Download - BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyek Konstruksi
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proyek yang melibatkan banyak
pihak dan terjadi banyak proses yang kompleks sehingga setiap proyek unik adanya
(Santoso, 2004). Sedangkan pengertian proyek konstruksi menurut Ervianto (2005)
adalah satu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya
berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang
mengelola sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa
bangunan.
Pada umumnya, proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses
pelaksanaan pembangunan fisik, yang dilaksanakan oleh kontraktor. Padahal
proyek konstruksi sebenarnya sudah dimulai sejak timbulnya gagasan/ide dari
pemilik proyek untuk membangun, yang kemudian proses selanjutnya akan
melibatkan dan dipengaruhi oleh berbagai unsur seperti konsultan, kontraktor,
termasuk pemiliknya sendiri.
Proses pembangunan proyek kontruksi gedung pada umumnya merupakan
kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya, maka tidak dapat dipungkiri
bahwa pekerjaan konstruksi ini merupakan penyumbang angka kecelakaan yang
cukup tinggi. Banyaknya kasus kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja yang
sangat merugikan banyak pihak terutama tenaga kerja yang bersangkutan bahkan
dapat menelan korban jiwa.
2.1.1 Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah aplikasi pengetahuan (knowledges),
keterampilan (skills), alat (tools) dan teknik (techniques) dalam aktivitas proyek
untuk memenuhi kebutuhan proyek (PMBOK, 2004). Menurut Wulfram I. Ervianto
(2004), Manajemen Proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian
6
dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) sampai selesainya proyek
untuk menjamin bahwa proyek dilaksanakan tepat waktu, tepat biaya, dan tepat
mutu. Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat dikelompokkan menjadi
manpower, material, machines, money, method.
Dengan kata lain, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen proyek
adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan, cara teknis yang
terbaik dan dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan
yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya,
mutu dan waktu, serta keselamatan kerja (Husen, 2011).
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Suma’mur (2005), keselamatan kerja adalah rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Keselamatan kerja merupakan sarana
untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Adapun menurut wayne (2008) keselamatan adalah perlindungan karyawan
dari cedera yang disebabkan oeh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Keselamatan kerja adalah upaya mengurangi tingkat kecelakaan yang tidak
diharapkan saat melakukan pekerjaan pada lingkungan perusahaan. Keselamatan
kerja bersasaran disegala tempat kerja, baik di darat di dalam tanah di permukaan
air maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan tugas dari semua orang yang
bekerja.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7
yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
2.2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penerapan SMK3 bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan Kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
2.2.3 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3
Penetapan kebijakan K3 dilakukan oleh pengusaha, dalam menyusun
kebijakan tersebut harus memuat:
8
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
- Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.
- Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang
lebih baik.
- Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.
- Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan.
- Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus.
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
Dalam menetapkan kebijakan K3 hendaknya memuat poin-poin berikut ini:
a. Visi,
b. Tujuan perusahaan,
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan,
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
2. Perencanaan K3
Perencanaan yang dilakukan harus mengacu pada kebijakan K3 yang sudah
ditetapkan sesuai dengan poin sebelumnya, berikut hal-hal yang perlu
dipertimbangkan saat menyusun rencana K3:
a. Hasil penelaahan awal,
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko,
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya,
d. Sumber daya yang dimiliki.
Dalam menetapkan rencana K3 harus memuat:
a. Tujuan dan sasaran
b. Skala prioritas
9
c. Upaya pengendalian bahaya
d. Penetapan sumber daya
e. Jangka waktu pelaksanaan
f. Indikator pencapaian
g. Sistem pertanggungjawaban
3. Pelaksanaan rencana K3
Dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia
(SDM) di bidang K3, prasarana dan sarana. Sumber daya manusia yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan rencana K3 harus memiliki:
a. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.
b. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi
dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang.
Prasarana dan sarana setidaknya terdiri dari:
a. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3
b. Anggaran yang memadai
c. Prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta pendokumentasian
d. Instruksi kerja.
Dalam melaksanankan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam
pemenuhan persyaratan K3 paling sedikit meliputi:
a. Tindakan pengendalian
b. Perancangan (design) dan rekayasa
c. Prosedur dan instruksi kerja
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f. Produk akhir
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industry
h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.
10
Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus melakukan:
a. Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan
kewenangan di bidang K3
b. Melibatkan seluruh pekerja/buruh
c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang
lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait
d. Membuat prosedur informasi
Prosedur informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3
dikomunikasikan kepada semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar
perusahaan.
e. Membuat prosedur pelaporan
- Terjadinya kecelakaan di tempat kerja
- Ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau
standar
- Kinerja K3
- Identifikasi sumber bahaya
- Yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan.
- Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3
- Indikator kinerja K3
- Izin kerja
- Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko
- Kegiatan pelatihan K3
- Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan
- Catatan pemantauan data
- Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut
- Identifikasi produk termasuk komposisinya
- Informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan k. audit dan peninjauan
ulang SMK3.
11
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 melalui pemeriksaan, pengujian,
pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang
kompeten. Apabila perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan
pemantauan dan evaluasi kinerja K3 maka dapat menggunakan jasa pihak lain.
Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha dan
digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan. Pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau standar.
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Peninjauan dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi. Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan
dan peningkatan kinerja. Perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilaksanakan
dalam hal:
a. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan
b. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
c. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan
d. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan
e. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi
f. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
g. adanya pelaporan dan/atau adanya masukan dari pekerja/buruh.
2.3 Penilaian SMK3
Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang
ditunjuk oleh Menteri atas permohonan perusahaan. Untuk perusahaan yang
memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian penerapan SMK3 sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian yang dilakukan melalui Audit SMK3 meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen
b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
c. pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
12
d. pengendalian dokumen
e. pembelian dan pengendalian produk
f. keamanan bekerja berdasarkan SMK3
g. standar pemantauan
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan
i. pengelolaan material dan perpindahannya
j. pengumpulan dan penggunaan data
k. pemeriksaan SMK3
l. pengembangan keterampilan dan kemampuan.
2.3.1 Penetapan Kriteria audit Tiap Tingkat Pencapaian Penerapan SMK3
Pelaksanaan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan penerapan SMK3
yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Penilaian Tingkat awal
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria.
b. Penilaian Tingkat Transisi
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 122 (seratus dua puluh dua) kriteria.
c. Penilaian Tingkat Lanjutan
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 166 (seratus enam puluh enam)
kriteria.
Elemen kriteria pada penerapan SMK3 terdiri dari:
a. Pembangunan dan pemeliharaam komitmen
b. Strategi pendokumentasian
c. Peninjauan ulang desain dan kontrak
d. Pengendalian dokumen
e. Pembelian
f. Keamanan bekerja berdasarakan SMK3
g. Standar pemantauan
h. Pelaporan dan perbaikan
13
i. Pengelolaan material dan perpindahannya
j. Pengumpulan dan penggunaan jasa
k. Audit SMK3
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan SMK3 menggunakan
metode kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
1. Metode kuantitatif dipakai untuk mengetahui banyaknya jumlah responden yang
terdapat dalam susunan kriteria. Pengolahan data melalui metode ini terdapat
dalam 2 tahap yaitu:
a. Pemindahan data
Data yang sudah diberi kode maka dipindahkan ke dalam bentuk tabel.
b. Penyajian data
Penyajian data yang dipakai dalam bentuk angka berupa tabel .
Untuk setiap kriteria dihitung persentasenya dengan cara menjumlahkan
poin elemen yang menyatakan 5 = Sangat Setuju (SS), 4 = Setuju (S), 3 = Ragu-
ragu (R), 2 = Tidak Setuju (TS), 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) Sehingga didapatlah
persentase masing-masing untuk 5 kriteria tersebut yang dituangkan dalam bentuk
tabel.
2. Metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui pelaksanaan penerapan SMK3
serta faktor penyebab kertidaksempurnaan penerapannya. Pengertian dari
deskriptif adalah penggambaran terhadap suatu permasalahan, sedangkan
kualitatif ialah cara penyajian terhadap suatu permasalahan. Maka dari itu
metode deskriptif kualitatif dalam penulisan tugas akhir ini ialah
menggambarkan kegiatan dan pengelolaan SMK3 pada proyek ini secara
sederhana dan menyeluruh.
14
Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian
penerapan kurang.
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian
penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian
penerapan memuaskan.
Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3, juga
dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut
sifatnya dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
1. Kategori Kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian.
2. Kategori Mayor
a. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3
c. Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi.
3. Kategori Minor
Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-
undangan, standar, pedoman, dan acuan lainnya.
2.3.2 Statistical Program for Social Science (SPSS)
Penelitian ini menggunakan program aplikasi computer SPSS untuk
mengolah dan menganalisis uji validitas dan reabilitas kuisioner.
2.3.2.1 Uji Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Uji validitas diartikan sebagai pengujian untuk mengetahui sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Validitas suatu instrumen akan menggambarkan tingkat kemampuan alat ukur yang
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok
15
pengukuran. Dengan demikian permasalahan instrumen (kuisioner) akan
menunjukan pada mampu tidaknya instrumen (kuisioner) tersebut mengukur objek
yang diukur. Apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang diukur maka
disebut valid, sebaliknya apabila tidak mampu mengukur apa yang diukur maka
dinyatakan tidak valid.
Penelitian ini menggunakan uji validitas isi dan validitas tampang. Validitas
isi menunjukkan bahwa aitem-aitem yang dimaksudkan untuk mengukur sebuah
konsep, memberikan kesan mampu mengungkap konsep yang hendak di ukur
(Sekaran, 2006). Validitas tampang merupakan Validitas tampang adalah validitas
yang paling rendah signifikannya karena hanya didasarkan pada penilaian format
penampilan tes dan kesesuaian konteks aitem dengan tujuan ukur tes. Apabila
penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa
yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi
(Azwar, 2003).
Alasan peneliti menggunakan validitas isi karena pengukuran dan penilaian
skala didasarkan pada kisi-kisi pencapaian skala yang telah ditentukan. Uji validitas
diuji oleh ahli sehingga disebut dengan expert judgement. Peneliti memilih dua
orang ahli sebagai validator instrumen dalam penelitian ini yaitu dosen
pembimbing. Pemilihan kedua ahli tersebut didasari oleh keahlian yang dimiliki
oleh ahli pada bidangnya masing-masing. Kedua dosen pembimbing sebagai ahli
atau validator penelitian ini adalah ahli konstruk, ahli isi atau materi, dan ahli
bahasa. Validitas tampang (face validty) dilakukan dengan meminta pendapat
dosen lain untuk dilakukan uji keterbacaan dan melihat pemahaman subjek
terhadap kalimat yang digunakan dalam menyusun item-item pada alat ukur
tersebut.
Rumus Validitas:
R htiung > R tabel = VALID
R hitung < R tabel = TIDAK VALID
16
b. Uji Reliabilitas
Tujuan dari uji reabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi dan stabilitas
angket. Dengan demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil yang sama
meskipun digunakan berkali-kali baik peneliti yang sama maupun peneliti yang
berbeda. Rumus Reliabilitas:
Alpha > R tabel = KONSISTEN
Alpha < R tabel = TIDAK KONSISTEN
R Tabel didapatkan dengan mengetahui N = Jumlah Narasumber kemudian
di distribusikan pada tabel distribusi nilai R tabel siginifikan 5%.
2.3.2.2 Analisis Faktor
Menurut Malhotra (2006: 288) menyatakan analisis faktor adalah
sekelompok prosedur atau metode yang dipakai untuk mengurangi atau meringkas
data. Dalam analisis faktor tidak dibedakan antara variabel dependen dan variabel
independen. Seluruh variabel atau faktor yang akan diteliti mempunyai hubungan
yang saling tergantung. Dengan demikian analisis faktor merupakan suatu bentuk
teknik saling bergantung (independent tecnigue) yaitu teknik statistic multivariate
di mana variabel-variabel yang diuji mempunyai hubungan yang saling tergantung
dengan tujuan utamanya adalah menentukan satu atau beberapa variabel yang
diyakini sebagai sumber yang dilandasi seperangkat variabel nyata.
Menurut Maholtra (2006: 291-301) langkah-langkah analisis faktor sebagai
berikut:
1) Memformulasikan/Merumuskan Masalah
Masalah dirumuskan denagan pendekatan kerangka pemikiran analisis yang
didasarkan oleh teori-teori atau publikasi-publikasi ilmiah sehingga variabel-
variabel yang diteliti dapat ditentukan.
2) Korelasi Matrik dan Uji Independensi
Pada tahap ini setelah data terkumpul diolah dengan computer, akan
diperoleh koefisien korelasi antar variabel sehingga membentuk matrik korelasi
17
dengan variabel lain yang dikeluarkan dari analisis. Di samping itu pada tahap ini
sekaligus dapat diketahui variabel yang memiliki multi kolonieritas, dengan
koefisisen korelasi lebih tinggi dari 0,8, sehingga bila hal ini terjadi maka variabel
tersebut dijadikan satu atau dipilih salah satu untuk dianalisis lebih lanjut.
3) Menetapkan Metode Analisis Faktor
Dalam hal ini penentuan analisis faktor dilakukan dengan teknik principal
component analysis. Pada langkah ini kan diketahui sejumlah faktor yang mewakili
seperangkat variabel yang dianalisa Berdasarkan nilai Eigen Value serta prosentase
varian total. Meskipun semua variebel dikelompokkan secara apriori ke dalam
beberapa faktor namun demikian untuk tujuan analisis dan interpretasi lebih lanjut
maka pengelompokan kembali dilakukan berdasarkan analisa principal component
analysis. Dengan demikian faktor yang layak mewakili sekelompok variabel
minimal harus memiliki nilai Eigen Value dama dengan satu (1,00).
Bila matrik faktor mula-mula masih sulit untuk diinterpretasikan maka akan
dilakukan rotasi faktor, untuk memperjelas dan mempertegas masing maisng faktor
dalam setiap faktor sehingga lebih mudah untuk diinterprestasikan.
Dengan memperhatikan nilai Eigen Value, prosentase varian dan faktor
loading serta matrik faktor, kita dapat menentukan pengelompokan variabel
tersebut sebagai suatu faktor.
a) Menyeleksi/Menentukan variabel Surragate.
b) Surragate variabel merupakan variabel yang dikenal sebagai variabel
yang layak mewakili setiap faktor cara menentukan tertinggi.
Untuk menguji model yang digunakana tepat atau tidak, digunakan penguji
model analisis dengan melihat besarnya prosentase korelasi residual >5% atau
>10%. Semakin tinggi nilai prosentase tersebut akan semakin tidak layak
kemampuan model dalam menjelaskan data yang ada.
4) Menentukan Jumlah Faktor
Jumlah fakror yang harus diekstrasi dapat ditentukan secara priori atau
berdasarkan nilai eigen value, plot scree, presentase varians, keandalan bagi dua
atau uji signifikansi.
18
5) Merotasi Faktor
Suatu output penting dari analisis faktor adalah matriks faktor yang disebut
juga matriks pola faktor. Matriks faktor berisi koefisien yang digunakan untuk
menyatakan variable-variable standarisasi dalam faktor tersebut. Suatu koefisien
muatan faktor mewakili korelasi antar faktor dengan variable-variable. Rotasi
faktor diperlukan untuk menformulasikan matriks faktor menjadi sebuah faktor
yang lebih sederhana.
6) Menafsirkan Faktor
Menafsirkan faktor dilakukan dengan mengidentifikasi variable variable
yang mempunyai muatan yang besar pada faktor yang sama. Faktor ini dapat
ditafsirkan menurut variable variable yang memberi muatan yang tinggi pada faktor
tersebut.
7) Menghitng skor Faktor Skor
Skor faktor dapat dihitung untuk setiap responden. Alternatif lainya variable
variable pengganti, bias dipilih untuk masing-masing faktor sebuah variable dengan
muatan tertinggi atau dengan muatan mendekati muatan tertinggi.
8) Memilih variable variable pengganti
Pemilihan variable pengganti meliputi pemilihan beberapa variable asal
untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Dengan menguji matriks faktor kita
dapat memilih setiap faktor variable muatan tertinggi atas faktor tersebut.
9) Menentukan model fit
Langkah terakhir dalam analisis faktor adalah penentuan sebuah keseuaian
model. Asumsi dasar yang mendasari analisis faktor adalah bahwa korelasi
pengamatan antar variable dapat disebabkan oleh faktor faktor biasa. Perbedaan
antara korelasi pengamatan dengan korelasi hasil reproduksi dapat diuji untuk
menentukan kesesuaian model.