bab ii konsep dasar a. pengertian -...
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan mycobacterium
tuberculosis (Price, 1995).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang terutama menyerang parenkim
paru (Brunner & Suddarth, 2001).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Doengos, 2000).
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Sistem pernafasan terdiri dari thorak, jalan nafas penghantar, jalan nafas
respirasi, aliran darah pulmonal dan limfe. Fungsi utama sistem pernafasan adalah
proses respirasi, yaitu pengambilan oksigen dari udara luar masuk ke dalam
saluran nafas kemudian diteruskan ke dalam darah. Oksigen digunakan dalam
proses metabolisme, sedangkan karbondioksida yang terbentuk pada proses
tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar.
a) Thorak
Thorak berisi organ-organ utama pernafasan. Thorak terdiri dari
rongga thorak, paru-paru, pleura dan otot-otot pernafasan organ-organ tersebut
secara bersama-sama berfungsi sebagai pompa ventilasi pada saat melakukan
usaha pernafasan.
b) Jalan nafas penghantar
Jalan nafas penghantar terdiri atas jalan nafas bagian atas, trakea dan
cabang bronkus. Fungsi jalan penghantar adalah menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk, mencegah benda asing masuk ke saluran
pernafasan bagian bawah atau area pertukaran gas dan sebagai saluran udara.
c) Jalan nafas respirasi
Jalan nafas respirasi berisi bronkioli dan alveoli. Jalan nafas respirasi
juga disebut unit respirasi terminal atau asinus, yang merupakan unit
fungsional paru-paru yaitu tempat pertukaran gas atau eksternal respirasi.
Setiap bronkioli terminal terdapat asinus yang terdiri dari bronkioli
respiratori, duktus alveoli dan sakus alveoli terminal. Alveoli hanya
mempunyai satu lapis sel. Setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus
dengan luas permukaan total sekitar sebuah lapangan tennis. Alveoli terdapat
beberapa jenis sel yaitu sel epitel alveolar tipe I dan II, serta sel makrofag.
Sel alveolar tipe I berperan utama dalam memelihara pertukaran gas.
Sel alveolar tipe II berfungsi membentuk cairan surfaktan yang merupakan zat
lipoproterin yang berfungsi mengurangi tegangan permukaan alveoli dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada saat inspirasi serta
mencegah kolaps alveoli pada saat ekspirasi.
Makrofag alveoli adalah monosit yang berasal dari sum-sum tulang
dilepaskan ke sirkulasi darah dan masuk ke sirkulasi kapiler paru menuju ke
jaringan interstitial dan alveoli. Makrofag alveoli berfungsi sebagai makrofag
yang menjaga alveoli tetap bersih dan steril dari aktivitas mikroorganisme.
Makrofag alveoli menurun karena merokok, hipoksia, asidosis metabolik,
uremia, ozon, kostikosteroid dan setelah infeksi virus.
d) Peredaran darah pulmonal dan limfe
Terdapat dua sistem vaskuler dan satu sistem limfatik yang
mensuplai darah dan limfe pada pulmonal. Peredaran darah pulmonal
mempunyai dua sistem yaitu sistem sirkulasi bronkial dan sistem sirkulasi
pulmonal.
Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru.
Arteri bronkial berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkus. Vena bronkial besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem
azygos, yang kemudian bermuara pada vena kava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Namun terdapat percabangan kecil
dari vena azygos yang mencurahkan isinya ke vena pulmonalis sehingga
sekitar 2-3% darah yang masuk ke atrium kanan tidak mengalami pertukaran
gas.
Sirkulasi pulmonal berfungsi membawa gas hasil pertukaran antara
darah kapiler dan udara alveoli. Sirkulasi pulmonal berasal dari ventrikel
kanan yang mengalirkan darah vena ke pulmonal melalui arteri pulmonal.
Darah masuk ke jaringan kapiler yang menutupi alveoli untuk melakukan
pertukaran gas. Darah teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena
pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya menuju ke sirkulasi sistemik.
Tebal dinding arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya hanya 30% tebal
pembuluh sistemik dan tahanan didalamnya sangat rendah. Pada keadaan
istirahat, sejumlah 5-10 liter darah per menit dapat dialirkan melalui sistem
pembuluh kapiler pulmonal cukup dengan tekanan rata-rata sekitar 5 mmHg.
Sistem pembuluh vena pulmonal memiliki daya distenbilitas yang besar,
sehingga merupakan reservoir darah yang penting (dapat menampung
sejumlah besar darah). Pada posisi berbaring, paru akan menampung sekitar
400 ml darah di dalam pembuluhnya, akibat hilangnya pengaruh gravitasi.
Pada posisi tegak, sejumlah darah tersebut akan dikembalikan ke dalam
sirkulasi sistemik. Adanya peningkatan volume darah ini menyebabkan
kapasitas vital pada posisi berbaring lebih rendah dibandingkan pada posisi
tegak. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya orthopnea pada pasien
gagal jantung.
2. Fisiologi
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dari
udara ke dalam darah dan memungkinkan karbondioksida terlepas dari darah ke
udara bebas. Oksigen yang terdapat di udara dan sistem pernapasan dibentuk
melalui suatu cara sehingga udara dapat masuk ke paru-paru. Di sini terdapat tiga
proses utama dalam pernapasan yang meliputi ventilasi, pertukaran gas dan
transportasi oksigen (perpusi).
a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru. Udara
masuk dan keluar dari paru karena terdapat perbedaan tekanan antara
intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan
atmosfir. Bila tekanan intrapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfir maka
udara akan masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan
intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan bergerak
keluar dari paru ke atmosfir, disebut ekspirasi.
1) Inspirasi
Inspirasi adalah masuknya udara ke dalam paru, merupakan proses
aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot inspirasi. Kerja otot-otot
inspirasi menyebabkan pengembangan dada dan paru sehingga tekanan
intrapulmonal menurun di bawah tekanan atmosfir. Bila tekanan
intrapulmonal di bawah tekanan atmosfir, maka udara dari atmosfir akan
masuk ke dalam paru.
2) Ekspirasi
Ekspirasi adalah keluarnya udara dari dalam paru. Ekspirasi terjadi
bila tekanan intrapulmonal melebihi tekanan atmosfir eksipirasi
merupakan proses pasif, akibat dari relaksasi otot-otot inspirasi. Relaksasi
otot-otot inspirasi menyebabkan thorak dan tulang iga bergerak ke bawah
menekan jaringan paru. Di samping itu, pada akhir inspirasi, jaringan paru
yang teregang akan kembali ke kedudukan semula karena adanya rekoil
paru.
b. Pertukaran gas
Pertukaran gas ini meliputi:
1) Pengangkutan oksigen
Oksigen yang berdifusi dari alveoli ke darah kapiler paru akan
diangkat ke seluruh tubuh melalui interaksi kerja jantung, pembuluh darah
dan darah. Oksigen yang diangkat dalam darah terdapat dua bentuk, yaitu
bentuk terlarut dan terikat secara kimia dengan hemoglobin. Pada keadaan
normal, jumlah oksigen yang terlarut sangat sedikit, sehingga
pengangkutan oksigen yang lebih memegang peranan adalah dalam bentuk
ikatan dengan hemoglobin.
Kemampuan hemoglobin dalam fungsinya sebagai sarana
pengangkutan oksigen antara paru dan kapiler berhubungan dengan dua
sifat penting yaitu: kemampuan hemoglobin berubah menjadi bentuk
“oxygenated” sewaktu mengikat oksigen. Prosesnya disebut oksigenasi,
dan hasil akhirnya terbentuk oksihemoglobin (Hb + O2 HbO2)
kemampuan hemoglobin untuk melepas kembali oksigen di kapiler
jaringan melalui proses deoksigensi, menjadi bentuk “deoxygenated” atau
deoksihemoglobin (HbO2 Hb+O2).
Hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh dengan oksigen apabila
seluruh hemoglobin dalam tubuh berikatan secara maksimal dengan
oksigen. Faktor terpenting yang menentukan saturasi hemoglobin-oksigen
adalah tekanan oksigen dalam darah.
2) Pengangkutan karbondioksida
Karbondioksida yang dihasilkan oleh metabolisme sel jaringan
akan berdifusi ke dalam darah dan diangkat dalam tiga bentuk yaitu
terlarut, terikat dengan hemoglobin atau protein plasma dan sebagai ion
bikarbonat.
c. Transportasi oksigen
Difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat
di alveoli dan kapiler paru. Oksigen mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli
dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler
paru, sehingga oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru sebaliknya,
karbondioksida mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding di
alveoli, sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli.
Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran darah, dari paru
ke jaringan dan sebaliknya, disebut transportasi, dan pertukaran oksigen dan
karbondioksida darah pembuluh darah kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan,
disebut difusi.
Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel yang terjadi di
mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selama
pengambilan energi dari bahan-bahan nutrien.
C. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
mycobacterium yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai
empat dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman-kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal
lemak (lipid) yang membuat kuman penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu
melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi
(Isserbacher, 2000).
2. Predisposisi
Basil tuberculosis menginfeksi seseorang melalui pernafasan atau kadang
juga melalui mulut berupa makanan yang berasal dari hewan-hewan yang sakit,
sedangkan daya penularan dari seorang penderita tuberculosis ditentukan oleh
banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita persebaran kuman-kuman
tersebut dalam udara serta banyaknya kuman yang dikeluarkan bersama dahak
berupa droplet dan berada di udara sekitar penderita tuberculosis paru.
Faktor resiko terinfeksi meliputi tingginya prevalensi tuberculosis paru,
keadaan sosial ekonomi serta status gizi serta lingkungan. Sedangkan faktor
resiko jatuh sakit meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan tingkat pemaparan
yang tinggi. Faktor-faktor lain yang berperan penting dalam penyebaran penyakit
ini adalah kepadatan penduduk, rendahnya hygiene sanitasi, keadaan sosial
ekonomi dan keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan minimal.
Minimal setiap orang harus mendapatkan ruangan/luas lantai 12 m2.
Jika pengobatan seorang penderita TBC aktif tidak rutin/ drop out maka
penderita tuberculosis paru akan bertambah parah di mana mengakibatkan
komplikasi dan juga mengakibatkan kematian.
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborn) yaitu melalui instalasi
dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alvedus biasanya di inhalasi
sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronchus dan tidak menyebabkan penyakit (Sylvia Price, 1995).
Setelah berada dalam ruangan alvedus biasanya di bagian bawah lobus atau
paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, leokosit poli morfonakler pada tempat tersebut dan memfagosit namun
tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa lekosit diganti
oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus
difogosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epitoloid yang dikelilingi oleh lymosit.
Nekeosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju-lesi nekrosis kaseosa dan jaringan gramulasi disekitarnya terdiri dari sel
epiteteroid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi
lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan komplet ghon dan
mengalami pengapuran.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan di
mana bahan cairan lepas ke dalam bronchus dan menimbulkan kapiler materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau
basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus ronga.
Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh (Sylvia A. Price, 1995).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada tuberculosis paru dapat bermacam-macam antara
lain:
1. Deman
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410 C, keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang
produk radang, sifat batuk dimulai batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum/dahak) keadaan yang
lanjut berupa batuk darah haemoptosis karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut di mana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini akan jarang ditemukan.
5. Malaese
Penyakit tuberculosis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaese sering
ditemukan anoretia, badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam, gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur (Ilmu Penyakit Dalam, 1996). Menurut American Thoracic
Society, America Lung Assosiation, klasifikasi tuberculosis paru didasarkan pada
hubungan yang luas antar parasit dan penderita, jumlah hasil dalam dahak dan
kemoterapi yang adekuat.
Klasifikasi diagnosis tuberculosis adalah:
1. TB paru
a. BTA (Bakteri Tahan Asam) mikroskopis langsung (+) atau biakan (-),
kelainan foto thorak menyongkong TB paru dan gejala klinis sesuai TB
paru.
b. BTA (Bakteri Tahan Asam) mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi
kelainan roentgen dan klinis sesuai dengan TB paru dan memberikan
perbaikan pada pengobatan awal inti TB paru (intial therapy) pasien
golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.
2. TB paru tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA
(Bakteri Tahan Asam) di dapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA
mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan
belum lengkap, tetapi kelainan rotgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan
dengan anti TBC sudah dapat dimulai.
3. Bekas TB paru (sidak sakit)
Ada riwayat TB paru pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau
gambaran rotgen normal/abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum
GBTA (+) kelompok ini tidak perlu diobati.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Regimen dasar pengobatan TB paru adalah kombinasi INH (Isoniazid) dan
rifamicin selama 6 bulan dengan PZA (Pyrazinamide) pada 2 bulan pertama. Pada
TB berat dan ekstra pulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5
obat selama 2 bulan (ditambah asam bucol dan streptomiah) dilanjutkan dengan
INH dan rifamicin selama 4-10 bulan, sesuai perkembangan klinis. Pada
meringitis TB peritonitis TB miliar dan efusi pleura diberikan cortiko steroid atau
prednisone 1-2 mh/kg BB/hari selama 2 minggu, diturunkan secara bertahan
(fanering of) sampai 2-5 minggu (Arief Mansjoer, dkk, 1998).
Diet yang diberikan pada penderita, makanan yang tinggi kalori, protein agar
penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum obat secara teratur
sesuai petunjuk, makan-makanan yang cukup gizi, rajin kontrol ke Puskesmas
atau sarana kesehatan, rumah yang sehat dan berventilasi.
2. Penatalaksanaan perawatan
Penatalaksanaan perawatan untuk klien ditujukan agar:
a. Klien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa
bantuan.
b. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi.
c. Kebutuhan istirahat tidur klien dapat terpenuhi.
d. Klien dapat beraktivitas secara efektif.
e. Klien dapat lebih mendapatkan pengetahuan tentang penyakit TBC.
f. Klien tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran penyakitnya ke orang lain.
G. Komplikasi
Komplikasi penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya: otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena
kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat.
Tanda : takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
2. Integritas EGO
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak
berdaya/tidak ada harapan, populasi budaya/etnik, missal orang
Amerika asli atau migrant dari Asie Tenggara/ benua lain.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan,
mudah terangsang.
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna menurunkan berat
badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik, kehilangan otot/ hilang
lemak subkutan.
4. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5. Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpajang pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural
atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/ tidak ada secara
bilateral atau unilateral leffusi pleural/ pneumotoret) bunyi nafas
tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas
apele paru selama inspirasi cepat setelah batuk pednek (krekes
postuissic) karakteristik sputum: hijau.puluren, muloid kuning atau
bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronugenik).
6. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker, tes HIV
positif.
Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.
7. Interaksi sosial
Gejala : perasan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan bisa
dalam tanggungjawab/ perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum: positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir
penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorak: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
h. Elektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/ fibrosis, kehilangan jaringan
paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doengoes, 2000).
I. Pathways dan Masalah Keperawatan
Mykrobacterium Tuberculosis
Airbone / Inhalasi Droplet
Saluran Pernafasan
Saluran Pernafasan atas
Bakteri yang besar bertahan di Bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan sekret
Efektif Tidak efektif
Sekret keluar saat batuk
Batuk terus menerus
Terhisap orang sehat
Resiko penyebaran
infeksi
Sekret sulit dikeluarkan
Obstruksi
Sesak nafas
Gangguan pola nafas
tidak efektif
Gangguan l i i h
Saluran Pernafasan bawah
Paru-paru
Alveolus
Terjadi peradangan Alveolus mengalami
konsilidasi dan eksudasi
Gangguan pertukaran gas
Demam Anorexia malaese
l, muntmua ah
Keletihan kelemahan
Peningkatan suhu tubuh
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Intoleransi aktifitas
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Penyebaran bakteri secara limfa hematogen
- Masalah psikososial yang bisa diambil: Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan penyakit
Sumber: Sylvia A Price and Lorraine J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk, edema trakeal atau faringeal (Doengoes, 2000).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk (Mijakim, 1995).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru,
atelektasis kerusakan membrane alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal, edema
bronkial (Doengoes, 2000).
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan (Doengoes, 2000).
5. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk (Lynda
Juall Carpenito, 1999).
6. Intolerensi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigensi
untuk aktivitas (Lnyda Juall Carpenito, 1995).
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan salah interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif, tidak lengkap informasi yang ada (Doengoes, 2000).
8. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan
dengan pertahanan primer tak adekuat, kerusakan jaringan penekanan proses
inflamasi, malnutrisi (Doengoes, 2000).
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemasan
upaya batuk buruk, edema trakeal atau faringeal.
a. Tujuan : bersihkan jalan nafas efektif
b. Kriteria hasil : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan
mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman dan penggunaan otot bantu.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis,
rondri, mengi menunjukkan akumulasi sekret/
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja pernafasan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan muleosa batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah
kental/ darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi)
paru atau luka bronkhial dan dapat memerlukan evaluasi
atau intervensi lanjut.
3) Berikan posisi semi fowler tinggi bantu pasien untuk batuk dan latihan
nafas dalam
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret
ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola nafas
kembali efektif.
b. Kriteria hasil : dispnea berkurang, frekuensi, irama, dan kedalaman
pernafasan normal.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot aksesori, catat
setiap perubahan.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan
kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas.
2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi.
Rasional : adanya sputum yang tebal, kental berdarag atau purulen
diduga terjadi sebagai masalah sekunder.
3) Baringkan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler/ fowler
tinggi).
Rasional : posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal
upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.
4) Beikan dorongan untuk memperbanyak minum
Rasional : hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret/ peningkatan
pengeluaran.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar kapiler, sekret kental dan tebal,
edema bronkhial.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan
pertukaran gas tidak terjadi.
b. Kriteria hasil : melaporkan tidak adanya/ penurunan dispnea,
menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal, bebas dari
gejala distres pernafasan.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji dispnea, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi nafa, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : TB Paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas,
nekrosis effuse pleural dan fibrosis luas.
2) Evaluasi pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau perubahan pada
warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret/ pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
3) Tunjukkan/ dorong bernafas bibir selama ekshalasi, khususnya untuk
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional : membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah
kolaps/ penyempitan jalan nafas, sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/
menurunkan nafas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring/ batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2.550 ml/hr kecuali kontra
indikasi.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan
sekret, pembuatannya mudah dikeluarkan.
6) Kolaborasi, lembabkan udara atau oksigen inspirasi
Rasional : mencegah pengeringan membrane mukosa membantu
pengenceran sekret.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelunakan,
sering batuk, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan
nutrisi).
b. Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan
melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan
dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat.
2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki
masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau
penggunaan nutrien.
4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.
Rasional : membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan
meningkat saat demam.
5) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tidak perlu atau kebutuhan energi dari makan makanan
banyak dari menurunkan iritasi gaster.
7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan
nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
a. Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.
b. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.
c. Intervensi dan rasional:
1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal
usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam
nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu
yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan
sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan
bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum
menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap
meningkat.
2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan
kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan
ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi
ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi
lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen
untuk aktivitas.
a. Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.
b. Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan
tidak kelelahan setelah beraktivitas.
c. Intervensi dan rasional:
1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen
seperti merokok, suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan
tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja
jantung.
2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan
toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan
yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi
pernafasan.
3) Memberikan dukungan emosional dan semangat
Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat
peningkatan aktivitas.
4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi
jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan
pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.
a. Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TP Paru.
b. Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB Paru.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu.
2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan contoh:
jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi pengulangan
menguatkan belajar.
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alas
an pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau subtansi
lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
pasien.
4) Dorong untuk tidak merokok.
Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TBC
tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.
5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain
Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau
reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan
reaktivitas.
8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses
inflamasi, mal nutrisi.
a. Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.
b. Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan
perubahan pola hidup.
c. Intervensi dan rasional:
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/ menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah
pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu
pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk
mencegah infeksi ke orang lain.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat
karib/ teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi
pernafasan.
Rasional : dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit
menular.
4) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
infeksi.
5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,
tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6) Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang berikan makan sering,
makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya, merendahkan
tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu
penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan
pemasukan semua.