bab ii landasan teori a. agresivitas 1. pengertian agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/bab...

41
17 BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas Definisi agresif menurut pendapat Baron dan Richardson adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu. 1 Selanjutnya menurut pendapat Mac Neil dan Stewart yang menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal maupun kekuatan fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresif. Objek sasaran perilaku meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri sendiri. 2 Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresif merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan- perasaan negatif, seperti pada agresif permusuhan, atau keinginan mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam agresif instrumental. 3 Menurut pendapat Kartono agresi merupakan suatu ledakan emosi dan kemarahan-kemarahan hebat, perbuatan-perbuatan yang 1 Barbara krahe, Perilaku agresif (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2001), 16. 2 Fattah hanurawan, Psikologi Sosial (Bandung. PT Remaja Rosdakarya,2010),80. 3 Ibid.,17.

Upload: others

Post on 26-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Agresivitas

1. Pengertian Agresivitas

Definisi agresif menurut pendapat Baron dan Richardson adalah

segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai

makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu.1

Selanjutnya menurut pendapat Mac Neil dan Stewart yang

menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu perilaku atau suatu

tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara

destruktif, melalui kekuatan verbal maupun kekuatan fisik, yang

diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresif. Objek sasaran perilaku

meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri sendiri.2

Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresif

merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya

mengalami bahaya atau kesakitan. Motif utama perilaku agresif bisa jadi

adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan-

perasaan negatif, seperti pada agresif permusuhan, atau keinginan

mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam

agresif instrumental.3

Menurut pendapat Kartono agresi merupakan suatu ledakan emosi

dan kemarahan-kemarahan hebat, perbuatan-perbuatan yang

1 Barbara krahe, Perilaku agresif (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2001), 16.

2 Fattah hanurawan, Psikologi Sosial (Bandung. PT Remaja Rosdakarya,2010),80.

3Ibid.,17.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

18

menimbulkan permusuhan yang ditujukan kepada seseorang atau suatu

benda.4Menurut Buss dan Perry agresi adalah perilaku atau

kecenderungan perilaku yang niatnya untuk menyakiti orang lain, baik

secara fisik maupun psikologis.5

Sedangkan menurut Robert Baron dalam buku Psikologi Sosial

yang di kutip oleh Tri Dayakisni dan Hudainah menyatakan bahwa agresi

adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau

mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah

laku tersebut. Definisi dari Baron mencakup empat faktor tingkah laku,

yaitu: tujuan untuk melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi

pelaku, individu yang menjadi korban dan ketidakinginan sikorban

menerima tingkah laku sipelaku.6

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan di atas,

dapat disimpulkan bahwa agresif adalah tindakan yang dilakukan untuk

menyakiti atau melukai orang lain atau merusak benda dengan unsur

kesengajaan baik secara fisik maupun psikis.

2. Bentuk-Bentuk dari Perilaku Agresivitas

Banyak ahli yang mengungkapkan tipe agresivitas, diantaranya

menurut Buss sebagaimana yang dikutip oleh Tri Dayakisni dan Hudainah

mengelompokkan agresi dalam delapan jenis, yaitu :

4Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa,

1998). 5 A.H Buss, dan M. Perry, “The Aggression Questionnaire”. Journal Of Personality And Social

Psychology, The American Psichological Association, Inc, 1992. 6Tri Dayakisni Hudaniah, Psikologi Sosial (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2006),

231.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

19

a. Agresif fisik aktif yang dilakukan secara langsung: tindakan agresi

fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan

secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi

targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsug, misalnya memukul,

mendorong, dan menendang.7

b. Agresif fisik aktif yang dilakukan secara tidak langsung:tindakan

agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara

tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain

yang menjadi targetnya, misalnya mencuri atau merusak barang target,

menghabiskan kebutuhan yang diperlukan target.

c. Agresif fisik pasif yang dilakukan secara langsung: tindakan agresi

fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan

dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak

terjadi kontak fisik secara langsung, misalnyatidak memberi

kesempatan target berkembang,keluar ruang ketika target masuk.

d. Agresif fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung: tindakan

agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak

berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya

dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, misalnya menolak untuk

mengerjakan perintah orang lain.

e. Agresif verbal aktif yang dilakukan secara langsung: tindakan agresi

verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan

7Ibid., 254.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

20

secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya meneriaki,

menyoraki, mencaci, membentak orang lain.

f. Agresif verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung: tindakan

agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara

tidak berhadapan secara lagsung dengan individu/kelompok lain yang

menjadi targetnya, misalnya menyebar gosip tentang orang lain.

g. Agresif verbal pasif yang dilakukan secara langsung: tindakan agresi

verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan

dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal

secara langsung, misalnya tidak menjawab telepon.

h. Agresif verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung: tindakan

agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dilakukan

dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang

menjadi tergetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung,

misalnya membiarkan rumor mengenai target berkembang, tidak

menyampaikan informasi yang dibutuhkan target.

Menurut Buss dan Perry mengelompokkan agresivitas ke dalam

empat bentuk agresi, yaitu: agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk

kemarahan (anger) dan agresi dalam bentuk kebencian (hostility).

Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia,

yaitu komponen motorik, afektif, dan kognitif.8

8A.H Buss, dan M. Perry, “The Aggression Questionnaire”. Journal Of Personality And Social

Psychology, The American Psichological Association, Inc, 1992.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

21

1. Agresi fisik

Agresi fisik yaitu tindakan agresi yang bertujuan untuk menyakiti,

mengganggu, atau membahayakan orang lain melalui respon motorik

dalam bentuk fisik. Misalnya,memukul, mendorong, menendang,

merusak barang orang lain.

2. Agresi verbal

Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang

lain melalui verbalis. Misalnya menunjukkan ketidaksukaan atau

ketidaksetujuan, menyebar gosip,mencaci-maki, membentak, dan

mengejek.

3. Agresi marah

Merupakan emosi atau afektif seperti munculnya kesiapan psikologis

untuk bertindak agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran, dan tidak

mampu mengontrol rasa marah.

4. Sikap permusuhan

Sikap permusuhan yaitu tindakan yang mengekspresikan kebencian,

permusuhan, antagonisme, ataupun kemarahan yang sangat kepada

pihak lain. Seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan

merasa tidak adil dalam kehidupan.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan bentuk-

bentuk agresif yang dikemukakan oleh Buss yang nantinya akan

digunakan sebagai acuan dalam pembuatan alat ukur dalam penelitian ini.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

22

Bentuk-bentuk agresif yang telah dikemukakan oleh Buss yaitu agresi

fisik, dan agresi verbal.

3. Jenis Agresivitas

Perilaku agresif bisa berupa verbal dan fisik, aktif dan pasif,

langsung dan tidak langsung. Perbedaan antara verbal dan fisik adalah

antara menyakiti secara fisik dan menyerang dengan kata-kata; aktif atau

pasif membedakan antara tindakan yang terlihat dengan kegagalan dalam

bertindak; perilaku agresif langsung berarti melakukan kontak langsung

dengan korban yang diserang, sedangkan perilaku agresif tidak langsung

dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan korban.9

Berikut ini merupakan bentuk agresivitas beserta contoh perilaku

agresif yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari :

Tabel 1

Jenis Agresivitas dan Contoh

Bentuk agresif Contoh

Fisik, aktif, langsung Menikam, memukul, atau menembak orang

lain

Fisik, aktif, tak langsung Membuat perangkap untuk orang lain

Fisik, pasif, langsung Secara fisik mencegah orang lain memperoleh

tujuan atau tindakan yang diinginkan (seperti

aksi duduk dalam demonstrasi)

Fisik, pasif, tak langsung Menolak melakukan tugas-tugas yang

seharusnya

Verbal, aktif, langsung Menghina orang lain

Verbal, aktif, tak langsung Menyebarkan gossip atau rumor jahat tentang

orang lain

9Robert a. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Social. Jilid 2. Alih Bahasa: Ratna Djuwita.

(Jakarta:Erlangga,2005),169.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

23

Verbal, pasif, langsung Menolak berbicara kepada orang lain,

menolak menjawab pertanyaan, dll.

Verbal, pasif, tak langsung Tidak mau membuat komentar verbal

(misal:menolak berbicara ke orang yang

menyerang dirinya bila dia dikritik secara

tidak fair)

Sumber : Robert a. Baron dan Donn Byrne,2005.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Agresivitas

Tri Dayakisni dan Hudainah menjelaskan faktor-faktor mengenai

agresivitas, diantaranya adalah:

a. Provokasi

Bisa mencetuskan agresi karena provokasi itu oleh pelaku agresi

dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif

untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.10

b. Deindividuasi

Mengarahkan sesorang pada keleluasaan dalam melaksanakan

tingkah laku agresi sehingga agresi yang dilakukan lebih

intens.Khususnya efek dari pnggunaan tehnik-tehnik dan senjata

modern yang membuat tindakan agresi sebagai tindakan non-

emosional sehingga agresi yang diakukannya lebih intens.

c. Kekuasaan dan kepatuhan

Peranan kekuasaan sebagai pengarah kemunculan agresi tidak

dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu,

yakni kepatuhan.Bahkan kepatuhan itu sndiri diduga memliki

10

Tri Dayakisni Hudaniah, Psikologi Sosial (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2006),

248.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

24

pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan dan pengaruh agresi

yang kuat.

Menurut Taylor, Peplau & Sears munculnya perilaku agresif

berkaitan erat dengan rasa marah yang terjadi dalam diri seseorang. Rasa

marah dapat muncul dengan sebab-sebab sebagai berikut:11

a. Adanya serangan dari orang lain. Misalnya ketika tiba-tiba seseorang

menyerang dan mengejek dengan perkataan yang menyakitkan. Hal

ini dapat secara refleks menimbulkan sikap agresi terhadap lawan.

b. Terjadinya frustrasi dalam diri seseorang. Frustrasi adalah gangguan

atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Salah satu prinsip dalam

psikologi, orang yang mengalami frustrasi akan cenderung

membangkitkan perasaan agresifnya.

c. Keadaan tersebut bisa saja terjadi karena manusia tidak mampu

menahan suatu penderitaan yang menimpa dirinya.

d. Ekspektasi pembalasan atau motivasi untuk balas dendam. Intinya

jika seseorang yang marah mampu untuk melakukan balas dendam,

maka rasa kemarahan itu akan semakin besar dan kemungkinan

untuk melakukan agresi juga bertambah besar. Kemarahan itu

disebabkan karena kontrol keputusan yang rendah, sehingga

seseorang gagal menafsirkan peristiwa dan tidak mampu

memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

11

S.E. Taylor, L. A. Peplau, dan D.O. Sears,.Psikologi Sosial. Edisi Keduabelas. Alih Bahasa: Tri

Wibowo, B.S. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2009), 125.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

25

e. Kompetensi. Agresi yang tidak berkaitan dengan keadaan emosional,

tetapi mungkin muncul secara tidak sengaja dari situasi yang

melahirkan suatu kompetensi. Secara khusus merujuk pada situasi

kompetitif yang sering memicu pola kemarahan, pembantahan dan

agresi yang tidak jarang bersifat destruktif.

Selain faktor di atas, menurut pendapat Baron dan Byrne

menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan

agresivitas, yaitu:12

a. Faktor-faktor Sosial

Faktor-faktor sosial merupakan faktor-faktor yang terkait

dengan sosial individu yang melakukan perilaku agresif, diantaranya

adalah:

1) Frustasi, yang merupakan suatu pengalaman yang tidak

menyenangkan, dan frustasi dapat menyebabkan agresi.

2) Provokasi langsung, adalah tindakan oleh orang lain yang

cenderung memicu agresi pada diri si penerima, seringkali

karena tindakan tersebut dipersepsikan berasal dari maksud

yang jahat.

3) Agresi yang dipindahkan, bahwa agresi dipindahkan terjadi

karena orang yang melakukannya tidak ingin atau tidak dapat

melakukan agresi terhadap sumber provokasi awal.

12

Robert a. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial. Jilid 2. Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa: Ratna

Djuwita. (Jakarta: Erlangga,2005), 86.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

26

4) Pemaparan terhadap kekerasan di media, dimana dapat

meningkatkan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam

agresi terbuka. Keterangsangan yang meningkat, bahwa agresi

muncul karena adanya emosi dan kognisi yang saling berkaitan

satu sama lain.

5) Keterangsangan seksual dan agresi, dimana keterangsangan

seksual tidak hanya mempengaruhi agresi melalui timbulnya

afek (misalnya mood atau perasaan) positif dan negatif. Tetapi

juga dapat mengaktifkan skema atau kerangka berpikir lainnya

yang kemudian dapat memunculkan perilaku nyata yang

diarahkan pada target spesifik.

b. Faktor-faktor Pribadi

Berikut ini adalah trait atau karakteristik yang memicu

seseorang melakukan perilaku agresif:

1) Pola perilaku Tipe A dan Tipe B. Pola perilaku tipe A memiliki

karakter sangat kompetitif, selalu terburu-buru, dan mudah

tersinggung serta agresif. Sedangkan pola perilaku tipe B

menunjukkan karakteristik seseorang yang sangat tidak

kompetitif, yang tidak selalu melawan waktu, dan yang tidak

mudah kehilangan kendali.

2) Bias Atributional Hostile, merupakan kecenderungan untuk

mempersepsikan maksud atau motif hostile dalam tindakan

orang lain ketika tindakan ini dirasa ambigu.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

27

3) Narsisme dan ancaman ego, individu dengan narsisme yang

tinggi memegang pandangan berlebihan akan nilai dirinya

sendiri. Mereka bereaksi dengan tingkat agresi yang sangat

tinggi terhadap umpan balik dari orang lain yang mengancam

ego mereka yang besar.

4) Perbedaan gender, pria umumnya lebih agresif daripada wanita,

tetapi perbedaan ini berkurang dalam konteks adanya provokasi

yang kuat. Pria lebih cenderung untuk menggunakan bentuk

langsung dari agresi, tetapi wanita cenderung menggunakan

bentuk agresi tidak langsung.13

c.Faktor-faktor Situasional

Faktor situasional merupakan faktor yang terkait dengan situasi

atau kontek dimana agresi itu terjadi. Berikut ini adalah faktor

situasional yang mempengaruhi agresi:

1) Suhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi cenderung akan

meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai pada titik tertentu.

Diatas tingkat tertentu atau lebih dari 80 derajat fahrenheit

agresi menurun selagi suhu udara meningkat. Hal ini disebabkan

pada saat suhu udara yang tinggi membuat orang-orang menjadi

sangat tidak nyaman sehingga mereka kehilangan energi atau

lelah untuk terlibat agresi atau tindakan kekerasan.

13

Ibid., 89.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

28

2) Alkohol. Individu ketika mengonsumsi alkohol memiliki

kecenderungan untuk lebih agresi. Dalam beberapa eksperimen,

partisipan-partisipan yang mengonsumsi alkohol dosis tinggi

serta membuat mereka mabuk ditemukan bertindak lebih agresif

dan merespon provokasi secara lebih kuat, daripada partisipan

yang tidak mengkonsumsi alkohol.14

B. Kontrol Diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk

menyusun,membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku

yang dapat membawake arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga

merupakan salah satu potensi yangdapat dikembangkan dan digunakan

individu selama proses-proses dalamkehidupan, termasuk dalam

menghadapi kondisi yang terdapat di lingkunganyang berada

disekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapatdigunakan

sebagai suatu intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi

efek-efek psikologis yang negatif dari stressor-stressor lingkungan.

Menurut pendapat Chaplin, yang menjelaskan bahwa self control

atau kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku

sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau

14

Ibid.,97.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

29

tingkah laku impulsif.15

Pendapat lain dikemukakan oleh Thompson yang

mengartikan kontrol diri sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat

mencapai hasil-hasil yang diinginkan lewat tindakan diri sendiri. Karena

itulah menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan

situasi, tetapi persepsi kontrol diri terletak pada pribadi orang tersebut,

bukan pada situasi. Akibat dari definisi tersebut adalah bahwa seseorang

merasa memiliki kontrol diri, ketika seseorang tersebut mampu mengenal

apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi melalui tindakan pribadi dalam

sebuah situasi, ketika memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol

melalui tindakan pribadi dan ketika seseorang tersebut yakin jika memiliki

kemampuan organisasi supaya berperilaku yang sukses.16

Averill berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel

psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang

berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu

untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta

kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu

yang diyakini.17

Calhoun dan Acocella dalam M.Nur Ghufron mendefinisikan

bahwa kontrol diri (selfcontrol) sebagai pengaturan proses-proses fisik,

psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata lain serangkaian proses

15

J. P Caplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 1997), 316. 16

Bart Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), 38. 17

Averill,J.F. “Personal Control Over Averssive Stimuli and It’s Relationship to

Stress.”Psychological Bulletin, No. 80. 1973.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

30

yang membentuk dirinya sendiri. Sementara dalam pandangan Goldfried

dan Merbaum, kontrol diri diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menyusun, mem bimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku

yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. 18

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kontrol diri dapat diartikan

sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku yang mengandung

makna, yaitu untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih

dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi

kontrol diri seseorang, maka akan semakin intens pula orang

tersebutmengadakan pengendalian terhadap tingkah laku.

2. Dimensi Kontrol Diri

Teori kontrol adalah pendekatan umum untuk memahami self-

control. Teori kontrol menggambarkan model dari self-control individu

dan memudahkan untuk menganalisis perilaku individu.

Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone skala kontrol diri (self

control scale) dibagi menjadi lima dimensi, yaitu kedisiplinan diri (self-

discipline), tindakan atau aksi yang tidak impulsif (deliberate/non-

impulsive), pola hidup sehat (healthy habits), etika kerja (work ethic),

reliability.19

Penjabaran dimensi skala kontrol diri sebagai berikut:

18

M.Nur Ghufron, dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,2010),

21-22. 19

Nela Regar Ursia, Ide Bagus Siaputra, dan Nadia SutantoTangney, “Prokrastinasi Akademik dan

Self-Control pada Mahasiswa Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.” Makara Seri

Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 1-18

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

31

a. Kedisiplinan diri (self-discipline)

Mengacu pada kemampuan individu dalam melakukan disiplin diri.

Hal ini berarti individu mampu memfokuskan diri saat melakukan

tugas. Individu dengan self-discipline mampu menahan dirinya dari

hal-hal lain yang dapat mengganggu konsentrasinya. Menilai tentang

kedisiplinan individu dalam melakukan sesuatu. Terdapat sembilan

items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah “Saya pandai

melawan godaan”.

b. Tindakan atau aksi yang tidak impulsif (deliberate/non-impulsive)

Kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu dengan

pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati, dan tidak tergesa-gesa.

Ketika individu sedang bekerja, ia cenderung tidak mudah teralihkan.

Individu yang tergolong nonimpulsive mampu bersifat tenang dalam

mengambil keputusan dan bertindak.20

Menilai tentang

kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak

impulsif (memberikan respon kepada stimulus dengan pemikiran

yang matang). Terdapat sepuluh items pada dimensi ini. Salah satu

item-nya adalah “Orang-orang akan menggambarkan saya sebagai

pribadi yang impulsif”.

c. Pola hidup sehat (healthy habits)

Kemampuan mengatur pola perilaku menjadi kebiasaan yang

menyehatkan bagi individu. Oleh karena itu, individu dengan healthy

20

Tangney, J.P., Baumeister, R.F., & Boone, A.L. (2004). “High self-control predicts good

adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.”Journal of Personality, 72(2),

271-322.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

32

habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan dampak buruk

bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan. Individu dengan

healthy habits akan mengutamakan hal-hal yang memberikan dampak

positif bagi dirinya meski dampak tersebut tidak diterima secara

langsung. Menilai tentang pola hidup sehat individu. Terdapat tujuh

items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah “Saya terkadang

minum-minuman keras atau memakai narkoba berlebihan”.

d. Etika kerja (work ethic)

Etika kerja yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap

regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu

menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal

di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan.

Individu dengan work ethic mampu memberikan perhatiannya pada

pekerjaan yang sedang dilakukan.21

Menilai regulasi diri pada

pelayanan suatu etika dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Terdapat lima items pada dimensi ini. Salah satu itemnya adalah

“Saya bekerja atau belajar semalaman ketika sudah mendekati batas

waktunya”.

e. Reliability

Dimensi yang terkait dengan penilaian individu terhadap kemampuan

dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka panjang untuk

pencapaian tertentu. Individu ini secara konsisten akan mengatur

21

Ibid.,

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

33

perilakunya untuk mewujudkan setiap perencanaannya.22

Menilai

kemampuan individu dalam menangani sebuah tugas. Terdapat lima

items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah “Saya selalu tepat

waktu”.

Dimensi dalam pengendalian diri tidak hanya sebatas dalam

mengendalikan perilaku, memperoleh informasi, menilai informasi dan

mengambil sebuah keputusan. Kontrol diri juga memiliki dimensi lain

yang meliputi emosional, pikiran dan fisik. Ketiga dimensi tersebut saling

berkaitan dan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Menurut

pendapat Roy Sembel yang menjelaskan sebagai berikut 23

:

a. Kendali emosi

Seseorang dengan kendali emosi yang baik, cenderung akan

memiliki kendali pikiran dan fisik yang baik pula.

b. Kendali pikiran

Jika belum apa-apa sudah berpikir gagal, maka semua tindakan akan

mengarah pada terjadinya kegagalan. Jika berpikir bahwa sesuatu

pekerjaan tidak mungkin dilakukan, maka akan berhenti berpikir

untuk mencari solusi.

c. Kendali fisik

Kondisi badan yang fit merupakan salah satu faktor kunci dalam

menunjukkan kemampuan kita berfungsi dengan optimal.

22

Ibid., 23

Roy Sembel, “Raih Sukses Dengan Kendali Diri.” Online at www. sinarharapan.com. Diaskes

tanggal 30 Mei 2017.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

34

Pendapat lain dijelaskan Rosenbaum dalam Safaria yang

mengembangkan dimensi pengendalian diri bagi orang dewasa ke dalam

tiga tipe kendali diri yaitu redresif,reformatif dan eksperiensial.24

a. Redresif

Pengendalian diri tipe redresif ini berusaha untuk menghilangkan

keadaan mengganggu yang sedang dialami oleh individu. Sebagai

contoh seorang anak yang sedang mengalami kecemasan ketika

menghadapi ujian. Kecemasan tersebut akan mengakibatkan

individu tersebut tidak dapat berkonsentrasi dan tidak mampu

mengerjakan ujian secara optimal. Tugas terapis atau konselor

adalah membantu menghilangkan kecemasan tersebut, sehingga

individu yang bersangkutan mampu mencapai prestasi optimal

dalam mengerjakan ujian. ‟ Metode kognitif untuk kendali diri tipe

redresif adalah selftalk, relaksasi, dan teknikimagery.

b. Reformatif

Pengendalian diri tipe reformatif memiliki fokus pada hasil jangka

panjang, dengan tujuan untuk mencegah timbulnya masalah pada

masa depan klien (preventif). Pengendalian diri reformatif

memberikan tekanan kepada konseli untuk menahan diri dari

kenikmatan sesaat dan ketabahan menghadapi dalam stres.

24

Triantoro Safaria, Terapi Kognitif-Perilaku untuk Anak (Yogyakarta: Graha Ilmu,2004), 115.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

35

c. Eksperiensial

Pada tipe pengendalian diri eksperensia, individu diarahkan kepada

penerimaan dan pembukaan dirinya untuk bersedia membuka diri

terhadap pengalaman-pengalaman baru. Penekanan dalam tipe

eksperensial adalah kesediaan individu untuk membuka diri

terhadap pengelaman-pengalaman baru. Dengan kesediannya dalam

membuka diri, individu tersebut akan memperoleh pengalaman-

pengalaman baru yang dijadikannya sebagai tolak ukur terhadap

pengetahuan yang ia miliki sebelumnya. Hal ini akan meningkatkan

keadaan heterostastis dan memperkaya pengalaman yang telah

dimilikinya.

3. Aspek Kontrol Diri

Menurut Averill terdapat tiga aspek kontrol diri, yaitu kontrol

perilaku yang mengacu pada cara melakukan sesuatu, kognitif untuk

serangkaian proses berpikir, dan mengontrol keputusan.25

Penjelasan

aspek kontrol diri menurut Averill sebagai berikut:

a. Kontrol Perilaku (Behavioral Control)

Kontrol perilaku merupakan respon yang dapat secara langsung

mempengaruhi atau mengubah kondisi suatu keadaan yang tidak

menyenangkan yang dapat membawa seseorang kedalam keadaan

stress. Kontrol perilaku juga berkaitan dengan kemampuan individu

untuk mengambil tindakan yang nyata untuk mengurangi dampak

25

M.Nur Ghufron, dan Rini Risnawita S, Teori-Teori Psikologi (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,2010),

29-31.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

36

yang tidak diinginkan. Kontrol perilaku dibagi menjadi dua

komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration)

dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modification).

Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu

untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan

yang sedang dihadapinya, dirinya sendiri atau sesuatu yang ada di

luar dirinya. Kemampuan memodifikasi stimulus merupakan

kemampuan untuk mengetahu kapan suatu stimulus yang tidak

diharapkan terjadi dan bagaimana cara mengahadapi stimulus

tersebut.26

b. Kontrol Kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi,

menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka

kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek

ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi

(information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan

memperoleh informasi dan melakukan penilaian, individu dapat

melakukan pertimbangaan sebelum bertindak dengan terlebih dahulu

memikirkan efek dari tindakan yang akan diambil dan dilakukannya.

Ketika individu mengetahui bahwa terdapat kemungkinan yang tidak

diinginkan, maka individu dapat menghindari tindakan tersebut.

26

Ibid.,

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

37

Kontrol kognitif akan semakin meningkat ketika individu

meningkatkan pemahaman tentang suatu hal atau peristiwa serta

menyadari resiko-resiko apa saja yang akan terjadi dari tindakan yang

individu lakukan.27

c. Mengontrol Keputusan (decision control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk

memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada apa yang telah

diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan

akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan,

atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai

kemungkinan tindakan. Aspek ini terdiri dari 2 komponen juga,

yaitu: mengantisipasi peristiwa dan menafsirkan peristiwa, dimana

individu dapat menahan dirinya. Kemampuan mengontrol diri

tergantung dari ketiga aspek di atas, kontrol diri ditentukan oleh

seberapa jauh aspek itu mendominasi atau terdapat kombinasi dari

beberapa aspek dalam mengontrol diri.

Aspek kontrol diri juga dijelaskan oleh Cormier & Cormier

dalam Bukhori, menyatakan bahwa kontrol diri pada prakteknya

terdiri dari tiga cara yaitu Self monitoring, Self-reward, Stimulus

control.28

Penjelasan ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:

27

Ibid., 28

Baidi Bukhori. “Toleransi Terhadap Umat Kristiani di Tinjau dari Fundamentalisme Agama dan

Kontrol Diri (Studi pada Jamaah Majelis Taklim di Kota Semarang),” (laporan penelitian, DIPA

IAIN Walisongo Semarang,2012), 39.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

38

a. Self monitoring yaitu suatu proses di mana individu mengamati dan

merasa peka terhadap segala sesuatu tentang diri dan lingkungannya.

Self-monitoring dapat diartikan sebagai suatu proses di mana

seseorang merekam atau mencatat penampilan mereka atau

menyimpan sebuah rekaman atau catatan dari apa yang telah mereka

lakukan. Alasan untuk melakukan pencatatan itu adalah pertama,

catatan itu akan memberitahukan apakah kendali diri dapat

memberikan manfaat atau tidak. Kedua, catatan tersebut akan

berguna dalam memberikan balikan yang positif ketika seseorang

mengalami peningkatan.

b. Self-reward, yaitu suatu teknik di mana individu mengatur dan

memperkuat perilakunya dengan memberikan hadiah atau hal-hal

yang menyenangkan jika keinginan yang diharapkannya berhasil.

c. Stimulus control, yaitu suatu teknik yang dapat digunakan untuk

mengurangi ataupun meningkatkan perilaku tertentu. Kontrol

stimulus menekankan pada pengaturan kembali atau modifikasi

lingkungan sebagai isyarat khusus atau anteseden atau respon

tertentu.

Teori dari Averillyang digunakan dalam penelitian ini untuk

mengukur aspek kontrol diri, teori ini menjelaskan bahwa ada tiga

aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku yang mengacu pada cara

melakukan sesuatu, kontrol kognitif untuk serangkaian proses berpikir,

dan mengontrol keputusan.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

39

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Sebagaimana faktor biologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor -faktor yang mempengaruhi

kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor

ekternal (lingkungan individu).

a. Faktor internal

Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia.

Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan

mengontrol diri seseorang itu.

b. Faktor eksternal

Faktor ekternal ini di antaranya adalah lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana

kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah

menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin

orangtua yang semakin demokratis cenderung diikuti tingginya

kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orangtua

menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini,

dan orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang

dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan,

maka sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasi anak. Di

lemudian akan menjadi kontrol diri baginya. 29

29

Ibid., 32

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

40

Pendapat lain dikemukakan oleh Smet yang menjelaskan faktor

kontrol diri, seseorang dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang

mempengaruhi pengendalian diri seseorang tersebut meliputi faktor

dalam diri sendiri dan dari luar diri individu yang bersangkutan.30

a. Faktor dalam diri seperti usia, memberikan pengaruh terhadap

bagaiman individu mengendalikan dirinya. Semakin dewasa usia

seseorang, semakin baik dalam mengendalikan dirinya.

b. Faktor lingkungan juga memberikan peranan penting terhadap

pengendalian diri yang dimiliki oleh individu.

Pendapat ahli lain yang mengungkapkan faktor yang

mempengaruhi kontrol diri. Adapun faktor-faktor internal yang

mempengaruhi kontrol diri menurut Buck, dikatakan bahwa kontrol diri

berkembang secara unik pada masing-masing individu. Dalam hal ini

dikemukakan tiga sistem yang mempengaruhi perkembangan kontrol diri,

yaitu:

a. Hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan disusun melalui

pengalaman evolusi.

b. Kontrol diri dipengaruhi usia seseorang, kemampuan kontrol diri akan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang.

30

B. Smet, Psikologi Kesehatan (Jakarta: Grasindo, 1994),87.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

41

c. Kontrol emosi. Kontrol emosi yang sehat dapat diperoleh bila remaja

memiliki kekuatan ego, yaitu sesuatu kemampuan untuk menahan diri

dari tindakan luapan emosi.31

C. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Manusia merupakan makhluk sosial yang mana tidak bisa hidup

tanpa orang lain. Individu juga tidak bisa hidup sendiri meski ia pribadi

yang mandiri. Oleh sebab itu individu memerlukan adanya dukungan

sosial dari orang lain. Dukungan sosial merupakan suatu bentuk

dukungan atau tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan

lembuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai dan orang

lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan.32

Dukungan sosial

juga bisa mencakup pemberian informasi verbal maupun non verbal,

bantuan tingkah laku atau pemberian materi yang membuat individu

merasa disayang, diperhatikan dan bernilai.

Sedangkan Gousmett dalam Taylormendefenisikan dukungan

sosial sebagai informasi dari salah satu atau ketiga dari hal berikut ini: (1)

informasi yang mengarah orang untuk percaya bahwa mereka

diperhatikan dan dicintai, (2) informasi yang mengarah ke orang untuk

percaya bahwa mereka berharga dan dihargai, dan (3) informasi yang

31

N.R. Carlson, The Science of Behavior (Boston: Allyn and Bacon a Division of Simon and

Schusster Inc., 1987),99. 32

Musiatun Wahaningsih, “Hubungan Antara Religiusitas, Konsep Diri Dan Dukungan Sosial

Keluarga Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa SMP Muhammadiyah 3 Depok Yogyakarta”, Jurnal

(Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan), 4.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

42

mengarah pada orang untuk percaya bahwa mereka berasal dari jaringan

komunikasi yang sama dengan kewajiban bersama.33

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial

keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti

dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau

dukungan sosial keluarga eksternal.34

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial keluarga merupakan suatu konstruksi multidimensi yang

meliputi bantuan fisik dan instrumental, berbagai informasi dan sumber

daya, dan menyediakan dukungan emosional dan psikologis.

2. Jenis atau Bentuk Dukungan Sosial

Bentuk dukungan sosial menurutFriedman dapat dibagi kedalam

empat klasifikasi diantaranya 1) Dukungan praktis (tangible support), 2)

Dukungan informasi (appraisal support), 3) Dukungan harga diri (self

esteem), 4) Dukungan belonging. Keempatnya dijabarkan sebagai berikut:

a. Dukungan praktis (tangible support) atau bantuan-bantuan yang

bersifat pelayanan seperti membantu dalam melakukan kegiatan

33

Taylor, S.E., Peplau, L.A., dan Sears, D.O. 2009. Psikologi Sosial. Edisi Keduabelas. Alih

Bahasa: Tri Wibowo, B.S. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 210. 34

Friedman, H.S., dan Schustack, M.W. Kepribadian. Teori Klasik dan Riset Modern. Edisi

Ketiga. Jilid 1. Alih Bahasa: Fransiska Dian Ikarini, Maria Hany, dan Andreas Provita Prima.

(Jakarta: Erlangga,2006).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

43

sehari-hari maupun bantuan secara finansial. Keluarga merupakan

sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya: bantuan

langsung dari orang yang diandalkan seperti materi, tenaga dan

sarana. Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi

atau stamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa

bahwa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap

seseorang yang sedang mengalami kesusahan atau penderitaan.

b. Dukungan informasi (appraisal support) atau suatu bentuk bantuan

yang membantu individu dalam memahami kejadian yang menekan

dengan lebih baik serta memberikan pilihan strategi coping yang

harus dilakukan guna menghadapi kejadian tersebut. Keluarga

berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi tentang dunia

yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.

Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu

stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi

sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini

adalah nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

c. Dukungan harga diri (self esteem) atau suatu bentuk bantuan dimana

individu merasakan adanya perasaan positif akan dirinya bila

dibandingkan keadaan yang dimiliki dengan orang lain, yang

membuat individu merasa sejajar dengan orang lain seusianya.

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

44

identitas anggota keluarga, diantaranya: memberikan support,

pengakuan, penghargaan dan perhatian.

d. Dukungan belonging, suatu bentuk bantuan dimana individu tahu

bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan ketika ia ingin

melakukan suatu kegiatan bersama dengan orang lain. Keluarga

sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari

dukungan ini adalah secara emosional menjamin nilainilai individu

(baik pria maupun wanita) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari

keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya

kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan.35

Sedangkan House membedakan dukungan sosial menjadi 4 jenis,

yaitu :36

a. Dukungan emosional

Dukungan emosional merupakan ekpresi dari afeksi, kepercayaan,

perhatian, dan perasaan di dengarkan. Kesediaan untuk

mendengarkan keluhanseseorang akan memberikan dampak positif

sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat

individu merasa nyaman, tentram, diperhatikan, serta dicintai saat

individu menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Dukungan

35

Ibid., 230. 36

Bart smet, psikologi kesehatan., 136 – 137.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

45

emosional mencakup ungkapan empatik, keperdulian dan perhatian

terhadap orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi melalui ungkapan penghargaan yang

positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan

gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif individu

dengan individu, seperti perbandingan orang miskin, atau orang yang

kurang mampu darinya. Hal ini dapat menambah penghargaan pada

diri individu melalui interaksi dengan orang lain individu akan

mampu mengevaluasi dan mempertegas keyakinan dengan

membendingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan perilaku orang lain.

Dengan adanyan dukungan ini akan membantu individu merasa

dirinya berharga, mampu dan dihargai.

c. Dukungan intrumental

Dukungan intrumental mencakup bantuan langsung bagi individu

yang dapat berupa jasa, waktu atau uang.misalnya memberikan

pinjaman atau pekerjaan bagi orang yang memerlukan. Dukungan

jenis ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.

d. Dukungan informatif

Dukungan informatif merupakan dukungan yang berupa pemberian

nasehat atau informasi, pengetahuan, dan saran atau umpan balik.

Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

46

caramemperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap

masalah yang dihadapi.

3. Pengaruh Dukungan Sosial

Secara teoritis dapat dijelaskan hubungan dukungan sosial

mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu, ada dua model

yang digunakan yaitu:Buffering Hypothesis dan Main Effect

Hypothesis/Direct Effect Hypothesis. Penjelasan dua model tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Buffering Hypothesis

Menurut pendapat Sarafino dalam Hurlockyang mengatakan

bahwa melalui model buffering hypothesis ini, dukungan sosial

mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu dengan

melindunginya dari efek negatif yang timbul dari tekanan-tekanan

yang dialaminya dan pada kondisi yang tekanannya lemah atau kecil,

dukungan sosial tidak bermanfaat.37

Selain itu Orford juga

mengatakan bahwa melalui model ini, dukungan sosial bekerja

dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh dari tekanan-tekanan

atau stres yang dialami individu, dengan kata lain jika tidak ada

tekanan atau stres, maka dukungan sosial tidak berguna.38

b. Main Effect Hypothesis/Direct Effect Hypothesis

Menurut Banks, Ullah dan Warr dalam Orford, model main

effect hypothesis atau direct effect hypothesis menunjukkan bahwa

37

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Penerbit Erlangga,1999), 67. 38

Orford, J. Community Psychology: theory & practice. (London: John Wiley and Sons.1992)

dalam Friedman, H.S., dan Schustack, M.W. Kepribadian. Teori Klasik dan Riset Modern

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

47

dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis

individu dengan adanya ataupun tanpa tekanan, dengan kata lain

seseorang yang menerima dukungan sosial dengan atau tanpa

adanya tekanan ataupun stres akan cenderung lebih sehat. Menurut

Sarafino melalui model ini dukungan sosial memberikan manfaat

yang sama baiknya dalam kondisi yang penuh tekanan maupun yang

tidak ada tekanan.39

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seseorang Mendapatkan

Dukungan Sosial.

Menurut pendapat Sarafino yang menguraikan beberapa faktor

yang mempengaruhi perolehan dukungan sosial dari orang lain yaitu:40

a. Potensi Penerima dukunan (recipient)

Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila mereka tidak

ramah, tidak mau menolong orang lain dan tidak membiarkan orang

lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Ada

orang yang kurang asertif untuk meminta bantuan, atau mereka

berfikir bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan membebani

orang lain, merasa tidak enak mempercayakan sesuatu pada orang

lain atau tidak tahu siapa yang dapat dimintai bantuannya.

b. Potensi Penyedia dukungan

Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia tidak

memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia

39

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, 87. 40

Yanni Nurmalasari, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Harga Diri Pada Remaja

Penderita Penyakit Lupus”, Jurnal Psikologi (Jakarta : Universitas Gunadarma), 06.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

48

dukungan sedang berada dalam keadaan stres dan sedang

membutuhkan bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup

sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

c. Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu dengan

keluarga dan masyarakat).

Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran yaitu jumlah orang

yang biasa dihubungi, frekuensi hubungan yaitu seberapa sering

individu bertemu dengan orang tersebut, komposisi yaitu apakah

orang tersebut adalah keluarga, teman, rekan kerja atau lainnya; dan

keintiman yaitu kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan

untuk saling mempercayai.

Pendapat lain mengenai faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga menurut Feirig dan Lewis dalam Friedman ada bukti kuat

dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan

keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-

pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga

kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari

keluarga besar. Selain itu dukungan yang diberikan oleh seseorang

dipengaruhi oleh usia, menurut Friedman orang yang masih muda

cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali

kebutuhan orang lain dan juga lebih egosentris dibanding orang yang

lebih tua. Faktor lain yang mempengaruhi dukungan sosial adalah

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

49

kelas sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan,

tingkat pendidikan dan status sosial.41

Pendapat lain mengenai faktor yang mempengaruhi dukungan

sosial keluarga menurut Reis dalam Suhita, ada tiga faktor yang

mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu:42

a. Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada

aspek-aspek lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang

maka dukungan yang diperoleh semakin besar.

b. Harga Diri

Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain

merupakan suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan

menerima bantuan orang lain diartikan bahwa individu yang

bersangkutan tidak mampu lagi berusaha.

c. Keterampilan Sosial

Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan

sosial yang tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang

luas pula. Sedangkan individu yang memiliki jaringan individu

yang kurang luas memiliki keterampilan sosial rendah.

41

Friedman, M. Marilyn, Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. (Jakarta: EGC,1998), 98. 42

Suhita, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Minat Berwiraswasta Dengan Kecenderungan

Post-Power Syndrome Pada Purnawirawan TNI Dan POLRI.” Skripsi tidak diterbitkan.

(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta,2005).

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

50

D. Hubungan Kontrol Diri dan Dukungan Sosial Keluarga dengan

Agresivitas Siswa

Secara teori terjadinya tindakan agresif karena seseorang tidak bisa

mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya, sikap agresif yang dipicu

karena rasa marah dan dendam akan sangat mudah muncul. Studi yang

dilakukan Finkenaurer,dkk yang menyatakan bahwa tinggi kontrol diri sangat

berhubungan dengan penurunan resiko masalah psikososial diantaranya

kenakalan dan sikap agresivitas pada remaja.43

Dalam penelitian DeWall,

Finkel, dan Denson tentang self control inhibits aggression menyatakan

bahwa mekanisme neural otak dalam meregulasi emosi dan kontrol kognitif

pada self kontrol dapat mengurangi agresi seseorang. Dalam penelitiannya

juga disebubkan bahwa faktor-faktor yang dapat menekan self control akan

meningkatkan agresi, sedangkan faktor yang dapat memperkuat self control

akan menurunkan agresi. DeWall, Finkel, dam Denson juga menyatakan

bahwa kegagalan self control dapat memberikan kontribusi untuk tindakan

yang paling agresif yang menyertakan kekerasan. 44Penelitian yang dilakukan

Auliya dan Nurwidawati membuktikan bahwa variabel kontrol diri memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresi. Hubungan variabel kontrol

diri dengan variabel perilaku agresif diketahui negatif, yang bermakna

43

Finkenauer, C., Engels, Rutger.C.M.E., & Baumeister, R.F. “Parenting behavior and adolescent

behavioral and emotional problems: The role of self-control.” International Journal of Behavioral

Development. 29 (1), 58- 69.2005. diakses tanggal 22 Mei 2017. 44

C.Nathan DeWall, Eli J Finkel, & Thomas F. Denson, “Self-Control Inhibits Aggression.” Social

and Personality Psychology Compass 5/7. 458-472 10.1111/j.1751-9004.2011.00363.x.2011.

diakses tanggal 22 Mei 2017.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

51

semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki responden maka akan menurunkan

perilaku agresif.45

Secara teoritis remaja yang memiliki pengendalian diri yang rendah

akan mudah memicu kenakalan remaja. Pengendalian diri merupakan

kemampuan mengendalikan tingkah laku, perasaan, emosi, keputusan, dan

tindakan yang muncul karena adanya kemauan sehingga dapat membawa

kearah yang positif. Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai

kegagalan dalam mengembangkan pengendalian diri yang cukup dalam hal

tingkah laku. Beberapa anak gagal mengembangkan pengendalian diri yang

esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.

Pengendalian diri sangat penting bagi setiap individu terutama bagi remaja

karena remaja masih memiliki emosi yang labil. Maka dengan adanya self

control remaja mampu mengendalikan tingkah lakunya, kognitifnya serta

dalam mengambil keputusan terutama terhadap hal-hal yang berhubungan

dengan tindakan melanggar hukum dan anti sosial.46

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Alfiana Indah Muslimah dan

Nurhalimah yang membuktikan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa

ada hubungan yang berlawanan atau negatif antara locus of control internal

dengan agresivitas pada siswa SMK Negeri 1 Bekasi dan siswa SMK Patriot

1 Bekasi. Hal ini ditunjukan dengan perolehan nilai Locus of control internal

dalam penelitian ini memberikan sumbangan efektif sebesar 34,6% terhadap

45

Miftahul Auliya dan Desi Nurwidawati, “Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Agresi Pada

Siswa Sma Negeri 1 Padangan Bojonegoro.” Jurnal Character, Volume 02 Nomor 3 Tahun 2014. 46

Santrock, Adolescene: Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Terj. Shinto B Adeler. (Jakarta:

Erlangga, 2003), 456.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

52

agresivitas, sehingga masih terdapat 65,4% sumber lain yang mempengaruhi

agresivitas, yang tidak di ukur secara empirik dalam penelitian ini.47

Dari penjelasan teoritis dan uji empiris penelitian di atas dapat

ditemukan konsistensi hasil penelitian baik yang dilakukan DeWall, Finkel,

dan Denson, ataupun Auliya dan Nurwidawati, ataupun Muslimah dan

Nurhalimah yang membuktikan adanya hubungan antara variabel kontrol diri

dengan agresivitas seseorang, semakin baik kontrol diri maka akan

menurunkan tingkat agresivitas seseorang. Namun demikian ada perbedaan

besaran hubungan tersebut, tentu saja faktor lain yang akan mempengaruhi

hasil tersebut. Maka penelitian ini akan menguji konsistensi dengan

menjadikan kontrol diri sebagai variabel yang akan dicari tahu pengaruhnya

terhadap agresivitas dan seberapa besar pengaruhnya.

Dukungan sosial merupakan suatu fungsi penting dari hubungan

sosial. Dukungan sosial keluarga adalah kadar keberfungsian dari hubungan

yang dapat dikategorikan dalam empat hal yaitu dukungan emosional,

dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penilaian.

Hughes, dkk dalam Santrock menyatakan bahwa hubungan yang dijalin oleh

individu pada masa remaja memiliki peran penting dalam mempengaruhi

remaja dalam melakukan kekerasan termasuk agresivitas.48

Santrock

menjelaskan faktor keluarga sangat menentukan munculnya kenakalan

remaja. Pemicu kenakalan remaja seringkali berasal dari keluarga seperti

47

Alfiana Indah Muslimah dan Nurhalimah, “Agresifitas Ditinjau dari Locus of Control Internal

pada siswa SMK Negeri 1 Bekasi dan Siswa di SMK Patriot 1 Bekasi.” Jurnal Soul, Vol. 5, No

2,September 2012. 48

John W. Santrock, Adolescene Perkembangan Remaja. terj. Shinto b Adeler dan Sherly Saragih

(Jakarta: Erlangga,2003), 225.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

53

orang tua. Orang tua yang jarang mengawasi anak-anak remaja memberikan

sedikit dukungan di setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan remaja dan

penerapan pola disiplin secara efektif.

Penelitian Mulyono membuktikan bahwa hubungan positif dengan

orang tua dan orang lain menjadi hal penting dalam mengurangi agresivitas

pada remaja. Penelitian Mulyono menyimpulkan bahwa lingkungan

masyarakat dan lingkungan keluarga turut serta mempengaruhi munculnya

agresivitas.49

Penelitian Margiani dan Ekayati melakukan studi untuk menguji

hubungan antara stres dan dukungan keluarga dengan agresivitas pada istri

yang menjalani pernikahan jarak jauh. Secara parsial variabel stres tidak

berkorelasi dengan agresivitas, tetapi variabel dukungan keluarga berkorelasi

negatif sangat signifikan dengan agresivitas. Yang bermakna semakin tinggi

dukungan keluarga yang diberikan akan menurunkan tingkat agresifitas

responden. Namun sebaliknya jika dukungan keluarga semakin menurun

maka akan menyebabkan meningkatnya agresifitas responden.50

Herawaty dan Wulan membutikan sumbangan efektif yang diberikan

variabel keberfungsian keluarga dan daya juang terhadap belajar berdasar

regulasi diri remaja sebesar 29,9%, sedangkan masing-masing sumbangan

efektif yang diberikan keberfungsian keluarga terhadap belajar berdasar

regulasi diri remaja sebesar 12,7%, dan sumbangan yang diberikan daya

juang terhadap belajar berdasar regulasi diri remaja sebesar 17,2%. Hasil

49

Abdurrahman Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.(Jakarta: Rineka

Cipta,1999), 67. 50

Kristin Margiani dan IGAA Novi Ekayati, “Stres, Dukungan Keluarga Dan Agresivitas Pada Istri

Yang Menjalani Pernikahan Jarak Jauh.” Persona, Jurnal Psikologi Indonesia. Sept. 2013, Vol. 2,

No. 3, hal 191-198.

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

54

penelitian tersebut bermakna semakin baik keberfungsian keluarga maka akan

meningkatkan kualitas belajar berdasarkan regulasi diri pada remaja.

Selanjutnya semakin baik daya juang yang dilakukan responden maka akan

semakin meningkatkan belajar berdasarkan regulasi diri remaja.51

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nugroho yang bertujuan

untuk menguji korelasi antara dukungan sosial dan konsep diri dengan

agresifitas remaja. Hasil penelitian menunjukkan dari analisa regresi

menunjukkan ada korelasi yang signifikan antara dukungan sosial dan konsep

diri dengan agresifitas remaja. Pengaruh dukungan sosial terhadap agresifitas

remaja secara parsial menunjukkan pengaruh negatif. Begitu juga pengaruh

konsep diri terhadap agresifitas remaja secara parsial menunjukkan pengaruh

negatif. Hasil tersebut bermakna semakin tinggi dukungan sosial yang

diberikan akan menurunkan agresifitas pada remaja. Begitu juga pada

variabel konsep diri, semakin baik konsep diri yang dimiliki responden maka

akan menurunkan tingkat agresifitas remaja.52

Dari penelitian di atas sudah terbukti bahwa dukungan sosial keluarga

memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak, terutama dalam

mengendalikan agresivitas anak. Namun demikian ada ketidakkonsistenan

hasil penelitian di atas mengingat karakteristik berbeda sampel penelitian dan

latarbelakang desain penelitian yang dipengaruhi faktor lain, untuk itu

penelitian ini akan menguji hubungan dukungan sosial keluarga terhadap

51

Yulia Herawaty dan Ratna Wulan, “Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan Daya Juang

Dengan Belajar Berdasar Regulasi Diri Pada Remaja.” Jurnal Psikologi, Volume 9 Nomor 2,

Desember 2013. 52

Isffauzi Hadi Nugroho, “Korelasi Dukungan Sosial dan Konsep Diri Dengan Agresivitas

Remaja.”Nusantara of Research. Volume 02. Nomor 02. Oktober 2015.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

55

agresivitas tersebut. Maka peneliti menetapkan dukungan sosial keluarga

merupakan faktor penting dalam mempengaruhi agresivitas remaja, dukungan

sosial keluarga yang baik akan menurunkan agresivitas remaja. Merujuk pada

model socio-ecological diperkenalkan oleh Bronfenbrenner yang kemudian

dilengkapi oleh Rice menjadi socio-ecological model. Model ini menjelaskan

bahwa perkembangan perilaku dan kepribadian individu sangat dipengaruhi

oleh lingkungan dimana individu tersebut tinggal. Individu yang tinggal

bersama dengan lingkungan keluarga harmonis dan memberikan dukungan

positif akan berdampak positif pada perilaku individu tersebut, namun apabila

seorang remaja hidup pada lingkungan keluarga yang bermasalah dan tidak

harmonis maka akan berdampak pada psikologi dan perilaku remaja tersebut.

Pengaruh variabel kontrol diri dan dukungan sosial keluarga terhadap

perilaku agresivitas secara bersama-sama juga sudah terbukti dari penelitian

yang dilakukan Sri Wahida, yang membuktikan bahwa hasil uji koefisien

determinasi R Square menunjukkan bahwa dukungan orang tua dan self

control memberikan sumbangsih sebesar 88,8% terhadap kecenderungan

kenakalan remaja. Sedangkan sisanya sebanyak 11,2% dijelaskan oleh

variabel lain selain dukungan orang tua dan self control. Penelitian tersebut

juga membuktikan nilai signifikansi sebesar 0,000<0,05 sehingga dinyatakan

ada pengaruh yang signifikan dukungan orang tua dan self-control terhadap

kecenderungan kenakalan remaja. Dukungan orang tua dan self control yang

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

56

tinggi dapat menekan munculnya kecenderungan kenakalan remaja.53

Pendekatan perilaku agresif dapat dipahami bahwa perilaku agresif

merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa

individu sejak lahir. Perilaku agresif ini dipelajari dari lingkungan sosial

seperti interaksi dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya dan media

massa melalui modelling.

Tentu saja munculnya agresifitas pada siswa melibatkan banyak faktor

yang mempengaruhinya. Pembahasan tentang faktor-faktor penyebab

munculnya perilaku agresif juga amat tergantung dari sisi pendekatan yang

digunakan. Setidaknya ada empat pendekatan utama untuk memahami

beberapa penyebab munculnya perilaku agresif ini, yaitu 1) Pendekatan

biologis, 2) Pendekatan psikologis, 3) Pendekatan situasional, dan 4)

Pendekatan sosio-ecological. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua

yaitu pendekatan psikologis dalam memahami agresifitas pada siswa di SMK

YP17 Pare. Atas dasar pemilihan pendekatan psikologis tersebut, maka pada

penelitian ini pemilihan variabel kontrol diri dan variabel dukungan sosial

keluarga bukan didasarkan pada lebih besar mana kedua variabel tersebut

memberikan pengaruh terhadap perilaku agresifitas, namun pemilihan

tersebut didasarkan pada variabel kontrol diri merupakan representasi salah

satu faktor internal sedangkan variabel dukungan sosial keluarga merupakan

representasi faktor eksternal. Tentu saja penelitian ini tidak dalam kapasitas

menguji dan membandingkan lebih dahulu mana antara variabel kontrol diri

53

Sri Wahida, “Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Self-Conrol terhadap Kecenderungan

Kenakalan Remaja SMK Bina Potensi Palu-Sulawesi Tengah.” Skripsi tidak diterbitkan. (Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah, 2011).

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitasetheses.iainkediri.ac.id/280/3/BAB II.pdf · 2019. 3. 20. · 20 secara langsung dengan individu/kelompok lain, misalnya

57

dengan variabel dukungan sosial keluarga, namun penelitian akan mampu

menjawab variabel mana yang berkontribusi dominan antara variabel kontrol

diri dengan variabel dukungan sosial keluarga, namun hasil uji pada regresi

linier penelitian ini akan diketahui sumbangsih kedua variabel tersebut

dengan agresifitas di SMK YP 17 Pare. Sebab secara teoritis dan bukti

empiris penelitian sebelumnya kedua variabel tersebut memberikan hubungan

yang signifikan dalam konteks perilaku agresifitas pada remaja. Berdasarkan

uraian teoritis dan hasil penelitian terdahulu di atas, maka penelitian

membangun asumsi bahwa ada hubungan yang signifikan variabel kontrol

diri dan dukungan sosial keluarga secara simultan terhadap perilaku

agresifitas siswa SMK YP17 Pare.