bab ii landasan teori - repository.bsi.ac.id...6. mengelola tenaga kerja yang beragam,...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Michael Armstrong dalam (Hamali, 2018) Manajemen sumber daya
manusia adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia, yang berdasarkan
empat prinsip dasar. Pertama, sumber daya manusia adalah harta yang paling penting
yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci
bagi keberhasilan organisasi tersebut. Kedua, keberhasilan ini sangat mungkin dicapai
jka peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari
perusahaan tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap
pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis. Ketiga, Kultur dan nilai
perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur
tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang
terbaik. Kultur ini harus ditegakkan, yang berarti bahwa nila organisasi perlu diubah
atau ditegakkan, dan upaya-upaya yang terus-menerus mulai dari puncak, sangat
diperlukan agar kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi. Keempat, manajemen
SDM berhubungan dengan intergrasi menjadikan semua anggota organisasi tersebut
terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Gomes dalam (Hamali, 2018) memberikan pengertian MSDM dalam
dua pengertian utama, yaitu:
1. Manajemen, berasal dari kata kerja bahasa inggris to manage, yang artinya
mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola.
8
2. Sumber Daya Manusia, merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam
organisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Sumber daya yang
terdapat dalam suatu organisasi bisa dikelompokkan atas dua macam, yakni: a)
sumber daya manusia (human resource), dan b) sumber daya non manusia (non-
human resource). Kelompok sumber daya non manusia ini mencangkup modal,
mesin, teknologi, bahan-bahan (material) dan lain-lain.
Menurut Simamora dalam (Sutrisno, 2017), manajemen sumber daya manusia
adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan
pengelolan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.
Sedangkan menurut Desselerd dalam (Sutrisno, 2017), manajemen sumber daya
manusia dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan dan praktik yang
dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek “orang” atau sumber daya
manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan,
pelatihan, pengimbalan, dan penilaian.
2.1.2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Ulrich dan Lake (1990),”Sistem MSDM dapat menjadi sumber
kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan dapat belajar dan
mempergunakan kesempatan untuk peluang baru”. MSDM bertujuan untuk:
1. Memungkinkan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi yang tinggi.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada manusia:
kontribusi, kemampuan, dan kecakapan mereka.
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur
perekrutan dan sleksi “yang teliti” , sistem kompensasi dan insentf yang
bergantung pada kinerja, pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan
yang terkait dengan kebutuhan bisnis.
9
Menurut Becker et al. (1997), tujuan manajemen sumber daya manusia adalah:
1. Mengembangkan praktik manejemen dengan komitmen tinggi yang menyadari
bahwa karyawan adalah stakeholder dalam organisasi yang bernilai dan
membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama.
2. Menciptakan iklim yang hubungan yang produktif dan harmonis dapat
dipertahankan melalui asosiasi antara manejemn dengan karyawan.
3. Mengembangkan lingkungan tempat kerja sama tim dan fleksibilitas dapat
berkembang.
4. Membantu organisasi untuk menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan
stakeholder (pemilik, lembaga atau wakil pemerintah, manajemen, karyawan,
pelanggan, pemasok, dan masyarakat luas).
5. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan apa yang mereka
lakukan dan mereka capai.
6. Mengelola tenaga kerja yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan
kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja, dan aspirasi.
7. Memastikan bahwa kesamaan kesempatan tersedia untuk semua.
8. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada
perhatian untuk karyawan, keadilan, dan transparansi.
9. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan.
2.2. Motivasi Kerja
2.2.1. Pengertian Motivas Kerja
Menurut (Hamali, 2018) Istilah Motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin,
yaitu ‘movere’ yang artinya “menggerakan” (to move). Gray menurut Winardi dalam
(Hamali, 2018) mendefinisikan motivasi sebagai hasil sejumlah proses yang bersifat
10
internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistence dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Rumusan definisi tersebut menanggapi perbincangan yang berlangsung dalam bidang
riset motivasional, tentang mengapa seseorang dapat bersikap motivasional, tentang
mengapa seseorang dapat bersikap antusiasme dan persistence dalam hal
melaksanakan tugas. Salah satu pandangan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan
yang tidak dapat diobservasi (kebutuhan internal) memotivasi perilaku.
Seseorang yang termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya
substansial guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi
tempat seseorang bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya
minumum dalam hal bekerja. Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting
dalam studi tentang kinerja kerja individual. Motivasi bukan satu-satunya determinan
karena masih ada variable-variable yang turut memengaruhnya, seperti:
1. Upaya (kerja) yang dikerahkan;
2. Kemampuan orang yang bersangkutan;
3. Pengalaman (kerja) sebelumnya.
Sedangkan menurut Hersey,et al (Kadarisman, 2017) menyatakan bahwa “the
motivation of people depends on the strenght of their motives. Motives are sometimes
define as need, wants, or impulses within the individual.”Dengan demikian,
membahas motivasi tidak terlepas dari faktor pendorong (motif) mengapa manusia
mau berperilaku, berbuat, dan bertindak. Faktor pendorong ini sering diidentikkan
dengan kebutuhan atau keinginan. Kebutuhan atau keinginan yang dirasakan oleh
setiap pegawai pada dasarnya berbeda-beda. Selain itu, kebutuhan atau keinginan yang
dirasakan pegawai sangat kompleks sifatnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui
11
kebutuhan apa yang diinginkan pegawai, maka pimpinan perlu melakukan survei
terhadap setiap bawahannya.
Dalam (Yani, 2018) Motivasi kerja merupakan salah satu prioritas yang
menjadi perhatian Perusahaan. Perusahaan harus terus menumbuhkan motivasi kerja
karyawannya. Upaya yang bisa dilakukan perusahaan adalah meningkatkan
terpenuhinya berbagai macam kebutuhan hidup baik berbentuk materi maupun non
materi. Terkait dengan pekerjaannya memang sudah menjadi hak karyawan untuk
mendapatkan berbagai kebutuhan yang layak sesuai dengan kontribusi tenaga dan
pikiran yang sudah diberikan kepada perusahaan. Menurut Maslow dalam
(Mangkunegara) mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan karyawan meliputi
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri,
dan kebutuhan aktualisasi diri.
Motivasi kerja memberi energi bagi karyawan untuk melaksanakan pekerjaan
dengan sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan yang inginkan. Untuk itulah
motivasi kerja menjadi bagian penting dalam diri karyawan karena menyebabkan dan
membuat perilakunya untuk mau bekerja lebih bergairah dan tetap konsisten. Motivasi
kerja yang tinggi terlihat dari semangat kerja dan tingkat loyalitas kerja yang dimiliki
karyawan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan aktivitas kerja seperti konsisten untuk
datang dan pulang kerja sesuai jam kerja, selalu berusaha menyelesaikan tugas dengan
tepat waktu, dan memperoleh hasil pekerjaan yang sesuai dengan target yang sudah
ditentukan.
2.2.2. Tujuan Motivasi Kerja
Berkaitan dengan bahasan tentang tujuan motivasi kerja ini, berikut ini
dikemukakan pendapat seorang ahli di bidang manajemen. Syadam (Kadarisman,
2017) mengemukakan sebagai berikut.
12
“Pada hakikatnya tujuan pemberian motivasi kerja kepada para karyawan adalah
untuk: a) mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan; b)
meningkatkan gairah dan semangat kerja; c) meningkatkan disiplin kerja; d)
meningkatkan prestasi kerja; e) meningkatkan rasa tanggung jawab; f) meningkatkan
rasa tanggung jawab; g) meningkatkan produktivitas dan efisiensi; dan h)
menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas, berikut ini dikemukakan tujuan pemberian
motivasi kerja kepada para karyawan adalah untuk mengubah perilaku karyawan
sesuai dengan keinginan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, berikut dapat
dikemukakan bahwa dalam pemberian motivasi, sebenernya terkandung makna bahwa
setiap pegawai perlu diperlakukan dengan segala kelebihan, keterbatasan, dan
kekurangan-kekurangannya. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang pegawai berbuat
atau tidak berbuat bukanlah semata-mata didorong oleh faktor-faktor ratio
(pikiran),tetapi juga kadang-kadang dipengaruhi oleh faktor-faktor (perasaan). Oleh
sebab itu, faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian dalam pemberian motivasi,
supaya motivasi itu betul-betul menjadi tepat sasaran. Jadi perubahan perilaku di sini
adalah perilaku kerja, dalam arti bahwa pemberian motivasi kepada para pegawai, agar
mereka tetap bersedia melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kecakapan yang mereka
miliki.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perhatian serta perlakuan terhadap
unsur kemanusiaan dalam pekerjaan lebih menuntut pemecahan yang tinggi daripada
pengoperasian perangkat-perangkat canggih sekalipun.
Tujuan pemberian motivasi kepada para karyawan berikutnya adalah meningkatkan
displin kerja, hal ini dimaksudkan bahwa disiplin kerja pegawai dapat ditumbuhkan
karena motivasi yang diberikan organisasi atau pimpinan pada diri pegawai tersebut.
13
Menurut (Hasibuan, 2016) Dalam (Eva & Lestari, 2018) mengemukakan beberapa
tujuan pemberian motivasi adalah sebagai berikut:
1. Mendorong gairah dan semangat karyawan
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
4. Mempertahankan loyalitas karyawan dan kestabilan karyawan perusahaan
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan
7. Mendapatkan suasana dan hubungan kerja yang baik
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
2.2.3. Faktor-Faktor Motivasi Kerja
Berkaitan dengan bahasan tentang faktor-faktor motivasi kerja ini, berikut
dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli di bidang manajemen sumber daya
manusia. Saydam (Kadarisman, 2017) mengemukakan sebagai berikut:”motivasi
sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas:
1. Faktor intern yang terdapat pada diri karyawan itu sendiri;
2. Faktor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan.”
Berikut uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor intern yang terdapat pada diri
karyawan itu sendiri misalnya dapat terlihat pada sering resahnya atau bergejolaknya
pegawai. Akhir-akhir ini banyak terjadi pergolakan pegawau diberbagai instansi.
Munculnya kasus unjuk rasa, pemogokan, dan lain-lain. Semua ini telah menunjukkan
14
terjadinya ketidakseimbangan dan ketidakharmonisan hubungan kerja antara
organisasi dengan pegawainya. Selanjutnya, dari sisi lain dapat dikemukakan bahwa
faktor itern yang memengaruhi pemberian motivasi pada seseorang tersebut antara
lain: kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi,
kebutuhan, kelelahan dan kebosanan, dan kepuasan kerja.
Sedangkan menurut Stoner dalam (Syaifuddin, 2018) engungkapkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seorang pegawai. Faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi kerja seorang pegawai diantaranya meliput karakteristik
individu dan karakteristik situasi kerja. Karakteristik individu yang berupa minat yang
tinggi, sikap yang baik serta adanya kebutuhan maka motivasi kerja karyawan juga
akan meningkat. Menurut Peterson dan Plowman dalam (Syaifuddin, 2018:49)
keingian-keinginan seseorang untuk bisa termotivasi adalah:
1. The desire to live, yaitu keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari
setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan dan minum untuk dapat
melanjutkan kehidupannya.
2. The desire for possession, yaitu keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan
keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau
bekerja.
3. The desire for power, yaitu keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan
selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong atau mau bekerja.
4. The desire for recognition, yaitu keinginan terhadap pengakuan merupakan jenis
terkahir dar kebutuhan juga mendorong orang untuk bekerja.
15
2.2.4. Prinsip-prinsip Dalam Motivasi Kerja Pegawai
Menurut (Mangkunegara Anwar Prabu, 2017), terdapat beberapa prinsip dalam
memotivasi kerja pegawai.
1. Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivas kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.
3. Prinsiip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebh mudah
dimotivasi kerjanya.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan
untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
16
2.2.5. Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja
Menurut Ma’at dalam (Syaifuddin, 2018) berpendapat bahwa, “faktor
pendorong yang penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya
kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktvitas dalam bekerja mengandung unsur suatu
kegatan sosial, menghasilkan sesuatu dan pada kahirnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan.”
Dengan adanya motivasi, manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang
harus dipenuhi. Tanpa adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan tidak akan ada
aktivitas manusia dalam bentuk kerja untuk menghasilkan suatu kinerja. Bekerja
merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan di
mana kepuasan tersebut merupakan perpanduan dari hasil usaha dan keinginan
karyawan. Berdasarkan Karyawan yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya.
Menurut Mitchell dalam (Syaifuddin, 2018) seorang peneliti organisasi yang
terkenal, memperkenalkan suatu model konsep yang menjelaskan bagaimana motivasi
mempengaruhi perilaku dan kinerja.
2.2.6. Teknik Memotivasi Kerja Pegawai
Menurut (Mangkunegara Anwar Prabu, 2017), beberapa teknik memotivasi
kerja pegawai, anatara lain dengan sebagai berikut.
1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai
Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku
kerja. Kita tidak akan mungkin dapat memotivasi kerja pegawai tanpa
memperhatikan apa yang dibutuhkannya.
Abraham Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan pegawai sebagai berikut.
17
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik,
bernapas, dan sexual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan ini pemimpin
perlu memberikan gaji yang layak kepada pegawai.
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya,
dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin
perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan, dan
dana pensiun.
c. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam
kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan
mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu
menerima eksistensi/keberadaan pegawai sebagai anggota kelompok kerja,
melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan kerja yang harmonis.
d. Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang
lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh
sewenang-wenang mempelakukan pegawai karena mereka perlu dihormati,
diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan
potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik, dan
berprestasi. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu
memberi kesempatan kepada pegawai bawahan agar mereka dapat
mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar di perusahaan.
Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa orang dewasa (pegawai
bawahan) secara normal harus terpenuhi minimal 85 persen kebutuhan
fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan sosial, 40
persen kebutuhan penghargaan, dan 15 persen kebutuhan aktualisasi diri. Jika
18
tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan mengalami konflik diri,
keluarga, dan bisa juga menjadi penyebab terjadinya konflik kerja. Dengan
demikian, jika kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pemimpin akan
mengalami kesulitan dalam memotivasi kerja pegawai.
2. Teknik komunikasi persuasif
Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik memotivasi kerja
pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara
ekstralogis. Teknis ini dirumuskan:”AIDDAS”
A = Attention (Perhatian)
I = Interest (Minat)
D = Desire (Hasrat)
D = Decision (Keputusan)
A = Action (Aksi/Tindakan)
S = Satisfaction (Kepuasan)
Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian kepada
pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat
pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka
hasratnya menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan
kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan
demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas
terhadap hasil kerjanya.
2.2.7. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi
Menurut Pemberian motivasi kepada para karyawan merupakan kewajiban para
pemimpin, agar para karyawan tersebut dapat lebih meningkatkan volume dan mutu
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Untuk itu, seorang pimpinaan perlu
19
memerhatikan hal-hal berikut agar pemberian motivasi dapat berhasil seperti yang
diharapkan, yaitu:
1. Memahami perilaku bawahan.
Pimpinan harus dapat memahami perilaku bawahan, artinya seseorang pimpinn
dalam tugas keseluruhan hendaknya dapat memerhatikan, mengamati perilaku
para bawahan masing-masing. Dengan memahami perilaku mereka akan lebih
memudahkan tugasnya memberi motivasi kerja. Di sini seorang pimpinan dituntut
mengenal seseorang, karena tidak ada orang yang mempunyai perilaku yang
sama.
2. Harus berbuat dan berperilaku realistis.
Seorang pimpinan mengetahui bahwa kemampuan para bawahan tidak sama,
sehingga dapat memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan
mereka masing-masing. Dalam memberi motivasi, bawahan harus menggunakan
pertimbangan-pertimbangan yang logis dan dapat dilakukan oleh bawahan.
3. Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda.
Tingkat kebutuhan setiap orang tidak sama disebabkan karena adannya
kecenderungan, keinginan, perasaan, dan harapan yang berbeda antara satu orang
dengan orang lain pada waktu yang sama.
4. Mampu menggunakan keahlian.
Seorang pimpinan yang dikehendaki dapat menjadi pelopor dalam setiap hal.
Diharapkan lebih menguasai seluk-beluk pekerjaan, mempunyai kiat sendiri
dalam menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang dihadapi bawahan dalam
melaksanakan tugas.
Untuk itu, mereka dituntut dapat menggunakan keahliannya:
a. Menciptakan iklim kerja yang menyenangkan;
20
b. Memberikan penghargaan dan pujian bagi yang berprestasi dan membimbing
yang belum berprestasi;
c. Membagi tugas sesuai dengan kemampuan para bawahan;
d. Memberi umpan balik tentang hasil pekerjaan; dan
e. Memberi kesempatan kepada bawahan untuk maju dan berkreativitas.
5. Pemberian motivasi harus mengacu pada orang.
Pemberian motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi dan bukan
untuk pimpinan sendiri. Seorang pimpinan harus memperlakukan seorang
bawahan sebagai bawahan, bukan sebagai diri sendiri yang sedang mempunyai
kesadaran tinggi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu,
motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan berbuar
sesuai dengan apa yang diinginkan pimpinan.
6. Harus dapat memberi keteladanan.
Keteladanan merupakan guru yang terbaik, tidak guna seribu kata bila perbuatan
seseorang tidak menggambarkan perbuatannya. Orang tidak menaruh hormat dan
simpati pada pimpinannya yang hanya pandai berkata tetapi tidak dapat berbuat
seperti apa yang dikatakannya. Keteladanan merupakan contoh nyata yang dapat
dilihat, disaksikan oleh seorang bawahan. Dengan keteladanan seorang pimpinan,
bawahan akan dapat termotivasi bagaimana cara bekerja dengan baik, berkata,
dan berbuat yang baik. Jangan diharapkan bawahan akan termotivasi bila
pimpinan selalu mengatakan hal-hal yang bertantangan dengan nasihat dan
ucapan yang selalu disampaikannya. Oleh sebab itu, dalam motivasi bawahan
faktor contoh dan keteladanan ini memegang peranan penting. Bila pimpinan
tidak ingin bawahannya merokok di ruang ber-AC. Dengan demikian, suatu
21
pemberian motivasi dapat diberikan tidak melalui kata-kaata tetapi dengan sikap
yang baik.
2.2.8. Pendekatan-pendekatan Teori Motivasi
Menurut (Hasibuan,2001) dalam (Priatno, 2014) Pengelompokkan atau
klasifikasi teori-teori motivasi ada tiga kelompok yaitu:
1. Teori Kepuasan Proses (Process Theory) yang memfokuskan pada apanya
motivasi.
2. Teori Motivasi Proses (Motivation Theory) yang memusatkan pada
bagaimananya motivasi.
3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitikberatkan pada cara
dimana perilaku dipelajari.
Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow adalah salah satu teori motivasi
yang dihubungkan dengan 3 (tiga), atas dasar sebagai berikut :
1. Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih
banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya
tiba.
2. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.
3. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang atau hierarkhi, yakni dimulai
dari tingkat kebutuhan yang terendah physiological, safety and security,
affiliation or acceptance, esteem or status dan terakhir self actualization.
2.2.9. Dimensi Motivasi Kerja
Menurut (Mangkunegara, 2013) Dalam (Widiyanti, Susilowati, Retnowulan, &
Wahyudi, 2019) mengemukakan Ada lima dimensi motivasi kerja yaitu:
22
1. Fisiologis, yaitu kebutuhan akan makan, minum, perlindungan fisik, bernapas,
dan sexual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar.
Pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada pegawai.
2. Rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, dan lingkungan
kerja. Pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan,
perumahan, dan dana pensiun.
3. Sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit
kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Pemimpin perlu
menerima eksistensi/keberadaan pegawai sebagai anggota kelompok kerja,
melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan kerja yang harmonis.
4. Harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang lain. Pemimpin
tidak boleh sewenang-wenang memperlakukan pegawai karena mereka perlu
dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya.
Aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi,
mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik dan prestasi. Pemimpin perlu
memberi kesempatan kepada pegawai bawahan agar merasa dapat mengaktulisasikan
diri secara baik dan wajar di perusahaan.
2.2.10. Model-Model dan Proses Motivasi
Model-model motivasi kerja menurut Hasibuan (2010:100) Dalam
(Kurniasari, 2018), yakni:
1. Model Tradisional
Mengemukakkan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah bekerjannya
meningkat dilakukan dengan sistem insentif yaitu memberikan insentif materiil
kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka semakin
23
banyak balas jasa yang diterimanya. Jadi memotivasi bawahan untuk
mendapatkan insentif (uang atau barang) saja.
2. Model Hubungan Manusia
Mengemukakkan bahwa untuk memotivasi bawahannya supaya gairah
bekerjanya meningkat, dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan
membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya karyawan
mendapatkan beberapa kebebasan membuat keputusan dan krativitas dalam
melakukan pekerjaannya. Dengan memperhati-kan kebutuhan materiil dan
nonmaterial karyawan, maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula.
3. Model Sumber Daya manusia
Mengemukakkan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya
uang atau barang atau keinginan akan kepuasan saja, tetapi juga kebutuhan akan
pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini karyawan cenderung
memperoleh kepuasan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.