bab ii kajian teoretik 2.1 kajian teoritik dan hasil ... ii.pdf · atau alat bantu pembelajaran...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN TEORETIK
2.1 Kajian teoritik dan Hasil Penelitian yang Relavan
2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari kata latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata
“medium” yang memiliki arti perantara atau pengantar, dengan demikian media
merupakan perantara atau pengantar informasi dalam belajar (Riyana, 2012:9).
Media Pembelajaran digunakan sebagai sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya. Media pembelajaran
terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware)
dan pesan unsur yang dibawanya (message/software). Namun hal yang terpenting
bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau penyampaian informasi yang dibawakan oleh
media tersebut. Perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu
sendiri yang akan disampaikan kepada peserta didik atau siswa, sedangkan perangkat
keras (hardware) adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan
pesan atau bahan ajar tersebut. Fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak
hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa (Susilana dan Riyana, 2009:6-9)
Bahan ajar merupakan salah satu media yang berisi informasi atau sebuah
pesan yang dapat dimanfaatkan sebagai penambah wawasan, menurut Prastowo
(2015:213) cakupan dan urutan dalam suatu bahan ajar menjadi hal utama yang
sangat penting dalam pengembangan materi pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
12
proses belajar dibutuhkan cara dan materi konkret, yang dekat dengan lingkungan dan
kehidupan nyata siswa, serta berguna dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Pada awal mula sejarah pembelajaran, media hanya merupakan alat bantu yang
digunakan oleh guru untuk menerangkan pelajaran. Alat bantu yang pertama kali
digunakan adalah alat bantu visual, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan
pengalaman visual kepada peserta didik atau siswa, dengan tujuan untuk mendorong
motivasi belajar siswa, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan
mempertinggi daya serap belajar siswa. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai
alat bantu, Edgar Dale menjabarkan klasifikasi menurut tingkat dari yang paling
konkret ke yang paling abstrak. Pembelajaran yang paling konkret yaitu dengan
pengalaman langsung atau observasi ke lapangan. Klasifikasi alat bantu dari Edgar
Dale yang paling sesuai untuk pengalaman belajar ini kemudian dikenal dengan
sebutan “kerucut pengalaman” (Prastowo, 2015:219).
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Dale (Prastowo, 2015:219)
13
Menurut Danim (2010:7-8) media pendidikan adalah seperangkat alat bantu
sebagai pelengkap yang digunakan oleh guru dalam berkomunikasi dengan siswa atau
peserta didik. Media pendidikan disebut alat bantu bagi pendidik, sedangkan
komunikasi adalah cara penyampaiannya. Peran media sangat dibutuhkan dalam
bentuk komunikasi belajar karena bertujuan untuk meningkatkan tingkat keefektifan
pencapaian tujuan atau kompetensi. Artinya, proses pembelajaran tersebut akan
terjadi apabila adanya komunikasi antara penerima pesan dengan sumber atau
penyalur pesan lewat media tersebut (Susilana dan Riyana, 2009:4)
Media pembelajaran terdiri dari beberapa kelompok. Salah satu kelompok dari
media pembelajaran adalah media bahan cetak, Bahan ajar cetak adalah bahan ajar
yang yang dalam pembuatannya menggunakan media cetak atau tulisan. Atau
informasi dan materi ajarnya tersimpan dalam bentuk tulisan. Bentuk tulisan ini juga
menggambarkan bahwa bahan ajar ini menggunakan bahasa yang bersifat verbal
sebagai media komunikasinya (Prastowo, 2018:57).
Menurut Jasmadi dan Widodo (2008:40) bahan ajar adalah seperangkat sarana
atau alat bantu pembelajaran bagi pendidik dalam proses belajar mengajar yang berisi
berbagai materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis serta menarik yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dalam segala
kompleksitasnya. Bahan ajar yang baik harus dirancang dan ditulis sesuai dengan
kaidah instruksional. Dengan adanya bahan ajar juga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan baru yang (biasanya) sumber belajar peserta didik hanya
14
dari guru atau pendidik, dengan adanya bahan ajar peserta didik tidak akan selalau
tergantung pada guru atau pendidik sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
Menurut Prastowo (2015:205) media bahan ajar cetak merupakan sumber
informasi materi pelajaran dalam bentuk tercetak seperti buku, majalah, dan koran.
Selain bahan ajar cetak juga terdapat bahan ajar non cetak yang disimpan dalam
berbagai bentuk alat komunikasi elektronik yang biasanya digunakan sebagai media
pembelajaran dalam bentuk kaset, video, komputer, dan CD. Terdapat jenis bahan
ajar cetak dan noncetak yang dapat dijadikan sumber pelajaran:
1. Bahan-bahan ajar yang dapat dijadikan pedoman sebagai sumber belajar utama
bagi setiap individu yaitu bahan ajar yang telah disusun sedemikian rupa oleh
guru. Misalnya bahan cetakan seperti modul atau pelajaran berprogram.
2. Bahan ajar cetak yang didukung sebagai penunjang namun dirancang bukan
sebagai bahan pelajaran individual. Contohnya buku-buku paket, diktat, dan
hand-out. Bahan ajar seperti ini memerlukan pengajar seperti guru atau
instruktur pengajar secara langsung.
3. Bahan ajar yang tidak dirancang secara khusus untuk pembelajaran, namun
dapat dimanfaatkan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan siswa dalam
mempelajari atau memahami sesuatu. Yang termasuk bahan ajar ini yakni buku
populer atau jurnal ilmiah. Bahan ajar seperti ini biasanya berisi tentang
gagasan atau ide pengarang secara bebas, atau berisi tentang hasil penelitian
mutakhir dalam suatu kajian tertentu.
15
2.1.2 Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Oka (2017:15-19) terdapat beberapa kegunaan dari penggunaan media
pembelajaran, antara lain:
1. Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak siswa.
2. Mengatasi keterbatasan pengalaman siswa.
3. Media dapat melampaui batas ruang kelas.
4. Media memungkinkan adanya interaksi dengan langsung antara siswa dan
lingkungan.
5. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari suatu yang
konkrit maupun yang abstrak.
9. Media memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar mandiri.
10. Media mampu meningkatkan keterbacaan baru (new literacy), yaitu
kemampuan untuk membedakan dan menafsirkan obyek, tindakan dan lambang
yang tampak, baik yang alami maupun buatan manusia.
2.1.3 Jenis-Jenis Media
Mengingat banyaknya jenis media yang digunakan dalam pembelajaran, maka
seorang pendidik harus mengetahui jenis-jenis media sehingga mampu menentukan
media yang tepat digunakan sesuai materi pembelajaran. Menurut Satrianawati
(2018:10) secara umum jenis-jenis media dapat dibagi menjadi:
16
1. Media visual: Media visual merupakan media yang dapat dilihat. Media ini
mengandalkan indera penglihatan. Contohnya: media foto, gambar, komik,
gambar tempel, poster, majalah, buku, miniatur, alat peraga, dan sebagainya.
2. Media Audio: Media audio adalah media yang bisa di dengar. Media ini
mengandalkan indera telinga sebagai perantaranya. Contohnya: Suara, musik
dan lagu, alat musik, siaran radio, dan kaset suara, atau CD.
3. Media Audio Visual: Media audio visual adalah media yang bisa didengar dan
mampu dilihat secara serempak. Media ini mengandalkan indera penglihatan
dan pendengaran secara bersamaan. Contohnya: media drama, pementasan,
film, televisi, dan media yang sekarang menjamur, yaitu VCD.
4. Multimedia: Multimedia adalah semua jenis media yang terangkum menjadi
satu. Contohnya: internet, belajar dengan menggunakan media internet artinya
mengaplikasikan semua media yang ada, termasuk pembelajaran jarak jauh.
2.1.4 Pengembangan Buku Populer
Menurut Setyosari (2015:278-279) penelitian pengembangan bertujuan dalam
menilai perubahan-perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Dalam bidang
pendidikan para perancang pembelajaran yang akan mengembangan produk berupa
bahan ajar harus didahului dengan analisis kebutuhan. Untuk siapa bahan ajar yang
dikembangkan tersebut akan di produksi dan apakah bahan ajar tersebut benar-benar
diperlukan untuk menunjang keperluan belajar para siswa atau peserta didik.
Berdasarkan kajian dan analisis kebutuhan, jika bahan ajar sangat dibutuhkan, maka
disusunlah draf (blueprint) bahan ajar untuk dilakukan ujicoba lapangan, mulai dari
17
individu atau perorangan (one-to-one tryout), uji kelompok terbatas atau dalam
kelompok kecil sampai kelompok besar atau uji lapangan. Hasil atau produk
pengembangan yang telah tervalidasi melalui proses uji coba yang telah dilakukan
untuk dilakukan revisi atau disempurnakan, kemudian akan sampai tahap akhir
dengan menghasilkan produk yang baik.
Menurut Utama (2014:7) bahan ajar harus berfungsi sebagai penarik minat
motivasi peserta didik dan pembacanya. Motivasi pembaca bisa timbul karena bahasa
yang sederhana, mengalir, dan mudah dipahami. Motivasi bisa timbul karena banyak
gagasan dan ide-ide baru. Motivasi bisa timbul karena bahan ajar tersebut
mengandung berbagai informasi yang relevan dengan kebutuhan belajar peserta didik
dan pembaca, serta bukan informasi yang disampaikan berulang-ulang dan bertele-
tele.
Buku ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi
diungkapkan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak
selalu merupakan hasil dari suatu penelitian ilmiah. Tulisan dari karya ini dapat
berupa petunjuk teknis, pengalaman, dan pengamatan biasa diuraikan dengan metode
ilmiah. Karya ilmiah populer dapat disajikan dalam banyak standar, maupun semi
standar, atau tanpa standar. Penyusunan karya ilmiah populer akan tetap disebut
penulis bukan pengarang, karena dalam proses penyusunan karya ilmiah populer
sama dengan proses penyusunan dalam penulisan karya ilmiah. Namun dalam karya
ilmiah populer terdapat pula kritikan terhadap pemerintahan, analisis atau suatu
peristiwa yang sedang populer di tengah-tengah masyarakat, ataupun hanya sekedar
18
informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat (Laba dan Rinayanti,
2018:30-31).
2.1.5 Pengertian Kewirausahaan atau Entrepreneurship
Istilah Entrepreneur dipopulerkan oleh seorang ahli ekonomi Austria yang
bernama Joseph Schumpeter (1883-1950). Menurut Schumpeter keseluruhan proses
perubahan ekonomi akhirnya tergantung pada pribadi perilakunya yaitu entrepreneur
(wiraswastawan) yang pertama kali menyangkut perubahan. Seorang Entrepreneur
selalu mencari perubahan, menanggapinya dan memanfaatkannya sebagai suatu
peluang. Setiap segala perubahan ditanggapinya secara kreatif dan inovatif (Suyanto,
2004:3).
Entrepreneurship muncul dari penemu-penemu dunia yang dimanfaatkan oleh
orang yang mampu menjual dan memasarkan inspirasi penemuan tersebut untuk
menjadi peluang bisnis. Entrepreneurship berubah makna dari sekedar menawarkan
manfaat kemudian menjadi memanfaatkan informasi yang ada, yaitu mengolah
penemuan-penemuan yang terjadi menjadi sebuah bisnis. Lalu berkembang lagi
menjadi pribadi yang mempunyai visi untuk memanfaatkan perubahan, kebutuhan,
keinginan, dan harapan dari lingkungan sekitar (seperti pedagang, keluarga, laju
pertumbuhan ekonomi, pendapatan, pertanian, pertumbuhan sosial dan lain-lain).
Oleh karena itu, seorang entrepreneurship berani mengambil berbagai resiko untuk
memulai, menawarkan, dan menciptakan suatu konsep yang terpadu guna memenuhi
harapan yang belum terwujud (Hendro, 2012:24).
Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah sebuah ilmu yang
menggabungkan antara seni, filosofi, keterampilan, dan naluri dalam kesatuan khusus
19
serta kemampuan seseorang untuk mengoptimalkan dan memberdayakan sumber
daya yang dimiliki. Sumber daya yang dimiliki dapat dikelola dengan segala resiko
yang telah diperhitungkan secara matang dan dapat digunakan sebagai awal modal
dalam berkreasi maupun berinovasi. Hal ini bertujuan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya untuk menciptakan suatu perubahan dan menghasilkan
suatu produk yang berguna bagi dirinya dan orang lain hingga masa depannya
(Hendro, 2011:28).
Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) merupakan orang yang
berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.
Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai
usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti.
Seorang wirausahawan dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan,
serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Resiko
kerugian adalah hal yang biasa karena seorang entrepreneur memegang prinsip
bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar resiko kerugian yang bakal
dihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah
rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh
perhitungan. Inilah yang disebut dengan jiwa wirausaha (Kasmir, 2006:19-20).
Menurut Suherman (2010:6) kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku
dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah
pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produksi
baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih
baik dan memperoleh keuntungan yang besar.
20
Kewirausahaan selalu diawali dengan kegiatan inovasi (penemuan) yang
diolah dan dikembangkan secara ekonomis. Para wirausahawan adalah orang-orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan untuk mengumpulkan
sumber daya yang dibutuhkan agar mendapatkan keuntungan. Sehingga
kewirausahaan dapat digambarkan mengenai kemampuan individu dan masyarakat
dalam mengembangkan dirinya untuk memanfaatkan potensi yang ada disekitarnya
guna menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan taraf hidupnya (Tando,
2013:5-6).
Pendidikan entrepreneur memberikan ciri dasar, pendidikan entrepreneur
lebih menitikberatkan pada penggalian potensi diri setiap peserta didik. Apabila
seorang peserta didik memiliki minat dan potensi kemampuan untuk berdagang,
maka hal demikian perlu dikembangkan dengan tajam. Ketika potensi peserta didik
telah diketahui dan sudah ditumbuhkan, ini kemudian mengarahkan peserta didik
untuk dipompa semangat, upaya dan kejiwaan untuk menekuni hal tersebut (Nurseto,
2010:56).
Seorang entrepreneur harus mampu melihat peluang dari pandangan yang
berbeda dari orang lain, atau yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain.
entrepreneur yang berhasil adalah entrepreneur yang mampu bertahan dengan segala
keterbatasannya, memanfaatkan, dan meningkatkannya agar dapat maju kemudian
berkembang. Sehingga seorang entreprenurship harus memiliki suatu kemampuan
untuk mengelola sesuatu yang ada kemudian dimanfaatkan dan ditingkatkan agar
lebih optimal sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dimasa yang akan datang
(Hendro, 2011:30).
21
Menurut Winardi (2003:72) fungsi yang bersifat spesifik bagi seorang
entrepreneur adalah kemampuan untuk mengumpulkan faktor-faktor produksi dan
kemudian memanfaatkan peluang-peluang yang tidak terlihat atau tidak dihiraukan
oleh para eksekutif bisnis lain. ada beberapa entrepreneur yang memanfaatkan
informasi yang tersedia secara umum memproduksi sesuatu yang baru.
Menurut Kasmir (2012:21) kewirausahaan merupakan suatu kemampuan
dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan
adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang
berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Kreativitas dan inovasi tersebut pada
akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak. Seorang
wirausahawan harus memiliki kemamouan yang kreatif dan inovatif dalam
menemukan dan menciptakan berbagai ide. Setiap pikiran dan langkah wirausahawan
adalah bisnis. Bahkan, mimpi seorang pebisnis sudah merupakan ide untuk berkreasi
dalam menemukan dan menciptakan bisnis-bisnis baru.
Kemampuan kewirausahaan dapat menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan
hidup. Menurut Casson (2012:5) kewirausahaan merupakan pokok-pokok penting
dari berbagai disiplin ilmu antara lain ekonomi, sosiologi, dan sejarah yang
dihubungkan oleh kerangka-kerangka konseptual utama penting. Kewirausahaan juga
merupakan suatu kemampuan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam
situasi bisnis yang tidak diharapkan dimana prosedur biasa tidak dapat diaplikasikan.
Hal ini menjadikan kewirausahaan sebagai salah satu komponen dari modal sumber
daya manusia (Casson, 2012:20).
22
Kewirausahaaan akan melibatkan pembentukan sikap (attitude),
pengembangan keterampilan (skill), dan pembekalan pengetahuan (knowledge).
Dengan ini, kewirausahaan merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk
dikembangkan melalui jalur pendidikan dan pelatihan dalam bentuk pengalaman,
tantangan, dan keberanian untuk mengambil resiko dalam bekerja atau menciptakan
lapangan pekerjaan (Ranto, 2016:82).
2.1.6 Briket Kompos Daun Nanas
Energi biomassa dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil karena beberapa sifatnya yang bersifat menguntungkan, yaitu dapat
dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbarui (renewable
resources), sumber energi ini relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara, dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber daya hutan. Biomassa meliputi limbah kayu, seperti limbah dari hasil
pertanian, perkebunan, hutan, serta komponen organik dari industri dan rumah
tangga. Teknologi yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bahan
bakar padat, cair, dan gas, antara lain teknologi briquetting (briket), pirolisa (bio-oil),
esterifikasi (bio-diesel), teknologi fermentasi (bio-etanol), anaerobik digester
(biogas) (Karnowo, 2012:24).
Briket merupakan arang dengan bentuk tertentu yang dibuat dengan teknik
pengepresan menggunakan bahan perekat tertentu sebagai bahan pengeras. Biobriket
merupakan bahan bakar briket yang terbuat dari arang biomassa hasil pertanian
(bagian tumbuhan), baik berupa bagian yang memang sengaja dijadikan bahan baku
23
briket maupun sisa-sisa atau limbah proses produksi/pengolahan agroindustri (Rifdah,
2017:41).
Menurut Junary Erwin (2015:33) pembuatan briket biomassa memerlukan
penambahan bahan perekat untuk meningkatkan sifat fisik dari briket. Adanya
penambahan kadar perekat yang sesuai pada pembuatan briket akan meningkatkan
nilai kalor briket tersebut. Jenis perekat yang digunakan pada pembuatan briket
berpengaruh terhadap kerapatan, ketahanan tekan, nilai kalor bakar, kadar air, dan
kadar abu. Penggunaan jenis dan kadar perekat pada pembuatan briket merupakan
salah satu bagian faktor penting dalam pembuatan briket.
Bahan bakar merupakan media untuk menyalakan api. Bahan bakar memiliki
sifat alami yang dapat ditemukan atau bersumber langsung dari alam, namun juga
dapat bersifat buatan yang diolah dengan teknologi maju. Salah satu bahan bakar
bersifat buatan dengan bahan baku yang murah dan proses pengolahannya sederhana
disebut bioarang atau briket. Bioarang adalah jenis bahan bakar yang terbuat dari
berbagai macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan,
rumput, jerami, dan limbah pertanian lainnya (Adan, 1998:9-10).
Menurut Mawardi (2012:89-90) bioarang adalah arang yang diperoleh dengan
cara membakar biomassa kering tanpa udara (pirolisis). Briket bioarang memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan arang konvensional sebagai berikut.
1. Menghasilkan panas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan arang
konvensional (arang kayu). Nilai kalori briket bioarang mencapai 5.000 kalori.
2. Tidak menimbulkan asap dan bau ketika dibakar sehingga ramah lingkungan
dan efektif bagi masyarakat yang tinggal di pemukiman padat.
24
3. Tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara ketika dibakar.
4. Dalam pembuatan briket bioarang, teknologi dan peralatan yang digunakan
relatif sederhana serta tidak memerlukan bahan kimia lain.
Berdasarkan hasil penelitian Musabbikhah (2015:125) proses pembuatan
biobriket agar hasil optimal dan menghasilkan nilai kalor yang tinggi sesuai dengan
yang dibutuhkan, menggunakan karakteristik kualitas lebih tinggi nilai kalor briket
akan lebih baik. Biobriket yang memiliki nilai kalor dengan karakteristik kualitas
lebih besar akan lebih baik dan kadar air semakin kecil, sehingga laju penyalaan akan
semakin tinggi. Jadi, kualitas lebih besar berpengaruh dlam hasil penyalaan laju
briket, dengan kualitas briket yang besar akan menghasilkan kualitas yang lebih baik.
Pembuatan briket arang dengan bahan-bahan yang berasal dari bahan organik
seperti daun mampu menghasilkan briket yang baik. Menurut Rafsanjani (2012:4-5)
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pembuatan briket dari eceng gondok dan
daun dapat disimpulkan bahwa semakin banyak kandungan daun maka nilai kalornya
akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Salim (1993:36-37) hasil
penelitian menunjukkan dalam pembuatan briket kompos kondisi terbaik dalam
pemanasan briket kompos selama 10 menit. Pada kondisi ini briket kompos yang
dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik dan juga kekuatannya. Sedangkan
pemanasan yang dilakukan lebih dari 10 menit menunjukkan hasil yang menurun,
dalam penampakan bentuknya ataupun kekuatannya. Jadi, dalam pembuatan briket
kompos alternatif yang baik dilakukan dalam waktu 10 menit untuk mendapatkan
hasil briket yang baik.
25
2.1.7 Narapidana Anak
Teori pidana di Indonesia yang khas merupakan suatu kebutuhan agar
penerapan dalam hukum atau tindak pidana tidak akan menimbulkan dampak negatif
yang tidak diinginkan. Bidang hukum pidana adalah bidang yang spesifik
dibandingkan bidang hukum yang lain. Keistimewaan dari hukum pidana terletak
pada sanksinya yang beragam. Karakteristik awal mengenai tindak pidana selalu
melekat unsur yang menderitakan, atau hal-hal yang tidak mengenakkan narapidana.
Namun seiring berjalannya waktu unsur penderitaan kemudian mengalami perubahan
dan penyesuaian, bahwa pemidanaan adalah suatu pendidikan moral terhadap
narapidana agar tidak terulang lagi perbuatan kejahatannya (Zaidan, 2016:216-219).
Pembinaan narapidana anak berkaitan dengan aspek kebijakan peraturan
undang-undang yang melandasinya, diantaranya UU No.3 Tahun 1997 bahwa anak
adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,
dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Menurut Darmabrata dan Wibowo (2003:52) bila dihubungkan dengan proses
hukum menurut Undang-Undang Peradilan Anak (UUPA) maka yang dimaksud
dengan anak adalah:
1. 12 tahun - < 18 tahun : Dapat diajukan ke sidang pengadilan anak dan
dikenakan pidana dan tindakan.
26
2. 8 tahun-12 tahun : Hanya dapat dikenakan tindakan (konsultasi
profesional).
3. Di bawah 8 tahun : Tetap dapat diperiksa penyidik, yang setelah
pemeriksaan dapat dikembalikan ke orang tuanya.
Menurut Yatim dan MPH (2005:2), anak usia sekolah adalah anak yang berusia
6-12 tahun, di Indonesia anak usia tersebut adalah anak usia sekolah dasar. Anak usia
sekolah SMP dan SMU sudah mulai menginjak dewasa dan mereka sudah mulai
belajar memasuki pola hidup orang dewasa. Pada masa ini seorang anak sedang
memenuhi kewajiban dan memperoleh haknya untuk belajar dan mengayomi
pendidikan. Pendidikan bukan hanya program, tetapi juga hak dasar (fundamental
right) untuk semua anak, bahkan untuk segala situasi apa pun (in all situations).
Pendidikan dasar merupakan pondasi yang sangat penting untuk pembelajaran
seumur hidup dan pembangunan manusia (Supeno,2010:183-189).
Menurut Surna dan Pandeirot (2014: 3) pada usia anak sekolah 6-12 tahun
seorang anak merasa bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu sesuai dengan
kemampuannya. Seorang anak dapat berhasil mengerjakan tugas yang dibebankan
pada dirinya dan juga mampu mengerjakan menyelesaikan tugas-tugas menantang
jika anak diberi dukungan, semangat, dan koreksi yang konstruktif. Namun
sebaliknya, bagi anak yang diperlakukan seperti anak yang tidak memiliki
kemampuan, maka seorang anak akan merasa rendah diri dan sulit menemukan
kompetensi dirinya.
Pemberian sanksi hukuman bagi seorang narapidana anak yang telah
melakukan tindak pidana harus berdasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan
27
khusus atau istimewa. Hak-hak dasar anak tidak boleh dihilangkan terutama hak
untuk mendapatkan pendidikan karena hak pendidikan bagi anak telah diatur dalam
konvensi internasional dan perundang-undangan. Maka bentuk pemberian sanksi
terhadap narapidana anak harus bersifat pembinaan dan juga pendidikan bukan
dengan suatu kekerasan (Widari, 2012:34).
2.1.8 Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang biasanya disingkat dengan (LPKA)
merupakan suatu lembaga tempat anak-anak menjalani masa pidana nya atau masa
peradilan berdasarkan tindakan perbuatan kejahatan yang dilakukannya. Anak yang
bermasalah dengan hukum harus diarahkan dan diberikan bentuk pembinaan khusus
terhadapnya. Pembinaan mengarahkan agar seseorang dapat berbuat lebih baik lagi,
sehingga fungsi pemidanaan harus dapat memberikan efek jera terhadap pelaku
tindak pidana (Asmarawati, 2014:528).
Menurut Widari (2012:30) Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
merupakan lembaga yang menyelesaikan suatu permasalahan anak yang mengarah ke
pembinaan dan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai anak dan kesejahteraan
anak dalam hal memenuhi keadilan, pembinaan pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan
pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Khusus
narapidana anak dalam LPKA mereka berhak memperoleh pembinaan,
pembimbingan, serta pendidikan dan pelatihan yang layak.
Salah satu usaha penegakan hukum bagi anak yang melakukan penyimpangan
norma (anak nakal) adalah melalui peradilan anak di Lembaga Pembinaan Khusus
28
Anak (LPKA), sebagai suatu usaha perlindungan anak untuk mendidik anak tanpa
mengabaikan tegaknya keadilan. Peradilan anak diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendidik kembali dan memperbaiki sikap juga perilaku anak sehingga ia dapat
meninggalkan perilaku buruk yang telah dilakukannya (Widari, 2012:34).
2.1.9 Data Obsevarsi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Jambi
Lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) merupakan lembaga pembinaan
yang diperuntukkan bagi setiap narapidana anak berjenis kelamin laki-laki. LPKA
Provinsi Jambi terletak di Muara Bulian Kabupaten Batanghari, tepatnya di Sungai
Buluh. Berdasarkan hasil observasi jumlah narapidana anak yang berada di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak Jambi sampai dengan Maret 2018 sebanyak 44 orang
dengan variasi usia antara 14-20 tahun, secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.1 Data Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Muara Bulian
No Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Tingkat Pendidikan
1 14 1 Tidak lulus SD
2 15 5 SD, SMP, Tidak lulus
SD
3 16 6 SD, SMP
4 17 9 Tidak sekolah, SD,
Tidak Lulus SD
5 18 12 Tidak lulus SD, SD,
SMP
6 19 8 SMP, SD
7 20 3 MTS, SD
Jenis pidana pada setiap anak juga beraneka macam, mulai dari tindak pidana
pembunuhan sebanyak 4 orang, perlindungan anak sebanyak 26 orang, narkotika 1
orang, kesusilaan 2 orang, pencurian 9 orang, perampokan 1 orang, serta kriminal
umum 1 orang. Jenis pidana juga mempengaruhi lamanya tahanan, jenis pidana yang
29
paling lama yakni pembunuhan yang mencapai sekitar 7 tahun sedangkan yang paling
ringan pada tindak pidana pencurian yakni dalam hitungan hari hingga bulan.
Aktivitas setiap narapidana anak di LPKA sudah dijadwalkan dengan baik mulai dari
bangun pagi pukul 04.30 hingga istirahat malam pukul 21.00 wib. Setiap narapidana
anak dipersilahkan makan sebanyak 3 kali sehari.
Pendidikan yang diselenggarakan LPKA yaitu pendidikan non formal berupa
sekolah paket A, B, dan C serta pelatihan keterampilan. Pendidikan sekolah paket A,
B, dan C terselenggara atas kerjasama dengan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) dibawah wewenang Dinas Pendidikan wilayah setempat. Setiap guru
yang bertugas mengajar setidaknya memegang 2 mata pelajaran. Proses pembelajaran
berlangsung selama 4 jam mulai dari pukul 08.00 wib hingga pukul 12.00 wib setiap
hari senin sampai dengan kamis. Ruang pembelajaran cukup memadai, dimana terdiri
atas 3 ruang kelas yaitu kelas paket A, kelas paket B, kelas paket C. Setiap ruang
kelas tersedia bangku belajar terbuat dari kayu, papan tulis, lemari, papan absensi,
infocus juga telah tersedia namun untuk laptop atau sejenisnya belum tersedia bagi
narapidana anak.
Menurut kepala LPKA, masalah yang sering terjadi pada proses pembelajaran
yaitu kurangnya sumber belajar dan antusias dari setiap narapidana anak untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga seringkali kegiatan pembelajaran menjadi
suatu keterpaksaan bagi anak. Guru yang mengajar juga mengatakan hal serupa,
bahwa minat dan motivasi narapidana anak di LPKA untuk mengikuti kegiatan
belajar cukup rendah. Seperti yang dijelaskan dalam Sistem Peradilan Pidana anak
bahwa pendidikan wajib diselenggarakan di LPKA. Sistem pembelajaran yang
30
diterapkan di LPKA yakni Teacher Center Learning (TCL) dengan metode
pembelajaran yang digunakan dalam belajar yaitu metode ceramah.
Pendidikan keterampilan yang diselenggarakan di LPKA berupa penyablonan,
menjahit, pembuatan kerajinan resam. Dimana tutor yang bertugas didatangkan dari
luar dan beberapa juga staff pegawai LPKA. Ruang untuk kegiatan keterampilan juga
sudah tersedia dengan peralatan lainnya seperti mesin jahit yang ada sekitar 7-10
buah. Sejauh ini hasil dari kegiatan menjahit dan menyablon masih digunakan sendiri
untuk narapidana anak di LPKA, dan akan di pasarkan keluar untuk rencana jangka
panjang. Salah satu hasil kegiatan menyablon dan menjahit yaitu baju seragam
narapidana anak berupa kaos (mirip polo) yang berwarna hijau tua. Namun, untuk
kerajinan resam beberapa sudah ada yang dijual keluar.
Selain itu juga ada kegitan pertanian, meskipun lahan yang tersedia cukup
minim. Kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang baru diselenggarakan beberapa
minggu sebelumnya. Saat ini, Kegiatan pertanian ini termasuk salah satu kegiatan
penting dan cukup diperhatikan di LPKA. Di samping bercocok tanam mereka juga
mengolah budidaya ikan. Ikan yang dibudidayakan saat ini yaitu ikan lele. Untuk saat
ini hasil pertanian dan budidaya ikan masih digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
pangan sehari-hari Anak didik di LPKA. Anak didik tidak dipaksakan untuk
mengikuti kegiatan pertanian, mereka bebas memilih kegiatan sesuai dengan minat
mereka. Sebagian besar yang menggeluti bidang pertanian adalah narapidana anak
yang sudah tidak lagi mengikuti kegiatan pembelajaran.
Penanaman pendidikan karakter yang diselenggarakan di LPKA berupa
kegiatan pengajian, kegiatan pramuka, latihan kemandirian. Pelaksanaan apel pagi
31
juga diterapkan di LPKA sebagai pendidikan karakter untuk melatih kedisiplinan
Anak didik. LPKA juga menyediakan beberapa fasilitas lain, seperti ruang tenis meja.
Di mana narapidana anak dapat bermain di ruang tersebut. Ruang istirahat (kamar)
bagi Anak didik disebut paviliun. Paviliun berupa bangunan yang didalamnya terdiri
atas beberapa kamar (mirip kos-kosan). Setiap kamar ditempati sekitar 8-10
narapidana anak.
2.1.10 Penelitian yang relavan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Patmawati (2017) yang berjudul “Pengembangan
Buku Ilmiah Populer Tentang Studi Morfologi Kayu Pacat (Harpullia arborea
(Blanco) Radlk.) Sebagai Tumbuhan Langka di Taman Nasional Kerinci Seblat”.
Hasil penelitian menunjukkan hasil dari ujicoba para ahli dan kelompok kecil
dapat diketahui hasil persentase dalam indikator kemudahan materi,
kebermanfaatan, dan tampilan media berada pada rentang interval 32,5 - 40.
Dengan ini media buku ilmiah populer tentang studi morfologi kayu pacat yang
dikembangkan termasuk dalam kategori sangat baik.
2. Penelitian yang dilakukan Utami (2017) yang berjudul “Pengembangan Buku
Ilmiah Populer Keanekaragaman Mangrove Berbasis Pembelajaran Kontekstual
Pada Materi Keanekaragaman Hayati di SMA”. Hasil penelitian menunjukkan
setelah media pembelajaran buku ilmiah populer divalidasi oleh ahli media dan
diujicobakan siswa diperoleh skor 203 dengan persentase 84,58% ini termasuk
kategori sangat baik, dan ujicoba responden diperoleh skor 314 dengan
persentase 81,76% termasuk kategori “sangat baik”. Hal ini menunjukkan bahwa
32
ahli media dan peserta didik sangat setuju dengan pengembangan buku ilmiah
populer keanekaragaman mangrove sebagai salah satu media pembelajaran yang
layak dan baik pada materi keanekaragaman hayati kelas X di SMA.
3. Penelitian yang dilakukan Khoirunnisa (2015) yang berjudul “Inventarisasi Jenis
Udang di Pasar Parit 1 Kuala Tungkal Sebagai Bahan Buku Ilmiah Populer
Biologi Bagi Siswa Sekolah Menengah Atas”. Hasil penelitian menunjukkan
melalui hasil analisis persentase angket siswa melalui uji coba mengenai
kemenarikan dan kemanfaatan produk buku ilmiah populer mendapatkan
persentase sebesar 95% dengan kriteria “sangat baik”. Sehingga buku ilmiah
populer yang dikembangkan memiliki kelayakan untuk digunakan dan memiliki
manfaat yang positif dari responden siswa sekolah menengah atas.
4. Penelitian yang dilakukan Maidika (2015) yang berjudul “Studi Jenis Ikan di
Pasar Parit 1 Kuala Tungkal Sebagai Bahan Buku Ilmiah Populer Biologi di
SMA Negeri 1 Kuala Tungkal”. Hasil penelitian menunjukkan melalui hasil
persepsi kuisioner guru biologi dan siswa pada buku ilmiah populer yang
dikembangkan mendapatkan respon dengan kategori “sangat baik” dengan nilai
persentase 94% dari hasil angket persepsi siswa, dan nilai persentase 86,7%
degan kategori “sangat baik” berdasarkan hasil respon guru biologi SMA Negeri
1 Kuala Tungkal.
5. Penelitian yang dilakukan Biyatmoko (2018:36) yang berjudul “Validitas Buku
Ilmiah Populer Tentang Echinodermata di Pulau Sembilan Kotabaru untuk Siswa
SMA di Kawasan Pesisir”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah tervalidasi
oleh guru biologi dari SMAN 1 Pulau Sembilan Kotabaru penilaian terhadap
33
buku ilmiah populer diperoleh nilai persentase sebesar 90,1% yang termasuk
kriteria sangat valid atau layak digunakan. Buku ilmiah populer yang
dikembangkan oleh peneliti memilki validitas yang tinggi sebagai bahan bacaan
baik untuk siswa maupun masyarakat agar menambah wawasan yang mereka
miliki.
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang yang telah dijelaskan
bahwa perlu adanya suatu media yang dapat menyalurkan keterampilan narapidana
anak mengenai upaya dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship narapidana anak
dengan cara memanfaatkan lingkungan yang dapat dijadikan sebagai sumber suatu
usaha atau peluang yang bernilai ekonomis dan inovatif.
Pentingnya sumber belajar untuk menunjang kebutuhan dalam pendidikan
seorang anak terutama narapidana anak di LPKA Provinsi Jambi, maka perlunya
pengembangan media terutama buku populer yang dapat dijadikan alternatif sumber
belajar yang efektif bagi narapidana anak di LPKA dengan model pengembangan
ADDIE. Buku populer yang akan dikembangkan ini secara konsep menampilkan
pemahaman mengenai entrepreneurship dan gambaran penjelasan cara maupun
proses pengolahan kompos daun nanas yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar
briket yang dapat memiliki nilai jual. Berikut kerangka berpikir dapat dilihat pada
Gambar 2.2
34
oB
Revisi
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Pengembangan Buku Populer
Observasi di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Provinsi
Jambi
1. Narapidana anak belum memiliki sumber
belajar mengenai keterampilan dalam
berwirausaha
2. Narapidana anak harus memiliki keterampilan
dalam berwirausaha
Membuat sumber belajar dengan materi berwirausaha
limbah daun nanas
Mendesain sumber belajar (buku populer)
materi berwirausaha limbah daun nanas
Membuat desain awal buku
populer
Mengembangkan buku populer materi
berwirausaha limbah daun nanas
Validasi
Layak Tidak Layak
Buku populer materi berwirausaha limbah daun nanas
Uji coba produk kelompok kecil
Uji coba produk kelompok besar
Saran dan komentar dari respon guru dan
narapidana anak LPKA
Analysis
Design
Development
Implementation
Evaluation