bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/t1... ·...

35
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward dan motivasi belajar siswa. 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Pembahasan variabel model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share mencakup pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, langkah-langkah pembelajaran kooperatif, pengertian dari model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang akan diuraikan sebagai berikut:. 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Dalam pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana keterbukaan dan demokratis, sehingga akan memberikan kesempatan optimal pada anak untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan baik. Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2009:4) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajr dimana para siswa bekerja dalam

Upload: phamthuy

Post on 20-Apr-2018

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel,

yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian

Reward dan motivasi belajar siswa.

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

Pembahasan variabel model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-

Share mencakup pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran

kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif,

langkah-langkah pembelajaran kooperatif, pengertian dari model pembelajaran

Kooperatif tipe Think-Pair-Share, karakteristik model pembelajaran Kooperatif

tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran

Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang akan diuraikan sebagai berikut:.

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan

pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).

Dalam pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana keterbukaan dan

demokratis, sehingga akan memberikan kesempatan optimal pada anak untuk

bekerja sama dan berinteraksi dengan baik.

Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang

dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2009:4) mendefinisikan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajr dimana para siswa bekerja dalam

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

9

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran.

Menurut Lie, A (2007: 12) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik

untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur

disebut juga sebagai sistem pembelajaran gotong royong. Menurut Asma N

(Juwita, 2008: 30) pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan yang

mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerjasama sebagai suatu tim untuk

memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau menyelesaikan suatu

tujuan bersama. Senada dengan pernyataan tersebut, Johnson dan Johnson

(Muharromi, 2009: 31) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan

menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil dan meyakinkan bahwa setiap

anggota kelompok terlibat dalam menyelesaikan tugas.

Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif

sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -

membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga

dinamakan “belajar teman sebaya.”

Dahlan (Juwita, 2008: 30) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan aktivitas dimana anggota kelompok biasa saling berbagi pengetahuan

dan saling mengoreksi bila terdapat kekeliruan pada kelompok tersebut.

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok-

kelompok kecil, dimana setiap anggota kelompok dapat saling membantu, berbagi

pengetahuan dan bekerjasama untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa.

Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam

membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk

menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan membantu teman.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

10

sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi

belajarnya.

2.1.1.2 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

kelompok. Lie (2005: 30) menyatakan bahwa terdapat lima unsur dasar

pembelajaraan kooperatif yang membedakannya dengan belajar kelompok pada

umumnya. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut adalah:

1. Saling Ketergantungan Positif

Saling ketergantungan positif memperlihatkan situasi dimana para siswa: 1)

Melihat pekerjaannya bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok

bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok bermanfaat bagi

dirinya. 2) Bekerja bersama dalam kelompok yang kecil untuk

memaksimalkan pembelajaran kepada setiap anggota kelompok, dengan

membagikan pengetahuan masing-masing demi keberhasilan bersama dalam

kelompok.

2. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat dari saling ketergantungan positif. Jika tugas dan

pola penilaian dibuat sesuai prosedur pembelajaran kooperatif, maka setiap

siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Dengan

demikian, keberhasilan metoda kerja kerja kelompok bergantung pada

persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3. Tatap Muka

Dalam interaksi ini, setiap anggota kelompok saling bertemu muka dan

berdiskusi. Interaksi ini bertujuan untuk mendorong dan memberikan fasilitas

kepada usaha-usaha setiap anggota kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

11

4. Komunikasi Antar Anggota

Untuk dapat menyelesaikan tugas dalam kelompok, siswa harus: 1) Saling

memepercayai, 2) Komunikasi secara akurat, 3) saling menerima dan

menunjang, dan 4) menyelesaikan masalah secara konstruktif. Dengan

demikian, suatu kelompok akan berhasil jika para anggotanya dapat saling

mendengarkan dan saling mengutarakan pendapat mereka.

5. Evaluasi Proses Kelompok

Pada saat pembelajaran kooperatif, guru mengamati kelompok, menganalisa

masalah-masalah yang dibahas kelompok tentang cara kerja mereka.

2.1.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif ditandai oleh struktur tugas, tujuan dan

penghargaan. Siswa bekerja dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif atau

membutuhkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan mereka harus

mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

Menurut Ibrahim (2005:67), adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif

adalah sebagai berikut :

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan suatu

materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan

jenis kelamin yang berbeda.

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

12

2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (2005:7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan,

yaitu hasil belajar akademik, penerimaan tehadap perbedaan individu dan

pengembangan keterampilan sosial.

1) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan atau

aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian siswa

pada belajar akademik yang berhubungan dengan hasil belajar.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah memberikan kesempatan kepada

siswa untuk saling bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian

sehingga tercipta saling ketergantungan satu sama lain dan belajar untuk

menghargai pendapat orang lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah mengajarkan kepada siswa

keterampilan bekerja sama dan kolaborasi juga berguna untuk menumbuhkan

kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

13

2.1.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada

Tabel 2.1

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar

Fese-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan

jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok

kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang meteri

yang telah dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok.

Sumber: Ibrahim, dkk. (2000: 10)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

14

2.1.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) merupakan

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di

Maryland pada tahun 1981 (Lie, 2005: 57). Strategi Think-Pair-Share (TPS) atau

berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Lie (2002:57)

Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk

bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat

berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga

terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan

menyenangkan Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Strategi ini dikembangkan untuk

meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul

dibandingkan pembelajaran ceramah yang menggunakan metoda hafalan dasar,

yaitu guru mengajukan pertanyaan dan satu orang siswa memberikan jawaban.

Teknik ini mendorong jawaban siswa setingkat lebih tinggi dan membantu siswa

mengerjakan tugas.

Berikut pendekatan dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

(TPS) yang disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2

Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share

Aspek Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

Tujuan

Kognitif

Informasi akademik sederhana

Tujuan

Sosial

Keterampilam kelompok dan keterampilan sosial

Struktur

Tim

Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang

anggota

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

15

Pemilihan

Topik

Guru

Tugas

Utama

Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial

dan kognitif

Penilaian Bervariasi

Pengakuan Bervariasi

Sumber: Ibrahim, dkk. (2000:29)

Menurut Ibrahim, dkk. (2000:6) menyatakan bahwa teknik belajar

mengajar Think-Pair-Share mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode

pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk

mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal

pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik

sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap

pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses

pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada

setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa

tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar

mereka.

3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat

memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat

lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan

siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa

yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru.

Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

16

pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan

metode konvensional.

5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran

konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang

benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh

guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan

oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua

siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar

yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar

siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran

hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang

diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat

bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar

berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika

pendapatnya tidak diterima.

Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) juga mempunyai kelemahan.

Kelemahannya adalah:

1. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.

2. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran

berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

3. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai

dengan taraf berfikir anak dan

4. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan

ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara

kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

17

Kelemahan lain dari metode TPS adalah pembelajaran yang baru

diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung,

sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa.

Secara umum, tahapan-tahapan dalam pembelajaran ini adalah guru

mengajukan masalah atau pertanyaan bagi siswa untuk diselesaikan. Kemudian,

siswa memikirkan penyelesaianya secara individu lalu berpasangan untuk

mendiskusikan hasil pemikiran mereka. Dua pasang siswa bergabung dalam satu

kelompok berempat dan mendiskusikan permasalahan tersebut kembali. Pasangan

yang terpilih berbagi kesimpulan dengan seluruh kelas.

Dalam model pembelajaran ini, langkah guru yang menyajikan masalah

untuk diselesaikan oleh siswa menunjukkan bahwa guru bertindak tidak hanya

sebagai penyampai informasi, akan tetapi guru juga bertindak sebagai fasilitator.

Dengan demikian, siswa diharapkan berperan aktif dalam memecahkan

permasalahan.

2.1.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS)

Dinamakan TPS berdasarkan tahap utama dalam langkah-langkah yang

ada pada saat pelaksanaannya (National Science Institute for Education, 1997),

yaitu tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu

langkah Think (berpikir), Pair (berpasangan), dan Share (berbagi).

Think (berpikir). Pada langkah ini, pertama-tama guru memancing siswa

melalui suatu pertanyaan permasalahan. Di sini, guru mengajak siswa untuk

berpikir mengenai permasalahan tersebut untuk beberapa saat.

Pair (berpasangan). Pada langkah ini, siswa dapat mencari teman

berpasangan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan tadi. Siswa

dapat berpasangan dengan teman sebangkunya untuk lebih mengefektifkan

waktu selama pembelajaran. Di sini, pasangan dapat saling bertukar ide atau

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

18

pendapat guna memperoleh pemecahan masalah yang terbaik menurut

keduanya.

Share (berbagi). Pada langkah ini, tiap-tiap pasangan dapat membagikan

hasil pemikiran mereka kepada teman lain dan kelas. Teknisnya, guru dapat

memanggil tiap pasangan ke depan kelas untuk berbagi solusi, mendatangi

tiap pasangan, atau mempersilahkan tiap pasangan yang mengajukan diri,

dan lainnya.

Think Pair Share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain

(Ibrahim dalam Estiti, 2007:10). Pada tahap Think, terdapat “wait or think time”

yakni waktu berpikir. Maksudnya, siswa diberi waktu terlebih dahulu untuk

memikirkan dan memahami permasalahan yang diberikan. Waktu tersebut

diharapkan dapat dapat digunakan oleh siswa untuk mencari solusi permasalahan

yang diberikan berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Dengan adanya waktu

berpikir ini tentu saja dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir dan

mengungkapkan pendapatnya. Namun perlu diingat, waktu berpikir ini sebaiknya

diberikan dengan batasan yang tidak terlalu lama agar siswa dapat lebih cekatan

dalam berpikir dan dapat segera bertukar pikiran dengan sesama siswa lain seperti

yang terdapat pada langkah berikutnya dari model ini.

Setelah siswa memperoleh solusi versi mereka masing-masing dalam

waktu berpikir tersebut, mereka akan dipasangkan dengan siswa lainnya pada

tahap pair. Di sini, mereka dapat saling bertukar pikiran dan pendapat guna

memperoleh solusi terbaik dari keduanya.

Selanjutnya, guru akan kembali membimbing siswa untuk memasuki

diskusi kelas pada tahap Share. Tiap pasangan akan mempresentasikan solusi

yang telah mereka peroleh pada saat berpasangan. Dengan adanya “pasangan”,

siswa tidak akan merasa malu lagi dalam mengungkapkan pendapatnya ketika

jawaban dari solusi permasalahan yang mereka utarakan dirasa belum memenuhi.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

19

Mereka tidak akan takut salah karena mereka merasa dapat berbagi “rasa malu”

yang mungkin timbul. Pada tahap Share ini juga dapat menyadarkan siswa bahwa

seringkali pendapat mereka yang pada awalnya mereka anggap salah, ternyata

tidak salah sama sekali. Dengan kata lain, secara tidak langsung dapat

menumbuhkan keberanian siswa dalam berkomunikasi di depan kelas.

dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling

membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara

kooperatif. Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu

memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk

dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006).

2.1.1.8 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share

(TPS)

Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model

Pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah :

Langkah 1 : Pendahuluan

Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.

Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan

pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi

yang akan disampaikan.

Langkah 2 : Think

Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang

disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk

menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan

bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

20

Langkah 3 : Pair

Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan

pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi

kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka

paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan

dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan

gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa

untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi

dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan

secara kelompok.

Langkah 4 : Share

Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar

sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya.

Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

Langkah 5 : Evaluasi

Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan

masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan

terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

Dalam hal peran guru dalam mengajar dapat dilihat dari aktivitas yang

dilakukan oleh guru selama model diterapkan. Langkah-langkah penyelenggaraan

model diskusi Think-Pair-Share dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

21

Tabel 2.3

Langkah-langkah penyelenggaraan model diskusi Think-Pair-Share

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1 menyampaikan tujuan

dan mengatur siswa

(1) Menyampaikan pendahuluan,

(a) motivasi,

(b) menyampaikan tujuan dasar diskusi

(c) apersepsi;

(2) Menjelaskan tujuan diskusi,

Tahap 2 mengarahkan diskusi (1) Mengajukan pertanyaan

awal/permasalahan;

(2) Modeling,

Tahap 3 menyelenggarakan

diskusi

(1) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

mengerjakan LKS secara mandiri (think);

(2) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

berpasangan (pair);

(3) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

berbagi (share);

(4) Menerapkan waktu tunggu;

(5) Membimbing kegiatan siswa,

Tahap 4 mengakhiri diskusi Menutup diskusi.

Tahap 5 melakukan Tanya

jawab singkat tentang proses

diskusi

Membantu siswa membuat rangkuman

diskusi dengan Tanya jawab singkat

Sumber: Tjokrodihardjo, (2003)

Kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam Model Pembelajaran

Think Pair Share (TPS) memberikan banyak keutungan. Siswa secara individu

dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu

berpikir (wait or think time), sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

22

Menurut Jones (2006), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling

melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan

pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan

seluruh kelas. Jumlah kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk

terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di

depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya.

Selain itu, menurut Spencer Kagan manfaat Think Pair Share antara lain :

Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan

tugasnya dan untuk mendengarkan satu sma lain ketika mereka terlibat dalam

kegiatan Think Pair Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan

mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa

mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan

kualitas jawaban mungkin menjadi lebih banyak.

Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir

ketika menggunakan Think Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi

mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan

pertanyaan tingkat tinggi.

Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi

siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan

membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini

memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi

mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran

dan untuk semua tingkatan anak didik.

2.1.2 Kajian Tentang Reward

Pembahasan variabel pemberian reward mencakup pengertian reward,

komponen-komponen penerapan reward, syarat-syarat reward dan tujuan reward

yang akan diuraikan sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

23

2.1.2.1 Pengertian Reward

Reward merupakan suatu bentuk teori reward positif yang bersumber dari

aliran Behavioristik yang dikemukakan oleh Watson, Ivan Padlow dan kawan-

kawan dengan teori S-R nya. Reward adalah suatu bentuk perlakuan positif

subyek. Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku

yang dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku tersebut

(Mulyasa, 2007 : 77).

Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris Reward yang berarti

penghargaan atau hadiah (John M, Echols, 1996 : 485).

Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang mengemukakan,

diantaranya, reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan, dalam

konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan

motivasi para pegawai. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan

seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka

melakuakan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi,

reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk

memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.

Reward adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud

ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat

merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan.

Selanjutnya yang dimaksud pendidik memberikan reward supaya anak lebih giat

lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi dari pada yang telah

dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk

bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Ngalim purwanto, 1984 : 231).

Reward adalah penghargaan yang diberikan oleh seseorang ataupun suatu

institusi. Reward berhubungan dengan antusias yang menyala-nyala orang yang

memilikinya mempunyai keyakinan yang sangat besar terhadap kesuksesan orang

akan mengejar apapun yang mereka inginkan. Pencapaian-pencapaian itulah yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

24

disebut reward, arti reward bukan hanya sekedar hadiah melainkan ada sebuah

pencapaian yang telah dilaluinya.

Reward merupakan sesuatu yang disenangi atau digemari oleh anak-anak

yang diberikan kepada siapa saja yang dapat memenuhi harapan yakni mencapai

tujuan yang ditentukan, atau bahkan mampu melebihinya. Besar kecilnya reward

yang diberikan kepada yang berhak tergantung kepada banyak hal, terutama

ditentukan oleh tingkat pencapaian yang diraih. Tentang bagaimana wujudnya,

banyak ditentukan oleh jenis atau wujud pencapaian yang diraih serta kepada

siapa reward tersebut diberikan. (Suharsimi, 1993 : 160)

Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan

oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena

sudah mengerjakan suatu hal yang yang benar, sehingga seseorang itu bisa

semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut. Contohnya seorang guru telah

memberikan penghargaan, atau pujian kepada siswanya yang telah menjawab

pertanyaan dengan baik, atau prestasinya baik, maka siswa itu semangat lagi

dalam mengerjakan tugas itu.

Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai

faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini

berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantaranya reward biasanya dapat

menimbulkan motivasi belajar siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif

dalam kehidupan siswa. Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan dan

keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh reward. Maka dengan metode ini,

seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu

diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan. Dengan demikian dengan

melakukan sesuatu perbuatan atau mencapai suatu prestasi.(Mahfudh, 1987 : 81)

Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat

menyenangkan bagi siswa, untuk itu reward dalam suatu proses pendidikan

sangat dibutuhkan keberadaannya demi meningkatkan motivasi belajar. Maksud

dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa siswa

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

25

menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi

yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya

untuk belajar lebih baik. (Ngalim Purwanto, 1985 : 231)

2.1.2.2 Komponen-Komponen Penerapan Reward

Keterampilan dasar penerapan reward terdiri atas beberapa komponen

yaitu:

a. Reward Verbal (pujian):

1) Kata-kata : bagus, ya benar, tepat, bagus sekali, dan lain-lain;

2) Kalimat : pekerjaan anda baik sakali, saya gembira dengan hasil pekerjaan

anda.

b. Reward non Verbal:

1) Reward berupa mimik dan gerakan badan lain: senyuman, angguan, acungan

ibu jari, tepuk tangan dan lain-lain,

2) Reward dengan cara mendekati, guru mendekati siswa untuk menunjukkan

perhatian, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara berdiri disamping siswa,

berjalan menuju kearah siswa, duduk dekat seorang atau kelompok siswa,

berjalan disisi siswa. Guru dapat mengira-ngira berapa lama ia berada didekat

seorang atau kelompok siswa, sebab bila terlalu lama akan menimbulkan

suasana yang tidak baik di kelas.

3) Reward dengan cara sentuhan,

Guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap siswa atas

usaha dan penampilannya dengan cara menepuk pundak, menjabat tangan.

4) Reward berupa symbol atau benda,

Reward simbolis ini dapat berupa surat-surat tanda jasa, bisa berupa

sertifikat-sertifikat. Sedangkan yang berupa benda dapat berupa kartu

bergambar, peralatan sekolah, pin, plastic dan lain sebagainya.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

26

5) Kegiatan yang menyenangkan,

Guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang

disenangi oleh siswa yang memperlihatkan kemajuan dalam pelajaran musik

ditunjuk untuk menjadi pemimpin paduan suara sekolah atau diperbolehkan

menggunakan alat-alat musik pada jam-jam bebas (Uzer Usman, 1991 : 73-

74)

6) Reward dengan memberikan penghormatan,

Reward yang berupa penghormatan tersebut juga dibagi lagi menjadi dua

macam yaitu

Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat

penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan temen-temannya,

temen-teman sekolah, atau mungkin juga dihadapkan para teman dan orang

tua murid. Misalnya saja pada malam perpisahan yang akan diadakan pada

akhir tahun, kemudian ditampilkan murid-murid yang telah berhasil menjadi

bintang-bintang kelas. Penobatan dan penampilan bintang-bintang pelajar

untuk semua kota dan daerah, biasanya dilakukan dimuka umum. Misalnya

pada rangkaian upacara hari proklamasi kemerdekaan.

Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk

melakukan sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelesaikan

suatu soal sulit, disuruh mengerjakan di papan tulis untuk di contoh temen-

temannya (Amir, 1973 : 159).

7) Reward dengan memberikan perhatian tak penuh.

Diberikan kepada siswa yang memberikan jawaban yang kurang

sempurna. Umpamanya, bila seorang siswa hanya memberikan jawaban

sebagian besar, sebaiknya guru menyatakan, “ya, jawabanmu sudah baik,

tetapi masih perlu disempurnakan,” dengan begitu siswa tersebut mengetahui

bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk

menyempurnakannya.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

27

Dari banyak macam reward diatas, maka dari itu seorang guru dapat

memilih reward yang relevan dengan siswa disesuiakan dengan situasi dan

kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, bila hal itu menyangkut masalah

keuangan.

2.1.2.3 Syarat-Syarat Reward

Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui

siapa yang berhak mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud

dari pemberian reward itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan

hasil lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam hal

ini seorang guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri

hati pada siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai, tetapi tidak mendapat

reward.

Kalu kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran,

bilamana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik

untuk diberikan kepada seseorang. Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan

oleh pendidik:

a. Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-

betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Reward yang tidak

tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan;

b. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa

cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih

baik, tetapi tidak mendapat reward;

c. Memberikan reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus

memberikan reward akan menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat

pendidikan;

d. Janganlah memberikan reward dengan menjanjikan dahulu sebelum anak-

anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang telah dijanjikan dahulu

akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa anak yang kurang pandai;

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

28

e. Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang

diberikan kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang

telah dilakukannya (Ngalim Purwanto, 1985 : 233).

Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat

pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting

dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para

ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa

reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut

pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan

dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi

semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya.

Sedangkan pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai

seorang pendidik hendaklah menginsafi bahwa yang dididik adalah siswa yang

masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa.

Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka mengerjakan yang baik dan

meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya sendiri. Perasaan

kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa yang masih kecil

boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan pula bagi

siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan (Ibid, hlm 234).

2.1.2.4 Tujuan Reward

Mengenai masalah reward, perlu peneliti bahas tentang tujuan yang harus

dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat

sesuatu bukan karena perbuatan semata-mata, namun ada sesuatu yang harus

dicapai dengan perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan member arah

dalam melangkah.

Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih

mengembangkan motivasi yang bersifat instrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam

artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

29

kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat

membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward

itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru

kepada siswa.

Jadi, maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang

dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan

membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa.

Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat

pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong

atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik (Umi Masrurah, 2007 : 21).

2.1.3 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

(TPS) Dengan Pemberian Reward

Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan

keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan

siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari

siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum

disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat

memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode

pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan

sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher

oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami

konsep-konsep baru (student oriented).

Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal

dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan

ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya

menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya

tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

30

pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam

menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada

pasangan yang lain.

Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode

think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan

kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua)

siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena

pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai

pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu.

Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian

antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan

siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum

diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa

kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan

banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh

seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka diberikan reward yang berarti

penghargaan atau hadiah. Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting

terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan

perilaku siswa. Diantaranya reward biasanya dapat menimbulkan motivasi belajar

siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif dalam kehidupan siswa.

Maksud dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa

siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi

prestasi yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras

kemauannya untuk belajar lebih baik dan lebih bersemangat. (Ngalim Purwanto,

1985 : 231)

Dalam pembelajaran dengan tipe TPS, untuk menghindari hambatan-

hambatan yang sering ditemui saat pembelajaran berlangsung maka peneliti

menggunakan pemberian reward sebagai upaya untuk mengatasi hal-hal tersebut.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

31

Reward ini diberikan karena reward merupakan alat yang sesuai diberikan untuk

mengatasi situasi belajar siswa yang tidak kondusif saat pelajaran kelompok

diterapkan karena saat pelajaran kelompok diterapkan, kecenderungan siswa yang

ramai dan tidak serius dalam belajar akan mudah ditemukan, hal ini akan

berdampak pada proses belajar yang tidak sesuai dengan rencana. Oleh sebab itu

reward diberikan agar pada saat pembelajaran TPS berlangsung, kecenderungan

siswa yang pasif akan teratasi, maka akan terjadi situasi belajar yang

menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam pembelajaran karena

pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan mendapatkan

penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam menerapkan

pembelajaran TPS.

Dalam penggunaannya, reward terdiri dari beberapa komponen seperti

reward verbal (pujian) dan reward non verbal. Dari komponen reward tersebut,

guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa dan disesuaikan dengan

situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, agar disaat

pembelajaran, semua dapat berjalan dengan lancar. Bila proses belajar siswa

berjalan sesuai dengan yang diinginkan, maka tentunya penerapan pembelajaran

TPS akan mudah diterapkan.

Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model

Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward adalah :

Langkah 1 : Pendahuluan

Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.

Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan

pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi

yang akan disampaikan.

Langkah 2 : Think

Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

32

disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk

menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan

bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

Langkah 3 : Pair

Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan

pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi

kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka

paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan

dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan

gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa

untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi

dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan

secara kelompok.

Langkah 4 : Share

Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar

sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya.

Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

Langkah 5 : Reward

Pada langkah ini, guru memberi sertifikat/hadiah pada kelompok yang telah

berpatisipasi dalam diskusi kelas. Pemberian penghargaan lebih berorientasi pada

kelompok daripada individu. Hal ini dilakukan agar kelompok siswa lebih

kompak dan bersemangat dalam setiap pembelajaran kelompok yang diterapkan.

Langkah 6 : Evaluasi

Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan

masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan

terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

33

2.1.4 Kajian Motivasi Belajar

Pembahasan variabel motivasi belajar mencakup pengertian motivasi

belajar, aspek aspek motivasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

belajar, fungsi motivasi dan tujuan motivasi yang akan diuraikan sebagai berikut

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan

sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam

menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan

untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas

perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang

sesungguhnya (Pintrich, 2003).

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah,

dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku

yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan

belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai

(Sardiman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan

bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu

kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan

bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut.

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang

disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan

strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki

keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

34

tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah

aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.

Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang

berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

2.1.4.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh

Santrock (2007), yaitu:

a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu

yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering

dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman.

Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk

mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu

sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah

mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang

penguasaan keahlian.

b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi

sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar

menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan

itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang

menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan

mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan

dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa.

Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:

1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan

personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka

melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

35

imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka

mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab

personal atas pembelajaran mereka.

2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman

optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan

berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam

tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu

mudah.

2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi

motivasi belajar siwa, yaitu:

a. Harapan guru

b. Instruksi langsung

c. Umpanbalik (feedback) yang tepat

d. Penguatan dan hadiah

e. Hukuman

Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan

bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi

dalam kegiatan belajar adalah:

a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan

tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.

b. Persaingan/kompetisi

c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar

merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga

bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat

belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

36

e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat

belajar terutama kalau terjadi kemajuan.

f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal

ini merupakan bentuk penguatan positif

2.1.4.4 Fungsi Motivasi

Dari uraian diatas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya kelakuan

dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan.

Jadi fungsi motivasi itu ialah:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak

akan timbul perbuatan seperti belajar.

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan

yang diinginkan

c. Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya

motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan (Oemar

Hamalik, 1991 : 175)

d. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang

akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan

kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu

atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sadirman, 1991 : 84).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian hasil penelitian yang relevan membahas hasil penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya, yaitu :

1. Nurlaili (2010) meneliti tentang Keefektifan Model Pembelejaran Koopetarif

Think-Pair-Share (TPS) Dengan Bantuan CD Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Peserta Didik Kelas VIII

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

37

Semester II SMP Negeri 4 Pati menyatakan kemampuan pemecahan masalah

peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-

Share (TPS) dengan bantuan CD Pembelajaran lebih efektif daripada

kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model

pembelajaran ekspositori dengan bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan

menggunakan uji t dari materi sebelumnya diperoleh data kedua kelas tersebut

berada pada kondisi awal yang sama. Berdasarkan hasil penelitian,

perhitungan uji normalitas kelas eksperimen diperoleh X2 hitung = 5,500 dan

kelas kontrol didapat X2 hitung = 7,669 dengan X2 tabel = 7,81 dapat

disimpulkan data bersifat normal. Perhitungan uji homogenitasnya diperoleh

Fhitung = 1,032 dan Ftabel = 2,074 dapat disimpulkan data bersifat homogen.

Untuk menguji hipotesis digunakan uji t diperoleh thitung = 1,790 dan t tabel

= 1,671 dapat disimpulkan Ho ditolak, artinya hipotesis diterima.

2. Hening Susena Nugrahani (2011) meneliti tentang Penerapan Strategi

Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Dengan Penggunaan Media Mind Map

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Sejarah

Kelas VII B SMP Negeri 4 Satu Atep Sale Rembang menunjukkan ada

peningkatan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari hasil belajar sejarah

siswa pada pra siklus nilai rata- rata siswa 52,85 dengan ketuntasan belajar

klasikal siswa 32,14 % terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata siswa 62,32

dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 64,28 % pada siklus I dan nilai rata-

rata siswa 69,10 dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 82,14 % pada siklus

II. Perilaku negatif yang ditunjukkan siswa pun berubah setelah diberikan

tindakan. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, berani

mengemukakan pendapat di depan kelas, dan semakin percaya diri tampil

dalam presentasi.

3. Kinanti Rejeki (2010) meneliti tentang Keefektifan Metode Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Student Team Achievement

Division (STAD) Ditinjau Dari Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

38

SMP N 5 Sleman menyatakan pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

rata posttest kelas eksperimen STAD sebesar 68,47 (simpangan baku =

28,58), untuk kelas eksperimen TPS sebesar 70,14 (simpangan baku =

28,92),dan untuk kelas kontrol yaitu 60 (simpangan baku = 16,72), dari skor

maksimal yang mungkin dicapai yaitu 100 dan skor minimal yang mungkin

dicapai yaitu 0. Dari uji hipotesis , diperoleh hasil yaitu: (1) dengan uji

ANAVA diketahui bahwa ada perbedaan keefektifan dari ketiga metode

pembelajaran ditinjau dari prestasi belajar siswa ( p = 0,221 dan ∝= 5%); (2)

dengan uji lanjutan yaitu uji Tukey disimpulkan bahwa ada perbedaan

keefektifan dari ketiga metode pembelajaran yang diteliti (metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan metode pembelajaran

kooperatif TPS, p = 0,959; ∝=5%; pada metode pembelajaran kooperatif tipe

TPS dibandingkan metode pembelajaran ekspositori, p = 0,232; ∝= 5%; dan

pada metode pembelajaran ekspositori dibandingkan metode pembelajaran

kooperatif tipe STAD, p = 0,359; ∝= 5%). Artinya metode pembelajaran yang

berbeda keefektifannya adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan metode pembelajaran kooperatif TPS ; (3) menurut hasil uji-t, diperoleh

hasil bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dan metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan, sedangkan metode

pembelajaran ekspositori belum efektif digunakan (pTPS = 0,977; pSTAD =

0,750; pekspositori = 0,002; _ = 5%). (4) pada penelitian ini, metode

pembelajaran yang paling efektif digunakan adalah metode pembelajaran

kooperatif tipe TPS, diikuti metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

metode pembelajaran ekspositori

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

39

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah

diuraikan pada bagian sebelumnya, penulis cenderung berpendapat bahwa

penerapan metode kooperatif model Think Pair Share (TPS) dengan pemberian

reward berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Think Pair

Share adalah model pembelajaran kooperatif memiliki prosedur secara eksplisit

dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling

membantu satu sama lain. Dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja

sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil

secara kooperatif. Strategi ini dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi

siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan pembelajaran ceramah

yang menggunakan metoda hafalan dasar, yaitu guru mengajukan pertanyaan dan

satu orang siswa memberikan jawaban. Teknik ini juga mempunyai keunggulan

yaitu optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan

hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model

Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk

menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan

dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.

Sedangkan reward adalah suatu bentuk perlakuan positif subyek. Reward

atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat

peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku. Reward atau

ganjaran merupakan salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud

ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat

merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan.

Dengan diberikannya reward pada pelaksanaan pembelajarannya, dipastikan akan

menumbuhkan minat dan semangat dalam pembelajarannya.

Jadi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang sering ditemui saat

pembelajaran TPS berlangsung maka peneliti menggunakan pemberian reward

sebagai upaya mengatasi kecenderungan siswa yang pasif , maka akan terjadi

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

40

situasi belajar yang menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam

pembelajaran karena pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan

mendapatkan penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam

menerapkan pembelajaran TPS.

Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan

seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam

proses pembelajaran, harus ada dorongan mental yang muncul dari dalam dan luar

siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran yang diharapkan. Karena dalam

belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat

lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Untuk mengetahui motivasi siswa selama pembelajaran Maka dari itu

peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

(TPS) dengan pemberian reward. Karena kebanyakan motivasi belajar siswa pada

suatu pembelajaran sangat rendah. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang

berasal dari guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, hal ini

membuat siswa merasa bosan, sehingga proses pembelajaran tidak seperti yang

diharapakan. Untuk itu peneliti akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Think-Pair-Share dengan pemberian reward untuk melihat motivasi belajar siswa

setelah pembelajaran dilakukan di kelas

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

41

Untuk kerangka berpikirnya dapat dilihat dalam gambar dibawah ini

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Pada penelitian ini, Peneliti hanya menggunakan satu kelas, yaitu kelas

eksperimen. Hal ini dilakukan karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan

desain one group pre test-post test desaign. Pada pertemuan pertama, peneliti

menerapkan pembelajaran konvensional. Untuk melihat motivasi siswa pada saat

Pengaruh dari pembelajaran konvesional dan

pembelajaran model Think Pair Share (TPS) dengan

pemberian Reward terhadap motivasi belajar

Kelas

eksperiment

Pembelajaran biasa yang dilakukan guru

kelas (konvesional)

Pengukuran awal

Pembelajaran dengan model Think Pair

Share (TPS) dengan pemberian Reward

Pengukuran akhir

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/945/3/T1... · 10 . sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

42

pembelajaran konvensional dilakukan, diakhir pembelajaran peneliti memberi

pengukuran awal yang berupa angket. Data awal diambil sebagai pembanding

dengan data akhir yang diperoleh dari pembelajaran dengan perlakuan diterapkan.

Selanjutnya pada pertemuan kedua peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward. Untuk melihat motivasi

siswa setelah pembelajaran dengan model Think-Pair-Share (TPS) dengan

pemberian reward diterapkan, peneliti memberi pengukuran akhir yang berupa

angket. Setelah data diperoleh maka peneliti membandingkan hasil pengukuran

awal dengan hasil pengukuran akhir. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada

pengaruh antara pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan

pemberian reward dengan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada

pertemuan pertama.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang akan dikemukakan

oleh penulis adalah :

Hipotesis : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap motivasi belajar IPA

(Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga).

Ho : b ≤ 0 : Tidak ada pengaruh positif signifikan model pembelajaran tipe

Think- Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah

Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga).

Ha : b > 0 : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah

Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga)