bab ii kajian teori a. motivasi belajar 1. pengertian ...digilib.uinsby.ac.id/2191/5/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. MOTIVASI BELAJAR
1. Pengertian Motivasi Belajar
Istilah motif (motive) dan motivasi (motivation) pada mulanya menjadi
topik dan psikologi yang kemudian meluas kebidang-bidang lain seperti
dalam bidang pendidikan dan manajemen.
Motif (motive) berasal dari akar kata bahasa latin “movere” yang
kemudian menjadi “motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk
bergerak. Jadi motif merupakan daya dorong, daya gerak, atau penyebab
seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu.14
Hal
ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald, motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung
mengandung sesuatu yang kompleks, yakni motivasi akan menyebabkan
terjadinya perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan
berpengaruh dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi,
untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong
karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
14
Abd. Rahman Abror, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1993) h.56
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Motivasi mempunyai tiga komponen pokok, antara lain :
a. Menggerakkan, dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada
individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
Contohnya kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif, dan
kecenderungan mendapat kesenangan.
b. Mengarahkan, berarti motivasi mengarahkan tingkah laku, dengan
demikian ia menyediakan sesuatu orientasi tujuan. Tingkah laku
individu diarahkan terhadap sesuatu.
c. Menopang, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah
laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan individu.15
Menggerakkan, mengarahkan, dan menopang adalah serangkaian
komponen motivasi yang saling berhubungan, karena komponen itulah yang
mampu mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang menjadi suatu
kebutuhannya, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Sedangkan pengertian belajar, dalam kamus bahasa Indonesia, secara
etimologis belajar mempunyai arti “berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu”16
Sedangkan menurut ahli psikologi bahwa belajar sebagai perubahan
yang dapat dilihat dan tidak peduli apakah hasil belajar tersebut menghambat
atau tidak menghambat proses adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-
15
Abdul Rahman Shaleh dan Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Prespektif Islam
(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 132 16
W.J.S. poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)h.22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
kebutuhan dengan masyarakat dan lingkungannya sedangkan para ahli
pendidikan memandang bahwa belajar adalah proses perubahan manusia
kearah tujuan yang lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya maupun orang
lain.17
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa tidak
berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-
sebabnya, sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak
senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini
bearti pada diri siswa tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang
afeksinya untuk melakukan sesuatu karena tidak memiliki tujuan atau
kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu di lakukan daya upaya yang
dapat menemukan sebab musibahnya kemudian mendorong seorang siswa
mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan, yakni belajar. Dengan
kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tubuh motivasi pada dirinya
atau singkatnya perlu diberikan motivasi.
Secara konseptual, motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau
perolehan belajar. Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya baik
perolehan belajarnya. Sebaliknya pembelajaran yang rendah motivasinya,
rendah pula perolehan belajarnya. Demikian juga pembelajaran yang sedang-
17
Bahruddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2007) h. 13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
sedang saja motivasinya, umumnya perolehan belajarnya juga sedang-
sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam
belajar berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Oleh karena itu,
motivasi belajar sangat penting dalam peningkatan perolehan belajar. Bahwa
orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya
motivasi yang mereka punya.18
Jadi motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak atau psikis di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan itu demi
mencapai suatu tujuan.
Motivasi merupakan peristiwa mental yang tidak dapat kita amati,
namun terdapat beberapa indikator yang mengindikasikan keberadaan
motivasi belajar dalam diri peserta didik, antara lain :
a. Durasi kegiatan : lama kemampuan siswa menggunakan waktu untuk
belajar.
b. Frekuensi kegiatan : seberapa sering siswa belajar.
c. Persistensi siswa : ketepatan siswa dan juga kelekatan siswa pada tujuan
belajar yang ingin dicapai.
d. Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapai kesulitan.
e. Pengabdian dan pengorbanan siswa dalam belajar.
18
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1996)h. 104-105
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
f. Tekun menghadapi tugas.
g. Tingkat aspirasi siswa yang hendak dicapai dengan kegiatan belajar.
h. Tingkatan kualifikasi prestasi.19
Sedangkan menurut Hamzah B. Uno. Indikator motivasi belajar dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Adanya ketekunan dan keinginan siswa untuk berhasil
b. Adanya dorongan dan kebutuhan siswa untuk belajar
c. Adanya harapan dan cita-cita untuk masa depan
d. Adanya penghargaan dalam belajar
e. Adanya kondisi yang menarik dalam kegiatan belajar
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.20
Keke T. Aritonang dalam jurnal pendidikan penabur merumuskan juga
indikator-indikator motivasi belajar, yaitu :
a. Ketekunan dalam belajar (Subvariabel)
1) Kehadiran disekolah (Indikator)
2) Mengikuti PBM di kelas (Indikator)
3) Belajar dirumah (Indikator)
b. Umet dalam menghadapi kesulitan (Subvariabel)
1) Sikap menghadapi kesulitan (Indikator)
19
Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) h. 40 20
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi Dan Pengukurannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) h. 163
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
2) Usaha mengatasi kesulitan (Indikator)
c. Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar (Subvariabel)
1) Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran (Indikator)
2) Semangat dalam mengikuti PBM (Indikator)
d. Berprestasi dalam belajar (Subvariabel)
1) Keinginan untuk berprestasi (Indikator)
2) Kualifikasi hasil (Indikator)
e. Mandiri dalam belajar (Subvariabel)
1) Menyelesaikan tugas / PR (Indikator)
2) Menggunakan kesempatan di luar jam pelajaran (Indikator)
2. Macam-macam Motivasi Belajar
Secara garis besar, motivasi dapat dibedak menjadi dua macam, yaitu
motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut
“motivasi intrinsik” sedangkan motivasi yang berasala darai luar diri
seseorang disebut “motivasi ekstrinsik”.21
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif yang menjadi aktif atau fungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah
ada dorongan untuk melakukan sesuatu.22
21
Syaiful Bahri Darajah, Psikologi Belajar (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002) h. 115 22
Amir Daien Indarkusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional,1973)h.163
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
Motivasi intrinsik memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik,
yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-
satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar,
tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin
menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu
kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik
dan berpengetahuan. Jadi motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri
dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.
Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya,
maka ia secara sadar alkan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktifitas belajar, motivasi
intrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseoran yang
tidak memiliki motivasi sulit sekali melakukan aktifitas belajar terus
menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju
dalam belajar. Keinginan itu dilatar belakangi oleh pemikiran yang
positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan
dibutuhkan dan sangat berguna kini dan dimasa mendatang.
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa motivasi intrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
dari luar, karena dalam setiap diri seseorang sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu23
Jadi motivasi intrinsik mengacu pada faktor-faktor dari dalam,
tersirat baik dalm tugas itu sendiri maupun pada diri siswa. Kebanyakan
teori pendidikan modern mengambil motivasi intrinsik sebagai dorongan
bagi aktivitas dalam pengajaran dan dalam pemecahan soal. Ini tidak
mengherankan, karena keinginan untuk menambah pengetahuan dan
untuk melacak merupakan faktor intrinsik pada semua orang.24
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar.25
Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik
menempatkan tujuan belajarnya diluar faktor-faktor situasi belajar
(resides in some factor outside the learning situasion). Siswa belajar
karena hendak mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan
sebagainya.
Motivasi ekstrinsik bukan berarti motifasi yang tidak diperlukan
dan tidak baik dalam pendidikan. Akan tetapi motifasi ekstrinsik
diperlukan siswa agar mau belajar. Berbagai cara bisa dilakukan agar
23
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara,2001) h. 162 24
Ivor K. Davies, Pengelolaan Belajar (Jakarta: Rajawali Press, 1991)h. 216 25
Sardiman,Interaksi Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)h.90
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
anak termotivasi untuk belajar. Kesalahan penggunaan bentuk-bentuk
motivasi ekstrinsik akan merugikan siswa akibatnya motivasi ekstrinsik
bukan berfungsi sebagai pendorong tetapi menjadi anak malas belajar.
Karena itu, guru harus bisa dan pandai mempergunakan motivasi
ekstrinsik ini dengan akurat dan benar dalam rangka menunjang proses
interaksi edukatif dikelas.
Motivasi ekstrinsik tidak selalu buruk akibatnya. Motivasi
ekstrinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik
perhatian siswa atau karena sikap tertentu pada guru atau orang tua.
Baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik yang
negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku siswa. Diakui,
angka, ijazah, pujian, hadiah dan sebagainya berpengaruh positif dengan
merangsang siswa untuk giat belajar, sedangkan ejekan, celaan,
hukuman yang menghina, sindiran kasar dan sebagainya berpengaruh
negatif dengan renggangnya hubungan guru dengan anak didik.
Jadi motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor dari luar,
dan ditetapkan pada tugas atau pada siswa oleh guru atau orang lain.
Motivasi ekstrinsik bila berupa penghargaan, pujian, hadiah dan
hukuman. Ketika kita memberikan penghargaan dan hukuman
sebelumnya ita harus mengetahui kapan itu digunakan. Dalam memberi
hadiah dan hukuman ada beberapa arahan sebagai berikut :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
1) Dalam memberikan penghargaan atau hukuman itu disesuaikan
dengan umur peserta didik
2) Hadiah (reward) diberikan dalm waktu tertentu agar perasaan siswa
menjadi senang sedangkan hukuman cukup diberikan sekali saja
agar supaya anak tidak terbiasa dengan hukuman, bila hukuman
sering diberikan ditakutkan hukuman tersebut tidak ada
pengaruhnya.
3) Jangan terlalu sering memberikan hadiah (reward) atau hukuman
(punishment) satu jenis karena itu bisa menghilangkan nilai dalam
pandangan anak
4) Ketika menjanjikan hadiah (reward) atau hukuman (punishment)
jangan ditentukan karena bisa menyulitkan kita sendiri
5) Ketika memberikan hadiah (reward) dan hukuman (punishment)
siswa harus mengetahui mengapa ia mendapatkannya.26
3. Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan pendorong untuk melakukan sesuatu, motivasi itu
perlu dalam proses belajar agar menjadi optimal, makin tepat motivasi yang
diberikan maka hasilnya makin berhasil pula pelajarannya (motivasion is an
essensial condition of learning).
26
A. Santhut Khatib, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, Dan Spiritual Anak Dalam Keluarga
Muslim (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1998) h. 166
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Menurut Cecco, ada empat fungsi motivasi dalam proses belajar
mengajar, yaitu :
a. Fungsi membangkitkan
Dalam pendidikan, ini dapat diartikan sebagai kesiapan atau
perhatian umum peserta didik yang diusahakan oleh guru untuk
mengikutsertakan peserta didik dalam belajar. Fungsi ini menyangkut
tanggung jawab yang terus menerus untuk mengatur tingkat yang
membangkitkan untuk menghindarkan peserta didik dari luapan
emosional.
b. Fungsi harapan
Tenaga pengajar memeihara atau mengubah harapan keberhasilan
atau kegagalan peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional.
Harapan menyangkut riwayat keberhasilan dan kegagalan peserta didik,
oleh sebab itu guru harus bisa melindungi peserta didik yang riwayat
kegagalannya yang lama telah mempengaruhi tingkat aspirasinya.
Sumber motivasi utama dalam kegiatan apapun yang dilakukan adalah
perasaan dan keyakinan bahwa setiap kegiatan sanggup dilaksanakan,
fungsi harapan menghendaki agar guru mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang kegagalan dan keberhasilan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
c. Fungsi intensif
Intensif merupakan obyek atau simbol tujuan yang digunakan untuk
menambah kegiatan ini. Intensif bisa berupa hasil-hasil tes, pujian, dan
dorongan yang diucapkan atau tertulis, angka-angka.
d. Fungsi disiplin
Fungsi ini menghendaki agar guru mengontrol tingkah laku yang
menyimpang dengan menggunakan hukuman dan hadiah. Hukuman
menunjuk kepada suatu perangsang yang ingin dihindari oleh peserta
didik. Kombinasi hukuman dan hadiah yang mendalam sebagai teknik
disiplin disebut restitusi.27
4. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Menurut Sardiman, mengatakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada
pada diri seseorang sebagai berikut :
a. Tekun dalam menghadapai tugas atau dapat bekerja secara terus
menerus dalam waktu lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai
b. Ulet menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas
atas prestasi yang diperoleh
c. Suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain
d. Tidak cepat bosan
e. Dapat mempertahankan pendapatnya
27
Abd. Rohman Abror, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta:PT. Tiara Wacana, 1993) h. 115-116
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
f. Tidak mudah terpengaruh, senang mencari dan memecahkan masalah.
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti diatas, berarti orang itu
selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan
sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar.28
B. KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK PEMBERIAN
REWARD DAN PUNISHMENT
1. Pengertian Konseling Behavioral
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang
pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran
psikologi behavioritik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang
tampak.
Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian
bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan disini dalam pengertian
sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang
dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan
mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.29
Pengertian konseling tidak dapat dipisahkan dengan bimbingan karena
keduanya merupakan sebuah keterkaitan. Konseling merupakan bagian inti
28
Ibid.,h.102 29
Yusuf dan Juntika. Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung:Rosdakarya. 2005),h. 9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan
masalah secara pribadi.30
Sedangkan pengertian behavioral / behaviorisme adalah suatu
pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah
tingkah laku, tanpa mengaitkan konsep-konsep mengenai kesadaran dan
mentalitas.31
Dari pengertian konseling dan behaviorisme yang dipaparkan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan konseling behavioral
adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan oleh konselor
kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tingkah laku
(behavioral), dalam hal memecahkan masalah-masalah yang dihadapi serta
penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai oleh klien.
Menurut krumboltz & Thoresen konseling behavioral adalah suatu
proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal,
emosional dan keputusan tertentu.32
30
Surya, Muhamad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan ( Teori&Konsep ).( Yogyakarta : Penerbit
Kota Kembang. 1988 ). h.25 31
JP Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi ( terj. Kartini Kartono ).( Jakarta :
Raja Grapindo. 2002 ), h. 54 32
Surya, Muhamad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan ( Teori&Konsep ).( Yogyakarta : Penerbit
Kota Kembang. 1988 ). H. 187
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
2. Ciri-ciri dan Tujuan konseling Behavioral
Setiap terapi dalam konseling mempunyai ciri-ciri tertentu, tetapi
tingkah laku berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya,
dalam hal ini ditandai oleh:
1. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik.
2. Kecermatan dan uraian tujuan-tujuan treatment.
3. Penaksiran prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan
masalah
4. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
Berdasarkan ciri-ciri diatas, sangat jelas bahwa konseling behavioral
secara konsisten menaruh perhatian pada perilaku yang tampak. Tujuan
konseling harus cermat, jelas dan dapat dicapai dengan prosedur tertentu.
Kecermatan penentuan tujuan sangat membantu konselor dan klien dalam
memilih prosedur perlakuan yang tepat, dan sekaligus mempermudah
mengevaluasi keberhasilan konseling.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa tujuan konseling
behavioral adalah mencapai tujuan tanpa mengalami perilaku simptomatik,
kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat
membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang/mengalami konflik dengan
kehidupan sosial.
Secara khusus tujuan konseling behavioral yaitu mengubah perilaku
salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
diharapkan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu
menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.33
3. Hakikat Manusia Dalam Konseling Behavioral
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan
mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan
diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya.
Menurut Muhammad Surya dalam bukunya menjelaskan tentang
hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristik sebagai berikut : dalam
teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada
lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan
sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai
kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, interaksi
ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya
penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.34
Dapat kita simpulkan bahwa perilaku manusia adalah efek dari
lingkungan, pengaruh yang paling kuat, maka itulah yang akan membentuk
pribadi individu.35
33
Latipun. Psikologi konseling.(Malang:UMM Press:2004 )h.113-114 34
Surya, Muhamad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan ....h. 186 35
Surya, Muhamad. Dasar-dasar Konseling Pendidikan.....h.188
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
Pribadi sehat dan sakit dalam pandangan teori konseling behavioral
adalah sebagai berikut :
1) Pribadi sehat
Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah
sebagai berikut;
a) Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
b) Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi
kebutuhan.
c) Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau
bertingkah laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
d) Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang
dihadapi.
e) Mempunyai self control yang memadai
2) Pribadi bermasalah
Kepribadian yang dipandang bermasalah menurut teori ini adalah
sebagai berikut;
a) Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b) Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar
atau lingkungan yang salah.
c) Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
d) Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai
dengan lingkungan
e) Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard nilai, yang
kemudian menimbulkan konflik dengan lingkungan
4. Metode-metode Konseling Behavioral
Terdapat beberapa pendekatan atau metode yang diteapkandalam
konseling behavioral. Krumboltz memberikan empat kategori pendekatan
konseling behavioral : 1). Operant learning, 2). Social modeling, 3).
Cognitive learning, 4). Emotional learning.
1) Operant Learning : pendekatan ini merupakan adaptasi dari dua teori
dua teori kondisioning dari pavlov dan skinner, pendekatan ini
memfokuskan pada penguatan (Reinforcement), dalam pembentukan
perilaku klien yang dikehendaki.
2) Social modeling : Pendekatan belajar sosial bertolak dari pendapat
bandura tentang tiga sistem terpisah namun merupakan system
pengatur yang saling berkaitan, tiga aspek tersebut adalah : 1).
Peristiwa stimulus eksternal, 2). Penguat eksternal, dan yang paling
penting adalah proses perantara kognitif. Dalam pelaksanaannya
pendekatan ini diterapkan oleh konselor dengan cara merancang suatu
perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
3) Cognitive learning : metode ini merupakan metode pengajaran secara
verbal, kontak antara konselor dengan klien dan bermain peran.
Pendekatan ini terdiri atas persuasi dan argumentasi yang diarahkan
kepada perubahan-perubahan ide yang tidak rasional.
4) Emotional learning : emosional learning diterapkan pada individu
yang mengalami kecemasan. Pelaksanaannya dilakukan dalam situasi
rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan
kecemasan bersama suatu rangsangan yang menyenangkan.
5. Teknik Konseling Behavioral
1. Desentisasi sistematik (Systematic desensitization )Desentisasi
sistematik, teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan
bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan dan
respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan
respon yang antagonistik (keadaan relaksasi).
2. Latihan Asertif (Assertive training), yaitu konseling yang menitik
beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang
tidak sesuai dalam menyatakannya (misalnya: ingin marah tetapi tetap
berespon manis). Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing
(bermain peran).
3. Terapi Aversi (Aversion therapy ), Teknik ini bertujuan untuk
menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
positif. Dalam hal ini konselor dapat menerapkan punishment (sangsi)
dan reward (pujian/hadiah) secara tepat dan proposional terhadap
perubahan perilaku klien.
4. Terapi implosif dan pembanjiran, Teknik ini terdiri atas pemunculan
stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian penguatan.
Teknik pembanjiran ini tidak menggunakan agen pengkondisian balik
maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus-stimulus
penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha
mempertahankan kecemasan klien.
5. Pekerjaan Rumah (Home work), Teknik ini berbentuk suatu
latihan/ tugas rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri
terhadap situasi tertentu, caranya dengan memberikan tugas rumah
(untuk satu minggu), misalnya: tidak menjawab apabila klien dimarahi
ibunya atau bapaknya.
6. Pengertian Reward Dan Punishment
Reward (ganjaran) dan Punishment (hukuman) merupakan suatu
bentuk teori penguatan positif yang bersumber dari teori behavioritik.
Menurut teori behavioritik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.36
36
Ibid. h. 20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Ganjaran menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris reward yang
berarti penghargaan atau hadiah.37
Sedangkan reward (ganjaran) menurut
istilah ada beberapa pendapat yang akan dikemukakan sebgai berikut,
diantaranya adalah :
Menurut M. Ngalim Purwanto “reward (ganjaran) ialah alat untuk
mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perubahan
atau pekerjaaannya mendapat penghargaan.”38
Peranan reward (ganjaran) dalam proses pengajaran cukup penting
terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan
perilaku siswa. Hal ini berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis,
diantaranya reward (ganjaran) biasanya dapat menimbulkan motivasi belajar
siswa, dan reward (ganjaran) juga memiliki pengaruh postif dalam
kehidupan siswa.
Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan dan keinginan. Inilah
yang dimanfaatkan oleh teknik reward (ganjaran). Maka dengan teknik ini,
seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mecapai suatu prestasi tertentu
dan diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan. Dengan
demikian seseorang akan melakukan suatu perbuatan baik untuk mencapai
suatu prestasi.
37
John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : Gramedia,2011), h. 485 38
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006),
h. 182
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Hukuman menurut bahasa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata
Punishment yang berarti law (hukuman) atau siksaan.39
Sedangkan menurut
istilah ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan
tentang punishment (hukuman), diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut Roestiyah “Punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan
yang tidak menyenangkan dari orang yang lebih tinggi kedudukannnya
untuk pelanggaran dan kejahatan, bermaksud memperbaiki kesalahan anak.
”40
Menurut M. Ngalim Purwanto “Punishment (ganjaran) adalah
penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang
(orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran,
kejahatan atau kesalahan. ”41
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati dalam bukunya yang berjudul Ilmu
Pendidikan “Punishment (hukuiman) adalah suatu perbuatan, diamana kita
secara sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, baik dari
segi kejasmanian maupun dari segi kerohanian orang lain itu mempunyai
kelemahan bila dibandingkan dengan diri kita, oleh karena itu maka kita
mempunyai tanggung jawab untuk membimbingnya dan melindunginya.”42
39
John M.Echols dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : Gramedia,2011), h. 486 40
Y. Roestiyah. Didaktik Metodik, (Jakarta : Rineka Cipta,1978), h. 63 41
M. Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006),
h. 186 42
Abu Ahmadi dan Abu Uhbiyati. Ilmu Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), h.150
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menarik kesimpulan,
bahwa punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan yang kurang
menyenangkan, yang berupa penderitaan yang diberikan kepada siswa secara
sadar dan sengaja, sehingga sadar hatinya untuk tidak mengulanginya lagi.
Punishment (hukuman) sebagai alat pendidikan, meskipun
mengakibatkan penderitaan bagi siswa yang terhukum, namun dapat juga
menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk mempergiat aktivitas belajar
siswa (meningkatkan motivasi belajar siswa). Ia berusaha untuk selalu dapat
memenuhi tugas-tugas belajarnya, agar dapat terhindar dari bahaya
hukuman.43
Dengan adanya punishment (hukuman) itu diharapkan supaya
siswa dapat menyadari kesalahan yang diperbuatnya, sehingga siswa
menjadi berhati-hati dalam mengambil tindakan.
Dalam memberikan punishment (hukuman) guru tidak boleh bertidak
sewenang-wenang, punishment (hukuman) yang diberikan harus bersifat
pedagogis dan bukan kaarena balas dendam. Punshment (hukuman) bisa
dikatakan berhasil apabila dapat menimbulkan perasaan penyesalan akan
perbuatan yang telah dilakukannya.
Disamping itu punishment (hukuman) juga mempunyai dampak
sebagai berikut :
a. Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum. Ini adalah akibat dari
hukuman sewenang-wenang dan tanpa tanggung jawab.
43
Ibid ...., h. 156
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
b. Menyebabkan siswa menjadi lebih pandai menyembunyikan
pelanggaran.
c. Dapat memperbaiki tingkah laku si pelanggar.
d. Mengakibatkan si pelanggar menjadi kehilangan perasaan bersalah, oleh
karena kesalahannya dianggap telah dibayar dengan punishment
(hukuman) yang tela diberikan.
e. Akibat yang lain adalah memperkuat kemauan si pelanggar untuk
menjalankan kebaikan.44
Setelah mengetahui tentang akibat dari punishment (hukuman) maka
tujuan yang ingin dicapai dengan adanya punishment (hukuman) adalah agar
siswa yang melakukan pelanggaran dapat memperbaiki perbuatan dan
tingkah lakunya yang tidak baik dan diharapkan untuk tidak mengulangi
pelanggaran yang pernah dilakukan.
Punishment (hukuman) merpakan alat pendidikan yang tidak
menyenangkan, bersifat negatif, namun demikian dapat juga menjadi
motivasi, alat pendorong untuk mempergiat belajarnya siswa. Siswa yang
pernah mendapat punishment (hukuman) karena tidak mengerjakan tugas,
maka ia akan berusaha untuk tidak memperoleh punishment (hukuman) lagi.
Ia berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya agar
44
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. ..., h. 189
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
terhindar dari bahaya punishment (hukuman). Hal ini berarti bahwa ia di
dorong untuk selalu belajar.45
Dalam dunia pendidikan penerapan Punishment (hukuman) tidak lain
hanyalah untuk memperbaiki tingkah laku siswa untuk menjadi lebih baik.
Punishment (hukuman) di sini sebagai alat pendidikan untuk memperbaiki
pelanggaran yang dilakukan siswa bukan untuk balas dendam. Supaya
punishment (hukuman) bisa menjadi alat pendidikan, maka seorang guru
sebelum memberikan punishment (hukuman) pada siswa yang melakukan
pelanggaran sebaiknya guru memperhatiakan syarat-syarat punishment
(hukuman) yang bersifat pedagogis sebagai berikut :
a. Tiap-tiap punishment (hukuman) hendaknya dapat dipertanggung
jawabkan. Ini berarti punishment (hukuman) itu tidak boleh sewenang-
wenang.
b. Punishment (hukuman) itu sedapat-dapatnya bisa memperbaiki.
c. Punishment (hukuman) tidak boleh bersifat ancaman atau dendam yang
bersifat perseorangan.
d. Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah.
e. Tiap-tipa punishment (hukuman) harus diberikan dengan sadar dan
suadah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.
f. Bagi si terhukum (siswa), punishment (hukuman) itu hendaknya dapat
dirasakan sendiri sebagai kedukaan atua penderitaan yang sebenarnya.
45
Amir Daien Indrakusuma, Penantar Ilmu Pendidikan (Surabaya : Usaha Nasional, 1973), h. 165
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
g. Jangan melakukan punishment (hukuman) badan sebab pada hakikatya
punishment (hukuman) badan itu dilarang oleh negara.
h. Punishment (hukuman) tidak boeh merusak hubungan baik antara si
pendidik dengan siswa.
i. Adanya kesanggupan memberikan maaf dari si pendidik, sesudah
menjatuhkan punishment (hukuman) dan setelah siswa itu
mengintropeksi kesalahannya.46
Disamping itu, siswa harus diberikan kepercayaan kembali serta
harapan bahwa siswa itupun akan sanggup dan mampu berbuat baik seperti
teman-teman yang lain.
7. Macam-macam Reward dan Punishment
a. Reward (Ganjaran)
Adalah penilaian yang bersifat positif terhadap belajarnya siswa.
Reward (Ganjaran) yang diberikan kepada siswa bentuknya bermacam-
macam, secara garis besar reward (ganjaran) dapat dibedakan menjadi
empat macam, yaitu :
1. Pujian
Pujian adalah suatu bentuk reward (ganjaran) yang paling
mudah dilakukan. Pujian dapat berupa kata-kata seperti : baik,
bagus, bagus sekali dan sebagainya, tetapi dapat juga berupa kata-
46
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. ..., h.191-192
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
kata yang bersifat sugesti. Misalnya : “Nah, lain kali akan lebih baik
lagi.”
2. Penghormatan
Reward (ganjaran) yang berupa penghormatan ini dapat
berbentuk dua macam pula. Pertama, perbentuk semacam
penobatan. Yaitu anak yang mendapat penghormatan diumumkan
dan ditampilkan dihadapan teman-temannya.
3. Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah disini ialah reward (ganjaran)
yang berbentuk pemberian yang berupa barang. Reward (ganjaran)
yang berupa pemberian barang ini disebut juga reward (ganjaran)
materil, yaitu hadiah yang berupa barang ini dapat terdiri dari alat-
alat keperluan sekolah, seperti pensil, penggaris, buku, dan lain
sebagainya.
4. Tanda penghargaan
Jika hadiah adalah reward (ganjaran) yang berupa barang,
maka tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan
barang-barang tersebut, seperti halnya pada hadiah. Melainkan,
tanda penghargaan dinilai dari segi “kesan” atau “nilai kenangnya”,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
disebut juga reward (ganjaran) simbolis. Reward (ganjaran)
simbolis ini dapat berupa surat-surat tanda sertifikat.47
Dari empat macam reward (ganjaran) tersebut diatas, penulis
menyimpulkan bahwa dalam penerapannya seorang guru dapat memilih
bentuk dari macam-macam reward (ganjaran) yang cocok dengan siswa
dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi, baik situasi dan kondisi
siswa atau situasi dan kondisi keuangan,bila hal itu menyangkut
masalah keuangan.
Dalam memberikan reward (ganjaran) seorang guru hendaknya
dapat mengetahui siapa yang berhak mendapatkan reward (ganjaran),
seorang guru harus selalu ingat akan maksud reward (ganjaran) dari
pemberian reward (ganjaran) itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika
menunjukkan hasil lebih baik dari pada biasanya, mungkin sangat baik
diberi reward (ganjaran). Dalam hal ini seorang guru hendaknya
bijaksana, jangan sampai reward (ganjaran)menimbulkan iri hati pada
siswa yang lain yang merasa dirinya lebih pandai, tetapi tidak mendapat
reward (ganjaran).
Kalau kita perhatikan apa yang telah diuraikan tentang maksud
reward (ganjaran), serta macam-macam reward (ganjaran) yang baik
diberikan kepada siswa, ternyata bukanlah soal yang mudah. Ada
47
Amir Daien Indrakusuma, Penantar Ilmu Pendidikan....... h. 159-161
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru sebelum
memberikan reward (ganjaran) pada siswa, yaitu :
1. Untuk memberi reward (ganjaran) yang pedagogis perlu sekali guru
mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan
tepat. Reward (ganjaran) dan penghargaan yang salah dan tidak
tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.
2. Reward (ganjaran) yang diberikan kepada seorang anak janganlah
hendaknya menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang
lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak
mendapat reward (ganjaran).
3. Memberi reward (ganjaran) hendaknya hemat. Terlalu kerap atau
terus-menerus memberi reward (ganjaran) dan pengargaan akan
menjadi hilang arti reward (ganjaran) itu sebagai alat pendidikan.
4. Janganlah memberikan reward (ganjaran) dengan menjanjikan lebih
dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya apalagi
bagi reward (ganjaran) yang diberikan kepada seluruh kelas.
Reward (ganjaran) yang telah dijanjikan terlebih dahulu, hendaklah
akan membuat anak-anak berburu-buru dalam bekerja dan akan
membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa orang anak yang
kurang pandai.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
5. Pendidik harus berhati-hati memberikan reward (ganjaran), jangan
sampai reward (ganjaran) yang diberikan kepada anak-anak
diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukan.
b. Punishment (Hukuman)
Macam-macam punishment (hukuman) yang akan diberikan berikut
ini bukanlah macam-macam usaha atau perlakuan yang dijalankan oleh
pendidik dalam menghukum anak-anak. Dimuka telah dikatakan bahwa
dalam hal menghukum tidak ada “buku resep” tertentu yang telah
terbukti kemanjurannya.
Yang dimaksud dengan macam-macam punishment (hukuman) itu
ialah yang berikut ini.
a. Ada pendapat yang membedakan punishment (hukuman) itu
menjadi dua macam, yaitu :
1) Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan
maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman
ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi
pelanggaran sehingga hal itu dilakukannya sebelum
pelanggaran itu dilakukan. Misalnya seorang dimasukkan atau
ditahan di dalam penjara, (selama menantikan keputusan
hakim), karena perkara tersebut ia ditahan preventif dalam
penjara.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
2) Hukuman korektif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan
maksud memperbaiki karena anak telah melanggar ketertiban
atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya : celaan, ancaman,
hukuman.
8. Tujuan Reward dan Punishment
a. Tujuan Reward (Ganjaran)
Mengenai masalah reward (ganjaran), perlu peneliti bahas tentang
tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward (ganjaran). Hal ini
dimaksudkan,agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan
semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan
perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan memberi arah dalam
melangkah.
Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward (ganjaran)
adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat intrinsik dari
motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan,
maka perbuatan itu timbul dari kesadaran siswa it sendiri. Dan dengan
reward (ganjaran) itu juga diharapkan dapat membanguan suatu
hubungan yang positif antara guru dengan siswa, karena reward
(ganjaran) itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta dan
kasih sayang seorang guru kepada siswa.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Jadi dari beberapa penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa maksud dari reward (ganjaran) itu yang terpenting bukanlah hasil
yang dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru
bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih
keras pada siswa. Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward
(ganjaran) disamping merupakan pendidikan reprensif yang
menyenangkan, reward (ganjaran) juga dapat menjadi pendorong atau
motivasi bagi siswa-siswi untuk belajar lebih baik lagi.
b. Tujuan Punishment (Hukuman)
Tujuan merupakan salah satu faktor yang harus ada dalam setiap
aktivitas, karena aktifitas yang tanpa tujuan tidak mempunyai arti apa-
apa, dan akan menimbulkan keugian serta kesia-siaan. Sehubungan
dengan punishment (hukuman) yang dijatuhkan kepada siswa, maka
tujuan yang ingin dicapai sesekali bukanlah untuk menyakiti atau untuk
menjaga kehormatan guru atau sebaliknya agar guru itu ditaati oleh
siswa, akan tetapi tujuan punishment (hukuman) yang sebenarnya adalah
agar siswa yang melanggar merasa jera dan tidak akan mengulangi lagi.
Tujuan pemberian punishment (hukuman) ada dua macam, yaitu
tujuan dalam jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka
pendek adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah, sedangkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
tujuan jangka panjang adalah untuk mengajar dan mendorong siswa agar
dapat menghentikan sendiri tingkah lakunya yang salah.48
Maksud dari seorang guru memberikan punishment itu bermacam-
macam, hal ini sangat erat hubungannya dengan pendapat orang tentang
teori-teori punishment (hukuman), maka tujuan pemberian punishment
berbeda-beda sesuai dengan teori punishment (hukuman) yang ada.
1. Teori pembalasan
Teori inilah yang tertua. Menurut teori pembalasan,
punishment (hukuman) diadakan sebagai pembalasan dendam
terhadap kelainan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang.
Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan disekolah.
2. Teori perbaikan
Menurut teori ini, punishment (hukuman) diadakan untuk
membasmi kejahatan. Maksud dari punishment (hukuman) ini
adalah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat
kesalahan lagi.
3. Teori perlindungan
Menurut teori ini, punishment (hukuman) diadakan untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar.
Dengan adanya punishment (hukuman) ini, masyarakat dapat
48
Charles Schaefer. Bagaimana Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak (Jakarta: Kesain
Blanc,1986),h.91
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh
pelanggar.
4. Teori ganti rugi
Menurut teori ini, punishment (hukuman) diadakan untuk
mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat dari
kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. punishment (hukuman)
ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintah.
5. Teori menakut-nakuti
Menurut teori ini, punishment (hukuman) diadakan unyuk
menimbulkan perasaan takut keada si pelanggar dari perbuatannya
yang melanggar itu sehingga ia akan takut melakukan perbuatan itu
dan mau meninggalkannya.
Setelah penulis mengetahui tujuan dari punishment (hukuman)
dalam pendidikan diatas maka kita sebagai calon pendidik harus
mengetahui punishment (hukuman) yang cocok untuk diterapkan dalam
dunia pendidikan.
C. PENERAPAN KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK
PEMBERIAN REWARD DAN PUNISHMENT UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
Pembahasan dalam hal ini merupakan rangkuman dari uraian yang telah
penuis paparkan pada pembahasan didepan, yaitu memadukan antara konseling
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
behavioral dengan teknik pemberian reward dan punishment dengan motivasi
belajar siswa.
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar,
sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau
pengalaman belajar untuk membantu individu untuk mengubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalahnya.49
Behaviorisme menitik beratkan pada perilaku individu. Perilaku individu
ada karena adanya stimulus (Rangsangan Eksternal). Secara khusus tujuan
konseling behavioral mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-
cara memperkuat perilaku yang diharapkan, dan meniadakan perilaku yang tidak
diharapkan serta dan membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.50
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang
pada saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran
psikologi behavioritik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang
tampak. Banyak teknik yang dimiliki oleh paham behavioral dalam menangani
permasalahan yang dihadapi, salah satunya yaitu menggunakan teknik pemberian
reward dan punishment.
Kita telah mengetahui bahwa reward dan punishment merupakan alat
pendidikan represif. Reward merupakan alat motivasi, alat yang bisa
49
Muhamad Surya. Dasar-dasar Konseling Pendidikan ....h. 184
50 Latipun. Psikologi konseling.(Malang:UMM Press:2011 )h.90
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
menimbulkan motivasi ekstrinsik. Dengan reward dapat dijadikan alat
pendorong bagi siswa untuk belajar yang baik, lebih giat lagi. Sedangkan
punishment merupakan alat pendidikan yang tidak menyenangkan yang bersifat
negatif, namun meskipun demikian dapat juga menjadi alat motivasi , alat
pendorong untuk mempergiat belajarnya siswa.51
Degan adanya reward diharapkan agar siswa lebih giat belajar, belajar
lebih baik dan tekun. Dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya
untuk mencapai prestasi belajar dengan motivasi belajar yang tinggi. Sedangkan
punishment bertujuan untk memperlancar jalannya proses pelaksanaan
pendidikan, dapat juga menjadi alat pendorong bagi siswa untuk berbuat lebih
baik. Dengan demikian adanya reward da punishment bertujuan agar siswa
motivasi belajarnya lebih tinggi lagi.
Dengan demikian siswa yang memiliki masalah dalam belajarnya seperti
tidak tekun dalam menghadapi tugas dan tidak pernah mengerjakan tugas, maka
ketika guru/ konselor memberikan ia punishment (hukuaman) dalam artian
punishment hukuman itu tidak bersifat punishment (hukuman) fisik seperti
pemberian tugas tambahan dan ketika ia sudah bisa menyelesaiakan tugas yang
diberikan oleh guru, siswa tersebut diberi reward (hadiah) dengan hal itu secara
perlahan-lahan siswa akan mengubah perilaku/kebiasan buruknya dan ia akan
termotivasi untuk belajar yang lebih giat.
51
Amir Daien Indrakusuma. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional,1973),h. 164-165