bab ii koreksi

27
BAB 2 DAFTAR PUSTAKA 2.1 Konsep Sehat secara Umum Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi penga laman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.(Septiani, 2012) 2.1.1. Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain(Septiani, 2012): 1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

Upload: ayusari14

Post on 08-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mini project

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Koreksi

BAB 2

DAFTAR PUSTAKA

2.1 Konsep Sehat secara Umum

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan

gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau

perawatan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan

bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat

keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi

kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana

diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan

kesehatan adalah kombinasi penga laman belajar yang dirancang untuk

mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi

kesehatan.(Septiani, 2012) 

2.1.1. Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi

dua, secara umum dan secara khusus. 

Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain(Septiani, 2012):

1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman 

pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber

lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan

hidup manusia.

3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara

masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam

menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

 Tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan

atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya

berupa(Septiani, 2012):

1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.

2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi

secara luas oleh masyarakat.

Page 2: BAB II Koreksi

3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara,

kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan

makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.

4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah

tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.

5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan

cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.              

6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.

7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.

8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kese-

hatan lingkungan

2.1.2. Tujuan Pembangunan Kesehatan

Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk

tercapainya tujuan utama sebagai berikut(Septiani, 2012):

1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri

dalam bidang kesehatan.

2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.

3. Peningkatan status gizi masyarakat.

4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma 

keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berdasarkan keputusan Menteri

Kesehatan R.I No. 1193/MENKES/KES/SK/X?2004 adalah salah satu kebijakan

nasional yaitu promosi kesehatan untuk mendukung pencapaian visi Indonesia

Sehat 2010. Berikut penjelasan tentang PHBS yang meliputi pengertian, tatanan

dan indikator.

2.2.1. Pengertian PHBS

PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau

keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif

mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes, R.I 2006).

Page 3: BAB II Koreksi

PHBS adalah wujud pemberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan

mampu mempraktekkan PHBS. Program PHBS adalah upaya untuk memberikan

pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat mengenali dan

mengatasi masalahnyas endiri, terutama dalam tatanan masing-masing dan

masyarakat agar dapat menerapkan cara hidup sehat dengan menjaga,

memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes,R.I 2006).

2.2.2 Tatanan PHBS

Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja,

bermain, berinteraksi dan lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu

rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan dan tempat umum

(Depkes.RI,2006)

2.2.3 Indikator PHBS

Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang dijalankan

telah sesuai dengan rencana dan menghasilkan dampak yang diharapkan.

Dengan demikian indikator merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu

keadaan atau kecenderungan keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok

perhatian (Depkes R.I, 2006). Yang termasuk indikator PHBS di sekolah :

1. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun

2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

4. Olahraga yang teratur dan terukur

5. Tidak merokok

6. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan

7. Membuang sampah pada tempatnya

8. Memberantas jentik nyamuk

2.2.4. PHBS di Tatanan Sekolah

Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan

segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut

kurikulum. Sekolah adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar

secara formal, dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau

pengajar kepada anak didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam

Page 4: BAB II Koreksi

pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak, maka disamping

keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah juga mempunyai fungsi sebagai

pusat pendidikan untuk pembentukkan pribadi anak.

PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa,guru, dan

masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkaN

PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.

Manfaat dari pelaksanaan PHBS di sekolah adalah sebagai

berikut(Depkes,2006):

a. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik,guru, dan

masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan

ancaman penyakit

b. Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada

prestasi belajar peserta didik

c. Mencegah sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga

mampu menarik minat orang tua (masyarakat)

d. Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan

e. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi sekolah atau daerah lain

2.3 Diare

2.3.1 Definisi Diare

Pasien dinyatakan menderita diare bila ia mengalami BAB sebanyak 3

kali atau lebih dalam satu hari dengan konsistensi lunak atau cair. Diare akut

merupakan diare yang biasanya berakhir dalam 1 sampai 2 hari dan dapat

berhenti dengan sendirinya. (NDDIC, 2013)

Diare yang berlanjut setelah dua hari mungkin diakibatkan oleh penyebab

yang lebih serius. Diare kronis-diare yang berakhir setelah setidaknya 4 minggu-

mungkin merupakan penanda adanya penyakit kronis dalam tubuh. Gejala diare

kronis dapat berlanjut atau hilang timbul. (NDDIC, 2013)

Diare dapat menyebabkan dehidrasi, yang berarti tubuh mengalami

kekurangan cairan dan elektrolit-komponen garam seperti sodium, potassium,

dan klorida-untuk dapat berfungsi secara baik. Diare dengan konsistensi cair

menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih banyak dibanding diare

dengan konsistensi lunak. Topik dehidrasi ini akan dibahas lagi pada bagian

selanjutnya makalah ini.(NDDIC, 2013)

Page 5: BAB II Koreksi

2.3.2 Epidemiologi Diare

Diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada

anak di negara-negara berkembang dan juga merupakan penyebab utama

terjadinya malnutrisi. Di seluruh dunia pada tahun 2003 terjadi sebanyak 1,5

miliar kasus diare dengan angka kematian sebesar 1,5-2,5 juta/tahun. Di

Indonesia diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama

dimana satu dari tiga pasien yang berkunjung ke Puskesmas datang dengan

keluhan diare. Sebesar 30% pasien yang harus menjalani rawat inap di Rumah

sakit adalah pasien penderita diare. Dan pada survey yang dilakukan pada tahun

2003 menunjukkan angka morbiditas diare di semua usia adalah sebesar 200-

374/1000 populasi per tahun.

2.3.3 Penyebab Diare

Diare akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit.

Diare kronis biasanya terkait dengan kelainan fungsional seperti irritable bowel

syndrome atau penyakit-penyakit pada usus seperti Chron’s disease. (NDDIC,

2013)

Penyebab paling umum dari diare adalah sebagai berikut (NDDIC, 2013):

Infeksi bakteri . Beberapa tipe bakteri masuk ke dalam tubuh melalui makanan

atau ar yang terkontaminasi dan mengakibatkan diare. Bakteri-bakteri yang

paling sering menjadi etiologi diare meliputi Campylobacter, Salmonella,

Shigella, and Escherichia coli (E. coli).

Infeksi virus . Sejumlah virus dapat menyebabkan diare, termasuk rotavirus,

norovirus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and viral hepatitis. Infeksi

oleh rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak-anak.

Diare akibat rotavirus biasanya dapat sembuh sendiri setelah 3 sampai 7 hari

akan tetapi dapat menyebabkan gangguan dalam pencernaan laktosa

selama satu bulan berikutnya atau bahkan lebih lama.

Parasit . Parasit dapat masuk ke dalam tuuh melalui makanan dan air yang

dikonsumsi kemudian erdomisili dalam saluran cerna. Parasit yang dapat

menyebabkan diare meliputi Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan

Cryptosporidium.

Kelainan fungsional usus . Diare dapat merupakan penanda terjadinya

gangguan fungsi usus atau yang disebut irritable bowel syndrome.

Page 6: BAB II Koreksi

Penyakit-penyakit intestinal. Inflammatory bowel disease, ulcerative colitis,

Crohn’s disease, dan celiac disease.

Intoleransi dan sensitivitas terhadap makanan . Beberapa orang mengalami

kesulitan dalam mencerna material makanan tertentu, seperti laktosa, yaitu

komponen gula yang ditemukan di dalam susu dan produk susu. Beberapa

orang dapat mengalami diare ketika mereka memakan sejumlah besar

komponen pengganti glukosa.

Efek samping obat . Antiiotik, obat kemoterapi, dan antasida yang

mengandung magnesium dapat menyebabkan diare.

Berikut merupakan persentase penyebab diare tersering (Wibowo, 2011) :

Rotavirus (15 – 25%)

Escherichia coli enterotoksigenic (10- 20%)

Shigella (5 – 15%)

Camphylobacter jejuni (10 – 15%)

Cryptosporidium (5 – 15%)

Sejumlah orang mengalami diare setelah menjalani operasi/pembedahan

di area perut, yang dapat mengakibatkan makanan melewati saluran cerna

dengan lebih cepat. (NDDIC, 2013)

Para turis yang mengunjungi negara asing memiliki resiko terkena

traveler’s diarrhea, yang mana dikarenakan memakan makanan atau meminum

air yang terkontaminasi bakteri, virus atau parasit. Traveler’s diarrhea sering

terjadi pada turis yang mengunjungi Negara-negara berkembang di kawasan

Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia. Kunjungan ke Kanada, sebagian besar

Negara Eropa, Jepang, Australia, dan Selandia Baru jarang menimbulkan

traveler’s diarrhea. (NDDIC, 2013)

Seringkali penyebab diare tidak dapat diidentifikasi. Selama diare dapat

berhenti sendiri dalam waktu 1 sampai 2 hari, maka penggalian penyebab diare

bukanlah suatu masalah penting.(NDDIC, 2013)

Berikut adalah diagram penyebab diare (Santoso, 2008):

Page 7: BAB II Koreksi

Gambar II.1. Etiologi Diare. (Santoso, 2008)

2.3.4 Klasifikasi Diare

Diare diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu diare osmotik, diare

sekretorik, dan diare eksudatif.

Diare osmotik terjadi ketika sesuatu dalam usus menarik air dari sirkulasi

tubuh ke dalam usus. Contoh tersering kasus ini adalah kasus dimana pengganti

gula, seperti assorbitol, tidak dapat diserap oleh tubuh melainkan malah menarik

air dari tubuh ke dalam usus sehingga menghasilkan diare. (Johnsons, 2012)

Klasifikasi diare yang berikutnya adalah diare sekretorik dimana diare ini

terjadi ketika tubuh melepaskan sejumlah besar air secara abnormal ke dalam

usus. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar kasus infeksi, obat-obatan,

dan kondisi-kondisi lain yang menyebabkan diare sekretorik. (Johnsons, 2012)

Jenis klasifikasi diare yang ketiga yaitu diare eksudatif. Istilah ini jarang

digunakan untuk mengklasifikasikan diare, dimana sebagian pihak dunia medis

hanya mengklasifikasikan diare ke dalam dua golongan yaitu osmotik dan

sekretorik. Diare eksudatif ini disebabkan oleh adanya darah dan nanah dalam

feses yang terjadi pada kasus inflammatory bowel disease, seperti Crohn’s

disease atau colitis ulseratif, dan beberapa infeksi (Johnsons, 2012).

2.3.5 Gejala Diare

Page 8: BAB II Koreksi

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,

terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik.

Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan

serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam

sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat

dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.(Soegijanto, 2002).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi

empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu

atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa

mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi

virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,

demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula

mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu

misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan

bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau

demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula

pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja

mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan

sesudah diare. Bila penderita banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala

dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan

ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit

tampak kering.

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran

cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan

elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan

akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau

berat.

Berikut adalah tabel yang membedakan antara gejala diare osmotik dan

diare sekretorik :

Tabel II.1 Perbedaan Gejala Diare Osmotik dan Diare Sekretorik (Santoso, 2008)

OSMOTIK SEKRETORIK

VOLUME BAB < 200 ml/hari > 200 ml/hari

Page 9: BAB II Koreksi

Dengan

berpuasa

DIARE

Stop

DIARE

Berlanjut

Na+ dalam

feses

< 70 mEq/l > 70 mEq/l

Penyusutan

substansi

(+) (-)

pH feses < 5 > 6

2.3.6 Bahaya Diare

Bahaya diare biasanya mengikuti jenis diarenya, berikut adalah bahaya

utama dari tiap-tiap jenis diare (Santoso, 2008):

Diare cair akut : bahaya utamanya adalah dehidrasi, dan penurunan berat

badan jika pemberian nutrisi tidak adekuat

Diare akut berdarah (disentri) : bahya utama diare jenis ini adalah :

kerusakan usus, sepsis, malnutrisi, dan dehidrasi.

Diare persisten : bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi nonintestinal

serius, selain itu juga dapat terjadi dehidrasi

2.3.6.1 Dehidrasi

Dari paragraf di atas dapat disimpulkan bahwa semua diare dapat

menimbulkan bahaya utama yaitu dehidrasi. Dehidrasi terjadi ketika jumlah air

dan elektrolit yang hilang tidak digantikan secara adekuat. Banyak kasus diare

berujung pada kematian dikarenakan kondisi dehidrasi ini.

Tanda-tanda yang dapat dikenali oleh pasien sendiri sebagai berikut

(Johnsons, 2012):

Urin berwarna gelap

Volume urin sedikit

Nadi cepat

Nyeri kepala / pusing

Kulit kering

Gelisah

Bingung

Page 10: BAB II Koreksi

Saat diare terjadi peningkatan jumlah air dan elektrolit yang hilang dari

tubuh melalui feses yang cair. Selain itu, cairan juga hilang melalui muntah,

keringat, urine, dan uap air yang keluar saat bernafas. Dehidrasi terjadi ketika air

dan elektrolit yang keluar dari tubuh ini tidak mendapatkan kompensasi yang

adekuat.

Derajat Dehidrasi

Dehidrasi diagi menjadi 3 tingkatan yaitu : 1. Tanpa dehidrasi, 2,

Dehidrasi Ringan/Sedang, dan 3. Dehidrasi Berat. Derajat dehidrasi ditentukan

berdasar tanda dan gejala yang merefleksikan jumlah cairan yang hilang.

Pada tahap awal dehidrasi, tidak didapatkan tanda dan gejala, seiring

makin parahnya dehidrasi, tanda dan gejala makin tampak, yakni berupa rasa

haus, gelisah, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, dan mata

cowong. Pada dehidrasi berat, dapat ditemukan tanda shock berupa penurunan

kesadaran, akral dingin, denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah

hingga tidak terdeteksi, dan capillary refill time yang memanjang (>2detik). Jika

hal ini tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kematian.

Kriteria derajat dehidrasi

Gejala

/

deraja

t

dehidr

asi

Diare

tanpa

dehidr

asi

Diare

denga

n

dehidr

asi

ringan

/

sedan

g

Diare

denga

n

dehidr

asi

berat

  Bila

terdapa

t dua

tanda

atau

lebih

Bila

terdapa

t dua

tanda

atau

lebih

Bila

terdapa

t dua

tanda

atau

lebih

Kedaaa

n

umum

Baik,sa

dar

Gelisah

, rewel

Lesu,

lunglai/

tidak

Page 11: BAB II Koreksi

sadar

Mata Tidak

cekung

Cekung Cekung

Keingin

an

untuk

minum

Normal

, tidak

ada

rasa

haus

Ingin

minum

terus,

ada

rasa

haus

Malas

minum

Turgor Kembal

i

segera

Kembal

i

lambat

Kembal

i

sangat

lambat

2.3.6.2 Gangguan Keseimbangan Asam Basa

Gangguan keseimbangan asam basa atau asidosis metabolic terjadi

ketika

a. hilangnya senyawa sodium bikarbonat melalui feses

b. terjadi ketosis akibat kurangnya asupan energy

c. peningkatan asam laktat akibat anoksia jaringan

d. ginjal tidak mampu mengekskresikan metabolit asam karena oliguria

e. transfer ion sodium dari ekstrasel ke intrasel

Tanda klinis asidosis metaboli yang khas berupa : nafas cepat dan

dalam, atau disebut nafas Kuszmaull.

2.3.6.3 Hipoglikemia

Meskipun hipoglikemia jarang terjadi pada pasien dengan asupan nutrisi

yang baik, kondisi ini dapat mengancam jiwa. Tanda dan gejala yang muncul

berupa apatis, gelisah, tremor, berkeringat, pucat, shock, kejang, bahkan koma.

2.3.6.4 Malnutrisi

Malnutrisi dapat terjadi pada kondisi diare karena beberapa hal yaitu :

a. pasien menghentikan makan karena merasa makan akan memperparah

diare

Page 12: BAB II Koreksi

b. peningkatan motilitas usus menyebabkan usus tidak sempat mencerna

makanan yang melewatinya

2.3.6.5 Gangguan Sirkulasi Darah

Jika dehidrasi berat terus berlanjut maka akan muncul gejala shock

hipovolemik, yang terdiri dari penurunan kesadaran, akral dingin, denyut nadi

cepat dan lemah, tekanan darah rendah hingga tidak terdeteksi, dan capillary

refill time yang memanjang (>2detik). Jika hal ini tidak segera ditangani dapat

mengakibatkan kematian.

2.3.7 Terapi Diare

Terapi esensial untuk diare meliputi :

1. pemberian cairan

2. melanjutkan pemberian ASI (khusus bayi <6bulan) dan makan

3. Antibiotik, bila diindikasikan

4. Tidak memberikan agen antidiare secara rutin

5. Terapi penyakit lain yang menyertai

Istilah yang dikenal mengenai pemberian cairan adalah TRAS (Type of

the fluid, Route of administration, Amount of fluid to administer, Schedule

(velocity) of fluid administration)

1. Terapi rehidrasi

Tujuan dari terapi rehidrasi adalah untuk menggantikan deficit cairan

dan elektrolit yang terjadi saat diare dan dilanjutkan sampai diare berhenti.

Penggantian cairan ini dapat dilakukan secara intravena maupun peroral.

Untuk makalah ini yang akan dibahas hanya mengenai rehidrasi oral.

Penggantian cairan secara oral disebut juga dengan ORS (Oral Rehydration

Solution) atau Oralit. Di bawah ini adalah panduan memberikan oralit.

Diare tanpa dehidrasi

Berikan oralit dosis pemeliharaan seperti dibawah ini

(untuk mencegah dehidrasi), sampai diare berhenti

Umur Jumlah oralit yang

diberikan tiap b.a.b.

ml Gelas

Page 13: BAB II Koreksi

Dibawah 1 thn 50 – 100 ml ½ gelas

1 – 4 thn 100 – 200 ml 1 gelas

5 – 12 thn 200 – 300 ml 1 ½ gelas

Dewasa 300 – 400 ml 2 gelas

Diare dengan dehidrasi ringan/sedang

Beri oralit seperti dibawah ini, untuk mengoreksi dehidrasi :

Umur Jumlah oralit yang

diberikan dlm 3 jam

ml Gelas

Dibawah 1 thn 300 ml 1 ½ gelas

1 – 4 thn 600 ml 3 gelas

5 – 12 thn 1200 ml 6 gelas

Dewasa 2400 ml 12 gelas

Cairan ini juga dapat dibuat di rumah dengan jenis-jenis sebagai

berikut :

Air beras + garam

Larutan garam gula, dengan garam 3g/L dan gula 16 g/L

Air sup ayam dengan garam

2. Manajemen Diet

Prinsip utama manajemen diet saat diare terdiri atas 5 komponen

yaitu : 1. ASI (khusus bayi<6 bulan, tidak dibahas dalam makalah ini),

2. formula susu lainnya (bayi dan balita, tidak dibahas dalam makalah ini),

3. pemberian makanan yang halus,

4. makanan yang diberikan setelah diare berhenti

5. suplementasi mikronutrien.

Pemberian makanan halus

Page 14: BAB II Koreksi

Makanan yang diberikan adalah makanan yang biasa dimakan,

dimasak matang, dan dihaluskan sehingga lebih mudah dicerna. Jika

memungkinkan dapat ditambahkan 5-10 ml minyak sayur untuk

meningkatkan kandungan energi. Hindari makanan manis, soft drink yang isa

menyebabkan diare osmotik.

Pemberian makanan setelah diare berhenti

Makanan yang diberikan setelah diare adalah makanan dengan kalori

tinggi dan diberikan makanan ekstra 1x dalam satu hari (makan 4x/hari)

selama 1 hingga 2 minggu.

Suplementasi Mikronutrien

Mikronutrien yang diberikan terdiri atas vitamin A, Zink, dan probiotik.

Vitamin A sering diberikan untuk anak usia di bawah 1 tahun untuk

memperbaiki fungsi asorbsi usus. Vitamin A juga dapat diperoleh dari

makanan yang mengandung banyak karoten seperti wortel dan papaya.

Zink merupakan mikronutrien yang direkomendasikan oleh WHO

sejak tahun 2004. Zink dapat mengurangi keparahan dan durasi diare,

dengan dosis 1 x 20 mg yang diberikan selama 10 hari berturut-turut.

Probiotik adalah asupan makanan yang mengandung bakteri

bermanfaat yang memiliki efek positif bagi kesehatan Bakteri yang dikandung

adalah Bifidobacteria dan Lactobacillae. Probiotik berfungsi untuk membantu

managemen diare akut, nosokomial, dan diare akibat pemberian antibiotik

3. Pemberian Obat Antimikroba

Obat antimikroba diberikan bila telah ada dasar kuat penyebab diare

yang dialami pasien. Jika penyebab diare berasal dari infeksi parenteral, maka

antibiotic diberikan secara sistemik. Jika tidak ada infeksi parenteral, maka

antibiotik cukup dengan pemberian oral. Antibiotik diberikan bila :

Ditemukan bakteri pathogen dalam kultur feses

Ditemukan darah dalam feses baik dengan pemeriksaan makroskopik

maupun mikroskopik.

Ada gejala klnis infeksi enteral

Diduga infeksi nosokomial pada neonatus

4. Pemberian Obat Simptomatik

Obat simptomatik yang diberikan terdiri atas obat antimotilitas,

adsorben, dan antiemetic.

Page 15: BAB II Koreksi

Obat antimotilitas seperti papaverin, extractum belladonna,

camphorated tincture of opium, loperamide hydrochloride, codeine, dsb. Obat-

obat ini dapat mengurangi frekuensi diare tapi juga dapat berefek samping

seperti ileus paralitik dan dapat memperpanjang masa infeksi karena

menghambat pengeluaran infeksi atau toksin penyebab diare.

Obat adsorben seperti Kaolin, pectin, attapulgite, activated charcoal,

smectite and cholestyramine dapat mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri

dan dapat melindungi mukosa usus.

Obat antiemetic biasanya tidak diperlukan karena muntah dapat

berkurang ketika pasien telah terrehidrasi.

2.3.8 Pencegahan Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum

yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi

kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary

Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan

pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan

terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

2.3.8.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,

lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya

agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan

sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi

lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat

dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

1. Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir

70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum,

mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut

WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter.

Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan

besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie,

1984).

Page 16: BAB II Koreksi

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air

permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung

kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa

yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996).

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam

terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba

patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak

mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan

air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).

Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air

dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air

tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi

sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari

sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air

bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan,

perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie,

1984).

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari

sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh

dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air

harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah

dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak

mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).

2. Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan

lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung

terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain

penyakit diare (Haryoto, 1983).

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus

membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya

secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang

air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang

sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).

Page 17: BAB II Koreksi

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban

memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak

mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di

jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan

dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali

lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya

yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).

3. Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan

dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi

dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan

tingkat kekurangan gizi.

Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi

makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4)

pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau

kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi

seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas

bayi di negara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya

kecil (Canada, 28,4 permil).

Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan

kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk

mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang

(Suharyono, 1986).

4. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh

mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada

pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI

pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30

kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).

5. Kebiasaan mencuci tangan

Page 18: BAB II Koreksi

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan

dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius

penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan

dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung

mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini,

tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih

makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan

dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber

perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut

kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah

perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan

diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum

makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian

diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak

seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang

tinja anak (Howard & Bartram, 2003).

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare

dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai

kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih

besar terkena diare. Heller (1998) juga mendapatkan adanya hubungan antara

kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.

Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama

yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan

diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga

dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian.

Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah

terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia

dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di tempat

terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare

dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban.

6. Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian

imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi

Page 19: BAB II Koreksi

terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan

(Andrianto, 1995).

2.3.8.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah

menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan

diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah

terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah

mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi

penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,

bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan

dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika

yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia

untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu

menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan

mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan

menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri,

parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya

diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

2.3.8.3 Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini

penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal

mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah

terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu

dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan

cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap

memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada

anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga

kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi

atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.