bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00064-ak bab...

29
9 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman tentang Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak : 1. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani, “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.” 2. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan jasa (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 3. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Upload: vuongduong

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

  

9

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pemahaman tentang Pajak

II.1.1 Pengertian Pajak

Berikut ini beberapa pengertian pajak :

1. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani, “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat

dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara menyelenggarakan

pemerintahan.”

2. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan

jasa (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.”

3. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata

cara perpajakan, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang

Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

 

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

10  

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat pada

pengertian pajak, adalah:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang

sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

II.1.2 Fungsi Pajak

Dari definisi pajak yang telah dijelaskan, ada kesan bahwa pajak

dipungut oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran baik yang

bersifat rutin, maupun untuk pembangunan, padahal sebenarnya fungsi pajak bukan

hanya seperti itu melainkan juga berfungsi untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan dalam bidang sosial dan ekonomi, menurut Waluyo (2000:3) fungsi pajak

digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. Fungsi penerimaan (budgeter).

Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam

kas negara dengan tujuna untuk membiayai pengeluaran Negara, yaitu pengeluaran

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

11  

rutin dan pembangunan.

2. Fungsi Mengatur (Regulered)

Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan,

misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan, seperti :

a. mengadakan perubahan-perubahan tarif dan

b. memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau

sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu. Contoh

dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan yang member wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

Ciri-ciri Official Assessment System:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajakyang terutang berada

pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak

oleh fiskus

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

12  

2. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang member wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib pajak untuk menghitung,

membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar.

3. Withholding System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak member wewenang kepada pihak

ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

II.1.4 Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak

Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang

untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak

berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun

Pajak.

Subjek Pajak meliputi :

1. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di

Indonesia ataupun luar Indonesia.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

13  

2. Warisan yang belum terbagi

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak

pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan

warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan

agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut

tetap dapat dilaksanakan.

3. Badan

Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang KUP, bahwa badan adalah

sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi

Perseroan Terbatas, Peseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha

Milik Negara atau dengan nama dan bentuk apa pun, firma, koperasi, dana

pension, perkumpulan, lembaga, dan badan lainnya.

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang

dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia

atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka 12 (dua belas)

bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap ini ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri terpisah

dari badan. Perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak

Badan. Pengenaan Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap ini merupakan

eksistensi dan tidak termasuk dalam pengertian Badan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

14  

Objek Pajak

Objek Pajak diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk

menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak penghasilan, yaitu:

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib

pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang meliputi :

a. Penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau yang diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorium, komisi, bonus,gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini ;

b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan ;

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk ;

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada persekutuan,

perseroan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham dan

penyertaan modal ;

2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

15  

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4) Keuntungan karena penglihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan

pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang

pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil, yang

keuntungannya diatur lebih lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara pihak-pihak

yang bersangkutan; dan

5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan

atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

a. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebabkan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena

jaminan pengembalian utang ;

c. Dividen dengan nama dan dalam bentuk, termasuk dividen

dari peruahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi ;

d. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

16  

e. Sewa dan penghasilan lain yang sehubungan dengan

penggunaan harta;

f. Penerimaan dan pembayaran berkala ;

g. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai

dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah;

h. Keuntungan selisih kurs mata uang asing ;

i. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva ;

j. Premi asuransi ;

k. Iuaran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari

anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan

usaha atau pekerjaan bebas ;

l. Tambahan kekayaan Neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenai pajak ;

m. Penghasilan dari usaha berbasis syariah ;

n. Imbalan bunga sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan; dan

o. Surplus Bank Indonesia.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

17  

Objek Pajak Final (tidak dapat dikreditkan)

Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2008 yang berlaku saat ini

pasal 4 ayat 2 tentang pajak penghasilan yang dapat dikenai pajak final, yang

mana merupakan pajak yang pelaksanaan pengenaan dan pemotongannya diatur

pemerintah :

a. Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi, dan

surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian ;

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif

yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau

pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangnya yang diterima

oleh perusahaan modal ventura;

d. Pengalihan dari transaksi pengalihan harta seperti Tanah dan / atau

bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah

dan bangunan; dan Penghasilan tertentu lainnya;

e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

18  

Undang- Undang Perpajakan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan ini

mengalami beberapa kali perubahan yang merupakan perubahan dari Undang-Undang :

a. Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Pemikiran ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3263)

b. Nomor 10 tahun 1991 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991

Nomor 93, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3459);

c. Nomor 10 Tahun 1994 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994

Nomor 60, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3567);

d. Undang-Undang No.17 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3985)

e. Terakhir Undang-Undang No.36 Tahun 2008

Biaya Fiskal

Biaya fiskal merupakan biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sebagaimana

disebutkan dalam pasal 6 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 adalah:

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan

usaha,antara lain:

1. biaya pembelian bahan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

19  

2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam

bentuk uang

3. bunga, sewa, dan royalti

4. biaya perjalanan

5. biaya pengolahan limbah

6. premi asuransi

7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

8. biaya administrasi; dan

9. pajak kecuali Pajak Penghasilan

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi

atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

dan Pasal 11A

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan

e. kerugian selisih kurs mata uang asing

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

20  

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian

tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur

dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan

umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya

telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk

penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (1) huruf k,yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya

diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah;

l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah; dan

m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

21  

Sedangkan yang tidak diperkenankan dikurangkan terhadap penghasilan

bruto suatu badan dan bentuk usaha tetap sesuai pasal 9 ayat 1 UU no.36 tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan antara lain:

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk

dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang

menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan

konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-

syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika

dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi

Wajib Pajak yang bersangkutan;

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

22  

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman

bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan

kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang

diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk

agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. Pajak Penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau

orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

23  

Rekonsiliasi

Dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal terdapat

perbedaan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan

biaya. Agar tidak terjadi perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara laporan

keuangan komersial dan fiskal diperlukan rekonsiliasi laporan keuangan.

Hal-hal yang menyebabkan adanya koreksi fiskal adalah:

1. Adanya perbedaan antara SAK dengan UU Perpajakan, antara lain:

a. Perbedaan konsep pendapatan.

Dalam hal-hal tertentu apa yang dianggap pendapatan menurut SAK adalah

bukan pendapatan menurut UU Pajak, misalnya penerimaan berupa

dividen dianggap penghasilan menurut SAK tetapi bukan penghasilan

menurut UU Pajak, sisa cadangan kerugian piutang untuk bank, leasing,

asuransi menurut SAK bukan penghasilan sedangkan dari segi pajak hal itu

dianggap sebagai penghasilan.

b. Perbedaan cara pengukuran pendapatan.

Menurut SAK pendapatan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada

pembeli, sedangkan menurut pajak akan berbeda apabila ada transaksi yang

nalainya tidak wajar karena hubungan istimewa.

c. Perbedaan konsep biaya.

Biaya menurut SAK adalah semua pengorbanan ekonomis dalam rangka

memperoleh barang atau jasa. Sedangkan biaya menurut pajak adalah biaya

untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pengeluaran-

pengeluaran yang ada hubungannya langsung dengan perolehan penghasilan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

24  

d. Perbedaan pengukuran biaya.

Cara pengukuran biaya bisa saja berbeda apabila terjadi transaksi yang tidak

wajar karena adanya hubungan istimewa.

e. Pengukuran cara pembebanan biaya atau alokasi biaya antara lain:

1) Dalam pajak metode yang diperbolehkan untuk menghitung

penyusutan adalah metode garis lurus dan saldo menurun dengan tarif

yang telah ditetapkan UU Pajak sedangkan metode yang lain tidak

diakui.

2) Penilaian persediaan yang diakui menurut UU Pajak adalah dengan

menggunakan metode FIFO (first in first out) dan metode rata-rata

(average) sedangkan metode yang lain tidak diakui.

2. Adanya penghasilan yang telah dipotong atau dikenakan PPh final, sehingga

penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari laporan laba rugi komersial (dikoreksi),

misalnya bunga deposito.

Suandy (2001:89) perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan

keuangan fiskal dikelompokkan dalam:

a. Perbedaan waktu (timing difference).

Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya

ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan

perpajakan dengan standar akuntansi keuangan. Contoh : biaya penyusutan dan

biaya amortisasi.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

25  

b. Perbedaan tetap (permanent difference).

Perbedaan tetap adalah perbedaan yang terjadi karena pada peraturan

perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut

standar akuntansi keuangan.

Jadi rekonsiliasi dilakukan karena antara laporan keuangan komersial dan

laporan keuangan fiskal berbeda yang disebabkan oleh perbedaan antara pengakuan

penghasilan dan beban serta pengakuan laba menurut perusahaan (SAK) dan menurut

fiskus (UU Perpajakan).

II.1.5 Tarif Pajak Penghasilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang PPh No. 17

Tahun 2000, mengatur tarif PPh yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak

(PKP) bagi Wajib Pajak (WP) Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

(BUT) adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10%

Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 100.000.000,00 15%

Diatas Rp 100.000.000,00 30%

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

26  

Sedangkan sesuai dengan ketentuan yang baru Undang-Undang PPh No.

36 tahun 2008 Pasal 17, besarnya tariff PPh yang diterapkan atas Penghasilan

Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak (WP) Badan Dalam Negeri dan Bentuk

Usaha Tetap (BUT) adalah sebagai berikut :

Tabel II.2

Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Tahun Pajak Tarif Pajak

Berlaku Tarif Tunggal

(Single Tax)

2009 28%

2010 dan seterusnya 25%

II.1.6 Tarif pajak pasal 31 E

Dalam menghitung pajak penghasilan wajib pajak badan dibagi 2 macam

tarif yaitu : Tarif Umum dan Tarif Khusus.

Tarif umum PPh diatur sesuai pasal 17 undang-undang PPh, yaitu

mempergunakan tarif progresif artinya semakin besar penghasilan maka semakin

besar pula tarif PPh-nya. Pada pasal 31 E ayat 1 adanya pemberian fasilitas

terhadap jumlah peredaran usaha tertentu. Besarnya tarif umum PPh dapat

dibedakan sbb :

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

27  

Tabel II.3

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 31 E

Omzet 2009 2010

Rp 4.800.000.000 14% 12,5%

Diatas Rp 4.800.000.000 sampai

Rp 50.000.000.000

(28%-14%) dikali

( Rp 4,8M/Omzet)

(25%-12,5%) dikali

(Rp 4,8 M/Omzet)

Diatas Rp 50.000.000.000 28% 25%

(Sumber : Muljono, 2010)

II.1.7 Formula Umum Pajak Penghasilan

Mengacu pada Zain (2007), formula umum yang dapat digunakan

untuk mendesain Tax Planning dengan mendasarkan pada perhitungan

pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan kena pajak yaitu :

Jumlah seluruh penghasilan aa

Penghasilan yang dikecualikan bb -

Penghasilan Bruto cc

Biaya fiskal yang boleh dikurangkan dd -

Koreksi : biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan

Penghasilan Neto ee

Kompensasi kerugian ff -

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

28  

Penghasilan kena pajak gg

Tarif pajak hh x

Pajak terutang ii

Kredit pajak jj -

Pajak yang lebih/kurang dibayar kk

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang didasarkan pada formula

umum diatas, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Pengertian penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat (1).

2. Penghasilan bukan objek pajak penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat

(3).

3. Biaya fiskal dapat dikurangkan diatur dalam pasal 5 ayat (2), pasal 6

ayat (1), pasal 11 dan pasal 11 A sepanjang yang menyangkut

penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud.

4. Koreksi fiskal diatur pasal 9 ayat (1) dan ayat (2).

5. Kompensasi kerugian diatur dalam pasal 6 ayat (2).

6. Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam pasal 6 ayat (3)dan pasal 7

7. Tarif pajak diatur dalam pasal 17.

8. Kredit pajak diatur dalam pasal 21, 22, 23, 24, dan pasal 25.

9. PPh kurang bayar atau lebih bayar atau nihil diatur dalam pasal 28, 28

A dan 29.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

29  

II.2. Pemahaman tentang Tax Planning (Perencanaan Pajak)

II.2.1 Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Tax Planning (Perencanaan Pajak)

Menurut Yenni Mangoting, Perencanaan pajak (Tax Planning)

merupakan tahap awal dalam manajemen pajak, yang tujuannya sama dengan

tujuan manajemen keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang cukup.

Perencanaan pajak merupakan upaya dari wajib pajak untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya secara benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan

serendah mungkin untuk mendapat laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan

demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang

mengakibatkan dendan dan kewajiban – kewajiban hukum lainnya. Harmanto

(2001:4) mengemukakan, perencanaan pajak (Tax Planning) adalah “suatu

proses pengintegrasian usaha-usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak

untuk meminimalkan beban atau kewajiban pajaknya, baik yang berupa

penghasilan maupun pajak-pajak yang lain: melalui fasilitas perpajakan

perundang-undangan perpajakan.”

Tujuan perencanaan pajak ditujukan untuk memenuhi hal – hal berikut :

a. Menghilangkan / menghapus pajak yang harus dibayar.

b. Menunda pengakuan penghasilan.

c. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain.

d. Memperluas bisnis dan melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan

usaha baru.

e. Menghindari pengenaan pajak berganda.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

30  

f. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin dan memperbanyak atau

membentuk pengurangan pajak .

Manfaat dari perencanaan pajak adalah :

a. Penghematan kas keluar, dalam hal ini perencanaan pajak dapat

mengurangi beban pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.

b. Mengatur aliran kas (cash flow), dalam hal ini perencanaan pajak dapat

mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat

pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas yang

lebih akurat.

II.2.2 Motivasi Dilakukannya Tax Planning (Perencanaan Pajak)

Mengacu pada Suandy (2008), motivasi dilakukannya suatu perencanaan

pajak umumnya bersumber dari tiga unsure perpajakan, yaitu:

a. Kebijakan perpajakan (Tax Policy)

Kebijakan perpajakan merupakan alternative dari berbagai sasaran

yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek

kebijakan pajak, terdapat factor-faktor yang mendorong dilakukannya

suatu perencanaan pajak, yang mencakup perbedaan atas perlakuan

dengan subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan prosedur pembayaran

pajak.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

31  

b. Undang-undang Perpajakan(Tax Law)

Kenyataan menunjukkan bahwa dimana pun tidak ada undang-

undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh

karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti dengan ketentuan-

ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri Keuangan, dan Keputusan Dirjen Pajak). Tidak jarang ketentuan

pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri

karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam

mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah

(loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut

dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.

c. Administrasi Perpajakan(Tax Administration)

Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah

untuk memaksimalkan laba setelah pajak, karena pajak ikut

mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam operasi

perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan

pemanfaatan peluang yang ada dalam peraturan yang sengaja dibuat oleh

pemerintah, untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang

secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan : perbedaan tarif

pajak, perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan

pajak, dan loopholes, shelters, havens.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

32  

II.2.3 Tahap-tahap Perencanaan Pajak

Dalam melakukan perencanaan pajak, wajib pajak harus mengikuti

perkembangan dan perubahan ketentuan dan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah cara-cara yang lama

masih sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku atau memungkinkan munculnya fiskal baru akibat adanya perubahan itu.

Menurut Suandy (2003:14), perencanaan pajak dapat berjalan sesuai

dengan tujuannya, harus melalui tahap-tahap berikut ini:

1. Menganalisis informasi yang ada

Tahap pertama dari proses perencanaan pajak adalah menganalisis

komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan

menghitung dengan tepat beban pajak yang harus ditanggung. Untuk itu,

seorang perencana pajak harus memperhatikan faktor-faktor internal

maupun eksternal, yaitu:

a. Fakta yang relevan

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin ketat,

seorang perencana pajak dalam melakukan perencanaan pajak harus

benar-benar menguasai situasi yang dihadapinya, baik dari segi

internal maupun eksternal serta mengikuti perubahan-perubahan yang

terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan secara tepat dan

menyeluruh terhadap situasi dan transaksi-transaksi yang berdampak

dalam perpajakan.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

33  

b. Faktor-faktor Pajak

Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam

penyusunan perencanaan pajak tidak terlepas dari dua hal utama yang

berkaitan dengan:

Sistem perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara.

Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan.

c. Faktor-faktor Non Pajak

Beberapa faktor non pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam

penyusunan suatu perencanaan pajak antara lain adalah masalah badan

hukum, masalah mata uang dan nilai tukar, masalah pengawasan

devisa, masalah program insentif investasi, masalah faktor non pajak

lainnya, seperti hukum, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.

2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak

3. Mengevaluasi perencanaan pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

5. Memutakhirkan Rencana Pajak

Walaupun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah

berjalan, namun tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi

baik dari Undang-Undang maupun pelaksanaanya. Pemutakhiran dari

suatu rencana pajak adalah konsekuensi yang perlu dilakukan atas

perkembangan yang akan datang maupun situasi saat ini, dimana seorang

perencana pajak mampu mengurangi resiko atas perubahan dan mampu

mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

34  

Tindakan menghemat pajak dapat dilakukan dengan:

1. Mempertimbangkan pelaksanaan program-program tertentu. Agar perusahaan dapat

bertahan hidup dan berkembang, maka pada saat-saat tertentu harus melakukan

program-program tertentu, seperti program pendidikan atau pelatihan karyawan.

Pelaksanaan program tersebut lebih baik dilaksanakan pada saat perusahaan

memperoleh PKP yang besar.

2. Pengurangan PKP perusahaan melalui penghasilan karyawan. Manajemen

perusahaan yang sehat selalu memperhatikan kesejahteraan karyawan-

karyawannya karena perusahaan akan memperoleh timbal balik dari mereka

selain itu dapat memperkecil PKP.

3. Membagi perusahaan menjadi beberapa perusahaan atau menggabungkanya. Dilihat

dari segi perpajakan, pembagian perusahaan menjadi beberapa perusahaan akan

memberikan manfaat penghematan pajak

4. Pemilihan bentuk usaha. Dilihat dari segi perpajakan maka bentuk usaha

perseorangan, firma, dan perseorangan komanditer merupakan bentuk usaha yang

lebih menguntungkan dibanding bentuk perseroan terbatas karena PT dikenakan

dua kali, pertama pada saat penghasilan diperoleh, sedangkan yang kedua pada

saat pemilik (pemegang saham) menerima atau memperoleh dividen.

Dalam melakukan perencanan-perencanaan pajak perusahaan harus

memperhatikan penghasilan dan biaya yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari

penghasilan bruto (UU No.36 Tahun 2008 pasal 6).Perencanaan pajak yang ditempuh

perusahaan sedapat mungkin memanfaatkan kesempatan (celah) yang

menguntungkan.Oleh karena itu dalam usaha pencapaian perusahaan harus jeli dalam

melihat setiap peluang Undang-undang Perpajakan demi kepentingan usahanya.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

35  

II.2.4 Alternatif-alternatif Dalam Mengefisiensikan Beban PPh Badan

Mengacu pada Suandy (2003), beberapa alternatif strategi yang biasa

digunakan dalam mengefisiensikan beban PPh Badan adalah :

1. Pembukuan, cash basis atau accrual basis.

Perbedaan antara basis akrual dan basis kas menurut versi perpajakan

adalah terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual

biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat pembayaran. Maka

dari sisi efisiensi pajak lebih menguntungkan memilih accrual basis.

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan

kepada karyawan.

Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan

karyawan bergantung dari kondisi perusahaan.

3. Pemilihan metode penilaian persediaan.

Untuk efisiensi pajak terutama dalam kondisi inflasi, maka metode rata-

rata (average method) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan

yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil

sehingga penghasilan kena pajak juga menjadi lebih kecil.

4. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap.

Untuk pengefisiensian pajak dalam hal pengadaan aktiva tetap dapat

dilakukan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease /

capital lease). Keuntungannya adalah jangka waktunya lebih pendek

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

36  

dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya

(lebih cepat daripada dibiayakan melalui penyusutan jika dibeli

langsung).

5. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak

berwujud.

Dua metode yang digunakan adalah metode garis lurus dan metode

saldo menurun. Untuk efisiensi pajak, perlu untuk melihat kondisi

perusahaan. Jika perusahaan dalam kondisi laba yang tinggi maka

metode saldo menurun menguntungkan tetapi jika kondisi perusahaan

dalam keadaan rugi, maka lebih baik memilih metode garis lurus.

Tabel II.4

Metode Penyusutan

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo

Menurun I. Bukan bangunan

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

4 tahun

8 tahun

16 tahun

20 tahun

25%

12.5%

6.25%

5%

50%

25%

12.5%

10% II.Bangunan

Permanen

Tidak Permanen

20 tahun

10 tahun

5 %

10%

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00064-AK Bab 2.pdfContoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. II.1.3 Sistem

37  

6. Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax.

7. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.

8. Pemohonan penurunan pembayaran lump-sump (PPh pasal 25 bulanan).

II.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir merupakan gambaran mengenai hubungan antar

variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran menurut

kerangka logis.

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

 

Data keuangan

Evaluasi Tax

Planning

UU PPh

Koreksi fiskal

Neraca

Laporan R/L

SPT

Peraturan

SPT PPh

Simpulan Saran