agresivitas pada remaja

29
PENGANTAR Perubahan-perubahan sosial yang cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi dan kemajuan teknologi mengakibatkan perilaku agresif remaja di Indonesia semakin meningkat. Kebanyakan remaja berstatus sebagai pelajar adalah individu yang mengalami transisi dari kehidupan anak-anak menuju kehidupan orang dewasa yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik segi fisik, psikis, dan sosial (Monks dkk, 1991). Tindak kekerasan remaja di Indonesia sekarang seperti yang banyak dilansir oleh berbagai media telah mencapai tingkat yang membahayakan. Misalnya kasus yang dialami AS usia 17 tahun dan NR usia 18 tahun, keduanya adalah pelajar SMU di Yogyakarta melakukan penganiayaan terhadap JP karena bersenggolan saat mengendarai sepeda motor (Kedaulatan Rakyat, 19 September 2003). Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan pada tahun 1999 korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat (Tambunan, 2001).

Upload: lovi-krissadi

Post on 04-Jul-2015

2.248 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: agresivitas pada remaja

PENGANTAR

Perubahan-perubahan sosial yang cepat sebagai konsekuensi modernisasi,

industrialisasi dan kemajuan teknologi mengakibatkan perilaku agresif remaja di

Indonesia semakin meningkat. Kebanyakan remaja berstatus sebagai pelajar adalah

individu yang mengalami transisi dari kehidupan anak-anak menuju kehidupan orang

dewasa yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan baik segi fisik, psikis,

dan sosial (Monks dkk, 1991).

Tindak kekerasan remaja di Indonesia sekarang seperti yang banyak dilansir

oleh berbagai media telah mencapai tingkat yang membahayakan. Misalnya kasus

yang dialami AS usia 17 tahun dan NR usia 18 tahun, keduanya adalah pelajar SMU

di Yogyakarta melakukan penganiayaan terhadap JP karena bersenggolan saat

mengendarai sepeda motor (Kedaulatan Rakyat, 19 September 2003). Data di Jakarta

misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian

pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar,

tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota

masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2

anggota Polri, dan pada tahun 1999 korban meningkat dengan 37 korban tewas.

Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat

(Tambunan, 2001).

Page 2: agresivitas pada remaja

Perilaku agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti makluk hidup

lain secara fisik maupun verbal. Para ahli ilmu sosial menggunakan istilah agresi

untuk setiap perilaku yang bertujuan menyakiti badan atau perasaan orang lain

(Bailey, 1998). Agresi melibatkan setiap bentuk penyiksaan psikologis atau

emosional. Remaja lebih menunjukkan perilaku agresif dari pada anak-anak dan

orang dewasa, dalam masa yang masih labil, remaja mempunyai kecenderungan yang

lebih besar untuk berperilaku agresi.

Perilaku agresi remaja tersebut menurut Santoso (1994) akhir-akhir ini

menunjukkan gejala semakin mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun

kuantitas. Perilaku tersebut juga semakin tidak pandang bulu dan tidak memilih

tempat dan waktu (Sarwono dalam Koeswara 1988). Masa remaja juga merupakan

masa yang sulit, kerena pada masa inilah seseorang mencari identitas dirinya setelah

mereka melewati masa anak. Pada masa ini seseorang berusaha untuk memilih dan

membentuk nilai-nilai yang dianggap cocok bagi dirinya. Menurut Konopka

(Gunarsa, 1985), masa remaja merupakan fase yang paling penting dalam

pembentukan nilai.

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku agresivitas, di antaranya

kelompok sebaya dapat juga mempengaruhi munculnya sikap agresi remaja. Pada

masa remaja perkembangan individu ditandai juga dengan terjadinya dua macam

gerakan yaitu gerakan memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman

sebaya (Monks dkk, 2001). Lingkungan masyarakat di mana individu berada turut

Page 3: agresivitas pada remaja

pula mempengaruhi terbentuknya sikap agresi remaja. Nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat di mana individu tersebut berada dapat digunakannya sebagai dasar untuk

membentuk sikapnya. Sementara pada sisi yang lain, sudah sangat sering terdengar

berita tentang bagaimana “kerasnya” dunia remaja. Berita tentang perkelahian,

tawuran, pemerkosaan dan tindakan lainnya yang bahkan sering kali mengarah

kepada tindakan kriminal mudah ditemukan dalam berbagai media cetak maupun

media elektronik. Remaja bisa berperilaku agresi walaupun hanya karena alasan yang

sepele, seperti adu pandang dengan remaja lain, kata-kata yang menyinggung ataupun

alasan kesetiakawanan. Tampaknya begitu mudah dan begitu bebas seorang remaja

untuk mengekspresikan agresinya, dengan mengabaikan nilai-nilai dalam hidupnya.

Tanpa ada perasaan malu atau takut remaja melukai fisik maupun perasaan orang

lain, atau paling tidak akan membuat ketidakserasian antar remaja satu dengan remaja

lain. Padahal remaja hidup dalam lingkungan budaya yang diataur oleh nilai-nilai.

Nilai merupakan disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih mendasar. Nilai

berakar lebih mendalam dan karenanya lebih stabil. Lebih dari pada itu, nilai

dianggap sebagai bagian dari kepribadian individu yang dapat mewarnai kepribadian

kelompok atau kepribadian bangsa. Jadi nilai bersifat lebih mendasar dan stabil

sebagai bagian dari “ciri kepribadian” (Azwar, 2002).

Hasil penelitian Astuti (1996) menunjukan adanya hubungan yang positif

antara konsep diri dengan sikap agresi. Semakin tinggi konsep diri maka semakin

tinggi pula sikap agresinya. Penelitian mengenai Studi Tentang Nilai-Nilai Budaya

Page 4: agresivitas pada remaja

Jawa Dan Agresivitas Remaja oleh (Agus Yuniarto, 2002), terhadap remaja SMA

dengan hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan agresivitas yang sangat

signifikan ditinjau dari tingkat atau derajat nilai budaya jawa yang tinggi.

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara nilai

hidup dengan agresivitas remaja.

Manfaat dari penelitian ini secara teoritis, manfaat hasil penelitian ini

diharapkan memperkaya khasanah psikologi, khususnya psikologi sosial dan

psikologi perkembangan dengan fenomena remaja dengan permasalahannya. Secara

praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi

pendidik maupun orang tua agar lebih peka terhadap perkembangan psikis remaja

maupun perkembangan sosialnya.

Pengertian Nilai Hidup

Pengertian nilai hidup menurut Kluckhohn (Mulyana, 2004) adalah suatu

konsepsi yang dapat terungkap secara eksplisit atau implisit, yang menjadi ciri khas

individu atau karakteristik suatu kelompok mengenai hal-hal yang diinginkan dan

berpengaruh terhadap proses seleksi dari sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu

tindakan. Nilai adalah rujukkan dan keyakinan dalam menentukan pilihan (Mulyana,

2004).

Menurut Stagner (Adisubroto, 1995), nilai hidup ini tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan manusia, karena nilai hidup terbentuk dan dimiliki manusia

Page 5: agresivitas pada remaja

melalui proses yang lama. Nilai hidup merupakan hasil interaksi antara individu

dengan lingkungan hidupnya. Nilai yang dimiliki individu dan masyarakat dapat

berubah karena pengalaman, pendidikan, perubahan sosial, bertambahnya usia

maupun karena kejadian-kejadian khusus (Adisubroto, 1995).

Spranger (Suryabrata, 2005) berpandangan bahwa kebudayaan (culture)

merupakan sistem nilai-nilai, karena kebudayaan tidak lain adalah kumpulan nilai

yang tersusun menurut struktur tertentu. Kebudayaan sebagai sistem atau struktur

nilai-nilai oleh Spranger digolongkan menjadi enam lapangan nilai. Keenam nilai

diatas dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yaitu (a) lapangan nilai yang

bersangkutan dengan manusia sebagai individu, yang meliputi nilai pengetahuan,

nilai ekonomi, nilai kesenian, dan lapangan keagamaan. (b) lapangan-lapangan nilai

yang bersangkutan dengan kekuatan cinta dan cinta kekuasaan, yaitu nilai sosial dan

nilai politik.

Jenis-jenis Nilai Hidup

a. Nilai Pengetahuan

Pada manusia ini yang paling menonjol adalah sikapnya terhadap ilmu

pengetahuan. Orang intelektualitas sejati seluruh hidupnya diarahkan kepada

kebenaran dan hakikat benda-benda dan peristiwa-peristiwa di dunia ini. Tujuan yang

selalu dikejar oleh manusia ini adalah pengetahuan yang objektif. Orang seperti ini

adalah orang yang berpikir logis, mempunyai pengertian-pengertian yang jelas, hal-

hal yang lain seperti moral dan keindahan terdesak kebelakang (Fudyartanta, 2005).

Page 6: agresivitas pada remaja

b. Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi adalah nilai hidup yang mengutamakan barang atau benda

sebagai hal yang utama. Bagi manusia ekonomi prinsip utility atau kegunaan

merupakan dasar yang mendominasi tindakan, kegunaan merupakan tujuan perbuatan

dalam memuaskan kebutuhan (Suryabrata, 2005).

c. Nilai Estetik

Nilai estetik adalah nilai hidup yang mementingkan keindahan. Manusia yang

bersikap estetik ini menghayati hidup ini tidak sebagai pemain, tetapi sebagai

penonton. Mudah terkena impresi, menghayati segala kesan yang diterimanya secara

pasif (Suryabrata, 2005).

d. Nilai Agama

Nilai religius adalah nilai yang mengutamakan pencarian hal tertinggi dari

kekuatan absolut (Tuhan). Nilai hidup yang tertinggi pada manusia religius adalah

unity atau kesatuan dari seluruh bentuk kehidupan di dunia. Manusia ini mempunyai

sikap immanent mystics, yang selalu mencari nilai tertinggi di dunia ini Spranger

(Fudyartanta, 2005).

e. Nilai Sosial

Nilai sosial adalah nilai yang mengutamakan pengabdian kepada kepentingan

umum. Manusia yang tergolong bersikap sosial memiliki kebutuhan akan adanya

resonansi dan hidup bersama di antara manusia lain, ingin mengabdi kepada

kepentingan umum (Suryabrata, 2005).

Page 7: agresivitas pada remaja

f. Nilai Politik

Nilai politik adalah nilai hidup yang mengutamakan kekuasaan. Manusia

politis bertujuan ingin mengejar kekuasaan dan dorongan utamanya adalah ingin

berkuasa. Semua nilai diabdikan kepada kekuasaan. Jika manusia ekonomi mengejar

penguasaan benda-benda, maka manusia politis mengejar penguasaan untuk

memerintah (Fudyartanta, 2005).

Funsi-fungsi Nilai Hidup

Nilai juga mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia

oleh Rokeach (Syafriman, 2000) disebutkan beberapa fungsi nilai yang dapat

dirangkum seperti dibawah ini:

a. Sebagai ukuran baku yang membantu mengarahkan kegiatan seseorang.

b. Sebagai cara untuk membantu pemecahan konflik dan pengambilan keputusan.

c. Sebagai fungsi motivasi,, dimana nilai dan sistem nilai menjadi pedoman bagi

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai memberikan ekspresi pada kebutuhan

dasar manusia serta memberikan kerangka konseptual dalam memelihara serta

meningkatkan harga diri ( self-esteem ). Fungsi motivasi ini meliputi fungsi

penyesuaian tingkah laku dan untuk aktualisasi diri.

Pengertian Agresi

Agresivitas merupakan kecenderungan untuk melakukan agresi. Agresivitas

berasal dari perilaku agresif yang merupakan kata sifat dari agresi. Agresi diartikan

Page 8: agresivitas pada remaja

sebagai segala bentuk tingkah laku yang di sengaja, yang bertujuan untuk mencelakai

individu lain atau benda-benda (Berkowitz, 1995).

Baron (Koeswara, 1988) berpendapat bahwa agresi adalah tingkah laku

individu yang ditujukan untuk melukai atau untuk mencelakakan individu lain yang

tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini

mencakup empat faktor yaitu tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan

(termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu

yang menjadi korban, serta ketidakinginan sikorban menerima tingkah sipelaku.

Sejalan dengan itu, Herbert (dalam Tarmudji, 2001) berpandangan bahwa tingkah

laku agresi merupakan suatu tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial,

yang menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain atau yang bersifat merusak

benda. Agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal

terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. (Moore dan Fine, dalam Koeswara

1988). Agresi adalah sebagai kekuatan motivasional yang tidak tampak yang

disebabkan oleh hilangnya kondisi organisme yang dapat mengontrol, dan kekuatan

ini terus mendesak sejalan dengan kekuatan dorongan tersebut (Zillman dalam Saad,

2003).

Agresi secara tipikal didefinisikan sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan

untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang

itu. Ini berarti bahwa menyakiti orang lain secara sengaja bukanlah agresi jika pihak

yang dirugikan menghendaki hal ini terjadi (Breakwell, 1998).

Page 9: agresivitas pada remaja

Aspek-aspek Agresi

Berkowitz, dkk (1986) mengelompokan agresivitas ke dalam tiga aspek

berdasarkan AAS (Aggressive Acts Survey) yaitu:

a. Agresi fisik

Merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang secara fisik, misal

memukul, menendang.

b. Agresi verbal

Merupakan perilaku yang dimaksudkan mengancam, memaki.

c. Agresi pasif

Merupakan perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang tidak secara fisik

maupun verbal, misal menolak bicara, bungkam, tidak mau menjawab pertanyaan

dan tidak peduli.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif Remaja

Menurut Bailey (1988), terdapat empat faktor yang memdorong seseorang

untuk melakukan agresi. Keempat faktor tersebut antara lain:

a. Pemicu

Pemicu yang menyulut terjadinya kekerasan adalah peristiwa yang menyebabkan

terjadinya emosi, kemudian berubah menjadi ledakan agresi. Pemicu adalah

pembangkitan emosi secara lebih lanjut, yakni tahap akhir yang tak tertahankan

lagi dalam rangkaian peristiwa yang sudah membawa seseorang keambang agresi.

Page 10: agresivitas pada remaja

b. Keadaan terbangkit

Terbangkitnya emosi meliputi pikiran dan tubuh. Dengan bereaksi seperti itu

tubuh siap melakukan suatu tindakkan tertentu. Keadaan terbangkitnya emosi

boleh jadi tidak hanya merupakan petunjuk adanya kemarahan, tetapi juga

ketakutan, kegembiraan atau kegiatan fisik. Pengalaman ini mendorong seseorang

sehingga ia langsung bertindak secara agrsif.

c. Senjata

Setiap tindakan agresi memerlukan senjata. Senjata tidak hanya menjamin

terjadinya kerusakan secara lebih pasti serta mempermudah pekerjaan si pembuat

agresi, tetapi secara psikologis menjauhkan agresor dari kerusakkan yang ia

timbulkan sehingga memperkecil hambatan emosi yang mencegah kekerasan.

d. Sasaran

Sifat sasaran terutama menurut pikiran agresor berkaitan erat dengan terjadi atau

tidaknya agresi, dan bila terjadi bentuk agresi itu ada kalanya sebuah sasaran

dapat berperan sebagai picu yang menyulut agresi.

Menurut Mu’tadin (2002), faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan agresi

dibagai atas dua bagian, yaitu:

a. Faktor Intern, meliputi:

1. Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri adanya perasaan tidak suka

yang sangat kuat yang biasanya di sebabkan adanya kesalahan yang mungkin

nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak

Page 11: agresivitas pada remaja

2. Frustrasi

Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai

suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu.

b. Faktor Ekstern, meliputi:

1. Kesenjangan generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah antara generasi anak dan orang tuanya

dapat dilihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan

seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak

diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.

2. Lingkungan

Menurut Byod McCandless (Mu’tadin, 2002), bila seseorang anak dibesarkan

dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami

mengalami penguatan.

3. Peran belajar model kekerasan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini remaja banyak belajar

menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan games ataupun permainan

yang bertema kekerasan. Sejalan dengan itu Davidoff (dalam Mu’tadin, 2002)

mengatakan bahwa menyaksikan perkelahian dan pembunuhan dapat

dipastikan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model

kekerasan tersebut.

4. Proses pendisiplinan yang keliru

Page 12: agresivitas pada remaja

Menurut Sukaji (Mu’tadin, 2002), pendidikan disiplin yang otoriter dengan

penerapan yang keras terutama dilakukan dengan pemberian hukuman fisik,

dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan

disiplin yang seperti itu dapat membuat remaja menjadi penakut, tidak ramah

kepada orang lain, membenci orang yang memberikan hukuman, kehilangan

spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahanya

dalam bentuk kekerasan kepada orang lain.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka serta dinamika psikologis yang memperlihatkan

keterkaitan antara nilai hidup dengan agresivitas remaja, maka peneliti

mengemukakan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada hubungan negatif antara nilai religi dengan agresivitas remaja.

2. Ada hubungan positif antara nilai ekonomi dengan agresivitas remaja.

3. Ada hubungan negatif antara nilai sosial dengan agresivitas remaja.

4. Ada hubungan negatif antara nilai teori dengan agresivitas remaja.

5. Ada hubungan positif antara nilai politik dengan agresivitas remaja.

6. Ada hubungan negatif antara nilai estetika dengan agresivitas remaja.

Page 13: agresivitas pada remaja

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah remaja Madrasah Aliyah Negeri III Yogyakarta

kelas X, berusia antara 15 sampai 18 tahun, dan memiliki jenis kelamin laki-laki dan

perempuan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan skala. Skala

adalah kumpulan pernyataan – pernyataan sikap yang ditulis, disusun dan dianalisis

sedemikian rupa sehingga respon individu terhadap pernyataan tersebut dapat diberi

skor dan kemudian dapat diinterpretasikan.

Alat Ukur

1. Skala Agresivitas

Angket agresivitas ini dimaksudkan untuk mengungkapkan tinggi rendahnya

agrsivitas yang dilakukan remaja. Skala agresivitas disusun oleh peneliti berdasarkan

aspek-aspek agresivitas yang dikemukakan oleh Berkowitz, dkk (1986), menurut

AAS (Aggressive Acts Survey) yang terdiri dari (1) Agrsi fisik, (2) Agresi verbal, (3)

Agresi pasif.

Dari beberapa indikator tersebut nantinya akan dibuat sejumlah butir dalam

bentuk skala dengan empat alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),

TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Pemberian skor dilakukan dengan

melihat sifat butir. Pemberian skor bergerak dari 4 (SS) s/d 1 (STS) untuk butir

Page 14: agresivitas pada remaja

favorabel, sedangkan pemberian skor bergerak dari 1 (SS) sampai dengan 4 (STS)

untuk butir tidak favorabel.

Validitas dan reliabilitas skala agresivitas diketahui dengan melakukan uji

coba terhadap skala tersebut. Hasil uji coba dengan 50 responden menunjukkan

koefesien reliabilitas sebesar 0,827 . dan validitas aitem yang bergerak dari 0,311

sampai dengan 0,661. Aitem uji coba berjumlah 49 aitem yang terbagi menjadi 29

aitem favorable dan 20 aitem unfavorable. Analisis dilakukan dengan SPSS 11.0 for

Windows menghasilkan aitem yang valid berjumlah 29 butir dan aitem yang gugur

berjumlah 20 aitem.

2) Skala Nilai Hidup

Angket kepribadian study of values yang dipakai oleh peneliti merupakan

angket yang diadaptasikan dari Adisubroto (1987). Angket ini didasarkan pada teori

Spranger yang menandaskan bahwa nilai hidup terdiri atas enam macam, yaitu nilai

ekonomi, nilai politik, nilai sosial, nilai religi, nilai teori dan nilai estetika. Angket ini

terdiri atas dua bagian, yaitu (a) Bagian Pertama terdiri atas 30 butir soal dimana

setiap butir soal disediakan dua pilihan jawaban dan (b) Bagian Kedua terdiri atas 15

butir soal dimana setiap butir disediakan empat pilihan jawaban.

Study of Values yang akan dipakai merupakan angket yang berbentuk skala

dan sudah diadaptasikan. Beberapa hasil penelitian yang menggunakan Study of

Values yang sudah diadaptasikan menunjukkan adanya reliabilitas dan validitas yang

cukup baik.

Page 15: agresivitas pada remaja

Adisubroto (1981) dan Sugiyanto (1981) dalam penelitiannya dengan

menggunakan subjek remaja, orang dewasa, dan orang tua mengukuhkan validitas

dan reliabilitas angket ini. Penelitian yang dilakukan Adisubroto (1981) dengan tes

ulang dengan menggunakan subjek 50 orang menghasilkan korelasi antara 0,4405

sampai 0,8404 untuk bagian pertama dan untuk bagian kedua antara 0,4705 sampai

0,8391, serta reliabel dengan taraf signifikansi p < 0,01.

Penelitian yang dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas SOV

dilakukan oleh Sugiyanto (1981), menggunakan subjek sebanyak 414 orang, dengan

angka korelasi 0,328 sampai 0,712 pada bagian pertama dan 0,323 sampai 0,816 pada

bagian kedua (Syafriman, 2000).

Metode Analysis Data

Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini

adalah korelasi product moment (r) dari Pearson dan Spearman. Alasan digunakan

korelasi product moment karena penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya

hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Azwar, 1999).

Berdasarkan teknik korelasi product moment, apabila didapatkan koefisien korelasi

yang signifikan, berarti terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel

tergantung. Sebaliknya apabila koefisien korelasi tidak signifikan, berarti tidak

terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Analisis data

dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan

program SPSS for Windows versi 11.0.

Page 16: agresivitas pada remaja

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment dari

Pearson dan Spearman dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Teknik analisis Pearson

digunakan bila syarat linieritas dan normalitas terpenuhi. Teknik analisis Spearman

digunakan bila syarat linieritas atau normalitas tidak terpenuhi.

Tabel 15 Hasil uji hipotesis

Korelasi dari Pearson

No Variabel N r p Kesimpulan

1 Nilai Ekonomi dan Agresivitas 70 0.332 0.002

(p < 0.01)

Hipotesis

diterima

2 Nilai Teori dan Agresivitas 70 – 0.363 0.001

(p < 0.01)

Hipotesis

diterima

3 Nilai Estetika dan Agresivitas 70 0.251 0.018

(p < 0.05)

Hipotesis

diterima

Korelasi dari Spearman

No Variabel N r p Kesimpulan

1 Nilai Religi dan Agresivitas 70 – 0.221 0.033

(p < 0.05)

Hipotesis

diterima

2 Nilai Sosial dan Agresivitas 70 – 0.267 0.013

(p < 0.05)

Hipotesis

diterima

3 Nilai Politik dan Agresivitas 70 0.099 0.208

(p > 0.05)

Hipotesis

ditolak

Page 17: agresivitas pada remaja

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data di dapatkan hasil bahwa ada hubungan negatif

yang signifikan antara nilai religi dengan agresivitas. Dengan demikian dugaan

bahwa terdapat korelasi di antara keduanya adalah dugaan yang benar, maka hipotesis

I diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = – 0.221 dengan p = 0.033 (p < 0.05). Hal

ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup religi yang dimiliki, maka semakin

rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

nilai religi yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

Ini berarti bahwa nilai hidup religi dan agresivitas memiliki hubungan yang positif.

Hasil penelitian yang dilakukan Caroline (1999), menunjukkan bahwa ada

hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan sikap agresi pada remaja.

Semakin religius seseorang maka sikap agresinya semakin menurun. Prihastuti dan

Theresiawati (2003), mengungkapkan bahwa individu dengan religiusitas yang tinggi

dianggap memiliki pedoman untuk merespon hidup dan mempunyai daya tahan yang

lebih baik dalam mengelola permasalahan yang dihadapi. Dister (1988) menjelaskan

lebih dalam mengenai keutamaan agama sebagai pendidikan dan pegangan hidup

bermasyarakat. Fungsi agama tersebut merupakan wujud religiusitas individu yan

berkaitan langsung dengan moral dan nilai sosial individu. Selanjutnya dikatakan

bahwa nilai-nilai moral manusia berupa keadilan, kejujuran, keteguhan hati dimiliki

tiap-tiap individu dan interaksi dengan Tuhan akan menuntut manusia untuk

Page 18: agresivitas pada remaja

menerapkan nilai-nilai yang benar. Hal ini berlaku pada saat individu melakukan

interaksi dengan sesama manusia.

Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara nilai ekonomi dengan

agresivitas. Dengan demikian dugaan bahwa terdapat korelasi di antara keduanya

adalah dugaan yang benar, maka hipotesis II diterima dan ditunjukkan dengan nilai r

= 0.332 dengan p = 0.002 (p < 0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup

ekonomi yang dimiliki, maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai ekonomi yang dimiliki maka semakin

rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup ekonomi

dan agresivitas memiliki hubungan yang positif. Suryabrata (2005) mengungkapkan

bahwa manusia ekonomi mengejar kekayaan dan dengan itu ingin mencapai apa yang

diinginkan. Jadi manusia ekonomi murni bersifat egosentris. Ketidak puasan apa yang

diperoleh menjadikan remaja seringkali memicu tindakan agresi. Sebab sejalan

dengan sifat kejiwaannya, seorang remaja banyak memerlukan kebutuhan hidup.

Seperti untuk membeli pakaian, alat kosmetik, alat elektronik, kendaraan, dan

hiburan. Padahal, mereka belum memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.

Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai sosial dengan agresivitas.

Dengan demikian dugaan bahwa terdapat korelasi di antara keduanya adalah dugaan

yang benar, maka hipotesis III diterima dan ditunjukkan dengan nilai r = – 0.267

dengan p = 0.013 (p < 0.05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup sosial

yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

Page 19: agresivitas pada remaja

Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai sosial yang dimiliki maka semakin tinggi

agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup sosial dan

agresivitas memiliki hubungan yang positif. Manusia sosial dalam hidupnya

mengutamakan pengabdian kepada kepentingan umum. Manusia yang tergolong

bersikap sosial memiliki kebutuhan akan hidup bersama di antara manusia lain, ingin

mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai tertinggi yang dikerjakan adalah cinta

kepada sesama manusia, baik yang tertuju kepada individu maupun kelompok-

kelompok sosial dimasyarakat luas (Suryabrata, 2005). Remaja yang juga merupakan

makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengontrol, menguasai diri,

serta mendisiplinkan dirinya.

Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara nilai teori dengan

agresivitas. Dengan demikian dugaan bahwa terdapat korelasi di antara keduanya

adalah dugaan yang benar, maka hipotesis IV diterima dan ditunjukkan dengan nilai r

= – 0.363 dengan p = 0.001 (p < 0.01). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai

hidup teori yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh

remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai teori yang dimiliki maka semakin

tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup teori dan

agresivitas memiliki hubungan yang positif. Manusia teori dalam hidupnya banyak

berkaitan dengan kebenaran atau objektivitas. Orang yang berorientasi pada nilai

teoritis, dalam sikap dan perilakunya aspek kognisi mempunyai peranan yang

dominan. Mereka memiliki pendirian yang relatif objektif, senang pada ilmu

pengetahuan dan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Mereka selalu

Page 20: agresivitas pada remaja

mencari kebenaran, mempunyai sifat konsekuen dan tidak senang kepada kekacauan.

(Suryabrata, 2005). Artinya bahwa remaja yang mempunyai nilai teori yang baik

dalam kehidupannya, mereka akan selalu berpikir positif dan logis dalam hidupnya

dan menimbang baik buruknya serta untung ruginya dalam berperilaku.

Tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai politik dengan agresivitas.

Dengan demikian dugaan bahwa ada korelasi diantara keduanya adalah dugaan yang

salah, maka hipotesis V di tolak dan ditunjukkan dengan nilai r = 0.099 dengan p =

0.208 (p > 0.05). Hal ini berarti bahwa nilai hidup politik dan agresivitas tidak

memiliki hubungan yang positif. Tidak adanya hubungan ini disebabkan karena

remaja masih dalam tahap perkembangan. Menurut Hurlock (Ali dan Asrori, 2004),

dalam tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan

perkembangan kognitifnya. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat

membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.

Dalam fase ini remaja dituntut untuk mampu menerima keadaan dirinya,

mengembangkan kemandirian, mengembangkan tanggung jawab pribadi dan sosial,

serta menanamkan nilai-nilai moral dalam dirinya. Artinya bahwa remaja dalam fase

ini masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan serta pencarian identitas diri.

Ada hubungan positif yang signifikan antara nilai estetika dengan

agresivitas. Dengan demikian dugaan bahwa ada korelasi di antara keduanya adalah

dugaan yang benar, maka hipotesis VI diterima dan ditunjukkan dengan nilai r =

0.251 dengan p = 0.018 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi tingkat nilai hidup

estetika yang dimiliki, maka semakin rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

Page 21: agresivitas pada remaja

Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai estetika yang dimiliki maka semakin tinggi

agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Ini berarti bahwa nilai hidup estetika dan

agresivitas memiliki hubungan yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Suryabrata, 2005), yang mengatakan bahwa manusia estetis dalam hidupnya

mementingkan nilai keindahan. Manusia yang bersikap estetik ini menghayati hidup

ini tidak sebagai pemain, tetapi sebagai penonton. Mudah terkena impresi,

menghayati segala kesan yang diterimanya secara pasif. Dia dapat bersikap

ekspresionis yang mewarnai segala kesan yang diterima dengan pandangan subjektif.

Manusia estetik mempunyai pedoman bahwa keindahan dan kesenian memiliki

tempat utama dalam hidupnya. Artinya bahwa remaja yang mempunyai nilai

keindahan yang kuat dalam kehidupannya cenderung mereka berperilaku positif dan

mengedepankan kebaikan.

Page 22: agresivitas pada remaja

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai hidup religi dengan agresivitas.

Semakin tinggi tingkat nilai hidup religi yang dimiliki, maka semakin rendah

agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai

religi yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

2. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara nilai ekonomi dengan

agresivitas. Semakin tinggi tingkat nilai hidup ekonomi yang dimiliki, maka

semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah

tingkat nilai ekonomi yang dimiliki maka semakin rendah agresivitas yang

dimiliki oleh remaja.

3. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai sosial dengan agresivitas.

Semakin tinggi tingkat nilai hidup sosial yang dimiliki, maka semakin rendah

agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai

sosial yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

4. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara nilai teori dengan

agresivitas. Semakin tinggi tingkat nilai hidup teori yang dimiliki, maka semakin

rendah agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

nilai teori yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh

remaja.

Page 23: agresivitas pada remaja

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai politik dengan agresivitas. Hal

ini berarti bahwa nilai hidup politik dan agresivitas tidak memiliki hubungan yang

positif pada remaja.

6. Ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai estetika dengan agresivitas.

Semakin tinggi tingkat nilai hidup estetika yang dimiliki, maka semakin rendah

agresivitas yang dimiliki oleh remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai

estetika yang dimiliki maka semakin tinggi agresivitas yang dimiliki oleh remaja.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disarankan hal-hal

sebagai berikut :

1. Bagi Subjek Penelitian

Bagi subjek penelitian disarankan untuk tetap meningkatkan nilai hidup yang

memberikan sumbangan terhadap perilakunya, terutama penggunaan nilai religi,

nilai sosial dan nilai estetika, hal ini dapat menekan tindakan agresi yang

dilakukan remaja. Remaja dalam pencarian identitas diri hendaknya selalu

berfikir positif dan mempertimbangkan baik-buruknya dalam bertindak. Untuk

meningkatkan nilai-nilai hidup remaja hendaknya mengikuti kegiatan-kegiatan

yang positif seperti kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler dan sebagainya agar

dapat membantu dalam pencarian jati dirinya.

Page 24: agresivitas pada remaja

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti dengan tema yang sama,

disarankan untuk mempertimbangkan variabel-variabel lain yang berhubungan

dengan agresivitas pada remaja. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan

memperluas variabel – variabel yang diperhitungkan dalam penelitian misalnya

interaksi sosial, stres, delingkuensi dan sebagainya.

Page 25: agresivitas pada remaja

DAFTAR PUSTAKA

Adisubroto, D. 1995. Nilai Hidup dan Peranannya dalam Pembangunan serta

Kualitas Sumber Daya Manusia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

___________ . 1987. Orientasi Nilai Orang Jawa Serta Ciri-ciri Kepribadiannya. Disertasi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah mada.

Ali, M. dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Astuti, Y. D. 1996. Hubungan Antara Konsep Diri dan Sikap Agresi Pada Siswa

SMU 17 Di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Azwar, S. 2002 Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Azwar, S. 1999. Skala Penyusunan Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bailey, R. H. 1998. Kekerasan dan Agresi. Jakarta: Tirta Pustaka. Berkowitz, L. 1995. Agresi 1: Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pustaka Binawan

Presindo. Berkowitz, M. W, Mueller, C. W, Schnell, S. V, Padberg, M.T. 1986. Moral

Reasoning and Judgment of Agression. Jurnal of Personality and Social Psychology. Vol 51, No 4 885-891.

Breakwell, G. M. 1998. Mengatasi Perilaku Agresi. Yogyakarta: Kanisius. Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas dan Sikap Agresi Pada Siswa SMU

Bobkri 2 Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Dister, N.S. 1988. Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius. Fudyartanta. 2005. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Zenith Publisher. Gunarsa, S. 1985. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulia.

Page 26: agresivitas pada remaja

KEDAULATAN RAKYAT. 19 September 2003. Menganiaya, Pelajar Diadili. Yogyakarta: hal 6.

Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung, PT. ERESCO.

Mulyana, R. 2004. Pendidikan Nilai. Bandung, VC. ALFABETA. Mu’tadin, Z. 2002. Faktor Penyebab Perilaku Agresi. Http ://www. google.com. Monks, F.J., Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R. 2001. Psikologi Perkembangan,

Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Prihastuti, & Theresiawati, E. N., 2003. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas

dengan Metode Active Coping PTSD. Insan, Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Vol. 5. 157-167.

Sa’ad, H. M. 2003. Perkelahian Pelajar. Yogyakarta: Galang Press. Santoso, F.H. 1994. Hubungan Antara Minat Terhadap Film Kekerasan Di Televisi

Dalam Intensitas Komunikasi Remaja, Orang Tua Dengan Kecenderungan Perilaku Agresif Remaja Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Suryabrata, S. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Syafriman, 2000. Perbedaan Orientasi Nilai dan Perilaku Prososial Antara Orang

Suku Melayu dengan Orang Suku Tionghoa. Tesis (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Tarmudji, T. 2001. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Remaja.

Http ://www. google.com. Tambunan, R. 2001. Perkelahian Pelajar. Http ://www. google.com.

Yuniarto, A. 2003. Studi Tentang Nilai-nilai Budaya Jawa dan Agresivitas Remaja. Jurnal Psikodinamika. Vol. 4. No. 1, 20-30 Tahun 2003.

Page 27: agresivitas pada remaja

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA NILAI HIDUP DENGAN AGRESIVITAS

REMAJA

Oleh:

MOHAMMAD ANWAR SANUSI

H. FUAD NASHORI SUROSO

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2006

Page 28: agresivitas pada remaja

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA NILAI HIDUP DENGAN AGRESIVITAS REMAJA

Telah Disetujui Pada Tanggal

________________________

Dosen Pembimbing Utama

(H. Fuad Nashori Suroso, S.Psi., M.Si., Psi )

Page 29: agresivitas pada remaja

IDENTITAS PENULIS

Nama : Mohammad Anwar Sanusi

Alamat : Kamal Wetan 06/15 Margomulyo Seyegan Sleman Yogyakarta.

No. HP : 081 931 704 933