bab ii konsep keluarga
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengertian
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO,
1969; Mubarak dkk., 2006).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga (Friedman,1998; Suprajitno, 2004).
Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam
satu rumah dalam kedekatan yang konsisten dan berhubungan erat.
(Heivi,1981, Mubarak dkk, 2006).
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang
terdiri kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Depkes RI, 1998; Mubarak et al, 2006).
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawatan
professional melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif dengan klien
dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai lingkup dan wewenang dan tanggung jawab. Salah satu praktik
keperawatan adalah asuhan keperawatan keluarga (Suprajitno, 2004).
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada
klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar praktik
keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Suprajitno, 2004).
6
7
Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan
yang diberikan melalui praktik keperawatan-keperawatan dengan
sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan (Suprajitno, 2004).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan secara mandiri.
b. Tujuan Khusus
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam:
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah
kesehatan keluarga.
3) Melakukan tindakan keperawatan kesehatan kepada anggota
keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh atau
yang membutuhkan bantuan/asuhan keperawatan.
4) Memelihara dan memodifikasi lingkungan (fisik, psikis dan
sosial) sehingga dapat menunjang peningkatan kesehatan
keluarga.
5) Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat misalnya
Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu atau sarana
pelayan kesehatan lainnya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan keluarga.
3. Prinsip Asuhan keperawatan keluarga
a. Bekerjasama secara kolektif dengan keluarga.
b. Mulai sesuai dengan kemampuan keluarga.
c. Sesuai NCP (Nurse Care Plannning) dengan tahap perkembangan
keluarga.
d. Terima dan akui struktur keluarga.
e. Menekankan pada kemampuan keluarga.
8
4. Sasaran
Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga-keluarga
yang rawan kesehatan yaitu keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan atau yang beresiko terhadap timbulnya masalah
kesehatan. Sasaran dalam keluarga yang dimaksud adalah individu
sebagai anggota dan keluarga itu sendiri.
5. Persiapan pemberian asuhan keperawatan
a. Menetapkan keluarga yang menjadi sasaran kunjungan serta
menentukan kasus-kasus yang perlu ditindaklanjuti di rumah,
melalui seleksi kasus di Puskesmas sesuai prioritas.
b. Menetapkan jadwal kunjungan
1) Membuat jadwal kunjungan dan identitas keluarga yang akan
dikunjungi.
2) Membuat kesepakatan dengan keluarga tentang waktu
kunjungan dan kehadiran anggota keluarga pengambil
keputusan.
c. Menyiapkan perlengkapan lapangan
1) Mempelajari riwayat penyakit klien (individu/anggota keluarga)
dari rekaman kesehatan keluarga di Puskesmas dan
pencatatan lain yang ada kaitannya dengan klien tersebut.
2) Membuat catatan singkat tentang masalah klien dan keluarga
sebagai dasar kajian lebih lanjut di keluarga.
3) Formulir atau catatan pengkajian keluarga dan catatan lain
yang diperlukan.
4) Kit Primary Health Nursing (PHN) yang berisi peralatan dan
obat-obatan sederhana.
5) Alat bantu penyuluhan.
6. Metodologi proses keperawatan
Metodologi proses keperawatan merupakan metodologi
penyelesaian masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan
pengetahuan ilmiah serta menggunakan teknologi kesehatan dan
9
keperawatan meliputi:
a. Tahap pengkajian
Pengkajian adalah tahap ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus-menerus tentang keluarga
yang dan merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga (Suprajitno, 2004).
1) Metode pengumpulan data
a) Wawancara.
b) Observasi fasilitas dalam rumah.
c) Pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga.
d) Data sekunder (hasil laboratorium, hasil foto rongent, dll).
2) Hal-hal yang dikaji keluarga
a) Data umum
(1) Meliputi nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan dan
pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga yang
terdiri dari nama, jenis kelamin, hubungan dengan KK,
umur, pendidikan dan status imunisasi dari masing-
masing anggota keluarga serta genogram.
(2) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta
kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe
keluarga tersebut.
(3) Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan.
(4) Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
(5) Status sosial ekonomi keluarga
10
Ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya,
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga
serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
(6) Aktivitas rekreasi keluarga
Tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi
bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi
tertentu, namun dengan menonton televisi dan
mendengarkan radio juga merupakan aktivitas keluarga.
b) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
(1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
(2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan bagaimana tugas perkembangan
yang terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.
(3) Riwayat keluarga inti
Riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota dan sumber pelayanan yang
digunakan keluarga.
c) Pengkajian lingkungan
(1) Karakteristik rumah
Identifikasi rumah meliputi luas, tipe, jumlah
ruangan, pemanfaatan ruangan, jumlah ventilasi,
peletakan perabotan rumah tangga, sarana
pembuangan air limbah dan kebutuhan mandi, cuci, dan
kakus (MCK), sarana air bersih, air minum yang
digunakan dan denah rumah.
(2) Karakteristik tetangga
Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan
komunitas setempat yang meliputi kebiasaan,
lingkungan fisik, aturan penduduk setempat dan budaya
11
yang mempengaruhi kesehatan.
(3) Mobilitas geografi keluarga
Ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
(4) Perkumpulan keluarga dan interaksi
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan
keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga
yang ada.
(5) Sistem pendukung keluarga
Meliputi jumlah anggota keluarga yang sehat,
fasilitas fisik, psikologis atau dukungan dari anggota
keluarga dan fasilitas-fasilitas sosial atau dukungan
masyarakat setempat.
d) Struktur keluarga
(1) Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar
anggota keluarga.
(2) Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.
(3) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota
keluarga baik secara formal maupun informal.
(4) Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut
keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
e) Fungsi keluarga
(1) Fungsi afektif
Mengkaji gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan memiliki keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,
12
kehangatan pada keluarga dan keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
(2) Fungsi sosial
Bagaimana hubungan dalam keluarga dan sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma atau
budaya perilaku.
(3) Fungsi perawatan kesehatan
Sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian dan perlindungan terhadap anggota keluarga
yang sakit, pengetahuan keluarga mengenai sehat
sakit, kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan
tugas perawatan keluarga, yaitu:
(a) Mengenal masalah kesehatan.
(b) Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat.
(c) Merawat anggota keluarga yang sakit.
(d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat.
(e) Menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di
masyarakat.
(4) Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan
jumlah anggota keluarga, metode apa yang digunakan
keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
(5) Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi
kebutuhan sandang, pangan dan papan, dan
memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam
upaya meningkatkan status kesehatan keluarga.
f) Stressor dan koping keluarga
13
(1) Stressor jangka pendek dan jangka panjang
Stressor jangka pendek yaitu yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan dan jangka panjang
yaitu yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan.
(2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau
stressor.
(3) Strategi koping yang digunakan
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
(4) Strategi adaptasi disfungsional
Adaptasi disfungsi yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
g) Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian perawat menanyakan harapan
terhadap petugas kesehatan yang ada.
b. Perumusan diagnosa keperawatan keluarga
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang
dirumuskan data yang terkumpul dan berupa rumusan tentang
respons klien terhadap masalah kesehatan serta faktor penyebab
(etiologi) yang berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang
perlu diatasi dengan tindakan/intervensi keperawatan (Suprajitno,
2004).
Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil
pengkajian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan
keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi
keluarga dan koping keluarga, baik yang bersifat aktual, risiko
maupun sejahtera di mana perawat memiliki kewenangan dan
tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-
sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber
daya keluarga. Komponen diagnosis keperawatan meliputi:
14
problem atau masalah, etiologi atau penyebab, sign atau tanda
(Mubarak, 2006).
1) Tipologi dari diagnosis keperawatan
a) Diagnosis aktual
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai
tanda dan gejala dari gangguan kesehatan di mana
masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga memerlukan
bantuan untuk segera ditangani dengan cepat.
b) Diagnosis risiko/risiko tinggi
Masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi
tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat
terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat
bantuan perawat.
c) Diagnosis potensial (wellness/sejahtera)
Suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika
keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatan-nya
dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat ditingkatkan.
2) Contoh perumusan diagnosis keperawatan
a) Contoh diagnosis aktual
(1) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada
ibu B keluarga bapak Am yang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
(2) Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas gerak pada
anak Des keluarga bapak Rm yang berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga memodifikasi
(menata) lingkungan yang aman untuk latihan berjalan
anak Des.
b) Contoh diagnosis risiko/risiko tinggi
15
(1) Risiko terjadinya serangan ulang yang berbahaya pads
lansia Er keluarga bapak Li yang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan (Puskesmas) yang dekat dengan
tempat tinggal keluarga.
(2) Risiko tinggi konflik antara orang tua dan anak remaja
keluarga bapak Kar yang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
komunitas yang tepat bagi anak remaja-nya.
c) Contoh diagnosis potensial (wellnes/sejahtera)
(1)Potensial peningkatan kesejahteraan ibu Ju yang sedang
hamil keluarga bapak Man.
(2)Potensial peningkatan status kesehatan balita keluarga
bapak Kin.
3) Skoring (penilaian) diagnosis keperawatan
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis
keperawatan lebih dari satu. Proses skoring menggunakan
skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan maglaya (1978)
yang dikutip oleh Suprajitno (2004).
a) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat.
b) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikaitkan
dengan bobot.
Skor yang diperoleh X bobot
Skor tertingi
c) Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama
dengan jumlah bobot, yaitu 5).
Tabel 1. Skoring (penilaian) diagnosis keperawatan
16
No. Kriteria Skor Bobot1. Sifat masalah
Skala : Tidak/kurang sehat 3Ancaman kesehatan 2 1
Keadaan sejahtera 12. Kemungkinan masalah dapat
DiubahSkala : Mudah 2
Sebagian 1 2Rendah 0
3. Potensial masalah untukDicegahSkala : Tinggi 3
Cukup 2 1Rendah 1
4. Menonjolnya masalahSkala : Masalah berat, harus
segera ditangani 2Ada masalah tetapitidak perlu ditangani 1 1Masalah tidakDirasakan 0
c. Perencanaan keperawatan keluarga
Perencanaan asuhan keperawatan adalah acuan tertulis yang
terdiri dari berbagai intervensi keperawatan (Suprajitno, 2004).
Rencana keperawatan keluarga adalah merupakan kumpulan
tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan
dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan atau
masalah keperawatan yang telah diidentifikasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan keperawatan keluarga:
1) Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisa yang
menyeluruh tentang masalah atau situasi keluarga.
2) Rencana yang baik harus realistis, artinya dapat dilaksanakan
dan dapat menghasilkan apa yang diharapkan.
3) Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan
falsafah instansi kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan
17
pada daerah tersebut tidak memungkinkan pemberian
pelayanan cuma-cuma maka perawat harus
mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun
perencanaan.
4) Rencana keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini
sesuai dengan prinsip bahwa perawat bekerja bersama
keluarga bukan untuk keluarga.
5) Sebaiknya rencana keperawatan dibuat secara tertulis, selain
berguna untuk perawat juga berguna untuk anggota tim
kesehatan lainnya khususnya dalam mengingat perencanaan
yang telah disusun dan dapat membantu dalam mengevaluasi
perkembangan masalah keluarga.
Langkah-langkah dalam mengembangkan rencana
keperawatan keluarga:
1) Menentukan sasaran atau global
Sasaran adalah tujuan umum yang merupakan tujuan
akhir yang akan dicapai melalui segala upaya dan harus
ditentukan bersama keluarga.
2) Menentukan tujuan atau objektif
Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah spesifik, dapat
diukur, dapat dicapai, realistik dan ada batasan waktu.
3) Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan.
Dalam keperawatan kesehatan keluarga tindakan yang
dilakukan ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan
sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya ketidaksanggupan
dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.
4) Menentukan kriteria dan standar kriteria
Kriteria merupakan tanda atau indikator yang digunakan
untuk mengukur pencapaian tujuan, sedangkan standar
menunjukkan tingkat performance yang diinginkan untuk
18
membandingkan bahwa perilaku yang menjadi tujuan tindakan
keperawatan telah tercapai.
d. Tahapan pelaksanaan keperawatan keluarga
Pelaksanaan merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan, yaitu perawat melakukan tindakan sesuai rencana di
mana tindakan tersebut berbagai upaya memenuhi kebutuhan
dasar klien (Suprajitno, 2004).
Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses
keperawatan keluarga di mana perawat mendapatkan kesempatan
untuk membangkitkan minat keluarga untuk mengadakan
perbaikan kearah perilaku hidup sehat.
Tindakan keperawatan keluarga mencakup :
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan dengan memberikan
informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang
kesehatan, juga mendorong sikap emosi yang sehat terhadap
masalah.
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan
yang tepat dengan cara: mengidentifikasi konsekuensi tidak
melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang
dimiliki keluarga dan mendiskusikan tentang konsekuensi tiap
tindakan.
3) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
yang sakit dengan cara: mendemonstrasikan cara perawatan,
menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah dan
mengawasi keluarga melakukan perawatan.
4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana
membuat lingkungan menjadi sehat dengan cara: menemukan
sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga dan
melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
19
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada dengan cara: mengenalkan fasilitas kesehatan yang
ada di lingkungan keluarga dan membantu keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat
keluarga untuk bekerjasama melakukan tindakan kesehatan :
1) Keluarga kurang memperoleh informasi yang jelas atau
mendapatkan informasi tetapi keliru.
2) Keluarga mendapatkan informasi tidak lengkap, sehingga
mereka melihat masalah hanya sebagian.
3) Keliru tidak dapat mengaitkan antara informasi yang diterima
dengan situasi yang dihadapi.
4) Keluarga tidak mau menghadapi situasi.
5) Anggota keluarga tidak mau melawan tekanan dari keluarga
atau sosial.
6) Keluarga ingin mempertahankan suatu pola tingkah laku.
7) Keluarga gagal mengaitkan tindakan dengan sasaran atau
tujuan upaya keperawatan.
8) Kurang percaya dengan tindakan yang diusulkan perawat.
Kesulitan dalam tahap pelaksanaan dapat pula diakibatkan
oleh faktor-faktor yang berasal dari petugas, antara lain :
1) Petugas cenderung menggunakan satu pola pendekatan atau
petugas kaku dan kurang fleksibel.
2) Petugas kurang memberikan penghargaan atau perhatian
terhadap faktor-faktor sosial budaya.
3) Petugas kurang mampu dalam mengambil tindakan atau
menggunakan bermacam-macam teknik dalam mengatasi
masalah yang rumit.
e. Tahap evaluasi
20
Evaluasi, merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna, apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan
lain (Suprajitno, 2004).
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan,
dilakukan penelitian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/
belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai.
1) Macam-macam evaluasi
a) Evaluasi kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas atau
jumlah pelayanan atau kegiatan yang telah dikerjakan.
Evaluasi kuantitatif sering dipakai dalam kesehatan karena
lebih mudah dikerjakan bila dibandingkan dengan evaluasi
kualitatif. Pada evaluasi kuantitatif jumlah kegiatan dianggap
dapat memberikan hasil yang memuaskan. Contoh: jumlah
keluarga yang dibina.
b) Evaluasi kualitatif
Evaluasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat
difokuskan pada salah satu dari 3 dimensi yang saling
terkait, yaitu:
(1) Struktur atau sumber
Evaluasi struktur atau sumber terkait dengan
tenaga manusia, atau bahan-bahan yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan.
Dalam upaya keperawatan ini menyangkut antara
lain:
(a) Kecakapan atau kualifikasi perawat
(b) Minat atau dorongan
(c) Waktu atau tenaga yang dipakai
(d) Macam dan banyaknya peralatan yang dipakai.
(e) Dana yang tersedia.
21
(2) Proses
Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan. Misalnya mutu
penyuluhan kesehatan yang diberikan lansia dengan
masalah nutrisi.
(3) Hasil
Evaluasi ini difokuskan kepada bertambahnya
kesanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-
tugas kesehatan-nya.
2) Luasnya evaluasi
Evaluasi sebagai proses dipusatkan pada pencapaian
tujuan dengan memperhatikan keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
a) Efisiensi atau ketepatgunaan
Evaluasi ini dikaitkan dengan sumber daya yang
digunakan. Misalnya uang, waktu, tenaga atau bahan.
b) Appropriateness atau kecocokan
Evaluasi ini dikaitkan dengan kesesuaian antara
tindakan keperawatan yang dilakukan dengan pertimbangan
profesional.
c) Adequaoy atau kecukupan
Evaluasi ini dikaitkan dengan kelengkapan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan atau
hasil yang diinginkan.
B. Konsep Dasar Asma Bronkhiale
1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan
22
Gambar 2. Anatomi system pernafasan(sumber http//www.google.com/image)
Sistem pernapasan terdiri dari:
a. Hidung
Hidung adalah saluran yang pertama, mempunyai 2 lubang
(cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu clan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
Fungsi hidung terdiri dari:
1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-
bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung. (Syaifuddin, 1997)
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan jalan pernafasan dan
23
jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Faring dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang
disebut nasofaring
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium
disebut orofaring
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
c. Laring
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang--
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan, antara lain:
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (Adam's apple), sangat
jelas terlihat pada pria
2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1 buah)
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari faring yang clibentuk oleh 16 – 20
cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut set bersilia, hanya bergerak ke arah
luar. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan bends-benda
asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan.
Trakea dipisahkan oleh karina menjadi bronkus kiri dan bawah.
e. Bronkus
24
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, terbagi menjadi 2
bagian yaitu kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari bronkus kiri. Bronkus bercabang-cabang. Cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujungnya terdapat
gelembung pare atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung-gelembung. Paru-paru dibagi menjadi
2 yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri
yang terdiri dari 2 lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada atau
kavum mediastinum. (Syaifuddin, 1997).
Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkhial,
bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi arteriola halus;
arteriola itu membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan
kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis
dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal.
Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli
hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas
berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernafasan.
Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi
pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris
meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke
atrium kiri jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
aorta.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteria bronkhialis
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta torasika ke
paru-paru guna memberi makan dan mengantarkan oksigen ke
dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini
25
membentuk plexus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari
yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi
beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkhialis dan ada yang dapat mencapai vena kava
superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua,
yaitu pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam
fisura dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain.
Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru
dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam
dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis,
bagian yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan
bagian yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura ini
diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini terletak arteri
subklavia.
Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit exsudat
untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas
bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan
yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah
ruang yang tidak nyata; tetapi dalam keadaan tidak normal, udara
atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya
menjadi jelas. (Evelin C. Pearce, 2000)
Proses terjadinya pernafasan (respirasi) terbagi dalam 2
bagian yaitu inspirasi (menarik nafas untuk mengambil udara yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh) dan ekspirasi
(menghembuskan nafas untuk mengeluarkan udara yang
mengandung karbondioksida). Proses pernafasan terjadi karena
26
adanya perbedaan tekanan antara rongga pleuran dan paru-paru.
(Syaifuddin, 1997).
2. Pengertian
Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat
pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reveraibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara
hiperaktif terhadap stimulus tertentu (Brunner dan Suddart, 2000).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. dari penyakit ini adalah
hiperaktifitas bronkus dalam berbagai tingktan, obtruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi dan sesak) (Arif Mansjoer,, 2000).
3. Penyebab
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan faktor
presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang
jelas.
b. Faktor presipitasi
1) Allergen, berupa :
a) In halan, yang masuk melalui salurn pernafasan seperti :
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri,
polusi.
27
b) Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti :
makanan/minuman dan obat-obatan.
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti
perhiasan logam dan jam tangan, sengatan binatang.
2) Perubahan cuaca (musim kemarau dan musim hujan )
3) Stress (fisik dan psikis)
4) Lingkungan kerja (polisi lalu lintas, laboraturium hewan, pabrik
tekstil, dan lain-lain )
5) Infeksi saluran pernafasan (virus dan bakteri)
6) Olahraga yang berat.
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita asma
adalah :
a. Sesak nafas
b. Batuk
c. Rasa dada tertekan
d. Ada suara tambahan saat nafas dihembuskan (mengi/wheezing)
e. Pengeluaran secret/dahak
f. Gelisah
g. Susah tidur
h. Tidak nafsu makan
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada penyakit asma antara lain
adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksia
d. Pnemuthorak
e. Emfisema
f. Dehidrasi
28
g. Deformitas thorak
h. Gagal nafas
6. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung pada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi
antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast.
Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airborne.
Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode
waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun dilain
kasus terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah
kecil alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna sepeti tartazin, antagonis beta-
aadrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem
pernafasan yang sangat sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang
dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah
ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor parineal lalu menjadi
rninosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti
dengan munculnya asma progesif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya
dengan menggunakan obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk
terapi ini, toleransi saling akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi
nonsteroid. Mekanisme terhadap terjadinya bronkospasme oleh
aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara
khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya
menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikain juga
dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan nafas. Oleh
29
karena itu antagonis beta adrenergik harus dihindarkan pada pasien
tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen
sanitasi dan pegawet dalam dunia industri makanan dan farmasi juga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang
sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfat, kalium
dan natrium bisulfat, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa tersebut seperti salat, buah segar, kentang, dan anggur.
Faktor penyebab yang sudah disebutkan di atas ditambah
dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan dikeluarkannya
subtansi pereda alergi yang sebetulnya merupakn mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin,
bradikinin, anafilaktikosin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan 3
gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler dan penigkatan sekresi mukus seperti terlihat pada gambar
tersebut.
30
Gambar 3. Skema patofisiologi asma bronkhiale(Brunner dan suddart, 2001)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan adalah :
a. Laboratorium
1) Analisa gas darah
2) Sputum
3) Sel esosionit
4) Pemeriksaan dara rutin dan kimia
Pencetus serangan(alergen, emosi/stress,
obat-obatan dan infeksi)
Reaksi antigen dan antibodi
Dikeluarkannya substansi vasoaktif
(histamin, bradikinin dan anafilatoksin)
Permeabilitas kapiler
- Kontraksi otot polos
- Edema mukosa- hipersekresi
Hipoksia, hiperkapnia
Obstruksi jalan nafas
HipoventilasiDistribusi tak merata
dg sirkulasi darah paru-paru, gangguan difusi gas di alveoli
bronkospasme
Kontraksi otot polos
Kerusakan pertukaran gas
Bersihan jalan nafas tidak
efektifKetidakseimbangan
nutrisi
Produksi mukus
terhambat
Sekresi mukosa
meningkat
31
b. Radiologi
c. Pemeriksaan Spirometri
d. Tes provokasi bronkus
e. Pemeriksaan tes kulit
f. Elektrokardiografi
g. Scanning paru
h. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik
8. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
b. Mengenal dan mengindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma.
c. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya.
Pengobatan pada asma bronkiale terbagi 2 yaitu :
a. Pengobatan Non-farmakologik
1) Memberi penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisioterafi
5) Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik
1) Bronkodilator
Terbagi dalam 2 golongan yaitu :
a) Simatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
(1) Orsiprenalin (alupent)
(2) Fenoterol (brotec)
(3) Terbutalin (bricasma)
32
Obat-obatan golongan simtomatik tegolong dalam bentuk
tablet , sirup, suntkan dan semprodtan. Yang berupa
semprotan : MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (ventolin Dishaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronkodilator (Alupent,
Berotec, Brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khususn
diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus) untuk selanjutnya dihirup.
b) Santin
Nama Obat :
(1) Aminofilin (American Supp)
(2) Aminofilin (Euphilin Retard)
(3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan golongan sipatomimetik,
tetapi cara kerja berbeda.sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : bentuk suntikan teofilin/aminofilin di
pakai pada serangan asma akut, dan di suntikan perlahan-
lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum setelah makan itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria
ini digunakan jika penderita karena suatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
2) Kromalin
Kromalin bukan brokodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.
33
3) Krotolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan
obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
C. Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkial
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5
tahap, yaitu pengkajian, diagnosa, keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001)
a. Identitas klien
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat,
statua perkawinan, pekerjaan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama mengenai sesak nafas, bernafas terasa berat
pada dada dan keluhan susah untuk melakukan pernafasan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak nafas yang hebat dan kemudian diikuti
dengan gejala lain yaitu wheezing, penggunaan otot bantu
pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, serta
perubahan tekanan darah.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit yang pernah diderita klien atau keluarga pada masa lalu
adanya penyakit keturunan seperti Hipertensi, jantung, DM, atau
penyakit menukal seperti TBC yang pernah diderita keluarga juga
34
seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan, amandel,
sinusitis, polip hidung, riwayat serangan asma frekuensi, waktu,
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan asma serta
riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala
asma.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji dengan riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan (Hood Alsagaf,
1993)
f. Aktivitas
Mengkaji adanya ketidakmampuan melakukan aktivitas karena
sulit bernafas, adanya penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
g. Pernafasan
Sesak nafas pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan, ada bunyi nafas tambahan, adanya batuk berulang,
adanya alat bantu pernafasan.
h. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, warna kulit atau membran mukosa, kemerahan atau
berkeringat.
i. Integritas ego
Ansietas, ketakutan, peka rangsangan, gelisah.
j. Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
penurunan berat badan karena anoreksia.
k. Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik, susah bicara dan adanya
ketergantungan pada orang lain.
35
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Capernito, 2001).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme
b. Malnutrisi berhubungan dengan anoreksia
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (spasme brokus)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya imunitas
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/
salah mengerti
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada
diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan
diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Nursalam, 2001).
a. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
Intervensi :
1) Kaji warna dan, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional :
Karakteristik sputum dapat menunjukan berat ringannya
obstruksi.
2) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol
batuk
36
Rasional :
Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektivitas serta
menimbulkan frustasi
3) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
Rasional :
Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelaksis
4) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
Rasional :
Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menujukan
keberhasilan
5) Lakukan fisioterafi dada dengan teknik drainage postural,
perkusi dan fibrasi dada
Rasional :
Fisioterafi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
6) Motivasi klien untukperawatan mulut
Rasional :
Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut.
b. Malnutrisi berhubungan dengan anoreksia
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional :
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dispnea.
2) Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai
Rasional :
37
Rasa tidak enak dapat menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (spasme brokus)
Intervensi :
1) Kaji secara rutin kulit dan membran mukosa
Rasional :
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengidentifikasi beratnya hipoksia.
2) Palpasi fremitus
Rasional :
Penurunan getaran fibrasi diduga adanya pengumpulan
cairan/udara
3) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :
Takikardi, disrimia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksia.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi dan
toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki dan mencegah memburuknya hipoksia.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya imunitas
1) Awasi suhu
Rasional :
Demam dapt terjadi karena infeksi atau dehidrasi
2) Diskusikan kebutuhan nutrisi yang adekuat
38
Rasional :
Mal nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi.
3) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan
untuk pewarna gram, kultur/sensifitas.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai mikrobal.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/
salah mengerti
Intervensi :
1) Jelaskan tentang penyakit Klien
Rasional :
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan
2) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan
Rasional :
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara
mengganggu dan merugikan.
3) Tunjukan teknik penggunaan inhaler
Rasional :
Pemberian pengobatan yang tepat meningkatkan
keefektifannya.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan dan ditujukan untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. (Lyer et al dalam Nursalam, 2001)
39
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan mengupayakan rasa
aman, nyaman dan mempertimbangkan keselamatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
"kealpaan" yang terjadi selama tahapan pengkajian, analisis,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. (Ignatavicius dan Bayne
dalarn Nursalarn, 2001)