bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pembelajaran matematika 1.1 hakikat...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai (A) Kajian Teori, (B) Kajian
Peneliti yang Relevan, dan (C) Kerangka Pikir.
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
1.1 Hakikat Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau
Mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam
bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti yang kesemuanya
berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran
deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau
pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Matematika menurut Russfendi (dalam Heruman, 2007:1) adalah
bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,
mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke
aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Matematika menurut Erman
Suherman (2003:253) adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan
mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Soedjadi (2000: 13) mengemukakan beberapa ciri-ciri khusus dari
matematika adalah (1) memiliki objek kajian yang abstrak, (2) bertumpu
pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki simbol yang
8
kosong dari arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan, (6) konsisten
dalam sistemnya.
Jadi, hakikat matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat
abstrak, terstruktur dan hubungannya diatur menurut aturan logis
berdasarkan pola pikir deduktif. Matematika juga termasuk tata cara
berfikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
1.2 Pembelajaran Matematika SD
Menurut Dimyati & Mudjiono (dalam Sagal, 2005), pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk
membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar. Pembelajaran juga merupakan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar,
hal ini sesuai dengan UUSPN No.20 Tahun 2003 (dalam Sagala, 2005).
Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan penguasaan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan
siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika
pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan
berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan
berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar
9
secara efektif dan efisien. Pembelajaran matematika adalah suatu proses
interaksi belajar mengajar pelajaran matematika yang dilakukan antara
siswa dan guru yang mana, proses tersebut merupakan sebagai suatu
sarana atau wadah yang berfungsi untuk mempermudah berfikir didalam
ilmu atau konsep-konsep abstrak.
Jadi, pembelajaran matematika adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar yang melibatkan pengembangan pola
berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
matematika juga merupakan suatu kegiatan yang sudah terprogram dalam
desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif.
1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat,
efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan
solusi yang diperoleh
10
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan
dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD
yaitu:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai
latihan dalam kehidupan sehari-hari
2. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika
3. Mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
1.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD
Ruang lingkup pembelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) aljabar, (3)
geometri, (4) statistika, (5) logika.
1.5 Materi Penelitian
Materi yang akan digunakan peneliti pada penelitian ini akan
berfokus pada mata pelajaran matematika kelas V SD semester 2 yaitu
11
tentang materi pecahan. Adapun Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar
dan Indikator sebagai berikut :
Standar
Kompetensi Bilangan
5.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
Kompetensi
Dasar
1. Mengubah pecahan kebentuk persen dan desimal serta sebaliknya
2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan
3. Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala
Indikator
1.1 Peserta didik dapat menyatakan pecahan dalam persen
1.2 Peserta didik dapat memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan
persentase dari kualitas benda tertentu
1.3 Peserta didik dapat membandingkan dan mengurut beberapa bilangan
pecahan
1.4 Peserta didik dapat menyatakan pecahan dalam bentuk desimal
1.5 Peserta didik dapat memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan
pengurangan dan perkalian pecahan
1.1 Peserta didik dapat melakukan operasi penjumlahan pecahan
1.2 Peserta didik dapat melakukan berbagai bentuk operasi hitung pecahan
1.3 Peserta didik dapat memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan
pengurangan dan perkalian pecahan
1.1 Peserta didik dapat melakukan operasi perkalian pecahan
1.2 Peserta didik dapat menyederhanakan pecahan
1.3 Peserta didik dapat melakukan operasi pembagian berbagai bentuk
pecahan
1.4 Peserta didik dapat menyelesaikan sehari-hari yang melibatkan
perkalian dan pembagian pecahan
1.5 Peserta didik dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan
pembagian pecahan
4.1 Peserta didik dapat melakukan operasi hitung dan memecahkan
masalah dengan menggunakan perbandingan
4.2 Peserta didik dapat melakukan operasi hitung dengan menggunakan
skala
Tabel 2.1 SK dan KD
2 Representasi Matematika
2.1 Hakikat Representasi Matematika
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di Indonesia bahwa
kemampuan matematis meliputi: (1) Kemampuan pemecahan masalah
(problem solving), (2) Kemampuan berargumentasi (reasonning), (3)
12
Kemampuan berkomunikasi (communication), (4) Kemampuan membuat
koneksi (connection), (5) Kemampuan representasi (representation).
Menurut Jones & Knuth (dalam Hudiono, 2005:18) representasi
adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang
digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat
direpresentasikan dengan objek, gambar, kata-kata, atau simbol
matematika. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan
ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang
ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari
masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000: 67).
Representasi menurut Steffe, Weigel, dkk (dalam Hudojo, 2002: 47)
merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang,
yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai model matematika,
yakni: verbal, gambar, benda konkret, tabel, model-model manipulatif atau
kombinasi dari semuanya.
Kemampuan representasi sangat berhubungan dengan pemecahan
masalah. Pada dasarnya pemecahan masalah mempunyai dua langkah,
yaitu representasi masalah dan menyelesaikan masalah. Pemecahan
masalah yang sukses tidak mungkin tanpa representasi masalah yang
sesuai. Representasi masalah yang sesuai adalah dasar untuk memahami
masalah dan membuat suatu rencana untuk memecahkan masalah.
Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu tujuan
umum dari pembelajaran matematika di sekolah. Kemampuan ini sangat
penting bagi siswa dan erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi dan
13
pemecahan masalah. Untuk dapat mengkomunikasikan sesuatu, seseorang
perlu melakukan representasi baik berupa gambar, grafik, diagram,
maupun bentuk representasi lainnya. Dengan representasi, masalah yang
semula terlihat sulit dan rumit dapat dilihat dengan lebih mudah dan
sederhana, sehingga masalah yang disajikan dapat dipecahkan dengan
lebih mudah.
Adapun standar indikator yang menunjukan kemampuan representasi
matematis (Mudzakir, 2006) yakni :
1. Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke
representasi diagram, grafik, atau tabel.
2. Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang
diberikan.
3. Membuat suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau table
untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa representasi adalah bentuk penafsiran
pemikiran siswa terhadap suatu masalah, yang digunakan sebagai alat
bantu untuk menemukan solusi dari masalah tersebut. Bentuk penafsiran
siswa dapat berupa kata-kata atau verbal, tulisan, gambar, tabel, grafik,
benda konkrit, simbol matematika dan lain-lain.
3 Anak Berkebutuhan Khusus
3.1 Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-
individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya
14
yang dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih
khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik,
intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak
normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang berlaku di
masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari
segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri, 2010).
Kekhususan yang mereka miliki menjadikan ABK memerlukan
pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi dalam diri
mereka secara sempurna (Hallan dan Kauffman 1986, dalam Hadis, 2006).
ABK dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik
fisik, intelektual, maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata
individu pada umumnya.
Anak CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) adalah anak yang
tergolong memiliki karakteristik fisik, intelektual, maupun emosional, di
atas rata-rata individu pada umumnya. Anak CIBI (Cerdas Istimewa Bakat
Istimewa) secara signifikan memiliki mempunyai IQ 140 atau lebih,
potensi diatas rata-rata dalam bidang kemampuan umum, akademik
khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni dan atau olahraga. Anak CIBI
(Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik.
Anak CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) juga memiliki
kemampuan intelektual tinggi, serta menunjukan penonjolan kecakapan
khusus. Menurut Munandar (2002) anak yang mendapat predikat gifted
15
atau CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) adalah mereka yang
didefinisikan oleh orang-orang yang benar-benar profesional atas dasar
kemampuan mereka yang luar biasa dan kecakapan mereka dalam
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas tinggi, serta lebih
banyak penalaran dalam mengemukakan gagasan/ide.
Namun kelebihan yang dimilikinya justru sering diimbangi tingkah
laku yang neurotis. Mereka mudah cemas dan sangat tidak sabaran.
Ketidaksabaran akan semakin jelas saat menghadapi orang lain yang tidak
mampu mengikuti jalan pemikirannya. Selain itu anak CIBI (Cerdas
Istimewa Bakat Istimewa) juga memiliki kelemahan seperti tidak
mempunyai banyak teman karena kurang bisa menemukan topik
pembicaraan yang sesuai dengan anak seusia mereka. Mereka pun perlu
dibekali dengan pembinaan khusus berupa bina diri. Dalam pola tingkah
lakunya, sangat sering mereka menampakkan tingkah yang indisipliner,
sukar diatur dan nonkooperatif, kehidupan emosinyapun umumnya adalah
labil.
Adapun siswa CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) menurut
Seagoe (dalam Martison, 2010) memiliki sikap negatif. Diantaranya
sebagai berikut:
1. Cenderung mementingkan diri sendiri
2. Tidak mudah bergaul
3. Kemampuan berpikir kritis yang cenderung mengarah pada sikap
skeptis dan sikap kritis terhadap orang lain
16
4. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal baru dapat
menyebabkan siswa CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) lekas
bosan dengan tugas-tugas rutinnya
5. Kepekaan pada siswa CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa)
membuat ia mudah tersinggung terhadap kritik dari orang lain
6. Semangat tinggi, kesiagaan mentalnya dan inisiatif dapat membuatnya
kurang sabar
7. Kemandiriannya dalam hal apapun menjadikan siswa CIBI (Cerdas
Istimewa Bakat Istimewa) tidak mudah tunduk terhadap aturan yang
ada sekalipun itu dari orangtua mereka
Dengan demikian anak CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa)
adalah anak yang tergolong memiliki karakteristik fisik, intelektual,
maupun emosional, di atas rata-rata individu pada umumnya. Memiliki IQ
140 atau lebih, potensi diatas rata-rata dalam bidang kemampuan umum,
akademik khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni dan atau olahraga. Serta
lebih banyak penalaran dalam mengemukakan gagasan/ide. Namun siswa
CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) juga memiliki kekurangansalah
satunya adalah tidak mudah tunduk pada aturan yang berlaku.
B. Kajian Peneliti yang Relevan
Penelitian ini sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Mozez Y. Legi,
tahun 2008 dengan judul “Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas
IV SD Melalui Pendidikan Matematika Realistik pada Konsep Pecahan Dan
Konsep Pecahan Senilai” dari Universitas Negeri Malang. Penelitian ini
17
termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada siswa
kelas IV SDN Sumbersari III Malang. Dengan menggunakan teknik
pengumpulan data observasi , wawancara dan tes. Hasil dari penelitian ini,
terdapat peningkatan representasi siswa yang signifikan sejak awal tindakan I
dan tindakan II. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata persentase pencapaian skor
kemampuan representasi matematis setiap siswa yang menjadi subyek
penelitian. Subyek penelitian sebanyak 4 siswa, diambil masing-masing satu
siswa peringkat tinggi (S1), dua siswa peringkat sedang (S2 dan S3), dan satu
siswa peringkat rendah (S4). Dengan hasil : (1) siswa peringkat tinggi (S1),
sejak awal tindakan I sampai akhir tindakan II, senang belajar
kelompok/berpasangan. Pada tindakan I persentase kemampuan representasi
matematisnya terhadap skor maksimal ideal adalah 100% baik pada saat
mengerjakan LKS maupun pada tes akhir tindakan I. Modus level kemampuan
representasinya berada pada level 4 (menciptakan dan menggunakan
representasi dengan tepat), (2) siswa peringkat sedang (S2 dan S3), senang
bekerja dalam kelompok. Rata-rata persentase pencapaian skor kemampuan
representasi matematis oleh S2 mengerjakan LKS adalah 94% dan pada tes
akhir tindakan adalah 100%. Persentase pencapaian skor kemampuan
representasi matematis oleh S3 mengerjakan LKS adalah 99,5% dan pada tes
akhir tindakan adalah 96%. Modus level kemampuan representasi matematis
S2 dan S3 adalah berada pada level 4, (3) siswa peringkat rendah (S4), senang
bekerja sendiri. Rata-rata persentase pencapaian skor kemampuan representasi
matematis oleh S4 mengerjakan LKS 72% dan pada tes akhir tindakan 78%.
18
Adapun persamaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mozez Y. Legi adalah kami melakukan penelitian tentang
kemampuan representasi matematika pada siswa SD. Teknik pengumpulan
data yang kami lakukan berupa observasi, wawancara dan tes. Perbedaan dari
penelitian kami adalah jumlah subyek yang akan di teliti. Mozez mengambil
subyek 4 orang siswa dengan berbagai kriteria. Satu siswa peringkat tinggi
(S1), dua siswa peringkat sedang (S2 dan S3), dan satu siswa peringkat rendah
(S4) sedangkan saya hanya mengambil 1 subyek penelitian saja.
Hasil penelitian juga telah dilakukan oleh Diah Arlita Oktaviany, tahun
2015 dengan judul penelitian “Pengelolaan Program Kelas Khusus Bagi Anak
Cerdas Istimewa (Ci) di SD Negeri Ungaran 1 Yogyakarta” dari Universitas
Negeri Yogyakarta. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskritif
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri
Ungaran 1 Yogyakarta dengan subyek penelitian yaitu koordinator program,
kepala sekolah, guru kelas yang berjumlah tiga orang, dua orang tua dan lima
peserta didik kelas khusus Cerdas Istimewa (CI). Teknik pengumpulan data
dengan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, observasi dan studi
dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode.
Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian
pengelolaan program kelas khusus Cerdas Istimewa (CI) di SD Negeri Ungaran
1 Yogyakarta menunjukkan bahwa program ini memiliki berbagai kekurangan
di beberapa aspeknya, sehingga dibutuhkan tindakan perbaikan agar program
kelas khusus Cerdas Istimewa (CI) dapat menjadi wadah pengembangan
potensi peserta didik cerdas istimewa secara maksimal.
19
Adapun persamaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Diah Arlita Oktaviany adalah kami melakukan penelitian
tentang anak CIBI di SD. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa
wawancara, observasi dan dokumentasi. Serta jenis penelitian yang sama yaitu
penelitian kualitatif. Perbedaan dari penelitian kami adalah tujuan penelitian
yang berbeda serta fokus subyek penelitian yang berbeda.
20
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Adapun potensi yang harus dikembangkan pada siswa CIBI terutama
pada pelajaran matematika tentang kemampuan representasi.
Representasi Matematika siswa CIBI
Rumusan Masalah :
Bagaimana kemampuan representasi siswa CIBI
(Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) di SDN Ngenep 05
Malang?
Metode Penelitian:
Kualitatif Deskriptif
Teknik Pengumpulan Data:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Tes
4. Dokumentasi
Hasil yang diharapkan :
Mendeskripsikan kemampuan representasi matematika
siswa CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) kelas V
SDN Ngenep 05 Malang
SDN Ngenep 05 Malang merupakan sekolah yang akan berbasis inklusi dan
peneliti ingin membantu mengembangkan potensi siswa berkebutuhan
khusus, khususnya siswa CIBI agar pelayanan pendidikan yang
diperolehnya optimal.