bab iv disk - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2007-1-00002-ak-bab 4.pdf · perlakuan...

34
59 BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS melakukan perencanaan pajak yang bertujuan meminimalkan beban pajak yang melebihi dari kewajiban yang semestinya tanpa harus melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku. Adanya perbedaan antara perlakuan akuntansi dan perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan perbedaan laba komersial dan laba fiskal, namun tidak semua beban komersial dapat dijadikan beban atau biaya fiskal. Hal ini yang mendorong PT ADIS untuk melaksanakan perencanaan pajak yang efektif untuk dapat meminimalkan beban pajak. Melalui perencanaan pajak tersebut sekaligus juga diharapkan adanya penggunaan dana perusahaan secara efektif dalam arti bahwa beban-beban pajak yang memungkinkan untuk diperkecil ataupun dikurangi dialihkan untuk pembayaran lainnya yang lebih bermanfaat untuk perusahaan. PT ADIS dapat dikatakan belum melaksanakan perencanaan pajak yang efektif, meski sebagian besar banyak melakukan koreksi fiskal negatif atas beban-beban atau biaya komersial yang sementara menyebabkan laba perusahaan menjadi atau terlihat kecil, namun masih terdapat biaya atau beban-beban yang seharusnya tidak dapat mengurangi penghasilan bruto tapi masih diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan, hal ini menyebabkan perusahaan terkena resiko fiskal positif. Ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan seorang perencana

Upload: vunhi

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

59

BAB IV

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN

BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS

Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS melakukan

perencanaan pajak yang bertujuan meminimalkan beban pajak yang melebihi dari

kewajiban yang semestinya tanpa harus melanggar ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku. Adanya perbedaan antara perlakuan akuntansi dan

perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan

perbedaan laba komersial dan laba fiskal, namun tidak semua beban komersial dapat

dijadikan beban atau biaya fiskal. Hal ini yang mendorong PT ADIS untuk

melaksanakan perencanaan pajak yang efektif untuk dapat meminimalkan beban pajak.

Melalui perencanaan pajak tersebut sekaligus juga diharapkan adanya

penggunaan dana perusahaan secara efektif dalam arti bahwa beban-beban pajak yang

memungkinkan untuk diperkecil ataupun dikurangi dialihkan untuk pembayaran lainnya

yang lebih bermanfaat untuk perusahaan. PT ADIS dapat dikatakan belum

melaksanakan perencanaan pajak yang efektif, meski sebagian besar banyak melakukan

koreksi fiskal negatif atas beban-beban atau biaya komersial yang sementara

menyebabkan laba perusahaan menjadi atau terlihat kecil, namun masih terdapat biaya

atau beban-beban yang seharusnya tidak dapat mengurangi penghasilan bruto tapi masih

diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan, hal ini menyebabkan perusahaan terkena

resiko fiskal positif. Ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan seorang perencana

Page 2: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

60

pajak perusahaan dalam memahami dan melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan

yang berlaku sebagai upaya untuk meminimalkan beban pajak penghasilan.

IV.2. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan PPh Pasal 21

Sesuai dengan UU PPh No. 7 Tahun Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah

diubah dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000, setiap pemberi kerja wajib untuk

melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas Pajak Penghasilan karyawannya.

PT ADIS memiliki karyawan yang jumlahnya sekitar 254 orang baik yang berada di

kantor pusat maupun cabang. Jumlah penghasilan bruto karyawan PT ADIS pada tahun

2004 adalah sebesar Rp 4.011.780.246,- dengan PPh Pasal 21 terutang sebesar

Rp 1.370.373.086,-. Selama tahun berjalan, PT ADIS telah membayar PPh Pasal 21

sebesar Rp 1.069.018.459,- sehingga PT ADIS memiliki PPh Pasal 21 kurang disetor

Rp 301.354.627,- pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

Tahunan (SPT Tahunan) yaitu SPT 1721. Dalam perhitungan PPh Pasal 21 sudah

dilakukan dengan sistem mendekati yang seharusnya. Angka yang dilaporkan pada akhir

tahun tersebut dinilai terlalu besar karena seharusnya relatif kecil atau bahkan nihil. Hal

ini mengindikasikan bahwa perusahaan belum maksimal dalam pelaksanaan dan

perencanaan PPh Pasal 21 atas karyawannya.

PT ADIS menyadari bahwa karyawan merupakan aset yang penting yang

dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu, berbagai usaha dilakukan oleh perusahaan

untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan tunjangan dan

fasilitas antara lain sebagai berikut :

Page 3: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

61

1. Uang Lembur, diberikan kepada karyawan yang terlibat langsung dalam

pengerjaan tugas tertentu yang telah bekerja lebih dari jam kerja normal yaitu di

atas pukul lima sore sampai dengan pukul tujuh malam. Uang lembur hanya

diberikan kepada golongan tertentu saja dan diterima karyawan bersamaan

dengan gaji bulanan.

2. Tunjangan makan diberikan bersamaan dengan gaji bulanan berdasarkan jumlah

hari kerja karyawan, besarnya tunjangan diberikan sesuai dengan golongan

masing-masing karyawan.

3. Tunjangan transportasi kepada karyawan untuk membantu biaya transportasi

pulang dan pergi dan ke tempat kerja yang diberikan bersama gaji bulanan

berdasarkan jumlah hari kerja karyawan. Khusus untuk posisi direksi dan

setingkat manajer mendapatkan fasilitas kendaraan yaitu mobil melalui sistem

COP (Car Ownership Program), dimana biaya pembelian mobil tersebut

sebagian dibiayakan oleh perusahaan dengan budget khusus yang telah

disediakan dan selebihnya ditanggung karyawan tersebut, dengan perjanjian

mobil dapat dibawa pulang karyawan dan BPKB kendaraan tersebut tetap atas

nama karyawan namun dipegang oleh perusahaan dalam jangka waktu 5 tahun

sesuai dengan kebijakan manajemen perusahaan.

Hal ini dimaksudkan agar dalam jangka waktu tersebut karyawan tersebut

tetap memiliki ikatan kerja sebagai karyawan atau dengan kata lain tidak boleh

mengundurkan diri dari perusahaan. Setelah melewati masa 5 tahun, BPKB

tersebut dapat dipegang oleh karyawan. Untuk biaya-biaya dan pengeluaran yang

berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut baik fasilitas perbaikan dan

perawatan suku cadang kendaraan seperti bensin, oli dan lain sebagainya

Page 4: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

62

ditanggung oleh perusahaan dengan memberikan tunjangan COP yang dibayar

bersama dengan gaji bulanan dan perusahaan telah memotong pajak atas

tunjangan tersebut. Atas pemberian fasilitas transportasi ini, perusahaan akan

terkena resiko dikoreksi oleh pihak fiskus yaitu koreksi positif, karena dapat

diartikan sebagai pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak

bisa menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.

4. Selain memberikan tunjangan kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan,

perusahaan juga memberikan biaya pengobatan dan rumah sakit kepada

karyawan dan atau keluarga karyawan yang menderita sakit ringan biasa atau

melakukan rawat inap di rumah sakit yang besarnya disesuaikan dengan sistem

batas atas (plafon) yang berbeda-beda tiap golongan Karyawan hanya dapat

mengajukan klaim atas biaya pengobatan, apabila minimal telah mempunyai

masa kerja 3 bulan dihitung dari tanggal masuk kerja. Biaya ini diberikan dengan

memakai sistem penggantian (Reimbursement) dari biaya yang tercantum di

kuitansi asli. Atas biaya pengobatan dan rumah sakit dengan sistem

reimbursement ini, perusahaan akan terkena resiko dikoreksi fiskal positif oleh

pihak fiskus, karena hal ini dapat diartikan sebagai pemberian dalam bentuk

natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto

perusahaan.

Page 5: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

63

Berikut ini besarnya biaya pengobatan dan rumah sakit yang diberikan perusahaan

sesuai dengan batas atas (plafon) yang berbeda-beda tiap golongan :

Tabel 4.1

STATUS PAJAK

GOL. T00 K00 K01 K02 K03

I

II

Rp 850.000

Rp 1.250.000

Rp 1.700.000

Rp 2.150.000

Rp 2.600.000

III Rp 1.200.000 Rp 1.800.000 Rp 2.400.000 Rp 3.000.000 Rp 3.700.000

IV Rp 2.200.000 Rp 2.800.000 Rp 3.800.000 Rp 4.700.000 Rp 5.650.000

V Rp 3.300.000 Rp 4.200.000 Rp 4.750.000 Rp 5.850.000 Rp 7.050.000

VI Rp 8.150.000 Rp 8.450.000

VII

Rp.5.445.000

Rp 6.900.000

Rp 7.800.000 Rp 9.350.000 Rp 10.950.000

Keterangan :

T00 : Wajib Pajak dengan status tidak kawin dan tidak mempunyai anak

K00 : Wajib Pajak dengan status kawin dan tidak mempunyai anak

K01 : Wajib Pajak dengan status kawin dan mempunyai anak 1 (satu)

K02 : Wajib Pajak dengan status kawin dan mempunyai anak 2 (dua)

K03 : Wajib Pajak dengan status kawin dan mempunyai anak 3 (tiga)

5. Tunjangan Hari Raya (THR) diberikan berupa uang kepada karyawan dalam

setahun sekali. Jumlah yang diberikan biasanya sesuai dengan gaji pokoknya.

Page 6: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

64

Selain tunjangan dan fasilitas di atas, perusahaan juga mengikuti program Jamsostek

dalam memberikan perlindungan bagi karyawannya untuk mengatasi risiko sosial

ekonomi tertentu. Jenis program jamsostek yang diberikan yaitu Jaminan Kecelakaan

Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayar

perusahaan dan merupakan penambah penghasilan bruto bagi karyawan yang besarnya

sesuai ketentuan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja yaitu :

- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,89% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja

- Jaminan Kematian (JK) sebesar 0,3% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja

- Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,7% x gaji, dibayar oleh pemberi kerja dan 2%

dibayar oleh karyawan.

Dari evaluasi perencanaan pajak PPh Pasal 21 dan rekonsiliasi fiskal, diketahui

beberapa hal antara lain :

1. Perusahaan belum melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21, dimana

PT ADIS menanggung semua PPh Pasal 21 atas karyawannya. Dimana hal ini

akan merugikan bagi perusahaan karena sesuai dengan peraturan perpajakan

yang berlaku bahwa biaya tersebut tidak diperkenankan sebagai pengurang

penghasilan bruto. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember

2000 Pasal 7 huruf e bahwa PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja

termasuk dalam pengertian kenikmatan dalam bentuk natura tidak boleh

diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto. Oleh karena itu, PT ADIS

harus lebih cermat dalam melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21

tersebut. Untuk mengatasi hal ini, ada alternatif yang dapat dilakukan

Page 7: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

65

manajemen perusahaan yaitu dengan mengubah pengeluaran non deductible

tersebut menjadi deductible dengan cara melakukan Gross up. Artinya,

perusahaan memberikan tunjangan pajak sejumlah uang tertentu atau sebesar

jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dan memasukkannya sebagai komponen

penambah penghasilan bruto karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21.

Metode Gross up ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan dan perusahaan

karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan (take home pay) akan

semakin besar atau tetap dan tidak dipotong pajak, selain itu tunjangan tersebut

dapat dijadikan beban fiskal (deductible expense) bagi perusahaan.

Menurut Zain (2005), besarnya tunjangan pajak dalam metode gross up dihitung

sebagai berikut :

Tabel 4.2

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tunjangan Pajak

PKP < Rp 25.000.000,- 1/228.6 (PKPSTP – 0)

Rp 25.000.000,- < PKP < Rp 50.000.000,- 1/108 (PKPSTP – 12.500.000)

Rp 50.000.000,- < PKP < Rp 100.000.000,- 1/204 (3 PKPSTP – 75.000.000)

Rp 100.000.000,- < PKP < Rp 200.000.000,- 1/36 (PKPSTP –55.000.000)

Rp 200.000.000,- < PKP 10/78 (0.35 PKPSTP – 33.750.000)

Keterangan : PKPSTP (Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak) (h.91).

Page 8: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

66

2. Perusahaan kurang efektif dalam memberikan tunjangan makan kepada

karyawannya yang dibayar bersama gaji bulanan, sebaiknya perusahaan

mengganti tunjangan dalam bentuk uang tersebut dengan menyediakan makanan

dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama di tempat kerja,

karena hal ini diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto dan

merupakan pengecualian pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan. Hal

ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No.466/KMK.04/2000 dan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-213/PJ/2001 Pasal 1 huruf a yang

menyatakan bahwa penyediaan makanan dan minuman yang diberikan pemberi

kerja bagi seluruh karyawan secara bersama-sama termasuk Dewan Direksi dan

Komisaris yang diberikan di tempat kerja dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto pemberi kerja dan bukan objek PPh Pasal 21 sesuai dengan Pasal 4 Ayat

(3) huruf d UU PPh No. 17 Tahun 2000.

Perlakuan pajak atas pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan

kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan, keamanan

dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja,

dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductable expense)

dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan walaupun bukan di daerah

terpencil, dengan menyediakan makan dan minum bagi seluruh karyawan secara

bersama-sama di tempat kerja, dari segi moral akan mendorong semangat moral

moral akan mendorong semangat kebersamaan dan kesetaraan antara pengusaha

dan karyawannya, sedangkan dari segi efisiensi karyawan tidak perlu pergi ke

luar kantor hanya untuk membeli makan siang, sehingga waktu jam kerja pun

tidak akan terbuang untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.

Page 9: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

67

3. Perusahaan memberikan natura atau kenikmatan khusus kepada direksi dan

setingkat manajer berupa fasilitas kendaraan yaitu mobil melalui sistem COP

(Car Ownership Program). Hal ini akan merugikan perusahaan karena sesuai

UU PPh No. 17 Tahun 2000, pemberian dalam bentuk natura tidak bisa menjadi

pengurang penghasilan bruto. Sebaiknya, perusahaan mengalokasikan fasilitas

transportasi pegawai tersebut ke dalam bentuk tunjangan transportasi, sehingga

atas biaya tersebut dapat dijadikan beban fiskal bagi perusahaan sebagai

pengurang penghasilan bruto.

Atas pemberian fasilitas transportasi ini, perusahaan akan terkena resiko

dikoreksi positif seluruhnya oleh pihak fiskus, karena perusahaan telah

memberikan sejumlah uang tertentu kepada pegawai atas pembelian fasilitas

transportasi yang digunakan untuk kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan

operasional perusahaan. Namun, jika perusahaan memberikan dalam bentuk

tunjangan transportasi, aktiva perusahaan berupa mobil tersebut dapat dijual

untuk digunakan dalam operasional perusahaan, sehingga perusahaan dapat

menghemat beban pemeliharaan kendaraan tersebut.

4. Perusahaan memberikan biaya pengobatan dan biaya rumah sakit kepada

karyawannya dengan sistem reimbursement, hal ini akan merugikan perusahaan,

karena hal tersebut merupakan atau dapat diartikan sebagai pemberian dalam

bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan

bruto. Sebaiknya perusahaan mengalokasikan biaya reimbursement tersebut

menjadi tunjangan kesehatan yang dibayar bersama gaji bulanan secara rutin

baik karyawan tersebut sakit maupun tidak. Hal ini untuk memastikan tidak ada

jumlah aliran uang tertentu yang diterima, diserahkan atau bisa dinikmati

Page 10: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

68

karyawan (objek PPh Pasal 21) baik yang diterima secara langsung maupun

tidak langsung dan beberapa kelemahan admnistrasi lainnya yang mungkin

terjadi.

Jika perusahaan menggunakan sistem reimbursement atas biaya

pengobatan dan rumah sakit, maka akan terkena resiko dilakukan koreksi positif

oleh pihak fiskus karena dianggap ada sejumlah uang tertentu yang diterima,

diserahkan atau bisa dinikmati karyawan dari pembayaran reimbursement

tersebut walaupun hanya sebentar atau sementara. Namun, jika perusahaan

mengalokasikannya ke dalam bentuk tunjangan kesehatan, perusahaan akan

dapat memperlakukan biaya tersebut sebagai biaya fiskal (deductable expenses)

dan dapat menjadi penambah penghasilan bagi karyawan itu sendiri.

Selain diganti menjadi tunjangan kesehatan, perusahaan juga dapat

mengikutkan karyawannya dalam program asuransi kesehatan, dimana premi

tersebut ditanggung oleh perusahaan atas nama karyawan sehingga dapat

dijadikan beban fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan dan yang

dikenakan pajak pada karyawan relatif kecil terhadap tunjangan premi asuransi

tersebut.

Berikut ini contoh beberapa alternatif perhitungan PPh Pasal 21 atas salah

seorang pegawai tetap PT ADIS yang akan memperlihatkan tunjangan pajak yang akan

diterimanya :

A adalah Staf Senior Teknikal Bagian Akuntansi pada PT ADIS dengan masa kerja 12

bulan dan memiliki status (K/1). A menerima gaji pokok Rp 5.000.000,- setiap bulan

ditambah dengan berbagai macam tunjangan yang diterimanya. Perhitungan PPh Pasal

21 di bawah ini sudah disetahunkan dan telah dilakukan pembulatan ribuan rupiah atas

Page 11: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

69

PPh Pasal 21 terutang sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

No. Kep.545/PJ/2001.

Berikut ini pendapatan A serta beberapa tunjangan yang diterimanya setiap bulan :

Tabel 4.3

Gaji

Uang Lembur

THR (sekali dalam setahun)

Tunjangan Transport

Tunjangan Kesehatan

Tunjangan Makan

Iuran dibayar oleh pemberi kerja :

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Premi Jaminan Kematian (JK)

Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)

Iuran dibayar oleh A:

Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)

Rp 5.000.000

Rp 176.000

2 x gaji

Rp 360.000

Rp 264.000

Rp 312.000

0,89% x gaji

0,3% x gaji

3,7% x gaji

2% x gaji

Perhitungan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan 4 alternatif yaitu :

Alternatif 1 : PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai

Alternatif 2 : PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja

Alternatif 3 : PPh Pasal 21 Diberikan dalam Bentuk Tunjangan Pajak

Alternatif 4 : PPh Pasal 21 di Gross up

Page 12: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

70

Tabel 4.4 Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2004

PPh Pasal 21

Keterangan

Ditanggung Pegawai/

Pemberi Kerja

Diberikan dalam bentuk

tunjangan pajak

Di Gross up

Gaji Setahun

Uang Lembur

THR

Tunjangan Transport

Tunjangan Kesehatan

Tunjangan Makan

Tunjangan Pajak

Iuran yang dibayar oleh

pemberi kerja :

Premi JKK (0,89% x gaji)

Premi JK (0,3% x gaji)

60.000.000

2.112.000

10.000.000

4.320.000

3.168.000

3.744.000

-

534.000

180.000

60.000.000

2.112.000

10.000.000

4.320.000

3.168.000

3.744.000

7.620.000

534.000

180.000

60.000.000

2.112.000

10.000.000

4.320.000

3.168.000

3.744.000

8.965.000 **)

534.000

180.000

Jumlah Penghasilan Bruto 84.058.000 91.678.000 93.023.000

Dikurangi :

- Biaya Jabatan 5%

(max. Rp 1.296.000/thn)

Iuran yang dibayar oleh

pegawai :

- Iuran JHT (2% x gaji)

(1.296.000)

(1.200.000)

(1.296.000)

(1.200.000)

(1.296.000)

(1.200.000)

Penghasilan Neto Setahun

PTKP (K/1)

81.562.000

(5.760.000)

89.182.000

(5.760.000)

90.527.000

(5.760.000)

Penghasilan Kena Pajak

PPh Pasal 21 :

5% x 25.000.000

10% x 25.000.000

15% x 25.802.000

15% x 33.422.000

75.802.000

1.250.000

2.500.000

3.870.000

-

83.422.000

1.250.000

2.500.000

-

5.013.000

84.767.000

1.250.000

2.500.000

-

-

Page 13: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

71

15% x 34.767.000 - - 5.215.000

PP Pasal 21 Setahun

Tunjangan Pajak

7.620.000

-

8.763.000

(7.620.000)

8.965.000

(8.965.000)

PPh Pasal 21 yang harus

disetor/dipotong dari

penghasilan pegawai

7.620.000 *) 1.143.000 -

*) atau PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja

PKPSTP : Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak

Tunjangan Pajak = 1/204 (3 x PTKPSTP – 75.000.000) x 12

= 1/204 (3 x 75.802.000 – 75.000.000) x 12

= 8.965.000,- *)

Tabel 4.5 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PTKP) Tahun 2004 (sesuai

UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan)

Keterangan

PPh Pasal 21 Ditanggung

Pegawai/ Pemberi Kerja

PPh Pasal 21 Diberikan

dalam Bentuk Tunjangan

Pajak

PPh Pasal 21 di Gross up

Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP) :

- Untuk Diri Pegawai

- Tambahan untuk

pegawai yang kawin

- Tambahan untuk

tanggungan

2.880.000

1.440.000

1.440.000

2.880.000

1.440.000

1.440.000

2.880.000

1.440.000

1.440.000

Jumlah 5.760.000 5.760.000 5.760.000

Berikut ini faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan keempat

alternatif tersebut yaitu perbandingan Antara Take Home Pay, Biaya Komersial dan

Biaya Fiskal :

Page 14: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

72

Tabel 4.6 Perbandingan Take Home Pay, Biaya Komersial dan Biaya Fiskal

Keterangan Ditanggung Pegawai

Ditanggung Perusahaan

Diberikan Tunjangan

Pajak

Di Gross up

Take Home Pay :

Gaji dan Tunjangan

Dikurangi :

- Iuran JHT (2%)

- PPh Pasal 21

83.344.000

1.200.000

7.620.000

83.344.000

1.200.000

-

90.964.000

1.200.000

8.763.000

92.309.000

1.200.000

8.965.000

Jumlah 74.524.000 82.144.000 81.001.000 82.144.000

Biaya Fiskal :

Penghasilan Bruto

84.058.000

84.058.000

91.678.000

93.023.000

Jumlah 84.058.000 84.058.000 91.678.000 93.023.000

Biaya Komersial :

Biaya Fiskal

Ditambah :

- Iuran JHT (3,7%)

- PPh Pasal 21

84.058.000

2.220.000

-

84.058.000

2.220.000

7.620.000

91.678.000

2.220.000

-

93.023.000

2.220.000

-

Jumlah 86.278.000 93.898.000 93.898.000 95.243.000

Selisih Biaya Fiskal

dan Biaya Komersial

2.220.000 9.840.000 2.220.000 2.220.000

Dari hasil perbandingan alternatif di atas, alternatif keempat dengan

menggunakan metode gross up lebih baik, karena gaji karyawan yang dibawa pulang

setahun merupakan yang terbesar yaitu Rp 82.144.000,-. Di lain pihak perusahaan akan

menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda

dengan alternatif lainnya yaitu sebesar Rp 2.220.000,-, hal ini dapat menghemat PPh

Pasal 21 karyawan tersebut. Jika dilihat dari biaya komersial, biaya fiskal yang besar

tersebut akan terlihat seperti suatu pemborosan, namun tidak demikian, dengan biaya

Page 15: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

73

fiskal yang besar tersebut nantinya akan berdampak pada laba sebelum pajak yang akan

menjadi lebih kecil dan PPh Badan yang terutang pun akan menjadi lebih kecil.

Alternatif kedua dengan PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan memang

menguntungkan karyawan, karena gaji yang dibawa pulang mereka memiliki selisih

biaya fiskal dan komersial yang terbesar yaitu Rp 9.840.000,-. Hal ini disebabkan

adanya kenikmatan berupa pajak yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 7.620.000 dan

iuran JHT sebesar Rp 2.220.000,-. Jika perusahaan masih menaggung PPh Pasal 21 atas

karyawannya, maka akan menimbulkan koreksi fiskal sebesar Rp 9.840.000,- yang

berarti adanya tambahan pajak penghasilan.

Penggunaan altenatif ketiga akan merugikan karyawan, meskipun memiliki

selisih biaya fiskal dan komersial yang sama dengan alternatif keempat yaitu sebesar

Rp 2.220.000,-, namun gaji yang dibawa pulang karyawan setahun sebesar

Rp 81.001.000,- kurang maksimal karena tunjangan pajak yang diterima karyawan pun

nilainya kurang maksimal.

Penggunaan alternatif pertama sebaiknya tidak dilakukan oleh perusahaan,

karena hal ini akan merugikan kedua belah pihak, baik itu karyawan maupun

perusahaan, dimana gaji yang dibawa pulang karyawan setahun memiliki jumlah terkecil

dari alternatif lainnya yaitu sebesar Rp 74.524.000 meskipun selisih antara biaya fiskal

dan biaya komersial memiliki nilai yang sama besarnya dengan alternatif lainnya. Hal

ini akan terjadi koreksi fiskal sebesar Rp 2.220.000,- yang dapat mengakibatkan jumlah

PPh Badan bertambah.

Page 16: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

74

IV.3. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

Bagi PT ADIS, PPh Pasal 23 sangat penting karena PT ADIS merupakan

perusahaan jasa yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian dan kegiatan lain seperti

asuransi kendaraan bermotor. Setiap kegiatan atau transaksi yang dikerjakan oleh

PT ADIS selalu berhubungan dengan PPh Pasal 23 sebagai pemotong dan atau yang

dipotong pihak lain, dimana dalam hal PT ADIS berperan sebagai pihak yang

memotong antara lain :

1. Jasa Akuntan pada Kantor Akuntan Publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja.

2. Jasa Perbaikan Alat-alat Kendaraan

3. Jasa Pembasmian Hama dan Jasa Pembersihan

4. Jasa Pemanfaatan Informasi dibidang teknologi termasuk jasa internet

5. Jasa Perancangan Design

Sebagai pihak pemotong PT ADIS berkewajiban untuk menyetorkan pajak yang

telah dipotongnya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana perusahaan tersebut

terdaftar sebagai Wajib Pajak. Sedangkan bagi pihak yang dipotong berhak untuk

mengkreditkan pajak penghasilan yang telah dipotong tersebut terhadap pajak

penghasilan yang terutang pada tahun pajak yang bersangkutan dan meminta kepada

pihak pemotong dokumen bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut sesuai ketentuan agar

dapat dikreditkan. Karena hal ini merupakan bukti bahwa pihak pemotong telah

melakukan kewajibannya untuk menyetorkan pajak penghasilan yang telah dipotongnya

Page 17: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

75

ke KPP. Batas waktu penyetoran pajak paling lambat adalah tanggal 10 bulan berikutnya

dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari

setelah masa pajak berakhir. Jika PT ADIS tidak melakukan pemotongan, perusahaan

berisiko akan terkena sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan maksimal

selama 24 bulan, dan hal ini akan menganggu likuiditas kas perusahaan karena non

deductible expense perusahaan bertambah, sedangkan jika terlambat melaporkan SPT

Masa akan terkena sanksi sebesar Rp 50.000,- sesuai dengan UU KUP Pasal 16 Tahun

2000.

Dari evaluasi yang dilakukan atas pelaksanaan PPh Pasal 23, ditemukan

beberapa hal antara lain :

1. Untuk memberikan laporan keuangan yang terpercaya, PT ADIS

menggunakan jasa auditor dari Kantor Akuntan Publik Prasetio, Sarwoko dan

Sandjaja. Dimana pembayaran pada jasa audit ini menimbulkan kewajiban

bagi perusahaan untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan

PPh Pasal 23 yang dikenakan dengan tarif 7,5% dengan tarif pemotongan

yaitu 15% x 50% dari penghasilan bruto sesuai dengan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak No. Kep-170/PJ/2002. Dalam hal ini perusahaan telah

melakukan pemotongan, penyetoran atas jasa tersebut dengan jumlah sebesar

Rp 327.549.332,- serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana

PT ADIS terdaftar sebagai Wajib Pajak.

2. Dalam menjalankan kegiatan usahanya yang selalu berusaha memenuhi

kepuasan pelanggan, PT ADIS bekerjasama dengan beberapa bengkel

rekanan untuk melakukan jasa perbaikan alat-alat transportasi dan

pemeliharaan suku cadang kendaraan kepada pihak tertanggung atas klaim

Page 18: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

76

yang diajukan sehubungan dengan obyek pertanggungan yang diasuransikan.

Dimana pembayaran atas jasa ini menimbulkan kewajiban bagi perusahaan

untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 yang

dikenakan dengan tarif 6% dengan tarif pemotongan yaitu 15% x 40% dari

penghasilan bruto sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.

Kep-170/PJ/2002. Dalam hal ini perusahaan telah melakukan pemotongan,

penyetoran atas jasa tersebut dengan jumlah sebesar Rp 74.277.745,- serta

melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT ADIS terdaftar

sebagai Wajib Pajak

3. Perusahaan menggunakan jasa untuk membersihkan semua ruangan seperti

lantai, dinding dan peralatan kantor serta aktiva perusahaan lainnya dari

kotoran atau hama setiap hari agar kebersihan tetap terjaga. Dimana

pembayaran atas jasa ini menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk

melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 yang

dikenakan dengan tarif 1,5% dengan tarif pemotongan yaitu 15% x 10% dari

penghasilan bruto sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.

Kep-170/PJ/2002. Dalam hal ini perusahaan telah melakukan pemotongan,

penyetoran atas jasa tersebut dengan jumlah sebesar Rp 189.253.236,- serta

melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT ADIS terdaftar

sebagai Wajib Pajak.

4. Dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari, perusahaan

menggunakan jasa internet. Jasa ini digunakan oleh karyawan dalam

memperlancar hubungan komunikasi antar bagian operasional dengan semua

kantor cabang serta dengan semua pelanggan dan pihak lain yang ada

Page 19: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

77

kaitannya dengan perusahaan melalui fasilitas email. Dimana pembayaran

atas jasa ini menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan

pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 yang dikenakan dengan

tarif 6% dengan tarif pemotongan yaitu 15% x 40% dari penghasilan bruto

sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-170/PJ/2002.

Dalam hal ini perusahaan telah melakukan pemotongan, penyetoran atas jasa

tersebut dengan jumlah sebesar Rp 441.463.486,- serta melaporkannya ke

Kantor Pelayanan Pajak dimana PT ADIS terdaftar sebagai Wajib Pajak.

5. Untuk mempromosikan produknya kepada pelanggan perusahaan

menggunakan jasa periklanan melalui media cetak dan elektronik untuk

melakukan perancangan design yang dibebankan ke dalam beban pemasaran.

Dimana pembayaran atas jasa ini menimbulkan kewajiban bagi perusahaan

untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 yang

dikenakan dengan tarif 6% dengan tarif pemotongan yaitu 15% x 40% dari

penghasilan bruto sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

No. Kep-170/PJ/2002. Dalam hal ini perusahaan telah melakukan

pemotongan, penyetoran atas jasa tersebut dengan jumlah sebesar

Rp 3.576.047.083,-. Atas jasa ini pun perusahaan telah melakukan

pemotongan dan melaporkannya ke KPP dimana perusahaan terdaftar

sebagai Wajib Pajak.

Atas evaluasi pelaksanaan PPh Pasal 23 di atas, PT ADIS telah

melakukan perencanaan yang tepat dimana perusahaan selalu berusaha

melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pemakaian jasa-jasa

PPh Pasal 23 setiap bulan di tahun 2004 dengan benar. Selain itu, PT ADIS

Page 20: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

78

juga telah memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dimana telah

menyetorkan PPh Pasal 23 tersebut sebelum tanggal 10 bulan berikutnya dan

menyampaikan SPT Masa sebelum batas waktu pelaporannya berakhir

kepada KPP dimana perusahaan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Dalam

melakukan penyetoran PPh Pasal 23 sebaiknya jangan dilakukan terlalu cepat

atau awal agar tidak mengganggu likuiditas dan arus kas perusahaan, tapi

juga jangan lewat dari batas waktu yang telah ditentukan karena akan

dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan disamping

Rp 50.000,- atas keterlambatan pelaporan PPh Paal 23. Perlakuan atas PPh

Pasal 23 ini juga telah diterapkan dengan baik oleh PT ADIS pada tahun-

tahun sebelumnya dan sudah dibedakan antara pemotongan PPh Pasal 23

sesuai dengan tarif PPh Pasal 23 dan PPh Final dengan ketentuan khusus UU

PPh Pasal 4 ayat (2), sehingga perusahaan akan terhindar dari resiko terkena

sanksi pajak.

IV. 4. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan PPh Badan

Untuk mendapatkan laba fiskal dalam menghitung PPh Badan, PT ADIS

melakukan rekonsiliasi fiskal atas laporan laba ruginya. PT ADIS dapat dikatakan belum

melaksanakan perencanaan pajak yang efektif, meski banyak melakukan koreksi fiskal

negatif atas beban-beban atau biaya komersial yang sementara menyebabkan laba

perusahaan menjadi atau terlihat kecil, namun masih terdapat biaya atau beban-beban

yang seharusnya tidak dapat mengurangi penghasilan bruto tapi masih diperlakukan

sebagai biaya bagi perusahaan. Dengan melakukan rekonsiliasi fiskal sebelum dan

setelah perencanaan pajak, dapat terlihat perbedaan antara laba sebelum pajak yang

Page 21: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

79

dihasilkan, maka dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif, laba sebelum pajak

dapat diminimalkan.

Dari hasil evaluasi terhadap PPh Badan ditemukan beberapa koreksi positif dan

koreksi negatif dalam rekonsiliasi fiskal perusahaan, antara lain :

1. PPh Pasal 21

PT ADIS melakukan koreksi fiskal positif atas PPh Pasal 21 sebesar

Rp 1.370.373.086,-, karena perusahaan menaggung PPh Pasal 21 karyawannya.

Beban ini memang harus dikoreksi positif karena PPh Pasal 21 yang ditanggung

pemberi kerja bukan merupakan deductible expense.

2. Biaya Entertainment

Perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya entertainment sebesar

Rp 158.881.000,- karena perusahaan tidak melampirkan daftar nominatif pada

SPT Badan dan membuktikan bahwa biaya tersebut formal sesuai Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak No. SE-27/PJ.22/1986, maka sudah seharusnya

perusahaan memberikan daftar nominatif sebagai bukti pelaksanaan

entertainment, sehingga beban tersebut dapat menjadi beban fiskal. Daftar

nominatif ini memuat informasi mengenai tanggal dan jenis entertainment yang

diberikan, nama tempat, alamat, jumlah entertainment, nama relasi, posisi, nama

perusahaan dan jenis usaha yang diberikan entertainment. Namun jika

perusahaan sering mengeluarkan biaya entertainment, pembuatan daftar

nominatif ini menjadi sedikit merepotkan karena perusahaan harus membuat

daftar nominatif atas setiap pengeluaran yang dilakukan dan kadang pihak relasi

bisnis tersebut mungkin tidak senang jika dicantumkan namanya.

Page 22: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

80

2. Denda Pajak

Denda pajak ini merupakan tambahan kewajiban pajak yang merupakan

kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 untuk tahun pajak 2003

lalu berdasarkan SKPKB PPh tanggal 15 Oktober 2004 yang perhitungannya

akan dibebankan pada tahun 2004. Perusahaan memperlakukan biaya tersebut

sebagai pengurang penghasilan bruto, hal ini tidak diperkenankan sesuai UU PPh

Pasal 9, sehingga perusahaan melakukan koreksi positif seluruhnya atas denda

pajak sebesar Rp. 19.924.383,-.

3. Penyusutan Sewa Guna Usaha

Atas penyusutan sewa guna usaha, perusahaan melakukan koreksi positif sebesar

Rp 90.303.542,- karena hal ini bukan hak perusahaan dalam melakukan

penghitungan penyusutan atas harta sewa guna usaha, melainkan kewajiban

pihak lessor atas aktiva yang bersangkutan yang dapat dibiayakan, jadi sudah

seharusnya perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut.

4. Cadangan Pesangon

Perusahaan telah menerapkan lebih dini PSAK No. 24 (Revisi 2004) mengenai

“Imbalan Kerja” dan mencatat penyisihan imbalan pasca kerja sesuai dengan

Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 tanggal 25 Maret 2003.Atas

perkiraan cadangan pesangon sebagai penyisihan kesejahteraan karyawan

perusahaan melakukan koreksi positif sebesar Rp 287.373.000,-. Sesuai dengan

UU PPh Pasal 9 Ayat (1) huruf c pembentukan atau pemupukan dana cadangan

tidak dapat dibebankan dalam laporan rugi fiskal, jadi sudah seharusnya

perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut.

Page 23: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

81

5. Pendapatan Jasa dan Giro

Atas pendapatan lain-lain yang diperoleh PT ADIS, perusahaan harus melakukan

koreksi fiskal negatif atas pendapatan jasa giro sebesar Rp 35.671.990,-.

Pendapatan ini diperoleh dari penyimpanan dana perusahaan di Bank selama

tahun 2004. Sesuai pasal 4 ayat (2) UU PPh No. 17 Tahun 2000, maka atas

pendapatan jasa giro dikenakan pajak final sebesar 20% yang dipotong langsung

oleh bank yang bersangkutan. Bila tidak dikoreksi negatif, hal ini akan

merugikan bagi perusahaan karena penghasilan kena pajak perusahaan akan

menjadi lebih besar. Selain itu perusahaan juga menanggung beban atas pajak

final yang telah dipotong oleh Bank.

6. Hasil Investasi

Perusahaan melakukan koreksi negatif sebesar Rp 9.166.213.453,- atas hasil

investasi, karena di tahun 2004 terdapat kesalahan dalam melakukan

penghitungan yang seharusnya sudah terutang PPh Final sehingga tidak perlu

diamasukkan sebagai objek pajak untuk perhitungan tarif, oleh karena itu nilai

yang tertera dalam laporan keuangan komersial menjadi lebih besar dari yang

seharusnya. Atas kesalahan ini perusahaan memang perlu melakukan koreksi

negatif dari hasil investasi yang telah dikenakan PPh Final tersebut.

7. Biaya Penyusutan Aktiva Tetap

Perusahaan melakukan koreksi negatif sebesar Rp 30.083.755,-.atas biaya

penyusutan aktiva tetap. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pengakuan

antara perusahaan dengan pajak dalam hal penentuan masa manfaat atas

penggunaan aktiva, sehingga atas perbedaan pengakuan ini nilai yang tertera

dalam laporan keuangan komersial menjadi lebih kecil dari yang seharusnya,

Page 24: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

82

oleh karena itu perusahaan perlu melakukan koreksi negatif atas biaya

penyusutan tersebut.

9. Pembayaran Sewa Guna Usaha

Apabila PT ADIS menggunakan sewa guna usaha dengan hak opsi, maka semua

pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan kecuali pembebasan atas tanah

merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sepanjang

sewa guna usaha itu dapat digolongkan pada sewa guna usaha dengan hak opsi.

Atas pembayaran ini telah dikoreksi fiskal negatif dengan jumlah sebesar

Rp 158.900.428,-.

10. Laba/Rugi Penjualan Aktiva

Pada tahun 2004 didapati kerugian atas penjualan aktiva sebesar

Rp 76.768.333,-. Dalam UU PPh Pasal 6 ayat (1) huruf d, kerugian karena

penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan

atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan

dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto perusahaan. Oleh karena itu

perusahaan memang perlu melakukan koreksi negatif atas kerugian penjualan

aktiva tersebut.

11. Keuntungan/Kerugian Investasi yang Belum Direalisasi

Dalam laporan komersial prinsip koservatif terhadap suatu transaksi yang belum

menjadi suatu fakta dapat direalisasikan dengan membentuk penyisihan atas

kerugian yang mungkin diderita tanpa pengakuan atas suatu klaim atau potensi

keuntungan yang belum direalisasi. Namun, dalam ketentuan peraturan

perpajakan hal tersebut tidak dapat diterima, tapi lebih cenderung untuk

menganut realitas atau keadaan yang telah terjadi secara nyata dengan meneliti

Page 25: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

83

secara seksama tiap elemen pengurang basis pengenaan pajak. Atas dasar

perbedaan pengakuan ini, perusahaan memang perlu melakukan koreksi negatif

untuk kerugian investasi yang belum direalisasi sebesar Rp 1.428.254.499,-.

IV.5. Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak

Dalam pengakuan pendapatan dan beban, terdapat perbedaan perlakuan

akuntansi komersial dan pajak. Perbedaan inilah yang menyebabkan adanya rekonsiliasi

fiskal atas laporan laba rugi perusahaan. Hal ini dikarenakan tidak semua beban yang

diakui dalam laporan rugi komersial bisa menjadi beban dalam laporan laba rugi fiskal.

Koreksi positif atas suatu beban komersial akan menambah laba fiskal perusahaan,

sedangkan koreksi negatif atas suatu beban komersial akan mengurangi laba fiskal

perusahaan. Dengan rekonsiliasi fiskal sebelum dan setelah perencanaan pajak, dapat

terlihat perbedaan antara laba sebelum pajak yang dihasilkan.

Dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif akan membuat perusahaan

mampu untuk meminimalkan beban pajak perusahaan yang meyebabkan laba fiskal

tidak jauh berbeda dengan laba komersial sehingga laba sebelum pajak dapat

diminimalkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perencanaan yang efektif atas

beban yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto dalam laporan keuangan fiskal.

Hasil akhir yang dicapai oleh perusahaan atas perencanaan pajak yang dilaksanakannya

adalah penghematan pembayaran pajak. Dalam rekonsilisi fiskal sebelum dan sesudah

perencanaan pajak dapat terlihat adanya perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal

karena adanya koreksi positif atas beban atau biaya yang tidak menjadi beban fiskal.

Page 26: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp
Page 27: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp
Page 28: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp
Page 29: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

84

Dari hasil rekonsiliasi fiskal sebelum dan setelah perencanaan pajak, dapat

dilihat bahwa sebelum perencanaan pajak, PT ADIS memperoleh laba sebelum Pajak

Penghasilan sebesar Rp 20.610.177.174,-. Namun setelah dilakukan perencanaan pajak

yang efektif, laba sebelum Pajak Penghasilan perusahaan berubah menjadi

Rp 17.387.930.809,-. Dengan perencanaan pajak tersebut, PT ADIS dapat menghasilkan

penghematan Penghasilan Kena Pajak dengan persentase sekitar 9,1%. Hal ini juga

berpengaruh atas Pajak Penghasilan Badan yang harus di bayar oleh perusahaan adalah

sebesar Rp 5.719.265.801,-, sedangkan setelah perencanaan pajak perusahaan hanya

membayar Rp 5.198.879.243,- dengan persentase penghematan yang sama sekitar

sebesar 9,1%. Pada tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 1999 terdapat rugi fiskal yang

dapat dikompensasikan di tahun 2004 sebesar Rp 1.487.624.503, hal ini dapat dijadikan

sebagai pengurang penghasilan neto fiskal di tahun 2004. Selain itu pada tahun 2004

juga terdapat pembayaran fiskal luar negeri atas karyawan yang bertolak ke luar negeri

dalam rangka dinas yang ditanggung perusahaan sebesar Rp 164.000.000,-, pengeluaran

tersebut dapat dikreditkan oleh PT ADIS terhadap PPh Terutang dalam SPT Tahunan

pemberi kerja untuk tahun pajak 2004 dengan mencantumkan nama karyawan, nama

prusahaan dan NPWP perusahaan dalam Surat Setoran Pajak (SSP) atau Tanda Bukti

Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBFLN) yang diatur dalam PPh Pasal 25 ayat (8).

Page 30: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

85

Dari hasil rekonsiliasi sebelum dan setelah perencanaan pajak, ada beberapa

usulan perencanaan pajak yang dapat meminimalkan beban pajak pada PT ADIS, antara

lain :

a. PPh Pasal 21

PT ADIS dapat melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 dengan

menggunakan metode gross up yaitu dengan memberikan sejumlah tunjangan

PPh kepada karyawan yang dapat dijadikan beban fiskal. Beban PPh Pasal 21

sebelum perencanaan pajak adalah Rp 1.370.373.086,- dan dilakukan koreksi

positif. Setelah perencanaan pajak, tunjangan PPh akan diberikan kepada

karyawan sebesar Rp 1.370.373.086,- dengan ini beban perusahaan akan

bertambah sebesar tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan.

b. Fasilitas Transportasi Pegawai

Pemberian fasilitas transportasi khusus kepada direksi dan setingkat manajer

tidak efektif, karena atas pemberian natura atau kenikmatan tersebut tidak bisa

menjadi beban fiskal sesuai dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000 Pasal 9 Ayat (3)

huruf e. Perencanaan pajaknya adalah dengan mengganti fasilitas tersebut dan

memberikannya kepada karyawan dalam bentuk uang sebagai penambah

penghasilan. Atas tunjangan yang diterima karyawan tersebut terkena PPh Pasal

21, namun perusahaan dapat membebankannya sebagai biaya dalam laporan laba

rugi fiskal. Jadi, sudah seharusnya perusahaan melakukan koreksi fiskal positif

atas pemberian fasilitas trasnportasi tersebut seluruhnya sebesar

Rp 207.011.202,-.

Page 31: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

86

c. Biaya Pengobatan dan Rumah Sakit

Perusahaan memberikan biaya pengobatan dan rumah sakit kepada karyawannya

dengan sistem reimbursement, hal ini akan merugikan perusahaan karena

merupakan pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan yang tidak bisa

menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan. Sebaiknya perusahaan

mengganti biaya reimbursement tersebut menjadi tunjangan kesehatan

yang menjadi objek PPh Pasal 21, selain itu perusahaan dapat mengikutkan

karyawannya dalam program asuransi kesehatan dimana premi tersebut

ditanggung oleh perusahaan dan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto

dalam laporan fiskal. Atas dasar ini, maka perusahaan harus melakukan koreksi

positif atas biaya pengobatan dan rumah sakit seluruhnya sebesar

Rp 201.205.717,-

d. Pakaian Seragam

Pakaian seragam ini merupakan aturan kebijakan perusahaan yang ditujukan

untuk keseragaman surveyor (pegawai lapangan) dan tidak terkait dengan

keamanan dan keselamatan pekerja sebagaimana yang diwajibkan oleh

Departemen Tenaga Kerja. Atas biaya ini perusahaan harus melakukan koreksi

positif sebesar Rp 21.808.000,- karena tidak dapat dijadikan beban fiskal

sebagai pengurang penghasilan bruto. Sebaiknya perusahaan memberikan

tunjangan seragam dalam bentuk uang yang dapat menjadi beban fiskal dan

menambah penghasilan bagi karyawan. Jika perusahaan melakukan perencanaan

tersebut, maka pengeluaran atas pakaian seragam dapat dijadikan beban fiskal

dan terhindar dari resiko di koreksi fiskal positif oleh pihak fiskus.

Page 32: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

87

e. Sumbangan Pegawai

Sesuai dengan UU PPh Pasal 9, sumbangan dalam bentuk apapun, baik itu

sumbangan pegawai maupun sumbangan lainnya tidak dapat dijadikan sebagai

pengurang penghasilan bruto, karena hal tersebut tidak berhubungan dengan

kegiatan utama perusahaan atau sehubungan dengan biaya untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan, kecuali sumbangan untuk GNOTA atau

sumbangan korban bencana alam antara lain Tsunami Nanggroe Aceh

Darussalam atau Sumatra Utara, hal ini diatur antara lain dalam Keputusan

Menteri Keuangan No. 609/KMK.03/2004 tentang perlakuan pajak penghasilan

atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan

Sumatra Utara. Atas dasar ini, maka perusahaan harus melakukan koreksi positif

atas sumbangan pegawai seluruhnya sebesar Rp. 2.200.000,-.

f. Biaya Rapat

Dalam kegiatan rapat yang dilakukan perusahaan terdapat biaya makan dan

minum yang disediakan untuk peserta rapat sebesar Rp. 20.023.060,-. Atas biaya

makan dan minum tersebut, perusahaan perlu melakukan koreksi positif karena

merupakan natura atau kenikmatan yang diterima peserta rapat yang tidak dapat

dijadikan biaya fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan.

Sebaiknya perusahaan mengganti biaya makan dan minum tersebut hanya

dengan biaya yang terkait dengan kegiatan tersebut seperti alat tulis yang

digunakan untuk kegiatan rapat, atau dapat menggunakan jasa pihak ketiga,

misalnya saja dengan melalui pemakaian jasa Event Organizer (EO), dimana

semua pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan rapat telah disediakan

oleh EO tersebut tanpa perusahaan perlu mengalami kerepotan mempersiapkan

Page 33: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

88

pelaksanaan kegiatan rapat tersebut, maka atas pemakaian jasa tersebut

perusahaan harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 yang dapat dijadikan

biaya fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto.

g. Sumbangan Sosial

Sama halnya dengan sumbangan pegawai, sumbangan sosial inipun tidak dapat

dijadikan beban fiskal, karena tidak berhubungan dengan kegiatan utama

perusahaan atau sehubungan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan sesuai UU PPh Pasal 9, kecuali sumbangan untuk

GNOTA atau bantuan kemanusiaan bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam

dan Sumatra Utara, maka atas biaya ini perusahaan harus melakukan koreksi

positif sebesar Rp. 112.210.000,-.

h. Koran dan Majalah

Perusahaan berlangganan koran Kompas dan majalah Gatra, biaya ini tidak ada

hubungan langsung dengan kegiatan usaha atau biaya untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan, sehingga atas biaya ini perusahaan harus

melakukan koreksi positif seluruhnya sebesar Rp 12.014.000,-. Sebaiknya untuk

mencari sebuah informasi penting terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan

usaha dapat dilakukan melalui pemanfaatan fasilitas internet, sehingga atas

pemakaian jasa tersebut perusahaan harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23

yang dapat dijadikan biaya fiskal bagi perusahaan.

i. Keperluan Dapur

Selama tahun 2004, PT ADIS mengeluarkan biaya untuk keperluan dapur

sebesar Rp 45.260.905,-. Biaya ini harus dikoreksi seluruhnya karena tidak

berhubungan dengan kegiatan perusahaan, maka sudah seharusnya perusahaan

Page 34: BAB IV DISK - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2007-1-00002-AK-Bab 4.pdf · perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban atau biaya akan mengakibatkan ... Rp

89

melakukan koreksi positif atas biaya ini. Sebaiknya perusahaan menggunakan

jasa katering sehubungan dalam hal penyediaan makan dan minum untuk seluruh

pegawai yang dapat dijadikan beban fiskal perusahaan, namun atas pemakaian

jasa katering tersebut perusahaan harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23.

j. Biaya Lain-lain

Biaya lain-lain dapat diakui sebagai biaya perusahaan bila didukung dengan

bukti yang kuat berupa daftar nominatif. PT ADIS akan terkena resiko koreksi

positif atas biaya lain-lain sebesar Rp 257.485.008,- bila tidak dilengkapi dengan

bukti pendukung yang jelas. Untuk menghindari biaya tersebut terkena koreksi

fiskal, maka PT ADIS harus mempunyai bukti-bukti pendukung secara normal

dan mengklasifikasikan secara rinci biaya lain-lain tersebut apakah termasuk

dalam kegiatan 3M yang terkait dengan kegiatan usaha ke dalam akun yang

sesuai sehingga biaya-biaya lain tersebut dapat menjadi beban fiskal.