bab ii kemitraan indonesia-australia menanggapi isu...

33
27 BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU PERUBAHAN IKLIM Kolaborasi kemitraan antara Indonesia dan Australia dalam menangani perubahan iklim menggunakan dasar mekanisme REDD+. Mekanisme tersebut mengkhususkan upaya pengurangan emisi GRK melalui penanganan hutan secara lestari. Istilah REDD+ mucul pertama kali pada momentum COP 13 di Bali tahun 2007 di mana pembahasan mengenai pengganti Protokol Kyoto mulai dibicarakan. Urgensi pengurangan emisi GRK melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan dimulai sejak adanya penelitian yang membuktikan bahwa deforestasi telah menyumbang emisi sebesar 20% dari total jumlah emisi di dunia. Beragam permasalahan yang disebabkan oleh perubahan iklim semakin meresahkan masyarakat dunia. Beberapa dampak perubahan iklim yang meresahkan masyarakat Indonesia adalah seperti bergesernya masa tanam petani. Cuaca yang tidak menentu menyulitkan petani menentukan waktu yang tepat untuk mengelola lahannya. Kenaikan gelombang air laut juga telah membuat nelayan menghadapi cuaca yang tidak menentu sekaligus gelombang tinggi yang ada di lautan. Perubahan angin barat yang semula berlangsung selama empat bulan, sekarang bisa sampai tujuh bulan sehingga membuat gelombang yang lebih tinggi dan menyebabkan perahu-perahu milik nelayan yang memiliki ukuran lebih

Upload: nguyendat

Post on 28-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

27

BAB II

KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU

PERUBAHAN IKLIM

Kolaborasi kemitraan antara Indonesia dan Australia dalam menangani

perubahan iklim menggunakan dasar mekanisme REDD+. Mekanisme tersebut

mengkhususkan upaya pengurangan emisi GRK melalui penanganan hutan secara

lestari. Istilah REDD+ mucul pertama kali pada momentum COP 13 di Bali tahun

2007 di mana pembahasan mengenai pengganti Protokol Kyoto mulai

dibicarakan. Urgensi pengurangan emisi GRK melalui pencegahan deforestasi dan

degradasi hutan dimulai sejak adanya penelitian yang membuktikan bahwa

deforestasi telah menyumbang emisi sebesar 20% dari total jumlah emisi di dunia.

Beragam permasalahan yang disebabkan oleh perubahan iklim semakin

meresahkan masyarakat dunia. Beberapa dampak perubahan iklim yang

meresahkan masyarakat Indonesia adalah seperti bergesernya masa tanam petani.

Cuaca yang tidak menentu menyulitkan petani menentukan waktu yang tepat

untuk mengelola lahannya. Kenaikan gelombang air laut juga telah membuat

nelayan menghadapi cuaca yang tidak menentu sekaligus gelombang tinggi yang

ada di lautan. Perubahan angin barat yang semula berlangsung selama empat

bulan, sekarang bisa sampai tujuh bulan sehingga membuat gelombang yang lebih

tinggi dan menyebabkan perahu-perahu milik nelayan yang memiliki ukuran lebih

Page 2: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

28

besar tidak bisa melaut. Selain itu, berbagai macam penyakit baru juga terus

bermunculan akibat cuaca yang semakin panas.35

Indonesia telah mengalami dampak dari perubahan iklim dan mulai melihat

isu tersebut sebagai persoalan yang tidak hanya penting untuk ditangani namun

juga syarat untuk kelangsungan hidup manusia di bumi. Kemitraan IAFCP

menjadi salah satu jembatan bagi Indonesia untuk mencapai target pengurangan

emisinya sejumlah 26% dengan usaha sendiri atau sejumlah 41% jika mendapat

bantuan dari tingkat internasional pada tahun 2020.36 Kemitraan IAFCP juga

membantu finansial Indonesia untuk melestarikan lingkungan hidup, khususnya

hutan-hutan Indonesia karena keterbatasan anggaran yang dimiliki Indonesia

untuk bidang lingkungan hidup.37

1.1 Isu Perubahan Iklim dalam Konstelasi Global

2.1.1 Perkembangan Isu Lingkungan Hidup Global

Isu lingkungan hidup mulai mendapat perhatian dalam tataran global sejak

pemahaman tentang keamanan (security) terus mengalami perkembangan.

Perspektif tradisionalis awalnya membatasi masalah keamanan hanya seputar

35 Pebriansyah Ariefana, Dampak Perubahan Iklim di Indonesia yang Sudah Terasa, suara.com,

diakses dalam http://www.suara.com/news/2015/10/30/060600/dampak-perubahan-iklim-di-

indonesia-yang-sudah-terasa (1/9/2016, 11:48 WIB). 36 Komitmen tersebut diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Pertemuan

Puncak G-20 di Pittsburgh pada 25 September 2009. Lebih lanjut baca: Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas

Rumah Kaca, Op. Cit. 37 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia untuk bidang lingkungan hidup

tiap tahun memang selalu meningkat, namun tidak lebih besar dari anggaran yang disediakan

untuk bidang lainnya seperti bidang ekonomi dan pelayanan umum. Tercatat pada tahun 2008,

APBN untuk lingkungan hidup sejumlah 5,315,1 Triliun dari total 693.356,0 Triliun. Sampai

dengan penulisan penelitian ini tahun 2016, APBN untuk bidang lingkungan hidup hanya 1% dari

total APBN berarti sejumlah 12,1 Triliun dari total 1.325,6 Triliun. Direktorat Penyusunan APBN,

Direktorat Jenderal Anggaran, Informasi APBN 2016, diakses dalam

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/bibfinal.pdf (10/10/2016, 02:41 WIB).

Page 3: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

29

militer dan perang. Sedangkan perspektif modern telah memperluas cakupan

keamanan sehingga mencakup pula masalah ekonomi, lingkungan, dan

kemasyarakatan.38

Perkembangan selanjutnya, Jaap de Wilde dari mahzab Copenhagen School

menyatakan semenjak berakhirnya Perang Dingin, rujukan keamanan bagi

komunitas internasional tidak lagi pada keamanan militer, namun kepada

keamanan manusia (human security).39 Isu keamanan manusia terus menjadi

perhatian hingga akhirnya United Nations Development Programme (UNDP)

mengeluarkan laporan tahun 1994 yang menjabarkan tujuh dimensi sebagai

pertimbangan menciptakan keamanan manusia, yaitu keamanan ekonomi, pangan,

kesehatan, lingkungan, individu, komunitas, dan politik.40

Keamanan lingkungan merupakan isu yang kian mendapat sorotan dari

masyarakat internasional. Urgensi keamanan lingkungan disebabkan karena

penurunan kualitas lingkungan hidup di bumi. Isu lingkungan hidup semakin

berkembang karena dipengaruhi oleh perkembangan politik internasional dan

berbagai pertemuan internasional yang membahas tentang isu tersebut. Pertemuan

internasional yang membahas isu lingkungan dibagi menjadi tiga tahapan. Tahap

pertama membahas seputar isu lingkungan hidup dimulai dengan pelaksanaan

United Nations Conference on Human Environment (UNCHE) sejak tahun 1972

di Stockholm Swedia. Tahap kedua membahas tentang pembangunan

berkelanjutan yang dimulai tahun 1987 pada World Comission on Environment

38 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 17. 39 Ibid., hal. 18. 40 Monica den Boer dan Jaap de Wilde, 2008, The Vability of Human Security, Amsterdam,

Amsterdam University Press dalam Ganewati Wuryandari, Ibid.

Page 4: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

30

and Development (WCED). Selanjutnya pada tahap ketiga membahas tentang isu

pemanasan global dan perubahan iklim yang sudah mulai dibahas di sela-sela

tahap kedua sejak tahun 1988 pasca terbentuknya Intergovernmental Panel on

Climate Change (IPCC)41.

Pertemuan pada tahap pertama mengenai lingkungan hidup telah berhasil

menempatkan posisi isu lingkungan hidup pada tingkatan utama. Namun, isu

tersebut masih belum mengaitkan isu lingkungan dengan pembangunan ekonomi

di tingkat global. Pada masa itu, komunitas internasional hanya memfokuskan

pada perlindungan lingkungan hidup, manusia yang hidup di dalamnya, dan

makhluk hidup lain yang mendukung kehidupan manusia. Padahal, aspek

pembangunan ekonomi juga memiliki pengaruh dalam upaya pelestarian

lingkungan hidup.

Pembahasan mengenai pembangunan dengan tetap memperhatikan

keamanan lingkungan baru dibahas pada konferensi internasional tahap kedua.

Pada konferensi WCED di Oslo, Norwegia tahun 1987 telah muncul sebuah

laporan yang pertama kali merumuskan konsep pembangunan berkelanjutan atau

sering disebut laporan Brundtland Commission. Konsep tersebut dikeluarkan

untuk melindungi hak-hak generasi mendatang dalam menikmati sumber daya

alam. Laporan tersebut juga mengajak masyarakat internasional untuk

berpedoman pada konsep keberlanjutan dalam mengelola lingkungan maupun

mengeksploitasi sumber daya alam.42

41 IPCC merupakan badan yang dibentuk oleh World Meteorological Organization (WMO) dan

United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 1988 di Geneva, Swiss. Lebih lanjut

baca di Ganewati Wuryandari, Ibid., hal. 38-40. 42 United Nations Headquarters, Op. Cit.

Page 5: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

31

Permasalahan lingkungan hidup semakin kompleks, di tengah pembahasan

mengenai pembangunan berkelanjutan, pembahasan isu lainnya seperti perubahan

iklim sudah mulai dibicarakan oleh komunitas internasional. Dimulai dengan

digelarnya Konvensi Viena tahun 1985 yang membahas tentang pembatasan emisi

Gas Rumah Kaca (GRK) untuk melakukan perlindungan terhadap ozon.

Selanjutnya, tahun 1987 dibentuk Protokol Montreal yakni sebuah traktat

internasional untuk melindungi lapisan ozon dengan menghilangkan beberapa zat

yang merusak lapisan ozon. Bukti ilmiah menyatakan fenomena kebocoran

lapisan ozon disebabkan oleh beberapa zat seperti Chloro Fluoro Carbons

(CFC).43

2.1.2 Perkembangan Isu Perubahan Iklim

Perhatian terhadap emisi karbon sudah dimulai sejak tahun 1960, sejak

negara-negara industri menaikkan ketinggian cerobong asap industri untuk

membuang polutan ke atmosfer. Hal tersebut dianggap sebagai masalah politik

lingkungan hidup global (global environmental politics) karena menyebabkan

polusi udara sampai lintas batas negara. Swedia sebagai salah satu negara yang

terkena dampak membuktikan bahwa salah satu danau miliknya tercemar akibat

emisi dari negara-negara industri di kawasan Eropa. Swedia juga merupakan

negara yang menginisiasi konferensi internasional pertama yang membahas

43 Akhir tahun 1980an, terjadi kerusakan lapisan ozon bumi secara cepat dan mendadak yang

disinyalir merupakan ulah dari manusia. Lepasnya Chloro Fluoro Carbons (CFC) ke atmosfer

yang digunakan dalam alat semprot aerosol, sebagai zat pendingin dalam almari es, pendingin

ruangan, dalam insulasi busa, serta sebagai zat pelarut dalam industri-industri elektronika dan

komputer adalah penyebab utama kerusakan lapisan ozon bumi. Lebih lanjut baca Lynn H. Miller,

2006, Agenda Politik Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 487-488.

Page 6: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

32

tentang lingkungan hidup atau disebut UNCHE pada tahun 1972 di Stockholm,

Swedia.44

Keberadaan IPCC yang dibentuk oleh World Meteorological Organization

(WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) semakin

memperkuat keberadaan isu perubahan iklim di tataran global. Tujuan

dibentuknya IPCC adalah untuk mengevaluasi besaran dan perubahan iklim,

mengalkulasi dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, dan

merumuskan strategi untuk merespons perubahan iklim. Berdasarkan laporan

IPCC yang pertama, berhasil dikeluarkan pengesahan terhadap Konvensi

Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau disebut United Nation

Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) sebagai hasil Konferensi

Rio tahun 1992.45

Laporan IPCC kedua dikeluarkan untuk digunakan sebagai masukan pada

Conference of Parties (COP)46 3 tahun 1997 di Kyoto, Jepang yang menghasilkan

Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan kesepakatan yang berisikan tentang

desakan bagi negara-negara maju untuk menurunkan emisi GRK rata-rata 5%

dibanding dengan emisi tahun 1990 selama lima tahun dari 2008-2012.47

Sedangkan laporan IPCC ketiga dikeluarkan tahun 2001 yang menyatakan

44 Gareth Porter and Janet Welsh Brown, 1991, Global Environmental Politics, Central Ave:

Westview Press, hal. 72. 45 Ibid., hal. 39 46 Conference of Parties (COP) adalah pertemuan negara-negara yang meratifikasi UNFCCC. 47 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siaran Pers, diakses dalam

http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/1688 (31/1/2016, 03:07 WIB).

Page 7: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

33

kenaikan suhu bumi pada abad ke-21 telah berlipat ganda dan penyebab utama

fenomena tersebut adalah manusia.48

Berikut merupakan tabel konferensi internasional yang membahas tentang

perubahan iklim yang dilengkapi dengan lokasi, waktu, dan agenda yang

dihasilkan pada setiap konferensi.

Tabel 2.1 Pertemuan Internasional tentang Perubahan Iklim49

NO NAMA

KONFERENSI

TEMPAT &

WAKTU

AGENDA

1 IPCC Geneva, Swiss.

1988 • Mengevaluasi besaran dan periode

perubahan iklim.

• Mengalkulasi dampak dan

kerugian yang ditimbulkan dari

perubahan iklim.

• Merumuskan strategi untuk

merespons perubahan iklim.

2 COP 1 Berlin, Jerman.

28 Maret-7

April 1995

• Berlin Mandate yang berisi

persetujuan para pihak untuk

memulai proses yang

memungkinkan untuk mengambil

tindakan pada masa setelah tahun

2000, termasuk menguatkan

komitmen negara-negara melalui

adopsi suatu protokol atau

instrument legal lainnya.

3 COP 2 Geneva, Swiss.

8-19 Juli 1996 • Geneva Declaration yang berisi

ajakan kepada semua pihak untuk

mendukung pengembangan

protokol dan instrument legal

lainnya yang didasarkan atas

temuan ilmiah.

4 COP 3 Kyoto, Jepang.

1-11 Desember

1997

• Protokol Kyoto yang disahkan

sebagai dasar bagi negara-negara

Annex I yang umumnya negara

maju, untuk mengurangi emisi

Gas Rumah Kaca (GRK) paling

sedikit hingga 5% dari tingkat

emisi tahun 1990 sebagai bagian

48 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal 39. 49 Ibid., hal 69-74.

Page 8: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

34

dari komitmen pertama yang akan

dilaksanakan tahun 2008-2012.

• Perdagangan karbon (carbon

trading), yang terjadi antara

penjual dan pembeli kredit

karbon.

• Joint Implementation (JI), yaitu

investasi negara-negara Annex I

yang lain, juga di negara yang

sedang mengalami transisi seperti

di Rusia, sehingga ongkos

pengurangan emisi karbonnya

menjadi lebih murah.

• Clean Development Mechanism

(CDM), yang mengizinkan negara

maju untuk menginvestasikan

beragam proyek untuk

mengurangi emisi karbon di

negara berkembang.

5 COP 4 Buenos Aires,

Argentina.

2-14

November

1998

• Buenos Aires Action Plan yang

merancang tindak lanjut

implementasi Protokol Kyoto

berikut tenggat waktunya,

terutama yang berhubungan

dengan mekanisme keuangan dan

alih teknologi, khususnya bagi

negara-negara berkembang.

6 COP 5 Bonn, Jerman.

25 Oktober-5

November

1999

• Implementasi Buenos Aires Action

Plan dimana para pihak

mengalokasikan tenggat waktu

selama dua tahun untuk

memperkuat komitmen terhadap

konvensi, penyusunan rencana,

dan pelaksanaan Protokol Kyoto.

7 COP 6 Bonn, Jerman.

16-27 Juli

2001

• Kesepakatan Bonn untuk

melaksanakan Buenos Aires

Action Plan yang berisi

mekanisme pendanaan di bawah

Protokol Kyoto dengan referensi

beberapa pasal dalam protocol

tersebut, membentuk dana baru di

luar ketentuan mengenai konvensi

bagi negara berkembang, dan

membentuk dana adaptasi dari

CDM.

Page 9: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

35

8 COP 7 Marakesh,

Maroko.

29 Oktober-10

November

2001

• Marakesh Accord yang membahas

mengenai ketentuan perdagangan

karbon (Emission Trading/ ET)

9 COP 8 New Delhi,

India. 23

Oktober-10

November

2002

• New Delhi Declaration yang

berisikan 13 butir upaya

mengatasi dampak perubahan

iklim sekaligus untuk mencapai

tujuan pembangunan

berkelanjutan, serta perlunya

segera meratifikasi Protokol

Kyoto oleh beberapa pihak yang

belum meratifikasi.

10 COP 9 Milan, Italia.

1-12 Desember

2003

• Mekanisme pembangunan bersih

di sektor kehutanan.

11 COP 10 Buenos Aires,

Argentina. 6-

18 Desember

2004

• Buenos Aires Programme of Work

on Adaptation and Response

Measures yang membahas

adaptasi perubahan iklim, dan

bertujuan untuk mendorong

negara-negara maju untuk

mengalokasikan sebagian sumber

dayanya untuk negara

berkembang yang telah merasakan

dampak buruk dari perubahan

iklim.

12 COP 11 Montreal,

Kanada. 27

November-9

Desember

2005

• Diusulkannya kompensasi bagi

negara berkembang yang berhasil

mengurangi deforestasi melalui

pengelolaan hutan berkelanjutan

(sustainable forest management)

proyek Clean Development

Mechanism (CDM), serta

pembentukan dan pendukung

voluntary commitment dari negara

berkembang.

• Proses penyusunan prosedur dan

mekanisme kepatuhan

(compliance), pengesahan

Marakesh Accord mengenai

CDM, mekanisme keuangan

konvensi, proses pembahasan

penyiapan instrumen hokum pasca

berakhirnya Protokol Kyoto tahun

Page 10: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

36

2012, serta proses pelaksanaan

dialog kerja sama jangka panjang

dalam bidang perubahan iklim

(global response).

• Pembahasan masalah

penghapusan (phase out)

penggunaan bahan-bahan yang

merusak lapisan ozon (Ozone

Depleating Substance), yang

sekaligus juga menegaskan

kembali bahwa Emission Trading

(ET) merupakan salah satu cara

untuk mengurangi emisi GRK.

13 COP 12 Nairobi,

Kenya. 6-17

November

2006

• Nairobi Work Programme, yang

berisi tentang pengadopsian

program kerja lima tahunan

tentang dampak, kerentanan, dan

adaptasi perubahan iklim.

14 COP 13 Bali,

Indonesia. 3-

15 Desember

2007

• Bali Road Map yang merupakan

proses negosiasi untuk

menguatkan respons internasional

dalam menghadapi perubahan

iklim yang termuat dalam Bali

Action Plan.

• Menambahkan konsep

Degradation sehingga menjadi

Reducing Emission from

Deforestation and Forest

Degradation (REDD) yang telah

disahkan sebelumnya dalam

pertemuan COP 11 di Montreal,

Canada, dan diterapkan di negara

berkembang.

• Implementasi isu pembangunan

dan transfer teknologi yang

ditindaklanjuti melalui

pembentukan Expert Group on

Technology Transfer (EGTT) dan

keputusan mengenai Adaptation

Fund.

15 COP 14 Poznan,

Polandia. 1-12

Desember

2008

• Mengenai skema pembiayaan

yang harus dilakukan oleh negara

maju untuk membantu negara

berkembang dalam upaya untuk

mengurangi emisi karbon.

• Mengenai transfer teknologi,

Page 11: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

37

namun sayangnya tidak direspon

oleh negara Annex I

16 COP 15 Copenhagen,

Denmark. 7-19

Desember

2009

• Compenhagen Accord yang

menyatakan perubahan iklim

merupakan salah satu tantangan

terbesar yang dihadapi umat

manusia saat ini.

17 COP 16 Cancun,

Mexico. 29

November-10

Desember

2010

• Cancun Agreement sebagai upaya

untuk mengurangi pemanasan

global yang terdiri atas tiga

bagian, yaitu (a) Green Climate

Fund, penyaluran dana bantuan

jangka panjang untuk negara

berkembang, (b) Technology

Mechanism untuk mendapatkan

teknologi bersih, (c) Adaptation

Framework, berupa negara maju

membantu negara berkembang

dalam upaya perlindungan

terhadap dampak perubahan iklim.

18 COP 17 Durban, Afrika

Selatan. 28

November-11

Desember

2011

• Durban Platform, upaya pertama

kali melibatkan negara maju

seperti China dan India untuk

melanjutkan Green Climate Fund

melalui penyaluran dana $ 100

miliar guna membantu negara

berkembang untuk melindungi

dari dampak perubahan iklim.

19 COP 18 Doha, Qatar.

26 November-

8 Desember

2012

• (a) Adaptation, perubahan sosial

harus bisa beradaptasi terhadap

perubahan iklim yang terjadi,

fokuskan pada sektor pertanian

dan perencanaan perkotaan, (b)

Finance, negara-negara

membiayai adaptasi perubahan

iklim dimana pendanaan bisa

berasal dari dana pemerintah atau

swasta, (c) Migitation, langkah

dan aksi untuk mengurangi

dampak perubahan iklim, (d)

Technology, kebutuhan akan

teknologi yang bersih, (e) Damage

and Loss, menggarisbawahi

kerentanan negara-negara

berkembang akibat perubahan

iklim yang bisa dibantu melalui

Page 12: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

38

kompensasi negara-negara maju

yang gagal mengurangi emisi

karbonnya.

Tabel pertemuan internasional di atas merupakan perjalanan dari komunitas

internasional dalam membahas isu perubahan iklim di tataran global. Bahaya

dampak isu perubahan iklim terus mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup

di bumi. Hal tersebut harus diimbangi dengan gerak aktif masyarakat internasional

untuk menciptakan gagasan baru sebagai bentuk tindakan antisipasi terhadap

dampak perubahan iklim seperti dibentuknya Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto merupakan kesepakatan pertama yang menjadi dasar negara

maju untuk menurunkan emisi GRK. Guna mencapai target yang ditentukan,

Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme perdagangan karbon (carbon

trading), penerapan bersama (joint implementation), pemanfaatan rosot (sinks),

dan mekanisme pembangunan yang bersih (clean development mechanism/CDM).

Satu hal yang disayangkan, kesepakatan ini tidak mencakup pembahasan pada

upaya pengurangan deforestasi untuk mengurangi emisi karbon di negara

berkembang yang memiliki hutan tropis. Padahal, emisi karbon yang dihasilkan

oleh deforestasi mencapai 20% dari total emisi karbon global. Perhatian terhadap

isu deforestasi baru dibahas pada COP 13 tahun 2007 di Bali, Indonesia dengan

dimasukkannya upaya pengurangan emisi dari deforestasi pada Bali Road Map.

1.1.3 Kemunculan REDD dalam KTT Iklim Nusa Dua Bali

Digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim atau

disebut COP 13 di Bali Tahun 2007 sekaligus untuk memperingati 10 tahun

Page 13: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

39

keberadaan Protokol Kyoto. Pada kesempatan tersebut, para pemimpin negara

juga melakukan evaluasi atas pelaksanaan Protokol Kyoto di mana negara-negara

berkembang yang tergabung dalam Government 77 (G77) sulit menerima sikap

negara-negara industri yang telah membuat kesepakatan namun mengalami

kemunduran. Mayoritas peserta yang hadir dalam konferensi tersebut juga kecewa

terhadap sikap Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Jepang yang tidak

bersungguh-sungguh dalam proses penyelesaian masalah perubahan iklim.50

Indonesia sebagai tuan rumah konferensi tersebut, ikut menyerukan suara

tentang capaian implementasi Protokol Kyoto sekaligus mengusulkan

dibentuknya model baru pasca tahun 2012 sebagai pengganti dari protokol

tersebut. Ide yang ditawarkan oleh Indonesia adalah REDD, yakni pengurangan

emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan di negara

berkembang.51 Usulan dari Indonesia tentang REDD akhirnya mendapat

kesepakatan dari pihak COP 13 untuk dimasukkan dalam Bali Action Plan

sebagai agenda ke-7.52

REDD muncul sebagai mekanisme untuk menciptakan insentif bagi negara

berkembang yang melindungi, mengelola, dan bijak dalam menggunakan sumber

daya hutannya, serta memberikan kontribusi terhadap perjuangan global untuk

melawan perubahan iklim. Strategi REDD bertujuan untuk menjadikan hutan-

hutan yang sudah ada agar lebih dihargai daripada hanya sekadar ditebang dengan

50 Wisnu Arya Wardhana, Op. Cit. 51 Broto Wardoyo, 2008, Mandat Bali: Footprint on the Sand, diakses dalam

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/3%20Mandat%20Bali%20-%20final%20edit%20OK.pdf

(21/6/15, 01:07 WIB). 52 United Nations Framework Convention on Climate Change, 2008, Report of the Conference of

the Parties on Its Thirteenth Session, hal. 20, diakses dalam

http://unfccc.int/resource/docs/2007/cop13/eng/06.pdf (21/6/15, 01:41 WIB).

Page 14: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

40

menciptakan nilai keuangan untuk setiap karbon yang tersimpan dalam pohon.

Setelah keberadaan karbon dalam pohon dinilai dan diukur, maka negara-negara

maju akan membayar negara berkembang yang berhasil menyimpan karbon dalam

hutannya. Tujuan dari REDD memang sebagai inisiatif kehutanan mutakhir yang

berorientasi pada keseimbangan ekonomi dalam mendukung pengelolaan hutan

lestari sehingga seluruh pihak yang terlibat khususnya negara dan masyarakat bisa

ikut mendukung pengurangan emisi GRK.53

Setahun setelah itu, pihak yang terlibat melakukan pertemuan di Poznan

Polandia untuk mendiskusikan tentang kelemahan REDD yang ditemukan oleh

para ahli, seperti ketidakjelasan nasib dari masyarakat yang bergantung pada

sumber daya hutan sehingga mekanisme REDD perlu disempurnakan kembali.

Keputusan pada pertemuan tersebut untuk memberikan penambahan + (plus)

setelah kata REDD sehingga menjadi REDD+. Sehingga bertambah pula strategi

yang digunakan dalam REDD+, tidak hanya sebatas upaya pengurangan emisi

dari deforestasi dan degradasi hutan, namun juga dimasukkan unsur peran

konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan karbon hutan

dalam mengurangi emisi.54

Mekanisme REDD+ masih berada pada tahap persetujuan pada tingkat

kebijakan internasional, sehingga negara yang hendak menguji coba mekanisme

tersebut masih melakukan Demonstration Activities (DA). DA berfungsi untuk

menguji sekaligus mengembangkan metodologi, teknologi, dan institusi

53 UN-REDD Programme. Frequently Asked Questions. diakses dalam

http://www.unredd.net/index.php?option=com_docman&Itemid=134&view=download&alias=121

19-un-reddprogramme-faqs-en-12119&category_slug=frequently-asked-questions-3400 (19/6/15,

03:27 WIB). 54 Ibid.

Page 15: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

41

pengelolaan hutan secara berkelanjutan untuk mengurangi emisi karbon melalui

upaya pengendalian deforestasi. Adanya DA REDD+ diharapkan akan

memunculkan desain pengelolaan hutan yang tepat untuk mekanisme REDD+.

Perjanjian Kopenhagen merupakan perjanjian yang secara terbuka

menyebutkan skema REDD+ sebagai bagian dari portofolio mitigasi iklim untuk

diimplementasikan pasca Protokol Kyoto. Perjanjian itu disebutkan sebagai

perjanjian internasional pertama yang merekomendasikan perlunya pengumpulan

dana untuk mendukung program REDD+. Beberapa negara memberikan

dukungan positif untuk skema baru ini, yakni negara-negara seperti Australia,

Prancis, Jepang, Norwegia, Inggris, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut

mengaku untuk persiapan awal telah menyiapkan pendanaan untuk mekanisme

REDD+ sebesar 3,5 triliun US$.55

1.2 Indonesia dan Komitmen terhadap Perubahan Iklim

Sejak berdirinya Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat, Indonesia

terus menjaga eksistensinya di kancah internasional. Walaupun tergolong dalam

kategori negara berkembang, tidak menyurutkan Indonesia untuk berperan di

tataran internasional. Peran aktif Indonesia bisa dilihat dari keputusan Indonesia

untuk bergabung dalam organisasi-organisasi internasional guna menanggapi

55 Greenpeace Indonesia, Apa itu REDD?, diakses dalam

http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir/apa-itu-redd/

(21/6/15, 03:10 WIB).

Page 16: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

42

berbagai macam isu strategis, dimulai dari isu ekonomi, sosial, lingkungan hidup,

sampai perubahan iklim.56

Perubahan iklim terjadi akibat pemanasan global yang disebabkan oleh

peningkatan emisi GRK. Penebangan hutan dituding sebagai penyebab utama laju

peningkatan emisi tersebut. Hutan Indonesia adalah yang terluas ketiga di dunia,

hal tersebut membuat Indonesia berada pada posisi penting dalam mempengaruhi

naik-turunnya emisi global. Indonesia memiliki kesempatan untuk menurunkan

jumlah emisi jika kegiatan pelestarian hutan bisa dilaksanakan dengan baik.

Namun Indonesia juga berkesempatan menyumbang emisi yang tinggi jika

ternyata kegiatan deforestasi terus terjadi di hutan Indonesia. Jika deforestasi terus

berlanjut, maka dampak yang muncul tidak hanya akan dirasakan oleh warga

Indonesia saja, namun seluruh warga negara di dunia.

1.2.1 Sumber Emisi GRK di Indonesia

Kalkulasi emisi yang dilaporkan pada Second National Communication

disusun berdasarkan enam kategori emisi yang merujuk pada panduan dari IPCC,

yakni energi, proses industri, pelarut (solvents), pertanian, perubahan tata guna

lahan dan kehutanan atau Land Use, Land-use Change and Forestry (LULUCF).

Sektor LULUCF menjadi perhatian khusus mengingat pada tahun 2000 besarnya

sumbangan emisi mencapai 45,86% dari total emisi di Indonesia.57 Tingginya

jumlah emisi yang dihasilkan sektor LULUCF dipengaruhi oleh desakan ekonomi

56 Beberapa contoh organisasi internasional yang diikuti oleh Indonesia adalah Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Organisasi Kerja Sama Islam

(OKI), dan Association of South East Asian Nations (ASEAN). 57 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 100.

Page 17: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

43

dan pertumbuhan penduduk. Contohnya seperti kebutuhan sumber daya alam,

pengembangan sektor industri perkebunan, kebutuhan tempat tinggal akibat

membludaknya pertumbuhan penduduk menjadi alasan yang tidak bisa dibantah

atas berkurangnya wilayah hutan Indonesia. Tidak hanya itu, faktor lain yang ikut

mempengaruhi peningkatan jumlah emisi pada sektor LULUCF adalah kerusakan

hutan akibat penebangan liar dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh ulah

manusia.58

Emisi karbon yang disebabkan oleh perubahan tata guna lahan di Indonesia

pada tahun 2000 menyumbang 699,5 JtCO2. Jumlah tersebut artinya Indonesia

menyumbang dua kali lipat dari emisi karbon akibat perubahan tata guna lahan di

Brazil yakni sejumlah 374,5 JtCO2.59 Deforestasi akibat peningkatan populasi

masyarakat Indonesia terjadi di beberapa pulau seperti Papua, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, dan Sumatera. Berbeda dengan yang lain, deforestasi yang

terjadi di Pulau Jawa disebabkan oleh pengalihan hutan menjadi lahan pertanian

ataupun perkebunan.60

Maraknya industrialisasi hutan di Indonesia dimulai sejak adanya UU No. 5

Tahun 1967 tentang Pokok Kehutanan. UU tersebut menyatakan bahwa seluruh

hutan berada di dalam pengelolaan negara di bawah Kementerian Kehutanan.

Tidak hanya itu, pada tahun 1970 dikeluarkan hak pengusahaan hutan (HPH)

sehingga pihak swasta dapat ikut terlibat dalam pengelolaan hutan dengan luas

minimum penguasaan hutan sebesar 50.000 hektar selama 20 tahun. Dua hal

tersebut menjadi penyebab mulai tersingkirnya kelompok pengusaha kecil dan

58 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 103. 59 Ibid., hal. 108. 60 Ibid., hal. 109.

Page 18: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

44

memberi ruang lebih luas kepada pengusaha besar untuk terlibat dalam

pengelolaan industri kehutanan Indonesia.61

Pengalihan tata guna lahan memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya

fenomena emisi GRK. Hutan adalah komoditas berharga yang mampu

menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Jika pepohonan di dalam hutan

ditebang secara terus-menerus untuk pengalihfungsian lahan, maka hutan akan

melepas emisi. Tidak hanya itu, hutan yang terbakar juga akan melepaskan gas

karbon dioksida ke udara. Beragam fenomena yang terjadi di Indonesia,

memperjelas bahwa hutan yang awalnya menjadi harapan manusia untuk menjaga

bumi dari peningkatan emisi karbon telah berbalik menjadi sumber utama

peningkatan emisi karbon.62

1.2.2 Komitmen Indonesia terhadap Isu Perubahan Iklim

Dampak perubahan iklim terus mengalami perkembangan pada setiap

tahunnya, Indonesia sebagai negara yang rentan terkena dampak sekaligus telah

merasakannya berkomitmen untuk berperan aktif bersama dengan masyarakat

internasional. Secara perlahan namun pasti, Indonesia secara bertahap telah

memainkan peran penting dalam menanggulangi isu tersebut yang disesuaikan

dengan perkembangannya di tingkat internasional.

Pada tingkatan internasional, pembahasan isu lingkungan hidup ditandai

dengan digelarnya United Nations Conference on Environmental and

Development (UNCED) atau disebut KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun

61 Ibid. 62 Ibid., hal. 111.

Page 19: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

45

1992. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa agenda, yang salah satunya

adalah tentang pengesahan UNFCCC sebagai kesepakatan internasional untuk

melakukan upaya bersama dalam menstabilkan konsentrasi emisi GRK guna

mencegah terjadinya perubahan iklim. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal

21 Maret 1994 dengan diratifikasi oleh 190 negara. Pada masa ini, Indonesia juga

termasuk dalam kategori negara yang ikut meratifikasi UNFCCC.63

1. Ratifikasi Indonesia terhadap naskah UNFCCC melalui UU No. 6 Tahun

1994.64

Indonesia meratifikasi UU tersebut didasarkan pada kesadaran terhadap

peningkatan emisi GRK yang merugikan lingkungan hidup dan kehidupan

manusia. Indonesia memiliki peran strategis dalam menanggulangi dampak

tersebut dengan predikat Indonesia sebagai negara tropis ekuator yang mempunyai

hutan tropis basah terbesar dan negara kepulauan yang memiliki laut terluas

sehingga mampu berfungsi sebagai penyerap emisi GRK. Maka ratifikasi tersebut

merupakan peran aktif yang dilakukan sebagai bagian dari anggota masyarakat

internasional untuk menangani permasalahan global.

Selanjutnya pada COP 3 di Kyoto Jepang tahun 1997 yang menghasilkan

Protokol Kyoto untuk disahkan sebagai dasar bagi negara maju untuk mengurangi

emisi GRK minimal 5% dari tingkat emisi tahun 1990 pada kisaran tahun 2008-

2012. Beberapa pihak mendukung keberadaan Protokol Kyoto sebagai mekanisme

yang mampu membantu mengurangi emisi GRK. Namun, beberapa negara lain

63 Ibid., hal. 27. 64 SiPongi, Undang-Undang No. 6 Tahun 1994 tentang: Pengesahan United Nations Framework

Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa

mengenai Perubahan Iklim), hal. 2, diakses dalam

http://sipongi.menlhk.go.id/cms/images/files/1025.pdf (10/10/2016, 09:34 WIB).

Page 20: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

46

juga ada yang menolak untuk melakukan ratifikasi seperti Amerikan Serikat dan

Australia. Sedangkan Indonesia sudah ikut meratifikasi protokol tersebut pada

tahun 2004.65

2. Ratifikasi Indonesia terhadap Protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun

2004.66

Ratifikasi Protokol Kyoto oleh Indonesia berdasarkan komitmen Indonesia

untuk mengurangi peningkatan emisi global. Ratifikasi tersebut juga

berkesinambungan dengan alasan Indonesia meratifikasi UNFCCC. Terlebih,

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di

dunia memiliki tingkat kerentanan yang lebih besar atas dampak perubahan

iklim.67 Indonesia sedang aktif melakukan pembangunan sehingga merasa butuh

untuk mengembangkan industri dengan teknologi bersih dan rendah emisi.

Indonesia yakin bahwa Protokol Kyoto merupakan mekanisme internasional yang

berguna untuk menstabilkan konsentrasi emisi GRK di atmosfer.

Keterlibatan Indonesia dalam forum internasional semakin terlihat sejak

naiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004. Susilo Bambang

Yudhoyono merupakan presiden Indonesia yang terpilih melalui pemilihan umum

yang demokratis. Hal tersebut menjadi penguat legitimasi kepemimpinannya di

tataran forum internasional. Beberapa sasaran politik luar negeri Indonesia yang

telah dirumuskan pada masa kepemimpinannya juga telah membawa Indonesia

65 Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 46. 66 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Undang-Undang No. 12 Tahun 2004 tentang

Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change

(Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai

Perubahan Iklim), diakses dalam www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/39/223.bpkp (10/10/2016,

10:44 WIB). 67 Ibid.

Page 21: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

47

kepada situasi yang lebih baik dan kondusif dibanding sebelumnya.68 Salah satu

isu global yang menjadi fokus utama pada masa pemerintahan Susilo Bambang

Yudhoyono adalah isu lingkungan hidup, khususnya isu pemanasan global dan

perubahan iklim.69

Penjelasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa Indonesia pada tahun 2007

berkesempatan menjadi tuan rumah COP 13 di Bali. Pada waktu itu, isu

perubahan iklim mulai mendapat perhatian dari negara-negara yang sebelumnya

bersikukuh beranggapan bahwa perubahan iklim adalah kejadian alamiah yang

tidak berhubungan dengan aktivitas manusia. COP kali itu mendapat sambutan

luar biasa dari seluruh masyarakat internasional, terbukti dengan kehadiran lebih

dari 12.000 orang dari 18 negara yang terdiri atas delegasi pemerintahan,

organisasi antar pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional,

serta media internasional.70

Setelah pelaksanaan konferensi tersebut, muncul sebuah mekanisme baru

yang dirancang untuk pengurangan emisi melalui penanganan deforestasi, yakni

REDD+. Indonesia dengan cepat mengambil keputusan untuk menguji coba

REDD+ yakni DA REDD+ yang diyakini mampu menurunkan emisi dalam

jumlah yang besar. Kemudian, Indonesia juga mengeluarkan beberapa peraturan

perundang-undangan tentang REDD+, antara lain:

68 Beberapa sasaran politik luar negeri Indonesia yang menjadi fokus utama pada masa

kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono adalah, 1) meningkatkan peranan Indonesia dalam

hubungan internasional, 2) mengikutsertakan Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia, 3)

pemulihan citra Indonesia, 4) meningkatkan kepercayaan masyarakat internasional, 5) mendorong

terciptanya tatanan dan kerja sama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam

mendukung pembangunan nasional. Lebih lanjut baca Ganewati Wuryandari, Op. Cit., hal. 204. 69 Ibid. 70 Ibid., hal. 56.

Page 22: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

48

3. Permenhut P. 68/ Menhut-II/2008 tentang DA Pengurangan Emisi Karbon

dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

Peraturan ini dibuat sebagai tindak lanjut untuk menguji coba REDD+ yang

telah disinggung pada COP 13. Usai digelarnya konferensi tersebut, Indonesia

merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan pengurangan emisi karbon dari

deforestasi dan degradasi hutan. Keberadaan perundang-undangan tersebut juga

digunakan sebagai pembuka jalan untuk pelaksanaan DA REDD+ di Indonesia.

4. Permenhut P. 30/ Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi

dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

Selanjutnya, menteri kehutanan Indonesia juga mengeluarkan sebuah

peraturan yang berisikan langkah pengurangan emisi melalui penanganan

deforestasi. Peraturan tersebut juga menjelaskan terkait sistematika pelaksanaan

REDD+ yang masih dalam proses uji coba sehingga dalam pelaksanaannya masih

berupa kegiatan demonstrasi atau disebut DA REDD+.

Indonesia adalah negara pelopor penyelenggara DA-REDD+ pertama di

dunia melalui kemitraan IAFCP, yakni kemitraan Indonesia dengan Australia

untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Melalui IAFCP,

Indonesia bersama dengan Australia membuka proyek KFCP yang ditujukan

untuk pembelajaran dan uji coba mekanisme REDD+ yang diharapkan mampu

memberikan kontribusi pada proses penyebaran informasi tentang implementasi

mekanisme REDD+ di tataran internasional pada masa selanjutnya.

Page 23: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

49

1.3 Australia dan Komitmen terhadap Perubahan Iklim

Tanggal 9 Maret 1950, P.C. Spender, yang waktu itu menjabat sebagai

Menteri Luar Negeri Australia menyatakan bahwa,

“Politik luar negeri sesuatu negeri pertama-tama dan selamanya harus

memperhatikan situasi geografis negeri tersebut. [Dan] kepentingan

kita pertama-tama dan selamanya adalah bagaimana mengamankan

tanah air kita, dan menjaga perdamaian di kawasan yang secara

geografis melingkungi negara kita.”71

Berdasarkan pernyataan dari Menteri Luar Negeri Australia tersebut, dengan

jelas ditegaskan bahwa dalam menentukan politik luar negeri, sebuah negara juga

mempertimbangkan letak geografis negara. Ditinjau dari letak geografisnya,

Australia berada di antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik. Sedangkan negara yang memiliki letak paling dekat dengan Australia

adalah Indonesia.72 Hubungan kedekatan antara Indonesia dan Australia sudah

terjalin sejak sebelum Indonesia merdeka. Walaupun hubungan keduanya hanya

sekadar mengetahui nama dan keberadaan, namun ternyata Australia merupakan

negara yang berada di posisi terdepan mendukung Indonesia saat memperjuangkan

kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda.73 Hubungan antara kedua negara

71 Hilman Adil, 1997, Kebijaksanaan Australia terhadap Indonesia 1962-1966: Studi Kasus

Keterlibatan Australia dalam Konflik Bilateral, Jakarta: Centre for Strategic and International

Studies (CSIS), hal. 2. 72 Trifia Astutik, 2015, Buku Pintar Atlas Indonesia-Dunia, Surabaya: Media Pustaka. 73 Dukungan masyarakat Australia bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia ikut berperan dalam

menghalangi kembalinya kolonialisme Belanda, dan menarik perhatian dunia terhadap

persengketaan yang sedang berlangsung, serta turut menciptakan kesempatan bagi

terkonsolidasinya Republik Indonesia. Setelah penolakan orang-orang Indonesia untuk bekerja

bagi Belanda, buruh-buruh Australia melakukan aksi unjuk rasa dengan memberikan bantuan

kepada Indonesia. Ribuan orang Indonesia yang menolak bekerja untuk Belanda mendapat

pelayanan yang baik dari rakyat Australia dan direpatriasi ke Wilayah Republik dengan bantuan

sepenuhnya dari Pemerintah Australia. Baca lebih lanjut pada Martino O’Hare & Anthony Reid,

1995, Australia dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (Australia & Indonesia’s Struggle for

Independence), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 67.

Page 24: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

50

tersebut mengalami pasang surut, namun beruntung keduanya tidak sampai

menimbulkan konflik bersenjata.74

Australia merupakan negara yang memegang teguh kebijakan

developmentalis, di mana kebijakan tersebut hanya memfokuskan pada

pertumbuhan ekonomi tanpa mempedulikan kesejahteraan manusia, martabat

manusia, serta integritas ekologi. Australia dalam kesejahteraan ekonomi

negaranya telah bergantung pada energi. Baik Partai Buruh maupun Partai Liberal,

keduanya telah memperluas sektor bahan bakar energi dengan meniadakan

hambatan ekspor dan mendukung pemerintahan lain untuk membuka pasar bagi

ekspor energi Australia.

Melihat ketergantungan Australia terhadap energi, kemunculan isu perubahan

iklim menjadi tantangan politik tersendiri bagi negeri kangguru tersebut. Perdana

Menteri (PM) Australia ke-25 John Howard yang memimpin Australia selama 11

tahun (11 Maret 1996-3 Desember 2007) melakukan reformasi pada Australia

dengan kebijakan yang bertumpu pada pengenalan pajak barang dan jasa. Pada

masa pemerintahannya, Australia menjalankan kebijakan developmentalis dengan

sangat ketat. PM. Howard menolak meratifikasi Protokol Kyoto karena khawatir

akan mengganggu kemakmuran ekonomi Australia. PM Howard berasumsi

meskipun Australia ikut serta dalam melakukan upaya reduksi emisi GRK hingga

mencapai 0, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan pada perubahan iklim

74 Julius Siboro, 2012, Sejarah Australia, Yogyakarta: Penerbit Ombak, hal. 136.

Page 25: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

51

global karena negara penghasil emisi terbesar yakni Amerika Serikat tidak

melakukan upaya yang sama.75

Masa kepemimpinan PM Howard yang cukup lama, akhirnya memasuki

masa di mana masyarakat jenuh dengan kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkannya. Salah satu kebijakan yang membuat masyarakat Australia kecewa

adalah keengganan PM Howard untuk meratifikasi Protokol Kyoto. Hal tersebut

berbanding terbalik dengan keinginan masyarakat Australia untuk meratifikasi

protokol tersebut karena perubahan iklim sudah memunculkan dampak yang

merisaukan seperti peningkatan suhu bumi dan kemunculan penyakit-penyakit

baru.76

Estafet kepemimpinan di Australia terus berlanjut, reformasi pemerintahan

berikutnya berlangsung pada tahun 2007. Kevin Rudd dari Partai Buruh Australia

memenangkan pemilu dengan memberikan harapan baru bagi masyarakat untuk

menuju Australia yang lebih baik. Kemenangan yang diperoleh PM Rudd adalah

berkat usaha kampanye yang mengangkat isu terkini di Australia, yakni tentang

masalah air, lingkungan, dan perubahan iklim.77 Komitmen tersebut ditunjukkan

melalui pernyataan kampanye PM Rudd yang mengatakan bahwa:

I am determined to make Australia part of the global climate change

solution – not just pasrt of the global climate change problem. And I

want Australia to be a leader in the global negotiations on climate

75 Dwi Ana Wiyatiningrum (11406241018), 2015, Hubungan Bilateral Indonesia-Australia Pada

Masa Perdana Menteri Kevin Rudd (2007-2013), Skripsi, Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas

Negeri Yogyakarta, hal. 30, diakses dalam

http://eprints.uny.ac.id/22748/1/skripsi%20dwi%20ana%2011406241018.pdf (19/8/2016, 07:55

WIB). 76 Ibid., hal. 33. 77 Ibid., hal. 43.

Page 26: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

52

change – rather than Australia being excluded from the negotiating

table.78

Hari pertama pemerintahan, PM Rudd membentuk Department of Climate

Change yang diawasi oleh menteri untuk urusan perubahan iklim dan air.

Kebijakan mitigasi perubahan iklim berorientasi pada go public. Kemudian pada

bulan Maret 2007, PM Rudd juga mengadakan acara one-day climate summit di

Parliament House.79

Kepemimpinan PM Rudd membawa Australia menjadi negara yang lebih

terbuka dalam mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan perubahan

iklim. Australia yang sebelumnya lebih sering melakukan negosiasi pada level

bilateral dan regional, menjadi lebih terbuka untuk melakukan negosiasi pada

level global. Beberapa kebijakan mengenai isu perubahan iklim mulai ditawarkan

Australia kepada dunia internasional seperti usulan untuk melakukan

pembentukan Emission Trading Scheme (ETS). ETS adalah target Australia untuk

mereduksi emisi negaranya sebesar 60% dengan jangka waktu sampai tahun 2010.

Selanjutnya, Australia juga berinvestasi sebesar $500 juta AUD di bidang energi

terbaharukan dan batu bara hijau (clean coal). Selanjutnya juga melakukan

peningkatan proporsi listrik yang disuplai dari sumber daya yang dapat

diperbaharui.80

78 Ibid., hal. 13. 79 Santi Setiawati, Academia.edu, Kepentingan Australia Dibalik Ratifikasi Protokol Kyoto (2007-

2010), Universitas Brawijaya, Prodi Hubungan Internasional, hal. 3 diakses dalam https://www.

academia.edu/4343816/KEPENTINGAN_AUSTRALIA_DIBALIK_RATIFIKASI_PROTOKOL

_KYOTODIPLOMASI_LINGKUNGAN_AUSTRALIA_PADA_MASA_PEMERINTAHAN

(6/12/2016, 08:12 WIB). 80 Ibid.

Page 27: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

53

Setelah kepemimpinan PM Rudd, untuk pertama kalinya Australia ikut

melibatkan diri dalam konferensi perubahan iklim. Perwakilan Delegasi Australia

Howard Damsey pada COP 13 tahun 2007 di Bali menyampaikan niatan Australia

untuk ikut serta dalam upaya penanganan perubahan iklim. Oleh sebab itu,

langkah awal yang akan dilakukan Australia adalah ikut meratifikasi Protokol

Kyoto. Howard Damsey dalam kesempatan tersebut berpidato bahwa, “Dengan

terpilihnya Kevin Rudd, Australia dengan ini menyatakan untuk menandatangani

Protokol Kyoto”.81

Ratifikasi Protokol Kyoto oleh Australia dilakukan pada tanggal 3

Desember 2007 yang kemudian diturunkan dalam perundang-undangan domestik.

Turunan perundang-undangan yang dimaksud adalah undang-undang mengenai

air yaitu Water Act 2007, Water Amandement Act 2008, dan Water Regulations.82

Water Act 2007 mulai dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2008 yang berorientasi

pada manajemen air di Australia. Isi pokok dari undang-undang tersebut antara

lain:

1. Menetapkan Murray-Darling Basin Authority (MDBA) untuk memastikan

bahwa sumber daya air dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.

2. Mengharuskan MDBA untuk mempersiapkan rencana strategis untuk

pengelolaan air terpadu dan berkelanjutan di Teluk Murray-Darling.

81 Farid Rusdi, Okezone News, Aplaus 3 Menit Sambut Komitmen Aussie Teken Protokol Kyoto,

diakses dalam http://news.okezone.com/read/2007/12/03/18/65468/aplaus-3-menit-sambut-

komitmen-aussie-teken-protokol-kyoto (6/12/2016, 10:14 WIB). 82 Santi Setiawati, Op.Cit., hal. 11.

Page 28: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

54

3. Menetapkan Commonwealth Environmental Water Holder untuk

melindungi dan mengelola aset di Teluk Murray-Darling dan di luar wilayah

teluk yang masih dikuasai oleh persemakmuran Australia.

4. Membentuk Australia Competition and Consumer Commission (ACCC)

dengan peran kunci dalam mengembangkan dan menegakkan barga air dan

aturan pasar air sepanjang kesepakatan National Water Initiative.

5. Memberikan fungsi informasi mengenai air kepada Biro Meteorologi yang

merupakan perluasan dari fungsi sebelumnya di bawah Meteorology Act

1995.83

Pada Desember 2008, Water Act 2007 kemudian diamandemen oleh Water

Amendment Act 2008 dengan pokok dari undang-undang sebagai berikut:

1. Fungsi Murray-Darling Basin Commission dialihkan ke Murray-Darling

Basin Authority. Badan tersebut bertanggung jawab untuk mengawasi

perencanaan sumber daya air di Teluk Murray-Darling.

2. Kekuasaan ACCC diperpanjang untuk menentukan dan mengakreditasi

pengaturan bagi semua biaya air di area non-perkotaan.

3. Memungkinkan Basin-Plan untuk melakukan pengaturan untuk memenuhi

kebutuhan krisis air.84

Langkah selanjutnya, Australia mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang

berhubungan dengan perubahan iklim yang didasarkan pada tiga pilar kebijakan

yaitu:

83 Ibid., hal. 11-12. 84 Ibid., hal. 12.

Page 29: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

55

1. Mitigasi: untuk menurunkan emisi GRK Australia.

2. Adaptasi: untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim yang tidak dapat

ditanggulangi.

3. Solusi global: untuk membantu mendorong respon bersama antar bangsa.85

1.4 Kerangka Kerja Sama IAFCP

Menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara adalah kepentingan

nasional Indonesia yang tidak bisa dikesampingkan. Kerentanan Indonesia sebagai

negara kepulauan terhadap dampak perubahan iklim telah melahirkan komitmen

untuk memerangi isu tersebut. Upaya yang dilakukan salah satunya dengan

menjalin kemitraan IAFCP untuk menurunkan emisi dengan melestarikan hutan

Indonesia melalui DA-REDD+. Tujuan yang akan dicapai selama kemitraan

berlangsung tercatat dalam kerangka kemitraan IAFCP.

Indonesia dan Australia menandatangani kerangka kemitraan IAFCP pada

13 Juni 2008 di Jakarta. Indonesia diwakili oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono dan Australia diwakili oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.86 IAFCP

akan mendukung penyediaan program dan kegiatan untuk mengurangi emisi GRK

akibat deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Kemitraan tersebut fokus

pada tiga tujuan utama87, yaitu:

85 Ibid., hal. 13. 86 Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership, diakses dalam http://dfat.gov.au (23/6/2016,

02:06 WIB). 87 Factsheet, 2013, Kalimantan Forests and Climate Partnership, hal.2.

Page 30: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

56

1. Penurunan Emisi GRK dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

Tudingan terhadap Indonesia sebagai negara dengan tingkat emisi yang

tinggi tidak bisa terbantahkan. Peningkatan jumlah emisi yang disebabkan oleh

deforestasi menjadi salah satu penyebab utama. Namun fenomena bahwa

Indonesia memiliki hutan terbesar ketiga di dunia juga tidak bisa dipungkiri ikut

menjadi alasan tingkat emisi yang besar dibanding dengan negara yang memiliki

hutan kecil atau bahkan tidak memiliki lahan hutan sama sekali.

Indonesia masuk dalam kategori negara berkembang sehingga belum

memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi negaranya. Namun, dampak

perubahan iklim yang terus mengancam kelangsungan kehidupan lingkungan dan

manusia di bumi membuat Indonesia berkomitmen untuk mengatasi perubahan

iklim bersama dengan masyarakat internasional. Indonesia melalui kemitraan

IAFCP dalam proyek KFCP melaksanakan beragam program untuk menekan

peningkatan emisi akibat deforestasi di Indonesia. Setiap tahun, jumlahan emisi

akan dipantau dan dihitung untuk mengetahui perkembangan dari program yang

diselenggarakan.

2. Uji Coba Penerapan REDD+ di Indonesia

Proyek yang akan dilaksanakan dalam IAFCP adalah KFCP. KFCP

merupakan kegiatan uji coba REDD+ skala besar yang paling maju di Indonesia.

Proyek tersebut menggunakan lokasi seluas 120.000 hektar yang terletak di

sebagaian wilayah bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar di

Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Lokasi proyek terdiri dari hutan rawa

Page 31: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

57

gambut dan lahan gambut yang terdegradasi karena pengeringan dan deforestasi

tahun 1990.

Adanya uji coba yang dilakukan dalam kemitraan tersebut digunakan untuk

membuktikan bahwa REDD+ bisa diterapkan dan dipraktikkan dengan

pendekatan yang adil dan efektif guna mendemonstrasikan penurunan emisi hutan

rawa gambut, mendemonstrasikan estimasi emisi dari hutan rawa gambut,

mendemonstrasikan opsi-opsi pembagian manfaat, dan mendukung institusi-

institusi REDD+ di tingkat lokal.

Pemanfaatan dari proyek uji coba REDD+ tersebut tidak berhenti sampai di

situ. Pengalaman uji coba REDD+ yang telah dilakukan di Indonesia melalui

kemitraan IAFCP akan disampaikan pada forum-forum internasional. Tujuannya

adalah untuk membagikan pengalaman Indonesia dalam mempraktikkan skema

REDD+ sekaligus untuk menampung masukan demi penyempurnaan mekanisme

REDD+.

3. Pembangunan Kapasitas Indonesia

Proses uji coba dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, di mana sudah

mulai dirancang oleh pihak yang bersangkutan pada tahun 2008. Hasil yang

didapatkan akan digunakan para pembuat kebijakan untuk merancang kerangka

kelembagaan dan tata kelola yang dibutuhkan untuk mendukung fondasi

pelaksanaan REDD+ di Indonesia. Kemitraan IAFCP akan mendukung

pengembangan kebijakan Indonesia yang berkaitan dengan hutan dan iklim

melalui bantuan teknikal dan pengetahuan yang didapat dari kegiatan uji cobanya.

Page 32: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

58

Para pembuat kebijakan di provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten

Kapuas akan dibantu untuk memahami dan mampu mengembangkan konsep

REDD+ melalui berbagai kegiatan yang digelar. Kegiatan yang dimaksud dimulai

dari pelatihan, pendataan, hasil penelitian, dan materi-materi lain dari berbagai

sumber informasi. Setelah kemitraan tersebut berakhir, maka data dan

pembelajaran selama program akan dibagikan melalui berbagai forum dan

lokakarya pemerintah daerah, nasional, bahkan forum-forum internasional.

2.4.1 Pendanaan Kemitraan IAFCP

Australia dalam kemitraan IAFCP berupaya untuk turut membantu

mengatasi dampak perubahan iklim. Peran Australia pada kemitraan yang

menggunakan skema REDD+ tersebut adalah dalam penyaluran dana dukungan

kepada Indonesia. Dana dukungan awal yang disiapkan Australia adalah sebesar

$200 juta AUD yang dikeluarkan oleh The International Forest Carbon Initiative

(IFCI). IFCI adalah lembaga inisiatif yang dikelola secara administratif oleh

Departemen Perubahan Iklim Australia (DCC) dan Australia Agency for

International Development (AusAID). Lembaga tersebut mendukung upaya-upaya

internasional untuk mengurangi emisi melalui penanganan deforestasi dan

degradasi hutan.

Tercatat total dana yang dibutuhkan Australia untuk kemitraan IAFCP

adalah $100 juta AUD. Pendanaan tersebut digunakan untuk proyek KFCP

sebesar $30 juta AUD, paket bilateral sebesar $10 juta AUD, dan sisanya sebesar

$60 juta AUD digunakan untuk mendukung upaya pengelolaan hutan Indonesia.

Page 33: BAB II KEMITRAAN INDONESIA-AUSTRALIA MENANGGAPI ISU ...eprints.umm.ac.id/36187/3/jiptummpp-gdl-marisamift-50066-3-babii.pdf · Isu lingkungan hidup semakin berkembang karena dipengaruhi

59

Pendanaan yang disiapkan Australia diserahkan kepada Indonesia secara bertahap

dengan rincian sebagai berikut. Tahap pertama, pendanaan diberikan pada bulan

Juli 2008 sebesar $10 juta AUD. Pembagian atas dana tersebut adalah $1 juta

AUD diberikan kepada The Indonesia Forest and Climate Alliane (IFCA) untuk

membantu Indonesia dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang terkait

dengan REDD+. Sebesar $3 juta AUD diberikan untuk mendukung rancangan

metodologi dan konsep REDD, kemudian $3 juta AUD berikutnya digunakan

untuk manajemen api dan lahan gambut. Selanjutnya, $2 juta AUD digunakan

untuk pemantauan dan penilaian karbon hutan. Sisanya sebesar $1 juta AUD

digunakan untuk memulai program pengelolaan.

Penyerahan pendanaan tahap kedua dilakukan pada bulan September 2008

sejumlah $30 juta AUD untuk digunakan sebagai persiapan pelaksanaan program-

program dalam KFCP. Tahap ketiga pada bulan November 2008 pendanaan yang

diberikan juga sebesar $30 juta AUD untuk digunakan sebagai persiapan

demonstrasi tahap kedua. Selanjutnya dengan nominal yang sama sebesar $30 juta

AUD pada bulan Desember 2010 diberikan untuk digunakan sebagai tambahan

dukungan pada program yang sedang berlangsung.