bab ii landasan teori 2.1 proyek konstruksi

14
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proyek yang melibatkan banyak pihak dan terjadi banyak proses yang kompleks sehingga setiap proyek unik adanya (Santoso, 2004). Sedangkan pengertian proyek konstruksi menurut Ervianto (2005) adalah satu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengelola sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Pada umumnya, proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan pembangunan fisik, yang dilaksanakan oleh kontraktor. Padahal proyek konstruksi sebenarnya sudah dimulai sejak timbulnya gagasan/ide dari pemilik proyek untuk membangun, yang kemudian proses selanjutnya akan melibatkan dan dipengaruhi oleh berbagai unsur seperti konsultan, kontraktor, termasuk pemiliknya sendiri. Proses pembangunan proyek kontruksi gedung pada umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan konstruksi ini merupakan penyumbang angka kecelakaan yang cukup tinggi. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja yang sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja yang bersangkutan bahkan dapat menelan korban jiwa. 2.1.1 Manajemen Proyek Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges), keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas proyek untuk memenuhi kebutuhan proyek (PMBOK, 2004). Menurut Wulfram I. Ervianto (2004), Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian

Upload: others

Post on 02-Apr-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proyek yang melibatkan banyak

pihak dan terjadi banyak proses yang kompleks sehingga setiap proyek unik adanya

(Santoso, 2004). Sedangkan pengertian proyek konstruksi menurut Ervianto (2005)

adalah satu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya

berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang

mengelola sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa

bangunan.

Pada umumnya, proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses

pelaksanaan pembangunan fisik, yang dilaksanakan oleh kontraktor. Padahal

proyek konstruksi sebenarnya sudah dimulai sejak timbulnya gagasan/ide dari

pemilik proyek untuk membangun, yang kemudian proses selanjutnya akan

melibatkan dan dipengaruhi oleh berbagai unsur seperti konsultan, kontraktor,

termasuk pemiliknya sendiri.

Proses pembangunan proyek kontruksi gedung pada umumnya merupakan

kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya, maka tidak dapat dipungkiri

bahwa pekerjaan konstruksi ini merupakan penyumbang angka kecelakaan yang

cukup tinggi. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja yang

sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja yang bersangkutan bahkan

dapat menelan korban jiwa.

2.1.1 Manajemen Proyek

Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges),

keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas proyek

untuk memenuhi kebutuhan proyek (PMBOK, 2004). Menurut Wulfram I. Ervianto

(2004), Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian

6

dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya proyek

untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat

mutu. Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi

manpower, material, machines, money, method.

Dengan kata lain, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen proyek

adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang

terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan

yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya,

mutu dan waktu, serta keselamatan kerja (Husen, 2011).

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Suma’mur (2005), keselamatan kerja adalah rangkaian usaha

untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang

bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Keselamatan kerja merupakan sarana

untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.

Adapun menurut wayne (2008) keselamatan adalah perlindungan karyawan

dari cedera yang disebabkan oeh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Keselamatan kerja adalah upaya mengurangi tingkat kecelakaan yang tidak

diharapkan saat melakukan pekerjaan pada lingkungan perusahaan. Keselamatan

kerja bersasaran disegala tempat kerja, baik di darat di dalam tanah di permukaan

air maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan tugas dari semua orang yang

bekerja.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian

dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian

risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang

aman, efisien dan produktif. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

7

yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan

secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan

kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Keselamatan dan

Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya

pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

2.2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penerapan SMK3 bertujuan

untuk:

a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan Kesehatan kerja yang

terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi.

b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan

melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat

buruh.

c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong

produktivitas.

2.2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi:

1. Penetapan kebijakan K3

Penetapan kebijakan K3 dilakukan oleh pengusaha, dalam menyusun

kebijakan tersebut harus memuat:

8

a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:

- Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.

- Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang

lebih baik.

- Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.

- Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang

berkaitan dengan keselamatan.

- Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.

b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus.

c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat

buruh.

Dalam menetapkan kebijakan K3 hendaknya memuat poin-poin berikut ini:

a. Visi,

b. Tujuan perusahaan,

c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan,

d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara

menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.

2. Perencanaan K3

Perencanaan yang dilakukan harus mengacu pada kebijakan K3 yang sudah

ditetapkan sesuai dengan poin sebelumnya, berikut hal-hal yang perlu

dipertimbangkan saat menyusun rencana K3:

a. Hasil penelaahan awal,

b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko,

c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya,

d. Sumber daya yang dimiliki.

Dalam menetapkan rencana K3 harus memuat:

a. Tujuan dan sasaran

b. Skala prioritas

9

c. Upaya pengendalian bahaya

d. Penetapan sumber daya

e. Jangka waktu pelaksanaan

f. Indikator pencapaian

g. Sistem pertanggungjawaban

3. Pelaksanaan rencana K3

Dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia

(SDM) di bidang K3, prasarana dan sarana. Sumber daya manusia yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan rencana K3 harus memiliki:

a. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.

b. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi

dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang.

Prasarana dan sarana setidaknya terdiri dari:

a. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3

b. Anggaran yang memadai

c. Prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta pendokumentasian

d. Instruksi kerja.

Dalam melaksanankan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam

pemenuhan persyaratan K3 paling sedikit meliputi:

a. Tindakan pengendalian

b. Perancangan (design) dan rekayasa

c. Prosedur dan instruksi kerja

d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan

e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa

f. Produk akhir

g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industry

h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.

10

Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus melakukan:

a. Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan

kewenangan di bidang K3

b. Melibatkan seluruh pekerja/buruh

c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang

lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait

d. Membuat prosedur informasi

Prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3

dikomunikasikan kepada semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar

perusahaan.

e. Membuat prosedur pelaporan

- Terjadinya kecelakaan di tempat kerja

- Ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau

standar

- Kinerja K3

- Identifikasi sumber bahaya

- Yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan.

- Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3

- Indikator kinerja K3

- Izin kerja

- Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko

- Kegiatan pelatihan K3

- Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan

- Catatan pemantauan data

- Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut

- Identifikasi produk termasuk komposisinya

- Informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan k. audit dan peninjauan

ulang SMK3.

11

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3

Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian,

pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang

kompeten. Apabila perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan

pemantauan dan evaluasi kinerja K3 maka dapat menggunakan jasa pihak lain.

Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha dan

digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan. Pelaksanaan pemantauan dan

evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan/atau standar.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3

Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, dan evaluasi. Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan

dan peningkatan kinerja. Perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilaksanakan

dalam hal:

a. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan

b. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar

c. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan

d. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan

e. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi

f. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja

g. adanya pelaporan dan/atau adanya masukan dari pekerja/buruh.

2.3 Penilaian SMK3

Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang

ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan. Untuk perusahaan yang

memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian penerapan SMK3 sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penilaian yang dilakukan melalui Audit SMK3 meliputi:

a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen

b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3

c. pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak

12

d. pengendalian dokumen

e. pembelian dan pengendalian produk

f. keamanan bekerja berdasarkan SMK3

g. standar pemantauan

h. pelaporan dan perbaikan kekurangan

i. pengelolaan material dan perpindahannya

j. pengumpulan dan penggunaan data

k. pemeriksaan SMK3

l. pengembangan keterampilan dan kemampuan.

2.3.1 Penetapan Kriteria audit Tiap Tingkat Pencapaian Penerapan SMK3

Pelaksanaan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan penerapan SMK3

yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

a. Penilaian Tingkat awal

Penilaian penerapan SMK3 terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria.

b. Penilaian Tingkat Transisi

Penilaian penerapan SMK3 terhadap 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.

c. Penilaian Tingkat Lanjutan

Penilaian penerapan SMK3 terhadap 166 (seratus enam puluh enam)

kriteria.

Elemen kriteria pada penerapan SMK3 terdiri dari:

a. Pembangunan dan pemeliharaam komitmen

b. Strategi pendokumentasian

c. Peninjauan ulang desain dan kontrak

d. Pengendalian dokumen

e. Pembelian

f. Keamanan bekerja berdasarakan SMK3

g. Standar pemantauan

h. Pelaporan dan perbaikan

13

i. Pengelolaan material dan perpindahannya

j. Pengumpulan dan penggunaan jasa

k. Audit SMK3

l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan SMK3 menggunakan

metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

1. Metode kuantitatif dipakai untuk mengetahui banyaknya jumlah responden yang

terdapat dalam susunan kriteria. Pengolahan data melalui metode ini terdapat

dalam 2 tahap yaitu:

a. Pemindahan data

Data yang sudah diberi kode maka dipindahkan ke dalam bentuk tabel.

b. Penyajian data

Penyajian data yang dipakai dalam bentuk angka berupa tabel .

Untuk setiap kriteria dihitung persentasenya dengan cara menjumlahkan

poin elemen yang menyatakan 5 = Sangat Setuju (SS), 4 = Setuju (S), 3 = Ragu-

ragu (R), 2 = Tidak Setuju (TS), 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Sehingga didapatlah

persentase masing-masing untuk 5 kriteria tersebut yang dituangkan dalam bentuk

tabel.

2. Metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui pelaksanaan penerapan SMK3

serta faktor penyebab kertidaksempurnaan penerapannya. Pengertian dari

deskriptif adalah penggambaran terhadap suatu permasalahan, sedangkan

kualitatif ialah cara penyajian terhadap suatu permasalahan. Maka dari itu

metode deskriptif kualitatif dalam penulisan tugas akhir ini ialah

menggambarkan kegiatan dan pengelolaan SMK3 pada proyek ini secara

sederhana dan menyeluruh.

14

Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:

1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian

penerapan kurang.

2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian

penerapan baik.

3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian

penerapan memuaskan.

Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3, juga

dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut

sifatnya dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu:

1. Kategori Kritikal

Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian.

2. Kategori Mayor

a. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3

c. Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi.

3. Kategori Minor

Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-

undangan, standar, pedoman, dan acuan lainnya.

2.3.2 Statistical Program for Social Science (SPSS)

Penelitian ini menggunakan program aplikasi computer SPSS untuk

mengolah dan menganalisis uji validitas dan reabilitas kuisioner.

2.3.2.1 Uji Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Uji validitas diartikan sebagai pengujian untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Validitas suatu instrumen akan menggambarkan tingkat kemampuan alat ukur yang

digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok

15

pengukuran. Dengan demikian permasalahan instrumen (kuisioner) akan

menunjukan pada mampu tidaknya instrumen (kuisioner) tersebut mengukur objek

yang diukur. Apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang diukur maka

disebut valid, sebaliknya apabila tidak mampu mengukur apa yang diukur maka

dinyatakan tidak valid.

Penelitian ini menggunakan uji validitas isi dan validitas tampang. Validitas

isi menunjukkan bahwa aitem-aitem yang dimaksudkan untuk mengukur sebuah

konsep, memberikan kesan mampu mengungkap konsep yang hendak di ukur

(Sekaran, 2006). Validitas tampang merupakan Validitas tampang adalah validitas

yang paling rendah signifikannya karena hanya didasarkan pada penilaian format

penampilan tes dan kesesuaian konteks aitem dengan tujuan ukur tes. Apabila

penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa

yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi

(Azwar, 2003).

Alasan peneliti menggunakan validitas isi karena pengukuran dan penilaian

skala didasarkan pada kisi-kisi pencapaian skala yang telah ditentukan. Uji validitas

diuji oleh ahli sehingga disebut dengan expert judgement. Peneliti memilih dua

orang ahli sebagai validator instrumen dalam penelitian ini yaitu dosen

pembimbing. Pemilihan kedua ahli tersebut didasari oleh keahlian yang dimiliki

oleh ahli pada bidangnya masing-masing. Kedua dosen pembimbing sebagai ahli

atau validator penelitian ini adalah ahli konstruk, ahli isi atau materi, dan ahli

bahasa. Validitas tampang (face validty) dilakukan dengan meminta pendapat

dosen lain untuk dilakukan uji keterbacaan dan melihat pemahaman subjek

terhadap kalimat yang digunakan dalam menyusun item-item pada alat ukur

tersebut.

Rumus Validitas:

R htiung > R tabel = VALID

R hitung < R tabel = TIDAK VALID

16

b. Uji Reliabilitas

Tujuan dari uji reabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi dan stabilitas

angket. Dengan demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil yang sama

meskipun digunakan berkali-kali baik peneliti yang sama maupun peneliti yang

berbeda. Rumus Reliabilitas:

Alpha > R tabel = KONSISTEN

Alpha < R tabel = TIDAK KONSISTEN

R Tabel didapatkan dengan mengetahui N = Jumlah Narasumber kemudian

di distribusikan pada tabel distribusi nilai R tabel siginifikan 5%.

2.3.2.2 Analisis Faktor

Menurut Malhotra (2006: 288) menyatakan analisis faktor adalah

sekelompok prosedur atau metode yang dipakai untuk mengurangi atau meringkas

data. Dalam analisis faktor tidak dibedakan antara variabel dependen dan variabel

independen. Seluruh variabel atau faktor yang akan diteliti mempunyai hubungan

yang saling tergantung. Dengan demikian analisis faktor merupakan suatu bentuk

teknik saling bergantung (independent tecnigue) yaitu teknik statistic multivariate

di mana variabel-variabel yang diuji mempunyai hubungan yang saling tergantung

dengan tujuan utamanya adalah menentukan satu atau beberapa variabel yang

diyakini sebagai sumber yang dilandasi seperangkat variabel nyata.

Menurut Maholtra (2006: 291-301) langkah-langkah analisis faktor sebagai

berikut:

1) Memformulasikan/Merumuskan Masalah

Masalah dirumuskan denagan pendekatan kerangka pemikiran analisis yang

didasarkan oleh teori-teori atau publikasi-publikasi ilmiah sehingga variabel-

variabel yang diteliti dapat ditentukan.

2) Korelasi Matrik dan Uji Independensi

Pada tahap ini setelah data terkumpul diolah dengan computer, akan

diperoleh koefisien korelasi antar variabel sehingga membentuk matrik korelasi

17

dengan variabel lain yang dikeluarkan dari analisis. Di samping itu pada tahap ini

sekaligus dapat diketahui variabel yang memiliki multi kolonieritas, dengan

koefisisen korelasi lebih tinggi dari 0,8, sehingga bila hal ini terjadi maka variabel

tersebut dijadikan satu atau dipilih salah satu untuk dianalisis lebih lanjut.

3) Menetapkan Metode Analisis Faktor

Dalam hal ini penentuan analisis faktor dilakukan dengan teknik principal

component analysis. Pada langkah ini kan diketahui sejumlah faktor yang mewakili

seperangkat variabel yang dianalisa Berdasarkan nilai Eigen Value serta prosentase

varian total. Meskipun semua variebel dikelompokkan secara apriori ke dalam

beberapa faktor namun demikian untuk tujuan analisis dan interpretasi lebih lanjut

maka pengelompokan kembali dilakukan berdasarkan analisa principal component

analysis. Dengan demikian faktor yang layak mewakili sekelompok variabel

minimal harus memiliki nilai Eigen Value dama dengan satu (1,00).

Bila matrik faktor mula-mula masih sulit untuk diinterpretasikan maka akan

dilakukan rotasi faktor, untuk memperjelas dan mempertegas masing maisng faktor

dalam setiap faktor sehingga lebih mudah untuk diinterprestasikan.

Dengan memperhatikan nilai Eigen Value, prosentase varian dan faktor

loading serta matrik faktor, kita dapat menentukan pengelompokan variabel

tersebut sebagai suatu faktor.

a) Menyeleksi/Menentukan variabel Surragate.

b) Surragate variabel merupakan variabel yang dikenal sebagai variabel

yang layak mewakili setiap faktor cara menentukan tertinggi.

Untuk menguji model yang digunakana tepat atau tidak, digunakan penguji

model analisis dengan melihat besarnya prosentase korelasi residual >5% atau

>10%. Semakin tinggi nilai prosentase tersebut akan semakin tidak layak

kemampuan model dalam menjelaskan data yang ada.

4) Menentukan Jumlah Faktor

Jumlah fakror yang harus diekstrasi dapat ditentukan secara priori atau

berdasarkan nilai eigen value, plot scree, presentase varians, keandalan bagi dua

atau uji signifikansi.

18

5) Merotasi Faktor

Suatu output penting dari analisis faktor adalah matriks faktor yang disebut

juga matriks pola faktor. Matriks faktor berisi koefisien yang digunakan untuk

menyatakan variable-variable standarisasi dalam faktor tersebut. Suatu koefisien

muatan faktor mewakili korelasi antar faktor dengan variable-variable. Rotasi

faktor diperlukan untuk menformulasikan matriks faktor menjadi sebuah faktor

yang lebih sederhana.

6) Menafsirkan Faktor

Menafsirkan faktor dilakukan dengan mengidentifikasi variable variable

yang mempunyai muatan yang besar pada faktor yang sama. Faktor ini dapat

ditafsirkan menurut variable variable yang memberi muatan yang tinggi pada faktor

tersebut.

7) Menghitng skor Faktor Skor

Skor faktor dapat dihitung untuk setiap responden. Alternatif lainya variable

variable pengganti, bias dipilih untuk masing-masing faktor sebuah variable dengan

muatan tertinggi atau dengan muatan mendekati muatan tertinggi.

8) Memilih variable variable pengganti

Pemilihan variable pengganti meliputi pemilihan beberapa variable asal

untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Dengan menguji matriks faktor kita

dapat memilih setiap faktor variable muatan tertinggi atas faktor tersebut.

9) Menentukan model fit

Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah penentuan sebuah keseuaian

model. Asumsi dasar yang mendasari analisis faktor adalah bahwa korelasi

pengamatan antar variable dapat disebabkan oleh faktor faktor biasa. Perbedaan

antara korelasi pengamatan dengan korelasi hasil reproduksi dapat diuji untuk

menentukan kesesuaian model.