koreksi ru
DESCRIPTION
jjjTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam. 1 Hingga kini patogenesis penyakit yang sering dijumpai masih belum
jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, Insiden kolesistitis dan
batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relative lebih rendah dibandingkan
negara-negara barat.1
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus).1 Sekitar 10 – 20% warga Amerika menderita kolelitiasis (batu
empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih.
Pada wanita, terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat –
obat hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori
mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
menyebabkan statis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada
data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita
relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara – negara barat. Meskipun
dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia
di atas 40 tahun, tetapi menuruit Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai
untuk pasien – pasien di negara kita.1
Adapun kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus. Kolesistitis
tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat kematian
sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi
lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25- 30% pasien memerlukan
1
operasi ataupun menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti
perforasi/gangrene, menyebabkan prognosis menjadi kurang menguntungkan.
Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis akalkulus
memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh melebihi perkiraan
mortalitas 4% pada pasien dengan kolesistits kalkulus. Pada pasien yang sakit
parah dengan kolesistitis akalkulus disertai perforasi atau gangren, angka
kematian bisa sampai 50-60%. Penyembuhan spontan didapatkna pada 85%
kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan
tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang
kolesistis akut berkembang secara cepat menjadi gangrene, empiema dan perforasi
kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah
akut pada pasien usia tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek di samping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah2
LAPORAN KASUS
Seorang wanita dengan inisial Ny. YP, umur 47 tahun, dengan pekerjaan
sebagai Ibu Rumah Tangga berasal dari suku Minahasa dengan alamat Kairagi
beragama Kristen Protestan. Status sudah menikah, dirawat di RSUP Prof. Dr.
R.D Kandou Manado melalui IRDM dan dirawat di Anggrek I pada tanggal 21
Februari 2015 dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Nyeri perut kanan
atas dialami sejak ± 2 bulan yang lalu dan memberat sejak ± 2 minggu sebelum
masuk RS. Nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang. Nyeri ulu hati (+),
mual (+), muntah (+), frekuensi 10 kali per hari isi cairan dan sisa makanan.
Demam dialami ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam sumer-sumer ,
menggigil (-), batuk (+) jarang ± 2 minggu SMRS, lendir (+) berwarna putih
jernih kadang kekuningan, darah (-) , sesak (+), sesak dirasakan tidak dipengaruhi
oleh perubahan posisi, sesak dirasakan terutama saat pasien batuk, keringat malam
(-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+) sejak sakit, berat badan dirasakan
menurun sebanyak 2 kg dalam kurun waktu 2 bulan terakhir. BAK lancar
berwarna kuning. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak.
2
Riwayat pernah mengalami keluhan nyeri di perut kanan atas sebelumnya,
riwayat hipertensi, kolestrol, asam urat, penyakit jantung dan asma (-), tidak ada
riwayat penyakit kanker maupun alergi. Pasien sebelumnya pernah dirawat di RS
2014 dengan sakit paru, riwayat pengobatan OAT (-).
Riwayat alkohol dan merokok (-), riwayat sering makan makanan
berlemak dan berminyak (+) namun berhenti 1 tahun terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis. Pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan
darah 120/70mmHg, nadi 104 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, dan suhu
badan 38,1º. Tinggi badan pasien 152 cm dan berat badan 52 Kg. Melalui tinggi
badan dan berat badan pasien didapatkan IMT pasien 22,47 Kg/m2. Pemeriksaan
kepala ditemukan konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, refleks cahaya positif,
pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, gerakan bola mata normal. Pada
pemeriksaan telinga ditemukan aurikula normal, MAE lapang, tidak ada cairan
yang keluar. Pemeriksaan hidung tidak didapat deviasi, tidak ada sekret.
Pemeriksaan mulut didapati bibir tidak sianosis, gigi-geligi dalam batas normal,
mukosa basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak tengah, tekanan vena
jugularis 5+0 cmH20.
Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada dan punggung terlihat simetris
dan tidak ada kelainan di kulit, iktus kordis tidak terlihat. Pada palpasi ditemukan
stem fremitus kanan dan kiri meningkat, dan iktus kordis tidak teraba. Pada
perkusi paru didapatkan suara sonor terdengar sama antara paru-paru sebelah kiri
maupun kanan. Perkusi jantung didapatkan batas jantung kanan berada di ICS IV
garis sternalis dekstra, sedangkan batas jantung kiri di ICS V linea
midklavikularis sinistra. Pada auskultasi paru didapatkan suara pernafasan
vesikuler, rhonki (+/+) pada basal paru , wheezing tidak ditemukan. Auskultasi
jantung didapatkan bunyi jantung I dan II reguler. Tidak ada bising maupun
gallop.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi terlihat datar, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, tidak ada kelainan kulit, auskultasi terdengar bising usus normal,
3
palpasi teraba lemas, terdapat nyeri tekan epigastrium, terdapat nyeri tekan pada
perut kanan atas ( Murphy sign). Hepar dan lien tidak teraba, ballottement
negatif, perkusi timpani, nyeri ketok costovertebral angle (CVA) tidak ada.
Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan warna kulit coklat, tidak ada jari
tabuh, tidak ada sianosis pada kuku, terdapat edema di kedua tungkai dan kaki
(pitting edema +), tidak ada tofi, gerakan normal, pemeriksaan refleksi fisiologis
normal dan tidak ada refleks patologis.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien
direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap, Na, K, Cl, GDS, SGOT, SGPT,
Bilirubin direk, indirek, albumin, Ur, Cr, rontgen thoraks, dan USG abdomen.
Adapun hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 februari 2015 didapatkan
leukosit 13.880/uL, eritrosit 2,95 x 106, Hb 11,2 gr/dL, MCH 26,0, MCHC 32,7,
MCV 82,0, GDS 100mg/dL, Kreatinin 0,8, Ur 31, N 146, K 3,66, Cl 108,2,
Hematokrit 24,2, trombosit 412.000, protein total 3,58, Albumin 1,91, Globulin
1,67, SGOT 20 u/L, SGPT 29 u/L, Bilirubin total 0,8 gr/dL, bilirubin direk 0,41
mg/dL, bilirubin indirek 0,43 mg/dL. Hasil USG Abdomen 2/3/ 2015 didapatkan
hepar : besar, lobus kiri prominent, permukaan rata, tepi tajam. Echo parenchym
masih baik. Nodul/kista (-). Sistem bilier melebar. V. portae dan vena hepatica
baik. Gall Bladder : Besar, normal. Dinding menebal, double wall sign (+),
bayangan batu (+). Renal (D) et (S): Besar normal. Permukaan bergelombang.
Parenchyma echo agak meninggi dan tebal masih normal. Tampak bentukkan
kista ±4,4 x 3,20 cm pada pole atas renal dekstra, tidak ada batu atau ektasis.
Pankreas dan lien : normal Buli-buli, uterus, dan ke 2 parametrium/ ovarium:
baik . Kesan: Cholecystitis acuta , Susp. CKD bilateral+ kista renalis dekstra.
Penderita didiagnosis dengan sepsis ec kolesistits akut dd pneumonia dan
hipoalbuminemia (1,9). Terapi yang diberikan yaitu O2 2- 4 Liter/menit, IVFD
NaCl 0.9% 20 gtt/menit : Clinimix ivelip 28 tetes permenit , levofloxacin 1x
500mg, metronidazole 3x 500 mg intravena, ranitidine 2x1 sehari intravena, dan
vip albumin 3x 2 kapsul sehari, parasetamol 3 x 500mg tablet (jika pasien
demam), domperidon 3x1 (k/p), ambroxol 3 x 30mg tablet sehari nebulizer
4
combivent 3x 1 resp. Adapun untuk laporan kasus ini pasien difollow up selama
kurang lebih 1 minggu perawatan di rumah sakit ( 5 maret 2015- 11 maret 2015).
Follow up hari pertama pada tanggal 5 maret 2015, keluhan utama pasien
intake kurang, batuk & sesak, nyeri perut dan demam, keadaan umum tampak
sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan fisik lain sama
dengan sebelumnya, diagnosis dan tata laksana sama seperti seperti sebelumnya.
Pasien direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap, differential count, GDS,
kimia darah (Na,K,Cl), protein total, albumin, globulin. Follow up hari kedua,
pada tanggal 6 maret 2015 dengan keluhan intake kurang, lemah badan, muntah
(+), nyeri perut berkurang, demam (-), batuk (+), Tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 88 kali permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu badan 36,5 •C.
Pemeriksaan fisik sama lain, diagnosis dan tata laksana sama seperti seperti
sebelumnya. Hasil pemeriksaan tanggal 5 maret 2015 didapatkan MCH 26,0 pg,
MCHC 32,7 g/dL, MCV 82,0 fl, leukosit 11.000, eritrosit 2,95 x106/uL Hb 11,6
g/dL, hematokrit 34,2%, Trombosit 308.000/uL, GDS 110 mg/dL, Kreatinin 0,8
mg/dL, Ureum 31 mg/dL, Natrium 146 mEq/L, Kalim 3,66 mEq/L, Klorida 108,2
mEq/L, Protein total 6,2 mg/dL, Albumin 2,6 mg/dL. Follow up hari ketiga,
keempat dan kelima pasien dengan keluhan intake cukup, muntah (-) nyeri perut
berkurang, batuk dan sesak berkurang, demam (-). Vital sign dalam batas normal,
pemeriksaan fisik lain sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Diagnosis pasien
ini adalah sepsis ec kolesistitis akut dd pneumonia dan hipoalbuminemia (2,6) dan
untuk terapi lanjut. Follow up hari keenam, pada tanggal 10 maret 2015 intake
pasien cukup, nyeri perut (-) keadaan umum tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis. Vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan fisik sama
dengan hari sebelumnya. Diagnosis pasien ini adalah kolesistitis akut dd
pneumonia dan hipoalbuminemia (3,2) dan terapi lanjut. Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 10 maret 2015 didapatkan, MCH 27,6 pg, MCHC 36,5
gr/dL, MCV 75,9 fl, leukosit 10.000 /uL, Eritrosit 4,55x106/uL, Hb 10,6 gr/dL,
Hematokrit 38,9%, Trombosit 310.000/uL, GDS 116 mg/dL, Kreatinin 0,75
mg/dL, Ureum 31 mg/dL, Natrium 141 mEq/L, Kalium 3,5 mEq/L, Klorida 109
mEq/L, Protein total 6,8 mg/dL, albumin 3,2 mg/dL, SGOT 22 U/L, SGPT 24
5
U/L. Follow up hari ketujuh, pada tanggal 11 maret 2015 intake pasien sudah
membaik, ,nyeri perut (-), batuk dan sesak (-) keadaan umum tampak sakit sedang
dengan kesadaran kompos mentis. Vital sign dalam batas normal. Pada
Pemeriksan fisik lain sama dengan sebelumnya. Pada pemeriksaan abdomen nyeri
tekan perut kanan atas (-), Edema tungkai berkurang, Diagnosis pasien ini adalah
post sepsis ec kolesistitis akut, pneumonia dan hipoalbuminemia (3,2) . Terapi
antibiotik metronidazole 3 x 500 mg intravena (Hari ke -12 stop). Pasien
direncanakan rawat jalan untuk memperbaiki kedaan umum pasien.
PEMBAHASAN
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu.
Berdasarkan penelitian sekitar 20-30% warga amerika menderita kolelitiasis dan
sepertiganya menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
wanita dan berusia di atas 40 tahun. Insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi
pada wanita terutama pada wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat
hormonal. Diperkirakan faktor pencetus peradangan pada kolesistitis disebabkan
karena kolestrol misalnya asupan makanan berlemak yang berlebihan. Hal ini
sesuai dengan kasus di mana ditemukan pasien wanita, usia 47 tahun dengan
riwayat kebiasaan makanan berlemak dan berminyak namun berhenti ± 1 tahun
terakhir.3
Kolesistis akut biasanya disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri di
daerah epigastrium, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit
tanpa redah. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung
empedu. Pasien biasanya mengalami anoreksi dan sering mual. Muntah relatif
sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler
dan ekstraseluler. Pada kasus didapatkan keluhan seperti di atas di mana pasien
mengeluh nyeri perut kanan atas yang mana dialami sejak ± 2 bulan yang lalu dan
6
memberat sejak ± 2 minggu sebelum masuk RS. Nyeri ini menandakan gejala
primer dimana keadaan tersebut biasanya disebut sebagai refered pain yakni nyeri
menjalar ke bahu yang kemudian berjalan ke daerah thoraks bagian belakang.
Gejala ini merupakan gejala dari gallbladder disease. Biasanya nyeri seperti ini
bisa didapatkan setelah mengonsumsi makanan berlemak, kemudian juga
ditemukan gejala tambahannya yang lain berupa nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati
merupakan biasanya nyeri penyerta yang dirasakan pasien selain nyeri di perut
kanan. Jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris
komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan
peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri
visera di daerah epigastrium, mungkin dapat menyebar ke punggung serta
muntah.4
Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan ikterus. Ikterus dijumpai pada 20%
kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pemeriksaan
fisis juga didapatkan kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi.
Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan
membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas
biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).5 Sesuai
dengan kepustakaan di atas, pada pemeriksaan juga didapatkan sklera ikterik dan
pada palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan (+) epigastrium, murphy sign (+),
H/L tak teraba.
Adapun dari kemungkinan kolesistits yang dialami pasien, pada pemeriksaan
fisis didapatkan pasien sakit sedang/gizi cukup/compos mentis, BB: 52kg,TB:
152 Cm, IMT: 22, 47 kg/m2 . IMT yang normal ini kurang mendukung ke arah
kolesititis karena biasanya penyakit ini didukung oleh obesitas (overweight).
Namun itu hanya faktor resiko, masih tetap tidak menutup kemungkinan
kolesistitis . TD: 120/70 mmHg, P: 24x/menit, N: 104x/menit, S: 38,1 C . Dari
tanda vital tersebut menunjukkan kondisi pasien mengarah pada sepsis, di mana
dikatakan sepsis jika memenuhi ≥ 2 gejala berikut:
7
- Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
- Tachypneu (resp >20/menit)
- Tachycardia (pulse >100/menit)
- Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
- 10% >cell immature
Berdasarkan Tokyo Guidelines for Cholecystits 2013 untuk kriteria diagnosa
untuk kolesistitis akut adalah sebagai berikut:6
A. Tanda inflamasi lokal:
1. Murphy’s sign
2. nyeri di kuadran kanan atas
B. Tanda inflamasi sistemik:
1. Demam
2. Peningkatan CRP
3. Peningkatan Leukosit
C. Hasil Pencitraan:
Didapatkan gambaran kolesistis akut
Diagnosis suspek: 1 kriteria A + 1 kriteria di B
Diagnosis pasti: 1 kriteria A+ 1 kriteria di B dan C
Tabel 1 . Grading Kolesistitits Akut berdasarkan Tokyo Guideline 2013
Berdasarkan Grading Tokyo Guideline 2013 pasien termasuk kolesistitis
akut grade II karena didapatkan peningkatan leukosit, ditemukannya nyeri tekan
8
pada perut kanan atas, serta durasi lebih dari 72 jam. Diagnosis kolesistitis akut
biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang
terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif.
Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000
sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum
sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien,
sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya
kurang dari lima kali lipat). Pada pasien ini didapatkan leukosit 13.880 sedangkan
bilirubin serum direk dan indirek masing-masing 0,4 mg/dL dan 0,43 mg/dL
Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan
kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada
kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.
Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu
dipertimbangkan7,8
Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat
memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus
kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu.10 Foto polos abdomen tidak
dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien
kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak.8,9
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin
dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan
ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang pada
kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu
empedu membantu penegakkan diagnosis. 10,11 Pada hasil USG didapatkan pada
kandung empedu dinding menebal, double wall sign (+), bayangan batu (+)
kesimpulan hasil USG mengarah pada kolesistitis akut.
9
Keadaan lain yang ditemukan pada pasien yaitu keluhan berupa batuk
yang dialami ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, lendir putih (+) yang
kadang berwarna kekuningan , tidak ada strip darah, batuk disertai sesak, tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi, tidak dipengaruhi oleh waktu, memberat
terutama saat pasien berusaha mengeluarkan lendir, selain itu dari anamnesis juga
didapatkan pasien pernah ada riwayat sakit paru pada november 2014, riwayat
pengobatan OAT (-). Pada auskultasi paru didapatkan suara pernafasan vesikuler,
rhonki (+/+) pada basal paru Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
faktor sepsis lain dari kasus ini yaitu pneumonia, pasien direncanakan foto
rontgen PA untuk mengetahui keadaan paru pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai sepsis ec
kolesistis akut dd pneumonia dan hipoalbuminemia (1,9). Pasien ditatalaksana
dengan O2 2- 4 Liter/menit, IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/menit : Clinimix ivelip 28
tetes permenit , levofloxacin 1x 500mg, metronidazole 3x 500 mg intravena,
ranitidine 2x1 sehari intravena, dan vip albumin 3x 2 kapsul sehari, ambroxol 3
kali sehari, domperidon 3 kali sehari dan nebulizer combivent 3x 1 resp.
Tabel 2. Manajemen kolesistitis akut
10
Pada kasus ini terdapat sepsis di mana fokus infeksi dapat berasal dari
kolesistitis dan pneumonia. Secara garis besar gambaran kolesistitis akut pada
kasus sangat khas, sehingga untuk penanganan lebih menitikberatkan pada
diagnosa ini di mana tata laksana berupa pemberian antibiotik kombinasi berupa
levofloxacin dan metronidazole, kemudian untuk mengatasi mual dan muntah
pasien diberikan domperidon 3 kali sehari, ambroxol 3 kali sehari untuk
mengatasi batuk pasien dan nebulisasi dilakukan jika pasien mengalami sesak
dengan menggunakan obat ventolin yang berkomposisi salbutamol sulfat yang
bertindak sebagai bronkodilator untuk mengatasi sesak yang dialami pasien. Pada
hasil laboratorium juga didapatkan albumin 1,9 dan terdapat gejala berupa edema
di ekstremitas sehingga perlu dikoreksi. Pada pasien ini diberikan kapsul albumin
dengan dosis 3 kali 2 sehari di samping diet tinggi kalori tinggi protein dan diet
rendah lemak. Keterlambatan penegakkan diagnosis kolesistitis akut, dapat
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Pada pasien –
pasien yang dirawat di ICU, kecurigaan terhadap timbulnya kolestitis akut
akalkulus harus dipertimbangkan bila telah terdapat tanda dan gejala, hal ini untuk
mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien.12,13
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kolesistitis kronis, kolangitis,
kolelitihiasis, dan pankreatitis akut, sumbatan usus, dan perforasi ulkus
peptikum.14
11
Gambar 4. Penilaian Diagnosis dan Tingkat Keparahan Kolesistitis Akut
Adapun komplikasi dari kolesistits akut berupa empiema kandung empedu
yang biasa terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus
sistikus persisten. Komplikasi yang lain berupa gangren serta perforasi dari
kandung empedu selain itu, terdapat pembentukan fistula dan ileus batu empedu.
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat
dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan
didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,
fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Dari kasus didapatkan
pasien tergolong kolesistitis tanpa komplikasi sehingga prognosis dari pasien
tergolong dubia ad bonam, pasien berespon dengan terapi yang diberikan dan
untuk pemulihan penuh pasien direncanakan rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.
12
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit.
EGC. Jakarta. 2006.
3. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison:
Prinsip – Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa
Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
4. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin
Gastroenterol Hepatol. March 2014.
5. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum
gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug
2009;232(2):202-7.
6. Tokyo Guidelines 2013. Acute Cholecystitis. March 2014.
7. Towfigh S, McFadden DW, Cortina GR, et al. Porcelain gallbladder is not
associated with gallbladder carcinoma. Am Surg. Jan 2010;67(1):7-10.
8. Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute
cholecystitis in adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3
9. Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep
2009;188(3):325-6
10. Cox MR, Wilson TG, Luck AJ, et al. Laparoscopic cholecystectomy for acute
inflammation of the gallbladder. Ann Surg. Nov 2008;218(5):630-4.
11. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum
gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug
2009;232(2):202-7
12. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.
Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.
13. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Current Medical Diagnosis &
Treatment. McGraw Hill: Lange. 2009.
13
14. Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute
cholecystitis in adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3.
14