2. landasan teori 2.1. perencanaan · biaya proyek bergantung dari perencanaan proyek (yang &...
TRANSCRIPT
Universitas Kristen Petra
5
2. LANDASAN TEORI
2.1. Perencanaan
Tahap perencanaan proyek memegang peranan yang sangat penting
dalam proyek konstruksi. Perancangan dan perencanaan merupakan tahap awal
dari proyek konstruksi yang berpengaruh sangat besar dan signifikan terhadap
sukses proyek (Gibson et al., 1995) karena sebagian besar keputusan strategis dan
biaya proyek bergantung dari perencanaan proyek (Yang & Lin, 1998).
2.1.1 Definisi
Definisi perencanaan dalam proyek konstruksi menurut beberapa ahli :
• Penerapan metode ilmiah untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah
informasi yang relevan dengan perencanaan untuk mencapai sasaran dan
tujuan perencanaan yaitu menghasilkan perencanaan yang optimal dan
berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen (Merrit, 1986)
• Proses untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin untuk menghasilkan
hasil desain yang optimal ditinjau dari kualitas dan penggunaan biaya proyek
yang efektif untuk kepuasan pemilik (Ahmad et al, 2002).
Secara umum perencanaan proyek konstruksi dapat didefinisikan sebagai
proses berkesinambungan untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi
penting yang kemudian diolah untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang
berkualitas dan handal dalam rangka pengambilan keputusan yang lebih baik.
2.1.2 Peranan Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan proyek memegang peranan yang sangat penting
karena sebagian besar keputusan strategis dan biaya proyek bergantung dari
perencanaan proyek. Menurut Mc George (1988), biaya desain berkisar 2% - 10%
dari total biaya proyek, tetapi perencanaan merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi biaya proyek secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan
konsep yang menunjukkan pengaruh perubahan desain terhadap biaya konstruksi
Universitas Kristen Petra
6
(ability to influence concept) seperti terlihat pada Gambar 2.1 dimana kurva yang
berlabel pengaruh menggambarkan kemampuan untuk mempengaruhi hasil
proyek dalam siklus proyek. Dari Gambar 2.1 dapat disimpulkan bahwa pada
tahap perencaanan lebih mudah untuk mempengaruhi hasil proyek dengan biaya
yang masih relatif kecil karena belum direalisasikan secara fisik. Sedangkan pada
fase konstruksi perubahan terhadap desain walaupun kecil mempunyai pengaruh
yang besar terhadap biaya proyek yang dikeluarkan (Gibson et al., 1995).
Gambar 2.1. Ability to influence concept (Gibson et al., 1995)
Proses perencanaan sangat rumit dan kompleks karena tidak dihasilkan
oleh salah satu pihak saja tetapi oleh tim perencana (A/E), dimana kinerja salah
satu pihak akan mempengaruhi kinerja tim perencana secara keseluruhan.
Walaupun demikian kepuasan pemilik tetap menjadi target dalam usaha semua
pihak yang terlibat dalam proyek. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran dan
Biaya Pengaruh
Total B
iaya Proyek
Kem
ampu
an d
alam
Mem
peng
aruh
i Bia
ya
Pengaruh Tinggi Pengaruh Rendah
Pengeluaran Rendah Pengeluaran Tinggi
Konstruksi Perencanaan & Desain
100%
0%
Pengaruh Biaya
2-10 % 70-100%
85-95% 10-25%
Universitas Kristen Petra
7
kerjasama dalam tim perencana yaitu perencana arsitektur, struktur, mekanikal
dan elektrikal. Karena banyaknya pihak yang terlibat maka peranan komunikasi
yang baik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk
menunjang efektifitas tim pada tahap perencanan proyek seperti terlihat pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Karakteristik tim yang efektif (Tucker et al., 1997)
Technical Success
Ability to predict trends
On time, on budget performance
Committed, result oriented
Innovative, creative
Concern for quality
Willingness to change
Membership self development
Mutual trust
Good team spirit
Good communication
Capacity to solve conflict
High involvement, high energy
High need for achivement
Effective organizational
interface
The Effective
Team
Task/ Result oriented
characteristic
People orientedcharacteristic
Universitas Kristen Petra
8
2.1.3 Tahap-Tahap Perencanaan
Tahap awal dari siklus proyek konstruksi adalah tahap perancangan dan
perencanaan. Secara umum tahap perencanaan dibagi menjadi tiga tahap yaitu
tahap masukan perencanaan, proses perencanaan, dan tahap keluaran perencanaan
seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Tahapan Perencanaan Proyek (Schoonmaker, 1997)
2.1.3.1 Tahap Masukan Perencanaan
Tahap masukan perencanaan merupakan tahap awal dari tahap
perencanaan yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
yang dibutuhkan dalam perencanaan. Informasi yang dibutuhkan meliputi
kebutuhan, ide, gagasan, dan tujuan dari pemilik.
Peran pokok dari tahap masukan perencanaan adalah:
• Alat untuk mengkomunikasikan gagasan/ide desain dan tujuan dari pihak
pemilik kepada tim perencana.
• Proses pembelajaran antara pihak pemilik dan tim perencana untuk
mendefinisikan dan mengembangkan tujuan (objective) proyek.
• Dasar pengambilan keputusan dalam perencanaan
Tahap ini merupakan tahap yang sangat vital karena hasil dari tahap ini menjadi
landasan/dasar untuk tahap berikutnya. Hasil dari tahap masukan perencanaan
adalah dokumen yang menjelaskan tujuan dari pihak pemilik dari segi fungsi,
waktu, biaya, dan kualitas (RIBA, 1980) yang biasanya disebut dengan Term of
Reference (TOR). Menurut Cornick (1991), tahap masukan perencanaan disebut
dengan briefing phase.
Tahap Keluaran Perencanaan
KebutuhanPemilik Proyek
SpesifikasiGambar Kerja
Aktivitas Perencanaan
Tahap Masukan Perencanaan
Term of Reference (TOR)
Proses Perencanaan
Konsep dan AlternatifPerencanaan
Universitas Kristen Petra
9
Kunci sukses dari tahap masukan perencanaan ini adalah komunikasi
yang efektif antara pihak pemilik dengan konsultan perencana sehingga semua
informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan disampaikan dengan jelas dan
akurat dengan cara meminimalisasi hambatan dalam komuniksi.
2.1.3.2 Proses Perencanaan
Proses perencanaan ini dimulai dari penyusunan konsep perencanaan
oleh tim perencana yang terdiri dari perencana arsitek, struktur dan M/E dimana
tim perencana menentukan kebutuhan pemilik proyek yang merupakan dasar
tindak lanjut dari tahap masukan perencanaan. Menurut Schooonmaker (1997),
penyusunan konsep perencanaan dalam hal ini harus memperhatikan persyaratan-
persyaratan sebagai berikut:
• Masukan perencanaan (TOR) yang merupakan acuan perencanaan
• Data teknis dari lokasi proyek yang akan dibangun
• Kondisi sarana dan prasarana yang ada disekitar lokasi proyek
• Peraturan pemerintah (pusat maupun daerah) yang berkaitan dengan proyek
yang akan dibangun
• Standar-standar teknik yang terkait dengan proyek, misalnya standar peraturan
beton, standar peraturan baja, standar keamanan bangunan, dan lain-lain
• Lingkungan hidup disekitar lokasi proyek.
Setelah menyusun konsep perencanaan, perencana menyusun beberapa
alternatif perencanaan sesuai dengan konsep perencanaan yang dipilih. Faktor-
faktor yang dipertimbangkan dalam penyusunan alternatif perencanaan:
• Persyaratan luas, organisasi ruang, serta sirkulasi udara dalam gedung
• Sistem konstruksi, bahan bangunan, jenis material dan komponen bangunan.
• Sistem operasi dan perawatan bangunan.
Kunci sukses dari tahap perencanaan ini adalah komunikasi yang efektif
antar konsultan perencana baik perencana arsitektur, struktur dan M/E sehingga
konsep perencanaan yang dihasilkan sesuai dengan tujuan dan harapan pemilik.
Oleh karena itu diperlukan suatu sistem koordinasi yang efisien dan efektif untuk
mentransfer informasi yang diperlukan oleh masing-masing perencana dimana
setiap perubahan yang terjadi harus diinformasikan secara cepat dan tepat.
Universitas Kristen Petra
10
2.1.3.3. Tahap Keluaran Perencanaan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari tahap perencanaan dimana tahap
ini bertujuan untuk menterjemahkan konsep dan alternatif perencanaan yang telah
dibuat ke dalam dokumen perencanaan yang berupa spesifikasi dan gambar kerja.
Dokumen ini nantinya akan digunakan dalam proses tender dan fase
konstruksi agar dapat di terapkan untuk dilaksanakan. Oleh karena itu dokumen
perencanaan yang dihasilkan harus lengkap, jelas, sistematis, dan akurat sehingga
dapat dijadikan pedoman baku dalam pelaksanaan proyek seperti seperti
pembuatan gambar kerja secara detail, lengkap dan rinci meliputi gambar denah,
tampak, potongan dan detail (Cornick, 1991). Selain itu dokumen perencanaan
yang dihasilkan harus konsisten, baik yang dihasilkan oleh perencana arsitektur,
struktur dan M/E sehingga menjadi dokumen yang terintegrasi antara satu dengan
yang lainnya. Tentunya hal ini menuntut adanya koordinasi yang efisien dan
efektif untuk mentransfer informasi yang diperlukan masing-masing perencana,
dimana setiap perubahan yang terjadi harus diinformasikan secara cepat dan tepat.
Dokumen perencanaan yang dikeluarkan harus didokumentasikan dan
diberi identitas sehingga merupakan informasi yang terkontrol untuk dijadikan
pedoman baku dalam pelaksanaan proyek. Tahap keluaran perencanaan ini
disebut juga sebagai detailing phase (Cornick,1991).
2.1.4 Dokumen Perencanaan
Dokumen perencanaan merupakan media yang digunakan oleh konsultan
perencana untuk menyampaikan desain yang sudah dibuat kepada kontraktor.
Dengan demikian kontraktor dapat memahami konsep perencanaan untuk
diwujudkan dalam struktur fisik bangunan. Dokumen perencanaan pada umumnya
dituangkan dalam bentuk gambar dan spesifikasi (Kunishima dan Shoji, 1996)
2.1.4.1 Gambar
Gambar yang dihasilkan oleh perencana adalah gambar kerja. Gambar
kerja adalah gambar yang menghubungkan antara masa perencanaan dan masa
konstruksi yang berisi petunjuk secara detail tentang instalasi, jenis material,
peralatan serta ukuran secara tepat yang digunakan dalam pembagunan suatu
Universitas Kristen Petra
11
proyek (Fisk, 1997). Selain itu, gambar kerja merupakan bagian dari dokumen
kontrak yang berfungsi menyatakan bentuk geometris dari proyek.
Gambar kerja yang dihasilkan oleh perencana berupa gambar kerja
arsitektur, struktur dan mekanikal elektrikal. Masing-masing gambar kerja yang
dihasilkan harus terintegrasi antara satu dengan yang lainnya. Kompleksnya
konstruksi dan banyaknya pihak yang terlibat menyebabkan gambar kerja harus di
review karena seringkali menjadi sumber perselisihan karena antar pihak yang
terlibat. Oleh karena itu gambar yang dihasilkan oleh perencana harus lengkap,
jelas, akurat, ringkas dan konkrit.
2.1.4.2 Spesifikasi
Spesifikasi adalah dokumen tertulis yang berisi tentang syarat–syarat
teknis proyek. Kalau gambar kerja menunjukkan hal yang harus dibangun,
spesifikasi merupakan cara membangun suatu proyek dan hasil dari proyek
tersebut. Biasanya berupa pernyataan yang spesifik tentang syarat-syarat teknis
seperti jenis material dan karakteristik teknik lainnya (Clough, 1994). Spesifikasi
teknik dibagi menjadi 3 kategori yaitu tentang syarat bahan, syarat pengerjaan dan
syarat produk (Nugraha et al, 1985)
• Syarat bahan
Definisi syarat bahan adalah spesifikasi material yang terdiri dari merk,
type, dan kualitas dari bahan tertentu misalnya: kayu jati ex Bojonegoro, asbes
gelombang (besar) ex Semen Gresik, dan lain-lain.
• Syarat pengerjaan
Definisi syarat pengerjaan adalah spesifikasi tentang proses pengerjaan
yang meliputi cara pengelolaan bahan bangunan dari bentuk asal menjadi
bangunan struktur, standar kerja yang diinginkan, metode dan urutan kerja dari
penyusunan-penyusunannya atau pemasangannya, toleransi yang diperkenankan
dan lain sebagainya. Selain itu juga dicantumkan pengamanan kerja terhadap
kecelakaan dan metode-metode kerja yang tidak boleh dipergunakan. Misalnya :
pekerjaan pemadatan urukan pasir untuk pondasi lajur jalan harus dilaksanakan
lapis per lapis dengan ketebalan maximum 25 cm memakai peralatan mesin
Universitas Kristen Petra
12
pemadat getar (vibrocompactor) seberat 2 ton. Pemadatan yang dilakukan tanpa
alat getar tidak diperkenankan.
• Syarat produk
Definisi syarat produk adalah spesifikasi yang meliputi kapasitas, prestasi kerja,
penampilan dan operasi dari peralatannya serta prosedur testing dilapangan
sebelum diadakan berita acara penyerahan pekerjaan tersebut. Misalnya : mutu
beton K 225, pemadatan tanah (CBR 90%). Oleh karena itu pada prinsipnya
semua keterangan harus diuraikan dengan lengkap, jelas, benar, ringkas, dan rinci.
Fungsi dari spesifikasi adalah sebagai pelengkap gambar kerja yaitu
tentang penentuan bahan yang digunakan dan prosedur pelaksanaan pekerjaan.
Spesifikasi secara garis besar terbagi menjadi dokumen tender dan kontrak,
persyaratan kontrak dan spesifikasi teknik.
Pada prinsipnya spesifikasi mempunyai peringkat yang lebih tinggi
daripada gambar kerja. Apabila terjadi perbedaan antar dokumen perencanaan
maka yang digunakan sebagai acuan adalah yang tertera dalam spesifikasi.
2.2. Kinerja Konsultan Perencana
Kinerja didefinisikan sebagai pengukuran tingkat keefektifan yang
menghubungkan kualitas produk kerja dan produktifitas (Barkley Saylor, 1994).
Dengan kata lain kinerja adalah hal yang digunakan untuk mendeskripsikan kerja,
produk dan karakter umum dari proses. Kinerja konsultan didefinisikan sebagai
kesesuaian antara dokumen perencanaan dengan permintaan dan harapan pemilik.
Kinerja konsultan dapat diukur dari deliverable criteria ditinjau dari
segi waktu, biaya dan kualitas. Tetapi dalam penelitian ini konteks deliverable
lebih relevan bila ditinjau dari segi waktu dan kualitas saja. Untuk mewujudkan
kinerja yang baik tidaklah mudah bergantung kompleksnya proyek dan komitmen
tim perencana baik perencana arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal.
Tucker & Scarlet (1986) mengajukan kriteria untuk mengevaluasi perencanaan
proyek dari segi deliverable ditinjau dari waktu dan kualitas seperti terlihat pada
Gambar 2.4 di bawah ini.
Universitas Kristen Petra
13
2.2.1 Kinerja Konsultan Ditinjau dari Segi Waktu
Penjadwalan merupakan suatu proses penyusunan fungsi-fungsi
perencanaan, penetapan batas-batas waktu untuk setiap bagian pekerjaan dalam
rangkaian yang masuk akal dan sistematik (Deatherage, 1995). Penjadwalan
diartikan juga sebagai tahap penterjemahan suatu perencanaan ke dalam diagram
yang sesuai dengan skala waktu (Steven, 1990).
Salah satu ukuran untuk mengukur kinerja konsultan dapat dilihat
dengan tercapainya target waktu yang ditetapkan sebelumnya dalam dokumen
kontrak. Faktor yang mempengaruhi kinerja konsultan ditinjau dari segi waktu
adalah milestone schedule. Milestone adalah batasan (constraint) yang sifatnya
sangat signifikan dan mendesak untuk mencapai program/tujuan dari proyek yang
ditetapkan oleh pemilik. Kinerja konsultan dapat diukur dari tercapainya target
waktu yang telah ditetapkan oleh pihak pemilik. Target waktu yang dimaksudkan
adalah ketepatan penyerahan dokumen perencanaan kepada pemilik.
Ketepatan waktu dalam penyerahan dokumen siap tender kepada pihak
pemilik merupakan jadwal yang mendasar yang harus terpenuhi. Meskipun
batasan waktu dan tanggal sudah tertulis di dalam kontrak, tetapi tidak semua
dokumen siap tender dapat di serahkan secara keseluruhan tepat waktu (on
schedule) karena alasan tertentu.
Gambar 2.4. Kerangka Ukuran Kinerja Konsultan (Tucker &Scarlett, 1986)
CONSULTANT PERFORMANCE
DELIVERABLES
QUALITY TIME
CONSTRUCTABILITYACCURACY SCHEDULEUSABILITY
Milestone ScheduleInconsistencyErrors and Omissions
CompletenessClarity
Conformance
Construction Method and TimeConstruction Knowledge
Construction SafetyMaintainability
Universitas Kristen Petra
14
2.2.2 Kinerja Konsultan Ditinjau dari Segi Kualitas
Dokumen perencanaan yang berkualitas adalah salah satu ukuran yang
digunakan untuk mengukur kinerja konsultan. McGeorge (1988) dalam studinya
menyatakan bahwa kualitas adalah hal terpenting yang harus diperhatikan dalam
top management agenda. McGeorge (1988) juga menyatakan bahwa desain yang
baik akan menjadi efektif dan dapat dibangun (constructable) dengan
memperhatikan aspek ekonomi dan keselamatan kerja (safety).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja konsultan ditinjau dari segi
kualitas meliputi accuracy of design document, usability of design document,
constructability of the design
2.2.2.1 Accuracy of design document
Keakuratan dokumen perencanaan memegang peranan penting dalam
pelaksanaan proyek. Dokumen perencanaan yang telah dibuat harus dapat
dijadikan pedoman baku dalam pelaksanaan proyek. Keakuratan dokumen
perencanaan meliputi consistency ,error and ommission
• Consistency
Konsistensi berarti bahwa informasi yang disampaikan antar dokumen
konsisten, dengan demikian tidak akan terjadi perbedaan informasi dalam suatu
perencanaan. Dalam hal ini termasuk konsistensi simbol, notasi dan satuan yang
digunakan dalam dokumen perencanaan (Emmit and Gorse, 2003). Dokumen
perencanaan harus dipastikan konsisten dan terintegrasi antara yang satu dengan
yang lain baik dokumen perencanaan struktur, arsitektur, mekanikal dan elektrikal
(Emmit and Gorse, 2003). Perubahan dalam perencanaan harus di minimalisasi
karena adanya perubahan dan tidak konsistennya dokumen perencanaan akan
mempengaruhi efektifitas perencanaan. Dalam perencanaan suatu proyek banyak
pihak yang terlibat dimana masing-masing pihak mempunyai latar belakang,
kepentingan dan disiplin ilmu yang berbeda-beda sehingga tidak jarang terjadi
gap, konflik dan perubahan selama perencanaan proyek. Tentunya permasalahan
ini dapat diselesaikan dengan adanya sistem yang mengatur agar dokumen
perencanaan tetap konsisten dan terintegrasi .
Universitas Kristen Petra
15
• Error and Omissions
Error dan omission merupakan masalah ketidakakuratan dokumen
perencanaan yang umumnya terjadi. Error biasanya ditemukan dalam gambar dan
spesifikasi selama fase konstruksi (Glavan & Tucker, 1991), misalnya adanya
kesalahan input data, kesalahan aritmatika, adanya pembulatan angka perhitungan,
pengguanan skala yang kurang tepat (Gould, 1997) dan sebagainya. Oleh karena
itu kesalahan semacam ini seharusnya dapat dideteksi selama proses perencanaan
agar dokumen perencanaan mempunyai kepastian untuk digunakan sebagai
pedoman baku dalam pelaksanaannya (Emmit and Gorse, 2003; Praboyo, 1998)
Adanya error and omission dapat menyebabkan terjadinya pekerjaan
ulang yang akan menyita waktu disebabkan karena ketidakcocokan dengan
permintaan. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan pekerjaan ulang:
• Faktor yang terkait dengan dokumentasi dan perencanaan
- Adanya kesalahan gambar
- Perubahan perencanaan oleh pemilik
- Gambar detail yang tidak jelas
- Lack of construcability
- Kurangnya pengetahuan terhadap spesifikasi bahan
- Buruknya koordinasi dokumen proyek
• Faktor yang terkait dengan managerial
- Jadwal terlalu padat atau tekanan oleh waktu
- Kurangnya kontrol dalam pekerjaan
- Kurangnya informasi mengenai keadaan di lapangan
- Kurangnya kerjasama dan teamwork antar pihak-pihak yang terlibat
- Kurangnya antisipasi terhadap perubahan keadaan yang mendadak
- Alur informasi baik formal maupun informal yang kurang baik.
2.2.2.2 Usability of design document
Dokumen perencanaan yang dihasilkan oleh perencana harus mudah
digunakan dan dapat dijadikan pedoman baku dalam pelaksanaan proyek.
Dokumen perencanaan yang dihasilkan harus lengkap (completeness), jelas
(clarity), dan sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku (conformance).
Universitas Kristen Petra
16
• Completeness
Kelengkapan merupakan standar yang selalu digunakan untuk menilai
kualitas dari suatu dokumen desain (California Board of Reistration for
Professional Engineer and Land Surveyors, 1996). Dokumen gambar dan
spesifikasi memberikan informasi yang diperlukan oleh kontraktor dalam
mengerjakan pekerjaan konstruksi. Komentar-komentar terhadap dokumen
perencanaan yang terjadi dalam proyek adalah ketidaklengkapan (incomplete),
ketidakcukupan (insufficient), kegagalan untuk mengintegrasikan (failed to
incorporate), dan lain-lain.
• Clarity
Kejelasan merupakan salah satu unsur untuk dapat memahami dokumen
perencanaan. Dokumen gambar dan spesifikasi harus jelas, mudah dibaca dan di
mengerti oleh kontraktor Dengan demikian tidak akan terjadi kesalahan dalam hal
menafsirkan perencanaan yang sudah dibuat oleh konsultan perencana. Klarifikasi
dari pertanyaan tetang gambar dan spesifikasi adalah masalah yang terjadi dalam
fase konstruksi (Glavan & Tucker, 1991). Pemilihan kata yang digunakan dalam
dokumen perencanaan harus jelas dan tidak ambigu. Dalam hal ini kejelasan
dokumen perencanaan berarti bahwa dokumen itu dapat mudah dimengerti, dibaca
dan tidak menimbulkan makna ganda (ambigu). Selain itu dokumen perencanaan
harus dibuat secara sistematis, rinci, detail dan jelas.
• Conformance
Conformance adalah kesesuaian dengan kode, standar dan prosedur yang
berlaku. Standar/kode merupakan suatu dokumen yang memuat berbagai metode
perhitungan, petunjuk pemilihan material, angka keamanan dan lain-lain yang
menjadi acuan dalam melakukan aktivitas perencanaan (Schoonmaker, 1997).
Kode, standart dan prosedur ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi
dalam aplikasinya banyak dimodifikasi oleh pemerintah daerah tertentu sesuai
dengan kebutuhannya. Oleh karena itu perencana harus menyesuaikan dengan
kode, standar, dan prosedur terbaru yang berlaku didaerah tersebut. Kepatuhan
terhadap peraturan kode, standart, dan prosedur adalah hal yang harus dipenuhi
oleh perencana agar tidak terjadi rework plan / drawing dan spesifikasi yang
nantinya akan berdampak terhadap biaya dan keterlambatan.
Universitas Kristen Petra
17
2.2.2.3 Construcability of the design
Hasil perencanaan sangat menentukan arah, tujuan bahkan keberhasilan
tahap-tahap berikutnya dalam siklus proyek. Perencanaan proyek yang tidak
mempertimbangkan aspek constructability bila dipaksakan untuk dilaksanakan
akan menghasilkan bangunan yang bermutu rendah, perlu biaya besar dan waktu
ekstra untuk upaya perbaikan (Dipohusodo, 1996).
Constructability merupakan penggunaan optimum dari ilmu konstruksi
dan pengalaman dalam perencanaan, desain, persiapan dan operasi lapangan untuk
mencapai sasaran proyek secara keseluruhan. (CII, 1986). Constructability juga
merupakan gabungan dari pengetahuan konstruksi, sumber-sumber, teknologi, dan
pengalaman ke dalam engineering dan desain dari proyek (Anderson et al., 1995).
Program construcability harus dimulai pada tahap awal dari tahap perencanaan
yaitu pada tahap konseptual. Program ini diharapkan dapat membantu pencapaian
target proyek yaitu kualitas proyek yang lebih baik, tepat waktu, pelaksanaan
konstruksi dengan cara yang aman dan akhirnya akan mengurangi keseluruhan life
cycle cost (Russell, 1994)
• Construction method and time
Metode konstruksi yang berbeda akan mempengaruhi waktu dan biaya
yang dikeluarkan. Metode konstruksi semakin lama dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat mempercepat waktu pengerjaan di lapangan (CII, 1986). Adanya
perkembangan teknologi di bidang konstruksi menawarkan metode-metode
konstruksi baru yang lebih inovatif, efisien dan efektif sehingga perencanaan yang
dihasilkan dapat diterapkan di lapangan dengan efisien dan efektif.
• Integrating Construction Knowledge
Secara umum faktor- faktor constructability harus terintegrasi antara
yang satu dengan yang lainnya. Perencana harus kompeten dan mampu dalam arti
mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang konstruksi sehingga dapat
diintegrasikan dalam proses perencanaan. Construction Industry Institute (1986)
menyebutkan beberapa prinsip constructability dalam tahap perencanaan yaitu
pertimbangan jalan masuk ke lapangan (access to site), tempat penyimpanan
barang (storage), ketersediaan material dipasaran, ketersediaan kemampuan (skill)
dari sumber daya manusia, penggunaan bentuk-bentuk yang standar dan modular.
Universitas Kristen Petra
18
• Construction Safety
Safety adalah sistem yang dapat digunakan sebagai titik awal untuk
sistem kepedulian keselamatan. Kualitas dari suatu perencanaan salah satunya
diukur dari segi keselamatan pekerja melaksanakan proyek dalam fase konstruksi.
Konsultan perencana harus memperhatikan faktor keselamatan kerja dari
para pekerja yang akan melaksanakan proyek konstruksi (Hinze, 1997). Hasil
perencanaan secara tidak langsung mempengaruhi keselamatan para pekerja
karena berkaitan dengan metode konstruksi yang akan digunakan. Konsultan
perencana harus memberikan manual tentang metode kerja yang aman kepada
pihak kontraktor dan memasukkan aspek keselamatan kerja pada klausul dalam
dokumen kontrak bila perencanaan dari bangunan tersebut dianggap berbahaya
dalam pengerjaannya (Hinze, 1997).
Hasil perencanaan yang berkualitas juga harus mempertimbangkan
dampak dari perencanaan terhadap lingkungan sekitar (Barrie et. al., 1992 ; CII,
1986). Proses perencanaan yang melakukan analisa dampak lingkungan dan
hemat energi akan menghasilkan perencanaan yang peka terhadap sumber-sumber
energi alternatif, pengendalian bangunan, dan daur ulang air. (Setiadarma, 1998).
• Maintainability
Maintainability adalah salah satu segi yang harus dipertimbangkan
dalam merencanakan suatu proyek dan menjadi salah satu ukuran untuk menilai
kualitas perencanaan dari suatu proyek karena berkaitan dengan efektifitas dan
efisiensi dari suatu bangunan. Pada Total Building Management System,
operasional dan perawatan bangunan harus dipertimbangkan sejak awal proyek
yaitu pada saat penyusunan konsep perencanaan, sehingga dapat dihasilkan
bangunan yang aman bagi penggunanya dengan biaya perawatan seminimal
mungkin (Setiadarma, 1998). Jika perencana mengabaikan aspek pemeliharaan,
maka bangunan/proyek yang telah dibangun akan mengalami kesulitan dalam hal
pemeliharaannya walaupun desainnya berkualitas dari segi estetik atau segi yang
lain. Ujung-ujungnya hal ini akan berdampak pada biaya yang tinggi karena
perawatannya sulit. Dalam siklus proyek khususnya pada tahap operasional juga
perlu diperhatikan dalam hal maintainability termasuk pertimbangan tentang
kemudahan dalam penggantian barang/material yang telah rusak (replacement).
Universitas Kristen Petra
19
2.3. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu faktor terpenting dan vital dalam
perencanaan proyek karena merupakan kunci dan dasar yang fundamental dari
proses konstruksi. Kompleksnya proyek dan banyaknya pihak yang terlibat
menuntut adanya komunikasi yang efektif untuk memperoleh hasil yang optimal.
2.3.1 Definisi
Komunikasi merupakan proses dasar suatu hubungan antar manusia
(Guevara,1979). Fungsi dari komunikasi adalah mentransfer informasi dari
sumber (sender) kepada penerima (receiver) (Newstrom and Davis 1997)
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal
dari bahasa latin communicatio dan perkataan ini bersumber pada kata communis
yang berarti sama, dalam arti kata sama makna mengenai satu hal. Jadi
komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan (Effendy, 1992).
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1992). Secara umum terdapat dua type
komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi
verbal adalah semua jenis komunikasi yang meliputi komunikasi lisan, tulisan,
gambar dan grafik. Komunikasi verbal secara eksplisit dapat dimengerti oleh
semua pihak. Komunikasi non verbal adalah komunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan bahasa isyarat (Hodgetts,1987).
Komunikasi secara lisan adalah semua jenis komunikasi secara lisan
seperti presentasi dalam rapat, instruksi dari pemilik kepada perencana secara
lisan, komunikasi antar perencana secara lisan, dan lain-lain. Komunikasi tulisan
adalah semua jenis komunikasi yang berbentuk tulisan seperti: dokumen kontrak,
surat klarifikasi, memo, transmittal, dan lain-lain. Komunikasi melalui gambar
adalah semua jenis komunikasi dalam bentuk gambar seperti gambar kerja,
gambar bestek, gambar sketsa dan lain-lain. Komunikasi melalui grafik adalah
semua jenis komunikasi dalam bentuk grafik seperti gantt chart untuk penyajian
penjadwalan suatu proyek (Nugroho, 1986).
Universitas Kristen Petra
20
Kelemahan komunikasi verbal, Mulyana (2000) dapat disebabkan oleh:
• Keterbatasan bahasa disebabkan oleh:
- Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili object.
- Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual
- Kata-kata mengandung bias budaya.
• Kerumitan makna kata
2.3.2 Proses Komunikasi
Proses komunikasi merupakan kerangka model yang menunjukkan suatu
rangkaian yang utuh dan integral antar komponen yang terkait didalamnya. Proses
komunikasi menurut Steers (1994) mempunyai komponen-komponen dasar
seperti terlihat pada Gambar 2.5. dibawah ini
Gambar 2.5. Proses Komunikasi ( Steers, 1994)
Fulmer (1989) menyebutkan dalam komunikasi ada 6 pesan berbeda yaitu:
• Pesan yang dikirimkan oleh komunikator
• Pesan yang sebenarnya dikirimkan
• Pesan yang diterima komunikan
• Intepretasi pesan oleh komunikan
• Umpan balik dari komunikan
• Kesesuaian antara umpan balik antara sumber dan penerima
SENDER
MASSAGE RECEIVER
FEED BACK
Meaning intent
Encode Medium Decode
Noise
Meaning interpret
Decode Medium Encode
Meaning interpret
Meaning intent
MESSAGE
Universitas Kristen Petra
21
Komponen komponen dalam proses komunikasi adalah :
• Sumber-penerima (sender-receiver)
Penggunaan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan yang tak
terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam
komunikasi adalah sumber (pembicara) sekaligus penerima (pendengar). Kita
mengirimkan pesan ketika berbicara, menulis, memberikan isyarat tubuh, atau
tersenyum. Penerimaan pesan dilakukan dengan mendengarkan, membaca,
membau, tetapi ketika kita mengirimkan pesan, kita juga menerima pesan.
• Enkoding-dekoding.
Dalam ilmu komunikasi tindakan yang menghasilkan pesan misalnya
berbicara atau menulis didefinisikan sebagai enkoding. Dengan menuangkan
gagasan-gagasan ke dalam gelombang suara atau keatas selembar kertas, berarti
kita melakukan enkoding dengan menjelmakan gagasan-gagasan ke dalam kode
tertentu. Tindakan menerima pesan seperti mendengarkan atau membaca
didefinisikan sebagai dekoding. Dengan menterjemahkan gelombang suara atau
kata-kata diatas kertas berarti kita melakukan dekoding. Oleh karena itu
pembicara atau penulis disebut enkoder sedangkan pendengar atau pembaca
disebut dekoder. Seperti halnya pengirim-penerima penulisan enkoding-dekoding
sebagai satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan untuk menegaskan bahwa
fungsi-fungsi ini dijalankan secara simultan.
• Pesan
Pesan adalah informasi yang akan dikirimkan /ide dari pengirim yang
hendak disampaikan kepada penerima. Pesan komunikasi terdiri dari berbagai
macam bentuk. Proses mengirim dan menerima pesan dapat dilakukan melalui
salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indera. Pesan secara umum
disampaikan dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis), tetapi juga dapat
disampaikan secara nonverbal seperti menggelengkan kepala, gerakan tangan,
mimik wajah, dan lain-lain.
• Medium
Medium komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali
komunikasi berlangsung hanya melalui satu medium. Kita biasanya menggunakan
dua, tiga atau empat medium yang berbeda secara simultan. Sebagai contoh dalam
Universitas Kristen Petra
22
interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), tetapi juga
memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual.
• Umpan balik (feed back)
Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh penerima setelah
menerima pesan dari pengirim (sender). Tanpa adanya umpan balik pengirim
tidak akan tahu apakah pesan yang dikirim telah diterima dan dimengerti. Bila
umpan balik yang didapat sesuai dengan umpan balik yang diharapkan maka
komunikasi tersebut dapat dikatakan efektif (Fulmer,1989)
• Gangguan/ Hambatan (noise)
Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi
suatu pesan. Hal ini menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber
dalam mengirimkan pesan. Gangguan (noise) dikatakan ada dalam suatu sistem
komunikasi bila ini membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang
diterima. Dalam proses komunikasi selalu terdapat gangguan walaupun kita tidak
dapat meniadakannya sama sekali, kita dapat mengurangi gangguan dan
dampaknya. Menggunakan bahasa yang lebih akurat, mempelajari ketrampilan
mengirim dan menerima pesan nonverbal, serta meningkatkan ketrampilan
mendengarkan dan menerima serta mengirimkan umpan balik adalah beberapa
cara untuk menanggulangi gangguan.
Adapun hambatan-hambatan yang seringkali muncul dalam komunikasi
(Fulmer, 1989)
Hambatan personal :
Hambatan yang keluar dari faktor manusia itu sendiri seperti emosi, sistem
nilai, kebiasaan mendengarkan yang buruk, gender, ras, status ekonomi
dan sosial, dan lain-lain
Hambatan fisik
Hambatan yang disebabkan dari kondisi fisik dimana komunikasi
dilakukan. Halangannya dapat berupa jarak, dinding dan suara-suara lain
yang menggangu. Hambatan jenis ini biasanya dengan cepat disadari dan
diusahakan penyelesaiannya dengan cara mengubah kondisi fisik yang
tidak menguntungkan tersebut.
Universitas Kristen Petra
23
Hambatan semantik
Hambatan yang disebabkan karena adanya keterbatasan simbol-simbol
komunikasi yang dapat digunakan sehingga komunikator mendapat
kesulitan untuk menyampaikan maksudnya. Hal ini dapat terjadi karean
sebagian besar simbol-simbol komunikasi dapat diartikan secara ganda.
Hal ini akan mempunyai dampak yang besar dalam tahap perencanaan
karena banyak pihak yang terlibat didalamnya yang mempunyai disiplin
ilmu, kepentingan, kultur budaya yang berbeda-beda.
Hambatan waktu
Hambatan yang disebabkan karena adanya keterbatasan waktu yang
membuat seseorang menjadi sulit untuk berkomunikasi.
Komunikasi dapat dikatakan berjalan dengan efektif apabila digunakan 5C’s of
communication sebagai acuan ( Fulmer, 1988). 5C’s of Communication meliputi
clarity, completeness, conciseness, concreteness, dan correctness
(1) Clarity (kejelasan)
Informasi yang disampaikan harus jelas, mudah dipahami dan tidak
bermakna ganda (dualisme) sehingga masing-masing pihak mempunyai
kesepahaman dalam proses perencanaan. Kejelasan informasi ini meliputi
kejelasan pemilik dalam mendefinisikan harapan dan kebutuhannya kepada pihak
perencana (ekstern), kejelasan aliran/sistem informasi, kejelasan standart dan
pedoman yang berlaku, kejelasan informasi setelah adanya perubahan
perencanaan, kejelasan informasi antar pihak perencana (intern). Interaksi antara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses perencanaan perlu didefinisikan dengan
jelas baik peran, tanggungjawab maupun lingkup pekerjaannya agar tidak terjadi
persilangan fungsi/ tumpang tindih dalam menjalankan aktivitas perencanaan
(Schoonmaker, 1997)
(2) Completeness ( kelengkapan)
Dalam proses komunikasi, kelengkapan informasi yang diterima dan
disampaikan merupakan salah satu faktor yang penting. Informasi yang
disampaikan harus utuh tidak hanya diambil per bagian–bagian tertentu saja.
Ketidaklengkapan informasi yang disampaikan dapat mengakibatkan perselisihan.
Universitas Kristen Petra
24
Dalam tahap perencanaan seorang perencana harus menggali sebanyak
mungkin dan selengkap mungkin informasi yang diperlukan dalam perencanaanya
sehingga dapat memenuhi harapan dan permintaan pemilik secara utuh dan
menyeluruh. Selain informasi dari pemilik, perencana harus mengadakan
investivigasi secara teliti dan menyeluruh sehingga informasi yang didapat benar-
benar utuh dan lengkap. Hal ini tentunya disertai dengan ketersediaan dan
keterandalan fasilitas media komunikasi secara lengkap.
Komunikasi antar perencana (intern) juga harus diperhatikan.
Kelengkapan informasi yang disampaikan harus di cermati. Adanya hirarki dalam
organisasi konsultan perencana seringkali menyebabkan degradasi informasi,
sehingga informasi yang diterima tidak lagi utuh, lengkap dan menyeluruh.
(Tucket et al, 1997). Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas dari
dokumen perencanaan dan tujuan yang akan dicapai tidak akan maksimal. Hal ini
dapat diminimalisasi dengan menerapkan sistem dokumentasi yang mencatat
semua aktivitas dan hasil kerja (prosedur kerja, instruksi kerja, gambar kerja,
spesifikasi teknik, dokumen kontrak, dan lain-lain) termasuk adanya perubahan
perencanaan sehingga dokumen perencanaan dapat terkendali, memudahkan
penelusuran jika terjadi kesalahan dan mengurangi kesimpangsiuran antar
dokumen perencanaan.
(3) Conciseness (ringkas dan padat)
Keringkasan dari suatu komunikasi merupakan faktor yang
mempengaruhi degradasi informasi yang diterima / disampaikan. Informasi yang
disampaikan terlalu panjang dan berulang-ulang akan menyebabkan kebosanan,
tidak dapat menentukan informasi penting yang menjadi penekanan, dan
degradasi dari informasi yang disampaikan besar sekali.
Pemilihan kata yang tepat dan ringkas membuat informasi yang
disampaikan dapat mencapai sasaran. Penerapannya dapat dievaluasi dari rapat
koordinasi yang telah dilakukan. Rapat koordinasi yang dilakukan harus efektif
dimana informasi yang disampaikan penting, ringkas dan fokus. Hal-hal yang
penting perlu ditekankan kembali dan hindari pengulangan informasi yang tidak
penting (Emmit and Gorse, 2003)
Universitas Kristen Petra
25
(4) Concreteness ( konkrit )
Dalam komunikasi , informasi yang akan disampaikan harus konkrit dan
terbukti bukan hanya sekedar abstrak, perasaan, intuisi dan perkiraan. Dalam
tahap perencanaan seorang perencana harus dapat menuangkan konsepnya (paper
and pencil) kedalam bentuk yang nyata yaitu dalam dokumen perencanaan
sehingga dapat mengkomunikasikan konsep yang dimilikinya dengan baik dan
gamblang. Informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan harus benar-benar data
yang nyata bukan hanya sekedar intuisi, perkiraan dari perencana misalnya data
hasil penyelidikan tanah.
(5) Correctness ( akurat, tepat )
Informasi yang hendak disampaikan harus benar dan akurat bukan
berdasarkan asumsi , perkiraan dari seorang komunikator, sehingga mengurangi
kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan di lapangan. Hal ini dapat diminimalisasi
dengan mengadakan pemeriksaan secara berulang-ulang (double checking)
terhadap informasi yang akan dikirimkan. Dalam hal ini dokumen perencanaan
ditandai dengan adanya pengesahan/tanda tangan dari orang yang bertanggung
jawab terhadap informasi/pesan yang dikeluarkan tersebut. (Schoonmaker, 1997;
Emmitt and Gorse, 2003). Prosedur, standar dan panduan yang digunakan sudah
tepat. Misalnya prosedur dalam penyusunan spesifikasi sangat penting agar
informasi yang tercantum di dalam spesifikasi perencanaan lengkap, mengandung
kepastian dan mudah dipahami (Schoonmaker, 1997)