bab ii kajian teoritis dan hipotesis 2.1 kajian teori 2.1...

23
7 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Kontekstual Menurut Rusman (2012: 187) Pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya. Tim Pengembangan MKDP (dalam Rahmat 2011:136) mengemukakan bahwa pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Menurut Nurhadi (dalam Rahmat 2011:136) Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Upload: vanxuyen

Post on 11-Aug-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pendekatan Kontekstual

Menurut Rusman (2012: 187) Pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap

materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa

dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara

langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi

atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya, yang memang baik secara

langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman

hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan

dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan

langsung manfaatnya.

Tim Pengembangan MKDP (dalam Rahmat 2011:136) mengemukakan bahwa

pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan

kehidupan nyata.

Menurut Nurhadi (dalam Rahmat 2011:136) Pendekatan kontekstual

merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan

mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

8

Menurut Agus Suprijono (2012: 79) Pembelajaran kontekstual atau

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan

mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang pendekatan kontekstual,

maka peneliti menambil kesimpulan yaitu pendekatan kontekstual merupakan konsep

belajar yang membantu guru dalam mengaitkan materi dalam kehidupan sehari-hari,

dimana membantu siswa untuk mampu menerapkan dan memahami apa yang sedang

diajarkan.

A. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Muslich (2009: 42) Pengajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai

karakteristik sebagai berikut :

(1). Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang

diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau

pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in teal

life setting).

(2). Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-

tugas yang bermakna (meaningful learning)

9

(3). Pembelajaran dilaksanakan dengan dengan memberikan pengalaman bermakna

kepada siswa (learning by doing)

(4). Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling

mengoreksi antarteman (learning in a group)

(5). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,

bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara

mendalam (learning to know each other deeply).

(6). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kretif, produktif, dan mementingkan

kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together)

(7). Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an

enjoy activity)

B. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Menurut Suprijono (2012: 83) Strategi pembelajaran merupakan kegiatan

yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Strategi berupa urutan-urutan kegiatan yang dipilih

untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan tertentu. Strategi

pembelajaran mencakup juga pengaturan materi pembelajaran yang akan

disampaikan kepada peserta didik.

10

C. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Menurut Trianto (2011: 105-114) Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen

utama, yaitu :

1). Konstruktivisme ( Constructivism)

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori

pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya

siswa membangun sendiri pengatahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar

mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher

centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis

pada aktivitas siswa.

2). Menemukan ( Inquiry )

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan

hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru

harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun

materi yang di ajarkannya.

3). Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari „bertanya‟.

Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

11

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya

merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis

inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan

mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

4). Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh

dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar menimbang

massa benda dengan menggunakan neraca O‟haus, ia bertanya kepada temannya.

Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan alat itu. Maka

dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar (Learning

Community).

5). Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada

model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalanya guru memodelkan langkah-langkah

cara menggunakan neraca O‟haus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan

suatu tugas tertentu.

Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan

dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk untuk memodelkan

sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.

12

6). Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke

belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa

mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru,

yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi

merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

7). Penilaian Autentik ( Authentic Assessment )

Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan

gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu

diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses

pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru

mangidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru

segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan

belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang proses

pembelajran, maka assesmen tidak dilakukan diakhir periode pembelajaran separti

pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara

terintegrasi ( tidak terpisahkan ) dari kegiatan pembelajaran.

13

Berdasarkan ketujuh komponen utama didalam pendekaran kontekstual diatas,

dimana proses pembelajaran yang melalui ketujuh komponen tersebut dapat

membawa kepembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi peserta didik.

2.1.2 Kemampuan Berpikir Kritis

Kamus besar Bahasa Indonesia (2007: 707) kemampuan diartikan sebagai

kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita untuk berusaha.

Menurut Depdikbut (dalam Cumanulisaja 2012) Kemampuan adalah

kesanggupan; kecakapan; kekuatan seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau

sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas

seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

kemampuan adalah kesanggupan dan kekuatan seseorang untuk melakukan beragam

tugas dalam suatu pekerjaannya.

Menurut Tilaar (2012: 50) Manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta

kemampuan berpikir atau inteligensi yang tidak dimiliki oleh hewan. Dimana

keadaan manusia yang berpikir adalah keadaan yang mencari kebenaran dan nilai-

nilai kemanusiaan. Sehingga Berpikir merupakan suatu aspek dari eksistensi manusia.

Menurut Sujanto (dalam Pakpahan 2009) menyatakan berpikir ialah gejala

jiwa yang dapat rnenetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan

kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran

14

kita mengadakan tanya jawab pikiran kita. Untuk dapat meletakkan hubungan-

hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat.

Menurut Vincent Ruggiero (dalam Duyo 2010: 13) mengartikan berpikir

sebagai seluruh aktivitas mental yang membantu dalam merumuskan atau

memecahkan, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami.

Dengan demikian berpikir merupakan proses mental dalam penggunaan akal budi

manusia untuk membantu dalam memutuskan, merumuskan untuk memahami

sesuatu.

Berdasarkan beberapa pengertian berpikir, peneliti menyimpulkan bahwa

berpikir adalah seluruh aktivitas mental seseorang untuk membantu dalam

memutuskan, merumuskan untuk memahami sesuatu, serta rnenetapkan hubungan-

hubungan antara pengetahuan-pengetahuan untuk mencari kebenaran.

Dari beberapa uraian diatas, ada beberapa pendapat para ahli mengemukakan

bawa kemampuan berpikir kritis. Antara lain Menurut Tilaar (2012: 54) “Berpikir

Kritis merupakan proses mental yang digunakan untuk memecahkan masalah,

membuat keputusan dan belajar konsep yang baru”.

Menurut John Dewey (dalam Kasdin Sihotang Dkk 2012: 3) berpikir kritis

adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan

atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan

yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang rasional.

15

Menurut Edwar Glaser (dalam Alec Fisher 2008 : 3) berpikir kritis yaitu :

(1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah

dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2)

pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis;

dan (3) semacam suatu keterampilan untuk memeriksa setiap keyakinan atau

pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-

kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Menurut Richard W. Paul (dalam sihotang dkk 2012 : 5) berpendapat bahwa

berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif

dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau

mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari

pengalaman, dari pengamatan (observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari

penalaran, atau dari komunikasi yang dilakukan.

Berdasarkan beberapa uraian pendapat dari para ahli mengenai berpikir kritis,

peneliti mengambil kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah Suatu sikap mau

berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam

jangkauan pengalaman seseorang serta mampu terampil didalam memahami,

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan mengevaluasi berbagai informasi

yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, dari pengamatan

(observasi), dari refleksi yang dilakukannya, dari penalaran, atau dari komunikasi

yang dilakukan.

Indikator kemampuan berpikir kritis, disebut secara lengkap komponennya

oleh Ennis (dalam Duyo 2010:15-16) sebagai berikut :

16

1. Klarifikasi elementer

a) Memfokuskan pertanyaan

b) Menganalisis argument

c) Bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan

atau tantangan

2. Membangun keterampilan dasar

a) Mempertimbangkan Kredibilitas sumber

b) Melakukan pertimbangan obsevasi

3. Penarikan kesimpulan

a) Melakukan dan mempertimbangkan deduksi

b) Melakukan dan Mempertimbangkan induksi

c) Melakukan dan mempertimbangkan nilai keputusan

4. Membuat penjelasan lebih lanjut

a) Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi

b) Mengidentifikasi asumsi

5. Strategi dan taktik

a) Menentukan suatu tindakan

b) Berinteraksi dengan orang lain

Menurut Mayasari (2009) Terdapat enam tingkatan berpikir menurut

taksonomi Bloom (2003) yaitu a) mengetahui (knowing) adalah suatu proses berpikir

17

yang didasarkan pada retensi (menyimpan) dan retrieval (mengeluarkan kembali)

sejumlah pengetahuan yang pernah didengar atau dibacanya; b) memahami

(understanding) adalah suatu proses berpikir yang sifatnya lebih kompleks yang

mempunyai kemampuan dalam penterjemahan, interpretasi, ektrapolasi, dan asosiasi;

c) menerapkan (application) adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan,

fakta, teori, dan lain-lain untuk menyimpulkan, memperkirakan, atau menyelesaikan

suatu masalah; d) menganalisis (analysis) juga berpikir secara divergen yaitu kemam-

puan menguraikan suatu konsep atau prinsip dalam bagian-bagian atau komponen-

komponennya; e) mengevaluasi (evaluation) disebut juga intelectual judment, yaitu

pengetahuan yang luas tentang sesuatu pengertian dari apa yang diketahui serta

kemampuan analisa dan sintesis sehingga dapat memberikan penilaian atau evaluasi,

dan f) mensintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk melakukan suatu generalisasi

atau abstraksi dari sejumlah fakta, data, fenomena, dan lain-lain. Dengan kata lain

akumulasi dari semua kemampuan berpikir dibawahnya merupakan kemampuan

untuk menilai (evaluasi).

Berdasarkan uraian di atas, indikator dari kemampuan berpikir kritis yang

telah di ungkapkan oleh beberapa ahli diatas, sebenarnya mempunyai tujuan yang

sama dimana para ahli menyebutkan enam indikator yang ada dalam berpikir kritis .

Untuk penelitian ini indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang digunakan

yaitu: memahami, menganalisis, mensintesis, serta dapat mengevaluasi.

18

2.1.3 Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 592), istilah konvensional

diartikan sebagai kesepakatan, kebiasaan, atau pun tradisional. Jadi, konvensional

adalah kebiasaan atau sesuatu yang sering dilakukan. Dalam pembelajaran,

pendekatan pembelajaran konvensional dapat juga disebut dengan pendekatan

pembelajaran tradisional. Hal ini didukung oleh Ruseffendi (2006: 350) Pembelajaran

tradisional adalah pembelajaran pada umumnya yang biasa kita lakukan sehari-hari.

Pendekatan pembelajaran konvensional selama ini masih berlaku dan masih

banyak digunakan oleh guru. Menurut Hulukati (2005: 62) bahwa pembelajaran

konvensional adalah pembelajaran yang biasa yang dilakukan guru dengan

menggabungkan beberapa pendekatan seperti pendekatan seperti pendekatan

penjelasan langsung, pemberian contoh,ekspositori, dan tanya jawab.

Menurut Burrowes (2003) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional

menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa

untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan

pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.

Untuk pembelajaran konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)

pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara

siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, (5) penilainan bersifat

sporadis.

19

Berdasarkan uraian diatas, maka pendekatan pembelajaran konvensional

adalah bentuk pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam menggabungkan

beberapa macam metode seperti metode ceramah dan tanya jawab, maupun beberapa

macam pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh, tanya

jawab, dimana dalam mengawali kegiatan pembelajaran diawali oleh guru dan

diakhiri oleh guru juga.

2.1.4 Materi Relasi dan Fungsi

A. Pengertian Relasi

a. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Diagram Panah

Diagram panah adalah diagram yang menggambarkan hubungan antara dua

himpunan dengan disertai tanda panah.

Perhatikan soal certa dibawah ini:

Dikelas VIII SMPN 10 Gorontalo, terdapat sebuah kelompok belajar yang

beranggotakan 4 orang, yaitu Ani, Adi, Ina, dan Iman. Ani mempunyai seorang adik

yang bernama Budi. Adi mempunyai dua orang adik yang bernama Surya dan Hani.

Ina tidak mempunyai adik. Sedangkan Santi adik dari Iman.

Relasi dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan yang

menghubungkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota

himpunan B.

20

Misal himpunan P menyatakan himpunan kakak, dan Q menyatakan himpunan adik.

Himpunan P mempunyai anggota Ani, Adi, Ina, dan Iman dan dituliskan dengan P =

{Ani, Adi, Ina, Iman}, sedangkan himpunan Q adalah {Budi, Hani, Surya, Santi}.

Jika kita tentukan relasi atau hubungan antara himpunan P dengan himpunan Q

sebagai kakak dari. Sehingga hubungan antara anggota-anggota himpunan P dan Q

dapat digambarkan sebagai berikut:

P Kakak dari Q

b. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dalam Koordinat Cartesius

Dalam menyatakan relasi antara anggota-anggota dua himpunan, selain

dengan menggunakan diagram panah dapat juga dinyatakan dalam koordinat

cartesius. Jika kita menyebut kata “Cartesius”, yang kita ingat adalah bidang cartesius

yang mempunyai dua sumbu, yaitu sumbu mendatar dan sumbu tegak. Demikian juga

pada koordinat cartesius, terdapat dua sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu

mendatar atau horisontal dan sumbu tegak atau vertikal. Setiap anggota himpunan A

yang berelasi dengan anggota himpunan B dapat dinyatakan dengan noktah (•). Jadi

koordinat cartesius dari relasi tersebut adalah:

Ani

Adi

Ina

Iman

Budi

Surya

Hani

Santi

21

B

Sepak bola 3 4

Basket 5 7

Rentang 2

Badminton 1 6 8

Riska Dimas Candra Dira Reni A

Relasi antara anggota himpunan A dan B adalah gemar berolah raga. Noktah 1

menghubungkan Riska dan badminton, artinya Riska gemar berolah raga badminton.

Noktah 4 menghubungkan Candra dan sepak bola, artinya Candra gemar berolah raga

sepak bola dan seterusnya.

c. Menyatakan Relasi Dua Himpunan dengan Pasangan Berurutan

Pasangan berurutan dilambangkan dengan (x,y) dengan x menyatakan anggota

suatu himpunan tertentu, sebut A, dan y menyatakan anggota dari himpunan lain,

sebut B. Pada bagian ini kita akan menyatakan relasi sebagai himpunan pasangan

berurutan (x,y). Pada bagian sebelumnya, relasi antara anggota dua himpunan dapat

dinyatakan dengan diagram panah dan dalam koordinat cartesius. Sehingga pada

relasi gemar berolah raga diatas, kita memiliki himpunana penggemar olah raga A =

{Riska, Dimas, Candra, Dira, Reni}, dan himpunan cabang olah raga B =

{Badminton, Renang, Basket, Sepakbola}. Maka relasi gemar berolahraga dituliskan

22

sebagai R = {(Riska,Renang), (Riska, Badminton), (Dimas, Sepakbola), (Candra,

Sepakbola), (Dira, Badminton), (Dira, Basket), (Reni, Badminton), (Reni, Basket).

B. Fungsi (Pemetaan)

Perhatikan diagram panah berikut:

P Golongan darah Q

Pada diagram panah diatas terdapat dua himpunan, yaitu himpunan P = {Nisa,

Asep, Made, Cici, Butet} dan himpunan Q = {A, B, O, AB}. Setiap anak anggota P

di pasangkan dengan tepat satu golongan darah anggota Q. Bentuk relasi seperti ini

disebut fungsi atau pemetaan.

Nisa

Asep

Made

Cici

Butet

A

B

O

AB

Fungsi atau pemetaan adalah relasi khusus yang memasangkan

setiap anggota satu himpunan dengan tepat satu anggota satu

himpunana yang lain.

23

a. Domain, Kodomain, dan Range

A B

Perhatikan fungsi yang dinyatakan sebagai diagram panah diatas. Pada fungsi

tersebut, himpunan A disebut domain (daerah asal) dan himpunan B disebut

kodomain (daerah kawan). Dari gambar tersebut diperoleh:

2 ϵ B merupakan peta dari 1 ϵ A

3 ϵ B merupakan peta dari 2 ϵ A

4 ϵ B merupakan peta dari 3 ϵ A

Himpunan peta tersebut dinamakan range (daerah hasil). Jadi, dari diagram

panah pada gambar diatas diperoleh:

Domainnya (Df) adalah A = {1, 2, 3}

Kodomainnya adalah B = {1, 2, 3, 4}

Rangenya (Rf) adalah {2, 3, 4}

C. Merumuskan Fungsi

Perhatikan gambar dibawah:

1

2

3

1

2

3

4

24

P Q

Digram panah tersebut menunjukkan fungsi f dari P ke Q. suatu fungsi

biasanya dinyatakan dalam huruf kecil, misalnya f, g, dan h.

Fungsi f pada diagram panah tersebut memetakan setiap x ϵ P ke f(x) ϵ Q.

dinotasikan f : x → f(x) dan dibaca “fungsi f memetakan x ke f(x)”. Bayangan x oleh

fungsi f, yaitu y = f(x), merupakan nilai f di x. Nilai f(x) bergabung pada nilai x,

sehingga variabel x dinamakan variabel bebas dan variabel y dinamakan variabel

bergantung. Misalkan f(x) = x2. Bentuk f(x) = x

2 dinamakan rumus fungsi.

D. Menggambar Grafik Fungsi

Bentuk y = f(x) dinamakan persamaan fungsi. Grafik fungsi pada koordinat

cartesius adalah himpunan titik yang merupakan himpunan pasangan berurutan {x,y|

y = f(x), x ϵ D} dengan D adalah derah asal (domain) fungsi f. Sistem koordinat

cartesius terdiri atas dua sumbu, yaitu sumbu X dan sumbu Y. seprti terlihat pada

gambar dibawah:

Y

y1 (x1, y1)

0 x1 X

x y = f(x)

25

Pada gambar tersebut terlihat bahwa:

1. Sumbu mendatar (sumbu X) merupakan sumbu yang menyatakan nilai x.

Sumbu X dinamakan juga absis.

2. Sumbu tegak (sumbu Y) merupakan sumbu yang menyatakan nilai dari y =

f(x). Sumbu Y dinamakan juga ordinat.

3. Titik (x1, y1) merupakan titik dengan absis x1 dan ordinat y1 = f(x1). Untuk

menggambar grafik suatu fungsi, lakukan langkah-langkah berikut:

a. Buatlah tabel pemetaan dari suatu fungsi

b. Berdasarkan pasangan berurutan yang diperoleh dari tabel, buatlah grafik dari

fungsi berikut.

E. Menetukan Nilai Fungsi

Suatu fungsi h didefinisikan dengan h: x → x2 + 1 dapat dituliskan sebagai

fungsi h(x) = x2 + 1. Kita dapat memperoleh nilai h(3) jika dalam rumus h(x) = x

2 +

1 kita ganti x dengan 3. Jadi, h(3) = 32 + 1 = 10

Nilai dari x2 + 1 untuk x = 3 adalah 10. Nilai h(3) = 10 disebut nilai fungsi

untuk x = 3. Nilai fungsi h untuk x = 4 adalah h (4) = 42 + 1 = 17.

F. Tabel Fungsi dan Nilai Perubah Fungsi

Pada bahasan kali ini, akan mempelajari dua fungsi yaitu fungsi linear f(x) =

ax + b dan fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c.

1. Fungsi y = f(x) = ax + b

26

Fungsi yang berbentuk y = f(x) = ax + b dikenal dengan sebutan fungsi linear.

Apakah pengertian fungsi linear?

2. Fungsi y = f(x) = ax2 + bx + c

Selain fungsi linear, terdapat pula fungsi yang dikenal dengan sebutan fungsi

kuadrat. Apakah pengertian fungsi kuadrat?

Jika pada fungsi kuadrat f (x) = ax2 + bx + c nilai a > 0 maka grafik berupa

parabola terbuka keatas. Sedangkan jika pada fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c nilai

a ˂ 0 maka grafik berupa parabola terbuka ke bawah.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian sebelumya dilakukan oleh Nurhayati Igirisa ( 2009 ) dari Jurusan

Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo,

Beliau melakukan sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Pendekatan

Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Persegi Panjang

dan Persegi. Dalam Penelitiannya tersebut, Nurhayati Igirisa mencoba untuk

mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kabila, Kabupaten

Fungsi linear adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang

ditentukan oleh f(x) = ax + b, a, b bilangan real dan a ≠ 0.

Fungsi kuadrat adalah fungsi f pada himpunan bilangan real R yang

ditentukan oleh f(x) = ax2 + bx + c, dengan a, b, c bilangan real dan a

≠ 0.

27

Bone Bolango yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Kontekstual dan yang

diajarkan dengan pembelajaran Konvensional pada materi persegi panjang dan

persegi.

Berdasarkan kajian penelitian yang relevan sebelumnya diatas, terlihat bahwa

penelitian ini berbeda ditinjau dari materi apa yang diukur, objek penelitian, serta

hasil penelitiannya.

2.3 Kerangka Berpikir

Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dengan menggunakan

Pendekatan pembelajaran Kontekstual dan diajarkan dengan pendekatan

pembelajaran konvensional

Sampai saat ini pembelajaran matematika kurang diminati oleh pesera didik,

karena matematika sulit untuk di pahami oleh peserta didik. Dengan adanya metode,

model, pendekatan, strategi, dan teknik pembelajaran guru harus pandai memilih dari

kelima unsur dalam pembelajaran tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan agar

nantinya peserta didik tidak bosan didalam proses pembelajaran matematika. Untuk

itu guru juga harus mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika

siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar dikelas.

Berpikir kritis siswa adalah kemampuan siswa dalam berpikir yang relevan

dan aktif untuk menyelesaikan permasalahan yang diperoleh siswa itu sendiri setelah

mengalami interaksi proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika

khususnya relasi dan fungsi kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Salah

satu faktor penyebabnya yaitu guru kurang kreatif dan inovatif didalam proses

kegiatan belajar mengajar. Untuk dapat mengatasi hal tersebut dapat diperlukan suatu

28

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu guru dapat mengaitkan materi

dengan kehidupan nyata siswa. Dengan melalui pendekatan kontekstual merupakan

salah satu pendekatan yang bisa meningkatkan interaksi dan kemampuan berpikir

kritis siswa belajar dalam proses pembelajaran sehingga nantinya akan lebih

memudahkan siswa untuk dapat memahami materi yang akan diajarkan. Maka

dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran maka siswa dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat memperoleh hasil yang

baik.

Hal ini berbeda dengan pembelajaran konvensional dimana guru banyak

menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas saja, sehingga siswa lebih

banyak mendengar, menghafal, dan mengkhayal apa yang dijelaskan oleh guru.

Akibatnya pengetahuan yang telah mereka dapat hanya bersifat sementara dalam

ingatan mereka atau pengetahuan yang mereka terima mudah hilang dalam ingatan.

Sehingga materi yang diberikan tidak terserap sepenuhnya. Dengan demikian siswa

merasa bosan, dan jenuh didalam kelas saat KBM berlangsung. Maka siswa tidak

tertarik dengan materi yang diberikan oleh guru. Jadi terlihat di sini bahwa

pembelajaran konvensional kurang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan Pembahasan dari kajian teori yang telah di uraikan diatas

pendekatan kontekstual dalam proses KBM memiliki peran penting didalam proses

pembelajaran. Dimana pendekatan kontekstual merupakan konsep yang membantu

guru untuk mengaitkan materi atau topik dalam situasi kehidupan nyata, sehingga ada

29

hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain

akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena

apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya. Untuk itu belajar matematika

khususya Relasi dan fungsi dengan melakukan pendekatan kontekstual dapat

memudahkan kemampuan siswa untuk memahami konsep dengan mudah dan dapat

menyelesaikan permasalahan matematis. Jadi pendekatan kontekstual dapat

meningkatkan minat, perhatian, serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

yang inovatif dan menyenangkan. Oleh karenanya penulis menduga bahwa dengan

penggunaan pendekatan kontekstual pada materi relasi dan fungsi, siswa akan

memperoleh hasil yang lebih baik.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dari kajian teori, kerangka berpikir, dan hasil-hasil kajian

penelitian yang relevan diatas maka hipotesis penelitian adalah “Kemampuan

berpikir kritis siswa yang diajar dengan Pendekatan kontekstual lebih tinggi dari

siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada materi Relasi dan

Fungsi”.