bab ii landasan teori 2.1. pengelolaan pendidikan 2.1.1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengelolaan Pendidikan
2.1.1. Manajemen Pendidikan
Manajemen merupakan sebuah istilah yang saat ini populer di berbagai
bidang pekerjaan. Manajemen menjadi sebuah hal yang menarik khususnya
berkaitan dengan upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Secara singkat
manajemen dapat dimaknai sebagai sebuah seni sekaligus ilmu yang mengatur
setiap sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
“Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri
atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya”.1
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi
utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi
(organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling)”.2
Manajemen memiliki fungsi-fungsi sehingga usaha untuk mencapai tujuan
dengan memanfaatkan setiap sumber daya yang ada dapat tercapai. Manajemen
sangat berkaitan dengan organisasi atau lembaga tertentu, dalam sebuah
organisasi atau lembaga dapat dipastikan terdapat suatu tujuan yang ingin dicapai
1 G. R.Terry dalam Hikmat, 2009, Manajemen Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung,
hal. 12 2 Kathryn. M. Batrol dan David C.Martin dalam Daryanto dan Mohammad Farid, 2013,
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Penerbit Gava Media, Yogyakarta, hal. 159
9
melalui pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di dalam organisasi atau lembaga
tersebut. Hal inilah yang membuat setiap lembaga atau organisasi menggunakan
konsep manajemen dalam pengelolaannya. Salah satu diantaranya adalah lembaga
pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam diri seorang manusia. Pendidikan dilakukan melalui serangkaian kegiatan
yang memerlukan keterlibatan berbagai pihak dalam melaksanakannya. Sebagai
sebuah proses yang memiliki tujuan, pengelolaan pendidikan membutuhkan
manajemen untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan setiap proses yang dilakukan. Hal ini dilakukan agar tujuan yang
ada dapat dicapai secara efektif dan efisien.
“Manajemen pendidikan adalah suatu proses kerjasama
yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”3
“Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau
rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan
usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung
dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar efektif
dan efisien.”4
Manajemen dalam pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya mencapai
tujuan pendidikan secara melalui langkah-langkah yang sistematis dengan
memperhatikan prinsip-prinsip manajemen. Dengan menerapkan sistem
manajemen, pengelolaan pendidikan dapat lebih terencana dan terawasi sehingga
3 Gaffar dalam E, Mulyasa, 2009, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan
Implementasi, Remaja Rosdakarya Jakarta, hal. 19 4Suharsimi Arikunto dan Lia, 2012, Manajemen Pendidikan; Edisi Revisi, Aditya Media
bekerjasama dengan Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 3
10
kemungkinan adanya kesalahan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi
program pendidikan akan lebih kecil.
2.1.2. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mulai dikenal di Indonesia
tahun 2001. Konsep ini muncul sebagai salah satu dampak dari perubahan sistem
pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan yaitu dari sistem sentralisasi
menjadi sistem desentralisasi. MBS sebenarnya merupakan konsep yang pertama
kali muncul di Amerika Serikat. Latar belakang kemunculanya berkaitan dengan
kesesuaian antara materi yang diajarkan sekolah dengan tuntutan kebutuhan yang
ada di masyarakat. Kinerja sekolah saat itu dianggap tidak mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan masyarakat. Untuk mengatasinya maka dilakukan upaya untuk
membangun sebuah sistem yang mampu mengatasi masalah tersebut. Hal tersebut
mendasari munculnya MBS sebagai konsep pengelolaan sekolah untuk menjawab
kebutuhan masyarakat.
“Yang dimaksud dengan manajemen berbasis
sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen
pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini
kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite
sekolah/ madrasah dalam mengelola kegiatan
pendidikan.”5
Penerapan MBS di Indonesia merupakan bentuk pembaharuan pengelolaan
pendidikan yang dianggap sesuai dengan sistem desentralisasi. Hal ini
dikarenakan MBS memberikan otonomi kepada seluruh warga sekolah antara lain
kepala sekolah, guru, peserta didik, karyawan, wali peserta didik, dan stakeholder
5 Butir Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 51 Ayat 1 mengenai Manajemen Berbasis Sekolah, hal. 56
11
yang berhubungan dengan sekolah untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
pendidikan. Penggunaan MBS dinilai mampu memaksimalkan peran sekolah
dalam memberikan pelayanan pendidikan yang memuaskan dengan partisispasi
dan keterlibatan aktif masyarakat yang berbentuk dewan sekolah atau komite
sekolah. Melalui keterlibatan aktif tersebut diharapkan ada rasa kepedulian
masyarakat khususnya bagi para wali peserta didik dan stakeholder terhadap
kondisi sekolah sesuai dengan arti otonomi pendidikan.
“Otonomi atau disentralisasi pendidikan mempunyai dua
arti. Pertama, menata kembali sistem pendidikan nasional
yang sentralistis menuju suatu sistem yang memberikan
kesempatan luas kepada inisiatif masyarakat setempat.
Kedua, otonomi pendidikan bukan berarti melepaskan
segala ikatan untuk membangun Negara kesatuan
Republik Indonesia, melainkan untuk memperkuat dasar-
dasar pendidikan pada tingkat grass root guna
membentuk suatu masyarakat Indonesia yang bersatu
berdasarkan kebinekaan masyarakat.”6
Otonomi pendidikan adalah mengembalikan pendidikan kepada stake
holder, sehingga sistem MBS sebagai hasil dari kebijakan otonomi pendidikan
sering juga disebut dengan Site Based Management, yaitu pengelolaan sekolah
dengan memperhatikan kondisi dan potensi yang terdapat pada lingkungan dan
lembaga setempat dengan mengharapkan peran aktif unsur-unsur dalam
masyarakat.
Tujuan penerapan konsep MBS pada dasarnya adalah mendorong
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Keunggulan konsep ini antara lain
adalah memutus sistem birokrasi pendidikan yang sebelumnya dianggap berbelit-
belit karena dikelola seluruhnya oleh pusat dan adanya peran aktif masyarakat
6 Umiarso dan Imam Gojali, 2010, Manajemen Mutu Pendidikan di Era Otonomi
Pendidikan, IRCiSoD, Yogyakarta, hal. 27
12
kepada sekolah sehingga setiap potensi yang ada di sekitar sekolah dapat
dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas sekolah. Adanya konsep MBS ini
memungkinkan sekolah untuk lebih mandiri, dan berinovasi dalam mengupayakan
peningkatan kualitasnya sesuai dengan sumber daya yang ada. Hal tersebut
diwujudkan dalam penyusunan hingga evaluasi program-program sekolah, visi
misi sekolah, dan berbagai kebijakan sekolah.
Di Indonesia MBS diterapkan pada jalur pendidikan formal di jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah..”7
Penerapan MBS dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia diharapakan
mampu memperbaiki kondisi pelayanan pendidikan pada jenjang tersebut. Hal ini
karena jenjang pendidikan tersebut merupakan fondasi bagi peserta didik untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Layaknya sebuah fondasi
tentu kondisi pendidikan pada jenjang ini akan sangat mempengaruhi kesiapan
peserta didik dalam menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun
dalam menghadapi lingkungan kerja khususnya bagi peserta didik yang berada
pada jenjang pendidikan menengah. MBS sebagai bagian dari proses dalam siklus
pembelajaran tentu akan sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas output
yang dihasilakan oleh proses pembelajaran itu sendiri.
Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dapat berbentuk Sekolah Dasar
(SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang sederajat dan bentuk Sekolah Menegah
7 Indonesia, Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, hal. 24
13
Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat sebagai
lanjutan dari SD atau MI. Setelah peserta didik menyelesaikan pendidikan dasar
maka jenjang pendidikan yang dapat ditempuh selanjutnya adalah pendidikan
menegah. Salah satu bentuk pendidikan jenjang menengah adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA). Penyelenggraan pendidikan di tingkat SMA di Indonesia
dapat dilaksanakan dibawah naungan pemerintah maupun swasta atau yayasan.
SMA adalah jenjang pendidikan menengah yang menjadi dasar bagi peserta didik
untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian
sistem penyelenggaraan pendidikan yang digunakan di SMA dibagi menjadi
beberapa jurusan, pembagian ini dimulai di tingkat kelas XI, jurusan yang umum
diadakan pada jenjang SMA di Indonesia antara lain, Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Bahasa.
Penerapan MBS dalam pengelolaan pendidikan, mengharuskan setiap
sekolah termasuk diantaranya SMA memiliki visi dan misi yang menunjukan arah
yang akan dicapai. Dalam mencapai tujuan tersebut sebuah SMA harus mampu
mendayagunakan berbagai komponen manusia yang menjadi anggotanya. Setiap
komponen yang menjadi unsur-unsur di dalam organisasi harus bekerja sesuai
dengan tugas, fungsi dan perannya masing-masing.
2.2. Organisasi Lembaga Pendidikan
Organisasi adalah institusi atau wadah tempat orang berinteraksi dan
bekerjasama sebagai suatu unit terkoordinasi terdiri setidaknya dua orang atau
14
lebih yang berfungsi mencapai sasaran atau serangkaian sasaran.8 Organisasi
dibagai menjadi dua jenis berdasarkan struktur organisasinya. Keberadaan
struktur organisasi menjadi pembeda utama antara organisasi formal dan
inforrmal. 9
Sekolah sebagai organisasi yang memiliki struktur organisasi dan
tujuan yang jelas termasuk dalam organisasi formal. Organisasi formal adalah
organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi.10
Struktur dalam organisasi
formal dimaksudkan untuk menyediakan penugasan kewajiban dan tanggung
jawab kepada personil dan untuk membangun hubungan tertentu diantara orang-
orang pada berbagai kedudukan.11
Adanya struktur organisasi dalam organisasi
formal menunjukan adanya pembagian tugas, fungsi dan berbagai peran yang
harus dilakukan masing-masing anggota organisasi.
Suatu lembaga adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang
mewujudkan nilai-nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat tertentu.12
Salah satu lembaga yang saat ini ada di Indonesia
adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan adalah suatu lembaga yang
bertujuan mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki peserta didik agar
mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara
individual maupun sebagai anggota masyarakat.13
Organisasi lembaga pendidikan
adalah koordinasi secara rasional sejumlah orang dalam membentuk institusi
8 Syaiful Sagala, 2009, Memahami Organisasi Pendidikan, Alfabeta, Bandung, hal. 13
9 Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009, Manajemen
Pendidikan, Alfabeta, Bandung, hal. 71 10
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Ibid, hal. 71 11
Oteng Sutisna, 1993, Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktik
Profesional, Angkasa, Bandung, hal. 207 12
Daryanto dan Mohammad Farid, 2013, Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Di
Sekolah, Penerbit Gava Media, Yogyakarta, hal. 16 13
Daryanto dan Mohammad Farid, Ibid, hal. 19
15
pendidikan.14
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan merupakan
sarana melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan.15
Sekolah
merupakan institusi yang terdiri berbagai komponen dalam melaksanakan
kegiatannya. Setiap komponen memiliki peran yang harus dijalankan dalam
kegiatan pengelolaan sekolah. Dalam menjalankan peran tersebut, setiap
komponen harus mengetahui tugas dan fungsinya, sehingga tujuan sekolah dapat
tercapai melalui pengelolaan yang efektif dan efisien.
“Dalam konteks institusi persekolahan, organisasi dapat
didefinisikan sebagai unit sosial yang berbasis idiologi
akademik dan/atau vokasional yang sengaja dibangun dan
distrukturkan untuk mencapai tujuan tertentu secara
efektif dan efisien.”16
Pengertian tentang organisasi dalam konteks sekolah dapat diberi makna
sebagai sebuah unit sosial. Unit sosial yang dimaksud merupakan komunitas
sekolah yang terdiri atas kepala sekolah, guru, staf tata uasaha, laboran, teknisi
sumber belajar, pustakawan, penjaga sekolah, siswa, anggota komite sekolah, dan
lain-lain.17
Setiap program sekolah akan berjalan dengan baik apabila unsur-unsur
yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sekolah mampu melaksanakan tugas
dan fungsinya dengan baik. Tugas dan fungsi dari masing-masing unsur tersebut
dihubungkan secara vertikal maupun horisontal dalam bentuk koordinasi.
Pengelolaan sekolah sebagai organisasi harus dilaksanakan dengan cara
mendorong unsur-unsur dalam organisasi sekolah untuk mampu dinamis dan
14
Daryanto dan Mohammad Farid, Ibid, hal. 20 15
Syaiful Sagala, 2009, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,
Alfabeta, Bandung, hal. 70 16
Sudarwan Danim, 2006, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 117 17
Sudarwan Danim, Ibid, hal. 117
16
saling bekerja sama. Salah satu pihak yang dituntut untuk mampu berperan aktif
dan bekerjasama demi peningkatan kualitas sekolah adalah komite sekolah, hal ini
sesuai dengan konsep MBS yang menuntut peran aktif masyarakat dalam
pengelolaan lembaga pendidikan khususnya pada tingkat sekolah.
“Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.”18
Sebagai wakil dari masyarakat khususnya orang tua atau wali peserta didik,
komite sekolah diberikan beberapa kewenangan mulai dari tahap penyusunan
program dan kebijakan sekolah sampai pada evaluasi. Semua kebijakan dan
program sekolah ditetapkan oleh Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.19
Komite sekolah sebagai bagian dari organisasi sekolah memiliki beberapa peran
strategis dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa
pelaksanaan dan pengelolaan sekolah dalam konsep MBS menjadi tanggung
jawab organisasi pada tingkat satuan pendidikan yaitu organisasi sekolah,
termasuk didalamnya Komite Sekolah.
2.3. Komite Sekolah
Komite sekolah merupakan organisasi yang dibentuk pada tingkat satuan
pendidikan Komite sekolah masuk sebagai bagian dari organisasi sekolah dimulai
sejak penarapn konsep MBS di Indonesia. Komite sekolah merupakan
pengembangan dari organisasi sebelumnya yaitu Badan Pembantu
18
Indonesia, Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, hal. 26 19
E. Mulyasa, 2011, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung,
hal. 35
17
Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). Komite sekolah/madrasah adalah lembaga
mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah,
serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.20
“Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi
peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar
sekolah.”21
Komite sekolah dibentuk dengan maksud agar dapat mendorong
keterlibatan masyarakat dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dengan cara menumbuhkan sikap kepedulian masyarakat terhadap pendidikan.
Melalui partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan diharapkan setiap
permasalahan yang timbul dalam pendidikan khususnya di tingkat sekolah dapat
diselesaikan melalui keterlibatan masyarakat.
“Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri,
dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan.”22
Keberadaan komite sekolah yang mengerti tentang peran dan fungsinya
sangat penting, karena secara langsung maupun tidak, penyelesaian masalah yang
dialami oleh sekolah tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan guru, tetapi
harus melibatkan komite sekolah khususnya mengenai kegiatan-kegiatan
nonakademik. Selain itu, upaya-upaya peningkatan mutu sekolah dalam sistem
20
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, hal. 66 21
Indonesia, Lampiran II Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, hal. 7 22
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 56 ayat 3, hal. 26
18
MBS tidak hanya dirumuskan oleh kepala sekolah dan guru, tetapi komite sekolah
dengan unsur-unsur keanggotaan yang tepat juga harus mampu merumuskan
upaya-upaya untuk mendorong tercapainya tujuan sekolah demi peningkatan mutu
sekolah.
Unsur-unsur pembentuk komite sekolah tersebut diharapkan mampu
mendorong peningkatan mutu sekolah melalui partisipasi masyarakat, sehingga
upaya peningkatan mutu sekolah mampu dilaksanakan dengan lebih mudah dan
lebih terarah dengan adanya partisipasi unsur-unsur tersebut. Dengen maksud
tersebut maka komite sekolah didirikan dengan tujuan antara lain :
“Komite sekolah bertujuan untuk :
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional
dan program di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan,
akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
pendidikan.”23
Tujuan pembentukan komite akan tercapai apabila seluruh anggota komite
sekolah memahami esensi dari pembentukan komite sekolah. Komite sekolah
sebagai pihak yang terdiri dari unsur internal sekolah dan unsur eksternal sekolah
atau masayarakat, memiliki potensi besar sebagai pihak yang mampu bergerak
lebih jauh dalam upaya peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah memiliki
tanggung jawab untuk menjadi jembatan antara sekolah dengan masayarakat
23
Indonesia, Lampiran II Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
Tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, hal. 7
19
sehingga masyarakat memahami kondisi sekolah dan tumbuh rasa kepedulian
terhadap kondisi sekolah. Hal in ini berhubungan dengan peran komite sekolah.
“Komite sekolah berperan sebagai :
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di
satuan pendidikan.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
financial, pemikiran maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan.”24
Peran komite sekolah sebagai Badan Pertimbangan diwujudkan dalam
pertama proses perencanaan program sekolah, kedua pelaksanaan program
sekolah yang meliputi kurikulum, praktek belajar mengajar, dan penilaian, ketiga
pengelolaan sumber daya pendidikan yang meliputi SDM, sarana dan prasarana,
anggaran. Selanjutnya sebagai Badan Pendukung peran komite sekolah meliputi
kegiatan pengelolaan sember daya, pengelolaan sarana prasarana, dan pengelolaan
anggaran. Sebagai Badan Pengontrol perannya diwujudkan dalam mengontrol
perencanaan pendidikan di sekolah, memantau pelaksanaan program sekolah, dan
memantau output pendidikan. Peran komite sekolah yang lain adalah sebagai
Badan Penghubung yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan program,
dan tahap pengelolaan sumber daya pendidikan. Selain bertanggung jawab
melaksanakan peran-peran tersebut, komite sekolah juga memilki fungsi dalam
organisasi sekolah.
“Komite sekolah berfungsi sebagai berikut :
24
Indonesia, Ibid, hal. 7
20
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide,
tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang
diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
a. Kebijakan dan program pendidikan.
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja
Sekolah (RAPBS).
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.
d. Kriteria tenaga kependidikan.
e. Kriteria fasilitas pendidikan.
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
5. Mendorong orangtua dan masyarakat
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan
pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan”.25
Komite sekolah merupakan badan yang dibentuk untuk mewujudkan
peningakatan mutu sekolah. Fungsi dan peran komite sekolah merupakan dua hal
yang saling berkaitan. Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh komite sekolah
sebagai bentuk peranan untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di
tingkat satuan pendidikan. Berikut adalah peran komite sekolah dan fungsinya
dalam menejemen pendidikan serta indikator kinerja yang menunjukan peran-
perannya.
25
Indonesia, Ibid, hal. 8
21
PERAN KOMITE
SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN
PENDIDIKAN INDIKATOR KINERJA
Badan
Pertimbangan
(Advisory Agency)
1. Perencanaan Sekolah a. Identifikasi sumber daya
pendidikan dalam
masyarakat
b. Memberikan masukan
untuk penyusunan
RAPBS
c. Menyelenggrakan rapat
RAPBS (sekolah, orang
tua siswa, dan
masyarakat)
d. Memberikan
pertimbangan perubahan
RAPBS
e. Ikut mengesahkan
RAPBS bersama kepala
sekolah
2. Pelaksanaan Program
a. Kurikulum
b. PBM
c. Penilaian
a. Memberikan masukan
terhadap proses
pengelolaan sekolah
b. Memberikan masukan
terhadap proses
pembelajaran kepada guru
3. Pengelolaan Sumber
daya Pendidikan
a. SDM
b. S/P
c. Anggaran
a. Identifikasi sumber daya
pendidikan dalam
masyarakat
b. Memberikan
pertimbangan tentang
tenaga kependidikan yang
dapat diperbantukan di
sekolah
c. Memberikan
pertimbangan tentang
sarana dan prasarana yang
dapat diperbantukan
disekolah
d. Memberikan
pertimbangan tentang
anggaran yang dapat
dimanfaatkan disekolah.
Badan Pendukung
(Supporting
Agency)
1. Pengelolaan sumber
daya
a. Memantau kondisi
ketenagaan pendidikan di
sekolah
b. Mobilisasi guru
sukarelawan untuk
22
menanggulangi
kekurangan guru di
sekolah
c. Mobilisasi tenaga
kependidikan non guru
untuk mengisi kekurangan
di sekolah
2. Pengelolaan Sarana dan
prasarana
a. Memantau kondisi sarana
dan prasaranan yang ada
di sekolah
b. Memobilisasi bantuan
sarana dan prasarana di
sekolah
c. Mengkoordinasi
dukungan sarana dan
prasarana sekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan dukungan
sarana dan prasarana
sekolah
3. Pengelolaan Anggaran a. Memantau kondisi
anggaran pendidikan di
sekolah
b. Memobilisasi dukungan
terhadap anggran
pendidikan di sekolah
c. Mengkoordinasi
dukungan terhadap
anggran pendidikan di
sekolah
d. Mengevaluasi
pelaksanaan dukungan
anggaran di sekolah
Badan Pengontrol
(Controlling
Agency)
1. Mengontrol
perencanaan
pendidikan di sekolah.
a. Mengontrol proses
pengambilan keputusan di
sekolah.
b. Mengontrol kualitas
kebijakan di sekolah.
c. Mengontrol proses
perencanaan pendidikan
di sekolah.
d. Pengawasan terhadap
kualitas perencanaan
sekolah.
e. Pengawasan terhadap
kualitas program sekolah.
23
2. Memantau pelaksanaan
program di sekolah
a. Memantau organisasi
sekolah.
b. Memantau penjadwalan
program sekolah.
c. Memantau alokasi
anggaran untuk
pelaksanaan program
sekolah.
d. Memantau sumber daya
pelaksanaan program
sekolah.
e. Memantau partisispasi
stake-holder pendidikan
dalam pelaksanaan
program sekolah.
3. Memantau output
pendidikan
a. Memantau hasil ujian
akhir.
b. Memantau angka
partisipasi sekolah.
c. Memantau angka
mengulang sekolah.
d. Memantau angka bertahan
di sekolah.
Badan
Penghubung
(Mediator Agency)
1. Perencanaan. a. Menjadi penghubung
antara komite sekolah
dengan masyarakat,
sekolah , dan dengan
dewan pendidikan.
b. Mengidentifikasi aspirasi
masyarakat untuk
perencanaan pendidikan.
c. Membuat ususlan
kebijakan dan program
pendidikan kepada
sekolah.
2. Pelaksanaan program. a. Mensosialisasikan
kebijakan dan program
sekolah kepada
masyarakat.
b. Memfasilitasi berbagai
masukan terhadap
kebijakan dan program
sekolah.
c. Menampung pengaduan
dan keluhan terhadap
kebijakan dan program
24
sekolah.
d. Mengkomunikasikan
pengaduan dan keluhan
masyarakat terhadap
sekolah.
3. Pengelolaan Sumber
Daya Pendidikan
a. Mengidentifikasi kondisi
sumber daya sekolah.
b. Mengidentifikasi sumber-
sumber daya masyarakat.
c. Memobilisasi bantuan
masyarakat untuk
pendidikan di sekolah.
d. Mengkoordinasikan
bantuan masayarakat.
Tabel. 2.1 Peran Komite Sekolah, Fungsi Manajemen Pendidikan, dan
Indikator Kinerja. Sumber ; Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Ditjen Dikdasmen
Depdiknas
Melalui kewenangannya sebagai badan pertimbangan, badan pendukung,
badan pengontrol, dan badan penghubung, komite sekolah diharapkan mampu
memberikan dukungan tenaga, finasial, dan sarana prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai salah satu upaya meningkatkan
kualitas pendidikan.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mengangkat masalah berhubungan dengan peran
komite sekolah yang pertama adalah penelitian Indriyani (2011) dengan judul
“Hubungan Peran Komite Sekolah dengan Peningkatan Mutu Pendidikan”.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya hubungan positif dan
signifikan antara peran komite sekolah sebagai badan pertimbangan, badan
pendukung, badan pengontrol, dan badan penghubung dengan peningkatan mutu
pendidikan ditinjau dari komponen sarana dan prasarana pendidikan di SD Gugus
25
Sultan Agung, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan. Metode yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah kuantitatif dengan jenis penelitian
korelasi, teknik pengambilan data cluster sampling, dan teknik pengumpulan data
melalui angket dan observasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Peran
Komite sekolah dengan peningkatan mutu pendidikan ditinjau dari komponen
sarana dan prasarana pendidikan memiliki hubungan yang positif dan signifikan.
Penelitian terdahulu yang kedua adalah “Pelaksanaan Peran Komite Sekolah
Dalam Penyelenggaraan SMK di DIY” yang dilakukan oleh Moch Alip dan
Sunarto (2008) . Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
bagaiamana peran komite sekolah di DIY sebagai bahan kaji ulang mekanisme
kerja dan peranannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
fenomenologis rancangan multisitus. Hasil penelitian menunjukan bahwa komite
sekolah terpilih sangat aktif, namun belum melaksanakan semua perannya secara
optimal, yaitu sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan sebagai
mediator.
Penelitian terdahulu yang ketiga adalah penelitian Siti Lestari (2013) dengan
judul “Peran Komite Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah Di Sekolah
Dasar Gugus P. Diponegoro Kecamatan Dempet”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menggambarkan peran komite sekolah dalam manajemen berbasis sekolah
di sekolah dasar Gugus Diponegoro Kecamatan Dempet, baik sebagai badan
pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol, maupun sebagai mediator,
serta untuk mengetahui peran mana yang paling kurang optimal dibandingkan
dengan peran lainnya. Data diambil dengan cara menyebar angket yang berisi
26
pertanyaan-pertanyaan dengan kriteria jawaban yang sudah disediakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai mean untuk peran komite
sekolah dalam manajemen berbasis sekolah di Gugus Diponegoro Kecamatan
Dempet sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol
maupun sebagai mediator termasuk kategori cukup baik, ini berarti Komite
Sekolah di Sekolah Dasar Gugus Diponegoro Kecamatan Dempet belum optimal
berperan dalam memberi pertimbangan atas perencanaan dan penyusunan
program sekolah, memberi dukungan terhadap kegiatan sekolah, mengontrol
kinerja sekolah serta menjadi mediator antara orang tua siswa dengan sekolah.
Diantara keempat peran tersebut diketahui bahwa peran sebagai badan mediator
paling rendah bila dibandingkan dengan peran lainnya.
Penelitian terdahulu yang keempat adalah penelitian Andhita Nur Widya
(2008) dengan judul “Peran komite sekolah dalam peningkatan kualitas pelayanan
pendidikan di SMA Negeri 8 Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran komite sekolah dalam peningkatan kualitas pelayanan
pendidikan SMA Negeri 8 Surakarta. Lokasi penelitian adalah di SMA Negeri 8
Surakarta Jalan Sumbing No. VI / 49 Mojosongo Surakarta. Penelitian
menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan, sifat,
individu, gejala maupun frekuensi hubungan tertentu dan gejala lain dalam
masyarakat. Data diperoleh dari wawancara observasi non partisipan, dan
dokumentasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive
sampling dan snowball sampling. Sedangkan teknik analisa data menggunakan
analisa interaktif dengan mendasarkan pada proses reduksi data, sajian data, dan
27
penarikan kesimpulan. Untuk menguji validitas data menggunakan triangulasi
data. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih ada program-program komite
sekolah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan pendidikan belum
berjalan dengan lancar karena terhambat oleh masalah keterbatasan dana. Dengan
adanya komite sekolah, semua permasalahan tersebut satu persatu dapat teratasi.
Hal ini dapat dilihat keberhasilan Komite Sekolah SMA Negeri 8 Surakarta
mewujudkan program-program sekolah dalam hal perencanaan dan penggalangan
dana, serta terealisirnya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Program-
program yang telah terealisir tersebut masuk dalam program kerja yang telah
disusun dan disepakati bersama oleh pihak sekolah dan komite, dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh pihak sekolah sedangkan komite berperan sebagai
pengawas atau badan yang melakukan kontrol. Komite sekolah dalam
peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di SMA Negeri 8 Surakarta
mengalami kendala dalam pelaksanaan program dan kegiatan sekolah karena
banyak orang tua siswa tidak mampu untuk itu kegiatan belum berjalan dengan
lancar.
2.5. Kerangka Berfikir Penelitian
Tujuan pendidikan akan tercapai dengan pendidikan yang bermutu. untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu perlu keterlibatan unsur-unsur yang
berhubungan dengan lembaga pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan salah
satunya adalah komite sekolah. Sesuai Keputusan Menteri Pendidikan nasional
Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, bahwa
komite sekolah dibentuk dengan tujuan untuk menyalurkan aspirasi,
28
meningkatkan tanggungjawab masyarakat terhadap pendidikan dan menciptakan
suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Peran Komite sekolah sebagai pemberi pertimbangan, pendukung,
pengontrol, dan mediator menjadi harapan dalam meningkatkan mutu layanan
pendidikan. Untuk itu komite sekolah harus memahami perannya, dengan
memahami perannya komite sekolah mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
dengan baik, sehingga peningkatan mutu sekolah dapat dicapai.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Peran Komite Sekolah di SMA PGRI1
Temanggung
Komite Sekolah SMA PGRI
1 Temanggung
Peran Komite Sekolah SMA
PGRI 1 Temanggung
Pendukung baik
yang berwujud
financial,
pemikiran
maupun tenaga
dalam
penyelenggaraan
pendidikan di
satuan
pendidikan.
Pemberi
pertimbangan
dalam
penentuan dan
pelaksanaan
kebijakan
pendidikan di
satuan
pendidikan.
Pengontrol
dalam rangka
transparansi
dan
akuntabilitas
penyelenggaraa
n dan keluaran
pendidikan di
satuan
pendidikan.
Diskripsi Pemaknaan dan Evaluasi
Peran Komite Sekolah di SMA PGRI
1 Temanggung
Mediator antara
pemerintah
(eksekutif)
dengan
masyarakat di
satuan
pendidikan.