurut Soemarso (2007: 5), sistem pemungutan pajak dapat dibagi

menjadi :

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada

pada Fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

Page 5: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

14

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

oleh Fiskus.

2. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memeberi wewenang,

kepercayaan, tangggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak

yang harus dibayar.

3. Witholding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan

Presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak,

menyetor, dan memepertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan

yang tersedia.

2.1.4 Jenis Pajak

Menurut Siti Resmi (2008:7), pengelompokan pajak dapat dilakukan

berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya, dijelaskan sebagai

berikut:

A. Berdasarkan golongan, pajak dapat dikelompokan menjadi dua:

a. Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung

sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat

dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat

dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak

Tambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM).

B. Berdasarkan wewenang pemungutannya, pajak dapat dibagi

menjadi dua yaitu:

a. Pajak Pusat atau Pajak Negara

Pajak Pusat atau Pajak Negara adalah pajak yang wewenang

pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat yang

pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui

Direktorat Jendaral Pajak dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga Negara pada umumnya. Pajak Pusat diatur dalam

Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke APBN. contoh:

PPh, PPN, dan PPnBM, serta BPHTB.

Page 6: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

15

b. Pajak daerah

Pajak daerah yang wewenang pemungutannya ada pada

Pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas

Pendapatan Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah diatur dalam

Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke APBD. Contoh:

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak

Restoran, dan sebagainya.

C. Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pajak subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau

keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada

alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan

materialnya, yaitu Gaya Pikul. Gaya Pikul adalah kemampuan

Wajib Pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.

b. Pajak objektif

Pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan

objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar,

kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun

badan. Jadi dengan kata lain pajak objektif adalah pengenaan

pajak yang hanya memperhatikan kondisi saja.

2.1.5 Kewajiban dan Utang Pajak

2.1.5.1 Kewajiban pajak

Menurut Siti Resmi (2008:9), kewajiban pajak dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

a. Kewajiban pajak subjektif

Kewajiban Subjektif adalah kewajiban yang melekat pada diri

seseorang atau badan. Kewajiban subjektif muncuk karena yang

bersangkutan tercakup dalam pihak-pihak yang akan dikenai pajak,

sesuai dengan asas pemungutan pajak yang dianut.

b. Kewajiban pajak objektif

Kewajiban pajak objektif adalah kewajiban yang melekat pada objek.

Kewajiban pajak objektif timbul pada saat dipenuhinya objek kena

pajak. Pajak dikatakan terutang jika dipenuhi syarat kewajiban subjektif

dan objektif sekaligus.

Page 7: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

16

2.1.5.2 Utang Pajak

Utang Pajak timbul karena ada Undang-Undang tentang pemungutan pajak.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar timbul suatu utang pajak (Waluyo,

2007:19) yaitu:

1. Adanya Undang-Undang yang menetapkan pemungutan pajak.

2. Dipenuhinya syarat subjektif dan objektif

3. Dipenuhinya saat terutang pajak menurut ketentuan Undang-

Undang

Sedangkan utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal

berikut:

a. Pembayaran atau pelunasan

Pembayaran dapat dilakukan dengan pemotongan atau

pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak Luar Negeri,

maupun pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak ke Kantor

Penerima Pajak.

b. Kompensasi pajak

Kompensasi berupa keputusaan yang ditujukan kepada

kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang diluar pajak

tidak diperkenankan. Oleh karena itu, kompensasi terjadi bila

Wajib Pajak mempunyai tagihan beberapa kelebihan

pembayaran pajak, jumlah kelebihan Wajib Pajak sebelumnya

harus dikompensasi dengan pajak lain yang terutang.

c. Pembebasan

Pembebasan utang, sesuai dengan sebab-sebabnya, dapat

dibedakan menjadi dua golongan yaitu pembebasan karena

terhadap utang pajak yang bersangkutan seharunya tidak

dikenakan pajak dan pembebasan karena dipenuhinya syarat

material bahwa yang bersangkutan seharusnya tidak kena pajak.

d. Penghapusan

Penghapusan Pajak disebabkan karena keadaan Wajib Pajak.

Dalam kaitan ini, keadaan Wajib pajak memang tidak

memungkinkan untuk dapat diterimanya utang pajak oleh

negara. keadaan yang memungkinkan tindakan penghapusan

pajak adalah musibah yang diderita Wajib Pajak.

e. Daluwarsa

Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam

jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh

pemungutnya maka utang pajak tersebut dianggap lunas atau

dihapus atau berakhir dan tidak dapat ditagih lagi.

Page 8: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

17

2.2 Nomor Pokok Wajib Pajak

Dalam pasal 1 Undang-Undang no. 28 tahun 2007 disebutkan bahwa Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak

sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda

pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya, yang wajib untuk memiki NPWP adalah:

A. Wajib Pajak Orang Pribadi

Yang termasuk kedalam Wajib Pajak Orang Pribadi adalah:

a. Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

b. Wajib Pajak yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,

apabila sampai dengan satu bulan memproleh penghasilan yang

jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.

c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup

terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara

tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

B. Wajib Pajak Badan

C. Wajib Pajak sebagai pemotong atau pemungut pajak

2.2.1 Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak, sebagai berikut:

1. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu

kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib

Pajak.

2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam

pengawasan administrasi perpajakan.

3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, semua

yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan

NPWP.

4. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang

mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang

diwajibkan. contoh: pada dokumen impor (pemberitahuan impor barang/

PIB)

5. Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa dan Surat

Pemberitahuan Tahunan.

Page 9: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

18

2.2.2 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak

Sesuai dengan KEP-161/PJ/2001, penghapusan NPWP dapat dilakukan

dalam hal:

a. Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;

b. Warisan yang belum terbagi (dalam kedudukan subjek pajak) sudah selesai

dibagi;

c. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan

d. Wajib Pajak BUT yang kehilangan statusnya sebagai BUT

Penghapusan NPWP dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi.

kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak

dapat atau tidak mungkin ditagih lagi karena :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan;

b. Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi;

c. Wajib pajak tidak mempunyai kekayaan lagi.

2.3 Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan Pasal 1, angka 11 Undang-undang No.28 tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan

objek pajak, dan/atau bukan objek pajak, dan/atau hrta kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 menyebutkan

batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah

akhir Masa Pajak.

b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Orang Pribadi, Paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak,

Page 10: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

19

c. Untuk surat pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah Akhir Tahun Pajak

2.3.1 Fungsi SPT

Fungsi SPT dapat dilihat dari wajib pajak, Pengusaha kena Pajak atau

pemotong atau pemungut pajak sebagai berikut:

1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

memepertanggungjawabkan perhitungan jumlah Wajib Pajak yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan

atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu )

tahu pajak atau bagian tahun pajak;

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak

c. Harta dan kewajiban

d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan pajak

orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Fungsi SPT bagi pengusaha Kena Pajak adalah sebagai sarana untuk

melaprokan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang dilaksanakan sendiri oleh

Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam 1(satu) Masa

Page 11: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

20

Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan

perpajakan.

3. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut pajak adalah sebagai sarana

untuk melaporkan dan memepertanggungjawabkan pajak yang dipotong

atau dipungut dan disetorkan.

2.3.2 Ketentuan penyampaian SPT

1. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, jelas, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, kemudian

ditandatangani dan disampaikan ke KPP atau tempat lain yang ditentukan

oleh DJP sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan;

2. SPT dapat diambil pada tempat Wajib Pajak terdaftar atau dicetak sendiri

oleh Wajib pajak, namun harus sesuai dengan format yang baku;

3. Apabila yang mengisi dan menandatangani SPT orang lain, harus

melampirkan surat kuasa khusus;

4. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan

(PPh Pasal 29) harus dibayar lunas paling lambat sebelum SPT Tahunan ini

disampaikan dengan munggunakan SSP (Pasal 9 UU KUP);

5. SPT wajib dilengkapi dengan lampiran.

2.4 Sanksi Administrasi

Menurut Devano dan Rahayu (2006:198), pengertian sanksi administrasi

dapat berupa:

a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran

yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan;

Page 12: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

21

b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran

yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak;

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak

yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban

yang diatur dalam ketentuan material.

Kelompok sanksi administrasi berupa denda:

a. Pasal 7

Besarnya denda sebesar Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN, Rp 100.000

untuk SPT Masa lainnya, untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Rp

1.000.000 dan Rp 100.000 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang

Pribadi atas keterlambatan penyampaian SPT Masa dan SPT Tahunan yang

tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

b. Pasal 8 ayat 2

Sanksi bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang

KUP, Jika Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh sehingga

mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar dikenai sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang

kurang dibayar.

c. Pasal 8 ayat (2a)

Jika wajib pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak setelah

tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Masa, dikenai sanksi administrasi

berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan.

d. Pasal 9 ayat (2a)

Pembayaran pajak untuk Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh

tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi

Page 13: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

22

berupa bunga 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai

dengan tanggal pembayaran.

e. Pasal 9 ayat (2b)

Jika Wajib Pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak setelah

tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh, dikenai sanksi

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan.

2.5 Ekstensifikasi dan Instesifikasi pajak

2.5.1 Pengertian Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Berdasarkan SE-06/PJ.09/2001, Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan

yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan

objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Intensifikasi Pajak

adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek pajak

yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan

ekstensifikasi wajib pajak.

Ekstensifikasi pajak ditujukan bagi wajib pajak baik orang pribadi maupun

badan yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP. sedangkan intensiifikasi

pajak dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan, pencairan, tunggakan,

penagihan,dan penerapan sanksi yang tegas

2.5.2 Ruang Lingkup Ekstensifikasi dan intensifikasi Pajak

Berdasarkan SE-06/PJ.09/2001, ruang lingkup pelaksanaan kegiatan

ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi wajib pajak, meliputi:

Page 14: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

23

a. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian

NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang Pribadi yang

berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat

tinggal diwilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan, dan orang

pribadi lainnya (termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia

atau Orang Pribadi berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan), yang menerima atau memeperoleh penghasilan melebihi

batas penghasilan tidak kena paajak (PTKP);

b. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP,

terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di

sentra berdagang atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau

mal atau plaza atau kawasan indutri atau sentra ekonomi lainnya;

c. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap Wajib Pajak

badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum

terdaftar sebagai Wajib Pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi;

d. Penetuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus

disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bulan januari tahun yang

bersangkutan; dan

e. Penetuan jumlah PPN yang terutang atas transaksi penjualan dalam tahun

berjalan khususnya untuk PKP pedagang eceran, yang mempunyai usaha di

sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau

mal atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

Page 15: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

24

2.6 Tax Amnesty

Definisi Tax Amnesty menurut James, Tax Amnesty adalah the opportunity to

disclose to the authorities previously unpaid tax liability without attracting

penalties. sementara fisher memberikan pemahaman bahwa Tax Amnesty adalah

program offering reduced financial and/or legal penalties to taxpayers who

voluntarily agree to pay outstanding past tax liabilities. (dikutip dari Inside Tax.

2015. Manfaatkan Pengampunan Pajak)

Menurut Devano dan Rahayu (2006), pengampunan pajak (tax amnesty)

merupakan kebijakan Pemerintah dibidang perpajakan yang memberikan

penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam

jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan

kesempatan bagi Wajib pajak yang tidak patuhmenjadi Wajib Pajak yang patuh.

Tax amnesty di Indonesia pernah berlaku pada pertengahan tahun 1984, pada

awal tax reform di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.26

Tahun 1984 yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun

1984 yang berisikan kebijakan pemberian pengampunan pajak. Penggertian tax

amnesty didefinisikan oleh Zainal Muttaqin, S.H.,MH. sebagai berikut :

“Suatu kebijakan Pemerintah yang esensinya menghapus hutang-hutang pajak

yang sebelumnya tidak atau kurang dibayar, termasuk sanksi administrasi dan

sanksi pidana dengan kewajiban membayar % (persen) tertentu dari jumlah yang

dijadikan dasar perhitungan pajak.”

Dari definisi tersebut dapat disimpulakan bahwa tax amnesty (pengampunan

pajak) adalah program kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada

Page 16: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

25

wajib pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya tanpa adanya sanksi administrasi

guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan negara.

2.6.1 Tujuan Tax Amnesty

Tujuan tax amnesty pada umunya tujuan tax amnesty adalah untuk (Darusalam,

“Manfaatkan Pengampunan Sanksi,” Inside Tax Edisi 31):

1. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek;

2. Meningkatkan kepatuhan pajak dimasa mendatang;

3. Mendorong repatriasi modal dan aset;

4. Transisi ke sistem perpajakan yang baru.

Dijabarkan sebagai berikut :

1. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek

Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun

seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty. Hal ini akan

berdampak pada keinginan pemerintah untuk memberikan tax amnesty dengan

harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program tax amnesty akan

meningkatkan penerimaan pajak. Meski demikian, peningkatan pajak dari

program tax amnesty ini mungkin saja hanya terjadi selama program tax

amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja kembali pada prilaku

ketidakpatuhannya setelah program tax amnesty berakhir. Dalam jangka

panjang, pemberian tax amnesty tidak akan memberikan banyak pengaruh jika

tidak dilengkapi dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan

kewajiban perpajakan.

Page 17: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

26

2. Meningkatkan kepatuhan pajak dimasa yang akan datang

Kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian tax amnesty. Para

pendukung tax amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan

meningkat setelah program tax amnesty dilakukan. Hal ini didasari pada

harapan bahwa setelah program tax amnesty dilakukan Wajib Pajak yang

sebelumnya menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka Wajib

Pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban

perpajakannya.

3. Mendorong repatriasi modal atau aset

Kejujuran dalam pelaporan sukarela atas data harta kekayaan setelah program

tax amnesty merupakan salah satu tujuan pemberian tax amnety. Dalam kontek

pelaporan, data harta kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan

untuk mengembalikan modal yang parkir diluar negeri tanpa perlu membayar

pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut. Pemberian tax amnesty

atas pengembalian modal yang di parkir di luar negeri ke bank didalam negeri

dipandang perlu karena akan memudahkan otoritas pajak dala meminta

informasi tentang data kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri.

4. Transisi ke sistem perpajakan yang baru

Tax amnesty dapat di justifikasi ketika tax amnesty digunakan sebagai alat

transisi menuju sistem perpajakan yang baru.

Page 18: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

27

2.6.2 Karakteristik Tax Amnesty

Gambaran tentang karakteristik dari tax amnesty sebagai berikut (Darusalam,

“Manfaatkan Pengampunan Sanksi,” Inside Tax Edisi 31):

1. Durasi;

2. Kelompok Wajib Pajak;

3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau sanksi administarasi yang diberikan

ampunan.

Gambaran karakteristik tax amnesty diuraikan sebagai berikut :

1. Durasi

Secara umum, program Tax Amnesty berlangsung dalam satu kurun waktu

tertentu, dan umumnya berjalan selama 2 (dua) bulan hinga 1 (satu) tahun.

Untuk mendukung berhasilnya program Tax Amnesty, hal yang perlu

ditekankan adalah luasnya publisitas dan promosi program Tax Amnesty serta

tersampaikannya esan bahwa wajib pajak hanya memiliki kesempatan sekali

ini saja untuk memperoleh pengampunan atas pajak yang terutang, bunga dan

sanksi administrasi.

Menurut Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger, pengampunan pajak

sebaiknya diberikan hanya sekali saja dalam suatu generasi (once per

generation). Pengampunan pajak yang diberikan berkali-kali akan

menyebabkan wajib pajak akan selalu menunggu program pengampunan pajak

berikutnya dan ini akan mendorong wajib pajak untuk tidak menjalankan

kewajiban pajaknya dengan benar. Oleh karena itu apabila pemerintah akan

Page 19: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

28

memberikan tax amnesty maka tidak boleh ada isu tentang program

pengampunan pajak jilid berikutnya.

2. Kelompok Wajib Pajak

Secara umum, setiap wajib pajak yang belum menunaikan kewajiban

perpajakannya diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program Tax

Amnesty. Artinya, program tax amnesty ini ditujukan kepada wajib pajak yang

telah berada dalam sistem administrasi perpajakan dan wajib pajak yang belum

masuk dalam sistem administrasi perpajakan.

Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika Wajib Pajak yang hendak

berpartisipasi dalam program tax amnesty telah diperiksa atau sedang dalam

proses pemeriksaan. Dalam hal ini, Wajib Pajak yang telah diperiksa atau

sedang dalam proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi

dalam program tax amnesty karena jumlah tunggakan pajaknya telah diketahui

otoritas pajak. Wajib Pajak juga dapat disebut diberikan pengampunan jika

ketentuan peraturan perundang-undangan menyatakan Wajib Pajak yang

mengungkapkan kewajiban perpajakan atau harta kekayaan secara sukarela

berhak mendapatkan penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.

3. Jenis Pajak dan Jumlah Pajak atau sanksi administarasi yang diberiksan

ampunan

Tentang Tax Amnesty harus menspesifikasi pajak apa saja yang diberikan

ampunan. Pada umumnya, pajak yang diberikan ampunan hanya bersumber dari

satu jenis pajak atau satu kategori subjek pajak saja, misalnya Tax Amnesty

Page 20: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

29

hanya diberikan pada pajak penghasilan badan, atau program Tax Amnesty

hanya dikhususkan kepada pajak bumi dan bangunan saja.

Perkembangan terkini di beberapa negara menunjukan program Tax Amnesty

juga diberikan secara spesifik kepada harta kekayaan yang ditempatkan di luar

negeri yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak, termasuk harta kekayaan yang

direpartriasi ke dalam negeri.

Program Tax Amnesty yang diberikan secara khusus ini umumnya disertai

dengan pembebasan atau pengurangan pajak atas penghasilan yang belum

dilaporkan yang bersumber dari harta kekayaan di luar negeri tersebut.

Selain itu, jumlah pajak yang belum dibayar dan sanksi administrasi yang

diberikan ampunan harus ditentukan dalam ketentuan Tax Amnesty. Pada

Umumnya, jumlah yang diberikan ampunan dapat berupa :

a. Seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang

b. Seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi

c. Pembebasan dari sanksi pidana

d. Pemberian fasilitas angsuran.

Secara umum, Tax Amnesty mensyaratkan Wajib Pajak untuk tetap membayar

seluruh pajak yang terutang. Walau demikian, perhitungan pajak yang terutang

tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan peraturan perundang- undangan

perpajakan yang berlaku pada saat program tax amnesty dilaksanakan.

Sementara pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan dari

sanksi pidana merupakan hal yang umum diberikan di banyak program tax

amnesty.

Page 21: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

30

2.6.3 Jenis Pengampunan Pajak

Menurut Erwin Silitonga, dalam literatur sekurang-kurangnya terdapat 4 jenis

pengampunan pajak, jenis yang dimaksud adalah sebgai berikut :

1. Pengampunan hanya diberikan terhadap sanksi pidana perpajakan saja

sedangkan kewajiban untuk membayar pokok pajak termasuk pengenaan

sanksi administrasi seperti bunga dan denda tetap ada.

Tujuan pengampunan ini adalah memungut dan menagih utang pajak tahun

– tahun sebelumnya yang tidak dibayar atau dibayar tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, sehingga penerimaan negara meningkat

sekaligus jumlah wajib pajak bertambah.

2. Pengampunan pajak yang diberikan tidak hanya berupa penghapusan sanksi

pidana, tetapi juga sanksi administrasi berupa denda.

Tujuan dari pengampunan ini adalah dasarnya sama dengan jenis 1

(pertama), yang berbeda adalah jenis sanksi administrasi yang dikenakan

oleh fiskus hanya sebatas bunga atas kekurangan pajak. Dengan demikian,

model ini tetap harus membayar pokok pajak ditambah dengan bunga atas

kekurangan pokok tersebut.

3. Pengampunan pajak diberikan atas seluruh sanksi, baik sanksi administrasi

maupun sanksi pidana.

Konsekuensi dari pengampunan jenis ini adalah wajib pajak hanya

dikenakan kewajiban sebatas melunasi utang pokok untuk tahun-tahun

sebelumnya tanpa dikenakan pidana. Dengan demikian pengampunan

Page 22: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

31

diberikan terhadap semua perbuatan yang dilakukan sebelum pemberian

pengampunan pajak baik terhadap pelanggaran, yang bersifat adminitratif

maupun pidana.

4. Pengampunan diberikan terhadap seluruh utang pajak untuk tahun-tahun

sebelumnya dan juga atas seluruh sanksi baik yang bersifat administratif

maupun pidana.

Dalam pengampunan pajak jenis ini, negara melepaskan hak untuk

melakukan penagihan atas seluruh hutang pajak yang harus dibayar. Dengan

demikian, tidak ada uang pajak yang masuk kedalam negara sehingga tidak ada

peningkatan atau penambahan negara pada saat diterapkannya pengampunan. Hal

ini disebabkan hak negara untuk memperoleh penerimaan pajak dari tahun-tahun

sebelumnya dilepaskan atau dibebaskan.

2.7 Reinventing Policy (PMK 91)

2.7.1 Pengertian Reinventing Policy

Berangkat dari konsep pengampunan pajak (tax amnesty), reinventing

policy merupakan upaya transisi menuju babak baru hubungan antara Wajib Pajak

dengan Otoritas Pajak yang berlandaskan cooperative compliance. Cooperative

compliance akan didasarkan pada rasa saling percaya, saling memahami, dan

terbuka (Darussalam,”Manfaatkan Pengampunan Sanksi”, InsideTax Edisi 31).

Peraturan Mentri Keuangan Nomor 91 Tahun 2015 yang selanjutnya disebut

sebagai PMK 91 merupakan instrumen legal yang dipakai oleh Ditjen Pajak dalam

Page 23: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

32

reinventing policy mengatur tentang pengurangan atau penghapusan sanksi yang

dikarenakan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. Sedangkan,

Landasan yuridis yang mengatur tentang reinventing policy adalah pasal 36 ayat

(1) huruf a Undang- Undang KUP, dimana dalam pasal 36 Undang-Undang KUP

ayat (1) huruf a disebutkan bahwa Direktur Jendral pajak, karena jabatan atau

permohonan wajib pajak, dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi

administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan – undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut

dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

Penjelasannya “dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan

kepada wajib pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat

membebani wajib pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan

perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga dan denda dan

kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur

Jendral Pajak” (Direktorat Jendral Pajak, dalam slide Sosialisasi Internal).

2.7.2 Perbedaan antara Sunset Policy dan Reinventing Policy

Pada dasarnya kebijakan Sunset Policy dan Reinventing Policy hampir

sama, hanya yang membedakannya akan dipaparkan pada Tabel 2.1 berikut :

Page 24: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

33

Tabel 2.1

Perbedaan Sunset Policy dan Reinventing Policy

Sunset Policy Reinventing Policy

Dasar Hukum Pasal 37 A Undang-undang KUP Pasal 36 ayat (1) huruf a KUP

Fasilitas

Perpajakan

yang Diberikan

Pengurangan atau penghapusan

sanksi bunga karena melakukan

pembetulan atau pelaporan SPT

Tahunan PPh (cakupan

pengurangan atau penghapusan

sanksi administrasi lebih sempit

dari pada Reinventing Policy)

1. Pengurangan atau

penghapusan sanksi denda

karena terlambat lapor SPT;

2. Pengurangan atau

penghapusan sanksi bunga

karena melakukan

pembetulan SPT Tahunan

PPh;

3. Pengurangan atau

penghapusan sanksi bunga

karena melakukan

pembetulan SPT masa.

Sifat pemberian

fasilitas

Otomatis diberikan pemerintah

tanpa permohonan tertulis

Diberikan oleh pemerintah dengan

didahului adanya permohonan

tertulis oleh Wajib Pajak.

Pemeriksaan

pajak bagi

Wajib Pajak

yang mengikuti

Dijamin tidak dilakukan

pemeriksaan sepanjang data dan

informasi yang disampaikan

adalah benar

Dapat dilakukan pemeriksaan pajak

(tidak ada jaminan seperti Sunset

Policy)

Jangka waktu 14 bulan (1 Januari 2008 – 28

Februari 2009)

12 bulan (1 Januari 2015 – 31

Desember 2015)

Keberadaan Berdiri Sendiri Sebagai salah satu pendukung

Program Lima Tahunan Perpajakan

yang pertama Jokowi-JK yaitu

“Tahun Pembinaan Wajib Pajak”

Program

Lanjutan

Tidak ada Penegakan Hukum Pajak (law

Enforcement)

(sumber: Indonesia Tax Review, 2015)

2.7.3 Tema dan Konsep Pelaksanaan Reinvanting Policy

Tahun 2015 adalah tahun pembinaan Wajib Pajak, tema dan konsep

Direktorat Jendral Pajak Tahun 2015 adalah:

a. Optimalisasi pemanfaatan data berbasis IT;

Page 25: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

34

b. Wajib pajak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan

pembetulan SPT (5 tahun ke belakang) dengan pengurangan atau penghapusan

sanksi administrasi;

c. Penegakan hukum secara selektif untuk memberikan efek jera kepada wajib

pajak (blokir rekening, pencegahan ke luar negeri, penyanderaan atau gijzeling,

dan penyidikan).

2.7.4 Ruang Lingkup Reinventing Policy

Ruang lingkup pengahapusan sanksi administrasi tahun 2015 adalah :

1. Penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan

sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014;

2. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran

pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun

Pajak 2014 dan sebelumnya;

3. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu

saat atau masa pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa

Pajak Desember 2014 dan/atau sebelumnya;

4. Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas

SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Desember 2014 dan

sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.

2.7.5 Sasaran Kebijakan Reinventing Policy

Sasaran kebijakan tahun pembinaan pajak 2015 adalah:

1. Wajib pajak yang belum terdaftar;

Page 26: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

35

2. Wajib pajak terdaftar tetapi belum menyampaikan SPT;

3. Wajib pajak terdaftar dan telah menyampaikan SPT.

Perlakuan yang akan diberikan kepada wajib pajak:

1. Penghapusan Sanksi Bunga atas pembetulan SPT (2% perbulan) dan denda

akibat tidak menerbitkan Faktur Pajak untuk SPT PPN (2%xDPP);

2. Penghapusan sanksi denda atas keterlambatan penyampaian SPT (Rp 1 (satu)

juta PPh Badan, Rp 100 (seratus) ribu PPh OP dan Rp 500 (lima ratus) ribu

SPT Masa PPN) dan sanksi bunga ketelambatan pembayaran pajak (2%

perbulan).

2.7.6 Persyaratan Kebijakan Reinventing Policy

Dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi

Administrasi, permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;

b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia

c. Ditandatangani oleh wajib pajak dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi atau

wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak Badan, dan tidak dapat dikuasakan;

dan

d. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Dokumen yang harus dilampirkan oleh Wajib Pajak :

a. Surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak di atas meterai Rp 6.000,

dan tidak dapat dikuasakan;

b. Fotokopi SPT atau SPT pembetulan atau print out SPT atau SPT embetulan

berbentuk dokumen elektronik;

Page 27: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

36

c. Fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat sebagai bukti

penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;

d. Fotokopi SSP atau sarana administrasi lain sebgai bukti pelunasan kurang

bayar dalam SPT atau SPT pembetulan; dan

e. Fotokopi STP.

Syarat lain yang masih harus dipenuhi untuk dapat mengajukan permohonan

pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi ini adalah:

a. Sanksi Administrasi dalam STP belum dibayar oleh Wajib Pajak; atau

b. Sanksi Administrasi dalam STP sudah dibayar sebagaian oleh Wajib Pajak

Dalam hal Sanksi Administrasi dalam STP telah diperhitungkan dengan

kelebihan pembayaran pajak, yang diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran

pajak, yang dilakukan melalui potongan SPT dan/atau transfer pembayaran, Sanksi

Administrasi dalam STP dianggap belum dibayar oleh Wajib Pajak.

2.7.7 Proses Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi

Proses pengurangan atau penghapusan sanksi yang dilakukan oleh seorang

Wajib Pajak sebagai berikut :

1. Wajib Pajak melaporkan SPT atau pembetulan SPT (Tahunan dan/masa)

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dimulai ketika Wajib Pajak

melakukan pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan di tahun 2015 atas

SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau

SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya.

2. Diterbitkan STP oleh Direktorat Jendral Pajak

Page 28: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

37

Selanjutnya Kantor Pajak akan menerbitkan STP pengenaan sanksi

administrasi. Sanksi administrasi yang mungkin akan dikenakan kepada Wajib

Pajak adalah:

a. Denda karena keterlambatan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP;

b. Bunga karena pembetulan SPT Tahuanan yang mengakibatkan utang

pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2)

Undang-Undang KUP;

c. Bunga karena pembetulan SPT masa yang mengakibatkan utang pajak

menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam dalam pasal 8 ayat (2a)

Undang-Undang KUP;

d. Bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang

terutang dalam SPT masa sebagaiman dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2(a)

Undang-Undang KUP;

e. Bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran kekurangan

pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP;

3. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi

Setelah menerima STP, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

pengurangan sanksi yang ke Kantor Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, surat

permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dapat

dilakukan maksimal 2 (dua) kali oleh Wajib Pajak.

4. Tindak lanjut dari permohonan Wajib Pajak

Page 29: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

38

a. Jika permohonan kepada DJP memenuhi persyaratan dan ketentuan DJP

akan menerbitkan surat keputusan pengahapusan atau pengurangan sanksi

administrasi

b. Jika permohonan kepada DJP tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan

DJP akan mengembalikan permohonan kepada Wajib Pajak dan Wajib

Pajak bisa mengajukan kembali permohonan atau pengurangan sanksi, jika

tidak memenuhi persyartan Wajib pajak dapat mengajukan kembali,

sedangkan jika tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak tidak dapat

mengajukan kembali.

2.8 Kepatuhan Wajib Pajak

2.8.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah kepatuhan adalah tunduk

atau patuh pada ajaran. Menurut Safri Nurmantu (2005:148) kepatuhan perpajakan

dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Menurut Safri Nurmantu (2005:148) dijelaskan terdapat 2 (dua) macam

kepatuhan yaitu:

1. Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi

kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan memenuhi:

a. Wajib pajak membayar pajak dengan tepat waktu

Page 30: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

39

b. Wajib pajak membayar dengan tepat jumlah

c. Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah dimana suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substansi atau hakakat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai

dengan isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Dalam hal ini kepatuhan

memenuhi :

a. Wajib Pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak apabila petugas

membutuhkan informasi.

b. Wajib pajak bersifat kooperatif (tidak menyusahkan) petugas pajak dalam

pelaksanaan proses administrasi perpajakan, wajib pajak berkeyakinan

bahwa melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan tindakan sebagai

warga negara yang baik.

2.8.2 Pengertian Wajib Pajak

Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (2) Undang-

undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), disebutkan bahwa

Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan meliputi pembayar pajak, pemotong

pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Ada beberapa istilah dalam wajib pajak terkait dengan pelaksanan kewajiban

perpajakannya yaitu wajib pajak efektif dan wajib pajak non efektif. Wajib pajak

efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa

Page 31: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

40

memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan atau

Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan Wajib Pajak non efektif adalah wajib

pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan surat edaran

SE-01/PJ.9/20 tentang pengawasan penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa

jumlah Wajib Pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib pajak terdaftar

dengan jumlah Wajib Pajak non efektif.

Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dikategorikan menjadi orang pribadi

yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Orang Pribadi

Pengusaha Tertentu (WP OPPT) serta orang pribadi yang tidak menjalankan usaha

atau pekerjaan bebas seperti karyawan atau pegawai yang hanya memperoleh

passive income.

2.8.3 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Nowak (Zain: 2004), kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian

“suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin

dalam situasi dimana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan;

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar; dan

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Menurut Nurmantu dalam Rahayu (2010:138) mengatakan bahwa

kepatuhan perpajakan dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Sedangkan menurut Santoso (2008) kepatuhan Wajib Pajak adalah Wajib

Pajak yang mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakannnya pemeriksaan,

Page 32: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

41

investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik

hukum maupun administrasi.

Menurut Nasucha (Devano dan Rahayu,2006 :111), kepatuhan Wajib pajak

dapat didefinisikan dari:

1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;

2. Kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan (SPT);

3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang; dan

4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan.

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Kepatuhan

Wajib Pajak adalah sikap Wajib Pajak yang taat, tunduk dan patuh untuk memenuhi

serta melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam konsep kemauan membayar pajak (Willingness to

Pay Tax) dikembangkan melalui 2 (dua) subkonsep yaitu konsep kemauan

membayar pajak dan konsep pajak, yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Konsep kemauan membayar (Willingness to Pay Tax)

Kemauan membayar merupakan suatu nilai dimana seseorang rela untuk

membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu untuk memperoleh barang

atau jasa (Widaningrum, 2007). Kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara,

pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan dan tarif pajak

(Devano dan Rahayu,2006). Faktor- faktor pendorong kemauan membayar

pajak:

a. Kesadaran membayar pajak

Page 33: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

42

Indikator pertama adalah adanya kesadaran membayar pajak oleh Wajib

Pajak. Irianto (2005) dikutip dalam Vanesa (2009) menguraikan beberapa

bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk

membayar pajak, terdapat tiga bentuk kesadaran utama terkait pembayaran

pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam

menunjang pembangunan negara. Kedua, kesadaran bahwa penundaan

pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara.

Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-Undang.

2. Konsep Pajak

Di dalam konsep ini menurut Mr. Dr. NJ. Taylor dikutip dalam Vanesa

(2009) pajak adalah prestasi sepihak oleh negara dan terutang kepada

pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa

adanya kontarsepsi, dan semata-mata digunakan untuk menutup

pengeluaran-pengeluaran umum. ada 2 (dua) indikator, yaitu:

1. Pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perpajakan

Indikator ini terkait adanya pengetahuan dan pemahaman akan

peraturan perpajakan (syarat-syarat) terkait pembayaran pajak. Syarat

– syarat untuk melakukan pembayaran pajak adalah:

a. Wajib Pajak harus memiliki NPWP; dan

b. Wajib Pajak harus melaporkan SPT.

Syarat-syarat tersebut dapat dijadikan indikator kemauan membayar

pajak oleh Wajib Pajak dengan dua alasan, pertama Wajib Pajak yang

mau membayar pajak akan mendaftarkan diri untuk memperoleh

Page 34: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

43

NPWP mau membayar pajak karena kepemilikian tersebut

mewajibkan wajib pajak untuk membayar pajak secara berkelanjutan.

Kedua, kepemilikan NPWP selanjutnya harus ditindaklanjuti dengan

pelaporan SPT oleh Wajib Pajak.

2. Persepsi yang baik atas efektifitas perpajakan

Indikator ini adalah adanya persepsi yang baik oleh Wajib Pajak

terhadap efektifitas perpajakan. Anu (2004) dikutip dalam Vanesa

(2009) dalam penelitiannya menguraikan bentuk-bentuk persepsi dan

alasan persepsi tersebut dapat mengindikasikan kemauan membayar

pajak oleh Wajib Pajak. Pertama, Wajib Pajak merasa jumlah pajak

yang harus dibayar tidak memberatkan, atau paling tidak sesuai

dengan penghasilan yang diperoleh. Wajib Pajak mau membayar

pajak apabila beban pajak yang dipikul tidak mempengaruhi

kemampuan ekonomis secara signifikan. Kedua, Wajib Pajak menilai

sanksi- sanksi perpajakan dilaksanakan dengan adil. Dengan

penilaian ini Wajib Pajak akan membayar pajak, didasarkan pada

kepercayaan bahwa Wajib Pajak yang tidak memayar pajak akan

deikenakan sanksi. Ketiga, Wajib Pajak menilai pemanfaatan pajak

sudah tepat, salah satu pemanfaatan pajak adalah pembangunan

fasilitas umum.

Page 35: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

44

2.9 Kerangka Pemikiran

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Untuk

meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan pemerintah mengeluarkan

program tax amnesty (pengampunan pajak). Menurut Devano dan Rahayu (2006),

pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah dibidang

perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan

membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan

tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib pajak yang tidak patuh

menjadi Wajib Pajak yang patuh.

Yang menjadi bagian dari Tax Amnesty adalah Sunset Policy dan Reinventing

Policy. Sunset Policy adalah program penghapusan sanksi administrasi pajak

penghasilan. Kebijakan Sunset Policy di negara Indonesia telah dilaksanakan pada

tahun 2008. Sunset Policy merupakan fasilitas perpajakan yang diatur berdasarkan

pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan.

Wajib pajak yang dapat menikmati fasilitas kebijakan Sunset Policy adalah

wajib pajak yang secara sukarela mendaftarkan dirinya untuk memperoleh NPWP

dalam tahun 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak 2007 dan

sebelumnya, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak

yang tidak atau kurang dibayar dan Wajib Pajak yang dalam tahun 2008

menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan sebelum Tahun

Pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih

Page 36: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

45

besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan

pelunasan kekurangan pembayaran pajak.

Pemerintah mengakui bahwa penerapan Sunset Policy untuk pertama

kalinya terbilang sukses karena berhasil memperoleh tambahan penerimaan pajak

tahun 2008 sebesr Rp 7,46 triliun. Melalui Sunset Policy juga diperoleh

penambahan Wajib Pajak sebesar 5,5 juta (Darussalam,”Manfaatkan Pengampunan

Sanksi”, InsideTax Edisi 31). Namun setelah fasilitas pengampunan diberikan,

kinerja penerimaan malah menunjukan penurunan dan tingkat kepatuhan Wajib

Pajak yang cendrung stagnan. Maka dari itu Pada Tahun 2015, tepatnya dibulan

mei pemerintah mengeluarkan PMK 91 kebijakan yang dinamakan Reinventing

Policy atau yang biasa dikenal dengan istilah Sunset Policy Jilid II. Reinventing

Policy merupakan program kebijakan pemerintah yang diatur dalam pasal 36 ayat

(1) huruf a Undang- Undang KUP, dimana dalam pasal 36 Undang-Undang KUP

ayat (1) huruf a disebutkan bahwa Direktur Jendral pajak, karena jabatan atau

permohonan Wajib Pajak, dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi

administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan – undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut

dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

Alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan reinventing policy karena tax

ratio pada tahun 2013 yang masih rendah yaitu 11,89% (sumber:website Direktorat

Jendral Pajak) dan tingkat kepatuhan wajib pajak yang dinilai masih rendah.

Biasanya permasalahan kepatuhan perpajakan timbul karena kurangnya kesadaran

Wajib Pajak dalam membayar pajak, rendahnya pengetahuan dan pemahaman

Page 37: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

46

wajib pajak akan peraturan perpajakan serta kurangnya persepsi yang baik atas

efektifitas sistem perpajakan. Menurut Nowak (Zain: 2004), kepatuhan Wajib Pajak

memiliki pengertian “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”

Kebijakan Reinventing Policy bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak agar

lebih jujur, konsisten dan sukarela dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.

Pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak to become the honest tax payer melalui

pengampunan perpajakan diharapkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

dimasa yang akan datang.

Penelitian terkait pengampunan pajak yang dilakukan oleh Alm dan Beck

(1993) sebagaimana dikutip dalam dikutip dalam Vanesa (2009) yang menunjukan

bahwa pengampunan pajak selalu mempengaruhi kepatuhan pajak (tax compliance)

oleh wajib pajak dimana konsep kemauan membayar pajak (willingness to pay tax)

termasuk didalamnya.

Vanessa dan priyo (2009) dalam penelitiannya tentang “Dampak Program

Sunset Policy Terhadap Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar

Pajak” menunjukan bahwa adanya pengaruh positif terhadap ketiga faktor yang

mempengaruhi kemauan membayar pajak.

Page 38: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

47

Monica Dian Anggraeni dan Endang Kiswara (2011) dalam penelitiannya

mengenai “Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset Policy terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak,” menunjukan bahwa program Sunset Policy

berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang dilihat dari

konsep Willingness to Pay Tax.

Bintaro Wardiyanto (2007) melakukan penelitian mengenai “Tax Amnesty

Policy (The Framework Prospective of Sunset Policy Implementation Based on the

Act no.28 of 2007).” Hasil dari penelitian menunjukan bahwa kontak psikologis

yang dibangun oleh aparatur pajak dan Wajb Pajak akan berdampak pada

terbentuknya moral pajak yang berpengaruh secara signifikan terhadap kemauan

membayar pajak.

Sunset Policy berangkat dari konsep pengampunan pajak (Tax Amnesty),

Jams Alm (1998) dalam studinya memaparkan beberapa hasil pengampunan pajak

di beberapa negara, yakni india, irlandia, colombia, dan bagian colorado amerika

serikat. Hasil penerapan program tersebut secara ringkas disajikan dalam tabel

dibawah ini.

Page 39: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

48

Tabel 2.2

Hasil Praktik Program Pengampunan Pajak Beberapa Negara

Negara Tahun Bentuk Pengampunan

Pajak

Implikasi

India 1997 Pengampunan pajak berupa

penghaspusan sanksi administrasi

Jenis pajak yang dilibatkan adalah

pajak penghasilan

Peningkatan penerimaan pajak

tiga kali lipat dari jumlah yang

diperoleh dalam pemberian

pengampunan pajak sebelumnya

dan meningkatkan kepatuhan

wajib pajak dalam jangka panjang.

Irlandia 1988 Pengampunan pajak berupa

pengahapusan sanksi administrasi

dalam waktu 10 (sepeuluh) bulan.

Jenis pajak yang dilibatkan adalah

pajak penghasilan

Penerimaan pajak aktual (750 juta

dolar) 15 kali lipat dari

penerimaan pajak yang diestimasi

(50 juta dolar).

Colombia 1987 Pengampunan pajak berupa

penghapusan sanksi administrasi

dengan syarat pembayar pajak

telah melaporkan penghasilan

tahun sebelumnya.

Jenis pajak yang dilibatkan adalah

pajak yang terkait kepemilikan

aset.

Pendapatan pajak yang meningkat

menjadi 100 juta dollar dan

memberi kesempatan kontribusi

sebesar 0,3% dari Gross Dosmetic

Product

Colorando 1985 Pengampunan pajak terhadap

sanksi administrasi dan sanksi

pidana dalam waktu dua bulan

Jenis pajak yang dilibatkan adalah

pajak penjualan, pajak

rokok, dan pajak untuk bahan

bakar.

Pendapatan pajak aktual (6,3 juta

dolar) melebihi pendapatan pajak

yang diestimasi (5 juta dolar).

(Sumber: Alm, James 1998)

Page 40: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

50

Didasarkan pada fakta diatas, dapat dilihat bahwa program pengampunan

pajak dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berdampak terhadap

peningkatan penerimaan negara. Penghapusan sanksi diharapkan dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak baik atas kekurangan

pembayaran dimasa lalu maupun untuk pembayaran pajak selanjutnya.

Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana peranan program kebijakan pemerintah terkait dengan

kebijakan Reinventing Policy terhadap kepatuhan wajib pajak. Dimensinya dapat

dilihat dari konsep kemauan membayar pajak (Willingness to Pay tax) yaitu

kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan

perpajakan dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan.

Page 41: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

51

Reinventing PolicyKepatuhan Wajib

Pajak

Indikator:

1.Kesadaran Membayar

Pajak;

2.Pengetahuan dan

Pemahaman Terhadap

PeRaturan Perpajakan;

3. Persepsi yang Baik

atas Efektifitas

Perpajakan .

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2008:8).

Berdaasarkan seluruh uraian diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai

berikut:

H0 : β = 0 Reinventing Policy tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Page 42: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

52

Ha : β ≠ 0 Reinventing policy mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak.

Page 43: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

10

Page 44: 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak

10