bab ii landasan teori 2.1 stres kerja 2.1.1 pengertian...

19
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Dalam suatu kesempatan Chaplin (dalam Kartono, 2001) mengatakan bahwa stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Sementara itu Anaroga (2005) menyebutkan segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Selanjutnya, Anoraga (2005) ketidak mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Stres secara umum oleh Davis (dalam Nipsaniasri, 2004) didefinisikan sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang, dan stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan individu tidak dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan baik. Definisi stres menurut Faules & Pace (dalam Mulyana, 2001) merupakan penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu. Selanjutnya Heerdjan (dalam Tawarka et al, 2004) menguraikan bahwa stres dapat digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.

Upload: nguyenngoc

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Stres Kerja

2.1.1 Pengertian Stres

Dalam suatu kesempatan Chaplin (dalam Kartono, 2001) mengatakan

bahwa stres merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun

psikologis. Sementara itu Anaroga (2005) menyebutkan segala macam bentuk

stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian manusia akan

keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Selanjutnya, Anoraga (2005) ketidak

mampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi,

konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres. Stres

secara umum oleh Davis (dalam Nipsaniasri, 2004) didefinisikan sebagai suatu

kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik

seseorang, dan stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan individu

tidak dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dengan baik.

Definisi stres menurut Faules & Pace (dalam Mulyana, 2001) merupakan

penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas

suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu.

Selanjutnya Heerdjan (dalam Tawarka et al, 2004) menguraikan bahwa stres dapat

digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan

muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam

menyesuaikan diri.

2

Sementara itu Looker et al (dalam Setiawati, 2004) membagi pengertian

stres menjadi dua, yaitu:

a. Distressful

Ini adalah aspek buruk dari stres. Bagi seseorang disstres dapat menyebut

di antaranya menjadi sakit kepala, gangguan pencernaan, sering masuk

angin, nyeri punggung dan leher, dan hubungan-hubungan yang tidak

bahagia. Bagi perusahaan dan organisasi, dapat dilihat dalam konteks

makna jumlah kemangkiran, kehilangan produktivitas, kinerja yang buruk,

kecelakaan, penurunan kreativitas, dan kurang inovasi.

b. Eusstresful

Dilain pihak, sebagian orang menggambarkan stres sebagai pengalaman

yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan menggetarkan.

Mereka merasa benar-benar mampu menangani tuntutan-tuntutan yang

mereka hadapi dan dengan sengaja menempatkan diri mereka ke dalam

situasi-situasi yang menentang yang sekarang dapat mereka atasi.

Menyelesaikan tugas-tugas yang menarik dan menarik dan merangsang,

menjadi kreatif dan produktif, mencapai tujuan-tujuan dan hasrat-hasrat

dan berpartisipasi dalam pertandingan olahraga dapat menjadi kesenangan-

kesenangan dari stres. Di sini stres bekerja untuk meningkatkan kinerja.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan

bahwa stres adalah perasaan tertekan ketika menghadapi suatu peristiwa tertentu.

Sehingga mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik seseorang.

3

2.1.2 Pengertian Stres Kerja

Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang

dialami oleh karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Mangkunegara, 2005).

Mangkunegara (2005) mengatakan stres kerja ini tampak dari siptom (gejala-

gejala) antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit

tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan

darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Menurut Ray (dalam Mulyana, 1998) stres yang berkaitan dengan

pekerjaan secara ajeg menunjukkan bahwa stres menimbulkan pengaruh yang

merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Pada

umumnya, stres pada pekerja terjadi karena interaksi pekerja dengan pekerjaan

atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan penolakan diri sehingga terjadi

penyimpangan secara fungsional. Dengan kata lain, stres merujuk pada kondisi

internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang

mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis (Miner dalam Effendi, 2005),

atau label untuk gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas,

ketidaknyamanan atau hal lain yang sejenis (Niven dalam Effendi, 2005).

Secara lebih tegas Manuaba (dalam Tarwaka et al, 2004) memberikan

definisi sebagai berikut: stres adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh

manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang

dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari

menurunnya kesehatan sampai pada dideritanya suatu penyakit. Selamjutnya Smet

(dalam Effendi, 2005) secara spesifik menjelaskan bahwa stres kerja sebagai suatu

4

kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja,

sehingga menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi

dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, atau sosial. Jika stres kerja terus

berlangsung bukan hanya individu yang mengalami penyakit, organisasipun dapat

memiliki apa yang dinamakan penyakit organisasi (Jacinta dalam Nipsaniasri,

2004).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan

bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara

individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang

merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada

karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi

(Jacinta dalam Nipsari, 2004)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan

bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang disebabkan oleh transaksi antara

individu dan lingkungan pekerjaan sehingga menimbulkan pengaruh yang

merusak dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani pekerja. Jika stres pada

karyawan terus-menerus terjadi dapat pula menyebabkan penyakit organisasi.

2.1.3 Aspek-Aspek Stres Kerja

Selanjutnya Michell (dalam Adininggar, 2005) mengemukakan ada

beberapa gejala yang tampak sebagai akibat dari stres yang terbagi dalam 5 aspek:

a. Aspek subjektif: seperti kecemasan, apati, kelelahan, depresi, gelisah,

mudah marah dan rendahnya harga diri.

5

b. Aspek perilaku: seperti perilaku yang impulsive, penggunaan obat-obatan,

kurang gairah dan gelisah.

c. Aspek kognitif: seperti buruknya pemrosesan informasi, kehilangan

memori dan kebimbangan.

d. Aspek fisiologis: seperti meningkatnya kadar gula darah, meningkatnya

denyut jantung, meningkatnya tekanan darah, berkeringat dan sesak napas.

e. Aspek organisasi: seperti absensi, turn over, keluhan dan tingginya

kecelakaan.

Rasimin (1988) mengemukakan bahwa aspek-aspek stres dapat dibagi

menjadi:

a. Gejala subyektif (perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang

mengalaminya) yaitu perasaan gelisah, agresif, lesu, muram, lelah,

merasakan kecewa yang amat sangat, kehilangan kesabaran, merasa harga

diri rendah, merasa terpencil.

b. Gelaja perilaku (perilaku yang ditampilkan oleh individu sebagai akibat

dari stres) yaitu mudah terkena kecelakaan, penyalah gunaan obat, emosi

yang gampang meledak, makan berlebihan, minum atau merokok secara

berlebihan.

c. Gejala kognitif yaitu individu tidak mampu mengambil keputusan dengan

baik, tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.

d. Gejala fisiologis yaitu kadar gula dalam darah naik, mulut terasa kering,

biji mata membesar.

6

e. Gejala keorganisasian yaitu suka membolos pada jam kerja, produktivitas

rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, selalu merasa tidak puas,

keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi menurun.

Menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003) ada

beberapa gejala dari stres kerja yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu gelaja

psikologis, gejala psikis, dan perilaku:

a. Aspek psikologis yang terdiri dari kecemasan, memendam masalah,

komunikasi tidak efektif, mengurung dan menarik diri, kebosanan,

ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual,

kehilangan daya konsentrasi, kehilangan semangat hidup dan menurunnya

harga diri dan rasa percaya diri.

b. Aspek fisik yaitu meningkatnya detak jantung dan tekanan darah,

gangguan lambung, mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian,

gangguan kordiavaskuler, gangguan pernafasan, sering berkeringat,

gangguan pada kulit, kepala pusing, migraine, ketegangan otot dan

problem tidur.

c. Aspek perilaku yang tampak dari menunda atau menghindari pekerjaan,

meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,

meningkatnya agresifitas dan kriminalitas, penurunan hubungan

interpersonal dengan keluarga dan teman, dan kecenderungan bunuh diri.

Aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005; Rini, 2003)

aspek yang dijelaskan adalah: aspek psikologis, aspek psikis, dan aspek perilaku.

Dimana aspek-aspek tersebut dijabarkan secara jelas. Sehingga dalam penelitian

7

ini menggunakan aspek menurut Beehr dan Newman (dalam Artiningsih, 2005;

Rini, 2003) tersebut.

2.1.3 Faktor Penyebab Stres Kerja

Mangkunegara (2005) mengatakan penyebab stres kerja antara lain adalah

beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas

pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, autoritas kerja yang

tidak memadai yang berhubungan dengan tanggungjawab, konflik kerja,

perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam kerja.

Kaitannya dengan tugas-tugas pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi

penyebab stres kemungkinan besar lebih spesifik (Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng,

2004). Clark & Wantoro (dalam Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004)

pengelompokan penyebab stres (stresor) ditempat kerja menjadi tiga kategori

yaitu stresor fisik, psikofisik dan psikologis. Kaitannya dengan tugas-tugas dan

pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stres kemungkinan besar

lebih spesifik. Selanjutnya Cartwright et.al. (1995) mencoba memilah-milah

penyebab stres akibat kerja menjadi 6 faktor penyebab yaitu:

a. Faktor intrinsik pekerjaan.

Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan di mana sangat potensial

menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan yang

buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja

yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab, dll),

stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang

8

perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan

beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi baru, pembebanan

berlebih dan adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll.

b. Faktor peran individu dalam organisasi kerja.

Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan

lebih memberikan stres yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik.

c. Faktor hubungan kerja.

Cooper & Payne (dalam Cartwright et.al. 1995) hubungan baik antara

karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab

terjadinya stres. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak

nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya

stres akibat kerja. Tuntutan tugas yang mengharuskan seorang tenaga kerja

bekerja dalam tempat terisolasi, sehingga tidak dapat berkomunikasi

dengan pekerja lain (seperti: operator telepon, penjaga mercu suar, dll)

juga merupakan pembangkit terjadinya stres.

d. Faktor pengembangan karier.

Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan karier

mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stres.

Menurut Wantoro (dalam Cartwright et.al. 1995) faktor pengembangan

karier yang dapat menjadi pemicu stres adalah a) ketidakpastian pekerjaan

seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja dll. b) promosi

berlebihan atau kurang: promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai

9

dengan kemampuan individu akan menyebabkan stres bagi yang

bersangkutan atau sebaliknya bahwa seorang merasa tidak pernah

dipromosikan sesuai dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stres.

e. Faktor struktur organisasi dan suasana kerja.

Penyebab stres yang berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana

kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model menejemen yang

dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, kurangnya

pendekatan partisipasipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya

komunikasi daan kebijaksanaan kantor. Selain itu sering kali pemilihan

dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat

menyebabkan stres.

f. Faktor di luar pekerjaan.

Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat

berpengaruh terhadap stresor yang diterima, konflik yang diterima oleh

dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain.

Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas

juga merupakan faktor penyebab timbulnya stres yang kemungkinan besar

masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.

Apapun bentuk reaksi tubuh terhadap stresor yang diterimanya akan

menimbulkan dampak negatif berupa stres yang dapat merugikan. Dan secara

pasti bahwa hampir semua orang telah mengalami stres dalam kehidupannya. Hal

terpenting adalah bagaimana kita dapat mengenali, mencegah, mengelola dan

10

mengendalikan stres agar kita tetap dapat berpenampilan dan berprestasi dengan

baik dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.

2.2 Produktivitas Kerja

2.2.1 Pengertian Produktivitas

Produktivitas adalah bandingan (rasio) antara hasil (keluaran) dengan

masukan (pengorbanan). Produktivitas dikatakan meningkat apabila angka rasio

itu makin besar (Sastrowinoto, 1985). Pheasant (dalam Tarwaka et al, 2004)

mengatakan konsep umum dari produktivitas adalah suatu perbandingan antara

keluaran (output) dan masukan (input) persatuan waktu, produktivitas dapat

dikatakan meningkat apabila:

a. Jumlah produksi atau keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber

daya yang sama.

b. Jumlah produksi keluaran sama meningkat dengan jumlah masukan

sumber daya kecil.

c. Produksi atau keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber

daya yang relative kecil.

Teguh (2006) berpendapat produktivitas merupakan salah satu faktor

kunci untuk mendorong vitalitas dan pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

Selanjutnya, pada tingkat nasional manfaat yang diperoleh dari peningkatan

produktivitas meliputi tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Ia pun

menyatakan pertumbuhan ekonomi mempunyai korelasi yang positif dengan

pertumbuhan usaha di negara yang bersangkutan. Sehingga apabila pertumbuhan

11

ekonomi pada suatu negara meningkat, maka pertumbuhan usaha pada negara

tersebut akan meningkat, begitu pula sebaliknya.

2.2.2 Pengertian Produktivitas Kerja

Hadipranata (1997) menambah bahwa produktivitas kerja secara lebih

spesifik dilihat dari sudut sumber daya manusianya, sebagai efisiensi masukan

(input) dengan efektivitas pengeluaran (output) yang memperhatikan kepuasan

kerja karyawan, karena karyawan adalah tenaga kerja insane, bukan robot/tenaga

kerja lainnya. Revianto (1985) mengatakan bahwa produktivitas kerja merupakan

suatu konsep yang menunjukkan bahwa adanya kaitan antara hasil kerja dengan

waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.

Berdasarkan beberapa pengertian produktivitas kerja diatas maka,

produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil kerja dengan masukan kerja

per satuan waktu.

2.2.3 Aspek-aspek Produktivitas Kerja

Menurut Sinungan (dalam Trinar, 2006) menjelaskan bahwa produktivitas

mengandung 3 aspek yaitu:

a. Jumlah produksi yang dicapai menunjukkan kemampuan berproduksi

setiap pekerja. Apabila jumlah produksi yang dihasilkan tinggi maka

kemampuan tiap pekerja juga tinggi.

b. Jenis pekerjan atau posisi jabatan menunjukkan peran karyawan dalam

hasil produksi. Hasil dari produksi dapat menunjukkan.

12

c. Jangka waktu menunujukkan waktu tertentu pekerja dapat menghasilkan

dalam jumlah waktu tertentu pekerja. Jangka waktu tertentu yang

digunakan dalam melakukan proses produksi akan menunjukkan tingkat

produksi yang dihasilkan, dilihat dari hasil yang terproduksi.

Siagian (2002) mengatakan kepemimpinan memainkan peranan yang

dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya meningkatkan

produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada

tingkat organisasi, selanjutnya produktivitas kerja tidak hanya disoroti dari sudut

pandang produktivitas tenaga kerja pelaksana berbagai kegiatan operasional (yang

pada umumnya bersifat teknis) akan tetapi juga dari produktivitas kelompok kerja

dan bahkan juga produktivitas manajerial. Dalam penelitian ini fungsi-fungsi

manajemen dibagi menjadi 5 fungsi dimana fungsi-fungsi manajemen tersebut

dijadikan aspek produktivitas kerja, yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan yang tepat akan mempermudah pelaksanan berbagai kegiatan

yang efisien dan efektif dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.

Dalam perencanaan dibutuhkan penentuan tujuan, pengambilan keputusan,

dan merumuskan menentukan strategi.

b. Pengorganisasian

Pengguanaan struktur dan tipe yang tepat akan sangat berguna dalam

meningkatkan produktivitas kerja seluruh komponen organisasi. Winardi

(2002) menyatakan dalam pengorganisasian dibutuhkan penentuan

13

pekerjaan-pekerjaan yang harus diisi, menunjukkan jumlah orang yang

diperlukan, menunjukkan keterampilan yang harus dimiliki.

c. Penanganan sumber daya manusia.

Penanganan sumber daya manusia manajemen mampu mengarahkan

bawahan, membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan, dan

mengembangkan moril yang baik agar bawahan bersedia bekerja dengan

baik.

d. Pengawasan

Secara implisit pengawasan merupakan alat yang ampuh untuk

meningkatkan produktivitas. Di dalam pengawasan manajemen mengamati

dan memantau berbagai fungsi, aktivitas, dan kegiatan organisasi,

melakukan tindakan korektif, dan mengubah perilaku disfungsional

menyimpang.

e. Penilaian

Manajemen harus mampu melakukan penilaian kepada seluruh proses

manajemen, hasil penilaian yang didapatkan digunakan sebagai masukan

di masa depan, dan menggunakan sistem dan proses manajemen yang

lebih baik dan efektif dimasa depan.

Sementara itu Meier (dalam Trinar 2006) mengatakan untuk memudahkan

pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

14

a. Pekerjaan produksi

Secara kuantitatif, seseorang dapat membuat sesuatu standart yang

obyektif. Hasil produksi dapat langsung dihitung dan mutunya dapat

dinilai melalui pengujian hasil.

b. Pekerjaan non produksi

Penentuan sukses atau tidaknya seseorang di dalam tugas, biasanya didapat

melalui pertimbangan subyektif (human judgement) ada beberapa cara

untuk menilai, yaitu dengan penilaian (rating) oleh atasan, rating oleh

teman sekerja (peer rating), serta penilaian diri sendiri oleh karyawan (self

rating).

Aspek produktivitas kerja menurut Siagian (2002) menjelaskan ada tiga

aspek yang dijelaskan: perencanaan, pengorganisasian, penanganan sumber daya

manusia, pengawasan, penilaian. Aspek menurut Siagian (2002) digunakan dalam

penelitian ini.

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi Produktivitas Kerja

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas

kerja. Soedirman (1986) dan Tarwaka (1991) merinci faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi produktivitas kerja secara umum.

15

a. Motivasi

Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang

ke arah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki

untuk mencapainya.

b. Kedisiplinan

Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah

laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau

ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang

berlaku.

c. Etos kerja

Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas. Karena etos

kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan

suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik

dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.

d. Keterampilan

Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat

menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap

individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu

pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) terutama dalam perubahan tehnologi

mutakhir.

16

e. Pendidikan

Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur

pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan tehnologi

hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang handal.

Di samping faktor tersebut diatas, Manuaba (1992) mengemukakan bahwa

faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas.

Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-

betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.

2.3 Hubungan antara Stres Kerja dengan Produktivitas Kerja pada

Karyawan CV. Mahkota Mulya Mandiri Jepara

Anoraga (2005) mengatakan tugas manajer untuk mengatur bawahan

memang terjadi indikasi prestasi, tetapi yang memberikan apresiasi (dan

rekomendasi promosi) bukan bawahan tetapi para atasan. Selanjutnya seseorang

dengan jabatan eksekutif (dalam penelitian ini pengertian eksekutif disama artikan

dengan manajer) terbiasa dan sangat akrab dengan berbagai macam persoalan

yang bersumber dari tugas yang dibebankan kepadanya. Anoraga (2005)

mengatakan dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia akan

cenderung mengalami stres. De Vries (dalam Hidayat, 2003) stres yang berlebihan

sering disebabkan oleh ketidak seimbangan dalam kehidupan kita.

17

Produktivitas organisasi berasal dari sumbangan prestasi para pekerja

yang bekerja secara serius dengan menggunakan sumber daya manusia seminim

mungkin. Pada umumnya bagi manajemen, produktivitas adalah sesuatu yang ada

hubungan langsung dengan sasaran-sasaran organisasi, hingga produktivitas

adalah kuantitas dan kualits tertentu dikaitkan dengan efisiensi pada tingkat

tertentu. Stres akan muncul, dan pada gilirannya perasaan tidak puas akan sedikit

banyak mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja. Timbulnya perasaan

kecewa dan tekanan jiwa (stres) bagi seseorang yang mengalaminya akan

menurunkaan produktivitas kerjanya. Manuaba (dalam Tawaka et al, 2004)

mengatakan dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres tersebut

akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi, dan produktivitas kerja

yang bersangkutan. Looker et al (dalam setiawati, 2004) mengatakan industri dan

perdagangan telah melihat bagaimana distres dapat mempengaruhi produktivitas

dan keuntungan.

Sementara itu Siagian (2002) mengatakan sumber daya manusia

merupakan elemen yang paling strategi dalam organisasi, dan harus diakui dan

diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin

dilakukan oleh manusia. Sebaliknya sumber daya manusia yang dapat menjadi

penyebab pemborosan dan inefisiensi dalam berbagai bentuknya. Karena itu

memberikan perhatian kepada unsur manusia marupakan salah satu tuntutan

dalaam keseluruhan upaya meningkatkan produktivitas kerja.

18

2.4 Hasil-hasil Penelitian yang Terkait

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2008) untuk

mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel stress kerja

dengan produktivitas kerja. Dikatakan bahwa hasil penelitiannya yaitu hubungan

variabel stres kerja terhadap produktivitas kerja diperoleh sebesar 0,078 berarti

variabel stres kerja ada hubungannya dengan produktivitas kerja sebesar 7,8 %

sedangkan sisanya 92,2 % hubungan dari faktor lain. Dari hasil ini dapat dilihat

bahwa stres kerja hanya sedikit ada hubungannya dengan produktivitas kerja.

Sedangkan faktor lainnya yang besar mempengaruhi produktivitas kerja.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2006)

dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

stress kerja dengan produktivitas tenaga kerja wanita bagian linting PT Gendong

Gotri Semarang. Dari hasil penelitian ini dikatakan bahwa ada hubungan yang

cukup kuat antara dua variabel. Koefisien korelasi mempunyai tanda negatif yang

berarti semakin tinggi stres kerja maka produktivitas tenaga kerja semakin rendah.

Demikian sebaliknya makin rendah stres kerja, maka produktivitas tenaga kerja

semakin tinggi.

Namun Tregoe (Timpe, 1992) mengadakan riset untuk menemukan

penyebab penurunan produktivitas dan bagaimana cara mengubah kecenderungan

ini. Disimpulkan bahwa hampir 85% dari berbagai faktor yang mempengaruhi

produktivitas adalah interen organisasi. Empat per lima dari faktor-faktor intern

ini dapat diubah oleh tindakan-tindakan eksekutif dan manajerial, sementara satu

19

per limanya dipengaruhi oleh pekerja. Disini dapat dilihat bahwa pekerja atau

karyawan hanya kecil mempengaruhi produktivitas. Termasuk didalamnya stres

kerja pada karyawan yang hanya sedikit mempengaruhi produktivitas kerja.

2.5 Hipotesis

Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara stres kerja dengan

produktivitas kerja pada karyawan CV. Mahkota Mulya Mandiri Jepara.