Download - BAB II Koreksi
BAB 2
DAFTAR PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat secara Umum
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau
perawatan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi
kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana
diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan
kesehatan adalah kombinasi penga laman belajar yang dirancang untuk
mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi
kesehatan.(Septiani, 2012)
2.1.1. Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi
dua, secara umum dan secara khusus.
Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain(Septiani, 2012):
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman
pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber
lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
hidup manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara
masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam
menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan
atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya
berupa(Septiani, 2012):
1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi
secara luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara,
kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan
makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah
tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan
cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kese-
hatan lingkungan
2.1.2. Tujuan Pembangunan Kesehatan
Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk
tercapainya tujuan utama sebagai berikut(Septiani, 2012):
1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri
dalam bidang kesehatan.
2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
3. Peningkatan status gizi masyarakat.
4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan R.I No. 1193/MENKES/KES/SK/X?2004 adalah salah satu kebijakan
nasional yaitu promosi kesehatan untuk mendukung pencapaian visi Indonesia
Sehat 2010. Berikut penjelasan tentang PHBS yang meliputi pengertian, tatanan
dan indikator.
2.2.1. Pengertian PHBS
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif
mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes, R.I 2006).
PHBS adalah wujud pemberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan
mampu mempraktekkan PHBS. Program PHBS adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat mengenali dan
mengatasi masalahnyas endiri, terutama dalam tatanan masing-masing dan
masyarakat agar dapat menerapkan cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes,R.I 2006).
2.2.2 Tatanan PHBS
Tatanan adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja,
bermain, berinteraksi dan lain-lain. Dalam hal ini ada 5 tatanan PHBS yaitu
rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan dan tempat umum
(Depkes.RI,2006)
2.2.3 Indikator PHBS
Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang dijalankan
telah sesuai dengan rencana dan menghasilkan dampak yang diharapkan.
Dengan demikian indikator merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu
keadaan atau kecenderungan keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok
perhatian (Depkes R.I, 2006). Yang termasuk indikator PHBS di sekolah :
1. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Tidak merokok
6. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
7. Membuang sampah pada tempatnya
8. Memberantas jentik nyamuk
2.2.4. PHBS di Tatanan Sekolah
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan
segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut
kurikulum. Sekolah adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar
secara formal, dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau
pengajar kepada anak didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam
pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak, maka disamping
keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah juga mempunyai fungsi sebagai
pusat pendidikan untuk pembentukkan pribadi anak.
PHBS di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa,guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau dan mampu mempraktekkaN
PHBS, dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat.
Manfaat dari pelaksanaan PHBS di sekolah adalah sebagai
berikut(Depkes,2006):
a. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik,guru, dan
masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan
ancaman penyakit
b. Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada
prestasi belajar peserta didik
c. Mencegah sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga
mampu menarik minat orang tua (masyarakat)
d. Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
e. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi sekolah atau daerah lain
2.3 Diare
2.3.1 Definisi Diare
Pasien dinyatakan menderita diare bila ia mengalami BAB sebanyak 3
kali atau lebih dalam satu hari dengan konsistensi lunak atau cair. Diare akut
merupakan diare yang biasanya berakhir dalam 1 sampai 2 hari dan dapat
berhenti dengan sendirinya. (NDDIC, 2013)
Diare yang berlanjut setelah dua hari mungkin diakibatkan oleh penyebab
yang lebih serius. Diare kronis-diare yang berakhir setelah setidaknya 4 minggu-
mungkin merupakan penanda adanya penyakit kronis dalam tubuh. Gejala diare
kronis dapat berlanjut atau hilang timbul. (NDDIC, 2013)
Diare dapat menyebabkan dehidrasi, yang berarti tubuh mengalami
kekurangan cairan dan elektrolit-komponen garam seperti sodium, potassium,
dan klorida-untuk dapat berfungsi secara baik. Diare dengan konsistensi cair
menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih banyak dibanding diare
dengan konsistensi lunak. Topik dehidrasi ini akan dibahas lagi pada bagian
selanjutnya makalah ini.(NDDIC, 2013)
2.3.2 Epidemiologi Diare
Diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada
anak di negara-negara berkembang dan juga merupakan penyebab utama
terjadinya malnutrisi. Di seluruh dunia pada tahun 2003 terjadi sebanyak 1,5
miliar kasus diare dengan angka kematian sebesar 1,5-2,5 juta/tahun. Di
Indonesia diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
dimana satu dari tiga pasien yang berkunjung ke Puskesmas datang dengan
keluhan diare. Sebesar 30% pasien yang harus menjalani rawat inap di Rumah
sakit adalah pasien penderita diare. Dan pada survey yang dilakukan pada tahun
2003 menunjukkan angka morbiditas diare di semua usia adalah sebesar 200-
374/1000 populasi per tahun.
2.3.3 Penyebab Diare
Diare akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau parasit.
Diare kronis biasanya terkait dengan kelainan fungsional seperti irritable bowel
syndrome atau penyakit-penyakit pada usus seperti Chron’s disease. (NDDIC,
2013)
Penyebab paling umum dari diare adalah sebagai berikut (NDDIC, 2013):
Infeksi bakteri . Beberapa tipe bakteri masuk ke dalam tubuh melalui makanan
atau ar yang terkontaminasi dan mengakibatkan diare. Bakteri-bakteri yang
paling sering menjadi etiologi diare meliputi Campylobacter, Salmonella,
Shigella, and Escherichia coli (E. coli).
Infeksi virus . Sejumlah virus dapat menyebabkan diare, termasuk rotavirus,
norovirus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and viral hepatitis. Infeksi
oleh rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare akut pada anak-anak.
Diare akibat rotavirus biasanya dapat sembuh sendiri setelah 3 sampai 7 hari
akan tetapi dapat menyebabkan gangguan dalam pencernaan laktosa
selama satu bulan berikutnya atau bahkan lebih lama.
Parasit . Parasit dapat masuk ke dalam tuuh melalui makanan dan air yang
dikonsumsi kemudian erdomisili dalam saluran cerna. Parasit yang dapat
menyebabkan diare meliputi Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan
Cryptosporidium.
Kelainan fungsional usus . Diare dapat merupakan penanda terjadinya
gangguan fungsi usus atau yang disebut irritable bowel syndrome.
Penyakit-penyakit intestinal. Inflammatory bowel disease, ulcerative colitis,
Crohn’s disease, dan celiac disease.
Intoleransi dan sensitivitas terhadap makanan . Beberapa orang mengalami
kesulitan dalam mencerna material makanan tertentu, seperti laktosa, yaitu
komponen gula yang ditemukan di dalam susu dan produk susu. Beberapa
orang dapat mengalami diare ketika mereka memakan sejumlah besar
komponen pengganti glukosa.
Efek samping obat . Antiiotik, obat kemoterapi, dan antasida yang
mengandung magnesium dapat menyebabkan diare.
Berikut merupakan persentase penyebab diare tersering (Wibowo, 2011) :
Rotavirus (15 – 25%)
Escherichia coli enterotoksigenic (10- 20%)
Shigella (5 – 15%)
Camphylobacter jejuni (10 – 15%)
Cryptosporidium (5 – 15%)
Sejumlah orang mengalami diare setelah menjalani operasi/pembedahan
di area perut, yang dapat mengakibatkan makanan melewati saluran cerna
dengan lebih cepat. (NDDIC, 2013)
Para turis yang mengunjungi negara asing memiliki resiko terkena
traveler’s diarrhea, yang mana dikarenakan memakan makanan atau meminum
air yang terkontaminasi bakteri, virus atau parasit. Traveler’s diarrhea sering
terjadi pada turis yang mengunjungi Negara-negara berkembang di kawasan
Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia. Kunjungan ke Kanada, sebagian besar
Negara Eropa, Jepang, Australia, dan Selandia Baru jarang menimbulkan
traveler’s diarrhea. (NDDIC, 2013)
Seringkali penyebab diare tidak dapat diidentifikasi. Selama diare dapat
berhenti sendiri dalam waktu 1 sampai 2 hari, maka penggalian penyebab diare
bukanlah suatu masalah penting.(NDDIC, 2013)
Berikut adalah diagram penyebab diare (Santoso, 2008):
Gambar II.1. Etiologi Diare. (Santoso, 2008)
2.3.4 Klasifikasi Diare
Diare diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu diare osmotik, diare
sekretorik, dan diare eksudatif.
Diare osmotik terjadi ketika sesuatu dalam usus menarik air dari sirkulasi
tubuh ke dalam usus. Contoh tersering kasus ini adalah kasus dimana pengganti
gula, seperti assorbitol, tidak dapat diserap oleh tubuh melainkan malah menarik
air dari tubuh ke dalam usus sehingga menghasilkan diare. (Johnsons, 2012)
Klasifikasi diare yang berikutnya adalah diare sekretorik dimana diare ini
terjadi ketika tubuh melepaskan sejumlah besar air secara abnormal ke dalam
usus. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar kasus infeksi, obat-obatan,
dan kondisi-kondisi lain yang menyebabkan diare sekretorik. (Johnsons, 2012)
Jenis klasifikasi diare yang ketiga yaitu diare eksudatif. Istilah ini jarang
digunakan untuk mengklasifikasikan diare, dimana sebagian pihak dunia medis
hanya mengklasifikasikan diare ke dalam dua golongan yaitu osmotik dan
sekretorik. Diare eksudatif ini disebabkan oleh adanya darah dan nanah dalam
feses yang terjadi pada kasus inflammatory bowel disease, seperti Crohn’s
disease atau colitis ulseratif, dan beberapa infeksi (Johnsons, 2012).
2.3.5 Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan
serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam
sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat
dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.(Soegijanto, 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu
atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa
mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi
virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu
misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau
demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja
mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan
sesudah diare. Bila penderita banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran
cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan
elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan
akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau
berat.
Berikut adalah tabel yang membedakan antara gejala diare osmotik dan
diare sekretorik :
Tabel II.1 Perbedaan Gejala Diare Osmotik dan Diare Sekretorik (Santoso, 2008)
OSMOTIK SEKRETORIK
VOLUME BAB < 200 ml/hari > 200 ml/hari
Dengan
berpuasa
DIARE
Stop
DIARE
Berlanjut
Na+ dalam
feses
< 70 mEq/l > 70 mEq/l
Penyusutan
substansi
(+) (-)
pH feses < 5 > 6
2.3.6 Bahaya Diare
Bahaya diare biasanya mengikuti jenis diarenya, berikut adalah bahaya
utama dari tiap-tiap jenis diare (Santoso, 2008):
Diare cair akut : bahaya utamanya adalah dehidrasi, dan penurunan berat
badan jika pemberian nutrisi tidak adekuat
Diare akut berdarah (disentri) : bahya utama diare jenis ini adalah :
kerusakan usus, sepsis, malnutrisi, dan dehidrasi.
Diare persisten : bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi nonintestinal
serius, selain itu juga dapat terjadi dehidrasi
2.3.6.1 Dehidrasi
Dari paragraf di atas dapat disimpulkan bahwa semua diare dapat
menimbulkan bahaya utama yaitu dehidrasi. Dehidrasi terjadi ketika jumlah air
dan elektrolit yang hilang tidak digantikan secara adekuat. Banyak kasus diare
berujung pada kematian dikarenakan kondisi dehidrasi ini.
Tanda-tanda yang dapat dikenali oleh pasien sendiri sebagai berikut
(Johnsons, 2012):
Urin berwarna gelap
Volume urin sedikit
Nadi cepat
Nyeri kepala / pusing
Kulit kering
Gelisah
Bingung
Saat diare terjadi peningkatan jumlah air dan elektrolit yang hilang dari
tubuh melalui feses yang cair. Selain itu, cairan juga hilang melalui muntah,
keringat, urine, dan uap air yang keluar saat bernafas. Dehidrasi terjadi ketika air
dan elektrolit yang keluar dari tubuh ini tidak mendapatkan kompensasi yang
adekuat.
Derajat Dehidrasi
Dehidrasi diagi menjadi 3 tingkatan yaitu : 1. Tanpa dehidrasi, 2,
Dehidrasi Ringan/Sedang, dan 3. Dehidrasi Berat. Derajat dehidrasi ditentukan
berdasar tanda dan gejala yang merefleksikan jumlah cairan yang hilang.
Pada tahap awal dehidrasi, tidak didapatkan tanda dan gejala, seiring
makin parahnya dehidrasi, tanda dan gejala makin tampak, yakni berupa rasa
haus, gelisah, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, dan mata
cowong. Pada dehidrasi berat, dapat ditemukan tanda shock berupa penurunan
kesadaran, akral dingin, denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
hingga tidak terdeteksi, dan capillary refill time yang memanjang (>2detik). Jika
hal ini tidak segera ditangani dapat mengakibatkan kematian.
Kriteria derajat dehidrasi
Gejala
/
deraja
t
dehidr
asi
Diare
tanpa
dehidr
asi
Diare
denga
n
dehidr
asi
ringan
/
sedan
g
Diare
denga
n
dehidr
asi
berat
Bila
terdapa
t dua
tanda
atau
lebih
Bila
terdapa
t dua
tanda
atau
lebih
Bila
terdapa
t dua
tanda
atau
lebih
Kedaaa
n
umum
Baik,sa
dar
Gelisah
, rewel
Lesu,
lunglai/
tidak
sadar
Mata Tidak
cekung
Cekung Cekung
Keingin
an
untuk
minum
Normal
, tidak
ada
rasa
haus
Ingin
minum
terus,
ada
rasa
haus
Malas
minum
Turgor Kembal
i
segera
Kembal
i
lambat
Kembal
i
sangat
lambat
2.3.6.2 Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Gangguan keseimbangan asam basa atau asidosis metabolic terjadi
ketika
a. hilangnya senyawa sodium bikarbonat melalui feses
b. terjadi ketosis akibat kurangnya asupan energy
c. peningkatan asam laktat akibat anoksia jaringan
d. ginjal tidak mampu mengekskresikan metabolit asam karena oliguria
e. transfer ion sodium dari ekstrasel ke intrasel
Tanda klinis asidosis metaboli yang khas berupa : nafas cepat dan
dalam, atau disebut nafas Kuszmaull.
2.3.6.3 Hipoglikemia
Meskipun hipoglikemia jarang terjadi pada pasien dengan asupan nutrisi
yang baik, kondisi ini dapat mengancam jiwa. Tanda dan gejala yang muncul
berupa apatis, gelisah, tremor, berkeringat, pucat, shock, kejang, bahkan koma.
2.3.6.4 Malnutrisi
Malnutrisi dapat terjadi pada kondisi diare karena beberapa hal yaitu :
a. pasien menghentikan makan karena merasa makan akan memperparah
diare
b. peningkatan motilitas usus menyebabkan usus tidak sempat mencerna
makanan yang melewatinya
2.3.6.5 Gangguan Sirkulasi Darah
Jika dehidrasi berat terus berlanjut maka akan muncul gejala shock
hipovolemik, yang terdiri dari penurunan kesadaran, akral dingin, denyut nadi
cepat dan lemah, tekanan darah rendah hingga tidak terdeteksi, dan capillary
refill time yang memanjang (>2detik). Jika hal ini tidak segera ditangani dapat
mengakibatkan kematian.
2.3.7 Terapi Diare
Terapi esensial untuk diare meliputi :
1. pemberian cairan
2. melanjutkan pemberian ASI (khusus bayi <6bulan) dan makan
3. Antibiotik, bila diindikasikan
4. Tidak memberikan agen antidiare secara rutin
5. Terapi penyakit lain yang menyertai
Istilah yang dikenal mengenai pemberian cairan adalah TRAS (Type of
the fluid, Route of administration, Amount of fluid to administer, Schedule
(velocity) of fluid administration)
1. Terapi rehidrasi
Tujuan dari terapi rehidrasi adalah untuk menggantikan deficit cairan
dan elektrolit yang terjadi saat diare dan dilanjutkan sampai diare berhenti.
Penggantian cairan ini dapat dilakukan secara intravena maupun peroral.
Untuk makalah ini yang akan dibahas hanya mengenai rehidrasi oral.
Penggantian cairan secara oral disebut juga dengan ORS (Oral Rehydration
Solution) atau Oralit. Di bawah ini adalah panduan memberikan oralit.
Diare tanpa dehidrasi
Berikan oralit dosis pemeliharaan seperti dibawah ini
(untuk mencegah dehidrasi), sampai diare berhenti
Umur Jumlah oralit yang
diberikan tiap b.a.b.
ml Gelas
Dibawah 1 thn 50 – 100 ml ½ gelas
1 – 4 thn 100 – 200 ml 1 gelas
5 – 12 thn 200 – 300 ml 1 ½ gelas
Dewasa 300 – 400 ml 2 gelas
Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Beri oralit seperti dibawah ini, untuk mengoreksi dehidrasi :
Umur Jumlah oralit yang
diberikan dlm 3 jam
ml Gelas
Dibawah 1 thn 300 ml 1 ½ gelas
1 – 4 thn 600 ml 3 gelas
5 – 12 thn 1200 ml 6 gelas
Dewasa 2400 ml 12 gelas
Cairan ini juga dapat dibuat di rumah dengan jenis-jenis sebagai
berikut :
Air beras + garam
Larutan garam gula, dengan garam 3g/L dan gula 16 g/L
Air sup ayam dengan garam
2. Manajemen Diet
Prinsip utama manajemen diet saat diare terdiri atas 5 komponen
yaitu : 1. ASI (khusus bayi<6 bulan, tidak dibahas dalam makalah ini),
2. formula susu lainnya (bayi dan balita, tidak dibahas dalam makalah ini),
3. pemberian makanan yang halus,
4. makanan yang diberikan setelah diare berhenti
5. suplementasi mikronutrien.
Pemberian makanan halus
Makanan yang diberikan adalah makanan yang biasa dimakan,
dimasak matang, dan dihaluskan sehingga lebih mudah dicerna. Jika
memungkinkan dapat ditambahkan 5-10 ml minyak sayur untuk
meningkatkan kandungan energi. Hindari makanan manis, soft drink yang isa
menyebabkan diare osmotik.
Pemberian makanan setelah diare berhenti
Makanan yang diberikan setelah diare adalah makanan dengan kalori
tinggi dan diberikan makanan ekstra 1x dalam satu hari (makan 4x/hari)
selama 1 hingga 2 minggu.
Suplementasi Mikronutrien
Mikronutrien yang diberikan terdiri atas vitamin A, Zink, dan probiotik.
Vitamin A sering diberikan untuk anak usia di bawah 1 tahun untuk
memperbaiki fungsi asorbsi usus. Vitamin A juga dapat diperoleh dari
makanan yang mengandung banyak karoten seperti wortel dan papaya.
Zink merupakan mikronutrien yang direkomendasikan oleh WHO
sejak tahun 2004. Zink dapat mengurangi keparahan dan durasi diare,
dengan dosis 1 x 20 mg yang diberikan selama 10 hari berturut-turut.
Probiotik adalah asupan makanan yang mengandung bakteri
bermanfaat yang memiliki efek positif bagi kesehatan Bakteri yang dikandung
adalah Bifidobacteria dan Lactobacillae. Probiotik berfungsi untuk membantu
managemen diare akut, nosokomial, dan diare akibat pemberian antibiotik
3. Pemberian Obat Antimikroba
Obat antimikroba diberikan bila telah ada dasar kuat penyebab diare
yang dialami pasien. Jika penyebab diare berasal dari infeksi parenteral, maka
antibiotic diberikan secara sistemik. Jika tidak ada infeksi parenteral, maka
antibiotik cukup dengan pemberian oral. Antibiotik diberikan bila :
Ditemukan bakteri pathogen dalam kultur feses
Ditemukan darah dalam feses baik dengan pemeriksaan makroskopik
maupun mikroskopik.
Ada gejala klnis infeksi enteral
Diduga infeksi nosokomial pada neonatus
4. Pemberian Obat Simptomatik
Obat simptomatik yang diberikan terdiri atas obat antimotilitas,
adsorben, dan antiemetic.
Obat antimotilitas seperti papaverin, extractum belladonna,
camphorated tincture of opium, loperamide hydrochloride, codeine, dsb. Obat-
obat ini dapat mengurangi frekuensi diare tapi juga dapat berefek samping
seperti ileus paralitik dan dapat memperpanjang masa infeksi karena
menghambat pengeluaran infeksi atau toksin penyebab diare.
Obat adsorben seperti Kaolin, pectin, attapulgite, activated charcoal,
smectite and cholestyramine dapat mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri
dan dapat melindungi mukosa usus.
Obat antiemetic biasanya tidak diperlukan karena muntah dapat
berkurang ketika pasien telah terrehidrasi.
2.3.8 Pencegahan Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum
yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
2.3.8.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya
agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan
sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
1. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir
70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum,
mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut
WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter.
Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan
besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie,
1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air
permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung
kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa
yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan
air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air
dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air
tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi
sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari
sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air
bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan,
perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie,
1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh
dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air
harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah
dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
2. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung
terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain
penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus
membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya
secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang
air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang
sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di
jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya
yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
3. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan
dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan
tingkat kekurangan gizi.
Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi
makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4)
pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau
kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi
seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas
bayi di negara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil (Canada, 28,4 permil).
Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk
mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang
(Suharyono, 1986).
4. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI
pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30
kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
5. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan
dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini,
tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih
makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber
perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut
kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah
perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan
diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum
makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian
diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak
seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang
tinja anak (Howard & Bartram, 2003).
Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare
dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai
kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih
besar terkena diare. Heller (1998) juga mendapatkan adanya hubungan antara
kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama
yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan
diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga
dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian.
Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah
terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia
dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di tempat
terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare
dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban.
6. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi
terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan
(Andrianto, 1995).
2.3.8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan
diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah
terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi
penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,
bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika
yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia
untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri,
parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya
diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
2.3.8.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal
mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan
cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap
memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada
anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga
kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi
atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.