bab ii kajian teoritis, kerangka berpikir dan...

32
9 BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Maulana, 2009:194) Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2003:122- 123) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu (a)Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan di pelajari atau rangsangan yang di terima,(b)Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpertasikan materi tersebut secara benar, (c) Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya), (d) Analisis (analysis) adalah suatu harapan

Upload: trinhtuyen

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Hakikat Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Maulana, 2009:194)

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2003:122-

123) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu (a)Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan di pelajari atau rangsangan

yang di terima,(b)Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpertasikan materi tersebut secara benar, (c) Aplikasi (Application). Aplikasi

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi real (sebenarnya), (d) Analisis (analysis) adalah suatu harapan

10

untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen-komponen tetapi masih

dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya dengan yang

lain,(e)Sintesis (synthesis).Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (f)

Evaluasi (evaluasi). Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan untuk

melakukan identifikasi atau menilai penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek.

Pengetahuan tentang kesehatan mencakup yang di ketahui oleh seseorang

terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara

meliputi (a)Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit

dan tanda-tandanya atau gejala penyebabnya, cara penularan, cara pencegahan, cara

mengatasi dan menangani sementara), (b)Pengetahuan tentang faktor-faktor yang

terkait atau mempengaruhi kesehatan antara lain gizi makanan, sarana air bersih dan

pembuangan air limbah, (c)Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun yang tradisional. (Notoatmodjo, 2010:56)

Menurut Notoatmodjo (2003:121) pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor,yaitu (a)Pengalaman.Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman

sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas

pengetahuan seseorang, (b)Umur. Makin tua umur seseorang , maka proses-proses

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain

itu, daya ingat seseorang di pengaruhi oleh umur. Dapat di simpulkan bahwa

bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

11

yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut

kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan

berkurang,(c)Tingkat Pendidikan. Penyuluhan dapat memperluas wawasan atau

pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpenyuluhan lebih tinggi

akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas di bandingkan dengan seseorang yang

tingkat pendidikannya lebih rendah, (d) Keyakinan. Biasanya keyakinan diperoleh

secara turun-temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini

bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan yang sifatnya positif

maupun negatif, (e) Sumber informasi. Meskipun seseorang memiliki penyuluhan

yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan

seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku, (f) Penghasilan.

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang namun bila

berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli

fasilitas-fasilitas sumber informasi.

Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya maka yang dimaksud dengan

pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui manusia

tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan, informasi, gejala yang ditemui

dan diperoleh melalui pengamatan inderawi. Indikator pengetahuan dalam penelitian

ini adalah tahu, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan

mengevaluasi.

12

2.1.2 Konsep Ibu Balita

Pengertian ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Depdiknas, 2007 :

416). Ibu adalah seorang yang telah melahirkan anak. Ibu adalah sebutan untuk

wanita yang sudah bersuami. Ibu adalah panggilan lazim pada wanita yang sudah

bersuami atau belum yang umurnya lebih tua. Pengertian balita merupakan salah satu

periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita dibedakan

yaitu (a) Bayi (0-12 bulan), (b) Anak balita (13-36 bulan), (c) Anak balita (37-60

bulan).

Anak balita sebagai masa emas atau “golden age” yaitu insan manusia yang

berusia 12-59 bulan (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003). Kelompok anak

yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya

memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan (daya pikir, daya

cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio-emosional (sikap dan perilaku

agama),bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan yang sedang dilalui oleh anak tersebut (Olanndaa, 2010:231).

2.1.2 Konsep Dasar Diare

1. Definisi Diare

Diare adalah buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik di sertai lendir

dan darah maupun tidak. Diare sangat kejam, tidak peduli ibu menangis ketika

balitanya terkapar dan meninggal dunia akibat ulahnya. (Widjaja, 2004:1). Diare

adalah benda cair yang keluar dari dubur tanpa dapat di kendalikan dapat

13

digolongkan sebagai penyakit infeksi atau non infeksi dari berbagai gangguan perut

dapat akut dan juga kronis (Ronald: 2008:84). Diare adalah perubahan bentuk dan

konsistensi tinja (cair, lembek) dengan jumlah tinja empat kali atau lebih dalam 24

jam (Dinas Kesehatan Puskesmas Limboto, 2009)

Menurut Atmojo (2008: 123) bahwa diare suatu keadaan abnormal dari

frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau

penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut

Departemen Kesehatan RI, (2009: 89) bahwa diare adalah berak cair lebih dari tiga

kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada

menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita

diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Kedua

pendapat ini menunjukkan bahwa diare adalah penyakit dengan buang air besar

lembek / cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari

biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).

Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-

sering berhenti lebih dari 2 hari. Menurut Depkes (2002: 56) bahwa berdasarkan

banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat

dibedakan dalam empat katagori, yaitu : (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan

dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari berat badan, (3) Diare dengan

dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6-10 % dari berat badan, (4)

Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 10%. Mengenai

penyebab diare dikemukakan oleh Beaglehole dkk, (2007: 71) bahwa secara klinis

14

penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering

ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan

keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: 1)

Infeksi : (a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,

Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus, Camfylobacter, Aeromonas) (b)

Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus) (c) Parasit (2)

Malabsorpsi, (3) Alergi, (4) Keracunan : (a) Keracunan bahan-bahan kimia, (b)

Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi.

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain

melalui makanan /minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan

tinja penderita. Menurut Behrman et al, (2007: 91-92) bahwa beberapa perilaku

dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya

diare. Perilaku tersebut antara, lain: (a) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara

penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko

untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan

kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar, (b) Menggunakan botol

susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah

dibersihkan, (c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan

disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak, (d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah

tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah

dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar

15

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan, (e) Tidak mencuci

tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum

makan dan menyuapi anak, (f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan

benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal

sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja

binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

2. Klasifikasi diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari (1) Diare Akut yaitu

buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih

lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu

kurang dari 2 minggu, (2)Diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau

persisten dan berlangsung dua minggu atau lebih (Suharyono,2008:2)

3. Etiologi

Menurut Hassan (2007: 283-284) bahwa diare dapat di bagi dalam beberapa

faktor antara lain (1) Faktor infeksi. Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral.

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama

diare pada anak dan infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat

pencernaan. Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada

anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain : (a) Infeksi oleh

bakteri : escherichia coli, salmonella thyposa, vibrio cholerae (kolera) dan serangan

bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas, (b)

Infeksi basil (disentri), (c) Infeksi virus rotavirus, (d) Infeksi parasit oleh cacing

16

(Ascaris lumbricoides)(e) Infeksi jamur (Candida albicans,(f) Infeksi akibat organ

lain,seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. (2) Faktor malabsorbsi

dibagi menjadi dua yaitu malabsorbsi karbohidrat dan lemak. Malabsorbsi

karbohidrat pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat

menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam dan sakit

di daerah perut. Sedangkan malabsorbsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat

lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase,

mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada lipase

dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak diserap

dengan baik. (3) Faktor makanan. Makanan yang mengakibatkan diare adalah

makanan yang tercemar, basi, beracun, alergi terhadap makanan. Makanan yang

terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita, (4)

Faktor psikologis yaitu Rasa takut, cemas dan tegang. Jika terjadi pada anak dapat

menyebabkan diare kronis, tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi

pada anak yang lebih besar.

4. Manifestasi Klinis

Awalnya anak mulai cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu

makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair,mungkin

mengandung darah/lendir,warna tinja menjadi kehijau-hijauan karena tercampur

empedu dan anus sekitarnya lecet, gejala muntah terjadi sebelum atau sesudah diare.

Jika banyak kehilangan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan

17

menurun,ubun-ubun bayi besar dan cekung,tonus dan turgor kulit kurang,selaput

lendir mulut dan bibir kering. (Mansjoer, 2009 :470)

Tabel 2.1 Penentuan Derajat Dehidrasi WHO

No Tanda dan

Gejala

Dehidrasi

Ringan

Dehidrasi

Sedang

Dehidrasi berat

1

Keadaan

umum

Sadar, gelisah,

haus

Gelisah,

Mengantuk

Mengantuk, lemas,

anggota gerak dingin,

berkeringat,

kebiruan, mungkin

koma, tidak sadar

2 Denyut

nadi

Normal kurang

dari 120/menit

Cepat dan lemah

120-140/menit

Cepat , haus, kadang -

kadang tak teraba,

kurang dari 140/menit

3 Pernafasan Normal Dalam, mungkin

cepat

Dalam dan cepat

4 Ubun-

ubun besar

Normal Cekung Sangat cekung

5 Kelopak

mata

Normal Cekung Sangat cekung

6 Air mata Ada Tidak ada Sangat kering

7 Selaput

lendir

Lembab Kering Sangat kering

8 Elastisitas

kulit

Pada pencubitan

kulit secara

elastis kembali

secara normal

Lambat Sangat lambat (lebih

dari 2 detik)

9 Air seni

warnanya

tua

Normal Berkurang Tidak kencing

(Sumber :Widjaja, 2004: 2)

5. Epidemiologi

Penyebab diare di tinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan

sebagai berikut.

18

a. Host

Menurut Widjaja (2004: 12) bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi pada

balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun sistem pencernaan dalam hal

ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik dan kuman

tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi

kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul

berbagai macam penyakit termasuk diare.

b. Agen

Agen merupakan penyebab terjadinya diare sangatlah jelas yang disebabkan

oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek

yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.coli, salmonella,

vibrio cholera (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan

patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja,

2004: 4).

c. Environment

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara

penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi dalam 2 bagian utama.

(a) Lingkungan biologis (fauna dan flora di sekitar manusia): bersifat biotik:

mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang ,tumbuhan),

Vektor pembawa penyakit, Tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan

makanan, obat, dan lainnya, (b) lingkungan fisik, bersifat abiotik: yaitu udara,keadaan

tanah, geografi, (c) air, (d) zat kimia.

19

Keadaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang

mememnuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Prilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan

agent yang berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai

macam penyakit, termasuk diare. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.

Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan

risiko terjadinya diare adalah (1) Tidak memberi ASI secara penuh 4-6 bulan pada

pertama kehidupan, (2) Menggunakan botol susu, (3) Menggunakan air yang

tercemar, (4) Tidak mencuci tangan sesudah BAB dan sesudah membuang tinja atau

sebelum makan dan menyuapi anak, (5) Tidak membuang tinja(termasuk tinja bayi)

dengan benar. Faktor penjamu yang mengakibatkan kerentanan terhadap diare yaitu

(1) tidak memberikan asi sampai umur dua tahun, (2) kurang gizi, (3) campak dan (4)

imunodefiensi/imunosupresi.

6. Cara penularan

Cara penularan yaitu (a) Air (water borne disease), (b) Makanan (food borne

disease), (c) Susu (milk born disease).

Menurut Budiarto (2002: 71) bahwa secara umum faktor resiko diare pada

dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan

(tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air

limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran

pencernaan, alergi, malabsorpsi, keracunan, immuno defisiensi serta sebab-sebab lain.

Sedangkan menurut Sunoto (2008: 138) bahwa pada balita faktor risiko terjadinya

20

diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu

atau pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan

sangat tergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau

pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian

diare pada balita tidak dapat dihindari. Berkaitan dengan itu menurut Junadi,

Purnawan dkk, (2002: 215) bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya

melalui jalur fecal oral terutama karena : (1) Menelan makanan yang terkontaminasi

(makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan

kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) Kekurangan sarana

kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) Penyiapan dan penyimpanan makanan

tidak secara semestinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Noerasid dkk (2009:182)

bahwa selain beberapa faktor diatas kemungkinan penularan Diare pada balita juga

sangat dipengaruhi oleh : (a) Gizi kurang, (b) Kurang kekebalan atau menurunnya

daya tahan tubuh, (c) Berkurangnya keasaman lambung, (d) Menurunnya motilitas

usus. Penyebab diare berupa infeksi masih merupakan permasalahan yang serius di

Negara berkembang, ini dapat berupa infeksi parenteral (infeksi jalan nafas, saluran

kencing dan infeksi sistemik) serta infeksi enteral (bakteri, virus, jamur dan parasit).

Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri,

tetapai sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan

satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi,

keadaan sosial budaya serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi

oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, sistim pencernaan

21

serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor

genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan. Menurut Partawihardja (2008:

167-168) bahwa bahwa kejadian diare balita disamping dipengaruhi oleh faktor-

faktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya sebagai berikut.

1. Faktor infeksi

Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan infeksi

enteral. Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak belum

diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare secara

enteropatogen. Walaupun diakui pada umumnya bahwa enteropatogen tersebut

biasanya sangat kompleks dan dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, tempat, waktu

dan keadaan sosio ekonomi.

2. Faktor umur

Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena

semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik,

sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian diare terbanyak

menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena (a) Bayi usia 7 bulan ini

mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada

makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang), (b) Produksi

ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk bersama ASI

22

berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri anti bodi

dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

3. Faktor status gizi

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin

buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa

mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh

yang kurang. Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidaktahuan dan

penyakit. Begitu pula rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan

penyakit, keadaan sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan

penduduk rumah, penyuluhan tentang pengertian penyakit, cara penanggulangan

penyakit serta pemeliharaan kesehatan.

4. Faktor lingkungan

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana

sebagian besar penularan melalui faecal oral yang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan

serta perilaku hidup sehat dari keluarga. Oleh karena itu dalam usaha mencegah

timbulnya diare yaitu dengan melalui penyediaan fasilitas jamban keluarga yang

disertai dengan penyediaan air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan pengetahuan dan sosial ekonomi

masyarakat, karena tingkat penyuluhan dan ekonomi seseorang dapat berpengaruh

pada upaya perbaikan lingkungan.

5. Faktor susunan makanan

23

Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare disebabkan

karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu yang berupa (a) Antigen

adalah susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog sehingga dapat

berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana kondisi ketahanan lokal usus

belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul makro, (b) Osmolaritas : susunan

makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat yang memberikan

osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare, (c) Malabsorpsi :

kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak maupun protein dapat

menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi sehingga terjadi diare pada

balita, (d) Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara

mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga timbul diare.

7. Pencegahan Diare

Pencegahan diare yaitu (a) siapkan makanan secara higienis, (b) Sediakan air

minum yang bersih, (c) Cuci tangan sebelum makan, (d) Berikan ASI eksklusif

selama 6 bulan, (e) Buang air besar pada tempatnya (WC,Toilet), (f) Jangan

memberikan obat antibiotik secara tepat. (Oswari, 2009:63).

Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa cara pencegahan yang benar dan

efektif yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI, memperbaiki makanan

pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan,

menggunakan jamban, membuang tinja bayi yang benar dan memberikan imunisasi

campak. menurut Setyorogo (2008:81) bahwa usaha kesehatan dapat digolongkan

menjadi 4 macam, yaitu usaha peningkatan (promotif), usaha pencegaban (preventif),

24

usaha pengobatan (curative) dan usaha pemulihan (rehabilitasi). Usaha ini pada

dasarnya ditujukan terhadap tiga faktor, yang mempengaruhi timbulnya penyakit,

sesuai dengan pendapat John Gordon yaitu faktor penjamu (host), bibit penyakit

(agent), dan faktor lingkungan (environment). Menurut Shulman dkk (2004: 192-193)

bahwa jika keempat usaha ini dikaitkan dengan tiga faktor tersebut maka usaha yang

dapat dilakukan dalam pencegahan diare adalah sebagai berikut:

1) Terhadap faktor penjamu

Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan

masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene perorangan. Pencegahan diare pada anak

balita antara lain:

a. Imunisasi

Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak

balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti (2007:

112) bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran

hidup, (SKRT tahun 1985) menunjukan bahwa episode diare pada bayi dan. anak

balita berturut-turut masih 2,6 dan 2,2 kali per bayi/ anak per tahun, sehingga jumlah

kasus diare masih tetap sekitar 60 juta per tahun. Salah satu jalan pintas yang sangat

ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus

maupun. Bakteri adalah imunisasi. Hal ini berlaku pula untuk penyakit diare dan

penyakit gastrointestinal lainya. Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien.

25

dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada

umumnya terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan.

b. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia

dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh

bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan.

Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk

(2002: 82) bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik

susu manapun juga. Tetapi pada pertengahan abad ke- 18 berbagai pernyataan

penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan

abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air

susu sapi sebagai pengganti ASI.

ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain, susu formula atau cairan lain

disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor.

Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,

menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan

diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009: 231)

bahwa bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan.

Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil

ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat

preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang

26

dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang

baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar

terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus

pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.

Menurut Supariasa dkk, (2002: 145) bahwa pada bayi yahg tidak diberi ASI

secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30 x

lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan

botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan resiko tinggi terkena diare sehingga

mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Bertambahnya penggunaan" Pengganti ASI”

(PASI) untuk makanan bayi, terutarna di negara-negara yang sedang berkembang,

timbulah berbagai sindrom, misalnya yang dikenal dengan syndrome Jelliffe yang

terdiri dari kekurangan kalori protein tipe marasmus, monilisasi pada mulut, dan diare

karena infeksi. Hal ini disebabkan karena di negara-negara yang sedang berkembang,

tingkat penyuluhan ibu yang masih rendah, kebersihan yang masih kurang, tidak

adanya sarana air bersih, dan rendahnya keadaaan sosial ekonomi dari penduduknya.

c. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002: 137)

bahwa pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku

pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko

terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku

pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan,

27

apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman

dkk (2004: 167) bahwa ada bebarapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian

makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1) Perkenalkan makanan lunak,

ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam

makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4

x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak

dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin, (2) Tambahkan

minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan

hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran

berwarna hijau ke dalam makanannya, (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan

dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih, (4) Masak atau rebus

makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan

dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

d. Perilaku hidup bersih dan sehat

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2002: 165-166) bahwa untuk melakukan

pola prilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah

(1) Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah sudah

ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun, (2) Gizi, anggota

keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih, keluarga menggunakan air

bersih (PAM, sumur, perpipaan) untuk keperluan sehari-hari, (4) Jamban keluarga,

keluarga. buang air besar di jamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air

yang di minum dimasak terlebih dulu, (6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7)

28

Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian

peralatan menggunakan sabun, (9) Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan, (10)

Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Memberantas sumber penularan penyakit,

baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir

penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum maupun

di lingkungan rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat

memperbaiki dan memelihara kesehatan, (3) Terhadap faktor lingkungan. Mengubah

atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga faktor-faktor yang tidak baik

dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.

8. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diare menurut Depkes RI antara lain dengan rehidrasi,

nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi. Diare cair membutuhkan pengganti cairan dan

elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan

jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya

cairan yang hilang melalui keringat,urin,pernafasan dan ditambah dengan banyaknya

cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah

ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan

umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk

menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare

akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi

gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera

diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup

29

energi dan protein, makanan tidak merangsang , makanan diberikan bertahap mulai

dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi

sering.

Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai

kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c)

Medikamentosa. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-

obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium,

adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan

kloropomazin.

Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi

tiga yakni rencana pengobatan A, B dan C yang diuraikan sebagai berikut.

a. Rencana Pengobatan A

Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,

meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare

lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang.

Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur

Umur (Tahun) 3 jam pertama atau tidak haus atau

sampai tidak gelisah lagi

Selanjutnya tiap kali

mencret

<1 1 ½ gelas ½ gelas

1-5 3 gelas 1 gelas

>5 6 gelas 2 gelas

(Dinas Kesehatan Puskesmas Limboto, 2009)

b. Rencana Pengobatan B

30

Di gunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang,

dengan cara: 3 jam pertama, diberikan 75ml/kg BB. Berat badan anak tidak diketahui,

berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:

Tabel 2.3 Jumlah oralit yang diberikan pada 3 Jam Pertama

Umur <1 Tahun 1-5 Tahun >5Tahun

Jumlah oralit 300ml 600ml 1200ml

(Departemen Kesehatan RI, 2004)

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk

meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan

juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan

penilaian, kemudian pilih rencana A, B, C untuk melanjutkan.

c. Rencana pengobatan C

Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat.

Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah

cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan

pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

9. Penanganan Diare

Hal pertama yang harus di perhatikan dalam penanggulangan diare adalah

masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera

diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi anak-anak dan balita. Bagi penderita

diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan

cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi

kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali (refeedig) sebab selama

31

diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan kehilangan nafsu makan

dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau muntah dan peningkatan

metabolisme selama sakit. (Sitorus, 2008:88)

2.1 Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Penyuluhan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan karena keduanya

berorientasi pada perubahan perilaku yang diharapkan yaitu perilaku sehat, sehingga

mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan

kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya. Menurut Azwar (1996: 78) bahwa

penyuluhan kesehatan adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat sadar, tahu dan

mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya

dengan kesehatan. Menurut Effendy (2008: 81) mengatakan badan penyuluhan

kesehatan adalah gabungan dari sebagian kegiatan dan kesempatan yang

berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu,

keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu

bagaimana caranya dan melakukan apa yang bias dilakukan secara perseorangan

maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.

Adapun tujuan penyuluhan kesehatan adalah (1) Tercapainya perubahan

perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku

sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal, (2) Terbentuknya perilaku sehat dan individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental

32

dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Menurut WHO

(dalam Effendy, 2008 : 56) tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah

perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

Sasaran penyuluhan kesehatan adalah (1) Individu yaitu Individu yang

mempunyai masalah keperawatan dan kesehatan, yang dapat dilakukan di rumah

sakit, klinik, puskesmas, rumah bersalin, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat

binaan, (2) Keluarga. Keluarga binaan yang memiliki masalah kesehatan, dan

keperawatan yang tergolong dalam keluarga resiko tinggi, diantaranya adalah anggota

keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan kondisi social ekonomi

dan penyuluhan yang rendah, keluarga dengan masalah sanitasi lingkungan yang

buruk, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan jumlah keluarga

yang banyak diluar kemampuan kapasitas keluarga, (3) Kelompok. Kelompok-

kelompok khusus yang menjadi sasaran dalam penyuluhan kesehatan adalah

kelompok ibu hamil, kelompok yang memiliki balita, kelompok yang memiliki

pasangan usia subur dengan resiko tinggi kebidanan, kelompok rawan (poksila,

wanita tunasila, remaja terlibat narkoba), (4) Masyarakat. Masyarakat binaan

puskesmas, masyarakat nelayan dan pedesaan.

Hasil yang diharapkan dari penyuluhan kesehatan adalah terjadinya perubahan

pengetahuan, sikap dan perilaku diri individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

untuk dapat menanamkan prinsip-prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari

untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tempat penyelenggaraan yaitu (a)

didalam institusi pelayanan, (b) di masyarakat.

33

Ruang lingkup penyuluhan kesehatan dilihat dari berbagai dimensi antara lain

(1) Dimensi sasaran yaitu (a) Penyuluhan kesehatan individual, dengan sasaran

individu, (b) Penyuluhan kesehatan kelompok, dengan sasaran kelompok, (c)

Penyuluhan kesehatan masyarakat, dengan sasaran masyarakat luas. (2) Dimensi

tempat pelaksanaannya yaitu (a) Penyuluhan kesehatan sekolah, dilaksanakan di

sekolah dengan sasaran murid, (b) Penyuluhan kesehatan di rumah sakit dilakukan di

rumah sakit, dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di puskesmas dan

sebagainya, (c) Penyuluhan kesehatan ditempat-tempat kerja, dengan sasaran buruh

atau karyawan yang bersangkutan. (3) Dimensi tingkat pelayanan. Penyuluhan

kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of

prevention) dari level and Clark sebagai berikut : (a) Promasi kesehatan (Health

Promotion), (b) Dalam tingkat ini penyuluhan kesehatan diperlukan misalnya dalam

peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene

perseorangan, (c) Perlindungan khusus (specific protection) yaitu Dalam program

imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini penyuluhan kesehatan

sangat diperlukan di negara- negara berkembang, (d) Diagnosis dini dan pengobatan

segera (early diagnosis and prompt treatment). Dikarenakan rendahnya pengetahuan

dan kesadaran masyarakat tenteng kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat

tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan

sempurna dapat menyebabkan orang tersebut cacat atau ketidakmampuan, (e)

Pembatasan cacat (disability limitation), (f) Rehabilitasi (rehabilitation)

(Notoatmodjo, 2003:23)

34

Prinsip pokok penyuluhan kesehatan adalah proses kegiatan belajar. Didalam

kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yaitu persoalan masukan (input),

proses, dan persoalan keluaran (output). Metode penyuluhan kesehatan yaitu (1)

Metode penyuluhan individual (Perorangan). Dalam penyuluhan kesehatan, metode

penyuluhan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau

seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.

Bentuk pendekatan ini adalah (a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and

concling), (b) Interview (wawancara), (2) Metode penyuluhan kelompok. Bentuk

pendekatan ini adalah (1) Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari

15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain.

a. Persiapan

Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi dari

yang diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan (a)

Mempelajari materi dengan sistematik yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam

diagram atau skema, (b) Menyiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya makalah

singkat, slide, transparan, sound sistem dan lain-lain.

b. Pelaksanaan

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah

tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam

arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut (a) Sikap dan

penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersika ragu-ragu dan gelisah, (b) Suara

hendaknya cukup jelas dan keras, (b) Pandangan harus tertuju keseluruh peserta

35

ceramah, (c) Berdiri didepan (dipertengahan), tidak boleh duduk, (d) Menggunakan

alat-alat Bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin.

Alat bantu dan media penyuluhan kesehatan yang alat bantu penyuluhan adalah

alat-alat yang digunakan oleh penyuluhan dalam menyampaikan bahan penyuluhan

atau pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi

untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan pengajaran.

(Notoatmodjo, 2003:12). Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa

pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca

indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin

banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Elgar

Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 macam (1) kata-kata (2) tulisan,

(3) rekaman, radio, (4) film, (5) televisi, (6) pameran, (7) fiel trip, (8) demonstrasi,

(9) sandiwara (10) benda tiruan, (11) benda asli.

Secara terperinci manfaat alat bantu penyuluhan antara lain (1) Menimbulkan

minat sasaran pendidikan, (2) Mencapai sasaran yang lebih banyak, (3) Membantu

mengatasi hambatan bahasa, (4) Merangsang sasran penyuluhan untuk melaksakan

pesan-pesan kesehatan, (5) Membantu sasaran penyuluhan untuk belajar lebih banyak

dan cepat, (6) Merangsang sasaran penyuluhan untuk meneruskan pasan-pasan yang

diterima kepada orang lain, (7) Mempermudah penyampaian bahan penyuluhan atau

informasi oleh para pendidik atau pelaku pendidik, (8) Mempermudah penerimaan

informasi oleh sasaran pendidikan, (9) Mendorong keinginan orang untuk

36

mengetahui, kemudian lebih mendalam dan akhirnya memberikan pengertian yang

lebih baik, (10) Membantu menegakan pengertian yang diperoleh.

Media penyuluhan masyarakat pada hakikatnya adalah alat Bantu

penyuluhan (AVA). Media penyuluhan kesehatan merupakan saluran (channe) untuk

menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat tersebut digunakan untuk

mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat.

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media),

media ini dibagi menjadi 3, yaitu : (1) Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan

pesan-pesan sangat bervariasi antara lain (a) Booklet adalah suatu media untuk

menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun

gambar, (b) Leaflet adalah adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan

kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat

maupun gambar atau kombinasi, (c) Flyer (Selebaran) adalah seperti leaflet tetapi,

tidak dalam bentuk lipatan, (d) Flip Chart (lembaran balik) adalah media

penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik.

Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar halaman berisi gambaran peragaan

dan baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar

tersebut, (e) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai

bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

(f) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan,

yang biasanya ditempelkan ditembok-tembok, ditempat-tempat umum atau

dikendaraan umum, (7) Foto yaitu sesuatu yang menggungkapkan informasi-

37

informasi kesehatan. (2) Media elektronika sebagai alat untuk menyampaikan pesan-

pesan atau informasi kesehatan jenisnya berbeda-beda, antara lain televisi, radio,

video, slide dan film strip. (3) Papan (bill borard) yang dipasang ditempat-tempat

umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

Media papan ini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang

ditempel pada kendaraan umum (bus dan taksi).

Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya maka yang dimaksud dengan

penyuluhan kesehatan dalam penelitian ini adalah kegiatan penyuluhan yang

dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga

masyarakat sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan suatu

anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Kegiatan penyuluhan meliputi

persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan merupakan satu hasil belajar dalam domain kognitif tentang suatu

materi, gejala atau peristiwa tertentu. Pengetahuan merupakan hasil aktifitas mental

yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan sehingga menghasilkan

perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Ibu yang memiliki kesadaran akan bahaya penyakit diare terhadap anaknya

karena adanya pengetahuan tentang dampak diare. Pengetahuan ibu tentang penyakit

diare merupakan hasil dari rasa tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah bahaya penyakit diare.

38

Pengetahuan ibu tentang penyakit diare merupakan sejumlah informasi yang

berkaitan dengan dampak bahaya penyakit diare bagi kelangsungan kehidupan

anaknya dengan melakukan pencegahan dan mengatasi segala hal yang menimbulkan

efek negatif. Seorang ibu yang memiliki ibu tentang penyakit diare selalu berupaya

agar anaknya terbebas dari keadaan sakit, termasuk penyakit menular atau infeksi

disebabkan oleh mikroba, sehingga mengkonsmusi bahan makan dalam keadaan

higiene.

Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku dikalangan

masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi

tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan

kesejahteraannya. Penyuluhan kesehatan masyarakat (public health education), yaitu

suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,

kelompok atau individu. Melalui penyuluhan kesehatan akan diperoleh sejumlah

adanya pesan atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang

lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap

perilakunya dalam menjaga dan memelihara anaknya dari penyakit diare dan bahkan

melakukan pengobatan jika anaknya menderita penyakit diare. Dengan kata lain,

dengan adanya penyuluhan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan

perilaku sasaran.

Penyuluhan kesehatan juga merupakan suatu proses, dimana proses tersebut

mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses

penyuluhan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan penyuluhan yakni perubahan

39

perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu

proses penyuluhan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya,

pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau alat peraga

pendidikan. Agar dicapai suatu hasil optimal, maka faktor-faktor tersebut harus

bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran

pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus

disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu penyuluhan disesuaikan. Untuk

sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran

individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan

sebagainya.

Sesuai uraian di atas maka diduga penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh

terhadap pengetahuan ibu tentang penyakit diare anak balita. Semakin tinggi aktivitas

serang ibu dalam mengikuti penyuluhan kesehatan maka diduga akan memiliki

banyak informasi atau pengetahuan tentang penyakit diare. Sebaliknya semakin

rendah aktivitas seorang ibu dalam kegiatan penyuluhan kesehatan maka diduga akan

memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyakit diare.

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep dari penelitian ini

digambarkan sebagai berikut.

Independen Dependen

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Penyuluhan

Kesehatan

Pengetahuan Ibu tentang Penyakit

Diare

40

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengetahuan ibu

tentang penanganan penyakit diare pada balita sebelum dan sesudah pelaksanaan

penyuluhan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Global Limboto Kabupaten

Gorontalo.