bab ii kerangka teori, hasil penelitian dan analisis · 2020. 6. 29. · 14 bab ii kerangka teori,...
TRANSCRIPT
14
BAB II
KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Kerangka Teori
1. Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri
melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepala Negara Republik Indonesia
selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
a. Tugas Kepolisian
Tugas Kepolisan menurut Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah;
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2) Menegakan hukum; dan
3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
15
Pasal 14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
memberikan penjelasan bahwa, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
1) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
8) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
16
9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian; serta melakukan tugas lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. 1
b. Wewenang Kepolisian
Wewenang kepolisian menurut Pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian negara Republik Indonesia menjelaskan
bahwa, dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang;
1) Menerima laporan dan/atau pengaduan;
1) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
2) Mencegah dan menanggulangi ketertiban umum;
1 Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4168).
17
3) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan pepecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
4) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administrative kepolisian;
5) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
6) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
7) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
8) Mencari keterangan dan barang bukti;
9) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
10) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
11) Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
12) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
menjelaskan bahwa, dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk;
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
18
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
8) Mengadakan penghentian penyidikan;
9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk
diserahkan kepada penuntut umum; dan
12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Ayat (2) tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf l adalah tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagaimana
berikut:
19
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
5) Menghormati hak asasi manusia.
Pasal 17 menjelaskan bahwa “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia,
khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.” Pasal 18 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa “untuk
kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
Ayat (2) “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dpat
dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Pasal 19 menjelaskan bahwa “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum
dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan ayat (2) “dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
20
dimaksud dalam ayat (1). Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan
tindak pencegahan.2
c. Fungsi Kepolisian
Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa “fungsi kepolisian adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat”. Pasal 3 pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh:
1) Kepolisan khusus.
2) Penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau
3) Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
Pasal 4 menjelaskan bahwa “Kepolisian negara Republik Indonesia bertujuan
untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pasal (5) ayat (1)
menjelaskan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara
yang berperang dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
2 Ibid, Pasal 15,16,17,18 dan 19.
21
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dan ayat (2)
“Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan
satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)3
2. Penyelidikan dan Penyidikan
a. Penyelidikan
Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut penelitian
adalah langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu
peristiwa pidana itu terjadi. Dalam perkara pidana, penyelidikan atau penelitian itu
adalah langkah-langkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan
perundang-undangan untuk memastikan apakah peristiwa pidana itu benar-benar
terjadi atau tidak terjadi. Adapun penyelidikan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah
sebagai berikut.
Penyelidikan adalah serangkaian tindak penyelidikan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.
Jadi menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP di atas, penyelidikan adalah
tindakan atas nama hukum untuk melakukan penelitian, apakah perkara dimaksud
benar-benar merupakan peristiwa pelanggaran terhadap hukum pidana atau bukan
3 Ibid, Pasal 2,3,4.dan 5.
22
merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana. Sangat jelaslah bahwa Pasal 1 angka
5 KUHAP memberikan tugas kepada aparatur negara di bidang penegakan hukum
untuk melakukan upaya ketika ada peristiwa melalui laporan, pengaduan atau karena
diketahui sendiri oleh apparat penegak hukum karena kewajibannya. Upaya itu adalah
upaya untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu memenuhi syarat dan masuk dalam
kategori peristiwa pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana.
Peristiwa itu merupakan peristiwa pidana apabila sesuai dengan persyaratan
Pasal-Pasal dalam KUHP atau dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat di luar KUHP.
Penyelidikan terhadap perkara pidana itu antara lain dilakukan dengan cara mencari
keterangan di lapangan tentang apa kata orang terhadap peristiwa hukum yang
dimasalahkan, bisa juga dilakukan secara langsung di tempat yang diduga ada
kaitannya dengan peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pelanggaran hukum, dan
bisa juga dengan cara melakukan cross cek atas dugaan perkara itu dengan berbagai
peraturan yang terkait. Pasal 1 angka 5 KUHAP memberikan pengertian tentang
penyelidikan, yaitu yang berupa mencari pembuktian dan keterangan tentang
keterpenuhan tindak atau peristiwa pidana menurut hukum atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku, keterpenuhan adanya peristiwa pidana itu antara lain dapat
diukur sebagai berikut.
1) Adanya laporan dan/atau pengaduan tentang dugaan peristiwa pidana
kepada aparatur negara penegak hukum.
2) Adanya dugaan peristiwa pidana yang terjadi pada waktu atau saat yang
mudah dipahami oleh akal sehat (waktu tertentu).
23
3) Adanya pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas dugaan peristiwa
pidana itu.
4) Adanya tempat atau lokasi kejadian yang jelas dan pasti atas dugaan
peristiwa pidana itu.
Jenis-jenis tindakan dalam penyelidikan yang dilakukan aparat hukum untuk
mengetahui pada tahap awal, apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pidana atau
Bukan merupakan peristiwa pidana, harus terlebih dahulu dilakukan tindakan hukum
yang berupa penyelidikan. Penyelidikan yang dapat dilakukan antara lain dapat berupa
tindakanmendengarkan informasi yang beredar di masyarakat, atau keterangan-
keterangan apa saja yang diucapkan atau disampaikan oleh masyarakat tentang
peristiwa yang sedang terjadi dan melakukan pengecekan secara langsung terhadap
objek yang diduga ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang terjadi. Tindakan-
tindakan itu dimaksudkan untuk mensinkronkan dengan aturan hukum mana yang
cocok dengan peristiwa itu.
Proses penyelidikan dinamakan dengan tindakan hukum karena dalam
penyelidikan itu terdapat tindakan-tindakan yang ditujukan untuk pengungkapan
peristiwa hukumnya yang ditandai dengan adanya surat perintah dari penyidik yang di
dalamnya juga terdapat kewenangan yang harus dihormati oleh setiap orang. Dalam
penyelidikan, untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pidana
atau bukan merupakan peristiwa pidana, antara lain dengan cara sebagai berikut.
24
1) Menentukan siapa pelapor atau pengaduannya artinya, untuk menentukan
siapa pelapor atau pengaduan dalam perkara pidana biasanya relative tidak
mengalami kesulitan, karena pelapor atau pengaduan akan dating ke kantor
polisi untuk melaporkan atau mengadukanperistiwa yang diduga
merupakan peristiwa pidana.
2) Menentukan peristiwa apa yang dilaporkan artinya, untuk mengidentifikasi
apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran hukum tertentu,
perlu dilakukan upaya penyelidikan, artiya upaya atau tindakan
penyelidikan itu untuk mengumpulkan keterangan tertentu dari berbagai
pihak yang dianggap mengerti karena melihat, mendengarkan, dan mengerti
secara langsung peristiwa itu.
3) Dimana peristiwa itu terjadi artinya, tindakan selanjutnya masih dalam
rangka penyelidikan terhadap peristiwa hukum itu untuk menentukan
tempat perkara itu terjadi (locus delicty).
4) Kapan peristiwa itu terjadi artinya, dalam peristiwa tertentu, waktu kejadian
(tempos delicty) yang mendekati ketepatan waktunya sangat penting untuk
mengungkap peristiwa pelanggaran hukum itu.
5) Menentukan siapa pelaku dan korban atau pihak yang dirugikan artinya,
menentukan atau mengidentifikasi siapa pelaku dan siapa korbannya.4
4 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010,
hlm, 18-29.
25
b. Penyidikan
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menjelaskan tentang Penyidikan yang
berbunyi sebagai berikut.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.
Dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP di atas,
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah setiap tindakan
penyidikan untuk mencari bukti-bukti yang dapat meyakinkan atau mendukung
keyakinan bahwa perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh ketentuan
pidana itu benar-benar telah terjadi. Upaya oleh polisi yang penyidik itu untuk
mencari dan mengungkap keterangan atau informasi tentang peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana atau peristiwa kejahatan yang diduga dilakukan oleh seseorang
yang belum diketahui identitas pelaku. Informasi-informasi atau bahan keterangan itu
yang mampu menjelaskan tentang peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana
(kriminal). Informasi itu bukan saja hanya terbatas kepada kiblat ketentuan yang ada
dalam rumusan peraturan perundang-undangan saja, tetapi lebih kepada penyidik
harus mampu membongkar pelanggaran hukum yang sebenarnya. Pasal 1 angka 2
KUHAP menjelaskan bahwa penyidik Polri bertugas dan berkewajiban untuk
26
membuat terang tentang dugaan tindak pidana yang terjadi, pengertian membuat
terang tentang tindak pidana harus dipahami bahwa Polri yang penyidik itu bukan
harus menyatakan bahwa dugaan tindak pidana itu harus tetap dinyatakan sebagai
tindak pidana, tetapi Polri yang penyidik itu bertugas berdasarkan ketentuan peraturan
hukum yang berlaku menyatakan berdasarkan hasil penyidikannya bahwa perkara itu
adala peristiwa pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup, atau bukan merupakan tindak pidana
setelah mendapatkan bahan keterangan yang cukup bahwa perkara itu bukan dalam
ranah (wilayah) pidana, tetapi dalam ranah perkara lain. Penyidikan adalah langkah
Panjang yang harus dilakukan oleh Polri yang penyidik, langkah aplikasi pengetahuan
tentang dua wilayah hukum, yaitu wilayah hukum yang normatif dan wilayah hukum
yang progresif sosiologis. Wilayah hukum yang normatif diartikan bahwa polisi yang
penyidik itu hanya ikut serangkaian peraturan perundang-undangan. Serangkaian
aturan hukum atau perundang-undangan itulah yang menjadi target atau ukuran
selesainya proses hukum di tingkat penyidikan. Wilayah hukum normatif hanyalah
cabang atau hanya sebagai rumusan yang sederhana tentang tujuan hukum yang
sebenarnya, yaitu tujuan hukum yang lebih logis dan mampu menjangkau rasa
keadilan dan dapat menyejahterakan masyarakat yang sebenarnya dari pada sekedar
rumusan peraturan perundang-undangan itu sendiri.5
5 Ibid, hlm, 32-37.
27
3. Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa
sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana
disinonimkan dengan delik yang berasal dari Bahasa Latin yakni kata delictum. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:
“delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-unang tindak pidana”
Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur
yakni;
1) Suatu perbuatan manusia;
2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.
6
Menurut Simons tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam
dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan
dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Pembentukan
undang-undang kita telah menggunakan perkataan “stafbaar feit”, maka timbullah
dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan
6 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm 47-8.
28
“strafbaar feit” tersebut. Strafbaar feit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu
saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai
perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan saran-saran
yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.7 Di dalam tindak pidana tersebut
terdapat unsur-unsur tindak pidana, yaitu
a) Unsur objektif
Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan si pelaku itu
harus dilakukan. Terdiri dari;
1) Sifat melanggar hukum.
2) Kualitas dari si pelaku.
Misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan
menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris
dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.
3) Kausalitas
Yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu
kenyataan sebagai akibat.
b) Unsur subjektif.
7 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Penerbit Refika Aditama,
Bandung, 2011, hlm 97,98 dan 100.
29
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku atau yang dihubungkan
dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di
dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).
2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1)
KUHP.
3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan dan sebaginya.
4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP,
yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.
Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat
melawan hukum. Hal ini dikaitakn pada asas legalitas yang tersirat pasa Pasal 1 ayat 1
KUHP. Dalam Bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk (weder =
bertentangan dengan, melawan; recht = hukum). Dalam menentukan perbuatan itu
dapat dipidana, pembentukan undang-undang menjadikan sifat melawan hukum
sebagai unsur yang tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan undang-undang akan menjadi
terlampau luas. Selain itu, sifat dapat dicela kadang-kadang dimasukkan dalam
rumusan delik, yaitu rumusan delik culpa.
Pompe, mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seorang yang telah dituduh
melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum acara.
30
1) Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan.
2) Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur
yang terdapat di dalam rumusannya8
4. Teori Alat Bukti
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuata,
dimana dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian
guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang
telah dilakukan terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut KUHAP Pasal 184 ayat
(1) yakni;
a. Keterangan saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adalah salah satu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan mnyebut
alasan dari pengetahuannya itu.
b. Keterangan ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
c. Surat
8 Teguh Prasetyo, Op Cit, hlm 50, 51 dan 67.
31
Menurut Pasal 187 KUHAP, surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat
(1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi dan padanya;
Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
d. Petunjuk
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena
penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa terjadi suatu tindak pidana dan
siapa pelakunya, hal ini seperti apa yang tercantum dalam Pasal 188 ayat (1)
KUHAP.
e. Keterangan Terdakwa
32
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP menentukan “keterangan terdakwa
ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan
yang dilakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri” dan dalam Pasal
189 ayat (4) sudah dinyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti
lainnya”9
5. Tindak Pidana Fidusia
Tindak pidana fidusia adalah Tindakan yang jika dilakukan oleh kedua belah
pihak yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati atau yang tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku yang dimana peraturan tersebut sebagai dasar dalam
perjanjian dalam fidusia.
Terdapat 2 (dua) Pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dalam UU
Fidusia, antara lain;
Pasal 35
“setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan
atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan yang
jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian
9 Rohma Pertiwi, Hukum Pembuktian Pada Hukum Acara Pidana, 14 Mei 2018,
https://www.kompasiana.com/rohma89244/5af8e1e8ab12ae361c237f62/hukum-pembuktian-pada-
hukum-acara-pidana?page=all, dikunjungi pada tanggal 24 Juni 2019 pukul 23.54.
33
Jaminan Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 36
“pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
penerima Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 35 lebih memfokuskan pada proses lahirnya perjanjian Fidusia, artinya
tindak pidana tersebut terjadi pada saat sebelum adanya perjajian Fidusia atau setidak-
tidaknya menjadi penyebab lahirnya perjanjian Fidusia. Unsur setiap orang dalam Pasal
35 bersifat umum tidak hanya diartikan untuk pihak pemberi fidusia (debitor) atau
pihak penerima fidusia (kreditor) saja, bahkan pihak ketiga di luar para pihak yang
melakukan perjanjian jaminan tersebut pun bisa terkena dengan ketentuan Pasal 35
diatas. Jika dilihat dari kandungan Pasal 35 diatas, maka mirip denga tindak pidana
Penipuan dalam Pasal 378 KUHP karena memiliki kandungan penyesatan sehingga
orang lain mau melakukan perbuatan tertentu untuk mengikatkan perjanjian Fidusia
dengannya. Pembentukan Undang-undang memberikan sebuah patokan bahwa jika hal
ini sebelumnya menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan
34
secara menyesatkan, maka pihak yang lain dalam perjanjian Fidusia tidak mungkin
mau untuk menyepakatinya. Kondisi yang digambarkan dalam rumusan Pasal 35 UU
Fidusia di atas adalah suatu perbuatan yang ditunjukan untuk mengelabui pihak lain
sehingga ia tergerak untuk membuat perjanjian jaminan secara Fidusia atau
setidaknya keadaan-keadaan yang tidak diketahui oleh salah satu pihak tersebut akan
menjadi penghalang terjadinya perjanjian jaminan jika hal itu diketahui lebih awal
sebelum disepakatinya perjanjian tersebut. Dan Pasal 36 UU Fidusia hanya ditujukan
bagi pemberi fidusia yang dalam hal ini debitor atau pihak ketiga pemilik barang yang
dijaminkan dengan Jaminan fidusia. Penunjukkan subjek hukum kepada pemberi
fidusia karena meskipun hak kepemilikannya telah dialihkan kepada pihak kreditor
(Penerima Fidusia) namun objek Jaminan Fidusia tetap berada dalam kekuasaan si
pemilik barang atau si debitor sendiri, sehingga ketentuan Pasal 36 UU Fidusia
bermaksud untuk melindungi kepentingan penerima fidusia dari tindakan curang si
pemberi fidusia, pengaturan seperti ini sangat berguna mengingat objek Jaminan
Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak yang mudah untuk dialihkan kepada
pihak lain, meskipun Jaminan Fidusia menganut prinsip droit de suite, sehingga
kemanapun benda tersebut berpindah tangan kreditor penerima Fidusia tetap dapat
melakukan eksekusi pelunasan piutangnya, namun jika objeknya dialihkan dan
kemudian tidak lagi di ketahui dimana keberadaanya maka hal ini akan menimbulkan
kesulitan bagi kreditor penerima fidusia unutk melakukan eksekusi sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 29 UU Fidusia. Pasal 36 UU Fidusia baru bisa diterapkan jika
perjanjian fidusia itu telah memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) jo Pasal 14 ayat (3)
35
UU Fidusia tentang kewajiban pendaftaran, karena fidusia dianggap telah lahir jika
telah dilakukan pendaftaran dan dicatat dalam Buku Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran
Fidusia juga merupakan titik mangsa hak kebendaan dalam Jaminan Fidusia itu lahir
dengan ditandai terbitnya sertifikat fidusia.
Perjanjian fidusia sebagaimana yang dimuat dalam Akta Jaminan Fidusia baru
menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak yang membuat sebagaimana
perjanjian obligatoir pada umumnya. Ketentuan Pasal 36 UU Fidusia memuat ancaman
pidana 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah),
sedangkan jika kita bandingkan dengan ketentuan Pasal 372 KUHP mencantumkan
ancaman pidana yang lebih berat yaitu 4 (empat) tahun penjara. Pasal 36 dirumuskan
dalam bentuk delik formil artinya tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal
tersebut dianggap telah terbukti jika unsur yang dirumuskan telah terpenuhi terlepas
apakah kreditor (Penerima Fidusia) telah mengalami kerugian atas tindakan yang
dilakukan oleh si pemberi jaminan atau tidak, dan sebaliknya si Pemberi Fidusia tidak
dapat menghindar dengan mengatakan bahwa ia tetap melaksanakan prestasinya
dengan baik meskipun telah mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang ada dalam
kekuasaannya.
Banyak timbul kasus dalam praktik dimana debitor yang mengalihkan benda
Jaminan Fidusia namun ternyata Jaminan Fidusia itu belum terdaftar, kemudian debitor
dipidanakan dengan ketentuan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, padahal menjadi
sebuah keanehan jika Pasal 372 KUHP dapat diterapkan terhadap pengalihan benda
fidusia yang tidak didaftarkan karena tindakan mengalihkan benda fidusia yang telah
36
didaftarkan saja hanya diancam denga pidana 2 (dua) tahun penjara berdasarkan Pasal
36 UU Fidusia, sedangkan mengalihkan benda fidusia yang tidak didaftarkan justru
diancam dengan ketentuan pidana yang lebih berat yaitu 4 (empat) tahun penjara
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 372 KUHP. Mengalihkan benda jaminan fidusia
yang tidak didaftarkan oleh Penerima Fidusia tidak dapat dipidana dengan ketentuan
Pasal 372 KUHP karena sebelum fidusia itu didaftarkan, hak milik terhadap benda
tersebut belum
beralih atau dengan kata lain hak kebendaan dalam Jaminan Fidusia belum
lahir, sehingga hak kepemilikan mutlak masih berada di tangan debitor. Dalam
perjanjian fidusia penyerahan hak milik dari debitor kepada kreditor tidak diikuti
dengan penyerahan barangnya secara nyata karena penyerahan barang dalam perjanjian
fidusia dilakukan berdasarkan prinsip constitutum possessorium sehingga segi
kebendaan dalam perjanjian fidusia ditentukan oleh pendaftaran jaminan tersebut di
kantor pendaftaran fidusia.10
B. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Kasus Tindak Pidana Fidusia Yang Ditangani Oleh Satreskrim
Polres Salatiga
Dari hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis dalam kasus tindak pidana
dibidang fidusia melalui wawancara yang dilakukan di Polres Salatiga. Dari seluruh
informasi yang didapat, penulis mendapatkan secara mendalam dengan mewawancari
10 D.Y Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Mandar
Maju, Bandung, 2015, hlm 145-151.
37
beberapa unit Reskrim yang ada di Polres Salatiga. Gambaran kasus tindak pidana
fidusia yang ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis mengenai kasus tindak
pidana fidusia penulis mendapatkan kasus tindak pidana dibidang fidusia yang
ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga yaitu;
1) Pada tahun 2016 Kepolisian mendapatkan laporan bahwa telah terjadi
tindak pidana fidusia dimana dengan sengaja memalsukan, mengubah,
menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara
menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak
melahirkan perjanjian Fidusia dan atau pemberi Fidusia yang mengalihkan,
menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
penerima Fidusia, sebagaimana dimaksud dalam Unsur Pasal 35 dan 36 RI
No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh Apriliani
dengan cara tersangka Apriliani telah memberikan keterangan secara
menyesatkan dalam hal sebelum akad kredit dan mengalihkan,
memindahtangankan, menggadaikan I UNIT KBM TOYOTA YARIS E
M/T tahun 2015. Yang melaporkan dari Pihak PT Andalan Finace Salatiga
pada hari selasa tanggal 15 Maret 2016.
2) Data atau kasus yang diterima oleh kepolisian hanya tahun 2016 di tahun
2017 dan 2018 tidak ada laporan yang masuk di Polres Salatiga atau nihil.
38
2. Gambaran Tindakan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana
Fidusia
Dalam menangani kasus Tindak Pidana Fidusia kepolisian melihat terlebih
dahulu, apabila ada yang melaporkan terkait tindak pidana fidusia pihak kepolisian
selalu memastikan bahwa yang melaporkan dari pihak kreditur atau leasing tidak
mungkin seorang debitur akan melaporkan terkait fidusia karena debitur akan
melaporkan ke kepolisian terkait hilangnya objek jaminan fidusia dan pencurian atau
pihak debiturlah yang mengingkari suatu perjanjian tersebut. Dari situlah kepolisian
dalam menangani kasus tindak pidana fidusia selalu melihat dan menimbang (selective
prioritas) dikarnakan banyak laporan yang diterima oleh kepolisian bahwa debitur
yang mengingkari kesepakatan perjanjian dan tidak sesuai dengan Undang-undang
fidusia atau pihak krediturlah yang melakukan perjanjian tidak sesuai dengan Undang-
undang fidusia.
Terkadang kreditur yang tidak sesuai dengan Undang-undagn fidusia bahwa
kreditur mengetahui jika sutau perikatan melalui jaminan fidusia antara pihak kreditur
dan pihak debitur harus didaftarkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 Tentang Jaminan Fidusia, namun disisi lain kreditur merasa bahwa kreditur kenal
dengan pihak debitur atau pihak kreditur melihat bahwa pihak debitur baik maka dari
situ pihak kreditur mengambil keputusan tidak di daftarkannya perjanjian jaminan
fidusia tersebut, jika terjadi sesuatu terhadap perjanjian tersebut dimana pihak debitur
mengingkari suatu perjanjian, dimana perjanjian jaminan fidusia tersebut kreditur
mempercayai debitur dan tidak didaftarkan jaminan fidusia tersebut dan pihak kreditur
39
melapor ke kepolisian maka tindakan kepolisian akan memeberitahukan kepada pihak
kreditur bahwa dalam laporan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai
dengan Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Sebaliknya dengan debitur sebelum masuknya laporan debitur pihak ke
kepolisian akan melihat dan menimbang (selective proritas), terkadang tidak sesuai
dengan perjanjian yang sudah di sepakati atau tidak sesuai dengan aturan fidusia bahwa
didalam aturan fidusia sudah jelas tidak diperbolehkan memindah tangani dan tidak
diperboleh menggadaikan atau menyewakan objek jaminan fidusia. Tindakan yang
akan dilakukan oleh kepolisian adalah tidak serta merta menerima laporan seperti
penjelasan diatas.
Tentunya pihak kepolisian tetap harus menerima laporan atau aduan terlebih
dahulu dari debitur atau kreditur setelah ada laporan atau aduan masuk kepolisian akan
mengkaji terlebih dahulu untuk bukti-buktinya, untuk sertifikat jaminan fidusianya,
untuk keterlambatan angsurannya dan somasinya. Dan ketika mekalukan penyelidikan
dan diduga ditemukan tindak pidananya kepolisian akan melanjutkan kepenyidikan dan
bisa dikenakan Pasal 35 ataupun 36 Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia.
Artinya pihak kepolisian akan melihat dan menimbang (selective prioritas)
benar atau tidak laporan atau aduan tersebut sesuai dengan apa yang dialami oleh
pelapor atau benar tidak objek jaminan tersebut di gadaikan atau jaminan fidusia
40
tersebut sudah didaftarkan. Karena pihak kepolisian tidak serta-merta langsung
dibuatkan laporan, namun akan dibuatkan laporan pengaduan yang berfungsi untuk
dilakukannya penyelidikan terhadap laporan tersebut dan kekepolisian dituntut untuk
melakukan proses ke tingkat tinggi penyidikan sesuai dengan Perkap.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyelidikan dan penyidikan
yang dilakukan oleh Kepolisian Polres salatiga dalam kasus tindak pidana fidusia yaitu;
1. Kepolisian Polres Salatiga harus menerima laporan atau aduan terlebih
dahulu.
2. Kepolisian Polres salatiga melihat terlebih dahulu apabila ada yang
melaporkan terkait tindak pidana fidusia.
3. Kepolisian Polres salatiga selalu melihat dan menimbang (selective
prioritas) terlebih dahulu.
4. Kepolisian Polres Salatiga akan mengkaji terlebih dahulu untuk bukti-
buktinya, sertifikat jaminan fidusianya, keterlambatan angsurannya dan
somasinya.
5. Kepolisian Polres salatiga tidak serta merta langsung dibuatkan laporan.
6. Kepolisian Polres Salatiga akan membuat laporan aduan untuk melakukan
penyelidikan terhadap laporan tersebut. Bertujuan untuk menemukan
pristiwa yang diduga sebagai tindak pidana supaya bisa dilakukan ke
proses lebih lanjut yaitu penyidikan.
7. Setelah ditemukan dugaan tindak pidana Kepolisian Polres Salatiga akan
melanjutkan kepenyidikan. Guna untuk mencari bukti dan mengumpulkan
41
bukti agar terungkap pristiwa tentang tindak pidana dan menemukan
tersangka.
3. Contoh Kasus Tindak Pidana Fidusia Yang Ditangani Oleh Satreskrim
Polres Salatiga
Sesuai dengan data atau kasus yang penulis dapatkan dari Satreskrim Polres
Salatiga Sampul Berkas Perkara No. pol.: BP/ 105/ X/ 2017/ Reskrim. Telah terjadi
dugaan perkara pidana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau
dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut
diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Fidusia dan atau pemberi
Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi
obyek jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
penerima Fidusia, sebagaimana dimaksud dalam Unsur Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-
undang Republik Indonesia Nomor. 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, pihak
yang melaporkan yaitu dari pihak PT Andalan Finance Salatiga pada hari selasa tanggal
15 Maret 2016.
Benar pada waktu dan tempat kejadian tersebut diatas telah terjadi tindak
pidana dugaan tindak pidana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan
atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut
diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia dan atau
pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang
menjadi obyek jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih
42
dahulu dari Penerima Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan atau Pasal 36
Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
yang dilakukan oleh Apriliani dengan cara tersangka Apriliani telah mengajukan
pembiayaan sesuai dengan surat perjanjian pembiayaan konsumen nomor:
2794/J/94/150513 tanggal 30 Oktober 2015 antara PT Andalan Finance yang
berkedudukan di kantor Salatiga dengan sodari. Apriliani alamat Salam RT 04 RW 01
Kel. Randu acir Kec. Argomulyo Kota Salatiga- dengan obyek 1 (satu) nit Kbm Toyota
New Yaris E M/T tahun 2015 warna putih No. Ka. MHFKT9F35F6053261 No. Sin
1NZ-Z260058 atas nama STNKnya Apriliani alamat Salam Rt 004 Rw 001 Kel. Randu
acir Kec. Argomulyo Kota salatiga. Dengan nilai pembiayaan sebesar Rp.364.940.000,
-(tiga ratus enam puluh empat juta Sembilan ratus empat puluh ribu rupiah). Dan telah
terdaftar sebagaimana sertifikat Jaminan Fidusia Nomor W13.00622229. AH. 05.01
Tahun 2015 tanggal 16 November 2015 yang dibuat di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia kantor wilayah Jawa Tengah Kantor Pendaftaran
Jaminan Fidusia.
Setelah dilakukan penyidikan ditemukan perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh tersangka Apriliani dari sejak awal telah mempunyai niat atau sudah
melakukan perbuatan telah mengalihkan, memindahtangankan, menggadaikan dalam
hal ini tanpa seijin atau sepengetahuan sipenerima jaminan fidusia atau tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari sipenerima fidusia. Akibat perbuatan sodara
Apriliani pihak Andalan Finance mengalami kerugian sebesar Rp.364.940.000, -(tiga
ratus enam puluh empat juta Sembilan ratus empat puluh ribu rupiah). Maksud dan
43
tujuan tersangka melakukan menghilangkan dan menggadaikan obyek jaminan adalh
untuk mendapatkan uang. Atas perbuatan tersangka Apriliani tersebut telah melanggar
sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 35 dan Pasal 35 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Indentitas tersangka
Apriliani Tempat lahir di Salatiga, tanggal 15 Oktober 1984, Umur 31 tahun, Agama
Islam, Pekerjaan Ibu rumah tangga, Pendidikan terakhir SMP Lulus, Jenis Kelamin
Perempuan, Suku Jawa, Kewarganegaraan Indonesia, Alamat Kp. Salam Rt 004 Rw
001 Kel. Randu acir Kec. Argomulyo Kota Salatiga.
Seperti telah dipaparkan diatas tentang kasus tindak pidana fidusia, penulis
mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai bapak M. Zaenul Bahtiyar, SH, MH,
dengan jabatan anggota unit I Reskrim. Beliau menjelaskan kronologi terkait kasus
diatas bahwa tersangka telah memberikan keterangan menyesatkan dalam hal sebelum
dilakukannya akad kredit. Marketing dari pihak pembiayaan melakukan survey dan
kemudian oleh tersangka ini dinyatakan kebohoongan terkait tersangka mengatakan
bahwa dia mempunyai usaha sapi dengan omset yang didapatkan hamper Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) perbulannya dan dia tidak punya tanggungan kredit
lainnya dan sebagainya. Lalu tersangka mengatakan mempunyai cabang untuk
pemotongan atau penyembelihan sapi dan mempunyai Gudang sendiri.
Memang sebelumnya dia pernah mempunyai usaha yang bergerak dibidang
penyembelihan sapi, terkait penyelidikan yang telah dilakukan tersangka sudah tidak
beroprasi lagi. Dengan kebohongan-kebohongan yang telah disampaikan tersangka
sehingga pihak pembiayaan akhirnya menerima dan timbulah surat perjanjian tersebut.
44
Dari apa yang tersangak sampaikan tujuannya untuk memenuhi syarat-syarat yang
diminta oleh leasing dengan berbagai cara dia melengkapi syarat tersebut dengan cara
memberikan keterangan menyesatkan supaya syarat-syarat yang diberikan oleh pihak
leasing diterima oleh leasing, sehingga data-data yang disajikan oleh tersangka ini
tidaklah benar.
Akhirnya setelah terjadi pembiayaan dan tersangka mengambil barang tersebut
tak lama kemudian barang tersebut dipindahtangankan tanpa seijin pihak perusahaan
atau pemberi pembiayaan, dan akhirnya barang tersebut digadaikan oleh tersangka dan
hasil gadai tersebut telah di terimah dan hasil dari gadainya habis dia gunakan. Biaya
setiap bulan yang dilakukan oleh tersangka tidak dilakukan. Dengan hal ini pihak
kreditur selaku pembiayaan melakukan somasi beberapa kali tetapi tidak ada itikad
baik dari tersangka. Akhirnya pihak kreditur atau pembiayaan dengan bukti-bukti yang
dibuktikan dengan surat akhirnya melaporkan ke Polres Salatiga.
Setelah dilakukan penyelidikan ditemukan dugaan tindak pidana, dalam kasus
ini tindakan kepolisian melakukan undangan klarifikasi terhadap saksi-saksi,
melakukan pemeriksaan terhadap ahli-ahli kemenkumham terkait sertifikat fidusia
karena sertifikat fidusia dikeluarkan oleh kemenkumham yang menyatakan sah atau
tidaknya dan yang menyatakan terdaftanya atau tidaknya. Saksi-saksi yang telah
diundang untuk memberikan klarifikasi terhadap kasus ini diantaranya sebagai berikut
45
1. Saksi Perdana N. bekerja sebagai karyawan swasta sebagai penagih ketika
objek jaminan yang sudah jatuh tempo tidak melakukan pembayaran
beberapa kali. (bagian somasi)
2. Saksi Wentri W bekerja sebagai karyawan swasta sebagai bagian
pengecekan data-data yang terkait tersangka Apriliani memberikan
penjelasan menyesatkan dan beliau melakukan pengecekan terhadap
penjelasan menyesatkan yang dilakukan tersangka Apriliani.
3. Saksi Toib bekerja sebagai karyawan PT andalan Finance sebagai bagian
head collection sama seperti saksi Perdana N.
4. Saksi Kusru R bekerja sebagai karyawan swasta sebagai bagian bimbingan
marketing setelah dilakukan pengecekan.
5. Saksi Rif’an pekerjaan swasta dalam kasus ini diduga sebagai pelantara
tersangka yang bertujuan tuk menggadaikan objek jaminan fidusia
6. Saksi Adianto pekerjaan karyawan swasta dalam kasusu ini sebagai cabang
dari PT Andalan Finance.
7. Saksi Meindra W pekerjaan wiraswasta dalam kasus ini sebagai dealer untuk
pemesanan mobil kepada debitor
8. Saksi Wahyu W pekerjaan buruh dalam kasus ini sebagai suami dari
tersangka Apriliani
9. Saksi Oni pekerjaan sebagai Pegawai Lapas (PNS) dalam kasus ini sebagai
pihak ke 3 yang menerima hasil kejahatan tersebut dari tersangka Apriliani
dan saksi Oni menggadaikan lagi objek jaminan tersebut kepada orang lain
46
beliau mendapatkan info dari saksi Rif’an selaku pelantara dari tersangka
Apriliani bahwa Apriliani ingin menggadaikan mobil tersebut.
10. Saksi Setyawati pekerjaan PNS dalam kasus ini sebagai saksi ahli dari
kemenkumham terkait sertifikat fidusia yang telah diterbitkan melalui
mekanisme yang benar.
Dalam hal ini objek jaminan fidusianya tidak ditemukan, dikarenakan tersangka
menggadaikan kepada orang lain dan pihak kepolisian berusaha memanggil yang
bersangkutan dan pihak kepolisian sudah berhasil mengamankan namun objek jaminan
tersebut dipindah tangankan lagi sehingga sampai orang yang tidak dikenal
menghilang. Karena perbuatanya tersangka kita berusaha untuk memproses sampai
selesai dan dia bisa dikenakan pertanggungjawaban penggelapan objek jaminan fidusia
dan telah melanggal Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
24 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Satreskrim Polres Salatiga, penulis
mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai beberapa anggota kepolisian terkait
tindak pidana di bidang fidusia. Dari beberapa Unit yang menjelaskan tentang
penyidikan terhadap tindak pidana di bidang fidusia sesuai dengan judul skripsi diatas
yaitu;
a. Solekhan, SH, MH, dengan jabatan Kanit I Reskrim Polres Salatiga, beliau
menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian fidusia yang sesuai
dengan Pasal 1 ayat 1 dan 2 UU Fidusia No. 42 Tahun 1999 yang
47
menjelaskan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa enda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dan jaminan
fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaima dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Menurut
beliau UU Fidusia dibentuk berawalnya dari suatu perikatan dan utang
piutang, dimana seorang debitur ingin memiliki suatu barang yang tidak
mempunyai modal sehingga memilih lembaga pembiayaan untuk
membiayai barang tersebut dan terjadilah suatu perikatan dan utang piutang.
Dasar hukum tindak pidana fidusia adalah Undang-undang RI Nomor 42
Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Cara menangani
kasus tindak pidana fidusia beliau mengatakan bahwa jika ada laporan yang
berkaitan dengan UU fidusia kepolisian akan melihat dan menimbang
(selective prioritas) terlebih dahulu apakah benda jaminan fidusia tersebut
sudah terdaftar atau belum, dan untuk dilakukannya penyelidikan sesuai
dengan perkap minimal 2 alat bukti tercukupi sesuai dengan KUHP 184.
Kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam melakukan penyelidikan yaitu
dimana barang tersebut sudah tidak ada lagi atau sudah menghilang, orang
yang terkait dengan perjanjian tersebut tidak ada atau melarikan diri. Nilai
48
kerugian dalam tindak pidana fidusia ini tergantung dari barang tersebut
yang di laporkan atau disengketakan.
b. M. Zaenul Bahtiyar. SH, M.H dengan jabatan anggota Unit I Rekrim Polres
Salatiga, beliau menjelaskan mengenai tindak pidana fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu setiap orang
yang dengan sengaja memalsukan, menghilangkan atau dengan cara apapun
memberikan keterangan secara menyesatkan yang jika dalam hal tersebut
diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusi,
untuk ancamannya diatur dalam Pasal 35 dan 36 undang-undang fidusia.
Tindakan kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana fidusia yang
tentunya dari pihak kepolisian tetap kita harus menerima aduan terlebih
dahulu dari debitur atau kreditur setelah ada aduan masuk kita kaji terlebih
dahulu untuk bukti-buktinya untuk sertifikat jaminan fidusianya untuk
keterlambatan angsurannya, somasinyadan ketika memang sudak dicek ada
dugaan debitur mengalihkan kita menerima pengaduan itu, ketika
melakukan penyelidikan dan diduga ditemukan timdak pidananya
dilanjukan kepenyidikan bisa dikenakan Pasal 35 ataupun 36. Dasar hukum
tindak pidana fidusia undang-undang nomor 42 tahun 1999.
49
C. ANALISIS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan pembahasan yang
telah dijelaskan diatas dalam analisis ini penulis akan menganalisis data-data yang telah
dikumpulkan sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penyidikan
terhadap tindak pidana di bidang fidusia (studi kasus di Satreskrim Polres Salatiga).
Mengenai tindak pidana fidusia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah mengatur ketentuan-ketentuan pidana yaitu
Pasal 35 menjelaskan bahwa “setiap orang yang dengan sengaja memalsukan,
mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara
menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan
perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000.- (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.- (seratus juta rupiah). Dari penjelasan
Pasal 35 diatas unsur-unsur yang terkait dengan tindak pidana fidusia ialah
1. Unsur setiap orang
Dari penjelasan Pasal 35 tersebut menyebutkan “setiap orang” artinya
bahwa setiap orang bisa melakukan perjanjian jaminan tersebut, bukan
hanya kreditor atau debitor saja melainkan diluar dari perjanjian antara
kreditor dan debitor yaitu pihak ketiga dari perjanjian tersebut bisa
dikenakan Pasal 35 ini.
2. Dengan sengaja
50
Artinya bahwa jika seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang
lain yang pada dasarnya perbuatan tersebut memang sudah direncanakan
atau sudah ada niat untuk melakukan perbuatan yang bisa merugikan orang
lain.
3. Memalsukan
Artinya bahwa perbuatan yang tidak sesuai dengan kebenaran yang
sesungguhnya.
4. Mengubah
Artinya sama seperti unsur memalsukan dimana yang seharusnya perbuatan
itu menjadi sebuah kesalahan namun di ubah sedemikian rupa menjadi
benar.
5. menghilangkan
Artinya bahwa jika seseorang membuang barang yang sedang dicari oleh
kepolisian dalam sebuah pembuktian.
6. Memberikan keterangan secara menyesatkan
Artinya memberika keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang
dialami supaya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan dari pihak lain.
Dan pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana yaitu Pasal 36 yang
menjelaskan bahwa “pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau
menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
51
paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dari penjelasan pasal tersebut
pasal ini ditujukan kepada pemberi fidusia (debitor) yang jika melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjian dalam perjanjian fidusia tersebut. Usur
dari Pasal 36 yaitu
1. Pemberi Fidusia
Artinya bahwa dari unsur ini lebih memfokuskan kepada pihak debitur yang
mempunyai utang kepada kreditor
2. Mengalihkan
Artinya bahwa seseoarang tidak boleh memindahkan barang yang belum
sepenuhnya milik diri sendiri kepada orang lain.
3. Menggadaikan
Artinya bahwa seseorang tidak boleh menggadaikan barang yang belum
sepenuhnya milik diri sendiri atau masih memilik utang atas barang tersebut
kepada pihak yang diutangkan.
4. Atau menyewakan benda yang menjadi obek jaminan fidusia
Artinya bahwa seseoarang tidak diperbolehkan menyewakan benda yang
masih menjadi objek jaminan fidusia.
Dari penjelasan diatas mengenai tindak pidana fidusia dan unsur-unsur yang
terdapat dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana fidusia. Sesuai
dengan hasil penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai kasus yang
ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga
52
Bahwa kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian Polres Salatiga yang penulis
dapatkan telah memenuhi unsur Pasal 35 yang sudah dijelaskan diatas. Jika dilihat dari
unsur Pasal 35 yang menyebutkan “memberikan keterangan secara menyesatkan”
sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan oleh penulis sebelumnya mengenai kasus ini,
bahwa memang betul tersangka yang bernama Apriliani telah memberikan keterangan
yang menyesatkan kepada pihak kreditor yang bertujuan supaya tersangka Apriliani
bisa mendapatkan apa yang dia inginkan atau supaya dengan memberikan keterangan
menyesatkan yang dilakukan tersangka perjanjian tersebut bisa diterima oleh pihak
kreditor.
Artinya bahwa tindakan yang sudah dilakukan oleh tersangka Apriliani dengan
memberikan keterangan yang menyesatkan tidak dibenarkan didalam Pasal 35 tersebut,
di karenakan Pasal 35 lebih memperhatikan pembuatan munculnya sebuah perjanjian
fidusia sebelum perjanjian fidusia itu disepakati oleh kedua belah pihak. Jika dilihat dari
tindakan tersebut maka tindakan tersebut sama seperti tindak pidana penipuan yang
diatur dalam Pasal 378 KUHP yang mempunyai maksud menyesatkan pihak lain atau
orang lain yang bertujuan untuk pihak lain atau orang lain mau melakukan kesepakatan
dalam perjanjain tersebut.
Dari penjelasan diatas mengenai unsur Pasal 35 Undang-undang Nomor 42
Tahun 1999 memang tindakan yang dilakukan tersangka Apriliani sudah memenuhi
unsur yang terdapat Pasal 35 tersebut.
53
Sedangkan jika dilihat dari unsur Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999. Jika dilihat dari penjelasan Pasal 36 menyebutkan kata “menggadaikan” dimana
dalam kasus ini tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan fidusia sesuai
dengan apa yang sudah penulis kemukakan di dalam hasil penelitian. Tindakan yang
dilakukan dengan cara “menggadaikan” objek jaminan fidusia sudah merupakan
tindakan yang bertentangan dengan atauran yang mengatur, dalam hal ini yang
dimaksud aturan yang mengatur adalah Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia.
Kepolisian Polres Salatiga menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah
melakukan perbuatan menggadaikan objek jaminan tersebut kepada pihak ketiga diluar
dari perjanjian yang telah disepakati oleh PT Andalan Finance Salatiga. Pernyataan
tersebut merupakan hasil dari laporan PT Andalan Finance Salatiga dan saksi yang
bernama Rif’an dan Oni yang menjelakan kepada pihak kepolisian bahwa tersangka
Apriliani memang benar telah menggadaikan objek jaminan fidusia tersebut.
Hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Salatiga,
bahwa tersangka Apriliani telah melakukan tindak pidana yang tidak sesuai dengan
Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut.
Menurut pihak Kepolisan Polres Salatiga dalam menangani kasus ini tersangka
Apriliani sudah memenuhi unsur Pasal 36 Undang-undang Jaminan Fidusia dan
Kepolisian Polres Salatiga menetapkan bahwa tersanga Apriliani telah melanggar Pasal
36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Tidak hanya Pasal 36 saja yang disangkakan
54
dalam kasus ini menurut Kepolisian Polres Salatiga juga mempersangkakan Pasal 35
Undang-undagn jaminan fidusia yang telah memenuhi unsur-unsur tersebut, jadi dalam
kasus ini Kepolisian Polres Salatiga mempersangkakan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-
undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia kepada tersangka Apriliani.
Kepolisian Polres Salatiga menggunakan Pasal 35 dan Pasal 36 tersebut
dikarenakan kepolisian mendapatkan bukti-bukti dari pihak pembiayaan dan setelah
melakukan penyidikan ditemukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan Pasal 35
dan Pasal 36 tersebut. Dari kasus ini tindakan yang dilakukan oleh tersangka Apriliani
yang tidak sesuai dengan Pasal 35 tersebut dan telah memenuhi unsur sebagai berikut
1. Unsur memberikan keterangan secara menyesatkan
Kepolisian Polres Salatiga mendapatkan penjelasan dari pihak PT Andalan
Finance Salatiga yang dalam hal ini selaku pelapor bahwa Sodara Apriliani
(tersangka) telah memberikan keterangan secara menyesatkan sebelum
akad kredit berupa kebohongan terkait penjelasan tersangka Apriliani yang
memberikan penjelasan kepada PT Andalan Finance Salatiga bahwa sodara
Apriliani mempunyai usaha sapi dengan omset yang didapatkan hamper Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) pebulannya dan dia tidak mempunyai
tanggungan kredit lainnya dan sebagainnya. Lalu tersangka mengatakan
mempunyai cabang pemotongan atau penyembelihan sapi dan mempunyai
Gudang sendiri. Memang sebelumnya dia pernah mempunyai usaha yang
bergerak dibidang penyembelihan sapi, namun sudah tidak beroprasi lagi.
55
Selanjutnya pemenuhan unsur dari Pasal 36 meliputi;
1. Unsur menggadaikan
Dari unsur yang terdapat pada Pasal 36 tersebut penulis menjelaskan.
Dimana setelah dilakukannya penyidikan Kepolisian Polres Salatiga
menemukan perbuatan yang tidak sesuai dengan Pasal 36 tersebut atau bisa
dibilang telah menemukan perbuatan melawan hukum yang dimana telah
dilakukan oleh Apriliani atau tersangka dengan cara menggadaikan benda
yang menjadi objek jaminan fidusia berupa 1 (satu) unit Kbm Toyota New
Yaris E M/T tahun 2015 yang berwarna putih.
Dalam penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga dalam kasus
ini pihak kepolisian tidak menemukan benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang
telah digadaikan oleh tersangka Apriliani dan tersangka Apriliani ditahan dengan
alasan bahwa tersangka Apriliani sudah memenuhi unsur Pasal 36 dan Pasal 35.
Jika dilihat kembali unsur dari Pasal 36 yang sudah dijelaskan oleh penulis
diatas yang menyebutkan kata “menggadaikan”. Dalam kasus yang ditangani oleh
Kepolisian Polres Salatiga yang dimana menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah
memenuhi unsur Pasal 36 yang menyebutkan “menggadaikan”. Kepolisian
menyatakan bahwa telah memenuhi unsur Pasal 36 dikarenakan kepolisian
mendapatkan keterangan dari saksi yang bernama Rif’an dan Oni yang menjelaskan
bahwa tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan tersebut.
56
Mengenai objek jaminan fidusia pihak kepolisian tidak mendapatkan barang
yang menjadi objek jaminan tersebut. Artinya bahwa barang yang menjadi objek
jaminan itu sangat penting dalam menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah
memenuhi unsur Pasal 36 Undang-Undang jaminan Fidusia atau dalam hal
membuktikan bahwa tersangka Apriliani telah melakukan tindak pidana menggadaikan
objek jaminan tersebut. Dalam kasus ini pihak Kepolisian Polres Salatiga tidak ada
barang sitaan untuk bisa memenuhi unsur Pasal 36 dan atau untuk menyatakan bahwa
tersangka telah melakukan perbuatan tindak pidana menggadaikan, melainkan
kepolisian hanya menyita dokumen-dokumen perjanjian fidusia saja.
Penyidikan yang dilakukan Kepolisian Polres Salatiga yang menyatakan bahwa
tersangak Apriliani memenuhi unsur Pasal 36 menurut pendapat penulis kurang tepat
dikarenakan pihak Kepolisian Polres Salatiga tidak mendapatkan atau tidak
menemukan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan Kepolisian Polres Salatiga
juga tidak melakukan sitaan terhadap barang yang menjadi objek jaminan fidusia
tersebut yang telah digadaikan oleh tersangka.
Tersangka Apriliani tidak memenuhi unsur Pasal 36 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 dengan alasan penulis berpendapat bahwa pihak Kepolisian Polres
Salatiga yang telah melakukan penyidikan namun tidak menemukan benda yang
menjadi objek jaminan fidusia dan pihak kepolisian mengatakan bahwa tersangka
Apriliani telah melakukan tindakan menggadaikan objek jaminan fidusia.
57
Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga dalam kasus tindak
pidana fidusia dengan tersangka Apriliani yang kurang professional dalam
pengembangan penyidikan.
Bahwa seharunya kepolisian mampu mengembangkan penyidikan secara
mendalam dan penyidik harus lebih profesional dalam menemukan barang bukti yang
barang bukti itu sebagai hasil dari perbuatan tindak pidana fidusia dan ketika penyidik
itu mempersangkakan Pasal 36 penyidik harus memiliki barang bukti itu sesuai dengan
Pasal 1 angka 2 KUHAP harus mencari bukti-bukti supaya jelas bahwa tersangka
memang betul telah melakukan tindak pidana menggadaikan.
Pasal 1 angka 2 KUHAP mengenai pengertian penyidikan yang menyebutkan
kata “mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Artinya bahwa
dalam kasus Apriliani penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga
untuk menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan
fidusia harus disertai dengan barang bukti dari hasil tindak pidana tersebut, jika barang
bukti itu tidak ditemukan maka hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
yang tidak dapat menemukan objek jaminan fidusia tersebut, sehingga unsur dari Pasal
36 Undang-Undang jaminan Fidusia tidak terpenuhi dalam kasus Apriliani.
Dalam kasus Apriliani Kepolisian Polres Salatiga dalam melakukan penyidikan
hanya mendapatkan alat bukti yang berupa dokumen-dokumen perjanjian jaminan
fidusia antara Apriliani dengan PT. Andalan Finance Salatiga dan keterangan saksi
58
yang bernama Rif’an dan Oni, dari alat bukti tersebut memang tersangka Apriliani telah
memenuhi unsur dari Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia, namun jika dilihat
dari unsur Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak cukup dengan alat bukti
yang berupa dokumen-dokumen perjanjian jaminan fidusia dan keterangan saksi saja
melainkan harus disertai dengan barang bukti yang berupa 1 (satu) Unit Kbm Toyota
New Yaris yang digadaikan oleh Apriliani tetapi tidak ditemukan. Padahal persangkaan
fidusia Pasal 36 harus ada barang bukti yang telah digadaikan.
Jadi tindak pidana fidusia ini sebenarnya bisa dilakukan oleh orang yang
memberi fidusia atau orang yang menerima fidusia, dalam kasus ini yang melakukan
tindak pidana fidusia adalah orang yang memberi fidusia, sehingga Kepolisian Polres
Salatiga dalam melakukan penyidikan kasus ini harus lebih kerja keras lagi dalam
pengembangan penyidikan dan penyidik harus lebih professional lagi dalam
melakukan penyidikan dan menemukan barang bukti supaya dapat menyatakan bahwa
tersangka memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam pasal-pasal yang di
persangkakan.
59