bab ii landasan teori 2.1. konsep diri 2.1.1. pengertian...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Diri
2.1.1. Pengertian Konsep diri
Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,
karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam diri
individu ketika berinteraksi dengan lingkungan. Definisi yang diberikan Fitts
tentang konsep diri adalah : “... the self as seen, perceived, and experienced by
him. This is a perceived self or individuals self concept. (diri sebagai sesuatu yang
dilihat, dipahami, dan dialami oleh individu. Inilah yang diterima dan ditangkap
diri atau konsep diri dari seorang individu).
Fitts (1971) mengungkapkan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap perilaku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang
akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan memahami perilakunya. Jika
individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan
penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya, maka hal ini menunjukkan
suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya
sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana ia lakukan terhadap obyek-obyek lain
yang ada dalam kehidupannya. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap perilaku
seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah
meramalkan dan memahami perilaku seseorang. Pada umumnya perilaku individu
berkaitan dengan gagasan tentang dirinya sendiri.
8
Konsep diri merupakan pandangan, asumsi serta kesan siswa tentang karakteristik
yang dimilikinya baik secara fisik maupun psikis, penerimaan, penilaian,
penghargaan dan keyakinan yang terdapat dalam diri siswa yang dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya.
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep diri
Menurut Fitts ( dalam Agustiani, 2006 ) konsep diri seseorang dapat di
pengaruhi oleh faktor berikut :
a) Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan
positif dan perasaan berharga, pengalaman dalam diri yang yang memberi
pengaruh yang positif bagi diri individu.
b) Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain,
kemampuan yang yang ada dalam diri yang dapat dihargai orang lain.
c) Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarnya, pengembangan diri yang dilakukan individu sebagai bukti bahwa
individu mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
2.1.3 Pengukuran Konsep Diri
Metode yang umum dipakai untuk mengukur konsep diri yang dibuat oleh
beberapa penulis , yaitu:
1) Skala
Skala konsep diri ini dibuat oleh William H. Fitts (1971) yang dikembangkan
dari teori Fitts yang bernama TSCS (Tennessee Self Concept Scale). Cara
menjawab tiap item adalah dengan meminta subyek merespons masing-
masing pertanyaan dengan menyetujui item yang bersangkutan berlaku
9
padanya atau memberi ciri baginya yang terdapat pada skala yang ditetapkan
dengan biasanya terdiri atas tiga, lima atau bahkan lebih. Skor-skor ini
biasanya diberi label dari ‘tidak pernah’ atau ‘jarang’ pada satu sisi dari
kontinum skala ini sampai ‘amat sering’ atau ‘seringkali’. Skor dari penilaian
ini kemudian dipakai sebagai bobot-bobot berupa angka-angka untuk
mendapatkan skor total bagi semua item.
2) Teknik Q-Sort
Teknik penyortiran-Q dikembangkan Stevenson yang digunakan sangat luas
untuk pemberian indeks konsep diri adalah kelompok 100 item rujukan diri
yang berasal dari protokol-protokol penyembuhan. Item-item yang
menjelaskan kepribadian ini cenderung menjadi pernyataan-pernyataan tegas
yang umum dan tidak spesifik menurut keadaannya, misalnya ‘Saya malu’,
disortir oleh subyek ke dalam sembilan tumpukan yang disusun pada sebuah
kontinum sesuai dengan derajat kepada makna subyek mengklaim tumpukan-
tumpukan kartu tersebut merupakan karakteristik dirinya sendiri. Subjek
tersebut dipaksa oleh intruksi untuk menempatkan sejumlah item yang
spesifik dan ke dalam masing-masing tumpukan agar menghasilkan suatu
distribusi kuasi normal dari item-item. Item ini dapat disortir lagi ke dalam
sembilan tumpukan karakteristik idealnya bagi dirinya, atau tentang
bagaimana dia meyakini orang-orang lain memandangnya.
3) Metode respons yang tidak berstruktur dan bebas
Dalam metode-metode ini subyek diminta untuk menyediakan bahan-bahan
mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimat-kalimat yang
10
diberikan atau membuat sebuah ringkasan. Pertama subjek diberi sejumlah
pernyataan yang tidak lengkap yang diminta untuk melengkapinya. Nilai dari
respons yang bebas atau teknik-teknik yang tidak berstruktur terletak di
dalam penyingkiran pembatasan yang diadakan oleh teknik skala penilaian.
Dimana subyek dipaksakan untuk memilih di antara alternatif-alternatif yang
terbatas pada pertanyaan-pertanyaan, yang menyebabkan subjek tersebut
memberikan respons yang wajar terhadap dirinya yaitu bahwa klasifikasi
respons-respons menjadi sangat sulit. Kualitas proyektif dari respons-respons
yang diperoleh berarti bahwa prosedur penghitungan skor terletak pada
sebagian besar penilaian subjektif dari orang yang mengadakan penghitungan
skor itu sendiri meskipun penerapan kategori-kategori yang diseleksi lebih
dulu . Orang yang penghitungan skor masih harus memutuskan jika respons-
respons cocok kedalam sebuah kategori atau ke dalam yang lainnya. Validitas
sukar untuk diketahui dengan pasti dan validitas permukaan sering-sering
merupakan satu-satunya bentuk yang didahulukan
4) Teknik proyektif
Teknik proyektif digunakan untuk mengukur konsep diri yang dibawah sadar
(uncounsious self concept). Fiedman, Mussen dan Jones, Linton dan Graham,
Mereka memberikan alasan bahwa sejumlah pengukuran dari lapangan
fenomenologi memberikan sebuah inventori variabel-variabel yang tidak
lengkap di mana tingkah laku subjek didasarkan dan beberapa karakteristik
subjek yang penting tidak tersedia bagi kesadarannya. Para teoris
menunjukkan bahwa proses belajar yang paling penting terjadi dengan pra-
11
verbal, dan kebutuhan untuk mempertahankan sebuah konsep diri yang positif
mungkin membawa kepada penolakan dan represi.
5) Daftar Checklist
Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat ataupun
pernyataan-pernyataan yang sesuai yang menjelaskan dirinya sendiri. Hanya
item-item tersebut dicek yang berlaku pada subyek tersebut. Pada hakikatnya
suatu skala respons ya/tidak. Pengecekan semuanya atau tidak ada
pengecekan mencegah setiap penentuan derajat keterlibatan dari item-item
terhadap individu. Jadi skala penilaian tipe Likert lebih disukai karena
memberikan lebih banyak data.
2.1.4 Meningkatkan Konsep Diri
Menurut Fitts (1971) menyatakan bahwa ada empat aspek yang dapat
meningkatkan konsep diri, adalah sebagai berikut :
a. Aspek Kritik Diri
Jika ingin memiliki rasa mampu yang realistik, individu harus terbuka dengan
kelemahan diri. Individu harus bersedia menerima umpan balik dari orang
lain sebagai suatu kritik yang membangun, bukan kritik menghancurkan.
b. Aspek Penghargaan Diri
Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan pada
dirinya, seorang individu akan membentuk penghargaan diri terhadap dirinya.
Semakin baik label atau simbol yang ada pada dirinya, maka akan semakin
baik pula penghargaan yang diberikannya pada diri sendiri jika individu
memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik pada dirinya.
12
c. Aspek Integrasi Diri
Menunjuk pada kemampuan individu dalam membuat kesesuaian anatara
penilain dan kenyataan yang ada. Jika kesesuaian ini terpenuhi, individu yang
bersangkutan dapat dikatakan memiliki integrasi diri yang baik, karena ia
mencoba realistik dalam memberi penilaian.
d. Aspek Keyakinan Diri
Aspek ini menggambarkan sejauh mana keyakinan indvidu dalam menilai
dirinya sendiri. Individu yang tidak yakin akan dirinya, siapa dan bagaimana
keadaannya, akan mempunyai konsep diri yang tidak tepat. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu keyakinan diri yang kuat bahwa penilain yang diberikan
sudah tepat sesuai dengan kenyataan. Dengan kata lain, dibutuhkan keyakinan
bahwa penilaian tersebut sudah dilengkapi dengan keterbukaan akan
kelemahan diri agar konsep diri yang terbentuk menjadi tepat.
2.2.5. Aspek-aspek Konsep Diri
Aspek- aspek konsep diri menurut Fitts (1971) adalah sebagai berikut :
1. Konsep Diri Fisik Konsep diri fisik berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap keadaan dirinya secara fisik.
2. Konsep Diri Pribadi Konsep diri pribadi berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap keadaan pribadinya.
3. Konsep Diri Sosial Konsep diri sosial berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungan skitarnya.
4. Konsep Diri Moral Etik Konsep diri moral etik berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap dirinya sendiri yang dilihat dari standar perimbangan nilai-moral dan etika.
5. Konsep diri keluarga berarti perasaan dan harga diri seorang individu terhadap kedudukannya sebagai anggota keluarga.
13
6. Konsep Diri Akademik Konsep diri akademik berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian terhadap dirinya berdasarkan akademik.
2.2 Bimbingan Pribadi
2.2.1 Pengertian Bimbingan Pribadi
Bimbingan Pribadi merupakan layanan untuk membantu para individu
dalam mengembangkan diri, pemahaman diri dan pengarahan diri yang meliputi
aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir. (Depdiknas, 2007)
Bimbingan pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu
agar memperoleh pemahaman dan pengarahan diri. Bimbingan pribadi memberi
bantuan agar setiap individu dapat menemuka dirinya, sehingga mereka mampu
memilih, merencanakan dan memutuskan secara bijaksana. Program
pengembangan diri berpusat pada pemenuhan kebutuhan akan rasa aman,
mencintai dan dicintai, harga diri serta kebebasan mengaktualisasi dirinya.
Bimbingan pribadi di sekolah diarahkan untuk memantapkan kepribadian
dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah
dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian
pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi
serta ragam permasalahan yang dialami individu.
2.2.2. Kebutuhan Bimbingan Pribadi
Kebutuhan bimbingan pribadi (Depdiknas, 2007) adalah sebagai berikut :
(1) Kebutuhan untuk mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya. (2) Kebutuhan untuk mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya.
14
(3) Kebutuhan untuk mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut. (4) Kebutuhan untuk memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri. (5) Kebutuhan untuk menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat. (6) Kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya. (7) Kebutuhn untuk mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
2.2.3. Aspek-aspek Bimbingan Pribadi
Secara khusus bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu individu agar
dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek-aspek
dibawah ini (Depdiknas, 2007) :
a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak mneyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
d. Memiliki pemahaman dan peenrimaan diri secara objektif dn konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. f. Memiliki kemampuan utnuk melakukan pilihan secara sehat. g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai
orang lain, tidk melecehkan martabat atau harga dirinya. h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk
komitmen terhadap tugas atau kewajibannya. i. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Dari ke 9 aspek diatas masing-masing aspek memiliki beberapa indikator. Adapun
indikator yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
15
1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
a. Baik dan santun b. Orang saleh c. Orang yang jujur d. Puas dengan Tuhan e. Selalu pergi ke tempat ibadah f. Tidak suka berbohong untuk menutupi kesalahan g. Agama panduan sehari-hari h. Melakukan hal yang benar i. Melakukan perubahan saat menyadari telah melakukan kesalahan j. Tidak menggunakan kecurangan demi mendapatkan kebaikan k. Tidak Melakukan hal buruk
2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain.
a. Saling menghormati. b. Memilihara hak sebagai umat beragama tertentu. c. Memilihara kewajibab sebagai umat beragama d. Memberi selamat kepada umat beragama lain yang merayakan hari
besar agamanya. e. Menjaga ketenangan di lingumgan tempat ibadah orang lain.
3) Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara
yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak mneyenangkan (musibah).
a. Memahami hal-hal yang menyenangkan. b. Memahami hal-hal buruk yang terjadi. c. Mampu bersikap positi dalam merespon keadaan yang
menyenangkan. d. Mampu bersikap positi dalam merespon keadaan yang tidak
menyenangkan. 4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dn konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
Pemahamanan diri (Fisik) a. Tubuh dalam keadaan sehat b. Penampilan rapi dan menarik c. Suka dengan tubuh yang sekarang d. Merawat tubuh dengan baik e. Berhati-hati dengan penampilan
16
Pemahaman diri (Psikis)
a. Bepikir abstrak. b. Berperan sesuai dengan jenis kelamin. c. Mengendalika diri.
Penerimaan diri (Fisik)
a. Berat badan b. Tinggi badan c. Percaya diri dengan penampilan d. Menerima keadaan tubuh e. Merasa senang dengan tubuh
Penerimaan diri (psikis) a. Bepikir abstrak. b. Berperan sesuai dengan jenis kelamin c. Mengendalikan diri.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain
a. Mengahargai diri sendiri. b. Menghargai orang lain. c. Bersikap baik dengan orang lain. d. Tidak menganggap diri hina. e. Membuka diri terhadap orang lain. f. Percaya dengan kemampuan diri. g. Percaya akan kempuan orang lain. h. Ramah terhadap orang lain.
6. Memiliki kemampuan utnuk melakukan pilihan secara sehat.
a. Membuat rencana b. Menetapkan tujuan c. Tidak terburu-buru. d. Memikirkan baik buruknya sebuah pilhan. e. Berpikir positif.
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang
lain, tidk melecehkan martabat atau harga dirinya.
a. Menghormati orang lain. b. Tidak melecehkan martabat atau harga diri orang lain.
17
8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas atau kewajibannya.
a. Tanggung jawab terhadap diri sendiri. b. Tanggung jawab sebagai seorang siswa c. Tanggung jawab sebagai seorang anak. d. Tanggung jawab terhadap sebuah tugas
9. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
a. Tidak terburu-buru. b. Berpikir matang-matang c. Bersikap tenang. d. Mengetahui konsekuensi dari keputusan itu. (Rambu-rambu
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam jalur pendidikan formal, 2007)
2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Puspita (2004) di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putra
dengan sampel sebanyak 65 orang menyimpulkan bahwa di lapangan
menunjukkan, bahwa proses bimbingan pribadi yang diberikan dibalai pemulihan
dan dilanjutkan di keluarga memberi hasil yang positif terhadap perubahan diri
individu sesuai dengan tujuan bimbingan pribadi. Temuan ini sesuai dengan yang
dilakukan Masril (1997) di SMA Surabaya pada siswa kelas XI dengan hasil ada
hubungan yang berkorelasi signifikan antara program bimbingan dan konseling
dengan berdasarkan karakteristik konsep diri.
Sedangkan penelitian Bagio (1999) di SLBN A Bandung dengan hasil
pelaksanaan program bimbingan dan konseling di tingkat lanjutan pertaman
disana belum memenuhi kebutuhan perkembangan siswa termasuk dalam hal
perkembangan konsep diri.
18
Sawiri (2007) meneliti Hubungan antara kemanfaatan layanan bimbingan
pribadi dengan konsep diri siswa kelas X SMA Theresiana Salatiga dengan hasil
tidak ada hubungan yang signifikan antara kemanfaatan layanan bimbingan
pribadi dengan konsep diri siswa kelas X SMA Theresiana Salatiga dengan hasil
rxy = 0,136 dengan nilai p=0,228 > 0,05.
2.4. Hipotesis
• Ada hubungan yang signifikan antara kebutuhan bimbingan pribadi
dengan konsep diri siswa kelas XI SMK Teknologi dan Industri Kristen
Salatiga.
• Semakin tinggi kebutuhan bimbingan pribadi maka akan semakin tinggi
juga konsep diri siswa SMK Teknologi dan Industri Kristen Salatiga.