bab ii kajian pustaka dan teori 2.1 kajian pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab...

16
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang membahas terkait gated community merupakan fenomena yang ada pada zaman modern ini. Peneliti terdahulu telah mengkaji tentang gated community dari berbagai lokasi yang berbeda- beda. Penelitian tersebut sebagai berikut: Pertama, skripsi yang berjudul “Pola Interaksi Sosial Antar Masyarakat Perumahan dengan Masyarakat Lokal di Desa Pangguharjo Sewon Bantul Yogyakarta” oleh Cahya Bintang Yulianto. Penelitian tersebut melihat pola interaksi antara masyarakat perumahan dan masyarakat lokal puggoharjo, dimana masyarakat lokal pada mulanya khawatir dengan adanya perumahan di desa tersebut karena dikhawatirkan nanti akan timbul suatu konflik antara masyarakat perumahan dan masyarakat lokal. Namun yang terjadi bahwa pola interaksi sosial antara masyrakat lokal dan masyarakat perumahan berjalan cukup baik, minim konflik dan dapat di buktikan oleh peneliti bahwa adanya pola interaksi yang terjalin antara kedua belah pihak. Penelitian ini menggunakan teori interaksi sosial (timbal balik) dari Gorge Simmel dengan sudut pandang masyarakat terbentuk karena adanya interaksi dan interaksi tersebut timbal balik sehingga akan memunculkan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara.

Upload: tranduong

Post on 26-Aug-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas terkait gated community

merupakan fenomena yang ada pada zaman modern ini. Peneliti terdahulu

telah mengkaji tentang gated community dari berbagai lokasi yang berbeda-

beda. Penelitian tersebut sebagai berikut:

Pertama, skripsi yang berjudul “Pola Interaksi Sosial Antar

Masyarakat Perumahan dengan Masyarakat Lokal di Desa Pangguharjo

Sewon Bantul Yogyakarta” oleh Cahya Bintang Yulianto. Penelitian tersebut

melihat pola interaksi antara masyarakat perumahan dan masyarakat lokal

puggoharjo, dimana masyarakat lokal pada mulanya khawatir dengan adanya

perumahan di desa tersebut karena dikhawatirkan nanti akan timbul suatu

konflik antara masyarakat perumahan dan masyarakat lokal. Namun yang

terjadi bahwa pola interaksi sosial antara masyrakat lokal dan masyarakat

perumahan berjalan cukup baik, minim konflik dan dapat di buktikan oleh

peneliti bahwa adanya pola interaksi yang terjalin antara kedua belah pihak.

Penelitian ini menggunakan teori interaksi sosial (timbal balik) dari Gorge

Simmel dengan sudut pandang masyarakat terbentuk karena adanya interaksi

dan interaksi tersebut timbal balik sehingga akan memunculkan masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan

data menggunakan metode observasi dan wawancara.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

20

Kedua, Skripsi yang berjudul “Analisis Relasi Sosial pada

Masyarakat Gated Community di Kota Pangkalpinang (studi di perumahan

graha puri kota pangkalpinang)” oleh Muliadi tahun 2017. Dalam penelitian

tersebut, peneliti menunjukan bahwa relasi sosial pada masyarakat gated

community seperti masyarakat pada umumnya. Karena dilihat dari bentuk

relasi sosial yang dihasilkan meliputi adanya kerjasama, gotong royong.

Selanjutnya terdapat organisasi yang berfungsi sebagai memperkuat

silahturahmi seperti ibu-ibu arisan, terdapat pula media sosial yang dilakukan

untuk memberikan informasi dengan mudah bagi masyarakat Graha Puri,

selanjutnya terdapat kerumunan seperti bermain catur dan sebagainya. Dapat

diketahui bahwa relasi sosial pada masyarakat Graha Puri berjalan dengan

baik tanpa adanaya sekat yang mengahalangi seperti pagar fisik yang

mengelilingi pemikiman mereka. Teori yang digunakan yaitu teori modal

sosial James Coleman dengan sudut pandang tentang tindakan yang didasari

konsep pilihan rasional, resiprositas dan relasi. Pendekatan yang digunakan

yaitu kualitatif deskriptif, jumlah informan penelitian ini 17 orang yang di

tentukan dengan Teknik porporive sampling.

Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggan

Di Rusunawa X” oleh Cornelius Suherwanto tahun 2017. Penelitian tersebut,

penulis menjelaskan tentang relasi ketetanggan sebagai kunci kesejahteraan

seseorang di lingkungan tempat tinggalnya, seperti dalam rusunawa

seseorang tidak dapat lepas dari kontak dengan orang lain yang tinggal di

rusunawa tersebut. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif.

Pengumpulan data melalui wawancara untuk memperoleh gambaran pola

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

21

relasi dengan menggunakan instrument open-ended questionare. Kemudian

dilakukan wawancara yang mendalam dengan menggunakan pendekatan

fenomenologis. Hasil yang di dapatkan relasi terbentuk kerena komtmen

individu untuk membangun relasi ditanggapi positif oleh tetangganya,

sehingga menumbuhkan kedekatan emosional yang menjadi perekat relasi

ketetanggan, sehingga mendorong seseorang untuk menjalin relasi yang dekat

dan menjaga relasi dalam jangka panjang.

Relevansi antara penelitian terdahulu dengan penelitian penulis:

No Nama

Peneliti/judul

Hasil Relevansi Penelitian

1 “Pola Interaksi

Sosial Antar

Masyarakat

Perumahan

dengan

Masyarakat

Lokal di Desa

Pangguharjo

Sewon Bantul

Yogyakarta”

oleh Cahya

Bintang

Yulianto

Pola interaksi antar

masyarakat perumahan dan

masyarakat lokal di desa

Pangguharjo, Pada awal

pembagunan perumahan

memunculkan dinamika

antara masyarakat lokal dan

perumahan karena

dikhawatirkan akan

menumbulkan konflik. Hal

itu dapat dibuktikan bahwa

adanya kontak sosial

maupun pola interaksi

antara kedua belah pihak.

Perkembangan perkotaan di

desa pangguharjo sangat

pesat, karena banyaknya

bangunan yang memadatai

desa tersebut. Namun

dengan adanya hal tersebut

tidak menggser nilai sosial

kebudayaan. Dari adanya

pembagunan tersebut

membuat masyarakat lebih

kreatif ditandai dengan

Hasil penelitian ini

memiliki relevansi dengan

penelitian yang akan di

lakukan oleh penulis.

Pembahasannya memiliki

kesamaan, hanya fokus

utamanya yang berbeda

walupun tidak signifikan,

pembahasanya

menggunakan pola

interaksi antara

masyarakat lokal dan

perumahan. Sedangkan

penulis akan meneliti

tentang relasi

ketetanggaan antara

warga sekitar perumahan

Wastu Asri.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

22

munculnya warung-

warung, laundry, kos-kosan

dan sebagainya. Pola

ingeraksi yang di lakukan

oleh kedua belah pihak

karena terciptanya suatu

kegiatan yang melibatkan

kedua belah pihak, adapula

musyawarah dan

pertemuan rutin RT serta

danya pengajian.

2 Analisis Relasi

Sosial pada

Masyarakat

Gated

Community di

Kota

Pangkalpinang

(studi di

perumahan

graha puri kota

pangkalpinang)”

oleh Muliadi

tahun 2017.

Relasi sosial pada

masyarakat gated

community di perumahan

Graha Puri menunjukkan

hasil penelitian, bahwa

relasi sosial masyarakat

Graha Puri terjalin dengan

baik. Bentuk relasi sosial

yang dihasilkan yaitu

melalui beberapa cara

pertama, kerja sama.

Kedua, organisasi, ketiga,

media sosial dan keempat

kerumunan. Relasi sosial

masyarakatnya didukung

oleh faktor internal dan

eksternal.

Hasil penelitian ini

memiliki relevansi dengan

penelitian yang akan di

lakukan oleh penulis.

Secara garis besar

pembahasanya memiliki

kesamaan yang akan

diteliti oleh penulis,

pembahasanya melihat

tentang relasi sosial pada

gated community,

sedangkan penelitian yang

akan di lakukan penulis

tentang Relasi

ketetanggaan pada

komunitas berpagar

(gated community).

3 “Pola dan

Dinamika Relasi

Ketetanggan di

Rusunawa X”

Tesis, oleh

Cornelius

Suherwanto

Relasi ketetanggan di

rusunawa x dibangun atas

kesadaran dan komitmen

penghuninya bahwa tidak

hidup sebagai pribadi yang

independent dari yang lain

sehingga mereka

membagun relasi dengan

tetangganya dan di

tanggapi dengan baik oleh

tetangganya yang juga

tergerak untuk membangun

relasi. Sebagai perwujudan

relasi dan komitmen

Hasil penelitian ini

memiliki relevansi dengan

penelitian yang akan di

lakukan peneliti. Secara

garis besar pembahasan

memiliki kesamaan yaitu

relasi dalam bertetangga.

Perbedaannya pada lokasi

penelitian dan

latarbelakang, jika

penelitian Corlenius

melihat relasi ketetanggan

di rusunawa x maka

penulis melakukan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

23

terdapat relasi timbal balik

positif, seperti bekerjasama

sebagai intimitas relasi.

Untuk tetap menjaga

intimitas relasi salah

satunya dengan tetap

menjalin komunikasi,

bahkan ketika telah

dipisahkan oleh jarak.

penelitian di Kawasan

Perumahan Wastu Asri

Kecamatan Junrejo, Kota

Batu. Dengan melihat

fenomena yang hangat

pada saat ini yaitu

menjamurnya perumahan

atau gated community di

Kota Batu.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Relasi Sosial

Hubungan antar sesama dalam istilah sosiologi disebut dengan relasi

atau relation. Relasi sosial juga disebit dengan hubungan sosial merupakan

hasil dari interaksi atau rangkaian tingkah laku yang sistematik antara dua

orang atau lebih. Relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar

individu yang satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi (Astuti 2012:

12).

Relasi sosial atau disebut hubungan sosial yang merupakan hasil dari

interaksi atau rangkaian tingkah laku yang sistematik antara dua orang atau

lebih. Hubungan dalam relasi sosial merupakan hubungan yang sifatnya

timbal balik antar individu dengan individu lainnya dan saling

mempengaruhi. Menurut Michener & Delamater (dalam Hidayati, 2014:22)

menyatakan adapula beberapa tahapan terjadinya relasi sosial yaitu (a) Zero

contact yaitu kondisi dimana tidak terjadi hubungan antara dua orang; (b)

awarness yaitu seseorang sudah mulai menyadari kehadiran orang lain; (c)

surface contact yaitu orang pertama menyadari adanya aktivitas yang sama

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

24

oleh seseorang di sekitarnya; dan (d) mutuality yaitu sudah mulai terjalin

relasi sosial antara 2 orang yang tadinya saling asing.

Hubungan sosial atau relasi sosial antara dua orang atau lebih

mencerminkan adanya pengharapan peran dari masing-masing lawan

interaksinya tingkah laku yang diwujudkan dalam suatu interaksi sosial itu

sistematik, meskipun para pelakunya belum tentu menyadarinya. Terdapat

pengulangan tingkah laku untuk hal-hal yang sama dan dalam situasi yang

sama, ini menandakan adanya suatu keteraturan dan adanya ‘sesuatu’ yang

membuat tingkah laku yang diwujudkan menjadi teratur (Agusyanto,

2007:15).

Terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam terjadinya relasi sosial

di dalam masyarakat (Mulyana, 2006:78) antara lain:

1. Imitasi adalah keadaan dimana dapat mendorong seseorang untuk

mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, imitasi

memungkinkan pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif.

2. Sugesti, faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu

pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian

diterima oleh pihal lain. Berlangsungnya sugesti ini dapat terjadi karena

pihak yang menerima dilanda oleh emosi, yang menghambat daya pikirnya

secara rasional.

3. Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri

seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya

lebih mendalam dari pada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

25

terbentuk atas dasar proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung

dengan sendirinya secara tidak sadar, maupun dengan disengaja karena

sering kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses

kehidupannya.

4. Simpati, proses sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang

merasa tertarik pada pihak lain. Dalam proses ini perasaan memegang

peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati

adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama

dengannya.

5. Empati merupakan proses dimana kemampuan seseorang untuk merasakan

keadaan emosional orang lain, merasakan simpatik dan mencoba

menyelesaikan masalah serta mengambil prespektif dengan orang lain.

Proses untuk mencapai relasi sosial timbal balik dalam melakukan

relasi interpersonal individu melalui beberapa tahapan yang perlu dilalui.

Tahapan relasi interpersonal merupakan awal dari terwujudnya interaksi yang

menyebabkan terjadinya relasi yang baik ataupun relasi interpersonal itu

mengalami kegagalan dalam menjalin interaksi dengan individu lain.

Menurut Devito (1997:233) dalam Barhaqi (2005:25) tahapan relasi

interpersonal yaitu:

1. Kontak, memandang fisik sebagai dimensi yang terbuka dan mudah dilihat

untuk diamati. Sikap hangat, sikap bersahabat, keterbukaan juga terungkap

dan jika individu tersebut menyukai orang tersebut maka akan berlanjut

pada tahap berikutnya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

26

2. Keterlibatan, tahap ini pengenalan lebih jauh, individu meningkatkan diri

untul menganal lebih lanjut. Individu muali mengungkapkan diri = dan bila

hubungan itu bersifat persahabatan, maka dilakukan kegiatan yang

menjadi suatu minat yang sama.

3. Keakraban, tahap ini individu semakin mengikatkan diri lebih jauh pada

individu lain, keakraban hanya terjadi pada beberapa orang saja, biasanya

tidak lebih dari 4 individu kecuali dalam sebuah keluarga.

4. Perusakan, tahap ini menjadi penurunan relasi interpersonal pada individu.

Individu mulai tidak mengikatkan diri dan waktu untuk bertemu semakin

berkurang, bila tahap ini berlanjut maka akan terjadi pemutusan.

5. Pemutusan adalah hal terburuk dalam menjalin relasi interpersonal,

keadaan ini tidak ada ikatan antara individu satu dengan lainnya. Sehingga

pada tahap ini individu akan menjadi dirinya sendiri.

Relasi sosial antar pribadi memiliki karakteristik, sebagaimana

diungkapkan David O. Seasi (1994) dalam Fauzia (2016:30):

1. Kehangatan personal, yaitu karakteristik pokok yang mempengaruhi kesan

pertama kita mengenal orang lain. Orang Nampak hangat dan ramah

karena menyukai hal-hal tertentu yang sedang dibicarakan, memuji dan

menyetujuinya.

2. Kompetensi, pada umumnyab kita menyukai orang yang tampil secara

sosial, cerdas dan kompeten.

3. Daya Tarik fisik, berkaitan dengan penampilan, orang yang diannggap

menarik lebih disukai dari pada tidak menarik.

4. Kesamaan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

27

2.2.2 Gated Community (komunitas berpagar)

Gated Community adalah bagian dari tren suburbanisasi. Tren ini muncul

ketika pusat kota telah kehilangan posisinya sebagai tempat terkuat di dalam

hierarki metropolis. Fenomena ini terlihat tidak hanya dalam hal residensial tapi

juga dalam hal industry, komersial dan ritel, yang mana kini keseimbangannya telah

beralih ke area suburban. Hal ini menyebabkan hampir sebagian besar fungsi kota

beralih ke area suburban. Selain dpicu oleh harga lahan yang mahak, tingginya

angka kejahatan serta banyaknya masalah urban di kota turut mempengaruhi

perluasan area suburban secara significan (Brakely dan Snyder 1997, dalam Rangi,

2008:28).

Menurut Blakely dan Snyder (dalam Rangi 2008:38) terdapat beberapa hal

yang memicu masyarakat atau individu untuk memilik perumahan (gated

community) sebagai tempat tinggal, oleh karena itu Blekely dan Snyder membagi

tipe gated community kedalam tiga jenis komunitas, yaitu;

1. Komunitas LifeStyle atau gaya hidup, komunitas ini lebih mementingkan suatu

keamanan serta pemisarah aktivitas dan sarana hiburan. Subtype dalam

komunitas kategori ini termasuk dalam komunitas yang lebih indvidualis atau

penyendiri seperti pecinta golf, country club, pengembagan resort dan kota baru.

2. Komunitas Prestise, dimana pagar sebagai simbol dari pembendaan tingkat dan

prestis serta melindungi tempat-tempat aman yang memperlihatkan pembedaan

tingkat sosial (termasuk kantung pemikiman kaya dan terkenal) subtipe seperti

ini terdiri dari penghuni dari orang kaya dan terkenal.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

28

3. Zona Keamanan, dari komunitas ini dimana ketakuan akan suatu kejahatan dan

kemungkinan akan adanya peyelundup yang datang dari luar adalah alas an

utama untuk membentuk kantung-kantung pembentengan (pagar), zona ini

terbagi menjadi dua, yaitu;

1. Inner-perch, yaitu pagar sebagai upaya untuk melindungi properti dan nilai

properti serta untuk mencegah kejahatan dari lingkunan sekitar.

2. Suburban-perch, yaitu pagar dipasang sebagai sarana untuk menenagkan area

yang di kota-kan dan juga sebagai brikade di jalan dimana pola jalan yang

berliku dibuat untuk mengurangi akses dan mendeteksi kedatangan dari luar,

dimana warga membangun benteng atau sebuah pagar beton untuk

mengontrol lingkungan mereka.

Pembagian ketiga kategori gated community yag dibuat oleh Blakely dan

Snyder dapat diketahui bahwa tiga alasan penting yang menjadi dasar atau latar

belakang seseorang untuk tinggal di area tertutup (gated community). Pandangan

seseorang tentang tipikal komunitas yang mementingkan gaya hidup, prestise status

dan keamanan.

Gated community setiap negara memiliki ciri khas dan karakternya sendiri-

sendiri. Hal ini disebabkan dari latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda tiap

negara. Berikut adalah beberapa contoh gated community berdasarkan latar

belakang dan Negara (Rangi, 2008:31-34):

1. Argentina

Gated community di Argentina bermula dari didirikannya country club

bagi komunitas yang berisi orang kaya dan terkenal. Dengan kondisi Argentina

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

29

yang rawan kejahatan maka menjadi alasan kuat bagi orang kaya untuk

membagun area yang aman dari kejahatan. Pada saat ini gated community tidak

hanya dimiliki oleh orang kalangan atas namun kini juga dimiliki oleh golongan

menengah ke bawah. Hal ini menjadi lanjutan pemisahan yang dilakukan oleh

gated community.

2. Mesir

Gated community di Mesir, dimulai ketika pemerintah mulai menjual

kavling tanah untuk pembagunan pedesaan di sepanjang pantai. Sejak itu gated

community mulai berkembang, baik perumahan, apartemen maupun villa yang

di setiap areanya dibatasi oleh pagar tinggi dan penjaga keamanan. Kemudian,

gated community mulai di bangun di tengah kota, namun yang terjadi penurunan

minat warga mesir karena mereka lebih suka area yang etdapat di pinggiran Kota.

3. Afrika Seatan

Sejak pergantian sistem pemerintahan yang mengakui persamaan rasial

maka kota di Afrika Selatan serentak bertransformasi menjadi kota yang penuh

dengan kejahatan. Untuk melindungi pemukiman dari kriminalitas maka sistem

pengamanan dalam area tersebut, namun ternyata pemasangan sistem keamanan

ini dilator belakang oleh status dan tinglat sosial masyarakat. Rumah di anggap

memiliki keekslusivan tersendiri dengan dikawal penjagaan yang ketat.

Komunitas yang berada di gated community tidak lagi di dsarkan oleh rasial atai

sosial, melainkan bergeser menjadi gated community yang didasarkan oleh

pendapatan. Hal tersebut dilakukan untuk mengklaim tanah sebagai areanya.

4. Indonesia

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

30

Di Indonesia perkembangan gated community berbeda dengan yang

terjadi di Negara lain, hal ini lebih menyerupai pengelompokan hunian

dibandingan sebuah proses pembentukan komunitas. Interaksi masyarakat di

dalam pagar ternyata tidak berbeda secara signifikan dengan masyarakat yang

hidup tidak dalam komunitas berpagar. Artinya, tidak seperti di negara lain

dimana pagar membentuk komunitas, komunitas berpagar di Indonesia lebih

menyerupai ghetto namun hanya saja diperuntukan bagi orang-orang kaya

(Leisch, dalam Rangi 2008).

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Teori Aksi (Talcott Parsons)

The Scructure of Social Action merupakan hasil karya pertama yang

dimiliki oleh Talcott Parsons dan terbit pada tahun 1937. Hasil karya

pertamanya, Parson mengambangkan realisme analitis untuk menyusun teori

sosiologi. Parson memiliki strategi untuk menusun teori, ia berpegang teguh

pada suatu posisi ontoligis, yaitu dimana keadaan sosial memperlihatkan ciri-ciri

secara sistematis yang harus dicakup oleh suatu pengaturan konsep-konsep yang

abstrak secara pararel. Suatu hal yang utama adalah mengenai asumsi-asumsi

hakikat dunia sosial yang sifatnya voluntaristik (Soekanto 1986: 21-25).

Teori aksi voluntaristik memberikan sutau sintesa asumsi-asumsi yang

bermanfaat dan konsep-konsep utilitarianisme, positivism, maupun idealisme

bagi Parsons. Hal yang terpenting adalah, Parsons berhasil memilih berbagai

konsep dari ketiga aliran tersebut yang kemudian menjadikan teori voluntaristik

dari aksi (Voluntaristic theory of action). Pada awalnya Parson menetapkan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

31

voluntarisme sebagai proses untuk membuat keputusan yang subjektif dari

pelaku individual-individual.

Buku The Scructure of Social Action Talcott Parson mengkaji konsep

tindakan sosial rasional. Dasar dari teori aksi Parson yaitu apa yang dinamakan

unit aksi memiliki empat komponen. Keempat komponen tersebut antara lain,

eksistensi actor, unit aksi yang terlibat tujuan, kemudian situasi-kondisi dan

sarana-prasarana lainya yaitu norma dan nilai. Hal tersebut yang kemudian

diketahui sebagai konsep voluntarisme dalam teori Parson. Pada inti persoalanya

adalah kemampuan individu untuk melakukan tindakan dalam arti menetapkan

cara atau alat dari sejumlah alternative yang tersedia untuk mencapai tujuan

(Wirawan, 2012:24).

Parson mengkonseptualisasikan voluntarisme sebagai proses

pembuatan keputusan yang subjektif dari para aktor individual, namun Parson

memandang keputusan yang dihasilkan tersebut hanyalah hasil dari pembatas-

pembatas tertentu, baik normative maupun situasional. Tindakan voluntaristik

melibatkan elemen-elemen dasar (Wirawam, 2012:234):

1. Aktor, dalam pemikiran Parson adalah Individu.

2. Aktor dipandang sebagai goal seeking (pemburu tujuan tertentu).

3. Aktor memiliki alat atau sarana alternative untuk mendapatkan tujuan.

4. Aktor dihadapkan pada kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya

untuk mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi kondisi, sebagian ada

yang tidak dapat dikendalikan oleh individu misalnya kelamin dan tradisi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

32

5. Aktor dikendalikan oleh nilai norma dan berbagai ide abstrak, ide tersebut

mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan atau alat

alternative untuk mencapai tujuan. Contohnya kendala kebudayaan.

6. Tindakan meliputi pembuatan keputusan subjektif actor mengenai alat atau

sarana untuk mencapai tujuan, dimana semuanya dibatasi oleh ide dan kondisi

situasional.

Konseptualisasi Voluntarisme ini ditunjukkan dalam bentuk diagram pada

Gambar 1.1

Gambar 1.1 Skema unit-unit Tindakan Voluntaristik

Sumber: Soerjono Soekanto, 1986:28

Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik,

artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan dengan

mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia

memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai

itu di pengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi dan apa yang dipilih

tersebut dikandalikan oleh nilai dan norma. Prinsip-prinsip pemikiran menurut

Kaidah-kaidah, nilai, dan ide

Alat 1

Alat 2

Alat 3

Alat 4

Aktor Tujuan

Kondisi situasional

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

33

Taclott Parson “Tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di

samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti,

sedang unsur-unsur lainya sebagai alat untuk mencapai tujuan” (Ritzer,

2012:178).

Teori Aksi dijelaskan oleh konsepsi Parson tentang kesukarelaan

(Voluntarisme). Talcott Parson merupakan pengikut Weber yang utama, Parson

seperti pengikut Teori Aksi lainnya yang menginginkan pemisahan antara Teori

Aksi dengan aliran Behaviorisme. Parson memilih istilah Action bukan Behavior

karena menurutnya mempunyai konotasi yang berbeda. Istilah Action

menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas dan proses

penghayatan diri individu. Parson dari semula menjelaskan bahwa Teori Aksi

tidak dapat menerangkan keseluruhan aspek kehidupan sosial. Walaupun Teori

Aksi berurusan dengan unsur-unsur paling dasar dalam kehidupan sosial namun

ia mengakui bahwa unsur-unsur yang mendasar itu tidaklah berurusan dengan

keseluruhan struktur sosial (Ritzer, 2014:48).

Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma

mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.

Norma-norma tersebut tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat.

Tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah

yang disebut Parsons sebagai Voluntarism. Singkatnya Voluntarisme adalah

kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menentapkan cara atau alat

dari sejumlah akternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya (Ritzer,

2014:49).

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/41815/3/bab 2.pdftentukan dengan Teknik porporive sampling. Ketiga, Tesis yang berjudul “Pola dan Dinamika

34

Konsep Voluntarisme Parson inilah yang menetapkan Teori Aksi ke

dalam paradigma definisi sosial. Actor menurut konsep Voluntarisme adalah

pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih

akternatif tindakan. Walaupun actor tidak mempunyai kebebasan total, namun

ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternative tindakan.

Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting

lainnya kesemuanya membatasi kebebasan actor. Tetapi disebelah itu actor

adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluative (Ritzer, 2014:49).

Parson mengembangkan cara berpikir individu yang nonlogis dan

irasional dengan mencetuskan teori sukarela. Teori aksi voluntaristik

menempatkan individu sebagai agency dari pada sebagai bagian dari struktur.

Keputusan subjektif selalu ada, namun dibatasi oleh norma dan nilai serta situasi.

Interaksi antar individu perlu hadirnya institusionalisasi atau struktur yang

mengatur pola relasi antar actor.

Individu sebagai aktor untuk melakukan suatu tindakan harus memiliki

suatu gambaran mengenai proses pelaksanaan dan motivasi untuk mencapat

tujuannnya. Tindakan yang dilakukan individu atau masyarakat dilakukan sesuai

dengan nilai dan norma masyarakat. Hal ini dilakukan agar proses pelaksanaan

menjadi seimbang dan teratur sehingga dapat mencapai tujuan yang

direncanakan tanpa menyebabkan konflik di dalamnya.