koreksi ru

22
PENDAHULUAN Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. 1 Hingga kini patogenesis penyakit yang sering dijumpai masih belum jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, Insiden kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relative lebih rendah dibandingkan negara-negara barat. 1 Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). 1 Sekitar 10 – 20% warga Amerika menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat – obat hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun 1

Upload: ratih-kusuma-dewi-arfa

Post on 06-Feb-2016

84 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jjj

TRANSCRIPT

Page 1: Koreksi Ru

PENDAHULUAN

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan

dan demam. 1 Hingga kini patogenesis penyakit yang sering dijumpai masih belum

jelas. Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, Insiden kolesistitis dan

batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relative lebih rendah dibandingkan

negara-negara barat.1

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah

stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan

sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut

akalkulus).1 Sekitar 10 – 20% warga Amerika menderita kolelitiasis (batu

empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih

sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih.

Pada wanita, terutama pada wanita – wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat –

obat hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori

mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang

menyebabkan statis aliran kandung empedu. Di Indonesia, walaupun belum ada

data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelitiasis di negara kita

relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara – negara barat. Meskipun

dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia

di atas 40 tahun, tetapi menuruit Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai

untuk pasien – pasien di negara kita.1

Adapun kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat

cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena

keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu

komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus. Kolesistitis

tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat kematian

sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi

lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25- 30% pasien memerlukan

1

Page 2: Koreksi Ru

operasi ataupun menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti

perforasi/gangrene, menyebabkan prognosis menjadi kurang menguntungkan.

Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis akalkulus

memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh melebihi perkiraan

mortalitas 4% pada pasien dengan kolesistits kalkulus. Pada pasien yang sakit

parah dengan kolesistitis akalkulus disertai perforasi atau gangren, angka

kematian bisa sampai 50-60%. Penyembuhan spontan didapatkna pada 85%

kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan

tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang

kolesistis akut berkembang secara cepat menjadi gangrene, empiema dan perforasi

kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah

dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah

akut pada pasien usia tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek di samping

kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah2

LAPORAN KASUS

Seorang wanita dengan inisial Ny. YP, umur 47 tahun, dengan pekerjaan

sebagai Ibu Rumah Tangga berasal dari suku Minahasa dengan alamat Kairagi

beragama Kristen Protestan. Status sudah menikah, dirawat di RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Manado melalui IRDM dan dirawat di Anggrek I pada tanggal 21

Februari 2015 dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Nyeri perut kanan

atas dialami sejak ± 2 bulan yang lalu dan memberat sejak ± 2 minggu sebelum

masuk RS. Nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang. Nyeri ulu hati (+),

mual (+), muntah (+), frekuensi 10 kali per hari isi cairan dan sisa makanan.

Demam dialami ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam sumer-sumer ,

menggigil (-), batuk (+) jarang ± 2 minggu SMRS, lendir (+) berwarna putih

jernih kadang kekuningan, darah (-) , sesak (+), sesak dirasakan tidak dipengaruhi

oleh perubahan posisi, sesak dirasakan terutama saat pasien batuk, keringat malam

(-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+) sejak sakit, berat badan dirasakan

menurun sebanyak 2 kg dalam kurun waktu 2 bulan terakhir. BAK lancar

berwarna kuning. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak.

2

Page 3: Koreksi Ru

Riwayat pernah mengalami keluhan nyeri di perut kanan atas sebelumnya,

riwayat hipertensi, kolestrol, asam urat, penyakit jantung dan asma (-), tidak ada

riwayat penyakit kanker maupun alergi. Pasien sebelumnya pernah dirawat di RS

2014 dengan sakit paru, riwayat pengobatan OAT (-).

Riwayat alkohol dan merokok (-), riwayat sering makan makanan

berlemak dan berminyak (+) namun berhenti 1 tahun terakhir.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit

sedang, kesadaran kompos mentis. Pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan

darah 120/70mmHg, nadi 104 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, dan suhu

badan 38,1º. Tinggi badan pasien 152 cm dan berat badan 52 Kg. Melalui tinggi

badan dan berat badan pasien didapatkan IMT pasien 22,47 Kg/m2. Pemeriksaan

kepala ditemukan konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, refleks cahaya positif,

pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, gerakan bola mata normal. Pada

pemeriksaan telinga ditemukan aurikula normal, MAE lapang, tidak ada cairan

yang keluar. Pemeriksaan hidung tidak didapat deviasi, tidak ada sekret.

Pemeriksaan mulut didapati bibir tidak sianosis, gigi-geligi dalam batas normal,

mukosa basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak tengah, tekanan vena

jugularis 5+0 cmH20.

Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada dan punggung terlihat simetris

dan tidak ada kelainan di kulit, iktus kordis tidak terlihat. Pada palpasi ditemukan

stem fremitus kanan dan kiri meningkat, dan iktus kordis tidak teraba. Pada

perkusi paru didapatkan suara sonor terdengar sama antara paru-paru sebelah kiri

maupun kanan. Perkusi jantung didapatkan batas jantung kanan berada di ICS IV

garis sternalis dekstra, sedangkan batas jantung kiri di ICS V linea

midklavikularis sinistra. Pada auskultasi paru didapatkan suara pernafasan

vesikuler, rhonki (+/+) pada basal paru , wheezing tidak ditemukan. Auskultasi

jantung didapatkan bunyi jantung I dan II reguler. Tidak ada bising maupun

gallop.

Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi terlihat datar, tidak ada pelebaran

pembuluh darah, tidak ada kelainan kulit, auskultasi terdengar bising usus normal,

3

Page 4: Koreksi Ru

palpasi teraba lemas, terdapat nyeri tekan epigastrium, terdapat nyeri tekan pada

perut kanan atas ( Murphy sign). Hepar dan lien tidak teraba, ballottement

negatif, perkusi timpani, nyeri ketok costovertebral angle (CVA) tidak ada.

Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan warna kulit coklat, tidak ada jari

tabuh, tidak ada sianosis pada kuku, terdapat edema di kedua tungkai dan kaki

(pitting edema +), tidak ada tofi, gerakan normal, pemeriksaan refleksi fisiologis

normal dan tidak ada refleks patologis.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien

direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap, Na, K, Cl, GDS, SGOT, SGPT,

Bilirubin direk, indirek, albumin, Ur, Cr, rontgen thoraks, dan USG abdomen.

Adapun hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 21 februari 2015 didapatkan

leukosit 13.880/uL, eritrosit 2,95 x 106, Hb 11,2 gr/dL, MCH 26,0, MCHC 32,7,

MCV 82,0, GDS 100mg/dL, Kreatinin 0,8, Ur 31, N 146, K 3,66, Cl 108,2,

Hematokrit 24,2, trombosit 412.000, protein total 3,58, Albumin 1,91, Globulin

1,67, SGOT 20 u/L, SGPT 29 u/L, Bilirubin total 0,8 gr/dL, bilirubin direk 0,41

mg/dL, bilirubin indirek 0,43 mg/dL. Hasil USG Abdomen 2/3/ 2015 didapatkan

hepar : besar, lobus kiri prominent, permukaan rata, tepi tajam. Echo parenchym

masih baik. Nodul/kista (-). Sistem bilier melebar. V. portae dan vena hepatica

baik. Gall Bladder : Besar, normal. Dinding menebal, double wall sign (+),

bayangan batu (+). Renal (D) et (S): Besar normal. Permukaan bergelombang.

Parenchyma echo agak meninggi dan tebal masih normal. Tampak bentukkan

kista ±4,4 x 3,20 cm pada pole atas renal dekstra, tidak ada batu atau ektasis.

Pankreas dan lien : normal Buli-buli, uterus, dan ke 2 parametrium/ ovarium:

baik . Kesan: Cholecystitis acuta , Susp. CKD bilateral+ kista renalis dekstra.

Penderita didiagnosis dengan sepsis ec kolesistits akut dd pneumonia dan

hipoalbuminemia (1,9). Terapi yang diberikan yaitu O2 2- 4 Liter/menit, IVFD

NaCl 0.9% 20 gtt/menit : Clinimix ivelip 28 tetes permenit , levofloxacin 1x

500mg, metronidazole 3x 500 mg intravena, ranitidine 2x1 sehari intravena, dan

vip albumin 3x 2 kapsul sehari, parasetamol 3 x 500mg tablet (jika pasien

demam), domperidon 3x1 (k/p), ambroxol 3 x 30mg tablet sehari nebulizer

4

Page 5: Koreksi Ru

combivent 3x 1 resp. Adapun untuk laporan kasus ini pasien difollow up selama

kurang lebih 1 minggu perawatan di rumah sakit ( 5 maret 2015- 11 maret 2015).

Follow up hari pertama pada tanggal 5 maret 2015, keluhan utama pasien

intake kurang, batuk & sesak, nyeri perut dan demam, keadaan umum tampak

sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan fisik lain sama

dengan sebelumnya, diagnosis dan tata laksana sama seperti seperti sebelumnya.

Pasien direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap, differential count, GDS,

kimia darah (Na,K,Cl), protein total, albumin, globulin. Follow up hari kedua,

pada tanggal 6 maret 2015 dengan keluhan intake kurang, lemah badan, muntah

(+), nyeri perut berkurang, demam (-), batuk (+), Tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 88 kali permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu badan 36,5 •C.

Pemeriksaan fisik sama lain, diagnosis dan tata laksana sama seperti seperti

sebelumnya. Hasil pemeriksaan tanggal 5 maret 2015 didapatkan MCH 26,0 pg,

MCHC 32,7 g/dL, MCV 82,0 fl, leukosit 11.000, eritrosit 2,95 x106/uL Hb 11,6

g/dL, hematokrit 34,2%, Trombosit 308.000/uL, GDS 110 mg/dL, Kreatinin 0,8

mg/dL, Ureum 31 mg/dL, Natrium 146 mEq/L, Kalim 3,66 mEq/L, Klorida 108,2

mEq/L, Protein total 6,2 mg/dL, Albumin 2,6 mg/dL. Follow up hari ketiga,

keempat dan kelima pasien dengan keluhan intake cukup, muntah (-) nyeri perut

berkurang, batuk dan sesak berkurang, demam (-). Vital sign dalam batas normal,

pemeriksaan fisik lain sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Diagnosis pasien

ini adalah sepsis ec kolesistitis akut dd pneumonia dan hipoalbuminemia (2,6) dan

untuk terapi lanjut. Follow up hari keenam, pada tanggal 10 maret 2015 intake

pasien cukup, nyeri perut (-) keadaan umum tampak sakit sedang dengan

kesadaran kompos mentis. Vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan fisik sama

dengan hari sebelumnya. Diagnosis pasien ini adalah kolesistitis akut dd

pneumonia dan hipoalbuminemia (3,2) dan terapi lanjut. Hasil pemeriksaan

laboratorium tanggal 10 maret 2015 didapatkan, MCH 27,6 pg, MCHC 36,5

gr/dL, MCV 75,9 fl, leukosit 10.000 /uL, Eritrosit 4,55x106/uL, Hb 10,6 gr/dL,

Hematokrit 38,9%, Trombosit 310.000/uL, GDS 116 mg/dL, Kreatinin 0,75

mg/dL, Ureum 31 mg/dL, Natrium 141 mEq/L, Kalium 3,5 mEq/L, Klorida 109

mEq/L, Protein total 6,8 mg/dL, albumin 3,2 mg/dL, SGOT 22 U/L, SGPT 24

5

Page 6: Koreksi Ru

U/L. Follow up hari ketujuh, pada tanggal 11 maret 2015 intake pasien sudah

membaik, ,nyeri perut (-), batuk dan sesak (-) keadaan umum tampak sakit sedang

dengan kesadaran kompos mentis. Vital sign dalam batas normal. Pada

Pemeriksan fisik lain sama dengan sebelumnya. Pada pemeriksaan abdomen nyeri

tekan perut kanan atas (-), Edema tungkai berkurang, Diagnosis pasien ini adalah

post sepsis ec kolesistitis akut, pneumonia dan hipoalbuminemia (3,2) . Terapi

antibiotik metronidazole 3 x 500 mg intravena (Hari ke -12 stop). Pasien

direncanakan rawat jalan untuk memperbaiki kedaan umum pasien.

PEMBAHASAN

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut

dinding kandung empedu yang terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu.

Berdasarkan penelitian sekitar 20-30% warga amerika menderita kolelitiasis dan

sepertiganya menderita kolesistitis akut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada

wanita dan berusia di atas 40 tahun. Insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi

pada wanita terutama pada wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat

hormonal. Diperkirakan faktor pencetus peradangan pada kolesistitis disebabkan

karena kolestrol misalnya asupan makanan berlemak yang berlebihan. Hal ini

sesuai dengan kasus di mana ditemukan pasien wanita, usia 47 tahun dengan

riwayat kebiasaan makanan berlemak dan berminyak namun berhenti ± 1 tahun

terakhir.3

Kolesistis akut biasanya disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri di

daerah epigastrium, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang sakit

menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit

tanpa redah. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya

kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung

empedu. Pasien biasanya mengalami anoreksi dan sering mual. Muntah relatif

sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler

dan ekstraseluler. Pada kasus didapatkan keluhan seperti di atas di mana pasien

mengeluh nyeri perut kanan atas yang mana dialami sejak ± 2 bulan yang lalu dan

6

Page 7: Koreksi Ru

memberat sejak ± 2 minggu sebelum masuk RS. Nyeri ini menandakan gejala

primer dimana keadaan tersebut biasanya disebut sebagai refered pain yakni nyeri

menjalar ke bahu yang kemudian berjalan ke daerah thoraks bagian belakang.

Gejala ini merupakan gejala dari gallbladder disease. Biasanya nyeri seperti ini

bisa didapatkan setelah mengonsumsi makanan berlemak, kemudian juga

ditemukan gejala tambahannya yang lain berupa nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati

merupakan biasanya nyeri penyerta yang dirasakan pasien selain nyeri di perut

kanan. Jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris

komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan

peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri

visera di daerah epigastrium, mungkin dapat menyebar ke punggung serta

muntah.4

Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan ikterus. Ikterus dijumpai pada 20%

kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin

tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pemeriksaan

fisis juga didapatkan kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi.

Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan

membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas

biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).5 Sesuai

dengan kepustakaan di atas, pada pemeriksaan juga didapatkan sklera ikterik dan

pada palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan (+) epigastrium, murphy sign (+),

H/L tak teraba.

Adapun dari kemungkinan kolesistits yang dialami pasien, pada pemeriksaan

fisis didapatkan pasien sakit sedang/gizi cukup/compos mentis, BB: 52kg,TB:

152 Cm, IMT: 22, 47 kg/m2 . IMT yang normal ini kurang mendukung ke arah

kolesititis karena biasanya penyakit ini didukung oleh obesitas (overweight).

Namun itu hanya faktor resiko, masih tetap tidak menutup kemungkinan

kolesistitis . TD: 120/70 mmHg, P: 24x/menit, N: 104x/menit, S: 38,1 C . Dari

tanda vital tersebut menunjukkan kondisi pasien mengarah pada sepsis, di mana

dikatakan sepsis jika memenuhi ≥ 2 gejala berikut:

7

Page 8: Koreksi Ru

- Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

- Tachypneu (resp >20/menit)

- Tachycardia (pulse >100/menit)

- Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

- 10% >cell immature

Berdasarkan Tokyo Guidelines for Cholecystits 2013 untuk kriteria diagnosa

untuk kolesistitis akut adalah sebagai berikut:6

A. Tanda inflamasi lokal:

1. Murphy’s sign

2. nyeri di kuadran kanan atas

B. Tanda inflamasi sistemik:

1. Demam

2. Peningkatan CRP

3. Peningkatan Leukosit

C. Hasil Pencitraan:

Didapatkan gambaran kolesistis akut

Diagnosis suspek: 1 kriteria A + 1 kriteria di B

Diagnosis pasti: 1 kriteria A+ 1 kriteria di B dan C

Tabel 1 . Grading Kolesistitits Akut berdasarkan Tokyo Guideline 2013

Berdasarkan Grading Tokyo Guideline 2013 pasien termasuk kolesistitis

akut grade II karena didapatkan peningkatan leukosit, ditemukannya nyeri tekan

8

Page 9: Koreksi Ru

pada perut kanan atas, serta durasi lebih dari 72 jam. Diagnosis kolesistitis akut

biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisis. Trias yang

terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif.

Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000

sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum

sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien,

sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya

kurang dari lima kali lipat). Pada pasien ini didapatkan leukosit 13.880 sedangkan

bilirubin serum direk dan indirek masing-masing 0,4 mg/dL dan 0,43 mg/dL

Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan

kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk

menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada

kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.

Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta

leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu

dipertimbangkan7,8

Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat

memberikan konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus

kandung empedu tanpa visualisasi kandung empedu.10 Foto polos abdomen tidak

dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien

kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena

mengandung kalsium cukup banyak.8,9

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin

dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding

kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan

ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di USG yang pada

kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding

kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu

empedu membantu penegakkan diagnosis. 10,11 Pada hasil USG didapatkan pada

kandung empedu dinding menebal, double wall sign (+), bayangan batu (+)

kesimpulan hasil USG mengarah pada kolesistitis akut.

9

Page 10: Koreksi Ru

Keadaan lain yang ditemukan pada pasien yaitu keluhan berupa batuk

yang dialami ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, lendir putih (+) yang

kadang berwarna kekuningan , tidak ada strip darah, batuk disertai sesak, tidak

dipengaruhi oleh perubahan posisi, tidak dipengaruhi oleh waktu, memberat

terutama saat pasien berusaha mengeluarkan lendir, selain itu dari anamnesis juga

didapatkan pasien pernah ada riwayat sakit paru pada november 2014, riwayat

pengobatan OAT (-). Pada auskultasi paru didapatkan suara pernafasan vesikuler,

rhonki (+/+) pada basal paru Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

faktor sepsis lain dari kasus ini yaitu pneumonia, pasien direncanakan foto

rontgen PA untuk mengetahui keadaan paru pasien.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium

serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis sebagai sepsis ec

kolesistis akut dd pneumonia dan hipoalbuminemia (1,9). Pasien ditatalaksana

dengan O2 2- 4 Liter/menit, IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/menit : Clinimix ivelip 28

tetes permenit , levofloxacin 1x 500mg, metronidazole 3x 500 mg intravena,

ranitidine 2x1 sehari intravena, dan vip albumin 3x 2 kapsul sehari, ambroxol 3

kali sehari, domperidon 3 kali sehari dan nebulizer combivent 3x 1 resp.

Tabel 2. Manajemen kolesistitis akut

10

Page 11: Koreksi Ru

Pada kasus ini terdapat sepsis di mana fokus infeksi dapat berasal dari

kolesistitis dan pneumonia. Secara garis besar gambaran kolesistitis akut pada

kasus sangat khas, sehingga untuk penanganan lebih menitikberatkan pada

diagnosa ini di mana tata laksana berupa pemberian antibiotik kombinasi berupa

levofloxacin dan metronidazole, kemudian untuk mengatasi mual dan muntah

pasien diberikan domperidon 3 kali sehari, ambroxol 3 kali sehari untuk

mengatasi batuk pasien dan nebulisasi dilakukan jika pasien mengalami sesak

dengan menggunakan obat ventolin yang berkomposisi salbutamol sulfat yang

bertindak sebagai bronkodilator untuk mengatasi sesak yang dialami pasien. Pada

hasil laboratorium juga didapatkan albumin 1,9 dan terdapat gejala berupa edema

di ekstremitas sehingga perlu dikoreksi. Pada pasien ini diberikan kapsul albumin

dengan dosis 3 kali 2 sehari di samping diet tinggi kalori tinggi protein dan diet

rendah lemak. Keterlambatan penegakkan diagnosis kolesistitis akut, dapat

menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Pada pasien –

pasien yang dirawat di ICU, kecurigaan terhadap timbulnya kolestitis akut

akalkulus harus dipertimbangkan bila telah terdapat tanda dan gejala, hal ini untuk

mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien.12,13

Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba – tiba, perlu

dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kolesistitis kronis, kolangitis,

kolelitihiasis, dan pankreatitis akut, sumbatan usus, dan perforasi ulkus

peptikum.14

11

Page 12: Koreksi Ru

Gambar 4. Penilaian Diagnosis dan Tingkat Keparahan Kolesistitis Akut

Adapun komplikasi dari kolesistits akut berupa empiema kandung empedu

yang biasa terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan sumbatan duktus

sistikus persisten. Komplikasi yang lain berupa gangren serta perforasi dari

kandung empedu selain itu, terdapat pembentukan fistula dan ileus batu empedu.

Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat

dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan

didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,

fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Dari kasus didapatkan

pasien tergolong kolesistitis tanpa komplikasi sehingga prognosis dari pasien

tergolong dubia ad bonam, pasien berespon dengan terapi yang diberikan dan

untuk pemulihan penuh pasien direncanakan rawat jalan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.

12

Page 13: Koreksi Ru

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar – Dasar Penyakit.

EGC. Jakarta. 2006.

3. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison:

Prinsip – Harrison. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa

Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.

4. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin

Gastroenterol Hepatol. March 2014.

5. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum

gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug

2009;232(2):202-7.

6. Tokyo Guidelines 2013. Acute Cholecystitis. March 2014.

7. Towfigh S, McFadden DW, Cortina GR, et al. Porcelain gallbladder is not

associated with gallbladder carcinoma. Am Surg. Jan 2010;67(1):7-10.

8. Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute

cholecystitis in adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3

9. Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep

2009;188(3):325-6

10. Cox MR, Wilson TG, Luck AJ, et al. Laparoscopic cholecystectomy for acute

inflammation of the gallbladder. Ann Surg. Nov 2008;218(5):630-4.

11. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum

gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug

2009;232(2):202-7

12. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.

Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.

13. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Current Medical Diagnosis &

Treatment. McGraw Hill: Lange. 2009.

13

Page 14: Koreksi Ru

14. Roe J. Evidence-based emergency medicine. Clinical assessment of acute

cholecystitis in adults. Ann Emerg Med. Jul 2009;48(1):101-3.

14