bab ii kajian pustaka 2.1 pembelajaran...

32
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah penggabungan dari unsur yang saling berkaitan dalam mencapai tujuan pembelajaran meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur (Hamalik, 2013). Rusman (2012) menambahkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi dalam suatu lingkungan belajar yang dilakukan oleh siswa dengan guru dan sumber belajar. Lebih lanjut dijelaskan oleh Haryono (2015) bahwa pembelajaran terjadi apabila perilaku siswa berubah menjadi lebih baik karena adanya proses interaksi yang terjalin antara siswa dengan lingkungannya. Mengacu pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan segala potensi yang ada pada diri ataupun lingkungan belajar siswa agar tujuan belajar siswa dapat tercapai. Dalam pembelajaran, matematika merupakan suatu ilmu yang menempatkan benda-benda abstrak sebagai objek kajian yang didasarkan pada akal rasional (Yuhasriati, 2012). Sedangkan menurut Siagian (2015), matematika adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan sebagai bahasa, alat berfikir secara logika, yang didasarkan pada pola dedukatif. Lebih lanjut dijelaskan jika pola dedukatif tersusun dari hal yang umum menuju ke hal khusus dalam berpikir logika. Mengacu pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan eksak yang bersifat abstrak dengan menggunakan pola

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah penggabungan dari unsur yang saling berkaitan dalam

mencapai tujuan pembelajaran meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur (Hamalik, 2013). Rusman (2012) menambahkan

bahwa pembelajaran adalah proses interaksi dalam suatu lingkungan belajar yang

dilakukan oleh siswa dengan guru dan sumber belajar. Lebih lanjut dijelaskan

oleh Haryono (2015) bahwa pembelajaran terjadi apabila perilaku siswa berubah

menjadi lebih baik karena adanya proses interaksi yang terjalin antara siswa

dengan lingkungannya. Mengacu pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa

pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru untuk

mencapai tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan segala potensi yang ada

pada diri ataupun lingkungan belajar siswa agar tujuan belajar siswa dapat

tercapai.

Dalam pembelajaran, matematika merupakan suatu ilmu yang

menempatkan benda-benda abstrak sebagai objek kajian yang didasarkan pada

akal rasional (Yuhasriati, 2012). Sedangkan menurut Siagian (2015), matematika

adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan sebagai bahasa, alat berfikir secara

logika, yang didasarkan pada pola dedukatif. Lebih lanjut dijelaskan jika pola

dedukatif tersusun dari hal yang umum menuju ke hal khusus dalam berpikir

logika. Mengacu pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah ilmu pengetahuan eksak yang bersifat abstrak dengan menggunakan pola

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

14

pikir dan bahasa dalam bentuk simbol untuk memecahkan masalah dari yang

mudah dipahami menuju pemecahan masalah yang rumit.

Definisi pembelajaran dan matematika yang telah disampaikan sebelumnya

menghasilkan kesimpulan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses

interaksi antara siswa dengan guru untuk dapat memahami konsep-konsep

abstrak, pembuktian kebenaran matematika dengan logis, memahami dan mampu

mempresentasikan simbol-simbol matematika sehingga siswa mampu

memecahkan masalah matematika dengan baik. Maka dari itu guru diharapkan

mampu menciptakan dan menjalankan pembelajaran matematika dengan baik.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan memilih model,

metode, strategi, atau pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran

matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) dengan model Numbered Heads Together (NHT)

dalam pembelajaran matematika.

2.2 Hasil Belajar

2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah pengalaman belajar yang didapat oleh siswa setelah

belajar yang menjadikan mereka memiliki kemampuan masing-masing (Sudjana,

2011). Dimyati dan Mudjiono (2009) juga menambahkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil dari suatu interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut

dijelaskan jika dari sisi guru, proses evaluasi belajar merupakan tanda bahwa

kegiatan mengajar telah berakhir, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar adalah

puncak dari kegiatan belajar. Hasil belajar yang utama adalah perubahan dari

perilaku, bukan penguasaan yang didapat dari hasil latihan (Hamalik, 2013b).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

15

Menurut Sudjana (2011), rumusan tujuan pendidikan menggunakan

klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom yang secara garis besar

membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu, (1) Ranah Kognitif, (2) Ranah

Afektif, dan (3) Ranah Psikomotorik. Mengingat Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan No.53 tahun 2015 bahwa hasil belajar yang harus dicapai oleh

siswa pada kurikulum 2013 meliputi tiga aspek yaitu aspek sikap, aspek

pengetahuan, dan aspek keterampilan. Kurikulum 2013 membuat siswa lebih aktif

dan kreatif. Hal tersebut dikarenakan kurikulum 2013 lebih mengutamakan

bagaimana siswa terlibat secara langsung pada materi yang diajarkan sehingga

siswa dapat menemukan sendiri konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-

hari.

Mengacu pada pengertian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar merupakan kemampuan berupa perubahan perilaku siswa yang

diperoleh setelah melakukan aktivitas belajar, yaitu meliputi kemampuan dalam

aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan juga sebagai tahap evaluasi oleh

guru untuk mengukur kemampuan siswa. Jadi hasil belajar dapat menunjukkan

kemampuan siswa yang sebenarnya setelah mengalami proses belajar. Hasil

belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan

masalah dan komunikasi matematika siswa pada pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

dengan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan belajar siswa sangat menentukan keberhasilan dari suatu

pembelajaran (Siagian, 2015). Lebih lanjut berhasil tidaknya suatu pembelajaran

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

16

tergantung dari bagaimana proses belajar yang dialami siswa. Dari penjelasan

tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki peran penting dalam menentukan

hasil belajarnya. Karena terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih

baik dari tidak tahu menjadi tahu dan dari belum mengerti menjadi mengerti

merupakan perubahan tingkah laku siswa yang menjadi bukti bahwa siswa telah

belajar (Hamalik, 2013b).

Menurut teori belajar behavioristik (Djaali, 2013) keberhasilan siswa dalam

belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri

(kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi, dan cara belajar) dan faktor dari luar

(keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar). Sedangkan menurut

Djaali (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain motivasi,

sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri.

Mengacu pada faktor-faktor yang mempegaruhi hasil belajar di atas maka

pemilihan model, metode, pendekatan, dan teknik yang tepat dapat meningkatkan

minat, motivasi, intelegensi, maupun ketercapaian siswa dalam kompetensi dasar

pada proses pembelajaran. Oleh karena itu model pembelajaran yang digunakan

oleh guru harus dipilih dan dilakukan dengan tepat agar dalam proses belajar

siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Model pembelajaran yang dapat

diterapkan yaitu dengan penggabungan antara pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) dan model Numbered Heads Together (NHT) karena

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan model Numbered

Heads Together (NHT) dalam tahapannya mendorong siswa untuk memecahkan

masalah melalui pengaitan dengan dunia nyata yang dilakukan dengan cara

berkelompok, dimana semua anggota kelompok saling membantu dan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

17

bekerjasama dalam memecahkan masalah dengan berbagai penyelesaian sehingga

lebih memudahkan siswa untuk memahami materi melalui penerapan kemampuan

siswa secara kontekstual dalam menyelesaikan masalah. Selain itu siswa akan

aktif berinteraksi dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga melatih

siswa untuk dapat mengungkapkan ide atau gagasan. Hal tersebut dapat mengasah

kecerdasan dan menumbuhkan minat serta motivasi dalam belajar sehingga

mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

2.3.1 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah pembelajaran

yang didukung oleh lingkungan dan bahan ajar agar siswa dapat mengkonstruksi

sendiri pengetahuannya melalui pembelajaran yang terpusat pada siswa (Sunarthi,

Dantes, & Tika, 2015). Hal utama dalam suatu pembelajaran bukan hanya

menerima pengetahuan melainkan mengkonstruksinya (Yuhasriati, 2012). Lebih

lanjut pendekatan Realistic Mathematics Education didasarkan pada pembelajaran

induktif berbasis konstruktivisme. Pendekatan induktif mengajarkan siswa untuk

berfikir dari hal konkrit ke abstrak. Sedangkan pada konstruktivisme belajar

diwakili sebagai proses konstruktif dimana pengetahuan dibangun oleh siswa

melalui gambaran internal dan penafsiran pribadi dari suatu pengalaman (Amineh

& Asl, 2015).

Pendapat ahli lain menyatakan bahwa melalui pendekatan Realistic

Mathematics Educatoin siswa dapat lebih mudah memahami matematika (Musdi,

2016). Pada Realistic mathematics Education, pembelajaran dimulai dengan

mengaitkan dunia nyata sehingga siswa secara signifikan ikut terlibat dalam

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

18

proses kegiatan belajar (Ekowati et al., 2015). Masalah dari kehidupan sehari-hari

akan dijadikan sumber munculnya konsep matematika dan juga pengetahuan

formal. Kegiatan yang dilakukan berdasarkan permasalahan nyata dapat membuat

siswa menemukan kembali konsep dari apa yang dipelajari (Musdi, 2016). Dari

hal tersebut siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya untuk diterapkan

secara langsung pada saat pembelajaran.

Tujuan dari Realistic Mathematics Education adalah menjadikan

matematika sebagai pelajaran yang menarik dan bermakna melalui pengenalan

masalah kontekstual dalam pembelajaran sehingga siswa memperoleh

pengetahuan dan juga pengalaman (V & Zubainur, 2014). Pada tahap ini

penggunaan model akan membantu siswa untuk menemukan hubungan pada

masalah kontekstual yang kemudian akan ditransfer dalam model matematika

(Silvianti & Bharata, 2016). Strategi untuk memperoleh pengetahuan lebih

diutamakan dari pada banyaknya siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan

dalam pembelajaran reallistik (Yuhasriati, 2012). Pendekatan Realistic

Mathematics Education secara efektif memiliki peran penting dalam mengolah

kognisi siswa dengan pengaitan dunia nyata sehingga mengubah hal abstrak

menjadi konkrit pada pembelajaran matematika.

2.3.2 Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education didasari pada ide atau prinsip penemuan

kembali ide-ide matematika oleh siswa (Shoimin, 2014). Gravemeijer (dalam

Murdani, Johar, & Turmudi, 2013) menyatakan bahwa prinsip dari Realistic

Mathematics Education ada tiga yaitu:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

19

1. Guide reinvention and progressive mathematizing (penemuan kembali

secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif)

Siswa diberi kesempatan untuk membangun dan menemukan sendiri

konsep matematika dengan cara menyelesaikan masalah kontekstual yang

memiliki berbagai kemungkinan solusi.

2. Didactical Phenomenology (fenomena yang bersifat mendidik)

Topik-topik yang akan diperkenalkan kepada siswa harus ditekankan pada

masalah kontekstual.

3. Self Developed Models (mengembangkan model sendiri)

Fungsi dari pengembangan model sendiri adalah untuk menjembatani

pengetahuan informal dengan matematika formal. Siswa diberi kebebasan

untuk membangun model sendiri ketika menyelesaikan masalah

kontekstual.

Mengacu pada pendapat di atas maka prinsip Realistic Mathematics

Education memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan

membangun konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai masalah.

Dimana masalah tersebut berupa masalah kontekstual yang kemudian diubah

kedalam bentuk masalah matematika yang selanjutnya diselesaikan menggunakan

konsep dan prosedur yang berlaku dan dipahami siswa. Siswa mengembangkan

cara untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan cara-cara yang

sudah diketahuinya.

2.3.3 Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Mengacu pada prinsip Realistic Mathematics Education, Gravemeijer

(dalam Murdani, Johar, & Turmudi, 2013) mengemukakan bahwa terdapat lima

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

20

karakteristik dalam pendekatan Realistic Mathematics Education yaitu: (1) the use

of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student

contribution, (4) interactivity, and (5) intertwining. Lebih lanjut dijelaskan

karakteristik pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai berikut:

1. The use of context (menggunakan masalah kontekstual)

Mengawali pembelajaran matematika dengan masalah kontekstual, sehingga

pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat digunakan saat

proses belajar mengajar.

2. The use model, bridging by vertical instruments (menggunakan model)

Siswa menggunakan model yang dikembangkan sendiri dari situasi nyata.

Kemudian model tersebut akan diarahkan menjadi model yang formal.

3. Students contribution (menggunakan kontribusi siswa)

Kesempatan diberikan kepada siswa untuk mengkonstruksi dengan mencoba

berbagai cara informal dalam memecahkan masalah.

4. Interactivity (interaktif)

Pentingnya interaksi dalam pendekatan Realistic Mathematics Education

yaitu siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan perangkat

pembelajaran.

5. Intertwining (terintegritas dengan topik lain)

Perlu adanya eksplorasi dalam mengaitkan dan mengintegrasi antar topik

matematika maupun lintas disiplin ilmu sehingga proses belajar mengajar

lebih bermakna.

Pendapat diatas juga sejalan dengan Mukhlis (dalam Yuhasriati, 2012) yang

menyatakan jika karakteristik pembelajaran dengan pendekatan realistik meliputi:

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

21

(1) Mengawali pembelajaran mtematika dengan masalah nyata, (2) Menggunakan

model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang dapat membantu siswa

belajar matematika pada level abstraksi, (3) Menggunakan produksi dan

kontribusi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka, (4)

Memaksimalkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan

siswa dengan sumber belajar, (5) Mengaitkan materi matematika dengan topik

matematika lainnya.

2.3.4 Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menurut Shoimin

(2014) terdiri atas empat langkah yaitu:

1. Langkah 1: Memahami masalah kontekstual

Pada langkah ini masalah kontekstual akan diberikan guru kepada siswa dan

kemudian siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru

memberikan bantuan berupa saran/petunjuk seperlunya untuk menjelaskan

masalah tersebut.

2. Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual

Pada langkah ini siswa menyelesaikan masalah pada lembar kerja siswa

secara individu dengan menggunakan caranya sendiri. Tahapan ini akan

membimbing siswa untuk menemukan kembali ide atau konsep dari soal

matematika. Selain itu guru juga mengarahkan siswa untuk membentuk dan

menggunakan model yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah

3. Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Pada langkah ini kontribusi siswa akan terlihat dimana siswa

membandingkan hasil jawaban masing-masing individu ke dalam kelompok

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

22

kecil. Setelah itu guru akan memimpin jalannya diskusi kelas untuk

membandingkan hasil dari diskusi kelompok.

4. Langkah 4: Menarik kesimpulan

Pada langkah ini siswa diarahkan guru untuk menarik kesimpulan dari hasil

diskusi tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur terkait

masalah kontekstual.

Mengacu pada pendapat di atas, diperlukan pemahaman siswa tentang

masalah kontekstual agar siswa dapat lebih mudah menyelesaikan masalah

menggunakan caranya sendiri. Oleh karena itu perlu adanya penambahan satu

langkah berupa pemberian pengantar awal melalui pengaitan materi dengan

kehidupan sehari-hari. maka langkah-langkah pendekatan Realistic Mathematics

Education dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

1. Pengaitan materi

Guru memperkenalkan materi yang akan dibahas dengan mengaitkannya

pada masalah kontekstual atau masalah dalam kehidupan sehari-hari di awal

pembelajaran

2. Pemberian masalah kontekstual

Guru memberikan masalah-masalah kontekstual yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari. Selanjutnya petunjuk atau saran diberikan seperlunya

terhadap bagian yang belum dipahami siswa

3. Penyelesaian masalah

Guru meminta siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan

caranya sendiri

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

23

Guru memberikan waktu kepada siswa untuk membandingkan hasilnya

dalam kelompok yang dilanjutkan dengan diskusi kelas

5. Penarikan kesimpulan

Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil diskusi

tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur.

2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME)

Kelebihan dan kekurangan selalu terdapat pada model, metode, strategi,

maupun pendekatan. Shoimin (2014) menjelaskan kelebihan dan kekurangan

pendekatan Realistic Mathematics Education. Kelebihan pendekatan Realistic

Mathematics Education yaitu dapat memberikan arti matematika dalam kehidupan

sehari-hari sehingga matematika tidak hanya dipandang sebagai hal abstrak, dapat

memotivasi siswa untuk mengkonstruksi dan mengembangkan sendiri konsep

matematika, memberikan pemahaman kepada siswa bahwa suatu soal atau

masalah dapat memiliki cara penyelesaian berbeda, dan hal utama dari

matematika bukanlah hasil akhir melainkan proses. Sedangkan kekurangan dari

pendekatan Realistic Mathematics Education adalah guru tidak mudah mendorong

siswa untuk memecahkan masalah dengan berbagai macam cara sehingga siswa

merasa kesulitan untuk menyelesaikannya. Ketika diskusi kelas, hanya siswa

tertentu yang aktif menyampaikan pendapat baik di dalam kelompok maupun di

depan kelas. Siswa yang pasif akan merasa terabaikan dan tidak mendapat

kesempatan untuk menyampaikan gagasannya sehingga keaktifan siswa dalam

pembelajaran akan terhambat.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

24

Untuk meminimalisir kekurangan dari Realistic Mathematics Education

maka dilakukan beberapa upaya agar dapat menekan dampak dari kelemahan

tersebut diantaranya ketika diskusi kelompok berlangsung semua anggota dalam

kelompok dituntut aktif dalam memberikan pendapat dan ide dengan cara

pemanggilan siswa yang dilakukan secara acak oleh guru agar siswa memiliki

persiapan sejak awal sehingga semua siswa berusaha untuk memahami apa yang

dikerjakan dan siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif. Oleh karena itu

dilakukan penggabungan antara pendekatan Realistic Mathematics Education

dengan model Numbered Heads Together agar pembelajaran dapat berjalan

dengan baik. Dengan penggabungan tersebut maka matematika akan menjadi

lebih menarik dan bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2.4 Model Numbered Heads Together (NHT)

2.4.1 Model Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu jenis pembelajaran

kooperatif (Shoimin, 2014). Menurut Miaz (2015), kemampuan empatik siswa

dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif yang menunjang siswa

untuk memecahkan masalah secara kelompok dengan keterampilan yang

dimilikinya. Dengan kata lain pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan

kemampuan kognitif dan interaksi siswa melalui serangkaian pembelajaran dalam

kelompok.

Nursyamsi dan Corebima (2016) menjelaskan jika model Pembelajaran

Numbered Heads Together dirancang khusus sebagai jenis pembelajaran

kooperatif yang bertujuan meningkatkan penguasaan akademik dengan

mempengaruhi pola interaksi siswa. Pada model pembelajaran Numbered Heads

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

25

Together siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang diarahkan untuk mempelajari

materi yang ditentukan. Siswa mendapat kesempatan untuk terlibat secara aktif

dalam proses berfikir dan belajar mengajar melalui pembentukan kelompok.

Pendapat lain mengemukakan bahwa setiap anggota kelompok pada pembelajaran

Numbered Heads Together bertanggung jawab atas tugas kelompoknya sehingga

anggota dalam kelompok harus bekerja sama dengan saling menerima dan

memberi ide satu sama lain (Shoimin, 2014).

Mengacu pendapat ahli di atas, model pembelajaran Numbered Heads

Together merupakan pembelajaran secara kelompok dengan nomor berstruktur.

Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor berbeda yang sewaktu-waktu

bisa dipanggil oleh guru, mengharuskan siswa untuk berkerja sama dan saling

berkomunikasi dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Menurut Miaz ( 2015),

Numbered Heads Together terdiri dari bagaimana cara bekerja sama, berbagi,

bertanya, dan menghargai pendapat teman yang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan sosial. Sehingga siswa lebih mudah untuk

menemukan solusi pemecahan dengan saling membantu dan mengemukakan ide

atau gagasan dalam kelompok. Menjadikan model Numbered Heads Together

sebagai alternatif untuk memecahkan masalah (Nursyamsi & Corebima, 2016).

2.4.2 Karakteristik Model Numbered Heads Together (NHT)

Mengacu pada pengertian-pengertian mengenai model pembelajaran

Numbered Heads Together maka model pembelajaran Numbered Heads Together

mempunyai beberapa karakteristik yaitu pembentukan kelompok kecil dan

pemberian nomor pada setiap anggota kelompok. Keaktifan dalam kelompok kecil

akan membuat pembelajaran lebih kreatif, inovatif, dan menyenangkan (Miaz,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

26

2015). Siswa saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan oleh guru sehingga memudahkan siswa untuk memecahkan suatu

masalah bersama-sama. Adanya nomor berstruktur atau pemberian nomor pada

setiap anggota kelompok adalah untuk menjamin keaktifan dan keterlibatan semua

siswa serta menjadikan siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dalam

kelompok karena guru akan memanggil siswa untuk mewakili kelompoknya

menyampaikan hasil diskusi berdasarkan nomor yang diberikan.

2.4.3 Langkah-langkah Model Numbered Heads Together (NHT)

Shoimin (2014) menjelaskan enam langkah model pembelajaran Numbered

Heads Together yaitu:

1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap siswa dalam

setiap kelompok mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya dan mengetahui jawabannya

dengan baik.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil

mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi

5. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil presentasi

temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain

6. Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan

Langkah-langkah model pembelajaran juga disebutkan oleh Miaz (2015)

yang terdiri atas enam tahapan yaitu:

1. Tahap persiapan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

27

Guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dan lembar kerja siswa

yang sesuai dengan Numbered Heads Together.

2. Tahap pembentukan kelompok

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5

orang. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor dan tiap kelompok

diberikan nama yang berbeda

3. Tahap persiapan buku teks dan buku panduan

Guru memberikan buku teks dan buku panduan kepada siswa untuk

membantu siswa mengerjakan soal pada lembar kerja siswa.

4. Tahap diskusi

Siswa berdiskusi untuk mengerjakan dan memecahkan masalah yang

terdapat pada lembar kerja

5. Tahap pemanggilan nomor

Guru memanggil nomor siswa dan siswa dari setiap anggota kelompok

yang dipanggil menjelaskan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.

6. Tahap penarikan kesimpulan

Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan bersama-sama mengenai

jawaban dari semua pertanyaan yang telah dipelajari.

Mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Shoimin (2014), maka

langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together dalam

pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan kelompok

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5

orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

28

dan nama kelompok yang berbeda (pembentukan kelompok secara

heterogen)

2. Pemberian tugas

Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya

3. Diskusi kelompok

Kelompok mendiskusikan jawaban dan memastikan tiap anggota kelompok

dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya dengan baik

4. Pemanggilan nomor

Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil

mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi di

kelas

5. Pemberian tanggapan

Guru mengizinkan siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari

hasil presentasi temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain

6. Penarikan kesimpulan

Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan bersama-sama mengenai

jawaban dari semua pertanyaan yang telah dipelajari

2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Numbered Heads Together (NHT)

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

Shoimin (2014) menjelaskan kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran

Numbered Heads Together (NHT). Lebih lanjut kelebihan dari model Numbered

Heads Together adalah setiap siswa menjadi lebih siap karena siswa tidak tahu

nomor siapa yang akan dipanggil oleh guru untuk mewakili kelompoknya dalam

menyampaikan pendapat, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

29

sungguh sehingga semua siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok, adanya

kerjasama membuat siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang pandai,

adanya interaksi dalam kelompok untuk menjawab soal, tidak adanya murid yang

mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi. Kelebihan

Number Heads Together tersebut dapat melengkapi pendekatan dari Realistic

Mathematics Education dengan mendorong siswa untuk memecahkan masalah

yang dilakukan dengan cara berkelompok, dimana semua anggota kelompok

saling membantu dan bekerjasama untuk menemukan berbagai penyelesaian

sehingga terjalinnya komunikasi diantara siswa melalui pemberian informasi, ide,

gagasan dan pendapat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan

kekurangan dari model pembelajaran Numbered Heads Together adalah tidak

semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan keterbatasan

waktu dan kurangnya waktu yang dibutuhkan apabila diterapkan dalam jumlah

siswa yang banyak. Untuk mengatasi kekurangan dari Numbered Heads Together,

maka upaya yang dilakukan yaitu selama diskusi berlangsung guru mengunjungi

tiap kelompok dan menanyakan secara langsung terkait masalah yang sedang

dikerjakan sehingga pendapat siswa dapat tersampaikan meskipun tidak semua

nomor siswa dipanggil oleh guru.

2.5 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan Model

Numbered Heads Together (NHT)

Pada subbab pendekatan Realistic Mathematics Education dengan model

Numbered Heads Together dijelaskan mengenai masing-masing pendekatan dan

model pembelajaran. Dalam subbab ini langkah-langkah kegiatan pembelajaran

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

30

pendekatan Realistic Mathematics Education dengan model Numbered Heads

Together adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Langkah-langkah pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) dan model Numbered Heads Together (NHT)

Pendekatan Realistic Mathematics

Education

Model Numbered Heads Together

Pengaitan materi Pembentukan kelompok

Pemberian masalah kontekstual Pemberian tugas

Penyelesaian masalah Diskusi kelompok

Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Pemanggilan nomor

Penarikan kesimpulan Pemberian tanggapan

Penarikan kesimpulan

Langkah-langkah dari masing-masing pendekatan Realistic Mathematics

Education dan model Numbered Heads Together menghasilkan langkah-langkah

baru yang menggabungkan kedua pendekatan dan model tersebut, yaitu:

Tabel 2.2 Langkah-langkah penerapan pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) dengan model Numbered Heads Together (NHT)

No. Aktivitas dalam pembelajaran Pendekatan RME Model NHT

1 Pengaitan materi √ -

2 Pemberian masalah atau tugas (berupa

masalah kontekstual) √ √

3 Penyelesaian masalah secara individu √ -

4 Pembentukan kelompok - √ 5 Diskusi kelompok √ √ 6 Pemanggilan nomor - √ 7 Pemberian tanggapan - √ 8 Penarikan kesimpulan √ √

Dari tabel di atas, dapat diuraikan langkah gabungan dari pendekatan

Realistic mathematics Education dengan model Numbered Heads Together

sebagai berikut:

1. Pengaitan materi

Di awal pembelajaran, guru memperkenalkan materi yang akan dibahas

dengan mengaitkannya pada masalah kontekstual atau masalah dalam

kehidupan sehari-hari

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

31

2. Pemberian masalah atau tugas

Setelah guru memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa, guru

memberikan lembar soal berupa masalah kontekstual. Guru akan

menjelaskan kepada siswa mengenai hal-hal atau bagian yang belum

dipahami

3. Penyelesaian masalah secara individu

Siswa mengerjakan masalah kontekstual tersebut secara individu agar siswa

mencoba untuk memecahkan masalah dengan menggunakan caranya sendiri

4. Pembentukan kelompok

Setelah siswa mengerjakan secara individu, siswa dibentuk kelompok secara

hiterogen yang terdiri dari 3-5 siswa

5. Diskusi kelompok

Siswa membandingkan hasil pengerjaannya dan kemudian mendiskusikan

untuk saling memberikan ide dan pendapat dari jawaban-jawaban anggota

dalam kelompok. Anggota dalam kelompok saling bertukar pikiran untuk

mendapatkan jawaban yang terbaik dan memastikan anggota kelompoknya

mengerti dan memahami jawabannya. Dari diskusi ini diharapkan muncul

jawaban yang dapat disepakati oleh anggota kelompok.

6. Pemanggilan nomor

Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil

mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi

7. Pemberian tanggapan

Guru meminta siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil

presentasi temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

32

8. Penarikan kesimpulan

Guru mengajak siswa untuk bersama-sama menarik kesimpulan dari hasil

pembelajaran mengenai konsep, definisi, ataupun prosedur.

Dari penjelasan langkah-langkah diatas maka kegiatan guru dan siswa

dalam pembelajaran dengan penerapan pendekatan Realistic Mathematics

Education dengan model Numbered Heads Together secara terperinci disajikan

sebagai berikut :

Tabel 2.3 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

A. Kegiatan Pembuka

1. Mengucapkan salam

1. Menjawab salam

2. Mengajak siswa berdo’a 2. Memimpin do’a

3. Mempresensi kehadiran siswa 3. Memberikan respon

4. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4. Mendengarkan dan memahami

tujuan pembelajaran

5. Memperkenalkan materi yang akan

dibahas dengan mengaitkannya pada

masalah kontekstual atau masalah

dalam kehidupan sehari-hari

5. Memberikan tanggapan dan ide

mengenai materi yang dikaitkan

dengan masalah kontekstual atau

masalah dalam kehidupan sehari-

hari

B. Kegiatan Inti

1. Memberikan masalah-masalah

kontekstual berupa lembar kerja

1. Menerima lembar kerja yang

berisi masalah kontekstual

2. Menjelaskan masalah dengan

memberikan petunjuk atau saran

seperlunya terhadap bagian yang

belum dipahami siswa

2. Mendengarkan penjelasan atau

petunjuk dari guru mengenai

bagian yang belum dipahami

3. Meminta siswa untuk mengerjakan

masalah kontekstual secara individu

3. Mengerjakan masalah kontekstual

secara individu

4. Membagi siswa menjadi beberapa

kelompok yang beranggotakan 3-5

orang siswa (pembentukan kelompok

secara heterogen). Guru memberi

nomor kepada setiap siswa dalam

kelompok dan nama kelompok yang

berbeda.

4. Mendengarkan pembagian

kelompok dan kemudian

berkumpul dengan kelompoknya

5. Meminta kelompok untuk

membandingkan dan mendiskusikan

jawaban

5. Membandingkan dan kemudian

mendiskusikan jawaban.

Memastikan tiap anggota

kelompok dapat mengerjakannya

atau mengetahui jawabannya

dengan baik

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

33

6. Memanggil salah satu nomor siswa 6. Siswa yang nomornya dipanggil

berdiri dan maju kedepan untuk

mewakili kelompoknya

melaporkan hasil diskusi

7. Memberikan kesempatan kepada siswa

untuk memberikan tanggapan dari

hasil presentasi temannya. Kemudian

guru menunjuk lagi nomor yang lain

7. Memberikan tanggapan hasil

presentasi teman

8. Memberi tanggapan sambil

mengarahkan siswa untuk

mendapatkan strategi terbaik dan

kemudian menunjukkan langkah

formal dalam pengerjaan soal

8. Memperhatikan dan memahami

strategi terbaik dan langkah

formal yang diberikan oleh guru

C. Kegiatan Penutup

1. Mengajak siswa untuk bersama-sama

menarik kesimpulan dari hasil

pembelajaran

1. Menyimpulkan hasil pembelajaran

mengenai konsep yang baru

didapat

2. Meminta siswa untuk mempelajari

materi selanjutnya

2. Mendengarkan dan melaksanakan

perintah guru

3. Mengucap salam 3. Menjawab salam

2.6 Kemampuan Pemecahan Masalah

2.6.1 Definisi Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata

mampu yang yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan

kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan. Sedangkan

Pemecahan masalah merupakan aturan-aturan yang dikombinasikan oleh siswa

dari hal-hal yang sudah dipelajari sebagai jalan untuk memecahkan masalah baru

(Nasution, 2013). Lebih lanjut sesuatu yang dihasilkan oleh siswa sebagai

pengalaman baru juga menjadi bagian penting dalam memecahkan masalah dari

sekedar menerapkan aturan-aturan yang sudah diketahui. Polya (dalam Fuadi,

Minarni, & Banjarnahor, 2017) menyatakan bahwa pemecahan adalah upaya

untuk menemukan solusi dari kesulitan agar bisa mencapai suatu tujuan yang

tidak mudah untuk dicapai.

Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam pembelajaran

matematika karena pengembangan keterampilan berfikir lebih ditekankan dari

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

34

pada keterampilan untuk mempelajari subjek semata (B, C, & R, 2016). Siswa

memperoleh pengalaman untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang

sudah dimiliki kedalam pemecahan masalah yang menjadikan pemecahan masalah

sebagai hal penting dalam proses pembelajaran (Fuadi et al., 2017). Dari hal

tersebut, pengalaman siswa dalam memecahkan masalah dapat mengasah

keterampilan berpikir dan membantu siswa untuk menerapkan pada persoalan lain

dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Dengan pemecahan masalah,

makna dari matematika tidak akan hilang (Pardimin & Widodo, 2016).

Memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan adalah

kemampuan yang menjadi kunci utama dalam memecahkan masalah (B et al.,

2016). Dibutuhkan upaya berpikir dan mencoba hipotesis untuk memecahkan

masalah sehingga siswa dapat mempelajari sesuatu yang baru dari keberhasilan

memecahkan masalah (Nasution, 2013). Dari masalah yang diberikan dapat

membantu siswa untuk belajar menguasai konsep dan memecahkan masalah

dengan berpikir kritis, logis, matematis, dan terstruktur (Misu, 2014).

Kemampuan pemecahan masalah menjadi misi penting dalam pembelajaran

matematika yang harus diperhatikan oleh guru dengan mengembangkan

keterampilan yang dibutuhkan siswa (B et al., 2016). Karena keberhasilan dari

pembelajaran matematika dapat dilihat dari cara siswa memahami matematika dan

menerapkannya untuk memecahkan masalah matematika dan ilmu lainnya

(Pardimin & Widodo, 2016). Nasution (2013) menjelaskan bahwa menurut

penelitian hasil yang lebih unggul dalam memecahkan masalah diperoleh melalui

usaha dan penemuan sendiri yang dapat digunakan untuk kondisi atau situai lain.

Untuk itu dibutuhkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif berpikir,

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

35

menggunakan pengalaman sebelumnya untuk memecahkan masalah, dan

mengkonstruksi sendiri konsep dari matematika sehingga bisa menemukan cara

untuk menyelesaikan masalah. Mengacu pada pendapat-pendapat tentang

pemecahan masalah maka pendekatan Realistic Mathematics Education dengan

model Numbered Heads Together menjadi salah satu pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemamapuan pemecahan masalah. pendekatan Realistic

Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together mengajak

siswa untuk menemukan konsep sendiri, memecahkan masalah dengan

menghubungkan materi melalui dunia nyata, dan aktif bekerjasama untuk

menyelesaikan masalah dengan saling memberi dan menerima ide gagasan.

2.6.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah cara yang dilakukan untuk menemukan hasil

penyelesaian secara tepat dengan menggunakan serangkaian tahapan meliputi

memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, menyelesaikan

masalah, dan memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Dalam pemecahan

masalah dibutuhkan keaktifan berfikir yang melibatkan ranah kognitif karena

siswa harus memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengembangkan keterampilan berfikir siswa dan menjadikan pemecahan masalah

sebagai bagian yang penting dalam pembelajaran. Berbagai macam langkah-

langkah digunakan dalam memecahkan masalah, salah satunya adalah langkah-

langkah pemecahan masalah polya. Dalam penelitian ini langkah-langkah

pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah

menurut polya.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

36

Polya (dalam Fuadi, Minarni, & Banjarnahor, 2017) menyebutkan empat

langkah untuk memecahkan masalah, yaitu memahami masalah, menyusun

rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan

memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Dari langkah-langkah tersebut akan

terlihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, mulai dari

pemahaman siswa terhadap suatu masalah sampai solusi yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut

polya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Memahami masalah

Siswa harus memahami masalah yang diberikan dengan cara

mengidentifikasi fakta atau apa yang diketahui dari masalah dan juga

mengidentifikasi hal apa yang akan dicari dalam masalah tersebut.

2. Menyusun rencana pemecahan masalah

Dalam penyusunan rencana pemecahan masalah dapat dilihat dari beberapa

pilihan cara yang digunakan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan

menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui.

3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah

Siswa menjalankan rencana dari langkah-langkah yang sudah disusun

sebelumnya untuk memperoleh jawaban

4. Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah

Melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses dan solusi yang dibuat

untuk memastikan bahwa cara yang digunakan sudah benar

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

37

2.6.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah menurut polya, maka

indikator yang akan diukur dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2.4 Indikator Pemecahan Masalah

No. Indikator Kemampuan Pemecahan

Masalah

Indikator Pencapaian Siswa

1. Memahami masalah Siswa mampu mengidentifikasi

informasi-informasi yang diketahui dan

ditanyakan

2. Menyusun rencana pemecahan

masalah

Siswa mampu merencanakan strategi

yang sistematis untuk menyelesaikan

masalah

3. Melaksanakan rencana pemecahan

masalah

Siswa mampu menyelesaikan

permaslahan dengan menjalankan

rencana dari langkah-langkah yang

sudah disusun sebelumnya secara

sistematis

4. Memeriksa kembali hasil

pemecahan masalah

Siswa mampu memeriksa kembali

semua informasi dan menyesuaikan hasil

dengan masalah yang ditanyakan

Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah yang telah

dijelaskan di atas, maka berikut adalah contoh pemecahan masalah yang

menjelaskan dari masing-masing indikator:

Contoh soal:

Di suatu kelas terdapat 32 siswa. Dari jumlah tersebut 15 siswa menyukai

pelajaran matematika, 26 siswa menyukai pelajaran biologi, dan 12 siswa

menyukai pelajaran matematika dan biologi. Tentukan banyak siswa yang hanya

menyukai matematika, siswa yang hanya menyukai biologi, dan siswa yang tidak

menyukai keduanya !

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

38

Tabel 2.5 Contoh Pemecahan Masalah Matematika

Penyelesaian Siswa Indikator Pencapaian Siswa

Misalkan : Himpunan siswa di kelas adalah S

Himpunan siswa yang menyukai

matematika adalah A

Himpunan siswa yang menyukai

biologi adalah B

Himpuan siswa yang hanya

menyukai matematika adalah M

Himpunan siswa yang hanya

menyukai biologi adalah P

Himpunan siswa yang tidak

menyukai matematika dan biologi

adalah C

A∩B adalah himpunan siswa yang

menyukai keduanya

Diketahui : ( ) ( ) ( ) ( )

Ditanya : a. ( )b. ( )c. ( )

Siswa mampu mengidentifikasi

informasi-informasi yang diketahui

dan ditanyakan.

Menggambar dengan diagram venn

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Siswa mampu merencanakan

strategi yang sistematis untuk

menyelesaikan masalah.

a. Siswa yang hanya menyukai matematika

( ) ( ) ( )

b. Siswa yang hanya menyukai biologi

( ) ( ) ( )

c. Siswa yang tidak menyukai matematika dan

biologi

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

Siswa mampu menyelesaikan

permasalahan dengan menjalankan

rencana dari langkah-langkah yang

sudah disusun sebelumnya secara

sistematis.

S A B

●12●15-12●26-12

●C

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

39

Jadi,

- Banyak siswa yang hanya menyukai

matematika ( )

- Banyak siswa yang hanya menyukai biologi

( )

- Banyak siswa yang tidak menyukai

keduanya ( )

Jawaban tersebut dapat diperiksa kembali dengan

menghitung ( ).

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )

Siswa mampu memeriksa kembali

semua informasi dan

menyesuaikan hasil dengan

masalah yang ditanyakan.

2.7 Kemampuan Komunikasi Matematis

2.7.1 Definisi Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi adalah penyampaian ide dan pemahaman melalui refleksi,

improvisasi, dan modifikasi (Darto & Hafiz, 2013). Melalui komunikasi seseorang

dapat berbagi informasi, ide, gagasan, pesan, dan juga pendapat. Rangkaian ide

siswa dapat dilengkapi dengan adanya kemampuan komunikasi karena dapat

membantu proses mempersiapkan pikiran dan menghubungkan ide-ide (Paridjo &

Waluya, 2017). NCTM menjelaskan bahwa dengan adanya komunikasi, siswa

dapat mengatur dan mengkonsolidasi dalam berpikir matematika dan menuangkan

ide-ide matematis (Tiffany, Surya, Panjaitan, & Syahputra, 2017).

Komunikasi matematis mempunyai peranan penting pada pembelajaran

matematika karena melalui kemampuan komunikasi matematis siswa dapat

menggunakan bahasa matematika yang benar untuk menulis tentang matematika,

dapat mengklarifikasi ide-ide, membuat argumen, dan mengintepretasikan ide-ide

matematika secara lisan, gambar, dan simbol sehingga pemahaman matematika

akan berkembang (Paridjo & Waluya, 2017). Kesempatan untuk mengembangkan

keterampilan akan dimiliki siswa ketika pembelajaran matematika menekankan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

40

pada komunikasi matematika (Son, 2012). Lebih lanjut melalui komunikasi

matematis, siswa dapat memahami konsep dan memecahkan masalah matematika

karena harus membaca dan mengintepretasikan informasi, mengungkapkan ide

secara lisan dan tertulis, mendengarkan orang lain, dan berpikir kritis tentang ide-

ide matematika untuk dapat memahami konsep dan memecahkan masalah

matematika. Ditunjang oleh pendapat lain bahwa ide-ide pemecahan masalah,

strategi, dan solusi matematika dapat dikomunikasikan melalui lisan maupun

tertulis dengan adanya komunikasi matematika (Wijaya, Sujadi, & Riyadi, 2016).

Tujuan dari kemampuan komunikasi matematis adalah untuk

mengkomunikasikan matematika, menggunakan matematika sebagai alat

komunikasi, untuk menghubungkan ide-ide matematika, mengungkapkan ide

matematika, dan menjelaskan situasi atau masalah menggunakan simbol, tabel,

diagram, atau media lain (Qohar & Sumarmo, 2013). Melalui komunikasi akan

terlihat sejauh mana siswa dapat mengeksplorasi pemikiran dan pemahaman

terhadap matematika. Mengembangkan pengalaman dengan belajar menjelaskan

dan meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan orang lain adalah solusi yang

diperlukan ketika siswa mendapat tantangan untuk berargumentasi dan

mengkomunikasikan hasil pemikirannya (Ariawan & Nufus, 2017). Dari hal itu

kemampuan matematis tingkat tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis,

kreatif, dan produktif akan berkembang saat siswa mengkomunikasikan ide

matematisnya dengan cara memecahkan masalah dan juga menyampaikan hasil

pemecahannya (Sri, 2013).

Komunikasi merupakan hal utama dalam pembelajaran matematika

(Tiffany et al., 2017). Oleh karena itu siswa harus memiliki kemmapuan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

41

komunikasi matematis dalam belajar matematika. Memberikan siswa kesempatan

untuk berargumentasi secara lisan atau tertulis, mengajukan atau menjawab

pertanyaan, dan berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelas merupakan

aktivitas yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa

(Sri, 2013). Mengacu pada pendapat ahli di atas maka pendekatan Realistic

Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together dapat

menunjang dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis karena pada

pembelajarannya siswa diajak untuk menghubungkan materi matematika dengan

dunia nyata sehingga siswa dapat mengekspresikan ide matematika, mendorong

siswa untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan cara berkelompok

dimana semua anggota kelompok saling membantu dan bekerjasama dengan

berbagai penyelesaian sehingga siswa dapat saling memberikan informasi, ide,

dan pendapat untuk menyelesaikannya. Siswa akan aktif berinteraksi dalam

kelompok maupun antar kelompok sehingga melatih siswa untuk

mengembangkan kemampuan komunikasi dengan mengungkapkan ide atau

gagasannya.

2.7.2 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

National Council of Teacher of Mathematics (dalam Tiffany et al., 2017)

menyebutkan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi:

1. Kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,

tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual

2. Kemampuan untuk memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-

ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual

lainnya

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

42

3. Kemampuan untuk menggunakan istilah-istilah, notasi dan struktur

matematika untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan

dengan model-model situasi

Mengacu pada pendapat di atas, maka kemampuan komunikasi matematis

yang akan diterapkan pada pembelajaran matematika menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together

adalah kemampuan komunikasi matematis secara tertulis, dengan indikator

sebagai berikut:

Tabel 2.6 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

No. Indikator Kemampuan Komunikasi

Matematis

Indikator Pencapaian Siswa

1. Mengekspresikan ide-ide

matematika secara tertulis

Siswa mampu menuliskan informasi

dan ide yang telah dipahami sesuai

dengan permasalahan

2. Memahami, menginterpretasikan,

dan mengevaluasi ide-ide

matematika secara tertulis

Siswa mampu menuliskan ide untuk

menyelesaikan permasalahan

3. Menggunakan istilah-istilah, notasi

dan struktur matematika untuk

menyajikan ide-ide matematika

secara tertulis

Siswa mampu menuliskan

penyelesaian masalah secara

sistematis dengan menggunakan

istilah-istilah dan notasi matematika

Berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis yang telah

dijelaskan di atas, maka berikut adalah contoh pengukuran dari masing-masing

indikator:

Contoh soal:

Di suatu kelas terdapat 32 siswa. Dari jumlah tersebut 15 siswa menyukai

pelajaran matematika, 26 siswa menyukai pelajaran biologi, dan 12 siswa

menyukai pelajaran matematika dan biologi. Tentukan banyak siswa yang hanya

menyukai matematika, siswa yang hanya menyukai biologi, dan siswa yang tidak

menyukai keduanya !

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

43

Tabel 2.7 Contoh kemampuan komunikasi matematis

Penyelesaian Siswa Indikator Pencapaian Siswa

Misalkan : Himpunan siswa di kelas adalah S

Himpunan siswa yang menyukai

matematika adalah A

Himpunan siswa yang menyukai

biologi adalah B

Himpuan siswa yang hanya

menyukai matematika adalah M

Himpunan siswa yang hanya

menyukai biologi adalah P

Himpunan siswa yang tidak

menyukai matematika dan biologi

adalah C

A∩B adalah himpunan siswa yang

menyukai keduanya

Diketahui : ( )

( )

( )

( )

Ditanya : a. ( )

b. ( )

c. ( )

Siswa mampu menuliskan informasi

dan ide yang telah dipahami sesuai

dengan permasalahan.

Menggambar dengan diagram venn

Siswa mampu menuliskan ide untuk

menyelesaikan permasalahan

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) a. Siswa yang hanya menyukai matematika

( ) ( ) ( )

b. Siswa yang hanya menyukai biologi

( ) ( ) ( )

c. Siswa yang tidak menyukai matematika dan

biologi

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( )

( )

Siswa mampu menuliskan

penyelesaian masalah secara

sistematis dengan menggunakan

istilah-istilah dan notasi matematika

S A B

●12 ●15-12 ●26-12

●C

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematikaeprints.umm.ac.id/40066/3/jiptummpp-gdl-lilikmazro-55595...13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah

44

( )

( )

Jadi,

- Banyak siswa yang hanya menyukai

matematika ( )

- Banyak siswa yang hanya menyukai biologi

( )

- Banyak siswa yang tidak menyukai

keduanya ( )