bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1 -...

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). 2.1.2 Tingkatan Pengetahuan Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

Upload: hanhan

Post on 03-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Pengetahuan (Knowledge)

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Apikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru

f. Evaluasi (Evalution)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek

(Notoatmodjo, 2003).

2.1.3 Tindakan Keperawatan oleh Perawat

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk

mengetahui perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang

harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan

(Doenges et al, 1999).

Alfaro (1994) dalam Carpenito (2000) menyatakan bahwa

komponan implementasi dari proses keperawatan meliputi penerapan

keterampilan yang perlu implementasi intervensi keperawatan.

Keterampilan dan pengetahuan perlu untuk implementasi yang biasanya

difokuskan pada :

1. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.

2. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi

masalah baru atau mamantau status atau masalah yang ada.

3. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh

pengetahuan baru mangenai kesehatan mereka sendiri atau

penatalaksanaan penyimpangan.

4. Membantu klien membuat keputusan tantang perawatan kesehatan

dirinya sendiri.

5. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya

untuk memperoleh arahan yang tepat.

6. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan,

mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan.

7. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri.

8. Membantu klien untuk mengidentifikasi resiko, atau masalah dan

menggali pilihan yang tersedia.

2.2 Tinjauan Umum tentang Perawat

2.2.1 Pengertian Perawat

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka

pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang telah

lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2.2.2 Peran Perawat

a. Peran Perawat sebagai pelaksana

Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai :

1) Comforter

yaitu perawat berusaha memberikan kenyamanan dan

rasaaman pada klien.

2) Protector dan advocat

yaitu perawat dapat melindungi dan menjamin agarhak dan

kewajiban klien terlaksana dengan seimbang dalam

memperolehpelayanan kesehatan.

3) Communicator

yaitu perawat dapat bertindak sebagai mediator antaraklien

dengan anggota tim kesehatan lainnya.

4) Rehabilitator

yaitu berhubungan erat dengan tujuan pemberian

asuhankeperawatan yaitu mengembalikan fungsi organ atau

bagian tubuh agarsembuh dan dapat berfungsi secara normal.

b. Peran Perawat sebagai Pendidik

Perawat dapat mendidik individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakatserta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang

berada dibawah tanggung jawabnya. Peran tersebut dapat berupa

penyuluhan kesehatan kepada klien,maupun bentuk desiminasi ilmu

kepada peserta didik keperawatan, antara sesamaperawat atau tenaga

kesehatan yang lain.

2.2.3 Tujuan Asuhan Keperawatan

Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:

1. Membantu individu untuk mandiri

2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang

kesehatan

3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara

kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam

memelihara kesehatannya

4. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal

2.2.4 Fungsi Proses Keperawatan

1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi

tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan

keperawatan .

2. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan

pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan

efisien.

3. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang

optimal sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang

kesehatan.

2.3 Tinjauan Umum tentang Stroke

2.3.1 Pengertian Stroke

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi

otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak

(Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal

timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/

atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap

gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau

terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan

sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan

pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral

sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara

mendadak.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

1. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu

perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat

anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah,

pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non

haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke

trombotik (Wanhari, 2008).

2. Stroke Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang

terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,

gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,

2008).

2.3.2 Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah

satu empat kejadian yaitu:

1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau

leher.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa

ke otak dari bagian tubuh yang lain.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian

suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau

permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,

riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok,

penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit

meningkat.

2.3.3 Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang

terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel

dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit

(non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri

serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau

cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan

sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,

selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

jaringan otak.

4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit

perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan

melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan

cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area

dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai

pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-

jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks

akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,

penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta

arteriole.

2.3.4 Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan

gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau

tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau

pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau

kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang

jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-

kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,

ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap

kandung kemih.

2.3.5 Pencegahan Stroke

1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.

2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah

kegemukan)

3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi

2.3.6 Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah

1. Berobat secara teratur ke dokter

2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa

petunjuk dokter

3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan

kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh

4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah

5. Bantu kebutuhan klien

6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihn fisik

7. Periksa tekanan darah secara teratur

8. Segera bawa klien ke dokter atau ke rumah sakit jika timbul tanda dan

gejala stroke

2.3.7 Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya di lakukan persistem (

B1 – B6 ) dengan fokus pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fisik pada

pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan di hubungkan dengan keluhan –

keluhan dari klien.

Keadaan Umum

1. B1 (Breathing)

Infeksi di dapatkan klien batuk, penigkatan produksi sputum, sesak

nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi

pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada

klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun yang sering di dapatkan pada klien stroke dengan

penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat

kesadaran compos mentis pada pengkajian insfeksi pernafasan

tidak ada kelainan. Palpasi thoraks di dapatkan taktil premitus

seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi nafas

tambahan.

2. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler di dapatkan renjatan (Syok)

hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya

terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >

200 mmHg.

3. B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area

yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder

atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik

sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan

lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

2.3.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat

maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi

dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam

pembentukan thrombus dan embolisasi.

2.3.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &

Bare (2002) adalah:

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah

adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen

yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan

mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat

diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah

jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat

(cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan

memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim

perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral

dan potensi meluasnya area cedera.

3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi

atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan

menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan

aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung

tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia

dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.3.10 Perdarahan

1. Perdarahan intraserebral karena hipertensi

2. Perdarahan subaraknoid

3. Ruptur anurisma

4. Arteri venous malformation

5. Hipokoagulasi

2.3.11 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat

dilakukan pada penyakit stroke adalah:

1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/

ruptur.

2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan

adanya infark.

3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada

thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack)

atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan

yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik

subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total

meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses

inflamasi.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang

mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan

pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah

yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna

terdapat pada thrombosis serebral.

2.3.12 Asuhan keperawatan

Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan

keperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan

keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari

pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon

biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana

tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk

menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada

tujuan rencana perawatan klien dengan stroke.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat

dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan

data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien

tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta

memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk,

1999).

Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999)

adalah :

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa

mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).

Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi

kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat

kesadaran.

b. Sirkulasi

Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi

postural.

Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/

malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c. Integritas Ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d. Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih

Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

e. Makanan / Cairan

Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,

kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya

riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda: kesulitan menelan, obesitas.

f. Neurosensori

Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang

sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,

gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada

tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah

terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan,

kejang.

g. Kenyamanan / Nyeri

Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada

otot.

h. Pernafasan

Gejala: Sering merokok

Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,

timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i. Keamanan

Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi

terhadap

orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan

berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,

gangguan dalam memutuskan.

j. Interaksi Sosial

Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian

kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan

perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara

mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik

pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi

(Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang

akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu

mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,

membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,

merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih

diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan

pada klien dengan Stroke (Doenges) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Edema

serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan,

parestesia

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan

neuromuskuler

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Perubahan resepsi

sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan

neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan

kontrol/ koordinasi otot

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan Perubahan biofisik,

psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan Kerusakan

neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan

dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi,

kurang mengingat.

3. Perencanaan

Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana

tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan

dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut

(Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam

menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam

memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah

ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan

prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan

merumuskan intervensi keperawatan.

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu

spesific (khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat

diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria

hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan

dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan

komponen pernyataan kriteria hasil.

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan

Stroke ( Doenges) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: Perubahan perfusi jaringan

serebral berhubungan dengan oedema serebral.

1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah

2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital

stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :

a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala

koma glascow Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan

pada tingkat kesadaran.

b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak

yang konstan.

c) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat

meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam

posisi anatomis (netral).

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan

drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral

dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

b. Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik

berhubungan dengan kelemahan.

1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum

2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal,

meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,

mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat

memberikan informasi bagi pemulihan

b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia

jaringan.

c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada

semua ekstremitas

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur.

d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan

dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit

tidak menjadi lebih terganggu.

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan

resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk

menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan

tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal

berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat

dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat

dan keluarga

Intervensi:

a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan

indikator dari derajat gangguan serebral

b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

sensorik

c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda

tersebut

Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

motorik

d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa

isyarat)

Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk

menyampaikan isi pesan yang dimaksud

e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan

terapi.

d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi

berhubungan dengan stress psikologis.

1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.

2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi

perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.

Inttervensi :

a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,

tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan

kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap

keseimbangan.

b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien

suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.

d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan

menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan

membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.

e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan

kalimat yang pendek.

Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam

rentang perhatian atau masalah pemahaman.

e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan

dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan

ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan

personal hygiene secara minimal

Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan

keluarga membantu dalam perawatan diri

b) Bantu klien dalam personal hygiene.

Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa

nyaman pada klien

c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian

klien setiap hari

Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat

rapi

d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program

peningkatan aktivitas klien

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk

mengembangkan rencana terapi dan

f. Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan

dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.

1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri

2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat

tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan

penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

Intervensi :

a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat

ketidakmampuannya.

Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu

dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.

b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang

baik.

Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol

atas salah satu bagian kehidupan.

c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan

minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.

Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk

mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam

kehidupan selanjutnya.

d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada

melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.

Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima

kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai

kebutuhan.

Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan

peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang

produktif.

4. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku

keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan

diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan

asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter &

Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian

tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara

terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau

tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif

dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana,

memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam

personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan

pengobatan stroke.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu dilakukan kaji

ulang terhadap asuhan keperawatan yang diberikan apakah masalah

yang muncul pada klien dapat teratasi secara maksimal atau tidak

untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir

dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang

telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang

telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di dalam proses

keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi

keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Prinsip

evaluasi adalah obyektivitas yaitu mengukur keadaan yang sebenarnya,

reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu mengukur

dengan tepat harus dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil

tepat.

Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri dari,

mengumpulkan data keperawatan pasien, menafsirkan

(mengiterprestasikan) perkembangan pasien, membandingkan dengan

keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan

menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan,

mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar

normal yang berlaku.

Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi kwantitatif yaitu

penilaian yang dilihat dari jumblah kegiatan. Evaluasi kwalitatif yaitu

evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga dimensi yang saling terkait.

Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia /

bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi

proses (evaluasi formatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan

pengalaman perawatan dan analisa respon pasien segera setelah

intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif) yaitu pernyataan yang

mencerminkan suatu observasi untuk menilai sejauh mana pencapaian

tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

2.4 Kerangka Konsep

Dari hasil penelusuran kepustakaan dapat diidentifikasi “Hubungan

Pengetahuan Perawat dengan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien

Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pohuwato”

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka konsep penelitian ini dijabarkan

sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis

2.5.1 Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan

pelaksanaan asuhan keperawatan pasien stroke di Rumah Sakit Umum

Daerah Kab. Pohuwato.

2.5.2 Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan

pelaksanaan asuhan keperawatan pasien stroke di Rumah Sakit Umum

Daerah Kab. Pohuwato.

PENGETAHUAN

PERAWAT

PELAKSANAAN ASKEP

PADA PASIEN STROKE